EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK DALAM
MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA
(Pra Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Oleh
Noviliana Latifah
0802878
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012
EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK DALAM
MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA
(Pra Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Oleh
Noviliana Latifah
0802878
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Noviliana Latifah 2012
Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2012
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
NOVILIANA LATIFAH NIM. 0802878
EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK DALAM MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA
(Pra Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :
Pembimbing I
Dr. M. Solehuddin, M.A., M.Pd. NIP. 19620208 198501 1 002
Pembimbing II
Dr. Anne Hafina, M.Pd. NIP. 19600704 198601 2 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Noviliana Latifah, 0802878. (2012). Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013).
Penelitian berangkat dari fenomena penyesuaian diri siswa SMP yang cenderung maladjustment. Penelitian ini memfokuskan pada implementasi model permainan kelompok, yaitu suatu rencana atau pola kegiatan bimbingan kelompok dengan menggunakan tahap-tahap dinamika kelompok untuk mengembangkan kemampuan penyesuaian diri siswa kelas VIII. Metode penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimen dengan desain penelitian one group pretest posttest design dan pendekatan penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Subjek penelitian yakni siswa kelas VIII yang ditentukan secara non-random menggunakan teknik
purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah
Angket/Kuesioner penyesuaian diri siswa. Hasil penelitian menunjukkan: (1) secara umum kategori penyesuaian diri siswa SMPN 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013 adalah sedang, (2) hasil uji-t menunjukkan bahwa secara umum intervensi permainan kelompok efektif meningkatkan penyesuaian diri siswa SMP. Saran penelitian ini untuk (1) guru BK dapat menggunakan program intervensi permainan kelompok untuk mengembangkan penyesuaian diri kepada siswa SMP. (2) peneliti selanjutnya diharapkan mampu melakukan penelitian dengan memperhatikan aspek- aspek penyesuaian diri pada siswa.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ...iError! Bookmark not defined.
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GRAFIK ... viii DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Struktur Organisasi ... 10
BAB II MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA MELALUI PERMAINAN KELOMPOK ... 12
A. Karakteristik Siswa SMP Sebagai Remaja ... 12
1. Aspek-Aspek Perkembangan Remaja ... 12
2. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja ... 15
B. Penyesuaian Diri ... 15
1. Konsep Dasar Penyesuaian Diri ... 15
2. Karakteristik Penyesuaian Diri ... 20
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 26
4. Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Pada Remaja ... 28
C. Permainan Kelompok ... 29
1. Konsep Dasar Permainan Kelompok ... 29
2. Karakteristik Permainan ... 31
3. Langkah-Langkah Permainan Kelompok ... 32
4. Rasional Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa ... 35
BAB III METODE PENELITIAN... 42
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 42
B. Desain dan Metode Penelitian ... 43
C. Definisi Operasional Variabel ... 44
D. Instrumen Penelitian ... 49
E. Proses Pengembangan Instrumen ... 51
F. Teknik Pengumpulan Data ... 54
G. Analisis Data ... 54
H. Langkah-Langkah Penelitian ... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57
A. Hasil Penelitian ... 57
1. Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa Kelas VIII SMPN 45 Bandung 57 2. Hasil Uji Kelayakan Program Intervensi Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa ... 61
3. Proses Pelaksanaan Program Intervensi Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa ... 70
4. Efektivitas Permainan Kelompok terhadap Peningkatan Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa ... 84
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 91
1. Gambaran Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa Kelas VIII SMPN 45 Bandung ... 91
2. Pengaruh Pelaksanaan Permainan Kelompok terhadap Peningkatan Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa ... 98
C. Keterbatasan Penelitian ... 104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 105
A. Kesimpulan ... 105
B. Saran ... 106
DAFTAR PUSTAKA ... 107
DAFTAR LAMPIRAN ... 112
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar, dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara (Undang-Undang No. 20
Tahun 2003:pasal 1 ayat 1).
Sukmadinata (2007:13) menyatakan bahwa untuk tercapainya pribadi yang
berkembang kegiatan pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh. Kegiatan
pendidikan tidak hanya mencakup kegiatan instruksional (pengajaran), melainkan
meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi
mendapat pelayanan sehingga dapat berkembang secara optimal. Kegiatan
pendidikan yang diinginkan tersebut adalah kegiatan pendidikan yang ditandai
dengan pengadministrasian yang baik, kurikulum beserta proses pengajaran yang
memadai, dan pelayanan pribadi kepada anak didik melalui bimbingan.
Bimbingan konseling sebagai bagian integral dari proses pendidikan
memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam pengembangan kualitas
manusia Indonesia yang telah diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional
(Undang-Undang No 20 tahun 2003) yaitu : (1) beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan
keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki
kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif
(yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa
memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan
proses yang menghantarkan peserta didik kearah pencapaian perkembangan diri
yang optimal. Hal ini karena peserta didik sedang berkembang ke arah
kematangan atau kemandirian.
Peserta didik sebagian besar adalah remaja yang memiliki karakteristik,
kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Masa remaja,
menurut batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara
12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga,
yaitu: 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja
pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir. (Desmita, 2008:190).
Tetapi Monks, Knoers 7 Haditono (Desmita, 2008:190) membedakan masa
remaja atas empat bagian, yaitu: (1) masa pra- remaja atau pra-pubertas (10-12
tahun), (2) masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun), (3) masa remaja
pertengahan (15-18 tahun) dan (4) masa remaja akhir (18-21 tahun). Pada masa
remaja awal atau pubertas (12-15 tahun) umumnya anak sedang duduk dibangku
sekolah menengah.
Remaja adalah sosok individu yang menarik karena pada usia ini individu
belajar menampikan diri sebagai orang dewasa dengan modal dasar puncak
potensi perkembangan. Dalam keremajaannya individu dihadapkan pada sejumlah
tantangan baik yang datang dari diri sendiri, keluarga, sekolah, maupun
masyarakat. Lingkungan sekitar, negara maupun dunia secara global. Untuk dapat
menghadapi tantangan tersebut individu perlu memiliki kemampuan dan
keterampilan pribadi, sehingga secara fisik, mental, maupun sosial remaja tumbuh
dan berkembang menjadi orang dewasa yang bijaksana secara sehat. (Yustiana,
2002:1). Remaja mengembangkan konsep diri sesuai dengan cara pandang diri
terhadap diri dan bagaimana lingkungan memandang dan menempatkan dirinya.
Kemampuan remaja untuk beradaptasi dengan tuntutan lingkungan dimaknai oleh
remaja sebagai upaya remaja untuk bergaul.
Menurut Yusuf (2006:10) pada masa remaja berkembang social cognition,
yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain
sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai
mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya baik dengan pria
maupun wanita mendorong remaja untuk berperan dan berhubungan dengan lebih
akrab terhadap lingkungannya, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, teman
sebaya, maupun masyarakat. Kondisi demikian menuntut remaja memiliki
kemampuan penyesuaian diri.
Schneiders (1964:429) mengemukakan penyesuaian (adjustment) adalah
suatu proses yang melibatkan respon- respon mental dan perbuatan dalam upaya
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketegangan, frustrasi dan konflik
secara sukses, serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan
dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup. Selanjutnya dia
menjelaskan ciri-ciri orang yang well adjusted, yaitu mampu merespon
(kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome).
Seorang remaja dikatakan memiliki penyesuaian yang baik (well adjustment)
apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar,
tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma.
Penyesuaian diri ini merupakan salah satu persyaratan penting bagi
terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak
mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya karena ketidakmampuannya
dalam menyesuaikan diri. Menurut Kartono (Citaripah, 2011:2), semua tingkah
laku manusia pada hakikatnya merupakan respon penyesuaian diri. Dengan
demikian penyesuaian diri mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia.
Hurlock (1992:213) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan
tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus
menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum
pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan
keluarga dan sekolah. Dikatakan tersulit dalam penyesuaian diri, menurut
Elizabeth B. Hurlock kerena meningkatnya pengaruh kelompok sebaya,
perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokkan sosial yang baru, nilai-nilai
baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan
mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak
penyesuaian baru.
Proses penyesuaian diri dapat menimbulkan masalah dan dilema bagi
remaja. Hurlock mengemukakan bahwa di satu sisi remaja dituntut untuk patuh
pada orang tua dan guru, di sisi lain mereka dituntut untuk berlaku konform
dengan teman sebaya agar dapat diterima dalam kelompoknya. Padahal di antara
kedua tuntutan tersebut seringkali tidak sejalan, akibatnya seringkali timbul
konflik antara remaja dengan orang tua atau otoritas yang ada. Dengan demikian,
tampaknya penyesuaian diri bukanlah hal yang mudah untuk dicapai remaja.
Fenomena kenakalan remaja yang mengindikasikan adanya penyesuaian
diri yang salah yang diberitakan dalam berbagai forum dan media dianggap
semakin membahayakan. Berbagai macam kenakalan remaja yang ditunjukkan
akhir-akhir ini seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, mabuk-
mabukan, pencurian, penganiayaan dan penyalahgunaan obat-obatan seperti
narkotika dan perilaku seksual yang tidak sah atau menyimpang menjadi
fenomena mengerikan di kalangan remaja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh majalah Sabili Tahun 2004 (dalam
Yusuf, 2004:98) tentang penyimpangan seksual di kalangan remaja, yaitu: (1)
hasil penelitian Yayasan Priangan Jawa Barat di tujuh kota besar di Jabar
menunjukkan bahwa sebanyak 21% siswa SLTP dan 35% siswa SMU disinyalir
telah melakukan homo seksual; (2) hasil survey Pelajar Islam Indonesia (PII)
dengan menyebar angket 400 responden yang berusia antara 12-24 tahun yang
berdomisili di berbagai kota di Jawa Barat menunjukkan bahwa 75% pelajar dan
mahasiswa telah melakukan penyimpangan perilaku, seperti tawuran, dan
narkoba; 45% melakukan penyimpangan seksual, dan diantaranya 25% pelajar
pria melakukan homoseksual. Data mutakhir koran Pikiran Rakyat (13/8/08)
melaporkan 52% remaja laki- laki- perempuan usia 15-24 tahun mengaku pernah
berhubungan seks.
Selain itu Makmun (Solehuddin, 2008:15) menjelaskan masalah-masalah
yang muncul sehubungan dengan perkembangan remaja, diantaranya:
dapat berupa kecanggungan dalam bergaul, penolakan diri (self rejection)
perasaan malu- malu, atau melakukan penyimpangan perilaku seksual; sedangkan
berkenaan dengan segi perkembangan bahasa dan perilaku kognitif
permasalahannya dapat berupa bersikap negatif terhadap guru dan pelajaran,
merasa rendah diri (inferiority complex), merasa kesulitan dalam memilih bidang
pendidikan (jurusan, program studi, atau jenis sekolah) yang cocok. Tawuran
remaja, konflik dengan orang tua, minum obat-obat terlarang, dan bentuk- bentuk
kenakalan remaja lainnya adalah masalah-masalah remaja yang terutama
berkenaan dengan segi perkembangan perilaku sosial, moralitas, dan religius;
sedangkan ikut-ikutan dalam kegiatan destruktif spontan untuk melampiaskan
ketegangan emosinya, dan dialaminya adolesentisme adalah masalah remaja yang
berkaitan dengan perkembangan perilaku afektif, konatif dan kepribadian.
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari guru BK dan hasil observasi
langsung selama melaksanakan program latihan profesi di lapangan, banyak sekali
ditemukan siswa bermasalah. Adapun masalah tersebut, yaitu pelanggaran tata
tertib, kecenderungan masuk ke kelas terlambat, membolos, perkelahian,
rendahnya prestasi yang dicapai siswa, menurunnya semangat belajar yang
disebabkan dari masalah-masalah pribadi, bahkan ada beberapa siswa yang acuh
tak acuh dalam menerima pelajaran. Perilaku tersebut dapat dijadikan indikator
bahwa mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Apabila
hal ini dibiarkan, akan menghambat proses perkembangan diri dan perwujudan
diri yang bermakna sesuai dengan tujuan pendidikan.
Upaya untuk mengembangkan penyesuaian diri yang telah dipaparkan di
atas dapat dikemas dalam suatu bentuk kegiatan layanan bimbingan kelompok.
Bimbingan kelompok sangat bermanfaat bagi siswa karena melalui interaksi
dengan anggota-anggota kelompok mereka dapat memenuhi beberapa kebutuhan
psikologis seperti kebutuhan menyesuaikan diri dengan teman sebaya dan
diterima oleh mereka, kebutuhan untuk saling berbagi pengalaman, kebutuhan
untuk menemukan nilai-nilai yang ada di sekitar sebagai pedoman, serta
Salah satu bentuk metode bimbingan kelompok yang dapat diberikan pada
siswa SMP untuk mengembangkan penyesuaian diri adalah dengan permainan
kelompok. Permainan kelompok sangat mungkin diberikan pada siswa SMP
karena sesuai dengan karakteristik perkembangan yang berada pada taraf
operasional formal. Maka bentuk kegiatan permainan kelompok dipandang dapat
membantu mengembangkan penyesuaian diri. Selain itu permainan kelompok
memiliki unsur terapeutik karena dalam permainan terdapat unsur-unsur yang
merangsang dan melatih siswa untuk meningkatkan kemampuannya pada hal-hal
tertentu yang tidak dimilikinya dan mengurangi atau menghilangkan hal-hal yang
merupakan masalah (Nugraha, 2009:13).
Alasan menggunakan permainan dalam kelompok (Rusmana, 2009:22)
adalah sebagai berikut.
1. Mengembangkan diskusi dan partisipasi. Penggunaan permainan dalam
kelompok seringkali dapat meningkatkan partisipasi anggota kelompok
dengan cara memberikan mereka pengalaman umum. Permainan dapat
menjadi cara untuk menstimulasi minat dan energi anggota kelompok.
2. Memfokuskan kelompok. Suatu permainan dapat digunakan untuk
memfokuskan anggota pada suatu isu atau topik yang umum.
3. Mengangkat suatu fokus. Konselor bisa juga menggunakan permainan
untuk mengangkat suatu fokus.
4. Memberi kesempatan untuk pembelajaran eksperiensial. Permainan untuk
memberikan suatu pendekatan alternatif dalam mengeksplorasi persoalan-
persoalan, hal ini dapat dilakukan melalui diskusi sederhana.
5. Memberi konselor informasi yang berguna. Permainan berguna juga untuk
mendapatkan informasi dari anggota kelompok dalam diskusi.
6. Memberikan kesenangan dan relaksasi. Permainan tertentu dapat
melonggarkan suasana dalam kelompok melalui canda tawa dan relaksasi.
7. Meningkatkan level kenyamanan. Permainan dapat digunakan untuk
meningkatkan level kenyamanan dalam kelompok. Permaian untuk
meningkatkan keakraban sehingga menambah rasa nyaman diantara
Perkembangan siswa tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik,
psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan.
Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi atau di luar jangkauan
kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku peserta
didik, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah
pribadi atau penyimpangan perilaku. Upaya menangkal dan mencegah
perilaku-perilaku yang tidak diharapkan tersebut dapat ditempuh dengan cara
mengembangkan potensi peserta didik dan memfasilitasi mereka secara sistematik
dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Hal tersebut
senada dengan tujuan bimbingan dan konseling secara umum, yakni membantu
peserta didik untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara
optimal.
Dengan latar belakang penelitian tersebut peneliti mencoba menguji
seberapa besar efektivitas permainan kelompok untuk mengembangkan
penyesuaian diri siswa SMP.
B.Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan fakta empiris mengenai temuan penyesuaian diri di atas,
maka diperlukan bimbingan dan konseling sekolah sebagai salah satu layanan
interpersonal yang memiliki posisi strategis untuk membantu peserta didik dalam
memfasilitasi perkembangan potensi yang mereka miliki. Penyelenggaraan
layanan bimbingan dan konseling diharapkan mampu membantu individu
memahami diri sendiri, orang lain dan lingkungannya, serta dapat menyesuaikan
dalam merealisasikan fungsi-fungsi kehidupan dan memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya.
Individu sejak lahir telah dihadapkan dengan lingkungan yang menjadi
sumber stress. Cara-cara yang dilakukan untuk menghadapi lingkungan (stress)
beranekaragam, dan keberhasilannya juga beranekaragam. Bagi individu yang
gagal akan mengalami maladjusment yang ditandai dengan perilaku menyimpang
dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di lingkungan atau gangguan
mengalami tekanan (pressure) dari lingkungan atau ia mengalami hambatan
dalam memenuhi kebutuhannya yang mengakibatkan frustrasi dan ia tidak mampu
mengatasinya. Dalam menghadapi stress ini akan sangat dipengaruhi oleh
individu yang bersangkutan, bagaimana kepribadiannya, persepsinya, dan
kemampuannya dalam menyelesaiakan masalah (Haeny, 2010:16).
Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik mempunyai
kemampuan untuk mereaksi kebutuhan atau tuntutan lingkungannya secara
matang, sehat dan efisien, sehingga dapat memecahkan konflik-konflik mental,
frustrasi, dan kesulitan-kesullitan pribadi dan sosialnya tanpa mengembangkan
tingkah laku simtomatik (seperti rasa cemas, takut, khawatir, obsesi, pobia atau
psikosomatik). Dia adalah orang yang berupaya menciptakan hubungan
interpersonal dan suasana yang saling menyenangkan yang berkontribusi kepada
perkembangan kepribadian yang sehat. (Yusuf, 2004:29).
Semiun (2006:37) berpendapat bahwa orang yang dapat menyesuaikan diri
dengan baik dapat bereaksi secara efektif terhadap situasi-situasi yang berbeda,
dapat memecahkan konflik-konflik, frustrasi-frustrasi, dan masalah-masalah tanpa
menggunakan tingkah laku simtomatik. Karena itu individu tersebut bebas dari
simtom-simtom, seperti kecemasan kronis, obsesi, atau gangguan-gangguan
psikofisiologis (psikosomatik). Ia menciptakan dunia hubungan antarpribadi dan
kepuasan-kepuasan yang ikut menyumbangkan kesinambungan pertumbuhan
pribadi.
Dalam konteks pendekatan yang dapat digunakan untuk membantu peserta
didik mengembangkan penyesuaian diri dikemas dalam suatu bentuk kegiatan
layanan bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok sangat bermanfaat bagi
siswa karena melalui interaksi dengan anggota-anggota kelompok mereka dapat
memenuhi beberapa kebutuhan psikologis seperti kebutuhan menyesuaikan diri
dengan teman sebaya dan diterima oleh mereka, kebutuhan untuk saling berbagi
pengalaman, kebutuhan untuk menemukan nilai-nilai yang ada di sekitar sebagai
pedoman, serta kebutuhan lebih demokratis dan mandiri. Sukmadinata (2007:31)
menjelaskan bahwa bimbingan yang mendorong kegiatan umumnya dilakukan
mendorong peserta didik untuk saling menyesuaikan diri, menyalurkan
dorongan-dorongan mereka, mengembangkan kemampuan tertentu, mengadakan katarsis,
sublimasi, kompensasi, tukar menukar pengalaman dan ide-ide serta menangani
ketegangan-ketegangan.
Salah satu bentuk metode bimbingan kelompok yang dapat diberikan pada
siswa SMP untuk mengembangkan penyesuaian diri adalah dengan permainan
kelompok. Permainan kelompok sangat mungkin diberikan pada siswa SMP
karena sesuai dengan karakteristik perkembangan yang berada pada taraf
operasional formal. Maka bentuk kegiatan permainan kelompok dipandang dapat
membantu mengembangkan penyesuaian diri. Selain itu permainan kelompok
memiliki unsur terapeutik karena dalam permainan terdapat unsur-unsur yang
merangsang dan melatih siswa untuk meningkatkan kemampuannya pada hal-hal
tertentu yang tidak dimilikinya dan mengurangi atau menghilangkan hal-hal yang
merupakan masalah (Nugraha, 2009:13). Berdasarkan permasalahan tersebut,
maka masalah utama yang akan diteliti adalah “Apakah permainan kelompok efektif dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa SMP?”
Dari identifikasi masalah tersebut dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut.
1. Bagaimana gambaran kemampuan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP
Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013?
2. Bagaimana rancangan permainan kelompok dalam mengembangkan
penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran
2012/2013?
3. Apakah permainan kelompok efektif dalam mengembangkan penyesuaian
diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013?
C.Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran
empirik mengenai efektivitas permainan kelompok dalam mengembangkan
1. Memperoleh gambaran kemampuan penyesuaian diri siswa SMP VIII
SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013 secara umum, per aspek
dan pada kelas eksperimen.
2. Merumuskan rancangan permainan kelompok dalam mengembangkan
penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran
2012/2013.
3. Menguji efektivitas permainan kelompok dalam mengembangkan
penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran
2012/2013.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang ingin dicapai antara lain:
1. Konselor dan pihak lainnya.
Diharapkan penelitian ini menjadi acuan dalam mengembangkan
penyesuaian diri siswa yang tidak baik di sekolah sehingga hasil penelitian ini
dapat dikembangkan kembali oleh konselor dalam melakukan intervensi dalam
berbagai setting pendidikan.
2. Bagi Pihak Sekolah
Penelitian ini diharapkan menjadi pedoman praktis dalam memberikan
layanan bimbingan untuk mengembangkan kemampuan penyesuaian diri siswa
melalui permainan kelompok.
E. Struktur Organisasi
Bab I berisikan Pendahuluan yang terdiri atas: latar belakang penelitian,
identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
struktur organisasi.
Bab II Kajian Pustaka. Kajian pustaka mencakup karakteristik siswa SMP
sebagai remaja, konsep dasar kemampuan penyesuaian diri siswa, dan konsep
dasar permainan kelompok.
Bab III memaparkan metode penelitian yang meliputi lokasi dan subjek
instrumen penelitian, proses pengujian instrumen, teknik pengumpulan data, dan
analisis data.
Bab IV adalah Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab hasil penelitian dan
pembahasan terdiri dari dua hal utama, yakni: (a) pengolahan atau analisis data
untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan penelitian; (b) pembahasan dan
analisis hasil temuan.
Bab V meliputi Kesimpulan dan Saran. Bab kesimpulan dan saran
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian adalah SMPN 45 Bandung yang terletak di Jalan
Yogyakarta No. 1 Bandung. Sekolah ini memiliki latar belakang ekonomi, dan
sosial budaya siswa yang relatif heterogen. Populasi dari penelitian ini adalah
keseluruhan siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013, dengan
pertimbangan sebagai berikut.
1. Siswa kelas VIII berada dalam rentang usia remaja, yaitu berkisar antara
13-15 tahun sehingga pada masa ini berkembang social cognition, yaitu
kemampuan untuk memahami orang lain yang mendorong remaja untuk
berperan dan berhubungan dengan lebih akrab terhadap lingkungannya, baik
dalam lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat.
Kondisi demikian menuntut remaja memiliki kemampuan penyesuaian diri
yang baik.
2. SMPN 45 Bandung berada di daerah kota dengan latar belakang siswa yang
beragam sehingga secara tidak langsung memberikan dampak pada gaya
hidup, pola pikir dan pergaulan siswa.
Jumlah populasi penelitian pada setiap kelasnya terinci pada tabel sebagai
Sampel penelitian diambil menggunakan teknik purposive sampling, yaitu
teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai
pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Arikunto, 2009:97).
Pertimbangan pengambilan sampel pada penelitian ini adalah tingkat penyesuaian
diri pada populasi penelitian yang berada pada tingkatan rendah dan sedang yang
diungkap melalui Instrumen Penyesuaian Diri Siswa. Jadi dalam penelitian
eksperimen ini pengambilan sampel menggunakan seluruh subjek dalam
rombongan belajar (intact group) untuk diberi perlakuan (treatment), bukan
menggunakan subjek yang diambil secara acak.
Berdasarkan pengolahan skor dari penyesuaian diri siswa dengan jumlah
populasi 371 siswa, bahwa kelas yang akan dijadikan kelas eksperimen/sampel
penelitian adalah kelas VIII E, dengan asumsi bahwa kelas tersebut memiliki
pencapaian kemampuan penyesuaian diri yang paling rendah dibanding dengan
kelas dalam satu angkatannya. Siswa kelas tersebut akan memperoleh intervensi
berupa permainan kelompok. Banyaknya sampel dalam penelitian ini adalah 35
siswa yang terdiri 16 orang laki-laki dan 19 orang perempuan. Pelaksanaan
intervensi melibatkan seluruh anggota siswa kelas VIII E dengan hasil
penyesuaian diri berkategori tinggi, sedang dan rendah, karena permainan
kelompok memanfaatkan aspek-aspek positif kesadaran afektif dan dinamika
kelompok yang memungkinkan peserta dan kelompok berkembang melebihi diri
mereka sendiri untuk memahami hakikat beberapa masalah sosial dan
memberikan alat untuk merespon masalah-masalah tersebut.
B. Desain dan Metode Penelitian
Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan yang
memungkinkan dilakukannya pencatatan data berupa angka-angka, pengolahan
statistik, struktur dan percobaan kontrol (Sukmadinata, 2008:53). Pendekatan
kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data numerikal berupa persentase
kemampuan penyesuaian diri pada siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung dan
Metode penelitian yang digunakan adalah Weak Experiments (Pra-
Eksperimen) yaitu metode penelitian eksperimen yang desain dan perlakuannya
seperti eksperimen tetapi tidak ada pengontrolan variabel sama sekali
(Sukmadinata, 2008; Sugiyono, 2008). Desain penelitian One-Group
Pretest-Posttest Design yakni desain eksperimen dengan memberikan test sebelum dan
sesudah diberikan perlakuan atau eksperimen. Desain penelitian digunakan untuk
memperoleh gambaran keefektifan permainan kelompok dalam mengembangkan
penyesuaian diri siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung. Adapun desain
penelitiannya adalah sebagai berikut.
Dimana O1 adalah hasil pengukuran (observasi) yang dilakukan sebelum
perlakuan (treatment) atau pra-uji, X adalah pemberian perlakuan (treatment), dan
O2 adalah hasil pengukuran (observasi) setelah pemberian treatment (pasca-uji).
C. Definisi Operasional Variabel
Terdapat dua variabel utama dari tema penelitian yaitu penyesuaian diri
siswa dan permainan kelompok. Definisi operasional variabel diuraikan sebagai
berikut.
1. Penyesuaian Diri
Untuk menghindari berbagai penafsiran terhadap definisi yang digunakan,
perlu dijelaskan yang dimaksud dengan penyesuaian diri siswa.
Menurut Schneiders (1964:429) penyesuaian (adjustment) adalah suatu
proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan dalam upaya
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketegangan, frustrasi dan konflik
secara sukses, serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan
dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup. Ciri-ciri orang
yang well adjusted, yaitu mampu mengontrol diri, terhindar dari
mekanisme-mekanisme pertahanan psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki
pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk
mengembangkan kualitas diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta
bersikap objektif dan realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah) secara
matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome).
Penyesuaia diri menurut Sunarto (2002:221) adalah suatu proses. Dan
salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya ialah memiliki
kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap
diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. Pendapat Sunarto senada dengan
pendapat Fahmi (1982:24) yang mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah
proses dinamis terus-menerus yang bertujuan untuk mengubah perilaku guna
mendapatkan hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungannya.
Semiun (2006:37) berpendapat orang yang dapat menyesuaikan diri
dengan baik dapat bereaksi secara efektif terhadap situasi-situasi yang berbeda,
dapat memecahkan konflik-konflik, frustrasi-frustrasi, dan masalah-masalah tanpa
menggunakan tingkah laku simtomatik. Karena itu individu tersebut bebas dari
simtom-simtom, seperti kecemasan kronis, obsesi, atau gangguan-gangguan
psikofisiologis (psikosomatik). Ia menciptakan dunia hubungan antarpribadi dan
kepuasan-kepuasan yang ikut menyumbangkan kesinambungan pertumbuhan
pribadi.
Secara operasional penyesuaian diri yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah proses menyelaraskan diri dengan norma dan tuntutan lingkungan sekolah
agar dapat berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan menghadapi persoalan
diantaranya; mampu mengontrol diri, terhindar dari mekanisme-mekanisme
pertahanan psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan
dan pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk mengembangkan kualitas
diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta bersikap objektif dan
realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas,
dan sehat (wholesome). Diukur melalui respon jawaban siswa terhadap
pernyataan- pernyataan yang menggambarkan tujuh aspek penyesuaian diri
berikut.
a. Terhindar dari ekspresi emosi yang berlebihan, merugikan atau kurang
mampu mengontrol diri. Dalam aspek ini indikatornya adalah dapat
b. Terhindar dari mekanisme-mekanisme pertahanan psikologis. Dalam
aspek ini indikatornya adalah tidak mencari-cari alasan dan bertanggung
jawab terhadap masalah yang dimiliki.
c. Terhindar dari perasaan frustrasi. Dalam aspek ini indikatornya adalah
terhindar dari kekecewaan yang mendalam.
d. Memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional. Dalam aspek
ini indikatornya adalahm ampu menemukan solusi untuk masalah yang
dihadapi dan mampu mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang
diambil.
e. Mampu belajar untuk mengembangkan kualitas diri. Dalam aspek ini
indikatornya adalah memiliki sikap positif terhadap sekolah dan memiliki
motivasi untuk meningkatkan prestasi belajar.
f. Mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu. Dalam aspek ini
indikatornya adalah dapat mengambil hikmah dari setiap kejadian dan
memiliki sikap optimis terhadap masa depan.
g. Bersikap objektif dan realistik. Dalam aspek ini indikatornya adalah
mengetahui kekuatan dan menerima keterbatasan diri.
2. Permainan Kelompok
Proses-proses kognitif, afektif dan interpersonal dari bermain dapat
mempermudah kemampuan-kemampuan adaptif, seperti berpikir kreatif,
pemecahan masalah, penanganan, dan perilaku sosial siswa. Kemampuan adaptif
ini penting bagi penyesuaian diri siswa dan bermain menjadi hal yang paling
efektif dengan mentargetkan proses-proses yang spesifik. (Rusmana, 2009:17).
Permainan kelompok dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai cara untuk
menjelaskan sesuatu (layanan bimbingan) melalui perbuatan yang bersifat latihan/
permainan yang dilakukan dalam setting kelompok. Penggunaan kelompok dapat
memenuhi beberapa kebutuhan psikologis siswa seperti kebutuhan menyesuaikan
diri dengan teman sebaya dan lingkungan sekolah, kebutuhan untuk saling berbagi
pengalaman, kebutuhan untuk menemukan nilai-nilai yang ada di sekitar sebagai
Prosedur pelaksanaan permainan kelompok dalam penelitian ini
berdasarkan prosedur pembentukkan kelompok yang dikemukakan oleh Gladding
yang terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya sebagai berikut.
a. Tahap Awal: Orientasi peserta (pembinaan hubungan baik)
Orientasi peserta adalah proses pembentukan kelompok dan tahap
pancaroba untuk mewujudkan hubungan baik dalam sebuah kelompok.
Orientasi peserta ini didahulukan dengan menggunakan permainan yang
bersifat peleburan dan penjajagan antara peserta (ice breaking games).
b. Tahap Transisi: Orientasi permainan kelompok
Yaitu tahap pengembangan arah dan tujuan suatu kelompok sehingga akan
tercapai kesepakatan dalam diri anggota kelompok (konseli) untuk
melakukan apa dan bagaimana. Pada tahap ini fasilitator (konselor)
memberikan penjelasan sebagai berikut.
1) Tujuan permainan kelompok yang meliputi tujuan umum dan tujuan
khusus permainan kelompok yang akan dilaksanakan secara singkat.
2) Tata cara permainan kelompok secara umum yang meliputi cara
memulai, melaksanakan dan mengakhiri permainan.
3) Peran peserta dan peran fasilitator.
c. Tahap kerja: Pelaksanaan permainan kelompok
Pada tahap ini peserta mengikuti permainan kelompok dan fasilitator
memberikan kesempatan kepada peserta untuk terlibat aktif sesuai dengan
stimulasi materi dalam permainan kelompok yang dilaksanakan. Selain itu
fasilitator memberikan dorongan empatik dan penguatan kepada peserta
pada saat permainan kelompok berlangsung. Adapun permainan yang
digunakan untuk mengembangkan penyesuaian diri siswa diantaranya
sebagai berikut.
1) Balon emosi. Permainan ini membantu siswa dalam menemukan cara-
cara yang efektif untuk mengendalikan emosi.
2) Tes 3 menit. Permainan ini membantu siswa agar mampu
mengidentifikasi situasi yang memunculkan sikap menyalahkan orang
3) Siap tempur. Permainan ini membantu siswa dalam mengidentifikasi
situasi yang membuat cemas dalam belajar.
4) Kapal karam. Permainan ini membantu siswa agar mampu mengambil
keputusan dan dapat membuat alternatif-alternatif penyelesaian
masalah.
5) Z-A. Permainan ini membantu siswa dalam mengidentifikasi situasi
yang membuat siswa merasa terbebani dengan banyaknya tugas.
6) Tembok harapan. Permainan ini membantu siswa dalam
mengeksplorasi harapan masing-masing siswa selama berada si
sekolah.
7) Daftar Kekuatan. Permainan ini membantu dalam mengidentifikasi
pemikiran irasional dan pernyataan negatif yang muncul dalam situasi
yang membuat tidak percaya diri.
d. Tahap Terminasi: Refleksi dan pengakhiran permainan kelompok
Pada tahap refleksi anggota kelompok telah sampai pada suatu kondisi
yang mampu mencapai tingkat produktivitas yang tinggi, efektif dan
efisien. Pada tahap ini fasilitator membantu para peserta untuk menyerap
pengalaman dan wawasan yang diperoleh setelah mengikuti permainan
kelompok dengan melakukan hal-hal sebagai berikut.
1) Memberikan kesempatan setiap peserta permainan kelompok untuk
menjelaskan peran yang telah dimainkan.
2) Memberikan kesempatan setiap peserta permainan kelompok untuk
menjelaskan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan permainan
kelompok dan penanganannya.
3) Memberikan kesempatan setiap peserta permainan kelompok untuk
menjelaskan pelajaran yang diperoleh dari permainan kelompok yang
telah diikuti.
4) Mengarahkan peserta permainan kelompok membahas proses
pelaksanaan dan hasil permainan kelompok berkaitan permasalahan
Pada tahap pengakhiran fasilitator mengakhiri kegiatan permainan
kelompok disertai dengan mengemukakan kesepakatan tindakan yang
akan dilakukan peserta dan kesimpulan hasil permainan kelompok serta
memberikan penguatan atas kesepakatan tindakan peserta untuk
mengembangkan penyesuaian dirinya.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti
untuk mengumpulkan data dengan cara melakukan pengukuran (Purwanto,
2010:183).
1. Jenis Skala
Jenis skala pengungkap data penelitian ini dengan model Likert yang
terdiri dari beberapa pernyataan positif dan pernyataan negatif dengan empat
pilihan jawaban. Skala ini menilai sikap atau tingkah laku yang diinginkan oleh
peneliti dengan cara mengajukan beberapa pernyataan kepada responden.
Kemudian responden diminta memberikan pilihan jawaban atau respon dalam
skala ukur yang telah disediakan (Sugiono, 2012:146).
2. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap penyesuaian diri dikembangkan
dari definisi operasional variabel penelitian yang di dalamnya terkandung
aspek-aspek dan indikator untuk kemudian dijabarkan dalam bentuk pernyataan skala.
Penyebaran butir pernyataan tentang penyesuaian diri siswa dijabarkan ke dalam
kisi-kisi yang dapat dilihat pada tabel 3.2
Tabel 3.2
Kisi-Kisi Instrumen Penyesuaian Diri
Aspek Indikator No. Item ∑ (+) (-)
Mampu
mengontrol emosi yang berlebihan
a. Dapat mengontrol emosi 1, 2, 3, 5 4, 6 6
b. Dapat mengungkapkan
emosi secara wajar 9, 11 7, 8, 10 5
mengatasi
dari setiap kejadian 43
40, 41,
Instrumen penyesuaian diri dibuat dalam bentuk pernyataan-pernyataan
beserta kemungkinan jawaban. Item pertanyaan tentang penyesuaian diri siswa
dibuat dalam alternatif respons pernyataan subjek skala 4 (empat) yaitu: a) Sangat
Sesuai (SS); b) Sesuai (S); c) Tidak Sesuai (TS); d) Sangat Tidak Sesuai (STS).
Secara sederhana tiap opsi alternatif respons mengandung arti dan nilai skor
Tabel 3.3
Pola Skor Opsi Alternatif Respon
Alternatif Jawaban Skor Jawaban Positif Negatif
Sangat Sesuai (SS) 4 1
Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
E. Proses Pengembangan Instrumen
Pengembangan angket dilakukan melalui tiga tahap pengujian sebagai
berikut :
1. Uji Validitas Rasional
Uji validitas rasional bertujuan mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari
segi bahasa, konstruk dan isi. Penimbang instrumen penyesuaian diri terdiri dari
tiga pakar/dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Uji validitas
rasional dilakukan dengan meminta pendapat dosen ahli untuk memberikan
penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai
(TM). Item yang diberi nilai M berarti item tersebut bisa digunakan dan item yang
diberi nilai TM bisa memiliki dua kemungkinan yaitu item tersebut tidak bisa
digunakan atau masih bisa digunakan dengan revisi.
Hasil penelitian menunjukkan secara konstruk hampir seluruh item pada
angket penyesuaian diri termasuk memadai. Terdapat item-item yang perlu
diperbaiki dari segi bahasa dan isi. Hasil penimbangan dari tiga dosen ahli dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya item-item pernyataan dapat digunakan dengan
beberapa perbaikan redaksi supaya mudah dipahami siswa.
Langkah berikutnya dilakukan uji keterbacaan terhadap lima orang siswa
kelas VIII SMPN 16 Bandung yang tidak diikutsertakan dalam sampel penelitian
tetapi memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel penelitian. Uji
keterbacaan dimaksudkan untuk melihat sejauh mana keterbacaan instrumen oleh
responden sebelum digunakan untuk kebutuhan penelitian. Hasil uji keterbacaan
item pernyataan pada angket dapat dipahami oleh kelima siswa yang melakukan
2. Uji Validitas Empiris
Validitas suatu instrumen penelitian adalah derajat yang menunjukkan
dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur (Supardi, 2009:122).
Kegiatan uji validitas butir item dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen
yang disusun dapat dipergunakan untuk mengukur apa yang akan diukur. Semakin
tinggi nilai validitas item menunjukkan semakin valid instrumen tersebut
digunakan di lapangan. Untuk menguji setiap item pernyataan dilakukan
perhitungan statistik dengan mempergunakan rumus korelasi Product Moment
dari Pearson, yaitu:
Arikunto (2002:146)
Keterangan:
rxy = Koefisien Korelasi antara variabel X dan variabel Y
N = Jumlah responden
Selanjutnya dihitung dengan uji-t, dengan rumus:
2
r : koefisien korelasi hasil r-hitung
n : jumlah responden
Selanjutnya membandingkan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel dengan
tingkat kesalahan 5% atau dengan taraf signifikansi 95%.
Jika t hitung > t tabel berarti valid
t hitung < t tabel berarti tidak valid
Pengujian instrumen dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data
terhadap populasi atau yang disebut dengan built-in. Pengujian validitas butir item
yang dilakukan dalam penelitian adalah seluruh item yang terdapat dalam angket
penyesuaian diri siswa. Pengolahan data dalam penelitian dilakukan dengan
bantuan program Microsoft Office Excel 2007 terhadap 52 item pernyataan dalam
instrumen dengan jumlah subjek sebanyak 371 siswa. Dari 52 butir item
instrumen diperoleh item pernyataan yang valid sebanyak 50 item dan sebanyak 2
item pernyataan yang tidak valid. Hasil uji validitas setiap item dalam instrumen
kemampuan penyesuaian diri siswa SMP kelas VIII secara rinci tertera dalam
tabel 3.4 di bawah ini.
Tabel 3.4
Hasil Uji Validitas Instrumen Penyesuaian Diri Siswa
Kesimpulan No. Item Jumlah
Memadai 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52
50
Buang 2, 40 2
3. Pengujian Reliabilitas Instrumen
Selain harus memenuhi kriteria valid, instrument penelitian pun harus
reliabel. Pengujian reliabilitas instrument dimaksudkan untuk melihat konsistensi
internal instrumen yang digunakan atau ketepatan alat ukur (Sukmadinata, 2008;
Sugiyono, 2007). Suatu alat ukur yang memiliki reliabilitas baik jika memiliki
kesamaan data dalam waktu yang berbeda sehingga dapat digunakan berkali-kali.
Titik tolak ukur koefisien reliabilitas digunakan klasifikasi rentang koefisien
Tabel 3.5
Penafsiran Keofisien Reliabilitas
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
Hasil uji reliablitas instrument reliabilitas diperoleh koefisien reliabilitas
sebesar 0,8. Dengan merujuk pada klasifikasi rentang koefisien reliabilitas
termasuk ke dalam kategori kuat atau menunjukkan tingkat reliabilitas yang
tinggi.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipilih dalam pengumpulan data adalah melalui tes dengan
menggunakan angket sebagai instrument penelitian. Angket merupakan suatu
teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung
bertanya jawab dengan responden). Pada penelitian ini angket yang digunakan
dalam mengukur penyesuaian diri siswa berbentuk skala sikap Likert. Skala yang
dipergunakan merupakan teknik pengumpul data yang bersifat mengukur, karena
diperoleh hasil ukur yang berbentuk angka-angka.
Skala sikap ini berisi sejumlah pernyataan yang harus dijawab atau
direspon oleh responden. Pernyataannya berupa pernyataan tertutup dengan
alternatif jawaban yang telah disediakan sehingga responden dapat langsung
menjawabnya. Responden tidak bisa memberikan jawaban atau respon lain
kecuali yang telah disediakan sebagai alternatif jawaban.
G. Analisis Data
Langkah selanjutnya setelah seluruh data terkumpul adalah mengolah dan
menganalisi data sebagai bahan acuan dalam menyusun intervensi permainan
kelompok. Maka pembagian kategori tingkat penyesuaian diri siswa disajikan
Tabel 3.6
Kualifikasi Keterampilan Penyesuaian Diri Siswa SMP
Skor Kualifikasi Interpretasi
≥ 167 Tinggi Siswa SMP pada kategori tinggi telah mencapai keterampilan penyesuaian diri yang optimal. Artinya siswa mampu mengontrol diri, terhindar dari mekanisme-mekanisme pertahanan psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk mengembangkan kualitas diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta bersikap objektif dan realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome). 84 – 166 Sedang Siswa SMP pada kategori sedang, tengah menuju pada
penguasaan keterampilan penyesuaian diri yang tinggi. Artinya siswa pada kualifiasi sedang masih memerlukan bimbingan dari guru bk, atau belum menunjukan perilaku dengan cara-cara yang dapat diterima lingkungan sosialnya dilihat dari aspek mampu mengontrol diri, terhindar dari mekanisme-mekanisme pertahanan psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk mengembangkan kualitas diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta bersikap objektif dan realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome).
≤ 83 Rendah Siswa SMP pada kualifikasi rendah menunjukkan siswa
H. Langkah-Langkah Penelitian
Prosedur yang ditempuh dalam penelitian terdiri dari tiga tahapan, yaitu
tahapan persiapan, pelaksanaan dan pelaporan, dengan deskripsi sebagai berikut.
1. Tahap Persiapan Penelitian
a. Membuat proposal penelitian dan mengkonsultasikannya kepada dosen
mata kuliah skripsi dan disahkan dengan persetujuan dari dewan skripsi
dan dosen pembimbing skripsi serta ketua jurusan Psikologi Pendidikan
dan Bimbingan.
b. Pengurusan permohonan pengangkatan dosen pembimbing skripsi pada
tingkat fakultas, yang telah disahkan oleh dosen pembimbing pilihan dan
ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.
c. Mengajukan permohonan izin penelitian dari jurusan Psikologi Pendidikan
dan Bimbingan. Surat izin penelitian yang telah disahkan kemudian
disampaikan pada kepala sekolah SMPN 45 Bandung.
d. Membuat rancangan instrumen penyesuaian diri siswa dan meminta
pertimbangan kelayakan ahli.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
a. Melakukan pre-tes dengan menyebarkan instrumen penyesuaian diri siswa
pada siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung.
b. Menentukan kelas eksperimen yaitu kelompok kelas siswa yang tingkat
penyesuaian dirinya rendah dan sedang.
c. Melakukan proses eksperimen dengan menggunakan permainan kelompok
d. Melakukan pos-tes untuk memperoleh data mengenai perubahan
penyesuaian diri setelah dilakukannya intervensi
e. Melakukan pengolahan dan menganalisis data mengenai peningkatan
penyesuaian diri siswa
3. Hasil dan Laporan
Pada tahap akhir penulisan skripsi membuat kesimpulan dan
rekomendasi dari hasil penelitian serta mengkonsultasikan draf skripsi dan sidang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang efektivitas permainan kelompok dalam
mengembangkan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung Tahun
Ajaran 2012/2013 dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Profil penyesuaian diri siswa menunjukkan bahwa secara umum siswa berada
pada kategori sedang, artinya siswa tengah menuju pada penguasaan
keterampilan penyesuaian diri yang tinggi. Siswa pada kualifiasi sedang masih
memerlukan bimbingan dari guru BK, atau belum menunjukan perilaku
dengan cara-cara yang dapat diterima lingkungan sosialnya dilihat dari aspek
mampu mengontrol diri, terhindar dari mekanisme-mekanisme pertahanan
psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan
pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk mengembangkan kualitas
diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta bersikap objektif dan
realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien,
puas, dan sehat (wholesome).
2. Program intervensi permainan kelompok kelompok dalam mengembangkan
penyesuaian diri siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung Tahun Ajaran
2012/2013 disusun dengan struktur program sebagai berikut: a) Rasional; b)
Deskripsi Kebutuhan; c) Tujuan Intervensi; d) Prosedur Permainan Kelompok;
e) Asumsi Intervensi; f) Sasaran Intervensi; g) Sesi Intervensi; h) Kompetensi
Konselor; i) Indikator Keberhasilan; j) Langkah-Langkah Implementasi
Program.
3. Program intervensi permainan kelompok yang dirumuskan berdasarkan profil
penyesuaian diri siswa efektif mengembangkan penyesuaian diri siswa dilihat
B. Saran
Saran penelitian ini ditunjukkan kepada jurusan psikologi pendidikan dan
bimbingan, guru bimbingan dan konseling serta peneliti selanjutnya.
1. Guru Bimbingan dan Konseling
Guru bimbingan dan konseling dapat menjadikan profil penyesuaian diri
siswa sebagai dasar untuk intervensi dan studi kasus lanjutan. Guru BK pun
dapat menggunakan program intervensi permainan kelompok untuk
mengembangkan penyesuaian diri kepada siswa SMP sebagai bagian dari
program bimbingan dan konseling di sekolah.
2. Peneliti Selanjutnya
a. Pada desain penelitian kuantitatif penelitian menggunakan angket sehingga
hasil penelitian hanya terbatas pada hal yang tercantum dalam angket. Jika
peneliti menemukan hal yang menarik maka penelitian akan sulit
memperdalam data, dengan demikian peneliti selanjutnya disarankan untuk
menggunakan desain penelitian kualitatif untuk memperdalam data penelitian
dengan memperhatikan aspek- aspek penyesuaian diri pada siswa.
b. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP, peneliti selanjutnya dapat
melakukan penelitian pada populasi yang lebih luas, seperti pada siswa di
SD, SMA, SMK dan Perguruan Tinggi, sehingga dapat dihasilkan program
intervensi permainan kelompok yang berpengaruh signifikan terhadap
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2000). Manajemen Penelitian. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Baikie, K. A & Wilhelm, K. (2005). Emotional and Physical Health Benefits of
Expressive Writing Advances in Psychiatric Treatment, 11, 338-346
Cataripah, Rica. (2011). Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk
Mengembangkan Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa. Skripsi: Jurusan
PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Corey, Gerald. (2003). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
Refika Aditama.
Cormier, W.H & Cormier, L.S. (1985). Interviewing Strategies For Helpers.
Monterey California: Brooks/Cole Publishing.
Daradjat, Zakiah. (1982). Kesehatan Mental. Jakarta: PT Gunung Agung.
Desmita. (2008). Psikologi Perkembangan. Bandung: ROSDA.
Fahmi, M. (a.b Darajat, Z). (1982). Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan
Masyarakat. Jakarta: Bulan Bintang.
Gary Kroehnert. (1991). 100 Training Games. Australia, Sidney: McGraw-Hill
Book Company.
Gerungan, W.A. (2004). Psikologi Sosial. Bandung. PT Refika Aditama.
Gladding, Samuel T. (1995). Group Work: A Counseling Specialty. New Jersey:
Merril, an imprint of Prentice Hall.
Goliszek, Andrew. (2005). Manajement stress; Cara Tercepat Untuk
Menghilangkan Rasa Cemas. Sulistyo Penyunting. Jakarta: Bhuana Ilmu
Populer.
Haeny, Ida Noor. (2010). Program Bimbingan Kelompok untuk Mengembangkan
Penyesuaian Diri Siswa. Tesis: Jurusan Bimbingan dan Konseling UPI
Bandung: Tidak diterbitkan.
Hasibuan dan Moedjiono. (1993). Proses Belajar-Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Hurlock (a.b Istiwidayanti dan Soedjarwo). (1992). Psikologi Perkembangan
(Edisi kelima) Jakarta; Erlangga.
Hurlock, (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga (Edisi kelima, alih
bahasa oleh : Dra. Istiwidayani, Drs. Soejdarwo. M.Sc, Drs. Ridwan Max
Sijabat)
Ismail, Andang. (2006). Education Games “Menjadi Cerdas dan Ceria dengan
Permainan Edukatif”. Yogyakarta:Pilar Media.
Mappiare, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Nugraha, Agung. (2009). Efektivitas Permainan Simulasi untuk Mengembangkan
Komitmen Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Skripsi: Jurusan PPB
FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Pekrun,Reinhard et al. (2002). Positive Emotions In Education. dalam Beyond
Coping: Meeting Goals, Visions, and Challenges. Oxford: Oxford
PPB (2008). Konsep & Aplikasi Bimbingan & Konseling. Bandung: Publikasi
Jurusan PPB FIP UPI
Prayitno. (2001). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan
Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Puspitasari, Nita. (2008). Hubungan Antara Sumber-Sumber Self Esteem Dengan
Perilaku Asertif Pada Remaja. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah.
Bandung: Rizqi Press.
Rusmana, Nandang. (2009). Permainan (Game & Play). Bandung: Rizqi Press.
Ruswandi, Muhamad. (2006). Games For Islamic Mentoring. Bandung: Syamil.
Santrock, (2007). Life Span Develeopment. Jakarta : Erlangga (Jilid II, edisi ke
sebelas, alih bahasa oleh : Benedictinen Widyasinta, Novietha Indra
Sallama)
Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York:
Renehart & Winston.
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius.
Sobur, A. (2009). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Sudjana, Nana. (1989). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algensindo
Sudono, Anggani. (2000). Sumber Belajar dan Alat Permainan (untuk Pendidikan
Sugiyono.(2012). Metode Penelitian Pendidikan.Bandung : Alfabeta
Sukardi. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara.
Sukmadinata, Nana Saodih. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek.
Bandung: Maestro.
Sunahwa dan Warsito, Hadi. (2010) “Penggunaan Strategi Self-Management
untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri di Lingkungan Pesantren”. Jurnal
Prodi Bimbingan dan Konseling FIP Unesa.
Sunarto & Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Direktorat Jenderal,
Pendidikan Tinggi. Jakarta: Depdikbud.
Sundari, S. (2005). Kesehatan Mental. Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003. Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Surabaya: Karina.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
Bandung: tidak diterbitkan.
Wijaya, Novikarisma. (2007). Hubungan antara Keyakinan Diri Akademik
dengan Penyesuaian Diri Siswa Tahun Pertama Sekolah Asrama SMA
Pangudi Luhur Van Lith Muntilan. Skripsi: Jurusan Program Studi
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang: Tidak
diterbitkan.
Yustiana, Yusi Riska. Kenakalan Remaja (Dalam Pandangan Pendidikan).
Jurnal: Jurusan PPB FIP UPI Tidak diterbitkan.
Yustiana, Yusi Riska. Remaja Gaul. Perspektif Psikologi Pendidikan dan
Yustiana, Yusi Riksa. (2002). Konseling Kelompok Wawasan Konsep, Teori dan
Aplikasi dalam Rentang Sepanjang Hayat. PPS BK UPI: Bandung.
Yusuf, E. (2008). Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Lingkungan Kerja
Dengan Manajemen Konflik Di Kalangan Karyawan UD. Sido Muncul
Blitar. Skripsi. Universitas Islam Negeri Malang
Yusuf, S. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Yusuf, S. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi
Press.