• Tidak ada hasil yang ditemukan

Multiple Uses Zone Design for Marine Conservation Area in Pasi Island, Kepulauan Selayar Regency South Sulawesi Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Multiple Uses Zone Design for Marine Conservation Area in Pasi Island, Kepulauan Selayar Regency South Sulawesi Province"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN ZONASI MULTIGUNA

KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH PULAU PASI

KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PROVINSI SULAWESI SELATAN

ZUL JANWAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Desain Zonasi Multiguna Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

(3)

ZUL JANWAR. Multiple Uses Zone Design for Marine Conservation Area in Pasi Island, Kepulauan Selayar Regency South Sulawesi Province. Supervised and under direction of M. Mukhlis Kamal and Agustinus M. Samosir.

(4)

Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh M. Mukhlis Kamal dan Agustinus M. Samosir.

Terumbu karang memiliki nilai yang sangat penting di wilayah pesisir. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Walaupun memiliki nilai sumberdaya yang penting bagi masyarakat, terumbu karang di Pulau Pasi sangat rentan terhadap gangguan.

Untuk mengantisipasi masalah-masalah tersebut diperlukan suatu pengelolaan yang tepat. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah perlindungan sumberdaya alam yang dapat dilakukan melalui konservasi dengan cara menyisihkan lokasi-lokasi yang memiliki potensi keanekaragaman jenis biota laut, gejala alam dan keunikan, serta ekosistemnya menjadi kawasan konservasi laut (KKL). Tujuan penelitian adalah: (1) mendesain zonasi multiguna kawasan konservasi laut daerah di Pulau Pasi, (2). menentukan batas Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Pasi beserta petanya.

Pengukuran parameter fisika kimia perairan yang diamati pada setiap stasiun meliput i kedalaman, suhu, salinitas, kecerahan, kecepatan arus, pH, dan oksigen terlarut. Pengambilan data karang dan ikan karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) dan Underwater Fish Visual Census (UVC) untuk melihat persentase penutupan karang dan kelimpahan ikan karang. Pengambilan data sosial dilakukan melalui wawancara dengan responden (interview) dan pengamatan lapangan (observasi) dengan menggunakan kuisioner.

Data ekologi dianalisis untuk melihat persentase tutupan karang hidup, kelimpahan, kepadatan dan tingkat keanekaragam ikan karang serta parameter lingkungan lainnya. Penentuan kriteria kesesuaian lokasi untuk zonasi KKLD dilakukan dengan pembobotan dan skoring berdasarkan beberapa kriteria untuk masing-masing parameter yang telah ditentukan. Data kualitatif yang diperoleh dari hasil interview dan observasi mengenai presepsi masyarakat tentang zonasi KKLD yang direncanakan, serta informasi sosial lainnya dianalisis secara deskriptif untuk mendukung data biofisik yang didapatkan. Analisis SWOT digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats). Dalam analisis secara spasial terlebih dahulu dilakukan pemetaan secara spasial berdasarkan paramater ekologi dan sosial yang diperoleh sehingga diperoleh peta tematiknya. Selanjutnya dilakukan proses overlay dengan mempertimbangkan hasil analisis SWOT sehingga informasi yang didapatkan lebih tajam.

(5)

Dari hasil pengamatan lapangan didapatkan bahwa kondisi penutupan karang hidup berkisar antara 46.66-74.83% dengan kategori sedang hingga baik. Pada stasiun 1, 2 dan 3, didapatkan hasil pengamatan persentase karang hidup dengan komposisi karang Acropora yang lebih dominan sedangkan untuk stasiun 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 yang mendominasi adalah dari kelompok karang non-Acropora. Hal ini diduga karena pada stasiun 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 berada pada perairan terbuka sehingga kecenderungannya akan lebih banyak didominasi oleh karang non-Acropora khususnya untuk bentuk pertumbuhan Coral Massive (CM), sedangkan pada stasiun 1, 2 dan 3 berada pada perairan yang lebih terlindung sehingga lebih banyak didominasi oleh kelompok karang Acropora khususnya untuk bentuk pertumbuhan Acropora Branching (ACB). Dari hasil pengamatan lapangan didapatkan hasil bahwa jumlah individu ikan karang terbayak ditemukan pada stasiun 2 (1 578 individu) sedangkan jumlah terkecil pada stasiun 8 (977 individu). Untuk jumlah spesies terbayak ditemukan pada stasiun 4 (107 spesies) dan yang paling sedikit pada stasiun 3 (47 spesies) sedangkan untuk kepadatan ikan didapatkan jumlah tertinggi pada stasiun 2 (6.31 ind/m2) dan terkecil pada stasiun 8 (3.91 ind/m2

Dari hasil pengamatan lapangan didapatkan lokasi yang sangat sesuai untuk zona inti KKLD berada pada stasiun 3, 4, 5 dan 9 pengamatan kondisi terumbu karang. Dari hasil perhitungan untuk kesesuaian zona budidaya didapatkan bahwa stasiun 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 pengamatan kualitas air berada pada kriteri sangat sesuai sedangkan stasiun 7 pengamatan kualitas air berada pada kriteri sesuai untuk dijadikan sebagai lokasi budidaya laut. Lokasi tersebut berada pada bagian utara Pulau Pasi, dimana lokasi tersebut dibagi kedalam 2 wilayah yaitu: pertama, pada sebelah barat diperuntukkan untuk budidaya ikan karang dengan metode keramba jaring tancap karena kondisi kedalaman yang relatif dangkal berkisar antara 2-3 meter; kedua, pada sebelah timur diperuntukkan untuk kegiatan budidaya ikan karang dengan metode keramba jaring apung karena kondisi kedalam yang relatif lebih tinggi berkisar antara 5.5-17 meter. Penentuan zona penangkapan didasarkan pada hasil wawancara dengan nelayan yang menjadi responden, kemudian informasi tersebut dipetakan oleh masyarakat berdasarkan peta lokasi penelitian yang telah disiapkan. Dari hasil wawancara dan peta partisipatif yang dibuat oleh masyarakat kemudian didapatkan informasi mengenai lokasi penangkapan yaitu: Taka’ Hello, Atti Nya’la’, Taka Ambaho, Ujung Lola, Patti Jahayya, Taka’ Bajangan, Liang Tarrusu, Liang Kareta dan Je’neiya. Dari hasil perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) didapatkan bahwa stasiun 1, 2, 4, 6, 7, 8, 9 dan 10 pengamatan kondisi terumbu karang adalah lokasi yang sangat sesuai untuk pengembangan wisata bahari.

). Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H’) ikan karang berdasarkan data lapangan berkisar anatar 2.098-4.098, hal ini menunjukkan bahwa secara umum tingkat keanekaragaman ikan karang di Pulau Pasi tergolong tinggi.

(6)

3. Mengakomodir kepentingan nelayan dengan tidak memasukkan keseluruhan stasiun 3 dan 5 pengamatan karang sebagai bagian dari zona inti.

4. Menjadikan bagian Utara dan Timur pulau sebagai zona budidaya ramah lingkungan.

5. Lokasi KJA sebaiknya memperhatikan jalur pelayaran dan transportasi masyarakat lokal.

6. Menjadikan sisi Barat Laut pulau (stasiun7, 8, 9, dan 10 pengamatan karang) sebagai zona wisata bahari.

7. Tidak memasukkan stasiun 1, 2 dan 6 pengamatan karang sebagai bagian dari zona wisata bahari.

8. Penempatan zona dan batas KKLD memperhatikan jalur pelayaran masyarakat lokal khususnya di sisi Timur pulau.

9. Pemanfaatan daerah mangrove secara berkelanjutan tanpa merusak mangrove yang ada.

10. Zona budidaya di sisi Timur pulau perlu mendapat penanganan khusus/rumah jaga dan jalur pelayaran.

11. Meningkatkan pengawasan berbasis masyarakat dengan melibatkan nelayan yang menangkap ikan disekitar zona inti.

Hasil dari keseluruhan peta tematik untuk masing-masing zona kemudian dilakukan overlay dengan memperhatikan hasil analisis SWOT sehingga didapatkan peta zonasi KKLD yang terdiri atas zona inti, zona budidaya, zona penangkapan, dan zona wisata bahari. Pendekatan zonasi multiguna memberikan perlindungan yang tinggi terhadap spesifik area tetapi juga memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan pemanfaatan dengan cara dan lokasi yang diatur. Batas KKLD ditetapkan dengan mempertimbangkan daerah penangkapan ikan nelayan lokal sehingga didapatkan batas buffer 500 meter dari rataan terumbu karang yang ada sebagai batas terluar KKLD Pulau Pasi.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya

(8)

PROVINSI SULAWESI SELATAN

ZUL JANWAR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Nama Mahasiswa : Zul Janwar

NRP : C252080174

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui Komisi Pembimbing

Diketahui

Tanggal Ujian: 1 September 2010 Tanggal Lulus: Ketua

Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc

Anggota

Ir. Agustinus M. Samosir, M. Phil

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

(11)

Puji syukur kehadirat Allah SWT hingga tesis dengan judul “Zonasi Multiguna Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan” ini dapat terselesaikan dengan baik. Tesis ini merupakan gambaran tentang penelitian yang dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada: Bapak Dr. M. Mukhlis Kamal, M.Sc dan bapak Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan saran dalam proses penyusunan thesis ini; Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP) phase II yang telah memberikan peluang dan kesempatan mengikuti pendidikan program pascasarjana (S2) dengan bantuan beasiswanya; para dosen pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB dan Zentrum für Marine Tropenökologie (ZMT) Universität Bremen Jerman atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan; Pemerintah Daerah Kabupaten Selayar yang telah memberikan izin dan bantuan semangat untuk melanjutkan pendidikan S2; kedua orang tua, istri dan anak saya “Hashifah Putri” yang telah memberikan semangat dan perhatian selama kuliah hingga penyusunan tesis ini, rekan-rekan Mahasiswa SPL-Sandwich WB atas kebersamaan yang begitu hangat semoga tetap terjaga dengan indah; dan seluruh pihak yang yang telah ikut berkontribusi selama perkuliahan, penelitian dan penyelesaian thesis ini.

Semoga tulisan ini mampu memberikan manfaat bagi penulis dan bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Amin.

(12)

Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 29 Januari 1979 sebagai anak kelima dari pasangan Andi

Toto dan Dewi Rana. Pendidikan sarjana ditempuh di jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan lulus tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister di program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan pada Program Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa pascasarjana diperoleh dari Kementrian Kelautan dan Perikanan melalui program Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) phase II.

(13)

xix

2.3.1 Perkembangan Kawasan Konservasi Laut ... 17

2.3.2 Fungsi dan Peran Kawasan Konservasi Laut ... 18

2.3.3 Zonasi Pemanfaatan Multiguna ... 22

2.4 Budidaya Laut ... 26

2.5 Wisata Bahari ... 27

2.6 Sistem Informasi Geografis untuk Wilayah Pesisir ... 27

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2 Kerangka Penelitian ... 30

3.3 Rancangan Penelitian ... 30

3.3.1 Jenis Data dan Instrumen... 30

3.3.2 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.3.2.1 Parameter Fisika Kimia Perairan ... 31

3.3.2.2 Kondisi Terumbu Karang ... 32

3.3.2.3 Ikan Karang ... 33

3.3.2.4 Kondisi Sosial Masyarakat ... 34

3.3.2.5 Data Sekunder ... 35

3.4 Batas dan Zonasi KKLD ... 35

3.4.1 Penentuan Rancangan Sementara ... 36

3.4.2 Konsultasi Publik ... 36

3.4.3 Pembuatan Peta KKLD ... 36

3.5 Analisis Data ... 36

3.5.1 Data Biofisik ... 36

(14)

xx

3.5.3 Analisis Kesesuaian Budidaya Laut ... 38

3.5.4 Analisis Kesesuaian Wisata Bahari ... 39

3.5.5 Pemetaan Partisipatif ... 40

3.5.6 Analisis Deskriptif ... 40

3.5.7 Analisis SWOT untuk Strategi Zonasi ... 40

3.5.8 Analisis Spasial ... 41

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 43

4.1.1 Kondisi Geografis ... 43

4.1.2 Kondisi Sosial Demografi ... 43

4.1.2.1 Desa Bontolebang ... 44

4.1.2.2 Desa Kahu-Kahu ... 45

4.1.2.3 Desa Bontoborusu ... 45

4.1.3 Kondisi Aksesibilitas ... 45

4.2 Kondisi Fisika Kimia Perairan ... 46

4.5 Analisis Kesesuaian Zonasi Multiguna KKLD ... 54

4.5.1 Zona Inti ... 54

4.5.2 Zona Perikanan Berkelanjutan ... 57

4.5.3 Zona Wisata Bahari ... 59

4.6 Strategi Zonasi Berdasarkan Analisis SWOT ... 61

4.6.1 Identifikasi Faktor-Faktor Internal ... 61

4.6.2 Identifikasi Faktor-Faktor Eksternal ... 62

4.6.3 Perumusan Strategi Zonasi KKLD Pulau Pasi ... 63

(15)

xxi

Halaman

1 Zonasi dan kegiatan di Great Barrier Reef Australia ... 24 2 Bentik kategori dalam pengambilan data kondisi terumbu karang

3 Contoh batas kawasan konservasi laut daerah

... 33

4 Pembobotan dan skoring zona inti KKLD

... 36

5 Kriteria kesesuaian budidaya laut

... 37

6 Kesesuaian wisata bahari

... 38

7 Data Penduduk Pulau Pasi

... 39

8 Gambaran kondisi nelayan Pulau Pasi

... 43

9 Kondisi fisik perairan lokasi pengamatan karang

... 44

10 Kondisi fisika kimia perairan lokasi pengamatan kualitas air

... 47

11 Kesesuaian lokasi untuk zona inti KKLD

... 48

12 Kesesuaian lokasi untuk zona budidaya

... 54

13 Kesesuaian wisata bahari

... 57

14 Titik koordinat batas KKLD Pulau Pasi

(16)

xxii

Halaman

1 Diagram input output kegiatan penelitian 2 Peta lokasi penelitian

... 7

3 Metode LIT dan UVC

... 29

4 Bagan tahapan pembuatan peta zonasi KKLD

... 34

5 Penyusunan strategi pengelolaan berdasarkan analisis SWOT

... 35

6 Persentase karang hidup pada lokasi penelitian

... 41

7 Persentase karang keras berdasarkan kelompok

... 50

8 Jumlah individu dan spesies ikan karang

... 51

9 Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan kelompok

... 53

10 Peta kesesuaian zona inti

... 53

11 Peta kesesuaian budidaya laut

... 56

12 Peta kesesuaian wisata bahari

... 58

13 Peta hasil zonasi KKLD Pulau Pasi

(17)

xxiii

Halaman

1 Hasil Analisis bhentic life form pada masing-masing stasiun pengamatan ... 77 2 Hasil analisis ikan karang pada masing-masing stasiun pengamatan

3 Hasil perhitungan kelimpahan individu, spesies, family ikan karang

... 78

4 Hasil perhitungan kesesuaian zona inti KKLD

... 82

5 Hasil perhitungan kesesuaian zona budidaya

... 83

6 Hasil perhitungan indeks kesesuaian wisata bahari

... 84

7 Peta usulan awal zona inti KKLD

... 85

8 Peta lokasi penangkapan ikan nelayan Pulau Pasi

... 86

9 Matriks Perhitungan IFE dan EFE

... 87

10 Matriks Strategi IFE dan EFE SWOT

... 88

11 Daftar kuisioner pengumpulan data sosial KKLD Pulau Pasi

(18)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki nilai yang sangat penting di wilayah pesisir. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Tingginya keanekaragaman hayati tersebut bukan hanya disebabkan oleh letak geografis yang sangat strategis melainkan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti variasi iklim musiman, arus atau massa air laut yang mempengaruhi massa air dari dua samudra, serta keragaman tipe habitat dan ekosistem yang terdapat di dalamnya.

Terletak pada wilayah perairan dangkal, ekosistem terumbu karang memang tidak langsung dapat terlihat karena berada di dasar laut, sehingga perhatian masyarakat pada umumnya maupun pemerintah pada khususnya terhadap pentingnya nilai ekologis dan ekonomis serta permasalahan terumbu karang di Kabupaten Kepulauan Selayar dinilai cukup lambat. Keterlambatan dalam penangangan masalah tersebut disebabkan oleh berbagai kendala, misalnya masalah teknologi, kemampuan penyelaman hingga kebijakan pemerintah. Namun demikian, meningkatnya jumlah penduduk serta faktor-faktor ekonomi lain, menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya alam laut dan ekosistemnya semakin meningkat pula. Hal tersebut semakin dipicu oleh kegiatan yang tidak mengacu pada kriteria-kriteria pembangunan berwawasan lingkungan serta pemanfaatan sumberdaya alam laut yang berlebihan.

(19)

di dalam kawasan. Tetapi pemanfaatan diatur di dalam zona tertentu yang cocok peruntukannya agar supaya tidak terjadi konflik pemanfaatan ruang (Dermawan et al. 2007).

Pulau Pasi yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan berada pada posisi geografis 6o5’ - 6o13’ LS dan 120o23’ - 120o

Walaupun memiliki nilai sumberdaya yang penting bagi masyarakat, terumbu karang di Pulau Pasi sangat rentan terhadap gangguan. Penambangan karang, penggunaan bahan peledak, racun sianida, dan cara tangkap lainnya yang kurang bersahabat dengan ekosistem terumbu karang, merupakan ancaman umum yang dapat mengganggu kondisi lingkungan pesisir dan laut di daerah tersebut.

27’ BT terletak disebelah Barat Pulau Selayar. Pulau Pasi memiliki luas ± 2 388.78 Ha dengan panjang garis pantai ± 29.5 km, matapencaharian masyarakatnya didominasi oleh nelayan dan petani (PPTK UNHAS 2007). Pulau Pasi berjarak sekitar 1 (satu) kilometer dari Pulau Selayar, dapat ditempuh melalui jalur laut selama 20-30 menit dengan menggunakan kapal tradisional (jarangka). Pada sebelah Timur Pulau Pasi yang juga merupakan selat antara Pulau Selayar dan Pulau Pasi merupakan alur pelayaran tradisional yang menghubungkan antara Pulau Selayar sebagai daratan utama sekaligus lokasi ibukota kabupaten dengan pulau-pulau lainnya yang berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Selayar.

(20)

benih dari hasil spawning akan lebih baik dan melimpah. Kawasan laut yang dilindungi ini diharapkan menjadi sumber benih, tempat ikan bertelur, membersarkan larva dan sebagai daerah asuhan juvenil (ikan kecil) serta menjadi penyedia ikan-ikan dewasa untuk perairan di sekitarnya (Dahuri 2004; Tulungan et al. 2002).

Di beberapa tempat, KKL telah terbukti menjadi alat yang efektif dalam melindungi keanekaragaman hayati pesisir dan laut, serta pengelolaan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan, seperti perikanan tangkap dan pariwisata. Banyak contoh tentang dampak dari dibentuknya kawasan konservasi laut, Terdapat dua bukti dampak kawasan konservasi laut dalam mendukung perikanan berkelanjutan. Pertama, terdapat bukti yang kuat bahwa wilayah no-take-zone memiliki persediaan ikan yang lebih besar, ukuran ikan yang lebih besar serta komposisi spesies yang lebih beragam (spesies ikan komersial berukuran lebih besar) bila dibandingkan dengan wilayah penangkapan. Namun dampak langsung manfaat perikanan jauh lebih sulit untuk dibuktikan di lapangan dan oleh karenanya dari berbagai kajian yang telah dilaksanakan, banyak yang menggunakan model matematis alih-alih observasi lapangan untuk mengkuantifikasi manfaat perikanan. Sebagian besar model menunjukkan bahwa perikanan benar-benar dapat memperoleh manfaat dari kawasan konservasi laut, dan model tersebut juga menunjukan bahwa penangkapan yang berkelanjutan dapat dimaksimalkan jika kurang lebih 30 % habitat sepenuhnya dilindungi dari kegiatan penangkapan (Roberts & Hawkins 2000).

Selain itu, Roberts dan Hawkins (2000) menyatakan bahwa seringnya kecenderungan nelayan untuk memfokuskan kegiatan penangkapan di dekat kawasan perlindungan (‘fishing the line’) menunjukan bukti manfaat dari wilayah perlindungan bagi perikanan komersial. Selanjutnya, McClanahan (1994) yang juga diacu dalam sumber ini juga menjelaskan bahwa dari 110 spesies yang tercatat di dalam wilayah terumbu karang yang dilindungi, 52 di antaranya tidak dijumpai di wilayah penangkapan.

(21)

wilayah perlindungan kecil di Sulawesi Utara (Blongko and Kakarotan) (McClanahan et al. 2006); Papua New Guinea, Biomassa dan rata-rata ukuran spesies ikan tertentu lebih besar yang berada di dalam daripada di sekitar wilayah perlindungan yang dikelola secara tradisional (Muluk dan Ahus) (McClanahan et al. 2006); Philipina, Biomassa predator ukuran besar meningkat 8 kali di wilayah perlindungan. Di wilayah penangkapan, rata-rata kerapatan dan keragaman spesies dari predator besar juga meningkat (Russ dan Alcala 1996 in Roberts & Hawkins 2000); Hawaii, Persediaan ikan tercatat 63% lebih banyak di dalam wilayah larangan penangkapan (Grigg 1994 in Roberts & Hawkins 2000). Kenya, Persediaan spesies ikan komersial utama (groupers, snappers, and emperors) tercatat 10 kali lebih banyak di dalam wilayah yang sepenuhnya dilindungi di Kisite Marine National Park bila dibandingkan di wilayah perlindungan di mana penangkapan diizinkan (Watson & Ormond 1994 in Roberts & Hawkins 2000).

Nilai penting kawasan konservasi bagi kepentingan ekonomi, khususnya dalam pembangunan perikanan, telah dilakukan berbagai penelitian di beberapa Negara, antara lain: Peningkatan produksi telur di dalam kawasan konservasi laut hingga 10 kali lipat, Kelimpahan jumlah ikan di dalam kawasan konservasi laut hingga 2 sampai 9 kali lipat, Peningkatan ukuran rata-rata ikan di dalam kawasan konservasi laut antara 33-300 %, Peningkatan keanekaragaman species di dalam kawasan konservasi laut antara 30-50 %, dan Peningkatan hasil tangkapan ikan di luar cagar alam antara 40-90 % (Sumardja 2002).

(22)

1.2 Perumusan Masalah

Penetapan kawasan konservasi laut daerah Pulau Pasi oleh Bupati merupakan langkah bijak yang ditempuh oleh pemerintah daerah dalam upaya pelestarian sumberdaya pesisir dan laut. Penelitian yang dilakukan sebelumnya hanya mampu memberikan rekomendasi tentang kelayakan perairan Pulau Pasi sebagai kawasan konservasi laut daerah namun belum ditetapkan tentang zonasi pengelolaannya.

Luasan kawasan konservasi laut tergantung dari ketersediaan lahan yang ada pada suatu lokasi, yang terpenting adalah dalam wilayah tersebut dapat dibagi kedalam sistem zonasi sehingga pengelolaanya dapat lebih baik, belum ada batasan luasan secara saintifik. Ada yang berpendapat bahwa kawasan konservasi seharusnya memperhatikan integritas ekosistem yang akan dilindungi. The United Nations (UN) memberikan suatu contoh pendekatan sederhana tentang luasan kawasan konservasi yaiut 1 000 hektar (IUCN & EUROPARC 2000).

Permasalah yang coba dikaji dalam penelitian ini adalah:

a. Luasan KKLD yang diharapkan dapat mencakup keseluruhan dari pulau tersebut,

b. Belum adanya pembagian zonasi pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Pasi.

c. Keterbatasan data dan informasi aktual tentang kondisi biofisik perairan Pulau Pasi sebagai bahan peyusunan zonasi pengelolaan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

a. Mendesain zonasi multiguna kawasan konservasi laut daerah di Pulau Pasi. b. Menentukan batas kawasan konservasi laut daerah Pulau Pasi beserta

petanya.

1.4 Manfaat Penelitian

(23)

regulasi yang dapat mendukung keberadaan KKLD Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan, dengan batasan lingkup penelitian berupa kajian tentang penyusunan desain zonasi pengelolaan KKLD Pulau Pasi. Pengamatan dilakukan melalui survei bioekologis dan aspek sosial yang terdiri dari persentase tutupan karang, kelimpahan ikan ekonomis penting, ikan indikator, serta informasi penting lainnya dari masyarakat setempat dan pemetaan spasial zona kawasan konservasi.

1.6 Kerangka Pemikiran

Kawasan Konservasi Laut Daerah sebagai salah satu model pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan diharapkan akan mampu memberi jaminan kepada masyarakat pesisir khususnya nelayan sebagai persediaan sumberdaya yang berkelanjutan. Salah satu funsgi kawasan konservasi laut adalah sebagai daerah perlindungan habitat dan spesies ikan. Dengan demikian KKL diharapkan dapat berfungsi sebagai “bank” sumber daya perikanan yang dapat mendukung peningkatan dan keberlanjutan pendapatan masyarakat, khususnya nelayan.

(24)

Gambar 1 Diagram input output kegiatan penelitian.

Pembentukan zonasi pengelolaan diharapkan akan dapat membantu dalam menyusun perencanaan pengelolaan kawasan konservasi beserta regulasi dan sarana pendukung dalam mengoptimalkan keberadaan KKLD tersebut. Pengembangan KKLD yang telah ada tersebut haruslah mempertimbangkan kondisi ekologi dan aspirasi dari masyarakat setempat selaku pemanfaat sumberdaya sehingga diharapkan KKLD yang terbentuk nantinya akan memberikan hasil yang optimal baik bagi ekosistem itu sendiri maupun bagi masyarakat di wilayah pesisir.

OUTPUT:

Peta KKLD, Zonasi Multiguna KKLD,

Batas KKLD. PENGOLAHAN:

Rancangan zonasi di revisi berdasarkan tambahan informasi

terbaru kondisi lapangan untuk

dioverlay VERIFIKASI: Rancangan zonasi sementara di cocokkan

dengan kondisi lokasi, pengumpulan informasi

tentang persepsi stakeholder INPUT :

Data Biofisik, Data Sosial,

Peta Dasar

DESAIN AWAL: Data dan informasi untuk

(25)
(26)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Perairan Pulau Pasi

Pulau Pasi termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan dengan posisi geografis 6o5’ - 6o13’ LS dan 120o23’ - 120o

Berdasarkan hasil survey PPTK UNHAS (2007), diperoleh gambaran bahwa kondisi tutupan karang hidup di Pulau Pasi sebesar 29% atau dapat dikatakan “cukup”. Pulau Pasi memiliki luas mangrove 66.62 ha, terumbu karang 408.36 ha, terumbu karang bercampur pasir 606.61 ha, padang lamun bercampur pasir 799.53 ha, hamparan pasir tergenang air laut 171.32 ha, hamparan pasir putih di pantai 58.95 ha. Terdapat dua ekosistem utama pada perairan pulau Pasi yaitu terumbu karang dan padang lamun. Tipe terumbu karang adalah terumbu tepi (fringing reef) dari jenis karang batu, karang lunak dan biota assosiasi lainnya.

27’ BT terletak disebelah Barat Pulau Selayar. Pulau ini berjarak ± 1 km dari Pulau Selayar dan dapat ditempuh dengan perjalanan laut selama 20-30 menit dengan menggunakan perahu motor tradisional. Pulau ini terdiri atas 3 (tiga) desa, yaitu Desa Bontolebang, Desa Bontoborusu dan Desa Kahu-Kahu dengan luas pulau ± 2 335 ha (BPS 2009) dan panjang garis pantai ± 29.5 Km. Pada pantai sisi Selatan, Barat dan Utara Pulau Pasi terdiri dari hamparan pasir putih yang diselingi batu cadas, sedangkan pada sisi Timur pulau didominasi oleh batu cadas dengan pantai yang sempit.

Pada pantai sisi Selatan, Barat, dan Utara Pulau Pasi terdiri dari hamparan pasir putih yang diselingi batu cadas. Butiran pasir putih yang teraba agak halus, merupakan hasil proses tereduksinya energi gelombang oleh hamparan reef flat (rataan terumbu) dan padang lamun yang berada di depan pantai. Hamparan rataan terumbu di sisi barat dan selatan cukup luas dan lebar berkisar 300-1 000 meter dari garis pantainya. Sisi selatan dan barat pulau memiliki pesona alam dengan pantai berpasir putih, yaitu pantai Jeneiya dan pantai Liangtarussu yang indah, cocok untuk dikembangkan sebagai obyek wisata bahari.

(27)

kepulauan antara lain adalah wisata alam/ pantai, olahraga air, dan wisata budaya. Namun demikian, pengembangan kegiatan wisata bahari perlu memperhatikan karakteristik geomorfologi, dinamika perairan, kondisi ekosistem, dan pemanfaatan lokasi oleh masyarakat pesisir. Gambaran berbeda ditemukan di sisi timur pulau yang didominasi batu cadas dengan sedikit pantai dengan vegetasi mangrove.

Umumnya pada pantai berbatu cadas, rataan terumbunya sempit, hanya beberapa puluh meter saja bahkan ada yang hanya 5-10 m, terutama di sisi timur pulau. Topografi reef flat di sisi barat dan selatan umumnya landai dengan derajat kemiringan antara sekitar 10o-25o dan disusul dengan kemiringan slope antara 25o-50o. Lebar rataan terumbu di kedua sisi ini berkisar 50-250 m dari garis pantai dan terdapat reef slope dangkal dengan kedalaman hanya sekitar 4-5 m. Reef flat di sisi utara berada pada kedalaman 4-5 m dengan lebar 30-100 m, yang disusul oleh reef slope yang sedikit curam dengan kedalaman sekitar 20-40 m. Di sisi timur umumnya dicirikan oleh reef flat sempit dengan reef slope yang relatif curam, kemiringan 40-70o

Berdasarkan hasil penelitian tersebut kemudian Pemerintah Dareah Kabupaten Kepaulauan Selayar menetapkan Pulau Pasi sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah melalui Surat Keputusan Bupati Kabupaten Kepulauan Selayar No. 03. A Tahun 2009 yang ditetapkan di Benteng pada tanggal 5 Januari 2009. Keputusan ini yang menjadi dasar hukum keberadaan kawasan konservasi laut di Pulau Pasi.

, namun dengan kedalaman hanya berkisar 10-20 m.

2.2 Ekosistem Wilayah Pesisir

(28)

2.2.1 Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang memiliki nilai yang sangat penting di wilayah pesisir. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh Kabupaten Kepulauan Selayar yang tak ternilai harganya. Terumbu karang merupakan ekosistem yang kompleks dengan keanekaragaman hayati tinggi ditemukan di perairan dangkal daerah tropis maupun subtropics, yaitu antara 35oLU dan 32oLS, garis lintang tersebut merupakan batas maksimum dimana karang masih dapat tumbuh (English et al. 1994; Arsjad et al. 2005). Terumbu karang terbentuk dari endapan kalsium karbonat (CaCO3

Terumbu karang merupakan ekosistem khas di daerah tropis. Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan massif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang, alga berkapur dan organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken 1992 in Dahuri 2001). Ekosistem terumbu karang memiliki produktivitas organik yang tinggi dan kaya akan keragaman spesies penghuninya seperti ikan karang. Terumbu karang merupakan ekosistem pesisir yang memiliki nilai estetika alam yang sangat tinggi. Terumbu karang juga berfungsi sebagai pelindung ekosistem pesisir dan laut dari tekanan gelombang. Keberadaan terumbu karang sangat ditentukan oleh kondisi kecerahan perairan, temperatur, salinitas, kecepatan arus air, sirkulasi dan sedimentasi.

) yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu yang bersimbiosis dengan zooxanthellae dan sedikit tambahan dari alga berkapur serta berbagai biota laut lainnya yang mengsekresikan kapur (Arsjad et al. 2005).

Walaupun memiliki kompleksitas dan keanekaragaman hayati yang tinggi, namun ekosistem ini tidak stabil, karena sensitif terhadap gangguan yang timbul, baik secara alami maupun akibat aktifitas manusia. Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria (Timotius 2003). Beberapa manfaat yang didapat dari keberadaan terumbu karang adalah:

(29)

d. Terumbu karang merupakan habitat bagi sejumlah spesies yang terancam punah serti kima raksasa dan penyu laut,

e. Dari segi fisik terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi dan abrasi, struktur karang yang keras dapat menahan energy mekanik yang ditimbulkan oleh gelombang dan arus sehingga mengurangi abrasi pantai dan mencegah rusaknya ekosistim pantai lain seperti padang lamun dan mangrove,

f. Terumbu karang merupakan sumber perikanan yang tinggi. Dari 132 jenis ikan yang bernilai ekonomi di Indonesia, 32 jenis diantaranya hidup di terumbu karang, berbagai jenis ikan karang menjadi komoditi ekspor. Terumbu karang yang sehat menghasilkan 3 - 10 ton ikan per kilometer persegi pertahun,

g. Keindahan terumbu karang sangat potensial untuk wisata bahari. Masyarakat disekitar terumbu karang dapat memanfaatkan hal ini dengan mendirikan pusat-pusat penyelaman, restoran, penginapan sehingga pendapatan mereka bertambah,

h. Terumbu karang potensi masa depan untuk sumber lapangan kerja bagi rakyat Indonesia.

Ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya laut telah menyebabkan

eksploitasi besar-besaran dan kerusakan terumbu karang, terutama yang dekat

dengan pusat pemukiman penduduk. Kerusakan tersebut pada umumnya

disebabkan oleh kegiatan perikanan destruktif, yaitu penggunaan bahan peledak, racun cyanida dan juga penambangan karang, pembuangan jangkar perahu serta sedimentasi.

Menurut Suharsono (1998), kegiatan manusia dan gangguan alam yang menyebabkan terjadinya degradasi terumbu karang antara lain:

a. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan dan/atau alat yang dapat membahayakan sumber daya ikan dan lingkungannya, seperti penggunaan bubu tindis, bius dan bahan peledak/bom ikan;

b. Penambangan dan pengambilan karang untuk bahan bangunan; c. Penangkapan yang berlebih;

(30)

e. Kegiatan pembangunan di wilayah pesisir yang tidak memperhatikan pelestarian lingkungan;

f. Pembuangan jangkar perahu pada daerah karang.

g. Kegiatan parawisata yang tidak memperhatikan kelestarian ekosistem. h. Pemanasan global yang dapat menyebabkan terjadinya pemutihan karang; i. Gempa tektonik/tsunami yang mampu menghancurkan terumbu karang

wilayah pesisir dalam skala yang luas;

j. Banjir dan tanah longsor yang kemudian menyebabkan terjadinya sedimentasi yang tinggi;

Aktivitas-aktivitas tersebut diatas adalah beberapa faktor yang sangat mengancam keberadaan serta kelestarian terumbu karang di Indonesia sehingga membutuhkan perhatian yang serius dari berbagai pihak untuk mempertahankan kelestariannya.

2.2.2 Ekosistem Padang Lamun

Ekosistem padang lamun merupakan salah satu diantara tiga ekosistem utama pada perairan dangkal yang sangat kompleks. Kawasan ini merupakan sumberdaya laut yang cukup potensial karena memiliki fungsi fisik dan ekologis yang sangat penting, dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, terdapat pada perairan tropis. Karena memiliki produktifitas yang cukup tinggi, maka ekosistem ini mempunyai peranan yang sangat besar secara langsung terhadap penghuni laut lainnya.

Fungsi-fungsi ekologi yang dimiliki oleh padang lamun adalah sebagai daerah mencari makan (feeding ground), sebagai daerah asuhan (nursery ground), dan sebagai daerah pemijahan (spawning ground). Selain itu, lamun merupakan sumber makanan penting bagi beberapa jenis organisme (Arifin 2001).

(31)

pula. Ada organisme yang hidup menetap di padang lamun ini, ada pula sebagai pengunjung yang setia.

Kennish (1990) menyatakan bahwa terdapat 5 alasan mengapa lamun menjadi habitat yang disenangi oleh berbagai fauna yang bersosiasi dengan padang lamun, yaitu:

a. Tanaman lamun efektif menambah substrat daerah permukaan padang lamun untuk flora epifit dan fauna.

b. Tanaman lamun mengurangi aksi gelombang dan pasang surut, sehingga pada bagian bawah air menjadi tenang, sehingga sangat baik untuk beberapa hewan/fauna.

c. Dapat mereduksi gerakan air, mineral terlarut, dan partikel organik terlarut dengan mudah, sehingga menjadi sumber partikel sebagai makanan bagi biota.

d. Padatnya daun lamun melindungi dasar laut dari sinar matahari dibandingkan dengan daerah yang tidak ditumbuhi oleh lamun, menyebabkan padatnya hewan benthos.

e. Kondisi padang lamun yang terlindungi dengan suplai makanan yang tinggi membuat tanaman lamun menjadi daya tarik bagi juvenil nekton dan nekton ukuran besar.

Pada mulanya, vegetasi lamun dianggap mempunyai nilai ekonomis yang tidak terlalu penting, namun belakangan telah ditemukan beberapa bahan aktif yang berasal dari daun lamun. Selain itu pada ekosistem padang lamun hidup berbagai jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi, antara lain Siganus spp, Lethrinus spp, Lutjanus spp, Epinephelus spp, dan sebagainya (Tomascik et al. 1997).

(32)

menyatakan bahwa lamun yang berasosiasi dengan alga di Tanjung Texas menjadi sumber nutrien primer bagi udang dan ikan. Lebih dari 340 hewan yang mengkonsumsi lamun di daerah tersebut. Sedikitnya terdapat spesies avertebrata yang memakan secara langsung daun lamun, selebihnya jatuh ke dasar menjadi sumber detritus. Tingginya jumlah avertebrata dan ikan di daerah padang lamun karena biota tersebut menggunakan padang lamun sebagai tempat bertelur, mencari makan dan tempat memijah (Kennish 1990).

2.2.3 Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso 2000). Ekosistem mangrove mempunyai arti yang penting karena memiliki fungsi ekologis yang dapat dilihat baik dari aspek fisika, kimia dan biologi. Fungsi ekologi ditinjau dari aspek fisika adalah (1) terjadinya mekanisme hubungan antara komponen-komponen dalam ekosistem mangrove serta hubungan antara ekosistem mangrove dengan ekosistem lain seperti padang lamun dan terumbu karang; (2) dengan sistem perakaran yang ekstensif, kuat dan kokoh mangrove mempunyai kemampuan meredam gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari erosi, gelombang pasang dan angin topan; dan (3) mangrove yang tumbuh di daerah estuaria atau rawa juga dapat berfungsi untuk mengurangi bencana banjir. Ketiga fungsi ini akan menjadi hilang seiring dengan punahnya hutan mangrove baik melalui penebangan, alih fungsi maupun karena mengalami degradasi.

(33)

organisme yang hidup di padang lamun ataupun terumbu karang. Di samping hal-hal tersebut di atas, ekosistem tersebut juga menjadi tempat migrasi atau sekedar berkelana organisme-organisme perairan, dari hutan mangrove ke padang lamun kemudian ke terumbu karang atau sebaliknya.

Fungsi ekologis dan ekonomis hutan mangrove adalah (Santoso & Arifin 1998):

a. Fungsi ekologis :

• pelindung garis pantai dari abrasi;

• mempercepat perluasan pantai melalui pengendapan; • mencegah intrusi air laut ke daratan;

• tempat berpijah aneka biota laut;

• tempat berlindung dan berkembangbiak berbagai jenis burung, mamalia, reptil, dan serangga;

• sebagai pengatur iklim mikro. b. Fungsi ekonomis :

• penghasil keperluan rumah tangga (kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan makanan, obat-obatan);

• penghasil keperluan industri (bahan baku kertas, tekstil, kosmetik, penyamak kulit, pewarna);

• penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang, madu, dan telur burung;

• pariwisata, penelitian, dan pendidikan.

Konversi lahan mangrove menjadi areal tambak dan kebutuhan akan kayu bakar, bahan bangunan merupakan penyebab kerusakan mangrove di wilayah pesisir. Selain itu pembukaan lahan mangrove untuk areal pemukiman menjadi salah satu faktor kerusakan mangrove.

2.3 Kawasan Konservasi Laut

(34)

menyisihkan lokasi-lokasi yang memiliki potensi keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, gejala alam dan keunikan, serta ekosistemnya menjadi kawasan konservasi laut (KKL). Secara definisi Kawasan Konservasi Laut (Marine Consevation Area) adalah merupakan suatu kawasan intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang-surut) termasuk di dalamnya biota yang berasosiasi, nilai-nilai sejarah dan budaya, yang dilindungi oleh hukum atau peratutran lainnya yang dimaksudkan untuk melindungi sebagian atau seluruh lingkungan di sekitarnya.

Kawasan Konservasi Laut Daerah adalah kawasan konservasi laut yang berada di dalam wilayah kewenangan pemerintah daerah dan ditetapkan serta dikelola oleh daerah mulai dari tahap perencanaan, penetapan, pengelolaan serta monitoring dan evaluasi (DKP 2003). KKLD merupakan paradigma baru dalam pengelolaan sumber daya kelautan yang sedang digalakkan secara nasional, selain kawasan konservasi nasional yang telah ada. Sebagaimana diatur dalam UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya untuk kawasan konservasi nasional, lebih lanjut, penetapan kawasan konservasi perairan juga diatur dalam UU No. 31 tahun 2004 dan UU No 27 tahun 2007. Landasan hukum untuk KKLD diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal 18 UU ini dijelaskan salah satu kewenangan daerah di wilayah laut adalah eksploitasi dan konservasi sumber daya alam di wilayahnya.

2.3.1 Perkembangan Kawasan Konservasi Laut

Sebagai tindak lanjut UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, dan UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, kewenangan pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), maka DKP dan Departemen Kehutanan mengadakan penyelarasan dan kesepakatan untuk menyerahkan pengelolaan delapan kawasan suaka alam dan pelestarian alam dari Departemen Kehutanan, cq. Dirjen PHKA ke Departemen Kelautan dan Perikanan.

(35)

Tenggara dan Laut di sekitarnya seluas 114 000 Ha Maluku, (3) kawasan Perairan Kepulauan Raja Ampat di Papua dan laut sekitarnya seluas 60 000 Ha, (4) Pulau Gili Ayer, Gili Meno, dan Gili Trawangan di NTB seluas 2 954 Ha, (5) Kepulauan Kapoposan dan laut sekitarnya seluas 50 000 Ha, (6) Kepulauan Padaido beserta perairan sekitarnya seluas 183 000 Ha, (7) Kepulauan Panjang di Irian Jaya seluas 271 630 Ha, dan (8) Pulau Pieh di Sumatera Barat dan perairan sekitarnya seluas 39 900 Ha.

Sebelumnya, kerjasama DKP dan Departemen Kehutanan di bidang konservasi sudah diinisiasi sejak tahun 2003 melalui kesepakatan bersama antara Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Dephut dengan Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, DKP tentang pelaksanaan kegiatan di 6 (enam) taman nasional, yang meliputi kegiatan penguatan zonasi taman nasional, penguatan pengembangan dan penelitian, sumberdaya alam hayati, penguatan sosial ekonomi masyarakat di sekitar taman nasional, pengembangan wisata alam bahari, pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan informasi dan promosi serta peningkatan kapasitas pengawasan kawasan. Selain itu, pengembangan kerjasama dilakukan juga dalam program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang (COREMAP II).

Dari Undang Undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan, jelas sekali tugas pemerintah untuk menggunakan pendekatan ekosistem, melalui Kawasan Konservasi Laut (KKL), sebagai alat pengelolaan perikanan. Hal ini bisa dilihat dari Pasal 7 ayat 1 point (q) tentang suaka perikanan dan Pasal 13 ayat 1 tentang konservasi sumberdaya ikan. Saat ini pemerintah sedang menyelesaikan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai konservasi sumberdaya ikan di Indonesia. Departemen Kelautan telah mengantisipasi kebijakan perikanan ke arah KKL dengan terbentuknya Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, dibawah Ditjen KP3K. Bahkan Ditjen Perikanan Tangkap menambah satu struktur Loka Pemacuan Stok yang diharapkan berfungsi untuk memulihkan stok sumberdaya perikanan.

2.3.2 Fungsi dan Peran Kawasan Konservasi Laut

(36)

integritas ekosistem; (2) meningkatkan hasil perikanan; (3) menyediakan tempat rekresi dan pariwisata; (4) memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem; dan (5) memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat pesisir. Sasaran utama penetapan kawasan konservasi di pesisir dan laut adalah untuk mengkonservasi ekosistem dan sumberdaya alam, agar proses-proses ekologis di suatu ekosistem dapat terus berlangsung dan tetap dipertahankan produksi bahan makanan dan jasa-jasa lingkungan bagi kepentingan manusia secara berkelanjutan.

Tujuan penetapan kawasan konservasi di wilayah pesisir dan laut adalah untuk: (1) melindungi habitat-habitat kritis, (2) mempertahankan keanekaragaman hayati, (3) mengkonservasi sumberdaya ikan, (4) melindungi garis pantai, (5) melindungi lokasi-lokasi yang bernilai sejarah dan budaya, (6) menyediakan lokasi rekreasi dan pariwisata alam, (7) merekolonisasi daerah-daerah yang tereksploitasi, dan (8) mempromosikan pembangunan kelautan berkelanjutan. Beberapa prinsip dasar dalam pengelolaan kawasan konservasi laut daerah adalah sebagai berikut:

a. Bersifat adaptif

Pengelolaan harus adaptif terhadap perubahan dan informasi baru, dan juga mampu memperbaiki performa pengelolaan selama penilaian berjalan.

b. Berkelanjutan

Semua kegiatan dan upaya-upaya pemanfaatan dilaksanakan berdasarkan pada azaz berkelanjutan dan ekologis.

c. Menggunakan Pendekatan Ekosistem

Pengelolaan ekosistem menitikberatkan pada pengelolaan dan integritas ekologis dari suatu ekosistem secara keseluruhan, dengan tetap mempertimbangkan aspek pemanfaatan.

d. Manfaat Ganda

Pengelolaan harus dilengkapi dengan suatu proses atau kerangka kerja yang jelas untuk pengalokasian sumberdaya dan pengambilan keputusan, terutama dalam hal perencanaan dan penetapan kawasan konservasi laut daerah.

(37)

Pengelolaan bersama diperlukan untuk mengimplementasikan praktek terbaik pendekatan-pendekatan dalam perencanaan laut.

Ada beberapa tujuan yang diharapkan dari penetapan sebuah lokasi menjadi kawasan konservasi laut daerah (DKP 2003), yaitu:

a. Mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati laut dan ekosistemnya di masing-masing daerah (provinsi dan kabupaten/kota) sehingga dapat mendkung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat; b. Melindungi dan mengelola perwakilan tipe-tipe ekosistem penting di wilayah

pesisir dan laut untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologis jangka panjang;

c. Sebagai suatu kawasan untuk pemanfaatan sumberdaya alami bagi kepentingan rekreasi, wisata pendidikan, penelitian serta bentuk lain yang tidak bertentangan dengan prinsip konservasi;

d. Sebagai tempat pengembangan program pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya oleh masyarakat dan atau masyarakat adat terkait dengan praktek-praktek budaya tradisional;

e. Sebagai kawasan untuk pengembangan program interpretasi sumberdaya alam dan lingkungannya dalam rangka mendukung upaya konservasi, rekreasi, pendidikan dan penelitian.

Konservasi sumberdaya terumbu karang merupakan salah satu implementasi pengelolaan ekosistem terumbu karang dari kerusakan akibat aktivitas manusia. Dalam Peraturan Menteri Kalautan dan Perikanan RI No. 17 tahun 2008 disebutkan bahwa kawasan konservasi adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai ciri khas tertentu sebagai satu kesatuan ekosistem yang dilindungi, dilestarikan dan/atau dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan. Kawasan konservasi ini biasanya dilindungi oleh hukum, sehingga sering pula disebut sebagai kawasan lindung. Tujuan dilakukannya konservasi adalah (IUCN 1995 in Supriharyono 2007):

(38)

b. Untuk melindungi penurunan, tekanan, populasi dan spesies langka, terutama pengawetan habitat untuk kelangsungan hidup mereka;

c. Melindungi dan mengelola kawasan yang secara nyata merupakan siklus hidup spesies ekonomis penting;

d. Mencegah aktivitas luar yang memungkinkan kerusakan kawasan lindung laut;

e. Memberikan kesejahteraan yang terus-menerus kepada masyarakat dengan menciptakan kawasan lindung laut, menyelamatkan, melindungi dan mengelola daerah-daerah laut dan estuaria yang mempunyai nilai sejarah dan budaya, serta nilai-nilai estetika alam, untuk generasi sekarang dan yang akan datang;

f. Mempermudah dalam menginterpretasikan sistem laut dan estuaria untuk tujuan konservasi, pendidikan dan pariwisata;

g. Menyediakan pengelolaan yang sesuai, yang mempunyai spectrum luas bagi aktivitas manusia dengan tujuan utamanya adalah penataan laut dan estuaria; h. Menyediakan sarana untuk penelitian dan pelatihan, pemantauan aktivitas

manusia terhadap lingkungan, termasuk pengaruh langsung dan tidak langsung daripada pembangunan dan pemanfaatan lahan di daratan.

Kawasan konservasi laut sering dianggap sebagai kawasan yang diperuntukkan bagi konservasi keanekaragaman hayati. Namun kawasan konservasi laut juga dapat memainkan peran penting di dalam pengelolaan perikanan dan pariwisata. Kawasan konservasi laut memungkinkan dikembangkannya langkah-langkah pengelolaan yang sesuai dengan kondisi setempat. Misalnya, larangan penangkapan dapat dilakukan di wilayah-wilayah pemijahan, sementara itu penangkapan dengan alat tangkap sederhana (tradisional) masih dapat diijinkan untuk dilakukan di kawasan-kawasan di sekitar wilayah pemijahan tersebut. Adapun maksud pembentukan kawasan konservasi laut dimaksudkan untuk:

a. Menjamin kelestarian ekosistem laut sehingga mampu menopang kehidupan masyarakat yang tergantung pada sumberdaya yang ada;

(39)

dan mengelola daerah yang menjadi tempat hidup spesies penting yang bernilai ekonomis;

c. Pemanfaatan sumberdaya laut yang berkelanjutan sehingga mampu menyediakan sumber kesejahteraan bagi masyarakat disekitarnya;

d. Pengelolaan sumberdaya laut dalam skala lokal secara efektif sehingga mampu unutk mempertahankan, melindungi dan mengelola daerah laut yang memiliki nilai historis, kebudayaan dan keindahan alami untuk generasi sekarang dan yang akan dating;

e. Memfasilitasi kegiatan-kegiatan kelautan untuk tujuan konservasi, pendidikan dan pariwisata;

f. Pengaturan aktivitas masyarakat dalam kawasan pengelolaan serta mencegah kegiatan luar yang dapat mempengaruhi kawasan konservasi (Dermawan et al. 2007; Mulyana & Dermawan 2008; Wiryawan & Dermawan 2006).

Salah satu fungsi kawasan konservasi laut adalah sebagai daerah perlindungan habitat dan spesies ikan. Dengan demikian KKL diharapkan dapat berfungsi sebagai bank sumber daya perikanan yang dapat mendukung peningkatan dan keberlanjutan pendapatan masyarakat, khususnya nelayan.

2.3.3 Zonasi Pemanfaatan Multiguna

Kawasan konservasi laut haruslah mempunyai perencanaan zonasi atau permintakatan, yang ditetapkan secara sederhana sehingga mudah untuk dipahami dan dipatuhi oleh masyarakat. Zonasi multiguna adalah suatu model pengelolaan kawasan konservasi dengan menempatkan beberapa zona yang tidak hanya menggunakan pendekatan konservasi sumberdaya tetapi juga untuk kepentingan pemanfaatan yang berkelanjutan seperti wisata bahari dan perikanan. Pendekatan zonasi multiguna tidak hanya memberikan perlindungan yang tinggi terhadap spesifik area tetapi juga memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan pemanfaatan dengan cara dan lokasi yang diatur.

(40)

proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan ekosistem (PP No. 60/2007).

Zonasi KKL dapat terdiri dari 4 zona, yaitu: (1) Zona Inti, (2) Zona Perikanan Berkelanjutan, (3) Zona Pemanfaatan Terbatas, dan (4) Zona Lainnya. Pertama, yaitu Zona Inti adalah suatu areal untuk tujuan pengamanan plasma nutfah yang di dalamnya, kegiatan penangkapan ikan dan aktivitas pengambilan sumberdaya alam laut lainnya termasuk membuang jangkar, sama sekali tidak diperbolehkan, perlindungan ekosistem pesisir yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan dan perlindungan situs budaya/adat tradisional. Pada zona inti tidak semua orang bebas keluar masuk ke dalam zona tersebut, terkecuali untuk tujuan penelitian atau pendidikan dan itupun harus ada izin dari pengelola kawasan. Kedua, yaitu Zona Perikanan Berkelanjutan adalah zona yang mengelilingi zona inti, diperuntukkan bagi perlindungan habitat dimana kegiatan perikanan diperbolehkan pada zona ini, diantaranya adalah penangkapan ikan ramah lingkungan, budidaya ramah lingkungan, wisata bahari, penelitian dan pendidikan. Ketiga, yaitu Zona Pemanfaatan Terbatas adalah zona yang diperuntukkan untuk kegiatan wisata bahari dan rekreasi, perlindungan habitat dan populasi ikan, penelitian dan pengembangan serta pendidikan. Keempat, yaitu Zona Lainnya adalah zona diluar zona inti, zona perikanan berkelanjutan dan zona pemanfaatan terbatas yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu, seperti zona rehabilitasi, zona perlindungan, zona tambatan perahu, dan sebagainya (DKP 2008; Supriharyono 2007; Tulungan et al. 2003; PP No. 60/2007, Permen KP No. 2 Tahun 2009).

(41)

perikanan) karena adanya suplai ikan yang konsisten dari dalam zona inti kawasan konservasi laut. Dengan demikian KKL merupakan “bank ikan” yang membantu penambahan jumlah ikan di perairan sekitarnya. Tabel berikut adalah contoh zonasi dan kegiatan yang ada di Great Barrier Reef Australia.

Tabel 1 Zonasi dan kegiatan di Great Barrier Reef Australia

Kegiatan

Penangkapan ikan untuk akuarium, karang dan cacing

Penangkapan teripang, trochus, lobster

Pengumpulan yang dibatasi Spearfishing yang dibatasi (hanya snorkeling)

Sumber: Great Barrier Reef Marine Park Authority

Kriteria zonasi untuk kawasan konservasi laut sebagai berikut (DKP 2008, PP No. 60/2007; DEPHUT 2006, Permen KP No. 2 Tahun 2009):

a. Zona Inti

• Memiliki tingkat keanekaragaman ataupun kepadatan sumberdaya yang tinggi;

• Daerah tempat berpijah (spawning ground), tempat bertelur (nesting site), daerah asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground) ikan dan/atau biota perairan lainnya;

(42)

• Ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil yang relatif masih utuh dan tidak terganggu;

• Ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil yang unik dan rentan terhadap perubahan;

• Mempunyai luasan yang cukup dan bentuk tertentu yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis tertentu untuk menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami;

b. Zona Perikanan Berkelanjutan

• Memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan;

• Adanya potensi dan kondisi sumber daya alam hayati tertentu yang telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat/lokal guna memenuhi kebutuhan hidupnya;

• Di wilayah perairan tersebut terdapat potensi dan kondisi sumber daya alam hayati tertentu yang telah dimanfaatkan melalui kegiatan pengambilan, pengembangbiakan, perbanyakan dan pembesaran oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan peningkatan kesejahteraan.

c. Zona Pemanfaatan Terbatas

• Memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona perikanan berkelanjutan;

• Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik;

• Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;

• Kondisi lingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan, pengembangan pariwisata alam, penelitian dan pendidikan;

d. Zona Lainnya

(43)

• Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi sumberdaya laut;

• Kondisi lingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan, seperti peruntukan pelabuhan/tambatan perahu, rehabilitasi dan perlindungan;

2.4 Budidaya Laut

Dalam pengelolaan kawasan bidang budidaya perikanan, masyarakat Pulau Pasi tengah mengusahakan kegiatan keramba jaring tancap dan keramba jaring apung. Dalam pengembangan usaha Keramba Jaring Tancap dan Keramba Jaring Apung yang dilakukan oleh masyarakat selama ini diketahui bahwa mereka hanya berpedoman kepada pengalaman rekan mereka dan dari informasi yang dapatkan.

Pemilihan lokasi yang tepat merupakan faktor yang penting dalam menentukan kelayakan usaha budidaya, demi keberhasilan budidaya. Beberapa pertimbangan yang yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi adalah kondisi teknis yang terdiri dari parameter fisik, kimia dan biologi dan non teknis yang berupa pangsa pasar, keamanan dan dan sumberdaya manusia. Salah satu kesalahan dalam pengembangan budidaya adalah lingkungan perairan yang tidak cocok. Kenyataan bahwa, penentuan lokasi pengembangan budidaya, lebih berdasarkan feeling atau trial and error. Pada hal data atau informasi tentang kelayakan lahan (site suitability) sangatlah diperlukan untuk pemanfaatan pesisir. Persoalan ini, dapat menyebabkan kegiatan pemanfaatan ruang, pada zona tersebut menjadi tidak tepat.

Pemilihan lokasi merupakan langkah awal untuk penentuan kegiatan perikanan budidaya yang berkelanjutan. Pada umumnya kesalahan dalam pengembangan kegiatan budidaya laut disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang lingkungan perairan, dalam hal ini kondisi kualitas perairan memegang peranan penting didalam pemilihan lokasi budidaya.

(44)

2.5 Wisata Bahari

Potensi jasa lingkungan yang terdapat di pulau kecil seperti bidang pariwisata dan perhubungan laut merupakan potensi yang memiliki prospek pengembangan yang sangat besar dan dapat menunjang peningkatan pendapatan masyarakat lokal dan pemerintah setempat. Karakteristik yang ada pada pulau kecil seperti keanekaragaman dan keunikannya merupakan daya tarik tersendiri bagi sektor wisata. Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia.

Agar sumberdaya dan lingkungan di pulau kecil dapat tetap terjaga kelestariannya maka dapat diterapkan konsep ekowisata. Ekowisata pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh organisasi The Ecotourism Society, dengan jalan mengkonservasi lingkungan dan memelihara kesejahteraan masyarakat setempat (Lingberg & Hawkins 1993 in Yulianda 2007).

Ekowisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam dan industry pariwisata dapat dikembangkan di wilayah pesisir dengan membangun konsep ekowisata bahari. Ekowisata bahari merupakan konsep wisata yang memanfaatkan karakteristik sumberdaya pesisir dan laut termasuk sumberdaya manusia yang dapat diintegrasikan menjadi komponen terpadu pada pemanfaatan wisata.

2.6 Sistim Informasi Geografi untuk Wilayah Pesisir

Sistim Informasi Geografis (SIG) sebagai sistim informasi digital berbasis spasial telah berkembang menjadi sebuah sistim pendukung pengambilan keputusan. Teknologi SIG telah banyak dimanfaatkan oleh pemerintah kabupaten untuk kajian kewilayahan termasuk didalamnya wilayah pesisir. Dalam perkembangannya teknologi SIG dirancang untuk semakin mudah digunakan, sehingga tekonologi ini telah menjangkau kabupaten/kota di Indonesia. Sistim Informasi Geografis dapat diaplikasikan untuk penyusunan model berbasis spasial termasuk penyusunan model pengelolaan pesisir wilayah kabupaten.

(45)

data keruangan untuk memecahkan masalah-masalah lingkungan. Berdasarkan beberapa definisi di atas, SIG dapat didefinisikan lebih lengkap yaitu "suatu sistem komputer yang berfungsi sebagai basisdata dan mempunyai kemampuan analisis sehingga menghasilkan suatu informasi yang bersifat keruangan dan dapat digunakan sebagai pendukung pengambilan keputusan".

(46)

# 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Pasi, Kecamatan Bontoharu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2010. Stasiun pengamatan ditentukan berdasarkan keterwakilan lokasi dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dengan menempatkan stasiun pengamatan untuk karang sebanyak 10 (sepuluh) stasiun pada bagian utara, barat dan selatan pulau, sedangkan untuk pengamatan kualitas air peruntukan budidaya laut sebanyak 7 (tujuh) stasiun dilakukan pada bagian utara Pulau Pasi (Gambar 2). Pada sisi Timur Pulau Pasi tidak dilakukan pengamatan dikarenakan kondisi perairan yang berada dalam selat yang sempit dan merupakan alur pelayaran tradisional.

(47)

3.2 Kerangka Penelitian

Penelitian ini akan mengkaji tentang penyusunan zonasi multiguna di kawasan konservasi laut Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Adapaun tahapan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Melakukan inventarisasi data yang dibutuhkan (data primer dan data

sekunder);

b. Menganalisis data dan informasi awal tentang kondisi lokasi penelitian kemudian dibuat rancangan sementara zona inti KKLD Pulau Pasi;

c. Melakukan survey, pengumpulan data dan informasi serta verifikasi tentang kondisi lapangan;

d. Menawarkan rancangan sementara zona inti KKLD kepada stakeholder (masyarakat, nelayan, pemerintah daerah terkait);

e. Pengumpulan persepsi masyarakat dan pemerintah lokal tentang kegiatan apa saja yang dapat dilakukan di dalam KKLD;

f. Melakukan analisis dan kompilasi data untuk kemudian di overlay sehingga didapatkan model zonasi multiguna KKLD Pulau Pasi;

g. Pembuatan peta KKLD yang didalamnya termasuk batas KKLD dan zonasi multiguna.

3.3 Rancangan Penelitian

3.3.1 Jenis Data dan Instrumen

Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua) macam, yaitu data primer dan sekunder.

a. Data primer, berupa data kondisi biofisik lokasi penelitian dan kondisi sosial budaya. Jenis data biofisik yang diambil berupa persentase tutupan karang dan kepadatan ikan karang (ikan target/ekonomis penting dan ikan indikator). Data sosial mencakup informasi tentang kondisi umum nelayan dan persepsi atau keinginan masyarakat dan pemerintah daerah tentang rancangan zonasi multiguna KKLD.

(48)

Instrumen yang digunakan pada saat pengolahan sampai dengan penyusunan thesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Perangkat keras yang terdiri dari satu set komputer jinjing (Notebook); b. Perangkat lunak yang terdiri dari Ms Excel, Ms Word dan Arcview 3.3; c. GPS (Global Positioning System), alat ukur untuk mengetahui posisi dan

koordinat lintang dan bujur di permukaan bumi;

d. Citra satelit Lansat 7 ETM+ hasil olahan dan Peta Laut terbitan Dishidros AL.

3.3.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pengamatan, pengukuran dan telaah langsung di lapangan dengan alat bantu instrument yang telah disiapkan. Pengumpulan data ekologi dilakukan secara visual dengan alat bantu Scuba Set.

3.3.2.1Parameter Fisika Kimia Perairan

Pengukuran parameter fisika kimia perairan yang diamati pada masing-masing stasiun penelitian merupakan data pendukung yang akan digunakan dalam menganalisis kondisi lingkungan penelitian. Parameter yang telah ditentukan kemudian diukur langsung dilapangan dengan menggunakan instrumen yang telah disipkan sehingga hasilnya didapatkan langsung melalui pembacaan skala yang ditunjukkan oleh instrumen yang digunakan tersebut.

Pengukuran parameter fisika kimia perairan yang diamati pada setiap stasiun meliput i kedalaman, suhu, salinitas, kecerahan, kecepatan arus, pH, oksigen terlarut, serta substrat dasar dilakukan dengan metode sebagai berikut: a. Kedalaman

(49)

b. Suhu dan Salinitas

Pada pengukuran parameter suhu perairan dan salinitas dilakukan dengan menggunakan alat Thermometer dan Hand-refraktometer dengan membaca skala yang ditunjukkan oleh instrumen tersebut.

c. Arus

Kecepatan arus diukur dengan menggunakan floater drudge pada setiap lokasi pengamatan, arah arus ditentukan dengan menggunakan kompas, yakni menentukan posisi titik awal pelepasan Floater drauge sampai pada posisi terakhirnya terakhirnya. Waktu yang ditempuh Floater drauge sampai talinya menegang kemudian dicatat untuk perhitungan kecepatan arus.

d. Oksigen terlarut dan pH

Pada pengukuran parameter oksigen terlarut (DO) dan pH dilakukan dengan menggunakan alat DO meter dan pH meter dengan membaca skala yang ditunjukkan oleh instrumen tersebut

3.3.2.2Kondisi Terumbu Karang

(50)

Tabel 2 Bentik kategori dalam pengambilan data kondisi terumbu karang

BENTUK DESKRIPSI

ACB Acropora bentuk koloni bercabang ACT Acropora bentuk koloni mendatar / meja ACS Acropora bentuk koloni sub massive ACE Acropora bentuk koloni merayap ACD Acropora bentuk koloni menjari

CM Non Acropora dengan bentuk koloni Massive CS Non Acropora dengan bentuk koloni Sub Massive CF Non Acropora dengan bentuk koloni lembaran CE Non Acropora dengan bentuk koloni merayap CB Non Acropora dengan bentuk koloni bercabang AA Pertumbuhan makro algae yang mengelompok CA Algae berkapur

CHL Karang genus Heliopora CME Karang genus Millepora CMR Karang dari famili Fungiidae

DC Karang baru mati (bleaching)

DCA Karang mati sudah ditumbuhi algae tapi masih kelihatan bentuk koloninya HA Makroalgae dari genus Hallimeda

MA Makroalgae

OT Biota-biota yang berassosiasi dengan terumbu karang

R Patahan karang mati, masih terpisah dan belum ditumbuhi coraline algae RCK Batuan beku atau cadas

S Pasir

SC Soft Coral

SI Pasir halus/lumpur

SP Sponge

TA Makroalgae berbentuk filamen ZO Biota Zooanthid

Sumber: English et al. 1997; Coremap II-LIPI 2007

3.3.2.3Ikan Karang

Pengambilan data ikan karang menggunakan metode Underwater Fish Visual Census (UVC) dengan melakukan pencatatan jumlah ikan yang nampak dalam daerah transek sabuk, dimana posisi dan panjang transek ini sama dengan posisi LIT. Sensus dilakukan dengan radius pandang 5 (lima) meter di atas jalur transek yang telah di pasang (2.5 m sebelah kiri dan 2.5 m sebelah kanan garis transek) sehingga luas bidang yang teramati pada setiap transeknya adalah 5 x 50m = 250 m2

a. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasanya mereka menjadikan terumbu karang sebagai tempat

(51)

pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target ini diwakili famili Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Nemipteridae, Caesionidae, Siganidae, Haemulidae dan Acanthuridae;

b. Ikan-ikan indikator, yaitu jenis-jenis ikan karang yang khas mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut. Ikan-ikan indikator diwakili famili Chaetodontidae, Pomachantidae, Zanclidae, dan beberapa spesies dari famili Acanthuridae, Scorpaenidae, Balistidae dan Scaridae;

c. Ikan-ikan major, merupakan jenis-jenis ikan berukuran kecil, 5–25 cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili famili Pomacentridae, Apogonidae, Labridae, dan Blenniidae. Metode LIT dan UVC seperti pada gambar dibawah ini:

Gambar 3 Metode LIT dan UVC. 3.3.2.4Kondisi Sosial Masyarakat

Pengambilan data sosial dilakukan pada ketiga desa yang ada di Pulau Pasi, pemilihan responden dilakukan secara sengaja (purposive sampling) yaitu dengan memilih masyarakat yang terdiri dari dari nelayan, tokoh masyarakat dan aparat pemerintah yang ditemui dilapangan. Pengumpulan data melalui wawancara dengan responden (interview) dan pengamatan lapangan (observasi) dengan menggunakan kuisioner.

Pengumpulan data persepsi masyarakat tentang keberadaan KKLD dan rencana zonasinya juga dibutuhkan sebagai data tambahan yang dapat mendukung dalam penetapan Pulau Pasi sebagai KKLD di Kabupaten Selayar. Responden

50 m

(52)

juga diberikan kesempatan untuk menilai dan memberi masukan pada rancangan zonasi multiguna KKLD Pulau Pasi berdasarkan kepentingan dan kebutuhan mereka serta memetakan daerah yang biasanya dijadikan sebagai lokasi penangkapan.

Selain itu juga dibutuhkan informasi seluruh stakeholder (masyarakat, nelayan, pemerintah daerah) tentang kegiatan apa saja yang ingin atau dapat dilakukan didalam KKLD. Hal ini tentunya diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam model pengelolaan KKLD di Pulau Pasi.

3.3.2.5Data Sekunder

Data sekunder bersumber dari data dan informasi yang relevan dengan penelitian, yang diinventarisir dari berbagai sumber yaitu dari berbagai lembaga/instansi terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, COREMAP II Selayar, Badan Pusat Statistik.

3.4 Batas dan Zonasi KKLD

Penentuan batas dan zonasi multiguna Kawasan Konservasi Laut Daerah akan mempermudah pemerintah daerah dalam upaya pelestarian dan monitoring terhadap ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Tahapan pembuatan peta zonasi dan batas KKLD disajikan dibawah ini:

Gambar 4 Bagan tahapan pembuatan peta zonasi KKLD.

Data dan Informasi

Awal

Peta Awal

Konsultasi Publik Survey

Lapangan

Proses Overlay

(53)

3.4.1 Penentuan Rancangan Sementara

Penentuan rancangan awal zona inti ini dilakukan sebelum kegiatan survey berdasarkan informasi dan data sekunder yang telah ada. Dengan ditetapkannya rancangan zona inti akan memudahkan untuk melakukan kegiatan tahap selanjutnya. Rancangan awal ini kemudian akan ditawarkan ke stakeholder.

3.4.2 Konsultasi Publik

Setelah penyusunan peta rancangan sementara zona inti KKLD, kemudian dilakukan konsultasi publik dengan mengumpulkan informasi tentang persepsi stakeholder terhadap rancangan awal yang ditawarkan. Data ini juga dikompilasi dengan data hasil wawancara tentang kondisi sosial masyarakat setempat dan data biofisik hasil survey.

3.4.3 Pembuatan Peta KKLD

Data-data tersebut diatas kemudian dianalisis dan dilakukan tahapan interpretasi dari setiap komponen data tersebut, yaitu: (1) pembobotan dan skoring, (2) overlay, dan (3) pembuatan peta batas dan zonasi muiltiguna kawasan konservasi laut. Berikut adalah contoh penyajian batas KKLD:

Tabel 3 Contoh batas kawasan konservasi laut daerah

No Titik Sistem Koordinat

Bujur Timur (BT) Lintang Selatan (LS) 1

Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis sesuai dengan informasi yang dibutuhkan.

3.5.1 Data Biofisik

Analisa data biologi (English et al. 1997; COREMAP II-LIPI 2007; CRITC-LIPI 2006):

Gambar

Tabel 1 Zonasi dan kegiatan di Great Barrier Reef Australia
Gambar 2 Peta lokasi penelitian.
Tabel 2 Bentik kategori dalam pengambilan data kondisi terumbu karang
Gambar 4 Bagan tahapan pembuatan peta zonasi KKLD.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan surat nomor : 027/ 23.13/ POKJA63.BB-PS/ DI SBUN/ 2017/ Adm.PPBJ-C tanggal 26 Mei 2017 hal Berita Acara Hasil Pelelangan Sederhana Paket/ Pekerjaan tersebut di atas

Pasar konsumen adalah pasar yang dimana pembelinya adalah individual yang membeli produk untuk digunakan atau disewakan.Tujuan pemasaran adalah memenuhi dan memuaskan kebutuhan

menumbuhkan dan meningkatkan kualitas dan kreatifitas Siswa serta Guru Sekolah Menengah Atas Namira, diadakan pelatihan berbasis teknologi Program Geographical Information

2. Kalau ada suatu materi yang akan diatur dalam produk hukum d i Daerah, yang tidak adalandasan yuridis secara tegas dalam suatu peraturan perundang-undangan atau tidak ada

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan mulsa plastik hitam perak dan pola jarak tanam 20x20 cm (persegi) merupakan kombinasi perlakuan terbaik karena memiliki berat

Untuk nilai stabilitas campuran aspal porus menggunakan agre- gat gravel dan kerikil bergradasi seragam lebih besar dibandingkan dengan yang menggunakan gradasi

Positioner dalam suatu unit control valve memiliki fungsi yaitu untuk memastikan posisi yang benar sesuai input sinyal kontrol untuk mengirimkan permintaan membuka atau

Penguangan dalam sebuah masalah pada jumlah keil dari !ariable '% dalam hidrodinamik dan E dalam gas dinamik(, tidak terjadi masalah yang sepele, tetapi sebuah hasil