• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK DALAM MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK DALAM MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK DALAM

MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA

(Pra Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh

Noviliana Latifah

0802878

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2012

(2)

EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK DALAM

MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA

(Pra Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Oleh

Noviliana Latifah

0802878

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Noviliana Latifah 2012

Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2012

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

NOVILIANA LATIFAH NIM. 0802878

EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK DALAM MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA

(Pra Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Dr. M. Solehuddin, M.A., M.Pd. NIP. 19620208 198501 1 002

Pembimbing II

Dr. Anne Hafina, M.Pd. NIP. 19600704 198601 2 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

ABSTRAK

Noviliana Latifah, 0802878. (2012). Efektivitas Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa (Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013).

Penelitian berangkat dari fenomena penyesuaian diri siswa SMP yang cenderung maladjustment. Penelitian ini memfokuskan pada implementasi model permainan kelompok, yaitu suatu rencana atau pola kegiatan bimbingan kelompok dengan menggunakan tahap-tahap dinamika kelompok untuk mengembangkan kemampuan penyesuaian diri siswa kelas VIII. Metode penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimen dengan desain penelitian one group pretest posttest design dan pendekatan penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Subjek penelitian yakni siswa kelas VIII yang ditentukan secara non-random menggunakan teknik

purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah

Angket/Kuesioner penyesuaian diri siswa. Hasil penelitian menunjukkan: (1) secara umum kategori penyesuaian diri siswa SMPN 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013 adalah sedang, (2) hasil uji-t menunjukkan bahwa secara umum intervensi permainan kelompok efektif meningkatkan penyesuaian diri siswa SMP. Saran penelitian ini untuk (1) guru BK dapat menggunakan program intervensi permainan kelompok untuk mengembangkan penyesuaian diri kepada siswa SMP. (2) peneliti selanjutnya diharapkan mampu melakukan penelitian dengan memperhatikan aspek- aspek penyesuaian diri pada siswa.

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ...iError! Bookmark not defined.

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GRAFIK ... viii DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Struktur Organisasi ... 10

BAB II MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA MELALUI PERMAINAN KELOMPOK ... 12

A. Karakteristik Siswa SMP Sebagai Remaja ... 12

1. Aspek-Aspek Perkembangan Remaja ... 12

2. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja ... 15

B. Penyesuaian Diri ... 15

1. Konsep Dasar Penyesuaian Diri ... 15

2. Karakteristik Penyesuaian Diri ... 20

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 26

4. Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Pada Remaja ... 28

C. Permainan Kelompok ... 29

1. Konsep Dasar Permainan Kelompok ... 29

2. Karakteristik Permainan ... 31

3. Langkah-Langkah Permainan Kelompok ... 32

4. Rasional Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa ... 35

(6)

BAB III METODE PENELITIAN... 42

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 42

B. Desain dan Metode Penelitian ... 43

C. Definisi Operasional Variabel ... 44

D. Instrumen Penelitian ... 49

E. Proses Pengembangan Instrumen ... 51

F. Teknik Pengumpulan Data ... 54

G. Analisis Data ... 54

H. Langkah-Langkah Penelitian ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Hasil Penelitian ... 57

1. Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa Kelas VIII SMPN 45 Bandung 57 2. Hasil Uji Kelayakan Program Intervensi Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa ... 61

3. Proses Pelaksanaan Program Intervensi Permainan Kelompok dalam Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa ... 70

4. Efektivitas Permainan Kelompok terhadap Peningkatan Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa ... 84

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 91

1. Gambaran Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa Kelas VIII SMPN 45 Bandung ... 91

2. Pengaruh Pelaksanaan Permainan Kelompok terhadap Peningkatan Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa ... 98

C. Keterbatasan Penelitian ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 107

DAFTAR LAMPIRAN ... 112

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar, dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara (Undang-Undang No. 20

Tahun 2003:pasal 1 ayat 1).

Sukmadinata (2007:13) menyatakan bahwa untuk tercapainya pribadi yang

berkembang kegiatan pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh. Kegiatan

pendidikan tidak hanya mencakup kegiatan instruksional (pengajaran), melainkan

meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi

mendapat pelayanan sehingga dapat berkembang secara optimal. Kegiatan

pendidikan yang diinginkan tersebut adalah kegiatan pendidikan yang ditandai

dengan pengadministrasian yang baik, kurikulum beserta proses pengajaran yang

memadai, dan pelayanan pribadi kepada anak didik melalui bimbingan.

Bimbingan konseling sebagai bagian integral dari proses pendidikan

memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam pengembangan kualitas

manusia Indonesia yang telah diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional

(Undang-Undang No 20 tahun 2003) yaitu : (1) beriman dan bertaqwa terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan

keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki

kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif

(yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa

memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan

(8)

proses yang menghantarkan peserta didik kearah pencapaian perkembangan diri

yang optimal. Hal ini karena peserta didik sedang berkembang ke arah

kematangan atau kemandirian.

Peserta didik sebagian besar adalah remaja yang memiliki karakteristik,

kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Masa remaja,

menurut batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara

12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga,

yaitu: 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja

pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir. (Desmita, 2008:190).

Tetapi Monks, Knoers 7 Haditono (Desmita, 2008:190) membedakan masa

remaja atas empat bagian, yaitu: (1) masa pra- remaja atau pra-pubertas (10-12

tahun), (2) masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun), (3) masa remaja

pertengahan (15-18 tahun) dan (4) masa remaja akhir (18-21 tahun). Pada masa

remaja awal atau pubertas (12-15 tahun) umumnya anak sedang duduk dibangku

sekolah menengah.

Remaja adalah sosok individu yang menarik karena pada usia ini individu

belajar menampikan diri sebagai orang dewasa dengan modal dasar puncak

potensi perkembangan. Dalam keremajaannya individu dihadapkan pada sejumlah

tantangan baik yang datang dari diri sendiri, keluarga, sekolah, maupun

masyarakat. Lingkungan sekitar, negara maupun dunia secara global. Untuk dapat

menghadapi tantangan tersebut individu perlu memiliki kemampuan dan

keterampilan pribadi, sehingga secara fisik, mental, maupun sosial remaja tumbuh

dan berkembang menjadi orang dewasa yang bijaksana secara sehat. (Yustiana,

2002:1). Remaja mengembangkan konsep diri sesuai dengan cara pandang diri

terhadap diri dan bagaimana lingkungan memandang dan menempatkan dirinya.

Kemampuan remaja untuk beradaptasi dengan tuntutan lingkungan dimaknai oleh

remaja sebagai upaya remaja untuk bergaul.

Menurut Yusuf (2006:10) pada masa remaja berkembang social cognition,

yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain

sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai

(9)

mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya baik dengan pria

maupun wanita mendorong remaja untuk berperan dan berhubungan dengan lebih

akrab terhadap lingkungannya, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, teman

sebaya, maupun masyarakat. Kondisi demikian menuntut remaja memiliki

kemampuan penyesuaian diri.

Schneiders (1964:429) mengemukakan penyesuaian (adjustment) adalah

suatu proses yang melibatkan respon- respon mental dan perbuatan dalam upaya

memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketegangan, frustrasi dan konflik

secara sukses, serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan

dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup. Selanjutnya dia

menjelaskan ciri-ciri orang yang well adjusted, yaitu mampu merespon

(kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome).

Seorang remaja dikatakan memiliki penyesuaian yang baik (well adjustment)

apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar,

tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma.

Penyesuaian diri ini merupakan salah satu persyaratan penting bagi

terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak

mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya karena ketidakmampuannya

dalam menyesuaikan diri. Menurut Kartono (Citaripah, 2011:2), semua tingkah

laku manusia pada hakikatnya merupakan respon penyesuaian diri. Dengan

demikian penyesuaian diri mempunyai peranan yang sangat penting dalam

kehidupan manusia.

Hurlock (1992:213) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan

tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus

menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum

pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan

keluarga dan sekolah. Dikatakan tersulit dalam penyesuaian diri, menurut

Elizabeth B. Hurlock kerena meningkatnya pengaruh kelompok sebaya,

perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokkan sosial yang baru, nilai-nilai

baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan

(10)

mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak

penyesuaian baru.

Proses penyesuaian diri dapat menimbulkan masalah dan dilema bagi

remaja. Hurlock mengemukakan bahwa di satu sisi remaja dituntut untuk patuh

pada orang tua dan guru, di sisi lain mereka dituntut untuk berlaku konform

dengan teman sebaya agar dapat diterima dalam kelompoknya. Padahal di antara

kedua tuntutan tersebut seringkali tidak sejalan, akibatnya seringkali timbul

konflik antara remaja dengan orang tua atau otoritas yang ada. Dengan demikian,

tampaknya penyesuaian diri bukanlah hal yang mudah untuk dicapai remaja.

Fenomena kenakalan remaja yang mengindikasikan adanya penyesuaian

diri yang salah yang diberitakan dalam berbagai forum dan media dianggap

semakin membahayakan. Berbagai macam kenakalan remaja yang ditunjukkan

akhir-akhir ini seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, mabuk-

mabukan, pencurian, penganiayaan dan penyalahgunaan obat-obatan seperti

narkotika dan perilaku seksual yang tidak sah atau menyimpang menjadi

fenomena mengerikan di kalangan remaja.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh majalah Sabili Tahun 2004 (dalam

Yusuf, 2004:98) tentang penyimpangan seksual di kalangan remaja, yaitu: (1)

hasil penelitian Yayasan Priangan Jawa Barat di tujuh kota besar di Jabar

menunjukkan bahwa sebanyak 21% siswa SLTP dan 35% siswa SMU disinyalir

telah melakukan homo seksual; (2) hasil survey Pelajar Islam Indonesia (PII)

dengan menyebar angket 400 responden yang berusia antara 12-24 tahun yang

berdomisili di berbagai kota di Jawa Barat menunjukkan bahwa 75% pelajar dan

mahasiswa telah melakukan penyimpangan perilaku, seperti tawuran, dan

narkoba; 45% melakukan penyimpangan seksual, dan diantaranya 25% pelajar

pria melakukan homoseksual. Data mutakhir koran Pikiran Rakyat (13/8/08)

melaporkan 52% remaja laki- laki- perempuan usia 15-24 tahun mengaku pernah

berhubungan seks.

Selain itu Makmun (Solehuddin, 2008:15) menjelaskan masalah-masalah

yang muncul sehubungan dengan perkembangan remaja, diantaranya:

(11)

dapat berupa kecanggungan dalam bergaul, penolakan diri (self rejection)

perasaan malu- malu, atau melakukan penyimpangan perilaku seksual; sedangkan

berkenaan dengan segi perkembangan bahasa dan perilaku kognitif

permasalahannya dapat berupa bersikap negatif terhadap guru dan pelajaran,

merasa rendah diri (inferiority complex), merasa kesulitan dalam memilih bidang

pendidikan (jurusan, program studi, atau jenis sekolah) yang cocok. Tawuran

remaja, konflik dengan orang tua, minum obat-obat terlarang, dan bentuk- bentuk

kenakalan remaja lainnya adalah masalah-masalah remaja yang terutama

berkenaan dengan segi perkembangan perilaku sosial, moralitas, dan religius;

sedangkan ikut-ikutan dalam kegiatan destruktif spontan untuk melampiaskan

ketegangan emosinya, dan dialaminya adolesentisme adalah masalah remaja yang

berkaitan dengan perkembangan perilaku afektif, konatif dan kepribadian.

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari guru BK dan hasil observasi

langsung selama melaksanakan program latihan profesi di lapangan, banyak sekali

ditemukan siswa bermasalah. Adapun masalah tersebut, yaitu pelanggaran tata

tertib, kecenderungan masuk ke kelas terlambat, membolos, perkelahian,

rendahnya prestasi yang dicapai siswa, menurunnya semangat belajar yang

disebabkan dari masalah-masalah pribadi, bahkan ada beberapa siswa yang acuh

tak acuh dalam menerima pelajaran. Perilaku tersebut dapat dijadikan indikator

bahwa mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Apabila

hal ini dibiarkan, akan menghambat proses perkembangan diri dan perwujudan

diri yang bermakna sesuai dengan tujuan pendidikan.

Upaya untuk mengembangkan penyesuaian diri yang telah dipaparkan di

atas dapat dikemas dalam suatu bentuk kegiatan layanan bimbingan kelompok.

Bimbingan kelompok sangat bermanfaat bagi siswa karena melalui interaksi

dengan anggota-anggota kelompok mereka dapat memenuhi beberapa kebutuhan

psikologis seperti kebutuhan menyesuaikan diri dengan teman sebaya dan

diterima oleh mereka, kebutuhan untuk saling berbagi pengalaman, kebutuhan

untuk menemukan nilai-nilai yang ada di sekitar sebagai pedoman, serta

(12)

Salah satu bentuk metode bimbingan kelompok yang dapat diberikan pada

siswa SMP untuk mengembangkan penyesuaian diri adalah dengan permainan

kelompok. Permainan kelompok sangat mungkin diberikan pada siswa SMP

karena sesuai dengan karakteristik perkembangan yang berada pada taraf

operasional formal. Maka bentuk kegiatan permainan kelompok dipandang dapat

membantu mengembangkan penyesuaian diri. Selain itu permainan kelompok

memiliki unsur terapeutik karena dalam permainan terdapat unsur-unsur yang

merangsang dan melatih siswa untuk meningkatkan kemampuannya pada hal-hal

tertentu yang tidak dimilikinya dan mengurangi atau menghilangkan hal-hal yang

merupakan masalah (Nugraha, 2009:13).

Alasan menggunakan permainan dalam kelompok (Rusmana, 2009:22)

adalah sebagai berikut.

1. Mengembangkan diskusi dan partisipasi. Penggunaan permainan dalam

kelompok seringkali dapat meningkatkan partisipasi anggota kelompok

dengan cara memberikan mereka pengalaman umum. Permainan dapat

menjadi cara untuk menstimulasi minat dan energi anggota kelompok.

2. Memfokuskan kelompok. Suatu permainan dapat digunakan untuk

memfokuskan anggota pada suatu isu atau topik yang umum.

3. Mengangkat suatu fokus. Konselor bisa juga menggunakan permainan

untuk mengangkat suatu fokus.

4. Memberi kesempatan untuk pembelajaran eksperiensial. Permainan untuk

memberikan suatu pendekatan alternatif dalam mengeksplorasi persoalan-

persoalan, hal ini dapat dilakukan melalui diskusi sederhana.

5. Memberi konselor informasi yang berguna. Permainan berguna juga untuk

mendapatkan informasi dari anggota kelompok dalam diskusi.

6. Memberikan kesenangan dan relaksasi. Permainan tertentu dapat

melonggarkan suasana dalam kelompok melalui canda tawa dan relaksasi.

7. Meningkatkan level kenyamanan. Permainan dapat digunakan untuk

meningkatkan level kenyamanan dalam kelompok. Permaian untuk

meningkatkan keakraban sehingga menambah rasa nyaman diantara

(13)

Perkembangan siswa tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik,

psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan.

Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi atau di luar jangkauan

kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku peserta

didik, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah

pribadi atau penyimpangan perilaku. Upaya menangkal dan mencegah

perilaku-perilaku yang tidak diharapkan tersebut dapat ditempuh dengan cara

mengembangkan potensi peserta didik dan memfasilitasi mereka secara sistematik

dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Hal tersebut

senada dengan tujuan bimbingan dan konseling secara umum, yakni membantu

peserta didik untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara

optimal.

Dengan latar belakang penelitian tersebut peneliti mencoba menguji

seberapa besar efektivitas permainan kelompok untuk mengembangkan

penyesuaian diri siswa SMP.

B.Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan fakta empiris mengenai temuan penyesuaian diri di atas,

maka diperlukan bimbingan dan konseling sekolah sebagai salah satu layanan

interpersonal yang memiliki posisi strategis untuk membantu peserta didik dalam

memfasilitasi perkembangan potensi yang mereka miliki. Penyelenggaraan

layanan bimbingan dan konseling diharapkan mampu membantu individu

memahami diri sendiri, orang lain dan lingkungannya, serta dapat menyesuaikan

dalam merealisasikan fungsi-fungsi kehidupan dan memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya.

Individu sejak lahir telah dihadapkan dengan lingkungan yang menjadi

sumber stress. Cara-cara yang dilakukan untuk menghadapi lingkungan (stress)

beranekaragam, dan keberhasilannya juga beranekaragam. Bagi individu yang

gagal akan mengalami maladjusment yang ditandai dengan perilaku menyimpang

dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di lingkungan atau gangguan

(14)

mengalami tekanan (pressure) dari lingkungan atau ia mengalami hambatan

dalam memenuhi kebutuhannya yang mengakibatkan frustrasi dan ia tidak mampu

mengatasinya. Dalam menghadapi stress ini akan sangat dipengaruhi oleh

individu yang bersangkutan, bagaimana kepribadiannya, persepsinya, dan

kemampuannya dalam menyelesaiakan masalah (Haeny, 2010:16).

Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik mempunyai

kemampuan untuk mereaksi kebutuhan atau tuntutan lingkungannya secara

matang, sehat dan efisien, sehingga dapat memecahkan konflik-konflik mental,

frustrasi, dan kesulitan-kesullitan pribadi dan sosialnya tanpa mengembangkan

tingkah laku simtomatik (seperti rasa cemas, takut, khawatir, obsesi, pobia atau

psikosomatik). Dia adalah orang yang berupaya menciptakan hubungan

interpersonal dan suasana yang saling menyenangkan yang berkontribusi kepada

perkembangan kepribadian yang sehat. (Yusuf, 2004:29).

Semiun (2006:37) berpendapat bahwa orang yang dapat menyesuaikan diri

dengan baik dapat bereaksi secara efektif terhadap situasi-situasi yang berbeda,

dapat memecahkan konflik-konflik, frustrasi-frustrasi, dan masalah-masalah tanpa

menggunakan tingkah laku simtomatik. Karena itu individu tersebut bebas dari

simtom-simtom, seperti kecemasan kronis, obsesi, atau gangguan-gangguan

psikofisiologis (psikosomatik). Ia menciptakan dunia hubungan antarpribadi dan

kepuasan-kepuasan yang ikut menyumbangkan kesinambungan pertumbuhan

pribadi.

Dalam konteks pendekatan yang dapat digunakan untuk membantu peserta

didik mengembangkan penyesuaian diri dikemas dalam suatu bentuk kegiatan

layanan bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok sangat bermanfaat bagi

siswa karena melalui interaksi dengan anggota-anggota kelompok mereka dapat

memenuhi beberapa kebutuhan psikologis seperti kebutuhan menyesuaikan diri

dengan teman sebaya dan diterima oleh mereka, kebutuhan untuk saling berbagi

pengalaman, kebutuhan untuk menemukan nilai-nilai yang ada di sekitar sebagai

pedoman, serta kebutuhan lebih demokratis dan mandiri. Sukmadinata (2007:31)

menjelaskan bahwa bimbingan yang mendorong kegiatan umumnya dilakukan

(15)

mendorong peserta didik untuk saling menyesuaikan diri, menyalurkan

dorongan-dorongan mereka, mengembangkan kemampuan tertentu, mengadakan katarsis,

sublimasi, kompensasi, tukar menukar pengalaman dan ide-ide serta menangani

ketegangan-ketegangan.

Salah satu bentuk metode bimbingan kelompok yang dapat diberikan pada

siswa SMP untuk mengembangkan penyesuaian diri adalah dengan permainan

kelompok. Permainan kelompok sangat mungkin diberikan pada siswa SMP

karena sesuai dengan karakteristik perkembangan yang berada pada taraf

operasional formal. Maka bentuk kegiatan permainan kelompok dipandang dapat

membantu mengembangkan penyesuaian diri. Selain itu permainan kelompok

memiliki unsur terapeutik karena dalam permainan terdapat unsur-unsur yang

merangsang dan melatih siswa untuk meningkatkan kemampuannya pada hal-hal

tertentu yang tidak dimilikinya dan mengurangi atau menghilangkan hal-hal yang

merupakan masalah (Nugraha, 2009:13). Berdasarkan permasalahan tersebut,

maka masalah utama yang akan diteliti adalah “Apakah permainan kelompok efektif dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa SMP?”

Dari identifikasi masalah tersebut dirumuskan pertanyaan penelitian

sebagai berikut.

1. Bagaimana gambaran kemampuan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP

Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013?

2. Bagaimana rancangan permainan kelompok dalam mengembangkan

penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran

2012/2013?

3. Apakah permainan kelompok efektif dalam mengembangkan penyesuaian

diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran

empirik mengenai efektivitas permainan kelompok dalam mengembangkan

(16)

1. Memperoleh gambaran kemampuan penyesuaian diri siswa SMP VIII

SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013 secara umum, per aspek

dan pada kelas eksperimen.

2. Merumuskan rancangan permainan kelompok dalam mengembangkan

penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran

2012/2013.

3. Menguji efektivitas permainan kelompok dalam mengembangkan

penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran

2012/2013.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang ingin dicapai antara lain:

1. Konselor dan pihak lainnya.

Diharapkan penelitian ini menjadi acuan dalam mengembangkan

penyesuaian diri siswa yang tidak baik di sekolah sehingga hasil penelitian ini

dapat dikembangkan kembali oleh konselor dalam melakukan intervensi dalam

berbagai setting pendidikan.

2. Bagi Pihak Sekolah

Penelitian ini diharapkan menjadi pedoman praktis dalam memberikan

layanan bimbingan untuk mengembangkan kemampuan penyesuaian diri siswa

melalui permainan kelompok.

E. Struktur Organisasi

Bab I berisikan Pendahuluan yang terdiri atas: latar belakang penelitian,

identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

struktur organisasi.

Bab II Kajian Pustaka. Kajian pustaka mencakup karakteristik siswa SMP

sebagai remaja, konsep dasar kemampuan penyesuaian diri siswa, dan konsep

dasar permainan kelompok.

Bab III memaparkan metode penelitian yang meliputi lokasi dan subjek

(17)

instrumen penelitian, proses pengujian instrumen, teknik pengumpulan data, dan

analisis data.

Bab IV adalah Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab hasil penelitian dan

pembahasan terdiri dari dua hal utama, yakni: (a) pengolahan atau analisis data

untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan penelitian; (b) pembahasan dan

analisis hasil temuan.

Bab V meliputi Kesimpulan dan Saran. Bab kesimpulan dan saran

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian adalah SMPN 45 Bandung yang terletak di Jalan

Yogyakarta No. 1 Bandung. Sekolah ini memiliki latar belakang ekonomi, dan

sosial budaya siswa yang relatif heterogen. Populasi dari penelitian ini adalah

keseluruhan siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013, dengan

pertimbangan sebagai berikut.

1. Siswa kelas VIII berada dalam rentang usia remaja, yaitu berkisar antara

13-15 tahun sehingga pada masa ini berkembang social cognition, yaitu

kemampuan untuk memahami orang lain yang mendorong remaja untuk

berperan dan berhubungan dengan lebih akrab terhadap lingkungannya, baik

dalam lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat.

Kondisi demikian menuntut remaja memiliki kemampuan penyesuaian diri

yang baik.

2. SMPN 45 Bandung berada di daerah kota dengan latar belakang siswa yang

beragam sehingga secara tidak langsung memberikan dampak pada gaya

hidup, pola pikir dan pergaulan siswa.

Jumlah populasi penelitian pada setiap kelasnya terinci pada tabel sebagai

(19)

Sampel penelitian diambil menggunakan teknik purposive sampling, yaitu

teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai

pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Arikunto, 2009:97).

Pertimbangan pengambilan sampel pada penelitian ini adalah tingkat penyesuaian

diri pada populasi penelitian yang berada pada tingkatan rendah dan sedang yang

diungkap melalui Instrumen Penyesuaian Diri Siswa. Jadi dalam penelitian

eksperimen ini pengambilan sampel menggunakan seluruh subjek dalam

rombongan belajar (intact group) untuk diberi perlakuan (treatment), bukan

menggunakan subjek yang diambil secara acak.

Berdasarkan pengolahan skor dari penyesuaian diri siswa dengan jumlah

populasi 371 siswa, bahwa kelas yang akan dijadikan kelas eksperimen/sampel

penelitian adalah kelas VIII E, dengan asumsi bahwa kelas tersebut memiliki

pencapaian kemampuan penyesuaian diri yang paling rendah dibanding dengan

kelas dalam satu angkatannya. Siswa kelas tersebut akan memperoleh intervensi

berupa permainan kelompok. Banyaknya sampel dalam penelitian ini adalah 35

siswa yang terdiri 16 orang laki-laki dan 19 orang perempuan. Pelaksanaan

intervensi melibatkan seluruh anggota siswa kelas VIII E dengan hasil

penyesuaian diri berkategori tinggi, sedang dan rendah, karena permainan

kelompok memanfaatkan aspek-aspek positif kesadaran afektif dan dinamika

kelompok yang memungkinkan peserta dan kelompok berkembang melebihi diri

mereka sendiri untuk memahami hakikat beberapa masalah sosial dan

memberikan alat untuk merespon masalah-masalah tersebut.

B. Desain dan Metode Penelitian

Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan yang

memungkinkan dilakukannya pencatatan data berupa angka-angka, pengolahan

statistik, struktur dan percobaan kontrol (Sukmadinata, 2008:53). Pendekatan

kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data numerikal berupa persentase

kemampuan penyesuaian diri pada siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung dan

(20)

Metode penelitian yang digunakan adalah Weak Experiments (Pra-

Eksperimen) yaitu metode penelitian eksperimen yang desain dan perlakuannya

seperti eksperimen tetapi tidak ada pengontrolan variabel sama sekali

(Sukmadinata, 2008; Sugiyono, 2008). Desain penelitian One-Group

Pretest-Posttest Design yakni desain eksperimen dengan memberikan test sebelum dan

sesudah diberikan perlakuan atau eksperimen. Desain penelitian digunakan untuk

memperoleh gambaran keefektifan permainan kelompok dalam mengembangkan

penyesuaian diri siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung. Adapun desain

penelitiannya adalah sebagai berikut.

Dimana O1 adalah hasil pengukuran (observasi) yang dilakukan sebelum

perlakuan (treatment) atau pra-uji, X adalah pemberian perlakuan (treatment), dan

O2 adalah hasil pengukuran (observasi) setelah pemberian treatment (pasca-uji).

C. Definisi Operasional Variabel

Terdapat dua variabel utama dari tema penelitian yaitu penyesuaian diri

siswa dan permainan kelompok. Definisi operasional variabel diuraikan sebagai

berikut.

1. Penyesuaian Diri

Untuk menghindari berbagai penafsiran terhadap definisi yang digunakan,

perlu dijelaskan yang dimaksud dengan penyesuaian diri siswa.

Menurut Schneiders (1964:429) penyesuaian (adjustment) adalah suatu

proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan dalam upaya

memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketegangan, frustrasi dan konflik

secara sukses, serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan

dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup. Ciri-ciri orang

yang well adjusted, yaitu mampu mengontrol diri, terhindar dari

mekanisme-mekanisme pertahanan psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki

pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk

mengembangkan kualitas diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta

(21)

bersikap objektif dan realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah) secara

matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome).

Penyesuaia diri menurut Sunarto (2002:221) adalah suatu proses. Dan

salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya ialah memiliki

kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap

diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. Pendapat Sunarto senada dengan

pendapat Fahmi (1982:24) yang mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah

proses dinamis terus-menerus yang bertujuan untuk mengubah perilaku guna

mendapatkan hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungannya.

Semiun (2006:37) berpendapat orang yang dapat menyesuaikan diri

dengan baik dapat bereaksi secara efektif terhadap situasi-situasi yang berbeda,

dapat memecahkan konflik-konflik, frustrasi-frustrasi, dan masalah-masalah tanpa

menggunakan tingkah laku simtomatik. Karena itu individu tersebut bebas dari

simtom-simtom, seperti kecemasan kronis, obsesi, atau gangguan-gangguan

psikofisiologis (psikosomatik). Ia menciptakan dunia hubungan antarpribadi dan

kepuasan-kepuasan yang ikut menyumbangkan kesinambungan pertumbuhan

pribadi.

Secara operasional penyesuaian diri yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah proses menyelaraskan diri dengan norma dan tuntutan lingkungan sekolah

agar dapat berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan menghadapi persoalan

diantaranya; mampu mengontrol diri, terhindar dari mekanisme-mekanisme

pertahanan psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan

dan pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk mengembangkan kualitas

diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta bersikap objektif dan

realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas,

dan sehat (wholesome). Diukur melalui respon jawaban siswa terhadap

pernyataan- pernyataan yang menggambarkan tujuh aspek penyesuaian diri

berikut.

a. Terhindar dari ekspresi emosi yang berlebihan, merugikan atau kurang

mampu mengontrol diri. Dalam aspek ini indikatornya adalah dapat

(22)

b. Terhindar dari mekanisme-mekanisme pertahanan psikologis. Dalam

aspek ini indikatornya adalah tidak mencari-cari alasan dan bertanggung

jawab terhadap masalah yang dimiliki.

c. Terhindar dari perasaan frustrasi. Dalam aspek ini indikatornya adalah

terhindar dari kekecewaan yang mendalam.

d. Memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional. Dalam aspek

ini indikatornya adalahm ampu menemukan solusi untuk masalah yang

dihadapi dan mampu mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang

diambil.

e. Mampu belajar untuk mengembangkan kualitas diri. Dalam aspek ini

indikatornya adalah memiliki sikap positif terhadap sekolah dan memiliki

motivasi untuk meningkatkan prestasi belajar.

f. Mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu. Dalam aspek ini

indikatornya adalah dapat mengambil hikmah dari setiap kejadian dan

memiliki sikap optimis terhadap masa depan.

g. Bersikap objektif dan realistik. Dalam aspek ini indikatornya adalah

mengetahui kekuatan dan menerima keterbatasan diri.

2. Permainan Kelompok

Proses-proses kognitif, afektif dan interpersonal dari bermain dapat

mempermudah kemampuan-kemampuan adaptif, seperti berpikir kreatif,

pemecahan masalah, penanganan, dan perilaku sosial siswa. Kemampuan adaptif

ini penting bagi penyesuaian diri siswa dan bermain menjadi hal yang paling

efektif dengan mentargetkan proses-proses yang spesifik. (Rusmana, 2009:17).

Permainan kelompok dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai cara untuk

menjelaskan sesuatu (layanan bimbingan) melalui perbuatan yang bersifat latihan/

permainan yang dilakukan dalam setting kelompok. Penggunaan kelompok dapat

memenuhi beberapa kebutuhan psikologis siswa seperti kebutuhan menyesuaikan

diri dengan teman sebaya dan lingkungan sekolah, kebutuhan untuk saling berbagi

pengalaman, kebutuhan untuk menemukan nilai-nilai yang ada di sekitar sebagai

(23)

Prosedur pelaksanaan permainan kelompok dalam penelitian ini

berdasarkan prosedur pembentukkan kelompok yang dikemukakan oleh Gladding

yang terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya sebagai berikut.

a. Tahap Awal: Orientasi peserta (pembinaan hubungan baik)

Orientasi peserta adalah proses pembentukan kelompok dan tahap

pancaroba untuk mewujudkan hubungan baik dalam sebuah kelompok.

Orientasi peserta ini didahulukan dengan menggunakan permainan yang

bersifat peleburan dan penjajagan antara peserta (ice breaking games).

b. Tahap Transisi: Orientasi permainan kelompok

Yaitu tahap pengembangan arah dan tujuan suatu kelompok sehingga akan

tercapai kesepakatan dalam diri anggota kelompok (konseli) untuk

melakukan apa dan bagaimana. Pada tahap ini fasilitator (konselor)

memberikan penjelasan sebagai berikut.

1) Tujuan permainan kelompok yang meliputi tujuan umum dan tujuan

khusus permainan kelompok yang akan dilaksanakan secara singkat.

2) Tata cara permainan kelompok secara umum yang meliputi cara

memulai, melaksanakan dan mengakhiri permainan.

3) Peran peserta dan peran fasilitator.

c. Tahap kerja: Pelaksanaan permainan kelompok

Pada tahap ini peserta mengikuti permainan kelompok dan fasilitator

memberikan kesempatan kepada peserta untuk terlibat aktif sesuai dengan

stimulasi materi dalam permainan kelompok yang dilaksanakan. Selain itu

fasilitator memberikan dorongan empatik dan penguatan kepada peserta

pada saat permainan kelompok berlangsung. Adapun permainan yang

digunakan untuk mengembangkan penyesuaian diri siswa diantaranya

sebagai berikut.

1) Balon emosi. Permainan ini membantu siswa dalam menemukan cara-

cara yang efektif untuk mengendalikan emosi.

2) Tes 3 menit. Permainan ini membantu siswa agar mampu

mengidentifikasi situasi yang memunculkan sikap menyalahkan orang

(24)

3) Siap tempur. Permainan ini membantu siswa dalam mengidentifikasi

situasi yang membuat cemas dalam belajar.

4) Kapal karam. Permainan ini membantu siswa agar mampu mengambil

keputusan dan dapat membuat alternatif-alternatif penyelesaian

masalah.

5) Z-A. Permainan ini membantu siswa dalam mengidentifikasi situasi

yang membuat siswa merasa terbebani dengan banyaknya tugas.

6) Tembok harapan. Permainan ini membantu siswa dalam

mengeksplorasi harapan masing-masing siswa selama berada si

sekolah.

7) Daftar Kekuatan. Permainan ini membantu dalam mengidentifikasi

pemikiran irasional dan pernyataan negatif yang muncul dalam situasi

yang membuat tidak percaya diri.

d. Tahap Terminasi: Refleksi dan pengakhiran permainan kelompok

Pada tahap refleksi anggota kelompok telah sampai pada suatu kondisi

yang mampu mencapai tingkat produktivitas yang tinggi, efektif dan

efisien. Pada tahap ini fasilitator membantu para peserta untuk menyerap

pengalaman dan wawasan yang diperoleh setelah mengikuti permainan

kelompok dengan melakukan hal-hal sebagai berikut.

1) Memberikan kesempatan setiap peserta permainan kelompok untuk

menjelaskan peran yang telah dimainkan.

2) Memberikan kesempatan setiap peserta permainan kelompok untuk

menjelaskan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan permainan

kelompok dan penanganannya.

3) Memberikan kesempatan setiap peserta permainan kelompok untuk

menjelaskan pelajaran yang diperoleh dari permainan kelompok yang

telah diikuti.

4) Mengarahkan peserta permainan kelompok membahas proses

pelaksanaan dan hasil permainan kelompok berkaitan permasalahan

(25)

Pada tahap pengakhiran fasilitator mengakhiri kegiatan permainan

kelompok disertai dengan mengemukakan kesepakatan tindakan yang

akan dilakukan peserta dan kesimpulan hasil permainan kelompok serta

memberikan penguatan atas kesepakatan tindakan peserta untuk

mengembangkan penyesuaian dirinya.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti

untuk mengumpulkan data dengan cara melakukan pengukuran (Purwanto,

2010:183).

1. Jenis Skala

Jenis skala pengungkap data penelitian ini dengan model Likert yang

terdiri dari beberapa pernyataan positif dan pernyataan negatif dengan empat

pilihan jawaban. Skala ini menilai sikap atau tingkah laku yang diinginkan oleh

peneliti dengan cara mengajukan beberapa pernyataan kepada responden.

Kemudian responden diminta memberikan pilihan jawaban atau respon dalam

skala ukur yang telah disediakan (Sugiono, 2012:146).

2. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap penyesuaian diri dikembangkan

dari definisi operasional variabel penelitian yang di dalamnya terkandung

aspek-aspek dan indikator untuk kemudian dijabarkan dalam bentuk pernyataan skala.

Penyebaran butir pernyataan tentang penyesuaian diri siswa dijabarkan ke dalam

kisi-kisi yang dapat dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen Penyesuaian Diri

Aspek Indikator No. Item (+) (-)

Mampu

mengontrol emosi yang berlebihan

a. Dapat mengontrol emosi 1, 2, 3, 5 4, 6 6

b. Dapat mengungkapkan

emosi secara wajar 9, 11 7, 8, 10 5

(26)

mengatasi

dari setiap kejadian 43

40, 41,

Instrumen penyesuaian diri dibuat dalam bentuk pernyataan-pernyataan

beserta kemungkinan jawaban. Item pertanyaan tentang penyesuaian diri siswa

dibuat dalam alternatif respons pernyataan subjek skala 4 (empat) yaitu: a) Sangat

Sesuai (SS); b) Sesuai (S); c) Tidak Sesuai (TS); d) Sangat Tidak Sesuai (STS).

Secara sederhana tiap opsi alternatif respons mengandung arti dan nilai skor

(27)

Tabel 3.3

Pola Skor Opsi Alternatif Respon

Alternatif Jawaban Skor Jawaban Positif Negatif

Sangat Sesuai (SS) 4 1

Sesuai (S) 3 2

Tidak Sesuai (TS) 2 3

Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4

E. Proses Pengembangan Instrumen

Pengembangan angket dilakukan melalui tiga tahap pengujian sebagai

berikut :

1. Uji Validitas Rasional

Uji validitas rasional bertujuan mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari

segi bahasa, konstruk dan isi. Penimbang instrumen penyesuaian diri terdiri dari

tiga pakar/dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Uji validitas

rasional dilakukan dengan meminta pendapat dosen ahli untuk memberikan

penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai

(TM). Item yang diberi nilai M berarti item tersebut bisa digunakan dan item yang

diberi nilai TM bisa memiliki dua kemungkinan yaitu item tersebut tidak bisa

digunakan atau masih bisa digunakan dengan revisi.

Hasil penelitian menunjukkan secara konstruk hampir seluruh item pada

angket penyesuaian diri termasuk memadai. Terdapat item-item yang perlu

diperbaiki dari segi bahasa dan isi. Hasil penimbangan dari tiga dosen ahli dapat

disimpulkan bahwa pada dasarnya item-item pernyataan dapat digunakan dengan

beberapa perbaikan redaksi supaya mudah dipahami siswa.

Langkah berikutnya dilakukan uji keterbacaan terhadap lima orang siswa

kelas VIII SMPN 16 Bandung yang tidak diikutsertakan dalam sampel penelitian

tetapi memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel penelitian. Uji

keterbacaan dimaksudkan untuk melihat sejauh mana keterbacaan instrumen oleh

responden sebelum digunakan untuk kebutuhan penelitian. Hasil uji keterbacaan

item pernyataan pada angket dapat dipahami oleh kelima siswa yang melakukan

(28)

2. Uji Validitas Empiris

Validitas suatu instrumen penelitian adalah derajat yang menunjukkan

dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur (Supardi, 2009:122).

Kegiatan uji validitas butir item dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen

yang disusun dapat dipergunakan untuk mengukur apa yang akan diukur. Semakin

tinggi nilai validitas item menunjukkan semakin valid instrumen tersebut

digunakan di lapangan. Untuk menguji setiap item pernyataan dilakukan

perhitungan statistik dengan mempergunakan rumus korelasi Product Moment

dari Pearson, yaitu:

Arikunto (2002:146)

Keterangan:

rxy = Koefisien Korelasi antara variabel X dan variabel Y

N = Jumlah responden

Selanjutnya dihitung dengan uji-t, dengan rumus:

2

r : koefisien korelasi hasil r-hitung

n : jumlah responden

Selanjutnya membandingkan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel dengan

tingkat kesalahan 5% atau dengan taraf signifikansi 95%.

(29)

Jika t hitung > t tabel berarti valid

t hitung < t tabel berarti tidak valid

Pengujian instrumen dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data

terhadap populasi atau yang disebut dengan built-in. Pengujian validitas butir item

yang dilakukan dalam penelitian adalah seluruh item yang terdapat dalam angket

penyesuaian diri siswa. Pengolahan data dalam penelitian dilakukan dengan

bantuan program Microsoft Office Excel 2007 terhadap 52 item pernyataan dalam

instrumen dengan jumlah subjek sebanyak 371 siswa. Dari 52 butir item

instrumen diperoleh item pernyataan yang valid sebanyak 50 item dan sebanyak 2

item pernyataan yang tidak valid. Hasil uji validitas setiap item dalam instrumen

kemampuan penyesuaian diri siswa SMP kelas VIII secara rinci tertera dalam

tabel 3.4 di bawah ini.

Tabel 3.4

Hasil Uji Validitas Instrumen Penyesuaian Diri Siswa

Kesimpulan No. Item Jumlah

Memadai 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52

50

Buang 2, 40 2

3. Pengujian Reliabilitas Instrumen

Selain harus memenuhi kriteria valid, instrument penelitian pun harus

reliabel. Pengujian reliabilitas instrument dimaksudkan untuk melihat konsistensi

internal instrumen yang digunakan atau ketepatan alat ukur (Sukmadinata, 2008;

Sugiyono, 2007). Suatu alat ukur yang memiliki reliabilitas baik jika memiliki

kesamaan data dalam waktu yang berbeda sehingga dapat digunakan berkali-kali.

Titik tolak ukur koefisien reliabilitas digunakan klasifikasi rentang koefisien

(30)

Tabel 3.5

Penafsiran Keofisien Reliabilitas

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199

Hasil uji reliablitas instrument reliabilitas diperoleh koefisien reliabilitas

sebesar 0,8. Dengan merujuk pada klasifikasi rentang koefisien reliabilitas

termasuk ke dalam kategori kuat atau menunjukkan tingkat reliabilitas yang

tinggi.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipilih dalam pengumpulan data adalah melalui tes dengan

menggunakan angket sebagai instrument penelitian. Angket merupakan suatu

teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung

bertanya jawab dengan responden). Pada penelitian ini angket yang digunakan

dalam mengukur penyesuaian diri siswa berbentuk skala sikap Likert. Skala yang

dipergunakan merupakan teknik pengumpul data yang bersifat mengukur, karena

diperoleh hasil ukur yang berbentuk angka-angka.

Skala sikap ini berisi sejumlah pernyataan yang harus dijawab atau

direspon oleh responden. Pernyataannya berupa pernyataan tertutup dengan

alternatif jawaban yang telah disediakan sehingga responden dapat langsung

menjawabnya. Responden tidak bisa memberikan jawaban atau respon lain

kecuali yang telah disediakan sebagai alternatif jawaban.

G. Analisis Data

Langkah selanjutnya setelah seluruh data terkumpul adalah mengolah dan

menganalisi data sebagai bahan acuan dalam menyusun intervensi permainan

kelompok. Maka pembagian kategori tingkat penyesuaian diri siswa disajikan

(31)

Tabel 3.6

Kualifikasi Keterampilan Penyesuaian Diri Siswa SMP

Skor Kualifikasi Interpretasi

≥ 167 Tinggi Siswa SMP pada kategori tinggi telah mencapai keterampilan penyesuaian diri yang optimal. Artinya siswa mampu mengontrol diri, terhindar dari mekanisme-mekanisme pertahanan psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk mengembangkan kualitas diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta bersikap objektif dan realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome). 84 – 166 Sedang Siswa SMP pada kategori sedang, tengah menuju pada

penguasaan keterampilan penyesuaian diri yang tinggi. Artinya siswa pada kualifiasi sedang masih memerlukan bimbingan dari guru bk, atau belum menunjukan perilaku dengan cara-cara yang dapat diterima lingkungan sosialnya dilihat dari aspek mampu mengontrol diri, terhindar dari mekanisme-mekanisme pertahanan psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk mengembangkan kualitas diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta bersikap objektif dan realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome).

≤ 83 Rendah Siswa SMP pada kualifikasi rendah menunjukkan siswa

(32)

H. Langkah-Langkah Penelitian

Prosedur yang ditempuh dalam penelitian terdiri dari tiga tahapan, yaitu

tahapan persiapan, pelaksanaan dan pelaporan, dengan deskripsi sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan Penelitian

a. Membuat proposal penelitian dan mengkonsultasikannya kepada dosen

mata kuliah skripsi dan disahkan dengan persetujuan dari dewan skripsi

dan dosen pembimbing skripsi serta ketua jurusan Psikologi Pendidikan

dan Bimbingan.

b. Pengurusan permohonan pengangkatan dosen pembimbing skripsi pada

tingkat fakultas, yang telah disahkan oleh dosen pembimbing pilihan dan

ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.

c. Mengajukan permohonan izin penelitian dari jurusan Psikologi Pendidikan

dan Bimbingan. Surat izin penelitian yang telah disahkan kemudian

disampaikan pada kepala sekolah SMPN 45 Bandung.

d. Membuat rancangan instrumen penyesuaian diri siswa dan meminta

pertimbangan kelayakan ahli.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Melakukan pre-tes dengan menyebarkan instrumen penyesuaian diri siswa

pada siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung.

b. Menentukan kelas eksperimen yaitu kelompok kelas siswa yang tingkat

penyesuaian dirinya rendah dan sedang.

c. Melakukan proses eksperimen dengan menggunakan permainan kelompok

d. Melakukan pos-tes untuk memperoleh data mengenai perubahan

penyesuaian diri setelah dilakukannya intervensi

e. Melakukan pengolahan dan menganalisis data mengenai peningkatan

penyesuaian diri siswa

3. Hasil dan Laporan

Pada tahap akhir penulisan skripsi membuat kesimpulan dan

rekomendasi dari hasil penelitian serta mengkonsultasikan draf skripsi dan sidang

(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tentang efektivitas permainan kelompok dalam

mengembangkan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung Tahun

Ajaran 2012/2013 dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Profil penyesuaian diri siswa menunjukkan bahwa secara umum siswa berada

pada kategori sedang, artinya siswa tengah menuju pada penguasaan

keterampilan penyesuaian diri yang tinggi. Siswa pada kualifiasi sedang masih

memerlukan bimbingan dari guru BK, atau belum menunjukan perilaku

dengan cara-cara yang dapat diterima lingkungan sosialnya dilihat dari aspek

mampu mengontrol diri, terhindar dari mekanisme-mekanisme pertahanan

psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan

pengarahan diri yang rasional, mampu belajar untuk mengembangkan kualitas

diri, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu serta bersikap objektif dan

realistik untuk merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien,

puas, dan sehat (wholesome).

2. Program intervensi permainan kelompok kelompok dalam mengembangkan

penyesuaian diri siswa kelas VIII SMPN 45 Bandung Tahun Ajaran

2012/2013 disusun dengan struktur program sebagai berikut: a) Rasional; b)

Deskripsi Kebutuhan; c) Tujuan Intervensi; d) Prosedur Permainan Kelompok;

e) Asumsi Intervensi; f) Sasaran Intervensi; g) Sesi Intervensi; h) Kompetensi

Konselor; i) Indikator Keberhasilan; j) Langkah-Langkah Implementasi

Program.

3. Program intervensi permainan kelompok yang dirumuskan berdasarkan profil

penyesuaian diri siswa efektif mengembangkan penyesuaian diri siswa dilihat

(34)

B. Saran

Saran penelitian ini ditunjukkan kepada jurusan psikologi pendidikan dan

bimbingan, guru bimbingan dan konseling serta peneliti selanjutnya.

1. Guru Bimbingan dan Konseling

Guru bimbingan dan konseling dapat menjadikan profil penyesuaian diri

siswa sebagai dasar untuk intervensi dan studi kasus lanjutan. Guru BK pun

dapat menggunakan program intervensi permainan kelompok untuk

mengembangkan penyesuaian diri kepada siswa SMP sebagai bagian dari

program bimbingan dan konseling di sekolah.

2. Peneliti Selanjutnya

a. Pada desain penelitian kuantitatif penelitian menggunakan angket sehingga

hasil penelitian hanya terbatas pada hal yang tercantum dalam angket. Jika

peneliti menemukan hal yang menarik maka penelitian akan sulit

memperdalam data, dengan demikian peneliti selanjutnya disarankan untuk

menggunakan desain penelitian kualitatif untuk memperdalam data penelitian

dengan memperhatikan aspek- aspek penyesuaian diri pada siswa.

b. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP, peneliti selanjutnya dapat

melakukan penelitian pada populasi yang lebih luas, seperti pada siswa di

SD, SMA, SMK dan Perguruan Tinggi, sehingga dapat dihasilkan program

intervensi permainan kelompok yang berpengaruh signifikan terhadap

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2000). Manajemen Penelitian. Jakarta: Asdi Mahasatya.

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Baikie, K. A & Wilhelm, K. (2005). Emotional and Physical Health Benefits of

Expressive Writing Advances in Psychiatric Treatment, 11, 338-346

Cataripah, Rica. (2011). Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk

Mengembangkan Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa. Skripsi: Jurusan

PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Corey, Gerald. (2003). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:

Refika Aditama.

Cormier, W.H & Cormier, L.S. (1985). Interviewing Strategies For Helpers.

Monterey California: Brooks/Cole Publishing.

Daradjat, Zakiah. (1982). Kesehatan Mental. Jakarta: PT Gunung Agung.

Desmita. (2008). Psikologi Perkembangan. Bandung: ROSDA.

Fahmi, M. (a.b Darajat, Z). (1982). Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan

Masyarakat. Jakarta: Bulan Bintang.

Gary Kroehnert. (1991). 100 Training Games. Australia, Sidney: McGraw-Hill

Book Company.

Gerungan, W.A. (2004). Psikologi Sosial. Bandung. PT Refika Aditama.

(36)

Gladding, Samuel T. (1995). Group Work: A Counseling Specialty. New Jersey:

Merril, an imprint of Prentice Hall.

Goliszek, Andrew. (2005). Manajement stress; Cara Tercepat Untuk

Menghilangkan Rasa Cemas. Sulistyo Penyunting. Jakarta: Bhuana Ilmu

Populer.

Haeny, Ida Noor. (2010). Program Bimbingan Kelompok untuk Mengembangkan

Penyesuaian Diri Siswa. Tesis: Jurusan Bimbingan dan Konseling UPI

Bandung: Tidak diterbitkan.

Hasibuan dan Moedjiono. (1993). Proses Belajar-Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Hurlock (a.b Istiwidayanti dan Soedjarwo). (1992). Psikologi Perkembangan

(Edisi kelima) Jakarta; Erlangga.

Hurlock, (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga (Edisi kelima, alih

bahasa oleh : Dra. Istiwidayani, Drs. Soejdarwo. M.Sc, Drs. Ridwan Max

Sijabat)

Ismail, Andang. (2006). Education Games “Menjadi Cerdas dan Ceria dengan

Permainan Edukatif”. Yogyakarta:Pilar Media.

Mappiare, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Nugraha, Agung. (2009). Efektivitas Permainan Simulasi untuk Mengembangkan

Komitmen Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Skripsi: Jurusan PPB

FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Pekrun,Reinhard et al. (2002). Positive Emotions In Education. dalam Beyond

Coping: Meeting Goals, Visions, and Challenges. Oxford: Oxford

(37)

PPB (2008). Konsep & Aplikasi Bimbingan & Konseling. Bandung: Publikasi

Jurusan PPB FIP UPI

Prayitno. (2001). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.Jakarta: Rineka Cipta.

Purwanto. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan

Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Puspitasari, Nita. (2008). Hubungan Antara Sumber-Sumber Self Esteem Dengan

Perilaku Asertif Pada Remaja. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan.

Universitas Pendidikan Indonesia.

Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah.

Bandung: Rizqi Press.

Rusmana, Nandang. (2009). Permainan (Game & Play). Bandung: Rizqi Press.

Ruswandi, Muhamad. (2006). Games For Islamic Mentoring. Bandung: Syamil.

Santrock, (2007). Life Span Develeopment. Jakarta : Erlangga (Jilid II, edisi ke

sebelas, alih bahasa oleh : Benedictinen Widyasinta, Novietha Indra

Sallama)

Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York:

Renehart & Winston.

Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius.

Sobur, A. (2009). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Sudjana, Nana. (1989). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar

Baru Algensindo

Sudono, Anggani. (2000). Sumber Belajar dan Alat Permainan (untuk Pendidikan

(38)

Sugiyono.(2012). Metode Penelitian Pendidikan.Bandung : Alfabeta

Sukardi. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara.

Sukmadinata, Nana Saodih. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek.

Bandung: Maestro.

Sunahwa dan Warsito, Hadi. (2010) “Penggunaan Strategi Self-Management

untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri di Lingkungan Pesantren”. Jurnal

Prodi Bimbingan dan Konseling FIP Unesa.

Sunarto & Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Direktorat Jenderal,

Pendidikan Tinggi. Jakarta: Depdikbud.

Sundari, S. (2005). Kesehatan Mental. Jakarta. PT. Rineka Cipta.

Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003. Tentang Sistem

Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Surabaya: Karina.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.

Bandung: tidak diterbitkan.

Wijaya, Novikarisma. (2007). Hubungan antara Keyakinan Diri Akademik

dengan Penyesuaian Diri Siswa Tahun Pertama Sekolah Asrama SMA

Pangudi Luhur Van Lith Muntilan. Skripsi: Jurusan Program Studi

Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang: Tidak

diterbitkan.

Yustiana, Yusi Riska. Kenakalan Remaja (Dalam Pandangan Pendidikan).

Jurnal: Jurusan PPB FIP UPI Tidak diterbitkan.

Yustiana, Yusi Riska. Remaja Gaul. Perspektif Psikologi Pendidikan dan

(39)

Yustiana, Yusi Riksa. (2002). Konseling Kelompok Wawasan Konsep, Teori dan

Aplikasi dalam Rentang Sepanjang Hayat. PPS BK UPI: Bandung.

Yusuf, E. (2008). Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Lingkungan Kerja

Dengan Manajemen Konflik Di Kalangan Karyawan UD. Sido Muncul

Blitar. Skripsi. Universitas Islam Negeri Malang

Yusuf, S. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Yusuf, S. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi

Press.

Gambar

Tabel 3. 1  Anggota Populasi Penelitian
Tabel 3.2
Tabel 3.3 Pola Skor Opsi Alternatif Respon
tabel 3.4 di bawah ini.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Produksi Dan Pemanfaatan Protease Dari Bacillus subtilis Dan Bacillus pumilus untuk Unhairing Kulit Sapi Sebagai Bahan Baku Kerupuk Rambak.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Hasil analisis data Spearman ’s rank menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara religiusitas dengan gaya hidup konsumtif pada 92 orang anggota

Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan menyampaikan surat permintaan status dokumen draft RUPTL 2017-2026 kepada Direktur Perencanaan Korporat PLN Februari 23 Dirut

Mekanisme secara kimia diawali dahulu dengan mekanise fisika, yaitu pada partikel- partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorban melalui gaya Van der waals atau

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Ekonomi Pada Program Studi Manajemen Universitas Pendidikan Indonesia. Ira Rahmalia

[4] Bode Haryanto and Chien-Hsiang Chang, “Removing Adsorbed Heavy Metal Ions from Sand Surfaces via Appying Interfacial Properties of Rhamnolipid”, Journal of Oleo

Sumatera Barat yang menyangkut kepegawaian sesuai kewenangan tugas dan fungsi Badan.. Kepegawaian Daerah Provinsi

[r]