LEMBAR PENGESAHAN
B. Identifikasi Masalah Penelitian 12
C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 15
D. Tujuan Penelitian 16
E. Manfaat Penelitian 16
F. Asumsi Penelitian 17
BAB II KONSEP DASAR BIMBINGAN KELOMPOK BERDASARKAN PENDEKATAN PERKEMBANGAN, KARAKTERISTIK REMAJA, DAN PERNIKAHAN
19
A. Konsep Dasar Bimbingan 19
1. Latar Belakang Pentingnya Bimbingan dan Konseling 19
2. Pengertian Bimbingan dan Konseling 21
3. Tujuan Bimbingan dan Konseling 25
4. Fungsi Bimbingan dan Konseling 30
5. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling 33
6. Asas Bimbingan dan Konseling 35
7. Komponen Program Bimbingan dan Konseling 38 8. Pemetaan Tugas Konselor dalam Jalur Pendidikan Formal 49 9. Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik 51 10.Relevansi Tugas Perkembangan Remaja Pada Dimensi
Kesiapan Diri untuk Menikah dan Berkeluarga dengan Peran dan Fungsi Bimbingan dan Konseling
55
11.Studi Terdahulu yang Relevan 59
B. Bimbingan Kelompok 64
C. Pendekatan Perkembangan 83
D. Karakteristik Remaja Siswa SMA 93
1. Pengertian dan Makna Remaja 93
2. Perkembangan Fisik, Emosi, Sosial, dan Intelektual Remaja
102
2. Ikhwal Pernikahan 152 3. Konsep Dasar Keluarga dan Tahapannya 162
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 166
A. Pendekatan dan Metode Penelitian 166
B. Definisi Operasional Variabel 168
1. Persiapan Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga 168 2. Faktor Penghambat Siswa Menghadapi Pernikahan dan
Berkeluarga
169
3. Model Bimbingan Perkembangan 169
C. Pengembangan Instrumen Pengumpul Data 171 1. Kisi–kisi Instrumen Pengumpul Data 171
2. Penimbangan Instrumen 173
3. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 173
D. Subjek Penelitian 182
E. Tahap-Tahap Penelitian 184
F. Teknik Analisis Data 188
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 192
A. Temuan Penelitian 192
B. Pembahasan Temuan Penelitian 197
C. Validasi Rasional Model Bimbingan Kelompok Untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan Dan Berkeluarga Berdasarkan Pendekatan Perkembangan
208
D. Hasil Uji Coba Lapangan Model Bimbingan Kelompok Untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan Dan Berkeluarga Berdasarkan Pendekatan Perkembangan
212
1. Rangkuman Hasil Pengujian Data 212
2. Hasil Uji Coba Keefektifan Model 213
E. Pembahasan Hasil Uji Coba Keefektifan Model 219
F. Model Akhir yang Sudah Teruji 225
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 236
A. Kesimpulan 236
B. Rekomendasi 238
Lampiran II : Model Bimbingan Kelompok Untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan Dan Berkeluarga Berdasarkan Pendekatan
Perkembangan
378
Lampiran III : Pedoman Bimbingan Kelompok Untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan Dan Berkeluarga Berdasarkan Pendekatan Perkembangan
390
Lampiran IV : Instrumen Penelitian 398
Lampiran V : Surat Keputusan Pembimbing Disertasi 406
1
BAB I PENDAHULUAN
Pada Bab I dikemukakan latar belakang masalah, identifikasi masalah
penelitian, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan asumsi penelitian.
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja adalah masa yang paling menentukan dalam pembentukan
kepribadian individu. Bagi sebagian orang yang baru berangkat dewasa bahkan
yang sudah melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan
dalam hidup mereka. Kenangan saat remaja merupakan kenangan yang tidak
mudah dilupakan, sebaik atau seburuk apapun pengalaman itu.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan banyak orang tua yang memiliki
anak berusia remaja merasakan bahwa usia remaja adalah masa yang sulit dan
memiliki banyak tantangan di dalamnya. Terkadang orang tua merasa sudah
mengenal betul individu yang telah besar bersamanya belasan tahun tersebut. Di
sisi lain, orang tua merasa kebingungan karena ada perubahan-perubahan yang
terjadi pada diri remaja, misalnya dalam bentuk perilaku yang tadinya penurut
menjadi sedikit membangkang, perhatian yang lebih dari orang tua dikatakannya
turut campur atau merasa diperlakukan seperti kanak-kanak. Perbedaan pendapat
ini biasanya bermuara kepada terjadinya banyak konflik antara orang tua dengan
remaja itu. Tidak begitu salah orang tua memiliki persepsi seperti itu sebab
dengan ketat karena dinilai belum siap menghadapi tantangan, sementara pada sisi
yang lain remaja sedang berkeinginan kuat untuk mencari jati diri yang mandiri.
Pada masa remajalah terjadi perubahan-perubahan yang sangat berarti
dalam segi fisiologis, emosional, sosial, dan intelektual. Stanley Hall (Hurlock,
1973: 113) menyebut masa remaja sebagai masa new birth dan storm and stress.
Pada masa remaja akan ditemukan seorang yang seolah-olah baru terlahir karena
banyaknya perubahan terutama pada segi fisik. Selanjutnya dikemukakan bahwa
remaja dihadapkan pada tantangan-tantangan, kekangan-kekangan yang dapat
membuat remaja merasa bingung. Lebih jauh lagi remaja tersebut digambarkan
seperti orang yang tidak menentu, emosional, tidak stabil, dan sukar diramalkan.
Perubahan fisik pada remaja, terutama organ-organ seksual mempengaruhi
berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan yang baru
di mana sebelumnya tidak pernah di alami, seperti perasaan cinta, rindu, dan
keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Perasaan dan
dorongan tersebut seringkali menjadi masalah besar yang membawa malapetaka
bagi perkembangan remaja selanjutnya.
Di Sekolah Menengah Atas (SMA), para siswa dengan penuh antusias
belajar mengikuti berbagai kegiatan baik yang sifatnya kurikuler maupun
ekstrakurikuler, dan bahkan tidak sedikit mampu meraih prestasi yang gemilang.
Akan tetapi di sisi lain tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan akibat
konflik yang terjadi pada masa remaja. Beberapa kejadian akhir-akhir ini seperti
adanya geng motor yang tidak segan melukai, menciderai, bahkan membunuh
perkelahian, dan juga video porno yang dilakukan remaja serta penyimpangan
perilaku seksual remaja sudah sangat mengkhawatirkan. Di Harian Umum Pikiran
Rakyat tanggal 11 Desember 2008, halaman 3 diberitakan bahwa sekitar 62,7%
remaja yang tercatat sebagai pelajar SMP dan SMA di Indonesia sudah tidak
perawan lagi. Data tersebut merupakan hasil survei yang dilakukan Komisi
Nasional Perlindungan Anak tahun 2008 di 33 propinsi di Indonesia. Hal tersebut
dikemukakan oleh Kepala Badan Koordinasi Keluarga Nasional (BKKBN), Sugiri
Syarif, pada pembukaan Jambore Pusat Informasi dan Konsultasi (PIK) Kesehatan
Reproduksi Remaja (KRR), dan Peringatan Hari AIDS Internasional tingkat Jawa
Barat di Pancaniti, Kabupaten Cianjur, pada tanggal 10 Desember 2008. Dari hasil
browsing Clara Istiwidarum Kriswanto, psikolog dari Jagadnita Consulting,
menyebutkan beberapa survei yang bisa membuat banyak orang tercengang
terutama orang tua. Dari survei yang dilakukan di Jakarta diperoleh hasil, bahwa
sekitar 6-20% anak SMA dan mahasiswa di Jakarta pernah melakukan hubungan
seks pra nikah, sebanyak 35% dari mahasiswa kedokteran sebuah perguruan tinggi
swasta di Jakarta sepakat tentang seks pra nikah. Dari 405 kehamilan yang tidak
direncanakan, 95% dilakukan oleh remaja usia 15 – 25 tahun. Angka kejadian
aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta kasus, 1,5 juta diantaranya dilakukan oleh
remaja. Lalu, jajak pendapat yang dilakukan di Bandung menunjukkan 20% dari
1000 remaja yang masuk dalam jajak pendapat pernah melakukan seks bebas.
Diperkirakan 5-7% diantaranya adalah remaja pedesaan. Sebagai catatan, jumlah
remaja di Kabupaten Bandung sekitar 765.762. Berarti, bisa diperkirakan jumlah
sebanyak 200 remaja putri melakukan seks bebas, setengahnya kedapatan hamil
dan 90% dari jumlah itu melakukan aborsi.
Setahun kemudian Harian Umum Pikiran Rakyat tanggal 7 Desember
2009 halaman 18 memberitakan bahwa sebanyak 47% remaja di kota Bandung
mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Sementara di Jabodetabek
51%, Surabaya 54%, dan Medan 52%. Hal itu disampaikan Kepala Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat Dr. dr. Sugiri Syarief,
M.P.A. pada pembukaan grand final lomba Rap dan Ajang Ngumpul Remaja
Tingkat Nasional di Bandung, Minggu (6/12/2009). “Hubungan seksual pranikah
ini merupakan salah satu dari tiga masalah besar yang dihadapi remaja terkait
penularan HIV-AIDS,” ujarnya. Sugiri mengatakan, data di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) mengenai seks bebas pranikah lebih memprihatinkan. Dari
1.660 mahasiswi di Yogyakarta, 97,05% sudah hilang keperawanannya saat
kuliah. Diantara mahasiswi tersebut, 98 orang mengaku pernah melakukan aborsi.
Angka itu diketahui dari hasil penelitian tempat kos mahasiswa yang dilakukan
Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Penelitian Bisnis dan
Humaniora (LSCK Pusbih). Selain hubungan seksual pranikah, kasus HIV-AIDS
juga disebabkan penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja. Berdasarkan data
BNN tahun 2004, 78% dari 3,2 juta jiwa orang yang ketagihan narkoba adalah
remaja. Sedangkan berdasarkan data Departemen Kesehatan 2009, dari 17.699
kasus AIDS, 50,07% diantaranya remaja. Ketiga masalah tersebut akan
mengurangi kesempatan remaja mempraktikkan perilaku hidup sehat sebagaimana
dalam program KB Nasional, telah dilakukan. Misalnya, pencegahan HIV dengan
promosi peningkatan pemakaian kondom dual proteksi, yaitu sebagai alat KB
sekaligus berfungsi mencegah penularan infeksi menular seks, termasuk
HIV-AIDS.
BKKBN juga menyiapkan jarum suntik sekali pakai yang digunakan untuk
akseptor KB suntik sehingga mereka yang berjumlah 9 juta – 10 juta orang
terhindar dari HIV. Selain itu, memberikan penyuluhan serta konsultasi kepada
remaja dan generasi muda melalui berbagai forum di sekolah maupun di luar
sekolah agar berperilaku positif, terhindar dari HIV-AIDS, narkoba, dan
berperilaku seks bebas.
Lebih lanjut Sugiri mengatakan bahwa kasus HIV-AIDS meningkat sangat
cepat. Tahun 1987, hanya lima kasus, 10 tahun kemudian terdapat 44 kasus dan
12 tahun kemudian, yaitu September 2009 ada 60.000 orang yang terinfeksi
HIV-AIDS, yaitu 18.442 AIDS dan 46.000 HIV dalam perawatan. Proporsi terbesar
pada usia muda, yaitu 49,57 persen usia 20-29 tahun dan 29,84 persen pada usia
30-39 tahun.”Cara penularannya disebabkan heteroseksual sebanyak 49,7 persen
dan pemakai jarum suntik 40,7 persen”, ujarnya menegaskan. Sugiri
menambahkan, angka tersebut merupakan angka yang dilaporkan. Kasus
sesungguhnya, jauh lebih banyak karena kasus AIDS merupakan fenomena
gunung es. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional memperkirakan,
jumlah populasi rawan tertular tahun 2009 mencapai 270.000 orang. Di Indonesia,
Hasil penelitian dan penelusuran Yayasan Priangan Jawa Barat di
Bandung pada tahun 2004 menunjukkan tingginya kasus homoseksual terjadi di
kalangan pelajar. Hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak 21% siswa SMP dan
35% siswa SMA disinyalir telah melakukan perbuatan homoseksual.
Penelitian lain dilakukan oleh Synovate Research tentang perilaku seksual
remaja di empat kota besar, yaitu Bandung, Jakarta, Surabaya, dan Medan. Survei
ini mengambil 450 responden yang memiliki kisaran usia 15-24 tahun. Dari
penelitian itu, Synovate mengemukakan bahwa sekitar 60% informasi tentang
seks mereka dapatkan dari kawan dan 35% sisanya dari film porno. Ironisnya,
hanya 5% dari responden remaja ini yang mendapatkan informasi seks dari orang
tuanya. Selain itu, terungkap pula bahwa 44% responden mengaku sudah pernah
memiliki pengalaman seks di usia 16-18 tahun. Sementara 16% lainnya mengaku
pengalaman itu didapat pada usia 13-15 tahun. (Ruspiyandy, 2008)
Hasil penelitian Pusat Studi Wanita Universitas Negeri Yogyakarta (PSW
UNY) bekerjasama dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan yang bertajuk
“Persepsi Masyarakat tentang Fenomena Pornografi (Hubungan Seksual Pra
Nikah)” di DIY menemukan adanya pergeseran moral masyarakat di Yogyakarta
yang sangat memilukan. Dari 445 responden, terdapat 59,1% yang menganggap
ciuman bahkan hubungan seksual pra nikah oke-oke saja. Alasan mereka enteng
saja dan wajar jika seks bebas itu dilakukan asalkan atas dasar saling mencintai.
Majalah kesehatan, buletin Placebo Edisi Februari 2009 halaman 4
mengungkapkan bahwa sekitar 60% penderita penyakit kutil kelamin
masih berusia 16 hingga 25 tahun. Kenyataan ini tentu saja sangat
mengkhawatirkan, mengingat penyakit kelamin itu berpotensi menjadi ganas atau
kanker. Data itu merupakan hasil survey terakhir yang dilakukan oleh
Racmatdinata, Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung/ Rumah Sakit Umum Pemerintah
Dr. Hasan Sadikin Bandung. Menurut Rachmatdinata, penyakit ini merupakan
salah satu dari penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS). Penyakit ini sering
disebut penyakit silent, karena penyakit ini tidak tampak tetapi ada.
Data lain yang disampaikan oleh Tatty Elmir, salah seorang aktivis ASA
Indonesia (Aliansi Selamatkan Anak Indonesia) menyebutkan bahwa pada tahun
2009 kata kunci sex, XXX Indonesia menempati ranking 3. Kota di Indonesia
pengakses terbesarnya adalah Semarang, Jakarta, Yogyakarta, Denpasar, Medan,
Bandung, Surabaya, dan Depok. Untuk kata kunci “sex idol Indonesia”, Maria
Ozawa dan Pamela Anderson tetap peringkat 1. Kota pengakses terbesar
Semarang, Jakarta, Yogyakarta, Denpasar, Medan, Bandung, Surabaya dan
Depok. Sedangkan untuk kata porno, Indonesia peringkat 7. Kota pengaksesnya
Palembang, Semarang, Yogyakarta, Denpasar, Medan, Jakarta, Surabaya, dan
Bandung. Berikut hasil survey ASA Indonesia di Kota Karawang, Palembang, dan
Jakarta terhadap 961 siswa SMP, 100% (seluruh responden) mengaku pernah
bersentuhan dengan pornografi. Dari 100% sejak pertama kali terpapar dengan
pronografi, 68% mengaku masih mengakses pornografi sampai sekarang.
made in Indonesia. Pornografi merupakan jaringan terorganisir dengan
keuntungan 12,7 miliar dolar.
Jauh sebelum itupun, salah satu laporan yang dikemukakan oleh William
G. Wagener dalam jurnal “The Counseling Psychologist” (vol. 24 no.3 Juli 1996,
halaman 360-363), mengemukakan bahwa remaja di Amerika Serikat tahun
1990-an diimpresi sebagai periode ketidakberdaya1990-an (helpless period) karena
banyaknya remaja yang akrab dengan alkohol, obat-obat terlarang, senjata, dan
hubungan seksual yang menyebarkan penyakit HIV. Selain itu, survey yang
dilakukan oleh Departemen Sosial dan Ekonomi Internasional tahun 1988 di
beberapa negara barat seperti Belgia, Kanada, Jerman, Hongaria, Norwegia,
Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa 2/3 remaja berusia 19 tahun
telah melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Sonestein dkk (1989) telah
melaporkan hasil penelitiannya yaitu bahwa sekitar 69% remaja Afrika-Amerika
telah melakukan hubungan seksual di luar nikah pada usia 15 tahun (Yusuf,
2006:23). Dipaparkan pula oleh Yusuf (2006: 25) data konseling kehamilan
remaja di Lentera Sahaja PKBI mulai bulan Januari hingga Agustus 1999
menunjukkan adanya 571 kasus kehamilan yang tidak dikehendaki di kalangan
remaja. Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar
20-30% remaja mengaku pernah melakukan hubungan seksual
(www.kesespro.info.co). Dalam majalah Gemari, Juni 2003 diungkapkan bahwa
dari sekitar 1000 remaja peserta konsultasi dan poling yang dilakukan LSM
Sahara (Sahabat Anak dan Remaja) Indonesia selama tahun 2000-2002,
tempat kost (51,3%), di rumah (30%), di hotel (11,2%), di taman (2,5%), di
tempat rekreasi (2,4%), di sekolah (1,3%), di mobil (0,4%), dan tidak diketahui
(0,7%).
Konsekuensi dari permasalahan di atas akan menjadi bumerang bagi
remaja itu sendiri di saat mereka akan menghadapi pernikahan dan berkeluarga.
Setiap orang yang akan menikah menginginkan pasangan yang terbaik. Walaupun
zaman sudah modern, laki-laki menghendaki calon istrinya masih suci. Demikian
pula perempuan menghendaki laki-laki yang masih perjaka.
Data dari Pengadilan Agama Kota Bandung tahun 2009 menjelaskan
bahwa selama tahun 2009 di Kota Bandung telah tercatat 18.977 pernikahan dan
sebanyak 3.275 perceraian yang terdiri dari 10% berusia di bawah 20 tahun, 46%
berusia 20-30 tahun, 35% berusia 30-40 tahun, dan 9% berusia di atas 40 tahun.
Kementrian Agama Republik Indonesia memberitakan pada tahun 2009
tercatat pernikahan sebanyak 2 juta, dan sekitar 10% diantaranya bercerai. Alasan
perceraiannya antara lain karena faktor: a. ekonomi, b. perselingkuhan, c. usia
muda, dan d. kekerasan dalam rumah tangga.
Hasil studi pendahuluan terhadap 194 siswa SMA di Kota Bandung
menunjukkan bahwa 58% siswa ternyata tidak memiliki perhatian dan kepedulian
untuk membicarakan tentang hal-hal terkait dengan pernikahan dan kehidupan
berkeluarga. Bahkan di antara siswa 3% nya menyatakan tidak ingin menikah.
Dilihat dari alasan siswa menghindari pembicaraan dan pikiran tentang
diri pada kegiatan belajar sebanyak 60% dan sisanya menyatakan bahwa saat ini
untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis cukup dengan pacaran.
Ironisnya fakta di atas turut ditambah dengan iklim lingkungan kehidupan
yang kurang sehat, seperti: maraknya tayangan pornografi di televisi dan DVD;
penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat terlarang/narkoba
yang tak terkontrol; ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga; dan dekadensi
moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup remaja
yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia),
seperti: pelanggaran tata tertib sekolah/madrasah, tawuran, meminum minuman
keras, menjadi pecandu narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnya, seperti ganja, ekstasi, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan
pergaulan bebas (free sex).
Penampilan perilaku remaja seperti diatas sangat tidak diharapkan, karena
tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti
tercantum dalam tujuan pendidikan nasional (UU No.20 Tahun 2003), yaitu: (1)
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3)
memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan
rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa
tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai
implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan
untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan
seperti yang disebutkan, adalah dengan cara mengembangkan potensi remaja dan
memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar
kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan
konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang
perkembangan remaja beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya. Hasil studi
pendahuluan menunjukkan bahwa 81% siswa yang menjadi responden
membutuhkan layanan konseling individual untuk membantu mengatasi
permasalahan mereka baik terkait dengan aspek akademik maupun non akademik.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang
mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang
administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang
bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang
administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan
konseling, hanya akan menghasilkan remaja yang pintar dan terampil alam aspek
akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek
kepribadian.
Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan
konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis,
dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan
dan preventif, yaitu pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan
(Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling
dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas
perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah remaja.
Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus
dicapai remaja, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling
berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud
adalah standar kompetensi kemandirian peserta didik.
Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik (SKKPD) meliputi
beberapa aspek perkembangan yaitu landasan hidup religius, landasan perilaku
etis, kematangan emosi, kesadaran tanggungjawab sosial, kesadaran gender,
pengembangan pribadi, wawasan dan kesiapan karir, kematangan hubungan
dengan teman sebaya, dan kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga
(Depdiknas, 2007).
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Fenomena penyimpangan perilaku seksual remaja dengan berbagai
dampaknya mengisyaratkan makin diperlukannya layanan bimbingan dan
konseling yang lebih intensif. Mathewson (Yusuf, 2006: 53) mencatat empat hal
yang terkait dengan mengapa individu membutuhkan bimbingan, yaitu (a)
kebutuhan individu untuk menilai dan memahami diri; (b) kebutuhan untuk
menyesuaikan diri dengan diri sendiri dan tuntutan lingkungan; (c) kebutuhan
untuk memiliki orientasi atau wawasan tentang berbagai kondisi yang terjadi pada
masa sekarang dan yang akan datang; (d) kebutuhan untuk mengembangkan
Model bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance
and Counseling) ini memiliki empat komponen program yaitu: (1) layanan dasar
bimbingan, (2) layanan responsif, (3) layanan perencanaan individual, dan (4)
dukungan sistem. Layanan dasar bimbingan merupakan kegiatan layanan
bimbingan yang bertujuan untuk membantu seluruh siswa mengembangkan
perilaku efektif dan keterampilan hidup siswa. Perencanaan individual merupakan
kegiatan layanan bimbingan yang bertujuan untuk membantu seluruh siswa
membuat dan mengimplementasikan rencana-rencana pendidikan, karir, dan sosial
pribadi siswa. Layanan responsif merupakan kegiatan layanan bimbingan yang
bertujuan untuk memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan yang dirasakan
sangat penting oleh siswa pada saat ini (Muro, J. J. dan Kottman, T., 1995).
Dukungan sistem merupakan kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan untuk
memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan. (Thomas
Ellis, 1990 dalam Nurihsan, 1998).
Bimbingan perkembangan ini bersifat edukatif, pengembangan dan
outreach. Edukatif karena titik berat layanan bimbingan ditekankan pada
pencegahan dan pengembangan, bukan korektif atau terapeutik, walaupun juga
layanan tersebut tidak diabaikan. Pengembangan karena titik sentral sasaran
bimbingan adalah perkembangan seluruh aspek kepribadian siswa dengan strategi
pokoknya memberikan kemudahan perkembangan melalui perekayasaan
lingkungan perkembangan. Outreach karena target populasi layanan bimbingan
tidak terbatas kepada siswa bermasalah, tetapi semua siswa berkenaan dengan
intervensi, setting, metode, dan lama waktu layanan). Teknik bimbingan yang
digunakan meliputi teknik-teknik pembelajaran, pertukaran informasi, bermain
peran, tutorial, dan konseling (Muro, J. J. dan Kottman, T., 1995 : 5).
Berdasarkan studi pendahuluan di beberapa SMAN Kota Bandung,
diketahui bahwa tugas-tugas perkembangan siswa belum sepenuhnya tercapai.
Aspek tugas perkembangan yang menjadi kebutuhan prioritas layanan bimbingan
konseling diantaranya mempersiapkan pernikahan dan berkeluarga.
Salah satu model bimbingan yang dikembangkan untuk membantu siswa
mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga ini adalah model
bimbingan kelompok berdasarkan pendekatan perkembangan, karena model ini
diyakini dan memungkinkan dapat memfasilitasi perkembangan siswa sesuai
dengan karakteristik perkembangannya. Bimbingan perkembangan di lingkungan
pendidikan merupakan pemberian bantuan kepada seluruh peserta didik yang
dilakukan secara berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirinya
(potensi dan tugas-tugas perkembangannya), dan memahami lingkungannya
sehingga mereka mampu mengarahkan diri, dan menyesuaikan diri secara dinamis
dan konstruktif terhadap norma yang berlaku atau tuntutan lembaga pendidikan,
keluarga, masyarakat, dan lingkungan kerja yang akan dimasukinya kelak.
Melalui pemberian layanan bimbingan mereka diharapkan dapat menjadi lebih
produktif, dapat menikmati kesejahteraan hidupnya, dan dapat memberi
sumbangan yang berarti kepada keluarga, sekolah, lembaga tempat mereka
Langkah-langkah bimbingan perkembangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi kesiapan diri siswa
dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga; (2) mengeksplorasi
berbagai permasalahan yang terkait dengan kesiapan diri siswa dalam menghadapi
pernikahan dan berkeluarga; (3) mengintervensi perilaku konseli untuk mampu
mempersiapkan diri dalam menghadapi pernikahan dan berkeluarga melalui
pelayanan bimbingan kelompok; (4) melakukan evaluasi.
C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang berkembang di atas, maka masalah utama
yang diteliti adalah bagaimanakah mengembangkan model bimbingan kelompok
yang efektif untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan
dan berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan?
Supaya lebih terfokus, maka pertanyaan dalam penelitian ini dijabarkan
sebagai berikut ini:
1. Bagaimana tingkat kesiapan diri siswa SMA di Kota Bandung Tahun
Ajaran 2009/ 2010 dalam menghadapi pernikahan dan berkeluarga?
2. Apa saja faktor penghambat ketidaksiapan siswa dalam menghadapi
pernikahan dan berkeluarga pada siswa SMA di Kota Bandung Tahun
Ajaran 2009/ 2010?
3. Bagaimana keefektifan model bimbingan kelompok untuk membantu
siswa dalam menghadapi pernikahan dan berkeluarga berdasarkan
D. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah menghasilkan suatu model bimbingan
kelompok untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan
dan berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan. Secara khusus tujuan
penelitian ini adalah menemukan hal-hal berikut: (1) tingkat kesiapan diri siswa
SMA dalam menghadapi pernikahan dan berkeluarga; (2) faktor penghambat
ketidaksiapan diri siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga; dan (3)
keefektifan model bimbingan kelompok untuk membantu siswa mempersiapkan
diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga berdasarkan pendekatan
perkembangan.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan dalam pengembangan
teori maupun praktik bimbingan dan konseling. Secara teoretis, hasil penelitian ini
dapat memperkaya khasanah keilmuan bimbingan dan konseling, khususnya
adalah bidang bimbingan kelompok untuk membantu siswa mempersiapkan diri
menghadapi pernikahan dan berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan.
Secara praktis, hasil penelitian ini memberikan sumbangan kepada lembaga
pendidik konselor dan konselor di sekolah serta para siswa SMA. Lembaga
pendidikan konselor dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk
mengembangkan kemampuan para calon konselor di bidang bimbingan kelompok
untuk membantu siswa SMA mempersiapkan diri dalam menghadapi pernikahan
model produk penelitian ini dapat digunakan untuk penyelenggaraan layanan
bimbingan perkembangan yang lebih terfokus pada aspek perkembangan kesiapan
diri untuk menikah dan berkeluarga. Sedangkan bagi siswa SMA diharapkan lebih
mandiri dan memiliki kesiapan serta bersikap positif terhadap nilai pernikahan
dan berkeluarga.
F. Asumsi Penelitian
Penelitian tentang model bimbingan perkembangan untuk membantu
siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga ini dilandasi
asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Siswa Sekolah Menengah Atas pada umumnya berusia 15-18 tahun.
Dalam rentang perkembangan individu berada pada fase remaja. Menurut
Havighurst (1961) salah satu tugas perkembangan remaja adalah
mempersiapkan diri untuk melakukan pernikahan dan berkeluarga.
2. Pelayanan bimbingan dan konseling perkembangan didasarkan kepada
upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan
pengentasan masalah-masalah konseli.
3. Program bimbingan dan konseling perkembangan mengandung empat
komponen pelayanan, yaitu: (1) Pelayanan dasar bimbingan; (2) Pelayanan
responsif; (3) Pelayanan perencanaan individual; dan (4) Dukungan
sistem. Bimbingan kelompok termasuk salah satu dari pelayanan dasar
4. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi
kemandirian peserta didik. Pada aspek perkembangan kesiapan diri untuk
menikah dan berkeluarga pada tataran tujuan pengenalan untuk siswa
SMA tercantum mengenal norma-norma pernikahan dan berkeluarga. Pada
tataran akomodasi tercantum menghargai norma-norma pernikahan dan
berkeluarga sebagai landasan bagi terciptanya kehidupan masyarakat yang
harmonis. Pada tataran tindakan tercantum mengekspresikan keinginannya
untuk mempelajari lebih intensif tentang pernikahan dan berkeluarga.
5. Pernikahan dan berkeluarga merupakan satu-satunya jalan yang halal
untuk hubungan manusia hidup bersama yang berjenis kelamin berbeda.
6. Model bimbingan kelompok melalui empat materi inti pelayanannya
diyakini mampu membantu siswa mempersiapkan diri untuk menghadapi
166
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab III ini akan menguraikan pendekatan dan metode penelitian, definisi
operasional variabel, pengembangan instrumen pengumpul data, subjek
penelitian, tahap penelitian, dan teknik analisis.
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Terwujudnya model bimbingan kelompok berdasarkan pendekatan
perkembangan untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi
pernikahan dan berkeluarga dengan pendekatan perkembangan merupakan tujuan
akhir penelitian ini. Kerangka isi dan komponen model disusun berdasarkan
kajian konsep, teori tentang persiapan menghadapi pernikahan dan berkeluarga,
kajian konsep bimbingan perkembangan dan karakteristik perkembangan remaja,
kajian hasil penelitian terdahulu yang relevan, analisis permasalahan persiapan
menghadapi pernikahan dan berkeluarga, dan kajian empiris tentang kondisi
aktual layanan bimbingan perkembangan di lapangan.
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, tujuan penelitian, maka
penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan (research
and development). Menurut Borg and Gall (2003: 271), dalam penelitian
pengembangan, langkah-langkah yang seyogianya ditempuh antara lain: (1) studi
pendahuluan, (2) perencanaan, (3) pengembangan model hipotetik, (4) penelaahan
model hipotetik, (5) revisi, (6) uji coba terbatas, (7) revisi hasil uji coba, (8) uji
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif secara
terpadu dan saling mendukung yang dikenal dengan mixed method design
sequence. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengkaji tingkat kesiapan
siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga dan keefektifan model bimbingan
kelompok untuk membantu siswa mempersiapkan diri untuk menikah dan
berkeluarga. Sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui
validitas rasional model hipotetik bimbingan kelompok berdasarkan pendekatan
perkembangan untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi
pernikahan dan berkeluarga. Pada tataran teknis dilakukan langkah sebagai
berikut: metode analisis deskriptif, dan metode quasi eksperimen. Metode analisis
deskriptif dilaksanakan untuk menjelaskan secara sistematis, akurat, tentang
fakta-fakta dan sifat-sifat yang terkait dengan substansi penelitian. Dalam penelitian ini
dilakukan untuk menghadapi pernikahan dan berkeluarga, faktor penyebab
ketidaksiapan siswa dan upaya yang dilakukan siswa untuk mengatasi dampak
ketidaksiapan siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga. Metode partisipatif
kolaboratif dilakukan dalam proses uji kelayakan model hipotetik bimbingan
perkembangan untuk membantu siswa mempersiapkan diri untuk menghadapi
pernikahan dan berkeluarga. Uji kelayakan model dilaksanakan dengan uji
rasional, uji keterbacaan, uji kepraktisan, dan uji coba terbatas. Uji coba rasional
melibatkan tiga orang pakar bimbingan,yaitu Bapak Dr. M. Solehuddin, M.Pd.,
M.A., Bapak Dr. Suherman, M.Pd., dan Bapak Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd., uji
keterbacaan melibatkan lima belas siswa dari SMA Negeri 4 dan SMA Negeri 19
dengan melibatkan para guru BK dari SMA Negeri 4 dan SMA Negeri 19 Kota
Bandung, yaitu Ibu Dra. Rosdiana, Ibu Dra. Ati Rosmiati, Ibu Dra. Dewi
Ramdhani, Ibu Dra. Chitta Istipadmini, Bapak Drs. Adang AI Susani, Ibu Heni
Suhaeni, M. Pd., dan Bapak Nur Ali Maksum, S. Pd. Uji lapangan model
dilakukan dengan desain pre-test dan post-test dengan metode quasi eksperimen
untuk mendapatkan gambaran tentang efektivitas model bimbingan kelompok
untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan
berkeluarga.
B. Definisi Operasional Variabel
Berdasarkan identifikasi masalah, maka ada tiga variabel utama dari tema
penelitian ini, yaitu persiapan siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga,
faktor penyebab ketidaksiapan siswa dan model bimbingan kelompok berdasarkan
pendekatan perkembangan. Definisi operasional pengertian istilah dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Persiapan Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga
Berdasarkan standar kompetensi kemandirian peserta didik dalam
Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan
Formal, untuk siswa SLTA pada aspek perkembangan kesiapan diri untuk
menikah dan berkeluarga yang seyogyanya dikembangkan meliputi tiga hal, yaitu:
(a) mengenal norma pernikahan dan berkeluarga, (b) menghargai
masyarakat yang harmonis, dan (c) mengekspresikan keinginannya untuk
memperlajari lebih intensif tentang norma pernikahan dan berkeluarga.
Dalam penelitian ini, persiapan menghadapi pernikahan dan berkeluarga
didefinisikan sebagai kondisi kesiapan siswa dalam mengenal norma-norma
pernikan dan berkeluarga, menghargai norma-norma pernikahan dan berkeluarga
serta mengekspresikan keinginannya untuk mempelajari lebih intensif tentang
norma-norma pernikahan dan berkeluarga.
2. Faktor Penghambat Kesiapan Siswa Menghadapi Pernikahan dan
Berkeluarga
Dalam penelitian ini, faktor penghambat kesiapan siswa menghadapi
pernikahan dan berkeluarga didefinisikan sebagai berbagai aspek yang
menyebabkan terjadinya kondisi ketidaksiapan siswa menghadapi pernikahan dan
berkeluarga, yang meliputi (a) karakteristik siswa, yaitu penghargaan diri yang
rendah, kurang motivasi dan apresiasi yang rendah; (b) faktor lingkungan sekolah,
yaitu iklim sekolah yang negatif dan pengaruh teman sebaya yang negatif; (c)
faktor lingkungan keluarga yaitu kurang keteladanan orang tua dan pola asuh yang
salah; dan (d) lingkungan masyarakat yaitu gaya hidup, penghargaan terhadap
norma dan budaya, serta pengaruh negatif budaya.
3. Model Bimbingan Kelompok Berdasarkan Pendekatan Perkembangan
Menurut Kartadinata (2009) model dapat didefinisikan sebagai: (a)
seperangkat proposisi untuk mendeskripsikan sesuatu dalam bentuk yang
sederhana, (b) didasarkan pada suatu teori, (c) suatu tipe saran, skema, atau
konsekuensi-konsekuensi dari tindakan, dan (d) aspirasi untuk mempresentasikan dunia nyata
yang membutuhkan analisis.
Model bimbingan kelompok berdasarkan pendekatan perkembangan
merupakan bimbingan yang dirancang dengan memfokuskan pada kebutuhan,
kekuatan, minat, dan isu-isu yang berkaitan dengan tahapan perkembangan
individu dan merupakan bagian penting dan integral dari keseluruhan program
pendidikan. Bimbingan kelompok dengan pendekatan perkembangan didasarkan
pada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi dan
pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan
sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga model ini
disebut juga bimbingan dan konseling yang berbasis standar (standard based
guidance and counseling). Dalam pelaksanaannya, model ini menekankan
kolaborasi antara konselor dengan para personal sekolah lainnya (kepala sekolah,
guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak terkait lainnya
(seperti instansi pemerintah/ swasta dan para ahli psikolog dan dokter). Program
bimbingan perkembangan ini meliputi: (a) pelayanan dasar bimbingan, (b)
pelayanan responsif, dan (c) dukungan sistem. Bimbingan kelompok berada pada
strategi pelayanan dasar disamping pelayanan yang lainnya seperti bimbingan
kelas, pelayanan orientasi, dan lain sebagainya.
Dalam penelitian ini, model bimbingan kelompok berdasarkan pendekatan
perkembangan didefinisikan sebagai model bimbingan melalui proses bantuan
dari konselor kepada sekelompok siswa SMA (konseli) secara berkesinambungan
perencanaan dan keputusan yang tepat dalam membangun kehidupan pernikahan
dan berkeluarga.
C. Pengembangan Instrumen Pengumpul Data
1. Kisi-kisi Instrumen Pengumpul Data
Kisi-kisi instrumen pengumpul data yang dirancang dalam penelitian ini
adalah dalam bentuk angket yaitu: (a) angket pengungkap kesiapan siswa
menghadapi pernikahan dan berkeluarga (Format A); dan (b) angket pengungkap
faktor penghambat kesiapan siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga
(Format B). Bentuk skala yang dipergunakan untuk Format A adalah: (SS) Sangat
Sering, (S) Sering, (K) Kadang-kadang, dan (TP) Tidak Pernah, adapun untuk
format B skala yang digunakan adalah adalah YA dan TIDAK. Berikut disajikan
kisi-kisi instrumen kesiapan siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga serta
faktor-faktor penghambatnya.
Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrumen Kesiapan Siswa Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga
masyarakat yang
Adapun kisi-kisi instrumen pengungkap faktor penghambat kesiapan
siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga diuraikan pada tabel 3.2 berikut
ini.
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Faktor Penghambat Kesiapan Siswa Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga
VARIABEL ASPEK INDIKATOR JUMLAH
Faktor
2. Penimbangan Instrumen
Penimbangan instrumen dilakukan untuk memperoleh item angket yang
layak pakai, setiap item yang dikembangkan (sebanyak 30 pernyataan untuk
Format A dan 40 pernyataan untuk Format B). Instrumen penelitian ditimbang
oleh tiga orang penimbang untuk dikaji secara rasional dari segi isi dan redaksi
pernyataan, serta ditelaah kesesuaian item dengan aspek-aspek yang akan
diungkap. Ketiga penimbang tersebut adalah Bapak Dr. Suherman, M.Pd., Bapak
Dr. M. Solehuddin, M.Pd., dan Bapak Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd. Ketiganya
adalah pakar bimbingan dan konseling yang memiliki keahlian dan pengalaman
yang memadai dan berkualifikasi doktor bimbingan dan konseling. Setiap
penimbang memberikan koreksinya terhadap item yang menurut penimbang
kurang layak, baik secara konstruk maupun kebahasaannya, dilakukan revisi
seperlunya sesuai dengan saran-saran penimbang tersebut. Langkah berikutnya,
sebelum dilakukan uji coba instrumen, dihadirkan siswa kelas dua SMAN
sebanyak lima belas orang dengan lima orang guru BK SMAN 4 dan SMAN 19
Bandung untuk melakukan uji keterbacaan terhadap setiap butir item dalam
instrumen. Setiap masukan yang diberikan dijadikan bahan untuk perbaikan dan
pengembangan instrumen yang dikembangkan.
3. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
a. Pengujian Validitas Instrumen Format A
Proses pengujian validitas instrumen dilakukan dengan menghitung
koefisien korelasi product moment/ r hitung (rxy), dengan menggunakan rumus
rXY = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
X = Item soal yang dicari validitasnya
Y = Skor total yang diperoleh sampel
Adapun langkah yang dilakukan pada proses berikutnya adalah :
1) Mencari nilai t hitung
Setelah mendapatkan r hitung, kemudian untuk menguji nilai signifikansi
validitas butir soal tersebut, digunakan uji t yaitu dengan mengunakan rumus
2) Proses pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan didasarkan pada uji hipotesa dengan kriteria
sebagai berikut:
a) Jika t hitung positif, dan t hitung > t tabel, maka butir soal valid
b) Jika t hitung negatif, dan t hitung < t tabel, maka butir soal tidak
valid
Sebagai contoh akan dihitung uji validitas untuk item soal nomor 1 Format A.
a) Mencari atau menghitung koefisien korelasi product moment (rXY) dan t
hitung dari masing-masing item. Untuk koefisien korelasi product
moment item soal nomor 1 adalah 0,31 dan nilai t hitung untuk item
nomor 1 adalah 9,42
b) Langkah selanjutnya setelah diperoleh t hitung adalah menentukan t tabel
dengan df = n – 2 = 857 – 2 = 855, dengan nilai df = 855 maka pada
nilai alpha 95% nilai t tabel adalah t(0,95;855) = 1,65
c) Dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel diperoleh bahwa t hitung
< t tabel yaitu 9,42 < 1,65 dan oleh karena itu maka butir item/ soal
nomor 1 adalah valid.
Untuk perhitungan validitas butir soal yang lainnya digunakan bantuan
perhitungan program Ms Excel 2007 (terlampir) dan dari 30 pernyataan Format A
didapat semua pernyataan format A valid. Secara lebih rinci proses perhitungan
Tabel 3.3
Proses Penghitungan Uji Validitas Pernyataan Format A
Soal r
b. Pengujian Reliabilitas Instrumen Format A
Setelah diuji validitas setiap item selanjutnya alat pengumpul data tersebut
atau konsistensi tes. Reliabilitas tes berarti bahwa suatu instrumen cukup dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah baik. Instrumen yang dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang
dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan
kenyataannya, maka berapakalipun diambil, tetap akan sama.
Dalam pengujian reliabilitas instrumen, penulis menggunakan bantuan
perhitungan program Ms. Excel 2007 dengan rumus statistika Alpa dan
tahapannya sebagai berikut:
Menghitung nilai reliabilitas atau r hitung (r11) dengan menggunakan
rumus Alpa sebagai berikut:
r = Reliabilitas tes yang dicari =
∑
2i
σ Jumlah varians skor tiap-tiap item
∑
2i = Varians total
Sedangkan rumus untuk mencari varians semua item adalah:
Setelah diuji validitas, maka langkah selanjutnya adalah menguji apakah butir soal tersebut reliabel, untuk mengetahuinya digunakan bantuan perhitungan program Ms Exel 2007 dan diperoleh sebagai berikut:
Varian Total (δt ) = 120,41
Reliabilitas = 0,88 (Sangat Kuat)
Sebagai titik tolak ukur koefisien reliabilitas, digunakan pedoman
koefisien korelasi sebagai berikut:
Tabel 3.4
Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefesien Korelasi
INTERVAL KOEFESIEN TINGKAT HUBUNGAN
0,00 – 0,199
c. Pengujian Validitas Instrumen Format B
Proses pengujian validitas instrumen Format B dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ini :
1. Menghitung koefisien korelasi biserial (γpbi), dengan menggunakan rumus
seperti berikut:
γpbi = Koefisien korelasi biserial
Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab ya bagi item
yang dicari validitasnya
Mt = rerata skor total
p = proporsi sampel yang menjawab ya
q = proporsi sampel yang menjawab tidak
2. Mencari nilai t hitung
Setelah mendapatkan r hitung, kemudian untuk menguji nilai
signifikansi validitas butir soal tersebut, peneliti menggunakan uji t yaitu
dengan mengunakan rumus berikut:
2 N
r 1
r t
2 hitung
− − =
Keterangan:
r = Nilai koefisien korelasi N = Jumlah sampel
(Sugiyono, 2006:278)
Setelah diperoleh nilai thitung maka, langkah selanjutnya adalah
menentukan ttabel dengan df = n – 2 = 857 – 2 = 857 dengan nilai df =
857 dan pada nilai alpha sebesar 95% didapat nilai t(0,95;857) = 1,65
3. Proses pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan didasarkan pada uji hipotesa dengan kriteria sebagai berikut:
• Jika t hitung positif, dan t hitung ≥ t tabel, maka butir soal valid
Sebagai contoh akan dihitung uji validitas untuk item soal nomor 1
a. Mencari atau menghitung koefisien korelasi biserial (γpbi) dan t hitung
dari masing-masing item. Untuk koefisien korelasi biserial item soal
nomor 1 diperoleh Mp =26,73, Mt = 25,95, St = 4,60, p = 0,84 dan q =
0,16 maka diperoleh rhitung = 0,39 dan nilai t hitung untuk item nomor 1
adalah 12,54
b. Langkah selanjutnya setelah diperoleh t hitung adalah menentukan t
tabel dengan df = n – 2 = 857 – 2 = 855, dengan nilai df = 855 maka
pada nilai alpha 95% nilai t tabel adalah t(0,95;855) = 1,65
c. Dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel diperoleh bahwa t
hitung > t tabel yaitu 12,54 > 1,65 dan oleh karena itu butir item/soal
nomor 1 adalah valid.
d. Untuk perhitungan validitas butir soal yang lainnya digunakan bantuan
perhitungan program Ms Excel 2003 (terlampir) dan dari 40 pernyataan
diperoleh bahwa semua data adalah valid.
Tabel 3.5
Proses Penghitungan Uji Validitas Pernyataan Format B
13 174 28.70 25.95 4.60 0.20 0.80 0.30 9.28 1.65 Valid
d. Pengujian Reliabilitas Instrumen Format B
Dalam pengujian reliabilitas instrumen, digunakan bantuan perhitungan
program Ms. Excel 2007 dengan rumus statistika K–R. 20yaitu sebagai berikut:
r = Reliabilitas tes secara keseluruhan
p = Proporsi subjek yang menjawab item dengan ya q = Proporsi subjek yang menjawab item dengan tidak
Σ pq = Jumlah hasil perkalian antara p dan q N = Banyaknya item
S = Standar deviasi dari tes
(Arikunto , 2002:100) Setelah diketahui butir item yang valid maka langkah selanjutnya adalah
menguji apakah item tersebut reliabel atau tidak, untuk mengetahuinya peneliti
menggunakan bantuan perhitungan program Ms. Excel 2007 dan diperoleh
sebagai berikut:
n = 857
S = 4,605
Σ pq = 6,271
2
11 2
40 4, 605 6, 271 40 1 4, 605
r = −
−
= 0,722 (kuat)
D. Subjek Penelitian
Penelitian ini adalah pengembangan model bimbingan perkembangan untuk
membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga.
Proses pengembangan model terdiri dari empat tahap dengan subjek penelitian
yang beragam. Pada studi pendahuluan, subjek adalah siswa kelas II SMA Negeri
se Kota Bandung yaitu SMAN 2 Bandung, SMAN 4 Bandung, SMAN 6
Bandung, SMAN 15 Bandung, SMAN 16 Bandung, SMAN 18 Bandung dan
SMAN 19 Bandung berjumlah 857 siswa yang ditentukan secara random melalui
teknik two stage random sampling (Fraenkel, J. R. & Wallen, N. E., 1993).
Pada tahap pengembangan dan validasi model hipotetik subjeknya adalah
Hafid, M. Pd. dan Dr. Ipah Saripah, M. Pd. Sedangkan pada tahap uji coba model,
subjek penelitian adalah siswa kelas II SMA Negeri 4 dan SMA Negeri 19 Kota
Bandung berjumlah 60 siswa yang ditentukan secara purposive, yaitu yang
capaian skor persiapan dirinya rendah dan sedang untuk menghadapi pernikahan
dan berkeluarga. Pada masing-masing sekolah dibentuk kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan dengan jumlah setiap kelompok sebanyak 15 orang siswa.
Pertimbangan menentukan jumlah ini adalah berdasarkan perspektif bimbingan
kelompok bahwa jumlah anggota kelompok yang efektif adalah 8-15 orang
(Winkel, W. S., 1997; Natawidjaja, R., 1987).
Secara lebih rinci, subjek penelitian ini disajikan pada tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6
Subjek Penelitian Pengembangan Model Bimbingan Kelompok untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri untuk Menghadapi Pernikahan dan
Berkeluarga 2. Studi Pendahuluan Siswa Kelas II:
f. SMAN 19 Bandung 157 857 3. Uji Coba Model Siswa Kelas II:
a. SMAN 4 Bandung
1. Kelompok Eskperimen 2. Kelompok Kontrol b. SMAN 19 Bandung
1. Kelompok Eskperimen 2. Kelompok Kontrol
15 15
15 15
3. Uji Rasional Model Pakar Bimbingan dan Konseling 2
E. Tahap-Tahap Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, penelitian ini dilaksanakan dalam
sembilan tahap kegiatan, yaitu: tahap 1 persiapan, tahap 2 merancang model
hipotetik, tahap 3 uji kelayakan model hipotetik, tahap 4 perbaikan model
hipotetik, tahap 5 uji coba terbatas, tahap 6 revisi hasil uji coba terbatas, tahap 7
uji lapangan model, tahap 8 merancang model akhir, dan tahap 9 diseminasi
model. Rancangan kegiatan setiap tahap adalah sebagai berikut.
Tahap Pertama : Persiapan Pengembangan Model
Kegiatan penelitian pada tahap ini meliputi :
a. Kajian konseptual dan analisis penelitian terdahulu.
b. Survey lapangan untuk memperoleh informasi kondisi objektif kesiapan
diri siswa untuk menghadapi pernikahan dan berkeluarga.
c. Mengkaji hasil-hasil penelitian-penelitian yang berkaitan dengan
mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga berdasarkan
pendekatan perkembangan.
d. Mengkaji pendekatan dan strategi bimbingan dan konseling dalam
menerapkan model.
Tahap Kedua : Merancang Model Hipotetik
Berdasarkan kajian teoretik, hasil-hasil penelitian terdahulu, hasil studi
pendahuluan, berikutnya disusun Model Hipotetik Bimbingan Kelompok untuk
Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga
Berdasarkan Pendekatan Perkembangan.
Tahap Ketiga : Uji Kelayakan Model
Uji kelayakan model dilakukan untuk mendapatkan Model Bimbingan
Kelompok untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan
dan Berkeluarga Berdasarkan Pendekatan Perkembangan yang memiliki
keterandalan ini dilakukan kegiatan berupa :
a. Uji rasional model dengan mengidentifikasi masukan-masukan konseptual
dari para pakar konseling.
b. Uji keterbacaan model, melibatkan siswa pada beberapa SMA Negeri di
Kota Bandung dan Guru BK.
c. Uji kepraktisan model, dilakukan melalui diskusi terfokus yang
melibatkan beberapa guru pembimbing di SMA Negeri yang bertujuan
untuk melihat berbagai dimensi yang seyogyanya dipertimbangkan dalam
membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan
berkeluarga.
d. Analisis kompetensi konselor yang diperlukan untuk menerapkan model.
Tahap Keempat : Revisi Model Hipotetik
Berdasarkan hasil uji kelayakan model, kegiatan berikutnya adalah :
a. Mengevaluasi dan menginventarisasi hasil uji kelayakan model.
b. Memperbaiki redaksi dan isi model hipotetik.
c. Tersusun model hipotetik yang sudah direvisi.
Tahap Kelima : Uji Coba Terbatas
Uji coba terbatas dilaksanakan untuk mendapatkan masukan kritis dari
siswa sebagai subjek dalam membantu mempersiapkan diri menghadapi
pernikahan dan berkeluarga. Kegiatan dalam hahap ini meliputi :
a. Menyusun rencana dan teknis uji coba terbatas.
b. Menyiapkan konselor dan fasilitator.
c. Membagi siswa dalam dua kelompok kecil, masing-masing 15 orang,
d. Melaksanakan uji coba terbatas.
e. Diskusi dan refleksi sebagai masukan untuk perbaikan model.
Tahap Keenam : Revisi Hasil Uji Coba Terbatas
Berdasarkan masukan daam diskusi dan refleksi dari hasil uji coba
terbatas, model hipotetik direvisi lagi dari segi konstruksi, materi, dan
Tahap Ketujuh : Pengujian Lapangan
Pada tahap ini dilaksanakan uji lapangan model bimbingan perkembangan
untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan
berkeluarga, meliputi :
a. Menyusun rencana kegiatan uji lapangan.
b. Melaksanakan uji lapangan.
c. Mendeskripsikan hasil pelaksanaan uji lapangan.
Tahap Kedelapan : Merancang Model Akhir
Kegiatan penelitian pada tahap ini meliputi :
a. Mengevaluasi dan menganalisis hasil pengujian lapangan.
b. Merevisi dan merumuskan kembali model bimbingan perkembangan
untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan
berkeluarga berdasarkan hasil pengujian lapangan.
c. Tersusun model akhir yang dikemas dalam pedoman bimbingan
perkembangan untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi
pernikahan dan berkeluarga.
Tahap Kesembilan : Diseminasi Model
Kegiatan pada tahap ini adalah mempublikasikan model pada khalayak
profesi melalui forum ilmiah.
Visualisasi tahap-tahap pengembangan model bimbingan perkembangan
untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan
Gambar 3.1
Alur Proses Pengembangan Model
F. Teknik Analisis Data
1. Analisis Kelayakan Model Bimbingan Perkembangan Untuk Membantu
Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga
Dimensi-dimensi Model Hipotetik bimbingan perkembangan untuk
membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga
yang dianalisis yaitu : rumusan judul, penggunaan istilah, sistematika model,
rumusan rasional model, rumusan tujuan model, rumusan asumsi model, rumusan
komponen model, rumusan kompetensi konselor, kesesuaian antar komponen
model, struktur intervensi, garis besar sesi intervensi 1- 6, teknik evaluasi dan
Berikut teknik yang digunakan dalam menganalisis kelayakan model,
yaitu :
a. Uji rasional model melibatkan pakar bimbingan.
b. Uji keterbacaan (readability) model melibatkan siswa dan guru BK.
c. Uji kepraktisan (usebility) model bimbingan perkembangan untuk membantu
siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga dilakukan
dalam diskusi terfokus, membahas :
1) Kontribusi model terhadap pencapaian tujuan pendidikan dan tujuan
bimbingan dan konseling.
2) Peluang keterlaksanaan penerapan model.
3) Kesesuaian model dengan kebutuhan siswa.
4) Kemampuan konselor untuk menerapkan model.
5) Pemahaman pengelola model.
6) Keterjalinan kerja sama.
Diskusi terfokus untuk menganalisis kepraktisan model melibatkan guru
BK dan siswa SMA Negeri Kota Bandung.
2. Analisis Efektivitas Model Bimbingan Kelompok untuk Membantu Siswa
Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga
Berdasarkan Pendekatan Perkembangan
Analisis efektifitas model bimbingan kelompok untuk membantu siswa
mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga berdasarkan
menghadapi pernikahan dan berkeluarga sebelum dan setelah mengikuti
bimbingan dalam pengujian lapangan model.
Kelompok kontrol dan eksperimen adalah 60 siswa kelas II SMA Negeri 4
dan SMA Negeri 19 di Kota Bandung. Pengujian efektivitas model menggunakan
disain kuasi eksperimen.
Tabel 3.7
Deskripsi Uji Model Bimbingan Kelompok untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga
Berdasarkan Pendekatan Perkembangan Pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Kelompok Prates Perlakuan Postes
Eksperimen O X O
Kontrol O - O
Selanjutnya, untuk membuktikan hipotesis penelitian berupa pengujian
efektivitas model digunakan teknik uji beda rata-rata (t-test). Teknik analisis data
statistik yang digunakan adalah statistika nonparametrik. Statistika nonparametrik
adalah prosedur pengujian hipotesis yang normalitas distribusi tidak terpenuhi
atau sering disebut dengan metode bebas distribusi (Furqon, 2004:235). Subyek
penelitian (15 orang) ini tidak besar atau kurang dari 30 orang, maka teknik
statistika non-parametrik menjadi alasan digunakan untuk analisis data.
Lebih lanjut analisis data dalam penelitian ini menggunakan Uji Wilcoxon.
Menurut Furqon (2004 : 243) Uji Wilcoxon berguna untuk menguji tingkah laku,
karena dapat menunjukkan antara lain : (a) anggota manakah dalam satu pasangan
setiap pasangan, dan (b) membuat range perbedaan di dalam urutan dengan
memberikan harga absolutnya. Selanjutnya Furqon mengartikan lebih rinci lagi
bahwa uji ini dapat membuat penilaian tentang “lebih besar dari” antara dua
penampilan pada setiap pasangan, juga dapat membuat penilaian antara dua skor
yang berbeda yang timbul dari setiap dua pasangan, dan dapat membuat penilaian
antara dua skor yang berbeda yang timbul dari setiap dua pasangan dengan
memberikan urutan range. Analisis data secara keseluruhan dilakukan
menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS 14.0 for Windows.
Dari pengolahan dan analisis data, dihasilkan model bimbingan kelompok
yang layak untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan
236
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada Bab V memuat kesimpulan dan rekomendasi
A. Kesimpulan
Kesimpulan temuan penelitian proses pengembangan model bimbingan
kelompok untuk membantu siswa menghadapi pernikahan dan berkeluarga
berdasarkan pendekatan perkembangan dipaparkan sebagai berikut ini.
1. Temuan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa SMAN kota
Bandung memiliki kesiapan untuk menikah dan berkeluarga dengan kategori
rendah dan sedang. Mereka merasa enggan membicarakan masalah menikah
dan berkeluarga, karena belum memikirkan masalah tersebut yang dinilai
masih jauh untuk dilakukan.
2. Temuan penelitian yang terkait dengan faktor penghambat kesiapan diri untuk
menikah dan berkeluarga menunjukkan bahwa terdapat empat faktor utama
penghambat kesiapan siswa, yaitu: (a) karakteristik siswa, berupa penghargaan
diri yang rendah, kurang motivasi, dan apresiasi yang rendah; (b) lingkungan
sekolah, berupa iklim sekolah yang negatif dan pengaruh negatif dari teman
sebaya; (c) lingkungan keluarga, berupa kurang keteladanan orang tua dan
pola asuh yang salah, dan (d) lingkungan masyarakat, berupa gaya hidup yang
salah, penghargaan yang rendah terhadap norma dan budaya, dan pengaruh
3. Temuan penelitian menunjukkan bahwa upaya siswa yang paling sering
dilakukan dalam mengatasi faktor penghambat kesiapan untuk menikah dan
berkeluarga dengan cara ”curhat” kepada teman atau jalan-jalan ke mall.
4. Temuan penelitian menunjukkan bahwa ada tiga aspek kesiapan siswa
menghadapi pernikahan dan berkeluarga yang perlu diperhatikan yaitu,
pengenalan: mengenal norma-norma pernikahan dan berkeluarga; akomodasi:
menghargai norma-norma pernikahan dan berkeluarga sebagai landasan bagi
terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis; dan tindakan:
mengekspresikan keinginannya untuk mempelajari lebih intensif tentang
norma pernikahan dan berkeluarga.
5. Hasil validasi rasional pakar bimbingan dan konseling terhadap model
bimbingan kelompok untuk membantu siswa menghadapi pernikahan dan
berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan menunjukkan bahwa
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan penelitian, rekomendasi utama studi ini adalah
model bimbingan kelompok untuk membantu siswa menghadapi pernikahan dan
berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan. Rekomendasi ditujukan
kepada berbagai pihak terkait sebagai berikut:
1. Konselor sekolah
Model bimbingan kelompok untuk membantu siswa menghadapi pernikahan
dan berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan di SMA Negeri Kota
Bandung dapat digunakan sebagai model alternatif untuk pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling di sekolah. Dalam implementasinya dapat
bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait, misalnya dengan Mitra Citra
Remaja (MCR) yang dikelola Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI), Pengadilan Agama, Kantor Urusan Agama, Aliansi Selamatkan Anak
Indonesia, pakar bimbingan dan konseling keluarga, penasehat pernikahan,
dokter ahli kandungan, dokter kulit dan kelamin, dan tokoh masyarakat.
2. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Mengingat pentingnya pernikahan dan berkeluarga dalam menentukan kualitas
kebahagiaan individu dan pembekalan kepada para calon konselor untuk
menangani permasalahan pernikahan dan berkeluarga, maka kajian tentang
materi tersebut perlu ditambah jumlah jam SKSnya.
3. Unit Pelaksana Teknis Layanan Bimbingan dan Konseling UPI
Merancang program yang komprehensif dan mengadakan pelatihan tentang
pernikahan dan berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan kepada
para konselor sekolah.
4. Peneliti selanjutnya
Model bimbingan kelompok untuk membantu siswa menghadapi pernikahan
dan berkeluarga berdasarkan pendekatan perkembangan hanya difokuskan
pada salah satu layanan dasar saja. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan
model bimbingan dan konseling berdasarkan pendekatan perkembangan yang
lainnya seperti home room program, atau bahkan model bimbingan dan
konseling perkembangan yang meliputi layanan dasar, layanan responsif, dan
layanan perencanaan individual, serta dukungan sistem untuk membantu siswa
240
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an dan Terjemahnya, (1413 H). Medinah Munawwarah: Mujamma' Khadim Al Haramain asy Syarifain.
Alam, A. S. (2005). Usia Ideal Memasuki Dunia Perkawinan. Jakarta: Kencana Mas Publishing House.
Akbar, A. (1995) Merawat Cinta Kasih. Jakarta: Pustaka Antara.
Ali, M. dan Asrori, M. (2005). Perkembangan Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.
Ambron, S. R. (1981). Child Development. New York: Holt Rinehart & Winston.Amini, I. (1996). Bimbingan Islam untuk Kehidupan Suami Istri. Bandung: Al-Bayan.
Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara.
Ashriyah, I. (2009). Single Female. Bandung: ZIP Books.
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia
Ayyub, S. H. (2008). Fikih Keluarga: Panduan Membangun Keluarga Sakinah sesuai Syariat. Jakarta: Pustaka Kautsar.
Blocher, D. H. (1974). Developmental Counseling. New York: John Wiley &
Chaplin, J.P. (1979). Dictionary of Psychology. New York: Dell Publishing Co., Inc.
Cobia, D. C. dan Henderson, D. A. (2003). Handbook of School Counseling. New Jersey: Merrill Prentice Hall.
Creswell, W. J. (1994). Research Design: Qualitative & Quantitative Approach. London: SAGE Publications.