• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MEMBANTU SISWA MEMPERSIAPKAN DIRI MENGHADAPI PERNIKAHAN DAN BERKELUARGA BERDASARKAN PENDEKATAN PERKEMBANGAN :Studi Pengembangan Model Bimbingan pada Siswa Kelas XI SMAN Kota Bandung Tahun Ajaran 2009 - 2010.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MEMBANTU SISWA MEMPERSIAPKAN DIRI MENGHADAPI PERNIKAHAN DAN BERKELUARGA BERDASARKAN PENDEKATAN PERKEMBANGAN :Studi Pengembangan Model Bimbingan pada Siswa Kelas XI SMAN Kota Bandung Tahun Ajaran 2009 - 2010."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR PENGESAHAN

B. Identifikasi Masalah Penelitian 12

C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 15

D. Tujuan Penelitian 16

E. Manfaat Penelitian 16

F. Asumsi Penelitian 17

BAB II KONSEP DASAR BIMBINGAN KELOMPOK BERDASARKAN PENDEKATAN PERKEMBANGAN, KARAKTERISTIK REMAJA, DAN PERNIKAHAN

19

A. Konsep Dasar Bimbingan 19

1. Latar Belakang Pentingnya Bimbingan dan Konseling 19

2. Pengertian Bimbingan dan Konseling 21

3. Tujuan Bimbingan dan Konseling 25

4. Fungsi Bimbingan dan Konseling 30

5. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling 33

6. Asas Bimbingan dan Konseling 35

7. Komponen Program Bimbingan dan Konseling 38 8. Pemetaan Tugas Konselor dalam Jalur Pendidikan Formal 49 9. Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik 51 10.Relevansi Tugas Perkembangan Remaja Pada Dimensi

Kesiapan Diri untuk Menikah dan Berkeluarga dengan Peran dan Fungsi Bimbingan dan Konseling

55

11.Studi Terdahulu yang Relevan 59

B. Bimbingan Kelompok 64

C. Pendekatan Perkembangan 83

D. Karakteristik Remaja Siswa SMA 93

1. Pengertian dan Makna Remaja 93

2. Perkembangan Fisik, Emosi, Sosial, dan Intelektual Remaja

102

(2)

2. Ikhwal Pernikahan 152 3. Konsep Dasar Keluarga dan Tahapannya 162

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 166

A. Pendekatan dan Metode Penelitian 166

B. Definisi Operasional Variabel 168

1. Persiapan Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga 168 2. Faktor Penghambat Siswa Menghadapi Pernikahan dan

Berkeluarga

169

3. Model Bimbingan Perkembangan 169

C. Pengembangan Instrumen Pengumpul Data 171 1. Kisi–kisi Instrumen Pengumpul Data 171

2. Penimbangan Instrumen 173

3. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 173

D. Subjek Penelitian 182

E. Tahap-Tahap Penelitian 184

F. Teknik Analisis Data 188

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 192

A. Temuan Penelitian 192

B. Pembahasan Temuan Penelitian 197

C. Validasi Rasional Model Bimbingan Kelompok Untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan Dan Berkeluarga Berdasarkan Pendekatan Perkembangan

208

D. Hasil Uji Coba Lapangan Model Bimbingan Kelompok Untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan Dan Berkeluarga Berdasarkan Pendekatan Perkembangan

212

1. Rangkuman Hasil Pengujian Data 212

2. Hasil Uji Coba Keefektifan Model 213

E. Pembahasan Hasil Uji Coba Keefektifan Model 219

F. Model Akhir yang Sudah Teruji 225

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 236

A. Kesimpulan 236

B. Rekomendasi 238

(3)

Lampiran II : Model Bimbingan Kelompok Untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan Dan Berkeluarga Berdasarkan Pendekatan

Perkembangan

378

Lampiran III : Pedoman Bimbingan Kelompok Untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan Dan Berkeluarga Berdasarkan Pendekatan Perkembangan

390

Lampiran IV : Instrumen Penelitian 398

Lampiran V : Surat Keputusan Pembimbing Disertasi 406

(4)

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab I dikemukakan latar belakang masalah, identifikasi masalah

penelitian, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan asumsi penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja adalah masa yang paling menentukan dalam pembentukan

kepribadian individu. Bagi sebagian orang yang baru berangkat dewasa bahkan

yang sudah melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan

dalam hidup mereka. Kenangan saat remaja merupakan kenangan yang tidak

mudah dilupakan, sebaik atau seburuk apapun pengalaman itu.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan banyak orang tua yang memiliki

anak berusia remaja merasakan bahwa usia remaja adalah masa yang sulit dan

memiliki banyak tantangan di dalamnya. Terkadang orang tua merasa sudah

mengenal betul individu yang telah besar bersamanya belasan tahun tersebut. Di

sisi lain, orang tua merasa kebingungan karena ada perubahan-perubahan yang

terjadi pada diri remaja, misalnya dalam bentuk perilaku yang tadinya penurut

menjadi sedikit membangkang, perhatian yang lebih dari orang tua dikatakannya

turut campur atau merasa diperlakukan seperti kanak-kanak. Perbedaan pendapat

ini biasanya bermuara kepada terjadinya banyak konflik antara orang tua dengan

remaja itu. Tidak begitu salah orang tua memiliki persepsi seperti itu sebab

(5)

dengan ketat karena dinilai belum siap menghadapi tantangan, sementara pada sisi

yang lain remaja sedang berkeinginan kuat untuk mencari jati diri yang mandiri.

Pada masa remajalah terjadi perubahan-perubahan yang sangat berarti

dalam segi fisiologis, emosional, sosial, dan intelektual. Stanley Hall (Hurlock,

1973: 113) menyebut masa remaja sebagai masa new birth dan storm and stress.

Pada masa remaja akan ditemukan seorang yang seolah-olah baru terlahir karena

banyaknya perubahan terutama pada segi fisik. Selanjutnya dikemukakan bahwa

remaja dihadapkan pada tantangan-tantangan, kekangan-kekangan yang dapat

membuat remaja merasa bingung. Lebih jauh lagi remaja tersebut digambarkan

seperti orang yang tidak menentu, emosional, tidak stabil, dan sukar diramalkan.

Perubahan fisik pada remaja, terutama organ-organ seksual mempengaruhi

berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan yang baru

di mana sebelumnya tidak pernah di alami, seperti perasaan cinta, rindu, dan

keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Perasaan dan

dorongan tersebut seringkali menjadi masalah besar yang membawa malapetaka

bagi perkembangan remaja selanjutnya.

Di Sekolah Menengah Atas (SMA), para siswa dengan penuh antusias

belajar mengikuti berbagai kegiatan baik yang sifatnya kurikuler maupun

ekstrakurikuler, dan bahkan tidak sedikit mampu meraih prestasi yang gemilang.

Akan tetapi di sisi lain tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan akibat

konflik yang terjadi pada masa remaja. Beberapa kejadian akhir-akhir ini seperti

adanya geng motor yang tidak segan melukai, menciderai, bahkan membunuh

(6)

perkelahian, dan juga video porno yang dilakukan remaja serta penyimpangan

perilaku seksual remaja sudah sangat mengkhawatirkan. Di Harian Umum Pikiran

Rakyat tanggal 11 Desember 2008, halaman 3 diberitakan bahwa sekitar 62,7%

remaja yang tercatat sebagai pelajar SMP dan SMA di Indonesia sudah tidak

perawan lagi. Data tersebut merupakan hasil survei yang dilakukan Komisi

Nasional Perlindungan Anak tahun 2008 di 33 propinsi di Indonesia. Hal tersebut

dikemukakan oleh Kepala Badan Koordinasi Keluarga Nasional (BKKBN), Sugiri

Syarif, pada pembukaan Jambore Pusat Informasi dan Konsultasi (PIK) Kesehatan

Reproduksi Remaja (KRR), dan Peringatan Hari AIDS Internasional tingkat Jawa

Barat di Pancaniti, Kabupaten Cianjur, pada tanggal 10 Desember 2008. Dari hasil

browsing Clara Istiwidarum Kriswanto, psikolog dari Jagadnita Consulting,

menyebutkan beberapa survei yang bisa membuat banyak orang tercengang

terutama orang tua. Dari survei yang dilakukan di Jakarta diperoleh hasil, bahwa

sekitar 6-20% anak SMA dan mahasiswa di Jakarta pernah melakukan hubungan

seks pra nikah, sebanyak 35% dari mahasiswa kedokteran sebuah perguruan tinggi

swasta di Jakarta sepakat tentang seks pra nikah. Dari 405 kehamilan yang tidak

direncanakan, 95% dilakukan oleh remaja usia 15 – 25 tahun. Angka kejadian

aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta kasus, 1,5 juta diantaranya dilakukan oleh

remaja. Lalu, jajak pendapat yang dilakukan di Bandung menunjukkan 20% dari

1000 remaja yang masuk dalam jajak pendapat pernah melakukan seks bebas.

Diperkirakan 5-7% diantaranya adalah remaja pedesaan. Sebagai catatan, jumlah

remaja di Kabupaten Bandung sekitar 765.762. Berarti, bisa diperkirakan jumlah

(7)

sebanyak 200 remaja putri melakukan seks bebas, setengahnya kedapatan hamil

dan 90% dari jumlah itu melakukan aborsi.

Setahun kemudian Harian Umum Pikiran Rakyat tanggal 7 Desember

2009 halaman 18 memberitakan bahwa sebanyak 47% remaja di kota Bandung

mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Sementara di Jabodetabek

51%, Surabaya 54%, dan Medan 52%. Hal itu disampaikan Kepala Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat Dr. dr. Sugiri Syarief,

M.P.A. pada pembukaan grand final lomba Rap dan Ajang Ngumpul Remaja

Tingkat Nasional di Bandung, Minggu (6/12/2009). “Hubungan seksual pranikah

ini merupakan salah satu dari tiga masalah besar yang dihadapi remaja terkait

penularan HIV-AIDS,” ujarnya. Sugiri mengatakan, data di Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY) mengenai seks bebas pranikah lebih memprihatinkan. Dari

1.660 mahasiswi di Yogyakarta, 97,05% sudah hilang keperawanannya saat

kuliah. Diantara mahasiswi tersebut, 98 orang mengaku pernah melakukan aborsi.

Angka itu diketahui dari hasil penelitian tempat kos mahasiswa yang dilakukan

Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Penelitian Bisnis dan

Humaniora (LSCK Pusbih). Selain hubungan seksual pranikah, kasus HIV-AIDS

juga disebabkan penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja. Berdasarkan data

BNN tahun 2004, 78% dari 3,2 juta jiwa orang yang ketagihan narkoba adalah

remaja. Sedangkan berdasarkan data Departemen Kesehatan 2009, dari 17.699

kasus AIDS, 50,07% diantaranya remaja. Ketiga masalah tersebut akan

mengurangi kesempatan remaja mempraktikkan perilaku hidup sehat sebagaimana

(8)

dalam program KB Nasional, telah dilakukan. Misalnya, pencegahan HIV dengan

promosi peningkatan pemakaian kondom dual proteksi, yaitu sebagai alat KB

sekaligus berfungsi mencegah penularan infeksi menular seks, termasuk

HIV-AIDS.

BKKBN juga menyiapkan jarum suntik sekali pakai yang digunakan untuk

akseptor KB suntik sehingga mereka yang berjumlah 9 juta – 10 juta orang

terhindar dari HIV. Selain itu, memberikan penyuluhan serta konsultasi kepada

remaja dan generasi muda melalui berbagai forum di sekolah maupun di luar

sekolah agar berperilaku positif, terhindar dari HIV-AIDS, narkoba, dan

berperilaku seks bebas.

Lebih lanjut Sugiri mengatakan bahwa kasus HIV-AIDS meningkat sangat

cepat. Tahun 1987, hanya lima kasus, 10 tahun kemudian terdapat 44 kasus dan

12 tahun kemudian, yaitu September 2009 ada 60.000 orang yang terinfeksi

HIV-AIDS, yaitu 18.442 AIDS dan 46.000 HIV dalam perawatan. Proporsi terbesar

pada usia muda, yaitu 49,57 persen usia 20-29 tahun dan 29,84 persen pada usia

30-39 tahun.”Cara penularannya disebabkan heteroseksual sebanyak 49,7 persen

dan pemakai jarum suntik 40,7 persen”, ujarnya menegaskan. Sugiri

menambahkan, angka tersebut merupakan angka yang dilaporkan. Kasus

sesungguhnya, jauh lebih banyak karena kasus AIDS merupakan fenomena

gunung es. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional memperkirakan,

jumlah populasi rawan tertular tahun 2009 mencapai 270.000 orang. Di Indonesia,

(9)

Hasil penelitian dan penelusuran Yayasan Priangan Jawa Barat di

Bandung pada tahun 2004 menunjukkan tingginya kasus homoseksual terjadi di

kalangan pelajar. Hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak 21% siswa SMP dan

35% siswa SMA disinyalir telah melakukan perbuatan homoseksual.

Penelitian lain dilakukan oleh Synovate Research tentang perilaku seksual

remaja di empat kota besar, yaitu Bandung, Jakarta, Surabaya, dan Medan. Survei

ini mengambil 450 responden yang memiliki kisaran usia 15-24 tahun. Dari

penelitian itu, Synovate mengemukakan bahwa sekitar 60% informasi tentang

seks mereka dapatkan dari kawan dan 35% sisanya dari film porno. Ironisnya,

hanya 5% dari responden remaja ini yang mendapatkan informasi seks dari orang

tuanya. Selain itu, terungkap pula bahwa 44% responden mengaku sudah pernah

memiliki pengalaman seks di usia 16-18 tahun. Sementara 16% lainnya mengaku

pengalaman itu didapat pada usia 13-15 tahun. (Ruspiyandy, 2008)

Hasil penelitian Pusat Studi Wanita Universitas Negeri Yogyakarta (PSW

UNY) bekerjasama dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan yang bertajuk

“Persepsi Masyarakat tentang Fenomena Pornografi (Hubungan Seksual Pra

Nikah)” di DIY menemukan adanya pergeseran moral masyarakat di Yogyakarta

yang sangat memilukan. Dari 445 responden, terdapat 59,1% yang menganggap

ciuman bahkan hubungan seksual pra nikah oke-oke saja. Alasan mereka enteng

saja dan wajar jika seks bebas itu dilakukan asalkan atas dasar saling mencintai.

Majalah kesehatan, buletin Placebo Edisi Februari 2009 halaman 4

mengungkapkan bahwa sekitar 60% penderita penyakit kutil kelamin

(10)

masih berusia 16 hingga 25 tahun. Kenyataan ini tentu saja sangat

mengkhawatirkan, mengingat penyakit kelamin itu berpotensi menjadi ganas atau

kanker. Data itu merupakan hasil survey terakhir yang dilakukan oleh

Racmatdinata, Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung/ Rumah Sakit Umum Pemerintah

Dr. Hasan Sadikin Bandung. Menurut Rachmatdinata, penyakit ini merupakan

salah satu dari penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS). Penyakit ini sering

disebut penyakit silent, karena penyakit ini tidak tampak tetapi ada.

Data lain yang disampaikan oleh Tatty Elmir, salah seorang aktivis ASA

Indonesia (Aliansi Selamatkan Anak Indonesia) menyebutkan bahwa pada tahun

2009 kata kunci sex, XXX Indonesia menempati ranking 3. Kota di Indonesia

pengakses terbesarnya adalah Semarang, Jakarta, Yogyakarta, Denpasar, Medan,

Bandung, Surabaya, dan Depok. Untuk kata kunci “sex idol Indonesia”, Maria

Ozawa dan Pamela Anderson tetap peringkat 1. Kota pengakses terbesar

Semarang, Jakarta, Yogyakarta, Denpasar, Medan, Bandung, Surabaya dan

Depok. Sedangkan untuk kata porno, Indonesia peringkat 7. Kota pengaksesnya

Palembang, Semarang, Yogyakarta, Denpasar, Medan, Jakarta, Surabaya, dan

Bandung. Berikut hasil survey ASA Indonesia di Kota Karawang, Palembang, dan

Jakarta terhadap 961 siswa SMP, 100% (seluruh responden) mengaku pernah

bersentuhan dengan pornografi. Dari 100% sejak pertama kali terpapar dengan

pronografi, 68% mengaku masih mengakses pornografi sampai sekarang.

(11)

made in Indonesia. Pornografi merupakan jaringan terorganisir dengan

keuntungan 12,7 miliar dolar.

Jauh sebelum itupun, salah satu laporan yang dikemukakan oleh William

G. Wagener dalam jurnal “The Counseling Psychologist” (vol. 24 no.3 Juli 1996,

halaman 360-363), mengemukakan bahwa remaja di Amerika Serikat tahun

1990-an diimpresi sebagai periode ketidakberdaya1990-an (helpless period) karena

banyaknya remaja yang akrab dengan alkohol, obat-obat terlarang, senjata, dan

hubungan seksual yang menyebarkan penyakit HIV. Selain itu, survey yang

dilakukan oleh Departemen Sosial dan Ekonomi Internasional tahun 1988 di

beberapa negara barat seperti Belgia, Kanada, Jerman, Hongaria, Norwegia,

Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa 2/3 remaja berusia 19 tahun

telah melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Sonestein dkk (1989) telah

melaporkan hasil penelitiannya yaitu bahwa sekitar 69% remaja Afrika-Amerika

telah melakukan hubungan seksual di luar nikah pada usia 15 tahun (Yusuf,

2006:23). Dipaparkan pula oleh Yusuf (2006: 25) data konseling kehamilan

remaja di Lentera Sahaja PKBI mulai bulan Januari hingga Agustus 1999

menunjukkan adanya 571 kasus kehamilan yang tidak dikehendaki di kalangan

remaja. Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar

20-30% remaja mengaku pernah melakukan hubungan seksual

(www.kesespro.info.co). Dalam majalah Gemari, Juni 2003 diungkapkan bahwa

dari sekitar 1000 remaja peserta konsultasi dan poling yang dilakukan LSM

Sahara (Sahabat Anak dan Remaja) Indonesia selama tahun 2000-2002,

(12)

tempat kost (51,3%), di rumah (30%), di hotel (11,2%), di taman (2,5%), di

tempat rekreasi (2,4%), di sekolah (1,3%), di mobil (0,4%), dan tidak diketahui

(0,7%).

Konsekuensi dari permasalahan di atas akan menjadi bumerang bagi

remaja itu sendiri di saat mereka akan menghadapi pernikahan dan berkeluarga.

Setiap orang yang akan menikah menginginkan pasangan yang terbaik. Walaupun

zaman sudah modern, laki-laki menghendaki calon istrinya masih suci. Demikian

pula perempuan menghendaki laki-laki yang masih perjaka.

Data dari Pengadilan Agama Kota Bandung tahun 2009 menjelaskan

bahwa selama tahun 2009 di Kota Bandung telah tercatat 18.977 pernikahan dan

sebanyak 3.275 perceraian yang terdiri dari 10% berusia di bawah 20 tahun, 46%

berusia 20-30 tahun, 35% berusia 30-40 tahun, dan 9% berusia di atas 40 tahun.

Kementrian Agama Republik Indonesia memberitakan pada tahun 2009

tercatat pernikahan sebanyak 2 juta, dan sekitar 10% diantaranya bercerai. Alasan

perceraiannya antara lain karena faktor: a. ekonomi, b. perselingkuhan, c. usia

muda, dan d. kekerasan dalam rumah tangga.

Hasil studi pendahuluan terhadap 194 siswa SMA di Kota Bandung

menunjukkan bahwa 58% siswa ternyata tidak memiliki perhatian dan kepedulian

untuk membicarakan tentang hal-hal terkait dengan pernikahan dan kehidupan

berkeluarga. Bahkan di antara siswa 3% nya menyatakan tidak ingin menikah.

Dilihat dari alasan siswa menghindari pembicaraan dan pikiran tentang

(13)

diri pada kegiatan belajar sebanyak 60% dan sisanya menyatakan bahwa saat ini

untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis cukup dengan pacaran.

Ironisnya fakta di atas turut ditambah dengan iklim lingkungan kehidupan

yang kurang sehat, seperti: maraknya tayangan pornografi di televisi dan DVD;

penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat terlarang/narkoba

yang tak terkontrol; ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga; dan dekadensi

moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup remaja

yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia),

seperti: pelanggaran tata tertib sekolah/madrasah, tawuran, meminum minuman

keras, menjadi pecandu narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat

Adiktif lainnya, seperti ganja, ekstasi, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan

pergaulan bebas (free sex).

Penampilan perilaku remaja seperti diatas sangat tidak diharapkan, karena

tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti

tercantum dalam tujuan pendidikan nasional (UU No.20 Tahun 2003), yaitu: (1)

beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3)

memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan

rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa

tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai

implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan

untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah

(14)

Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan

seperti yang disebutkan, adalah dengan cara mengembangkan potensi remaja dan

memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar

kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan

konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang

perkembangan remaja beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya. Hasil studi

pendahuluan menunjukkan bahwa 81% siswa yang menjadi responden

membutuhkan layanan konseling individual untuk membantu mengatasi

permasalahan mereka baik terkait dengan aspek akademik maupun non akademik.

Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang

mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang

administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang

bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang

administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan

konseling, hanya akan menghasilkan remaja yang pintar dan terampil alam aspek

akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek

kepribadian.

Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan

konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis,

dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan

dan preventif, yaitu pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan

(Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling

(15)

dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas

perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah remaja.

Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus

dicapai remaja, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling

berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud

adalah standar kompetensi kemandirian peserta didik.

Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik (SKKPD) meliputi

beberapa aspek perkembangan yaitu landasan hidup religius, landasan perilaku

etis, kematangan emosi, kesadaran tanggungjawab sosial, kesadaran gender,

pengembangan pribadi, wawasan dan kesiapan karir, kematangan hubungan

dengan teman sebaya, dan kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga

(Depdiknas, 2007).

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Fenomena penyimpangan perilaku seksual remaja dengan berbagai

dampaknya mengisyaratkan makin diperlukannya layanan bimbingan dan

konseling yang lebih intensif. Mathewson (Yusuf, 2006: 53) mencatat empat hal

yang terkait dengan mengapa individu membutuhkan bimbingan, yaitu (a)

kebutuhan individu untuk menilai dan memahami diri; (b) kebutuhan untuk

menyesuaikan diri dengan diri sendiri dan tuntutan lingkungan; (c) kebutuhan

untuk memiliki orientasi atau wawasan tentang berbagai kondisi yang terjadi pada

masa sekarang dan yang akan datang; (d) kebutuhan untuk mengembangkan

(16)

Model bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance

and Counseling) ini memiliki empat komponen program yaitu: (1) layanan dasar

bimbingan, (2) layanan responsif, (3) layanan perencanaan individual, dan (4)

dukungan sistem. Layanan dasar bimbingan merupakan kegiatan layanan

bimbingan yang bertujuan untuk membantu seluruh siswa mengembangkan

perilaku efektif dan keterampilan hidup siswa. Perencanaan individual merupakan

kegiatan layanan bimbingan yang bertujuan untuk membantu seluruh siswa

membuat dan mengimplementasikan rencana-rencana pendidikan, karir, dan sosial

pribadi siswa. Layanan responsif merupakan kegiatan layanan bimbingan yang

bertujuan untuk memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan yang dirasakan

sangat penting oleh siswa pada saat ini (Muro, J. J. dan Kottman, T., 1995).

Dukungan sistem merupakan kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan untuk

memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan. (Thomas

Ellis, 1990 dalam Nurihsan, 1998).

Bimbingan perkembangan ini bersifat edukatif, pengembangan dan

outreach. Edukatif karena titik berat layanan bimbingan ditekankan pada

pencegahan dan pengembangan, bukan korektif atau terapeutik, walaupun juga

layanan tersebut tidak diabaikan. Pengembangan karena titik sentral sasaran

bimbingan adalah perkembangan seluruh aspek kepribadian siswa dengan strategi

pokoknya memberikan kemudahan perkembangan melalui perekayasaan

lingkungan perkembangan. Outreach karena target populasi layanan bimbingan

tidak terbatas kepada siswa bermasalah, tetapi semua siswa berkenaan dengan

(17)

intervensi, setting, metode, dan lama waktu layanan). Teknik bimbingan yang

digunakan meliputi teknik-teknik pembelajaran, pertukaran informasi, bermain

peran, tutorial, dan konseling (Muro, J. J. dan Kottman, T., 1995 : 5).

Berdasarkan studi pendahuluan di beberapa SMAN Kota Bandung,

diketahui bahwa tugas-tugas perkembangan siswa belum sepenuhnya tercapai.

Aspek tugas perkembangan yang menjadi kebutuhan prioritas layanan bimbingan

konseling diantaranya mempersiapkan pernikahan dan berkeluarga.

Salah satu model bimbingan yang dikembangkan untuk membantu siswa

mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga ini adalah model

bimbingan kelompok berdasarkan pendekatan perkembangan, karena model ini

diyakini dan memungkinkan dapat memfasilitasi perkembangan siswa sesuai

dengan karakteristik perkembangannya. Bimbingan perkembangan di lingkungan

pendidikan merupakan pemberian bantuan kepada seluruh peserta didik yang

dilakukan secara berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirinya

(potensi dan tugas-tugas perkembangannya), dan memahami lingkungannya

sehingga mereka mampu mengarahkan diri, dan menyesuaikan diri secara dinamis

dan konstruktif terhadap norma yang berlaku atau tuntutan lembaga pendidikan,

keluarga, masyarakat, dan lingkungan kerja yang akan dimasukinya kelak.

Melalui pemberian layanan bimbingan mereka diharapkan dapat menjadi lebih

produktif, dapat menikmati kesejahteraan hidupnya, dan dapat memberi

sumbangan yang berarti kepada keluarga, sekolah, lembaga tempat mereka

(18)

Langkah-langkah bimbingan perkembangan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi kesiapan diri siswa

dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga; (2) mengeksplorasi

berbagai permasalahan yang terkait dengan kesiapan diri siswa dalam menghadapi

pernikahan dan berkeluarga; (3) mengintervensi perilaku konseli untuk mampu

mempersiapkan diri dalam menghadapi pernikahan dan berkeluarga melalui

pelayanan bimbingan kelompok; (4) melakukan evaluasi.

C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang berkembang di atas, maka masalah utama

yang diteliti adalah bagaimanakah mengembangkan model bimbingan kelompok

yang efektif untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan

dan berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan?

Supaya lebih terfokus, maka pertanyaan dalam penelitian ini dijabarkan

sebagai berikut ini:

1. Bagaimana tingkat kesiapan diri siswa SMA di Kota Bandung Tahun

Ajaran 2009/ 2010 dalam menghadapi pernikahan dan berkeluarga?

2. Apa saja faktor penghambat ketidaksiapan siswa dalam menghadapi

pernikahan dan berkeluarga pada siswa SMA di Kota Bandung Tahun

Ajaran 2009/ 2010?

3. Bagaimana keefektifan model bimbingan kelompok untuk membantu

siswa dalam menghadapi pernikahan dan berkeluarga berdasarkan

(19)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah menghasilkan suatu model bimbingan

kelompok untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan

dan berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan. Secara khusus tujuan

penelitian ini adalah menemukan hal-hal berikut: (1) tingkat kesiapan diri siswa

SMA dalam menghadapi pernikahan dan berkeluarga; (2) faktor penghambat

ketidaksiapan diri siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga; dan (3)

keefektifan model bimbingan kelompok untuk membantu siswa mempersiapkan

diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga berdasarkan pendekatan

perkembangan.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan dalam pengembangan

teori maupun praktik bimbingan dan konseling. Secara teoretis, hasil penelitian ini

dapat memperkaya khasanah keilmuan bimbingan dan konseling, khususnya

adalah bidang bimbingan kelompok untuk membantu siswa mempersiapkan diri

menghadapi pernikahan dan berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan.

Secara praktis, hasil penelitian ini memberikan sumbangan kepada lembaga

pendidik konselor dan konselor di sekolah serta para siswa SMA. Lembaga

pendidikan konselor dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk

mengembangkan kemampuan para calon konselor di bidang bimbingan kelompok

untuk membantu siswa SMA mempersiapkan diri dalam menghadapi pernikahan

(20)

model produk penelitian ini dapat digunakan untuk penyelenggaraan layanan

bimbingan perkembangan yang lebih terfokus pada aspek perkembangan kesiapan

diri untuk menikah dan berkeluarga. Sedangkan bagi siswa SMA diharapkan lebih

mandiri dan memiliki kesiapan serta bersikap positif terhadap nilai pernikahan

dan berkeluarga.

F. Asumsi Penelitian

Penelitian tentang model bimbingan perkembangan untuk membantu

siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga ini dilandasi

asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Siswa Sekolah Menengah Atas pada umumnya berusia 15-18 tahun.

Dalam rentang perkembangan individu berada pada fase remaja. Menurut

Havighurst (1961) salah satu tugas perkembangan remaja adalah

mempersiapkan diri untuk melakukan pernikahan dan berkeluarga.

2. Pelayanan bimbingan dan konseling perkembangan didasarkan kepada

upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan

pengentasan masalah-masalah konseli.

3. Program bimbingan dan konseling perkembangan mengandung empat

komponen pelayanan, yaitu: (1) Pelayanan dasar bimbingan; (2) Pelayanan

responsif; (3) Pelayanan perencanaan individual; dan (4) Dukungan

sistem. Bimbingan kelompok termasuk salah satu dari pelayanan dasar

(21)

4. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi

kemandirian peserta didik. Pada aspek perkembangan kesiapan diri untuk

menikah dan berkeluarga pada tataran tujuan pengenalan untuk siswa

SMA tercantum mengenal norma-norma pernikahan dan berkeluarga. Pada

tataran akomodasi tercantum menghargai norma-norma pernikahan dan

berkeluarga sebagai landasan bagi terciptanya kehidupan masyarakat yang

harmonis. Pada tataran tindakan tercantum mengekspresikan keinginannya

untuk mempelajari lebih intensif tentang pernikahan dan berkeluarga.

5. Pernikahan dan berkeluarga merupakan satu-satunya jalan yang halal

untuk hubungan manusia hidup bersama yang berjenis kelamin berbeda.

6. Model bimbingan kelompok melalui empat materi inti pelayanannya

diyakini mampu membantu siswa mempersiapkan diri untuk menghadapi

(22)

166

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab III ini akan menguraikan pendekatan dan metode penelitian, definisi

operasional variabel, pengembangan instrumen pengumpul data, subjek

penelitian, tahap penelitian, dan teknik analisis.

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Terwujudnya model bimbingan kelompok berdasarkan pendekatan

perkembangan untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi

pernikahan dan berkeluarga dengan pendekatan perkembangan merupakan tujuan

akhir penelitian ini. Kerangka isi dan komponen model disusun berdasarkan

kajian konsep, teori tentang persiapan menghadapi pernikahan dan berkeluarga,

kajian konsep bimbingan perkembangan dan karakteristik perkembangan remaja,

kajian hasil penelitian terdahulu yang relevan, analisis permasalahan persiapan

menghadapi pernikahan dan berkeluarga, dan kajian empiris tentang kondisi

aktual layanan bimbingan perkembangan di lapangan.

Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, tujuan penelitian, maka

penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan (research

and development). Menurut Borg and Gall (2003: 271), dalam penelitian

pengembangan, langkah-langkah yang seyogianya ditempuh antara lain: (1) studi

pendahuluan, (2) perencanaan, (3) pengembangan model hipotetik, (4) penelaahan

model hipotetik, (5) revisi, (6) uji coba terbatas, (7) revisi hasil uji coba, (8) uji

(23)

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif secara

terpadu dan saling mendukung yang dikenal dengan mixed method design

sequence. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengkaji tingkat kesiapan

siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga dan keefektifan model bimbingan

kelompok untuk membantu siswa mempersiapkan diri untuk menikah dan

berkeluarga. Sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui

validitas rasional model hipotetik bimbingan kelompok berdasarkan pendekatan

perkembangan untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi

pernikahan dan berkeluarga. Pada tataran teknis dilakukan langkah sebagai

berikut: metode analisis deskriptif, dan metode quasi eksperimen. Metode analisis

deskriptif dilaksanakan untuk menjelaskan secara sistematis, akurat, tentang

fakta-fakta dan sifat-sifat yang terkait dengan substansi penelitian. Dalam penelitian ini

dilakukan untuk menghadapi pernikahan dan berkeluarga, faktor penyebab

ketidaksiapan siswa dan upaya yang dilakukan siswa untuk mengatasi dampak

ketidaksiapan siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga. Metode partisipatif

kolaboratif dilakukan dalam proses uji kelayakan model hipotetik bimbingan

perkembangan untuk membantu siswa mempersiapkan diri untuk menghadapi

pernikahan dan berkeluarga. Uji kelayakan model dilaksanakan dengan uji

rasional, uji keterbacaan, uji kepraktisan, dan uji coba terbatas. Uji coba rasional

melibatkan tiga orang pakar bimbingan,yaitu Bapak Dr. M. Solehuddin, M.Pd.,

M.A., Bapak Dr. Suherman, M.Pd., dan Bapak Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd., uji

keterbacaan melibatkan lima belas siswa dari SMA Negeri 4 dan SMA Negeri 19

(24)

dengan melibatkan para guru BK dari SMA Negeri 4 dan SMA Negeri 19 Kota

Bandung, yaitu Ibu Dra. Rosdiana, Ibu Dra. Ati Rosmiati, Ibu Dra. Dewi

Ramdhani, Ibu Dra. Chitta Istipadmini, Bapak Drs. Adang AI Susani, Ibu Heni

Suhaeni, M. Pd., dan Bapak Nur Ali Maksum, S. Pd. Uji lapangan model

dilakukan dengan desain pre-test dan post-test dengan metode quasi eksperimen

untuk mendapatkan gambaran tentang efektivitas model bimbingan kelompok

untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan

berkeluarga.

B. Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan identifikasi masalah, maka ada tiga variabel utama dari tema

penelitian ini, yaitu persiapan siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga,

faktor penyebab ketidaksiapan siswa dan model bimbingan kelompok berdasarkan

pendekatan perkembangan. Definisi operasional pengertian istilah dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. Persiapan Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga

Berdasarkan standar kompetensi kemandirian peserta didik dalam

Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan

Formal, untuk siswa SLTA pada aspek perkembangan kesiapan diri untuk

menikah dan berkeluarga yang seyogyanya dikembangkan meliputi tiga hal, yaitu:

(a) mengenal norma pernikahan dan berkeluarga, (b) menghargai

(25)

masyarakat yang harmonis, dan (c) mengekspresikan keinginannya untuk

memperlajari lebih intensif tentang norma pernikahan dan berkeluarga.

Dalam penelitian ini, persiapan menghadapi pernikahan dan berkeluarga

didefinisikan sebagai kondisi kesiapan siswa dalam mengenal norma-norma

pernikan dan berkeluarga, menghargai norma-norma pernikahan dan berkeluarga

serta mengekspresikan keinginannya untuk mempelajari lebih intensif tentang

norma-norma pernikahan dan berkeluarga.

2. Faktor Penghambat Kesiapan Siswa Menghadapi Pernikahan dan

Berkeluarga

Dalam penelitian ini, faktor penghambat kesiapan siswa menghadapi

pernikahan dan berkeluarga didefinisikan sebagai berbagai aspek yang

menyebabkan terjadinya kondisi ketidaksiapan siswa menghadapi pernikahan dan

berkeluarga, yang meliputi (a) karakteristik siswa, yaitu penghargaan diri yang

rendah, kurang motivasi dan apresiasi yang rendah; (b) faktor lingkungan sekolah,

yaitu iklim sekolah yang negatif dan pengaruh teman sebaya yang negatif; (c)

faktor lingkungan keluarga yaitu kurang keteladanan orang tua dan pola asuh yang

salah; dan (d) lingkungan masyarakat yaitu gaya hidup, penghargaan terhadap

norma dan budaya, serta pengaruh negatif budaya.

3. Model Bimbingan Kelompok Berdasarkan Pendekatan Perkembangan

Menurut Kartadinata (2009) model dapat didefinisikan sebagai: (a)

seperangkat proposisi untuk mendeskripsikan sesuatu dalam bentuk yang

sederhana, (b) didasarkan pada suatu teori, (c) suatu tipe saran, skema, atau

(26)

konsekuensi-konsekuensi dari tindakan, dan (d) aspirasi untuk mempresentasikan dunia nyata

yang membutuhkan analisis.

Model bimbingan kelompok berdasarkan pendekatan perkembangan

merupakan bimbingan yang dirancang dengan memfokuskan pada kebutuhan,

kekuatan, minat, dan isu-isu yang berkaitan dengan tahapan perkembangan

individu dan merupakan bagian penting dan integral dari keseluruhan program

pendidikan. Bimbingan kelompok dengan pendekatan perkembangan didasarkan

pada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi dan

pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan

sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga model ini

disebut juga bimbingan dan konseling yang berbasis standar (standard based

guidance and counseling). Dalam pelaksanaannya, model ini menekankan

kolaborasi antara konselor dengan para personal sekolah lainnya (kepala sekolah,

guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak terkait lainnya

(seperti instansi pemerintah/ swasta dan para ahli psikolog dan dokter). Program

bimbingan perkembangan ini meliputi: (a) pelayanan dasar bimbingan, (b)

pelayanan responsif, dan (c) dukungan sistem. Bimbingan kelompok berada pada

strategi pelayanan dasar disamping pelayanan yang lainnya seperti bimbingan

kelas, pelayanan orientasi, dan lain sebagainya.

Dalam penelitian ini, model bimbingan kelompok berdasarkan pendekatan

perkembangan didefinisikan sebagai model bimbingan melalui proses bantuan

dari konselor kepada sekelompok siswa SMA (konseli) secara berkesinambungan

(27)

perencanaan dan keputusan yang tepat dalam membangun kehidupan pernikahan

dan berkeluarga.

C. Pengembangan Instrumen Pengumpul Data

1. Kisi-kisi Instrumen Pengumpul Data

Kisi-kisi instrumen pengumpul data yang dirancang dalam penelitian ini

adalah dalam bentuk angket yaitu: (a) angket pengungkap kesiapan siswa

menghadapi pernikahan dan berkeluarga (Format A); dan (b) angket pengungkap

faktor penghambat kesiapan siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga

(Format B). Bentuk skala yang dipergunakan untuk Format A adalah: (SS) Sangat

Sering, (S) Sering, (K) Kadang-kadang, dan (TP) Tidak Pernah, adapun untuk

format B skala yang digunakan adalah adalah YA dan TIDAK. Berikut disajikan

kisi-kisi instrumen kesiapan siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga serta

faktor-faktor penghambatnya.

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Kesiapan Siswa Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga

(28)

masyarakat yang

Adapun kisi-kisi instrumen pengungkap faktor penghambat kesiapan

siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga diuraikan pada tabel 3.2 berikut

ini.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Faktor Penghambat Kesiapan Siswa Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga

VARIABEL ASPEK INDIKATOR JUMLAH

Faktor

(29)

2. Penimbangan Instrumen

Penimbangan instrumen dilakukan untuk memperoleh item angket yang

layak pakai, setiap item yang dikembangkan (sebanyak 30 pernyataan untuk

Format A dan 40 pernyataan untuk Format B). Instrumen penelitian ditimbang

oleh tiga orang penimbang untuk dikaji secara rasional dari segi isi dan redaksi

pernyataan, serta ditelaah kesesuaian item dengan aspek-aspek yang akan

diungkap. Ketiga penimbang tersebut adalah Bapak Dr. Suherman, M.Pd., Bapak

Dr. M. Solehuddin, M.Pd., dan Bapak Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd. Ketiganya

adalah pakar bimbingan dan konseling yang memiliki keahlian dan pengalaman

yang memadai dan berkualifikasi doktor bimbingan dan konseling. Setiap

penimbang memberikan koreksinya terhadap item yang menurut penimbang

kurang layak, baik secara konstruk maupun kebahasaannya, dilakukan revisi

seperlunya sesuai dengan saran-saran penimbang tersebut. Langkah berikutnya,

sebelum dilakukan uji coba instrumen, dihadirkan siswa kelas dua SMAN

sebanyak lima belas orang dengan lima orang guru BK SMAN 4 dan SMAN 19

Bandung untuk melakukan uji keterbacaan terhadap setiap butir item dalam

instrumen. Setiap masukan yang diberikan dijadikan bahan untuk perbaikan dan

pengembangan instrumen yang dikembangkan.

3. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

a. Pengujian Validitas Instrumen Format A

Proses pengujian validitas instrumen dilakukan dengan menghitung

koefisien korelasi product moment/ r hitung (rxy), dengan menggunakan rumus

(30)

rXY = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

X = Item soal yang dicari validitasnya

Y = Skor total yang diperoleh sampel

Adapun langkah yang dilakukan pada proses berikutnya adalah :

1) Mencari nilai t hitung

Setelah mendapatkan r hitung, kemudian untuk menguji nilai signifikansi

validitas butir soal tersebut, digunakan uji t yaitu dengan mengunakan rumus

(31)

2) Proses pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan didasarkan pada uji hipotesa dengan kriteria

sebagai berikut:

a) Jika t hitung positif, dan t hitung > t tabel, maka butir soal valid

b) Jika t hitung negatif, dan t hitung < t tabel, maka butir soal tidak

valid

Sebagai contoh akan dihitung uji validitas untuk item soal nomor 1 Format A.

a) Mencari atau menghitung koefisien korelasi product moment (rXY) dan t

hitung dari masing-masing item. Untuk koefisien korelasi product

moment item soal nomor 1 adalah 0,31 dan nilai t hitung untuk item

nomor 1 adalah 9,42

b) Langkah selanjutnya setelah diperoleh t hitung adalah menentukan t tabel

dengan df = n – 2 = 857 – 2 = 855, dengan nilai df = 855 maka pada

nilai alpha 95% nilai t tabel adalah t(0,95;855) = 1,65

c) Dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel diperoleh bahwa t hitung

< t tabel yaitu 9,42 < 1,65 dan oleh karena itu maka butir item/ soal

nomor 1 adalah valid.

Untuk perhitungan validitas butir soal yang lainnya digunakan bantuan

perhitungan program Ms Excel 2007 (terlampir) dan dari 30 pernyataan Format A

didapat semua pernyataan format A valid. Secara lebih rinci proses perhitungan

(32)

Tabel 3.3

Proses Penghitungan Uji Validitas Pernyataan Format A

Soal r

b. Pengujian Reliabilitas Instrumen Format A

Setelah diuji validitas setiap item selanjutnya alat pengumpul data tersebut

(33)

atau konsistensi tes. Reliabilitas tes berarti bahwa suatu instrumen cukup dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut

sudah baik. Instrumen yang dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang

dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan

kenyataannya, maka berapakalipun diambil, tetap akan sama.

Dalam pengujian reliabilitas instrumen, penulis menggunakan bantuan

perhitungan program Ms. Excel 2007 dengan rumus statistika Alpa dan

tahapannya sebagai berikut:

Menghitung nilai reliabilitas atau r hitung (r11) dengan menggunakan

rumus Alpa sebagai berikut:

r = Reliabilitas tes yang dicari =

2

i

σ Jumlah varians skor tiap-tiap item

2

i = Varians total

Sedangkan rumus untuk mencari varians semua item adalah:

Setelah diuji validitas, maka langkah selanjutnya adalah menguji apakah butir soal tersebut reliabel, untuk mengetahuinya digunakan bantuan perhitungan program Ms Exel 2007 dan diperoleh sebagai berikut:

(34)

Varian Total (δt ) = 120,41

Reliabilitas = 0,88 (Sangat Kuat)

Sebagai titik tolak ukur koefisien reliabilitas, digunakan pedoman

koefisien korelasi sebagai berikut:

Tabel 3.4

Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefesien Korelasi

INTERVAL KOEFESIEN TINGKAT HUBUNGAN

0,00 – 0,199

c. Pengujian Validitas Instrumen Format B

Proses pengujian validitas instrumen Format B dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ini :

1. Menghitung koefisien korelasi biserial (γpbi), dengan menggunakan rumus

seperti berikut:

γpbi = Koefisien korelasi biserial

Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab ya bagi item

yang dicari validitasnya

Mt = rerata skor total

(35)

p = proporsi sampel yang menjawab ya

q = proporsi sampel yang menjawab tidak

2. Mencari nilai t hitung

Setelah mendapatkan r hitung, kemudian untuk menguji nilai

signifikansi validitas butir soal tersebut, peneliti menggunakan uji t yaitu

dengan mengunakan rumus berikut:

2 N

r 1

r t

2 hitung

− − =

Keterangan:

r = Nilai koefisien korelasi N = Jumlah sampel

(Sugiyono, 2006:278)

Setelah diperoleh nilai thitung maka, langkah selanjutnya adalah

menentukan ttabel dengan df = n – 2 = 857 – 2 = 857 dengan nilai df =

857 dan pada nilai alpha sebesar 95% didapat nilai t(0,95;857) = 1,65

3. Proses pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan didasarkan pada uji hipotesa dengan kriteria sebagai berikut:

• Jika t hitung positif, dan t hitung ≥ t tabel, maka butir soal valid

(36)

Sebagai contoh akan dihitung uji validitas untuk item soal nomor 1

a. Mencari atau menghitung koefisien korelasi biserial (γpbi) dan t hitung

dari masing-masing item. Untuk koefisien korelasi biserial item soal

nomor 1 diperoleh Mp =26,73, Mt = 25,95, St = 4,60, p = 0,84 dan q =

0,16 maka diperoleh rhitung = 0,39 dan nilai t hitung untuk item nomor 1

adalah 12,54

b. Langkah selanjutnya setelah diperoleh t hitung adalah menentukan t

tabel dengan df = n – 2 = 857 – 2 = 855, dengan nilai df = 855 maka

pada nilai alpha 95% nilai t tabel adalah t(0,95;855) = 1,65

c. Dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel diperoleh bahwa t

hitung > t tabel yaitu 12,54 > 1,65 dan oleh karena itu butir item/soal

nomor 1 adalah valid.

d. Untuk perhitungan validitas butir soal yang lainnya digunakan bantuan

perhitungan program Ms Excel 2003 (terlampir) dan dari 40 pernyataan

diperoleh bahwa semua data adalah valid.

Tabel 3.5

Proses Penghitungan Uji Validitas Pernyataan Format B

(37)

13 174 28.70 25.95 4.60 0.20 0.80 0.30 9.28 1.65 Valid

d. Pengujian Reliabilitas Instrumen Format B

Dalam pengujian reliabilitas instrumen, digunakan bantuan perhitungan

program Ms. Excel 2007 dengan rumus statistika K–R. 20yaitu sebagai berikut:

r = Reliabilitas tes secara keseluruhan

p = Proporsi subjek yang menjawab item dengan ya q = Proporsi subjek yang menjawab item dengan tidak

(38)

Σ pq = Jumlah hasil perkalian antara p dan q N = Banyaknya item

S = Standar deviasi dari tes

(Arikunto , 2002:100) Setelah diketahui butir item yang valid maka langkah selanjutnya adalah

menguji apakah item tersebut reliabel atau tidak, untuk mengetahuinya peneliti

menggunakan bantuan perhitungan program Ms. Excel 2007 dan diperoleh

sebagai berikut:

n = 857

S = 4,605

Σ pq = 6,271

2

11 2

40 4, 605 6, 271 40 1 4, 605

r = − 

    = 0,722 (kuat)

D. Subjek Penelitian

Penelitian ini adalah pengembangan model bimbingan perkembangan untuk

membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga.

Proses pengembangan model terdiri dari empat tahap dengan subjek penelitian

yang beragam. Pada studi pendahuluan, subjek adalah siswa kelas II SMA Negeri

se Kota Bandung yaitu SMAN 2 Bandung, SMAN 4 Bandung, SMAN 6

Bandung, SMAN 15 Bandung, SMAN 16 Bandung, SMAN 18 Bandung dan

SMAN 19 Bandung berjumlah 857 siswa yang ditentukan secara random melalui

teknik two stage random sampling (Fraenkel, J. R. & Wallen, N. E., 1993).

Pada tahap pengembangan dan validasi model hipotetik subjeknya adalah

(39)

Hafid, M. Pd. dan Dr. Ipah Saripah, M. Pd. Sedangkan pada tahap uji coba model,

subjek penelitian adalah siswa kelas II SMA Negeri 4 dan SMA Negeri 19 Kota

Bandung berjumlah 60 siswa yang ditentukan secara purposive, yaitu yang

capaian skor persiapan dirinya rendah dan sedang untuk menghadapi pernikahan

dan berkeluarga. Pada masing-masing sekolah dibentuk kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan dengan jumlah setiap kelompok sebanyak 15 orang siswa.

Pertimbangan menentukan jumlah ini adalah berdasarkan perspektif bimbingan

kelompok bahwa jumlah anggota kelompok yang efektif adalah 8-15 orang

(Winkel, W. S., 1997; Natawidjaja, R., 1987).

Secara lebih rinci, subjek penelitian ini disajikan pada tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6

Subjek Penelitian Pengembangan Model Bimbingan Kelompok untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri untuk Menghadapi Pernikahan dan

Berkeluarga 2. Studi Pendahuluan Siswa Kelas II:

(40)

f. SMAN 19 Bandung 157 857 3. Uji Coba Model Siswa Kelas II:

a. SMAN 4 Bandung

1. Kelompok Eskperimen 2. Kelompok Kontrol b. SMAN 19 Bandung

1. Kelompok Eskperimen 2. Kelompok Kontrol

15 15

15 15

3. Uji Rasional Model Pakar Bimbingan dan Konseling 2

E. Tahap-Tahap Penelitian

Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, penelitian ini dilaksanakan dalam

sembilan tahap kegiatan, yaitu: tahap 1 persiapan, tahap 2 merancang model

hipotetik, tahap 3 uji kelayakan model hipotetik, tahap 4 perbaikan model

hipotetik, tahap 5 uji coba terbatas, tahap 6 revisi hasil uji coba terbatas, tahap 7

uji lapangan model, tahap 8 merancang model akhir, dan tahap 9 diseminasi

model. Rancangan kegiatan setiap tahap adalah sebagai berikut.

Tahap Pertama : Persiapan Pengembangan Model

Kegiatan penelitian pada tahap ini meliputi :

a. Kajian konseptual dan analisis penelitian terdahulu.

b. Survey lapangan untuk memperoleh informasi kondisi objektif kesiapan

diri siswa untuk menghadapi pernikahan dan berkeluarga.

c. Mengkaji hasil-hasil penelitian-penelitian yang berkaitan dengan

(41)

mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga berdasarkan

pendekatan perkembangan.

d. Mengkaji pendekatan dan strategi bimbingan dan konseling dalam

menerapkan model.

Tahap Kedua : Merancang Model Hipotetik

Berdasarkan kajian teoretik, hasil-hasil penelitian terdahulu, hasil studi

pendahuluan, berikutnya disusun Model Hipotetik Bimbingan Kelompok untuk

Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga

Berdasarkan Pendekatan Perkembangan.

Tahap Ketiga : Uji Kelayakan Model

Uji kelayakan model dilakukan untuk mendapatkan Model Bimbingan

Kelompok untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan

dan Berkeluarga Berdasarkan Pendekatan Perkembangan yang memiliki

keterandalan ini dilakukan kegiatan berupa :

a. Uji rasional model dengan mengidentifikasi masukan-masukan konseptual

dari para pakar konseling.

b. Uji keterbacaan model, melibatkan siswa pada beberapa SMA Negeri di

Kota Bandung dan Guru BK.

c. Uji kepraktisan model, dilakukan melalui diskusi terfokus yang

melibatkan beberapa guru pembimbing di SMA Negeri yang bertujuan

untuk melihat berbagai dimensi yang seyogyanya dipertimbangkan dalam

(42)

membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan

berkeluarga.

d. Analisis kompetensi konselor yang diperlukan untuk menerapkan model.

Tahap Keempat : Revisi Model Hipotetik

Berdasarkan hasil uji kelayakan model, kegiatan berikutnya adalah :

a. Mengevaluasi dan menginventarisasi hasil uji kelayakan model.

b. Memperbaiki redaksi dan isi model hipotetik.

c. Tersusun model hipotetik yang sudah direvisi.

Tahap Kelima : Uji Coba Terbatas

Uji coba terbatas dilaksanakan untuk mendapatkan masukan kritis dari

siswa sebagai subjek dalam membantu mempersiapkan diri menghadapi

pernikahan dan berkeluarga. Kegiatan dalam hahap ini meliputi :

a. Menyusun rencana dan teknis uji coba terbatas.

b. Menyiapkan konselor dan fasilitator.

c. Membagi siswa dalam dua kelompok kecil, masing-masing 15 orang,

d. Melaksanakan uji coba terbatas.

e. Diskusi dan refleksi sebagai masukan untuk perbaikan model.

Tahap Keenam : Revisi Hasil Uji Coba Terbatas

Berdasarkan masukan daam diskusi dan refleksi dari hasil uji coba

terbatas, model hipotetik direvisi lagi dari segi konstruksi, materi, dan

(43)

Tahap Ketujuh : Pengujian Lapangan

Pada tahap ini dilaksanakan uji lapangan model bimbingan perkembangan

untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan

berkeluarga, meliputi :

a. Menyusun rencana kegiatan uji lapangan.

b. Melaksanakan uji lapangan.

c. Mendeskripsikan hasil pelaksanaan uji lapangan.

Tahap Kedelapan : Merancang Model Akhir

Kegiatan penelitian pada tahap ini meliputi :

a. Mengevaluasi dan menganalisis hasil pengujian lapangan.

b. Merevisi dan merumuskan kembali model bimbingan perkembangan

untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan

berkeluarga berdasarkan hasil pengujian lapangan.

c. Tersusun model akhir yang dikemas dalam pedoman bimbingan

perkembangan untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi

pernikahan dan berkeluarga.

Tahap Kesembilan : Diseminasi Model

Kegiatan pada tahap ini adalah mempublikasikan model pada khalayak

profesi melalui forum ilmiah.

Visualisasi tahap-tahap pengembangan model bimbingan perkembangan

untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan

(44)

Gambar 3.1

Alur Proses Pengembangan Model

F. Teknik Analisis Data

1. Analisis Kelayakan Model Bimbingan Perkembangan Untuk Membantu

Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga

Dimensi-dimensi Model Hipotetik bimbingan perkembangan untuk

membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga

yang dianalisis yaitu : rumusan judul, penggunaan istilah, sistematika model,

rumusan rasional model, rumusan tujuan model, rumusan asumsi model, rumusan

komponen model, rumusan kompetensi konselor, kesesuaian antar komponen

model, struktur intervensi, garis besar sesi intervensi 1- 6, teknik evaluasi dan

(45)

Berikut teknik yang digunakan dalam menganalisis kelayakan model,

yaitu :

a. Uji rasional model melibatkan pakar bimbingan.

b. Uji keterbacaan (readability) model melibatkan siswa dan guru BK.

c. Uji kepraktisan (usebility) model bimbingan perkembangan untuk membantu

siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga dilakukan

dalam diskusi terfokus, membahas :

1) Kontribusi model terhadap pencapaian tujuan pendidikan dan tujuan

bimbingan dan konseling.

2) Peluang keterlaksanaan penerapan model.

3) Kesesuaian model dengan kebutuhan siswa.

4) Kemampuan konselor untuk menerapkan model.

5) Pemahaman pengelola model.

6) Keterjalinan kerja sama.

Diskusi terfokus untuk menganalisis kepraktisan model melibatkan guru

BK dan siswa SMA Negeri Kota Bandung.

2. Analisis Efektivitas Model Bimbingan Kelompok untuk Membantu Siswa

Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga

Berdasarkan Pendekatan Perkembangan

Analisis efektifitas model bimbingan kelompok untuk membantu siswa

mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga berdasarkan

(46)

menghadapi pernikahan dan berkeluarga sebelum dan setelah mengikuti

bimbingan dalam pengujian lapangan model.

Kelompok kontrol dan eksperimen adalah 60 siswa kelas II SMA Negeri 4

dan SMA Negeri 19 di Kota Bandung. Pengujian efektivitas model menggunakan

disain kuasi eksperimen.

Tabel 3.7

Deskripsi Uji Model Bimbingan Kelompok untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga

Berdasarkan Pendekatan Perkembangan Pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Kelompok Prates Perlakuan Postes

Eksperimen O X O

Kontrol O - O

Selanjutnya, untuk membuktikan hipotesis penelitian berupa pengujian

efektivitas model digunakan teknik uji beda rata-rata (t-test). Teknik analisis data

statistik yang digunakan adalah statistika nonparametrik. Statistika nonparametrik

adalah prosedur pengujian hipotesis yang normalitas distribusi tidak terpenuhi

atau sering disebut dengan metode bebas distribusi (Furqon, 2004:235). Subyek

penelitian (15 orang) ini tidak besar atau kurang dari 30 orang, maka teknik

statistika non-parametrik menjadi alasan digunakan untuk analisis data.

Lebih lanjut analisis data dalam penelitian ini menggunakan Uji Wilcoxon.

Menurut Furqon (2004 : 243) Uji Wilcoxon berguna untuk menguji tingkah laku,

karena dapat menunjukkan antara lain : (a) anggota manakah dalam satu pasangan

(47)

setiap pasangan, dan (b) membuat range perbedaan di dalam urutan dengan

memberikan harga absolutnya. Selanjutnya Furqon mengartikan lebih rinci lagi

bahwa uji ini dapat membuat penilaian tentang “lebih besar dari” antara dua

penampilan pada setiap pasangan, juga dapat membuat penilaian antara dua skor

yang berbeda yang timbul dari setiap dua pasangan, dan dapat membuat penilaian

antara dua skor yang berbeda yang timbul dari setiap dua pasangan dengan

memberikan urutan range. Analisis data secara keseluruhan dilakukan

menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS 14.0 for Windows.

Dari pengolahan dan analisis data, dihasilkan model bimbingan kelompok

yang layak untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan

(48)

236

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada Bab V memuat kesimpulan dan rekomendasi

A. Kesimpulan

Kesimpulan temuan penelitian proses pengembangan model bimbingan

kelompok untuk membantu siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga

berdasarkan pendekatan perkembangan dipaparkan sebagai berikut ini.

1. Temuan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa SMAN kota

Bandung memiliki kesiapan untuk menikah dan berkeluarga dengan kategori

rendah dan sedang. Mereka merasa enggan membicarakan masalah menikah

dan berkeluarga, karena belum memikirkan masalah tersebut yang dinilai

masih jauh untuk dilakukan.

2. Temuan penelitian yang terkait dengan faktor penghambat kesiapan diri untuk

menikah dan berkeluarga menunjukkan bahwa terdapat empat faktor utama

penghambat kesiapan siswa, yaitu: (a) karakteristik siswa, berupa penghargaan

diri yang rendah, kurang motivasi, dan apresiasi yang rendah; (b) lingkungan

sekolah, berupa iklim sekolah yang negatif dan pengaruh negatif dari teman

sebaya; (c) lingkungan keluarga, berupa kurang keteladanan orang tua dan

pola asuh yang salah, dan (d) lingkungan masyarakat, berupa gaya hidup yang

salah, penghargaan yang rendah terhadap norma dan budaya, dan pengaruh

(49)

3. Temuan penelitian menunjukkan bahwa upaya siswa yang paling sering

dilakukan dalam mengatasi faktor penghambat kesiapan untuk menikah dan

berkeluarga dengan cara ”curhat” kepada teman atau jalan-jalan ke mall.

4. Temuan penelitian menunjukkan bahwa ada tiga aspek kesiapan siswa

menghadapi pernikahan dan berkeluarga yang perlu diperhatikan yaitu,

pengenalan: mengenal norma-norma pernikahan dan berkeluarga; akomodasi:

menghargai norma-norma pernikahan dan berkeluarga sebagai landasan bagi

terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis; dan tindakan:

mengekspresikan keinginannya untuk mempelajari lebih intensif tentang

norma pernikahan dan berkeluarga.

5. Hasil validasi rasional pakar bimbingan dan konseling terhadap model

bimbingan kelompok untuk membantu siswa menghadapi pernikahan dan

berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan menunjukkan bahwa

(50)

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan penelitian, rekomendasi utama studi ini adalah

model bimbingan kelompok untuk membantu siswa menghadapi pernikahan dan

berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan. Rekomendasi ditujukan

kepada berbagai pihak terkait sebagai berikut:

1. Konselor sekolah

Model bimbingan kelompok untuk membantu siswa menghadapi pernikahan

dan berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan di SMA Negeri Kota

Bandung dapat digunakan sebagai model alternatif untuk pelaksanaan layanan

bimbingan dan konseling di sekolah. Dalam implementasinya dapat

bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait, misalnya dengan Mitra Citra

Remaja (MCR) yang dikelola Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia

(PKBI), Pengadilan Agama, Kantor Urusan Agama, Aliansi Selamatkan Anak

Indonesia, pakar bimbingan dan konseling keluarga, penasehat pernikahan,

dokter ahli kandungan, dokter kulit dan kelamin, dan tokoh masyarakat.

2. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Mengingat pentingnya pernikahan dan berkeluarga dalam menentukan kualitas

kebahagiaan individu dan pembekalan kepada para calon konselor untuk

menangani permasalahan pernikahan dan berkeluarga, maka kajian tentang

materi tersebut perlu ditambah jumlah jam SKSnya.

3. Unit Pelaksana Teknis Layanan Bimbingan dan Konseling UPI

Merancang program yang komprehensif dan mengadakan pelatihan tentang

(51)

pernikahan dan berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan kepada

para konselor sekolah.

4. Peneliti selanjutnya

Model bimbingan kelompok untuk membantu siswa menghadapi pernikahan

dan berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan hanya difokuskan

pada salah satu layanan dasar saja. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan

model bimbingan dan konseling berdasarkan pendekatan perkembangan yang

lainnya seperti home room program, atau bahkan model bimbingan dan

konseling perkembangan yang meliputi layanan dasar, layanan responsif, dan

layanan perencanaan individual, serta dukungan sistem untuk membantu siswa

(52)

240

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an dan Terjemahnya, (1413 H). Medinah Munawwarah: Mujamma' Khadim Al Haramain asy Syarifain.

Alam, A. S. (2005). Usia Ideal Memasuki Dunia Perkawinan. Jakarta: Kencana Mas Publishing House.

Akbar, A. (1995) Merawat Cinta Kasih. Jakarta: Pustaka Antara.

Ali, M. dan Asrori, M. (2005). Perkembangan Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Ambron, S. R. (1981). Child Development. New York: Holt Rinehart & Winston.Amini, I. (1996). Bimbingan Islam untuk Kehidupan Suami Istri. Bandung: Al-Bayan.

Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Ashriyah, I. (2009). Single Female. Bandung: ZIP Books.

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia

Ayyub, S. H. (2008). Fikih Keluarga: Panduan Membangun Keluarga Sakinah sesuai Syariat. Jakarta: Pustaka Kautsar.

Blocher, D. H. (1974). Developmental Counseling. New York: John Wiley &

Chaplin, J.P. (1979). Dictionary of Psychology. New York: Dell Publishing Co., Inc.

Cobia, D. C. dan Henderson, D. A. (2003). Handbook of School Counseling. New Jersey: Merrill Prentice Hall.

Creswell, W. J. (1994). Research Design: Qualitative & Quantitative Approach. London: SAGE Publications.

Gambar

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Kesiapan Siswa Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Faktor Penghambat  Kesiapan Siswa
Soal Hitung Hitung Tabel 1 0.31 9.42 1.65
Tabel 3.4 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penemuan metode- metode latihan yang dapat diaplikasikan dalam proses latihan sehari-hari dapat terlihat dengan jelas dalam ilmu keolahragaan secara keseluruhan

Akan tetapi, kompetensi peserta didik dalam mata pelajaran listrik dan elektronika dasar.. masih

Respon siswa positif terhadap pembelajaran diantaranya karena siswa diberi kebebasan dan keleluasaan untuk beraktivitas seperti siswa melihat selintas dengan cepat

Di sisi lain/ pemiskinan juga berlangsung di wilayah Mimika/ yang penghasilannya hanya sekitar 132 dollar per tahun/ pada tahun 2005// Kesejahteraan penduduk

Menurut anda apakah merokok dapat menyebabkan kanker paru.. Siapa yang dapat menderita penyakit

Dan beranjak dari latar belakang tersebut judul yang dikemukakan oleh peneliti adalah “Urgensi Analisis Jabatan (Job Analysis) dalam Membangun Sumber Daya Manusia

Beberapa ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga

Jadi, perangkat transmisi Uplink berfungsi sebagai pemroses suara dan gambar televisi dari studio televisi ataupun sinyal baseband dari sentral Telekomunikasi untuk dijadikan