HUBUNGAN ANTARA
LOCUS OF CONTROL DENGAN STRES AKADEMIK PESERTA DIDIK
(Studi Korelasi terhadap Peserta Didik Kelas X
SMAIT As Syifa Boarding School Subang Tahun Ajaran 2012-2013)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Oleh
NORMA RUSTYANI WINAJAH 060544
PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013
Hubungan antara Locus of Control dengan
Stres Akademik Peserta Didik
(Studi Korelasi terhadap Peserta Didik Kelas X
SMAIT As Syifa Boarding School Subang Tahun
Ajaran 2012-2013)
Oleh
Norma Rustyani Winajah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
© Norma Rustyani Winajah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ABSTRAK
Norma Rustyani Winajah. (2013). Hubungan antara Locus of Control dengan Stres Akademik Peserta Didik (Studi Korelasi terhadap Peserta Didik Kelas X SMAIT As Syifa Boarding School Subang Tahun Ajaran 2012-2013).
Stres akademik pada peserta didik disebabkan adanya persepsi yang salah mengenai segala tuntutan akademik di sekolah dan kurangnya keyakinan peserta didik bahwa segala peristiwa di dalam kehidupannya dapat dikendalikan oleh diri sendiri. Bimbingan dan konseling memiliki peranan yang penting dalam membentuk locus of control internal peserta didik dalam mereduksi stres akademik yang dialami oleh mereka. Tujuan penelitian mengetahui hubungan antara locus of control dengan stres akademik pada peserta didik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan kuantitatif. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas X SMAIT As Syifa Boarding School Subang tahun ajaran 2012/2013. Hasil penelitian: tidak adanya hubungan yang signifikan antara locus of control peserta didik dengan stres akademik.
ABSTRACT
Norma Rustyani Winajah. (2013). Correlation between Locus of Control with
Students’s Academic Stress (Correlation Study face to Students in 10th Grade of SMAIT As Syifa Boarding School Subang Academic Year 2012-2013).
Students academic stress was caused by a wrong perception about the academic demands of the school and students lack of confidence that all events in life can be handled by themselves. Guidance and counseling has an important role in shaping the internal locus of control students in reducing academic stress experienced by them. Study aimed correlation between locus of control with academic stress on students. The method used in this research is descriptive correlation with a quantitative approach. Subjects were students in 10th grade of SMAIT As Syifa Boarding School Subang academic year 2012-2013. The result: no significant
correlation between student’s locus of control with academic stress. .
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……… i
KATA PENGANTAR ………..... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ………...…..…….. iii
DAFTAR ISI ……….……….... v
DAFTAR TABEL ………....……… vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ……… 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ………... 8
C. Tujuan Penelitian ………... 10
D. Pertanyaan Penelitian ..………... 10
E. Manfaat Penelitian ……..………... 10
F. Asumsi ………... 11
G. Hipotesis………... 11
H. Struktur Organisasi Skripsi ……… 11
BAB II KONSEP LOCUS OF CONTROL DAN STRES AKADEMIK PESERTA DIDIK A. Konsep Locus of Control ………...………..……….. 13
B. Konsep Stres ……….. 23
C. Konsep Stres Akademik ………..……….. 26
D. Kerangka Berfikir mengenai Hubungan Locus of Control dengan Stres Akademik ………... 40
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ………... 42
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ……… 45
C. Devinisi Operasinal Variabel ………. 46
D. Pengembangan Instrumen ……….. 49
E. Uji Coba Instrumen Penelitian ………... 52
F. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ……….. 54
G. Prosedur Penelitian ……… 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……….. 57
B. Pembahasan Penelitian ……….………. 72
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ……… 85
B. Rekomendasi ……….. 85
DAFTAR PUSTAKA ………...……… 87
DAFTAR TABEL
Kisi-kisi Instrumen Locus of Control
Kisi-kisi Instrumen Stres Akademik
Gambaran Umum Locus of Control Peserta Peserta Didik SMAIT
As Syifa Boarding School Subang Tahun Ajaran 2012 – 2013
Gambaran Aspek Bekerja Keras
Gambaran Aspek Inisiatif
Gambaran Aspek Usaha Menemukan Solusi
Gambaran Aspek Berfikir Efektif
Gambaran Aspek Persepsi Kesuksesan
Gambaran Aspek Tidak Bekerja Keras
Gambaran Aspek Kurang Inisiatif
Gambaran Aspek Berharap pada Faktor Luar
Gambaran Aspek Bergantung pada Faktor Luar
Gambaran Aspek Kurang Solutif
Gambaran Umum Stres Akademik Peserta Peserta Didik SMAIT
As Syifa Boarding School Subang Tahun Ajaran 2012 – 2013
Gambaran Gejala Stres Akademik Peserta Peserta Didik SMAIT As
Syifa Boarding School Subang Tahun Ajaran 2012 – 2013
Gambaran Aspek Fisik Stres Akademik
Gambaran Aspek Perilaku Stres Akademik
Gambaran Aspek Pikiran Stres Akademik
Gambaran Aspek Emosi Stres Akademik
Persentase Korelasi Locus of Control dengan Stres Akademik
Tabel 4.20
Tabel 4.21
Tabel 4.22
Tabel 4.23
Tabel 4.24
Persentase Korelasi Locus of Control dengan Aspek Perilaku Stres
Akademik
Persentase Korelasi Locus of Control dengan Aspek Pikiran Stres
Akademik
Persentase Korelasi Locus of Control dengan Aspek Emosi Stres
Akademik
Kontingensi Korelasi Locus of Control dengan Stres Akademik
Hasil Uji Korelasi Chi-kuadrat Locus of Control dengan Stres
Akademik
67
68
69
70
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi suatu bangsa, terutama
bagi individu dan masyarakat sebagai penggerak dan tonggak keberhasilan bangsa
tersebut. Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan
cita-cita pribadi individu. Secara filosofis dan historis pendidikan
menggambarkan suatu proses yang melibatkan berbagai faktor dalam upaya
mencapai kehidupan yang bermakna, baik bagi individu itu sendiri maupun
masyarakat pada umumnya (Nurihsan dan Yusuf, 2006: 2)
Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagaman, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(Undang-Undang Sistem Pendidikan nasional Tahun 2003 Pasal 1). Hal ini memberikan
gambaran bahwa keberhasilan dari pendidikan adalah tidak hanya berpusat pada
kemampuan kognitif akan tetapi pengembangan sisi afektif, mental serta emosi
dari peserta didik. Dengan demikian, pendidikan merupakan upaya untuk
mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk itu,
pendidikan dilakukan dalam berbagai seting kehidupan. Pendidikan yang
dilakukan dalam seting formal adalah wujud nyata untuk menghasilkan kualitas
sumber data manusia yang bermutu dan berkualitas.
Pendidikan menengah atas merupakan jenjang pendidikan formal untuk
lulusan pendidikan menengah pertama yang sesuai dengan kebijakan Departemen
Pendidikan Nasional. Pendidikan menengah atas memiliki beberapa jenis,
diantaranya adalah pendidikan menengah umum, kejuruan, keagamaan, kedinasan
dan luar biasa.
Seiring dengan perkembangan peningkatan mutu pendidikan, kini hadir
2
(Rintisan Sekolah Berstandar Internasional), dan SBI (Sekolah Berstandar
Internasional). Seiring dengan perkembangannya, kini telah hadir pula program
pendidikan menengah yang mengunggulkan pendidikan agama secara terpadu
(Sekolah Menengah Islam Terpadu) dan menyelenggarakan program Boarding
School.
Pada dasarnya Sekolah Menengah Atas Islamic boarding school
merupakan salah satu pendidikan jenjang menengah yang mengintegrasikan
pendidikan dengan kurikulum konvensional dan keagamaan (Munawaroh, 2011).
Kata lain dari Sekolah Menengah Atas Islamic boarding school adalah sekolah
berasrama, peserta didik mengikuti pelajaran regular dari pagi hingga siang di
sekolah, dan dilanjutkan dengan kegiatan keasramaan atau program keagamaan
seperti tahfizh dan ta’lim. Sekolah Menengah Atas Islamic boarding school telah
lama dikenal masyarakat dengan istilah pondok pesantren, yang menawarkan
pendidikan ekstra dalam hal keagamaan secara komprehensif kepada peserta
didiknya, dengan menyertakan pendidikan umum sesuai dengan jenjang
pendidikannya.
Kehadiran Islamic boarding school adalah sebuah konsekuensi logis dari
perubahan lingkungan sosial dan keadaan ekonomi serta cara pandang religiusitas
masyarakat (Munawaroh, 2011). Lingkungan sosial telah banyak berubah
terutama di kota-kota besar. Sebagian besar penduduk tidak tinggal lagi dalam
suasana masyarakat yang homogen, kebiasaan lama bertempat tinggal dengan
keluarga besar atau klan atau marga telah bergeser ke arah masyarakat yang
heterogen, majemuk, dan prular, hal ini berimbas pada pola perilaku masyarakat
yang berbeda karena berada dalam pengaruh nilai-nilai yang berbeda pula. Oleh
karena itu, sebagian masyarakat yang terdidik dengan baik menganggap bahwa
lingkungan sosial seperti itu sudah tidak kondusif bagi pertumbuhan dan
perkembangan intelektual dan moralitas anak (Johar Maknun dalam Munawaroh,
2011)
Namun demikian, dengan menjamurnya boarding school tidak terlepas
dari risiko yang akan dihadapi. Karena, selain dampak positif, terdapat pula
3
(Munawaroh, 2011) pada peserta didik SMAN 5 Bandung yang menunjukkan
stresor yang dominan pada peserta didik adalah aspek lingkungan keluarga dan
lingkungan sekolah. Dalam kesimpulannya disebutkan bahwa tingginya tingkat
stres di sekolah merupakan hal yang tidak menguntungkan bagi peserta didik
karena sebagian besar waktu mereka dihabiskan di sekolah, Hal ini diperkuat oleh
Andriani dalam Munawaroh, (4: 2011) yang menyatakan bahwa menjadi pelajar
merupakan tugas yang berat karena banyak tuntutan tugas yang dibebankan
sekolah kepadanya.
Terlebih lagi bagi peserta didik di Sekolah Menengah Atas Islamic
boarding school, yang sebagian besar aktivitas mereka dilakukan di sekolah dan
asrama, yang tentu saja memiliki lebih banyak tuntutan bagi peserta didik, selain
aktivitas yang bertambah juga lingkungan yang sangat jauh berbeda dengan
lingkungan tempat tinggal sebelumnya (rumah). Ditambah lagi dengan adanya
tuntutan untuk hafalan Al-qur’an (tahfizh) yang mengharuskan peserta didiknya
menghafal beberapa ayat dalam satu hari, dan targetan hafalan untuk kriteria
kelulusan. Kondisi ini tentu saja menuntut peserta didik untuk lebih terampil
dalam mengendalikan locus of control yang positif, serta peserta didik akan lebih
rentan terhadap stres, terutama stres akademik.
Secara kronologis, peserta didik pada jenjang Sekolah Menengah Atas
Islamic boarding school, berada pada rentang usia 15 – 18 tahun, pada usia ini
peserta didik berada pada masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa terunik yang akan dilewati setiap
individu dalam fase kehidupannya. Pada masa ini individu akan mengalami
perubahan-perubahan, terutama dalam sikap dan perilaku yang mereka tunjukkan
seiring dengan tingkat perubahan fisik yang terjadi. Menurut Hurlock (1994: 207)
terdapat lima perubahan yang sama dan hampir universal pada setiap remaja, yaitu
meningginya emosi, perubahan tubuh, minat dan peran, perubahan pola perilaku,
perubahan nilai-nilai, serta sikap ambivalen terhadap setiap perubahan yang
ditandai adanya tuntutan akan kebebasan tetapi takut untuk bertanggung jawab.
4
sekali dengan permasalahan dan stres. Sehingga tak jarang masa ini disebut juga
dengan masa bermasalah.
SMAIT As Syifa Boarding School Subang adalah salah satu sekolah
boarding school dengan kualitas yang baik, hal ini dapat dibuktikan dengan
banyaknya jumlah peminat yang masuk dan lulusan yang berkualitas, serta proses
seleksi yang ketat terutama dalam hal akademik dan hafalan Al-qur’an (tahfizh).
Peserta didik SMAIT As Syifa Boarding School Subang berasal dari lulusan
terbaik sekolah menengah pertama di berbagai daerah, diantaranya berasal dari
Bengkulu, Bali, Jakarta, Makassar, Papua, dan daerah lainnya di Indonesia.
SMAIT As Syifa Boarding School Subang menerapkan program pendidikan 24
jam. Pendidikan yang diberikan adalah pendidikan umum dan pendidikan agama,
serta kekhususan dalam program menghafal Al-qur’an (tahfizh) yang merupakan
keunggulan dari sekolah ini. Kegiatan peserta didik dimulai dari pukul tiga pagi
yang diawali dengan kegiatan tahfizh, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan
sekolah umum pada pagi hari hingga siang dan dilanjutkan kegiatan ta’lim dan
ekstrakulikuler pada sore hari. Pada malam hari peserta didik diarahkan untuk
belajar mandiri, dan pukul 10 malam peserta didik baru mengakhiri aktivitasnya
untuk beristirahat.
Segala bentuk kegiatan yang dilakukan peserta didik diatur secara ketat
oleh kepala asrama, yaitu pembimbing khusus yang ditempatkan untuk
memfasilitasi peserta didik selama di asrama. Berdasarkan wawancara penulis
dengan konselor sekolah SMAIT As Syifa Boarding School Subang, kondisi ini
menuntut peserta didik untuk beradaptasi dengan cepat di lingkungan asrama dan
tuntutan yang lebih banyak, seperti target hafalan yang harus disetorkan setiap
hari, aktifitas sekolah yang lebih banyak dibanding dengan sekolah yang lain, dan
harus terbiasa jauh dari orang tua. Selain itu, kondisi akademik peserta didik yang
berbeda pula tuntutannya. Peserta didik yang lolos seleksi masuk SMAIT As
Syifa Boarding School adalah peserta didik yang berprestasi dan terpilih dari
jenjang pendidikan sebelumnya, tidak hanya seleksi dari tahfizh namun juga dari
segi akademik, sehingga tidak jarang terjadi persaingan antar peserta didik yang
5
memungkinkan peserta didik mengalami stres dalam hal akademik. Stres
akademik merupakan respon peserta didik yang berupa perilaku, fikiran, fisik, dan
emosi yang muncul akibat pola pikir yang negatif terhadap tuntutan dari sekolah
dan menganggap tuntutan tersebut sebagai ancaman bagi dirinya (Wahyuningsih:
2010). Sehingga, tak jarang peserta didik merasa tidak percaya diri dan
menyalahkan lingkungan atas kondisinya tersebut, dan berakibat timbulnya
keinginan untuk keluar dari sekolah dan melanjutkan di sekolah menengah
lainnya.
Berdasarkan wawancara dengan konselor sekolah SMAIT As Syifa
Boarding School Subang, hal tersebut diatas banyak terjadi pada peserta didik
kelas X, salah satu peserta didik puteri mengalami stres secara akademik, yang
ditunjukkan dengan stres ketika akan menghadapi ujian, khawatir prestasinya
akan turun dan tidak sebagus ketika dia berada di SMP serta menyatakan ingin
keluar dari sekolah dan segala aktifitasnya. Selain itu, sebagian besar peserta
didiknya merasa mereka memiliki saingan yang berat di sekolah dan asrama.
Total dari empat kelas peserta didik putera dan puteri, hampir separuhnya
mengalami kondisi tersebut. Dengan demikian, permasalahan-permasalahan yang
terjadi pada peserta didik boarding school berimbas pada timbulnya permasalahan
akademik peserta didik dan rentannya pengaruh kebijakan sekolah terhadap locus
of control peserta didik dalam mengendalikan dirinya sendiri.
Pada masa remaja, individu akan mampu menghadapi tantangan dan
perubahan secara positif, jika mereka dapat melakukan tugas-tugas perkembangan
dengan baik. Dan sebaliknya, jika individu tersebut gagal, maka tugas
perkembangan selanjutnya akan terhambat. Keberhasilan pencapaian tugas
perkembangan tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal (dari
dalam diri sendiri) maupun eksternal (lingkungan). Sukmadinata (2004: 162)
menyebutkan bahwa faktor penyebab yang bersifat internal adalah berasal dari
kondisi fisik dan psikologis remaja, seperti kondisi kesehatan psikis,
kemampuan-kemampuan intelektual, minat, bakat, emosi, motivasi, dan kepribadian.
Sedangkan pengaruh faktor eksternal disampaikan Yusuf (2005: 210) bahwa
6
lingkungan masyarakat yang tidak kondusif cenderung memberikan dampak yang
kurang baik terhadap perkembangan remaja.
Peserta didik sekolah menengah boarding school adalah individu yang
memasuki masa remaja, kaitannya dengan ini Keating dalam Adam & Gullota
(Syamsu Yusuf 2004: 195) mengatakan bahwa remaja dalam kemampuan
kognitifnya telah mencapai tahap operasional formal, yaitu tahap dimana remaja
dapat berfikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak dan muncul
kemampuan secara ilmiah. Dengan demikian, peserta didik pada usia remaja telah
siap untuk memikirkan kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapinya serta
mengendalikannya.
Pemaparan di atas secara tidak langsung menyebutkan bahwa remaja harus
sudah memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mengendalikan kejadian-kejadian
yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Keyakinan mengenai faktor yang
mengendalikan kejadian-kejadian dalam kehidupan sehari-hari disebut dengan
istilah locus of control Rotter (1972). Rotter (1972) dalam teorinya menyatakan
bahwa Locus of control terbagi menjadi dua dimensi, yaitu internal dan eksternal.
Dimensi internal melihat bahwa tanggung jawab segala perbuatan itu berada pada
diri si pelaku, sedangkan dimensi eksternal akan menganggap bahwa tanggung
jawab segala perbuatan itu berada di luar diri si pelaku. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Wanti Juwita (2009) terhadap peserta didik kelas X SMA
Pasundan 8 Bandung, permasalahan-permasalahan remaja, baik berhubungan
dengan bidang belajar pribadi, sosial dan karir, diantaranya disebabkan oleh
remaja belum memiliki keyakinan kuat dalam diri bahwa kehidupannya itu dapat
dikendalikan. Hal ini dibuktikan dengan jumlah persentase peserta didik yang
memiliki kecenderungan locus of control eksternal sebanyak 38%, yang
menunjukkan bahwa mereka meyakini kekuatan luar lah yang mengendalikan
kehidupan mereka. Hal ini diperkuat dengan penelitian Ika Alinda (2006) yang
menunjukkan bahwa locus of control memberikan kontribusi sebesar 13,6%
terhadap kenakalan yang dilakukan oleh peserta didik.
Dalam beberapa penelitian, menyatakan bahwa locus of control
7
Penenelitian Abdullah (2004, dalam Rachmawaty, 2011) menunjukkan bahwa
prestasi belajar yang diraih oleh peserta didik yang meyakini bahwa penyebab
keberhasilan adalah diri sendiri lebih tinggi dibanding peserta didik yang
meyakini bahwa penyebab keberhasilan faktor di luar dirinya. Hal ini diperkuat
dengan penelitian Robie (2005 : 113) yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara locus of control peserta didik program tahfizh Al-qur’an di
MAQDIS.
Sedangkan penelitian yang berhubungan dengan stres akademik peserta
didik adalah penelitian yang dilakukan oleh Desmita (2010) terhadap peserta didik
stres di sekolah unggulan dan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan
program peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan kurikulum yang
diperkaya, intensitas belajar yang tinggi, rentang waktu belajar formal yang lebih
lama, tugas-tugas sekolah yang lebih banyak, dan keharusan menjadi pusat
keunggulan (agent of chalenge), dan sebagainya, telah menimbulkan stres di
kalangan peserta didik. Penelitian ini diperkuat dengan penelitian Wahyuningsih
yang menyatakan bahwa fenomena stres akademik terlihat di SMP 5 Bandung,
bukan hanya pada peserta didik reguler saja, tetapi pada peserta didik kelas
akselerasi terlebih mereka memiliki beban dan tuntutan akademik yang lebih
tinggi, meskipun fasilitas yang mereka terima lebih memadai.
Berdasarkan kondisi lapangan SMAIT As Syifa Boarding School Subang
dan beberapa penelitian diatas, maka sesugguhnya locus of control memiliki
pengaruh yang sangat besar dalam kepribadian remaja. Syamsu Yusuf (2004: 201)
mengungkapkan bahwa pada masa remajalah saat yang paling penting bagi
perkembangan dan integrasi kepribadiannya. Sehingga, locus of control
merupakan salah satu aspek yang harus dikembangkan. Kondisi pembelajaran dan
lingkungan di SMAIT As Syifa Boarding School Subang menunjukkan pula
kondisi yang memungkinkan peserta didik mengalami stres akademik.
Berangkat dari fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai hubungan antara locus of control dengan stres akademik
peserta didik boarding school. Penelitian ini diberi judul “Hubungan antara Locus
8
terhadap peserta didik kelas X SMAIT As Syifa Boarding School Subang tahun
ajaran 2012 –2013)”.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Locus of control atau Lokus kendali merupakan letak keyakinan idividu
mengenai sumber penentu perilakunya. Rotter mengemukakan bahwa terdapat
dua jenis lokus kendali pada individu, yaitu lokus kendali internal dan lokus
kendali eksternal. Lokus kendali internal menunjuk kepada keyakinan individu
bahwa peristiwa-peristiwa yang dialaminya merupakan akibat dari perbuatannya,
sedangkan lokus kendali eksternal menunjukkn kepada keyakinan individu bahwa
peristiwa-peristiwa yang dialami bukanlah akibat dari tindakannya melainkan
akibat dari nasib, keberuntungan, dan kekuatan-kekuatan lain dari luar dirinya
(Sukartini, S. P, 2003: 16).
Permaslahan yang sering kali dialami peserta didik, khusunya peserta
didik boarding school disebabkan oleh keyakinan bahwa permasalahan yang
dihadapinya disebabkan oleh lingkungan disekitarnya, nasib, dan kekuatan
lainnya yang berasal dari luar dirinya, dan cenderung menyalahkan orang lain. Hal
ini menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran peserta didik bahwa segala sesuatu
yang terjadi pada dirinya berdasarkan kontrol atau kendali dari dirinya sendiri.
Peserta didik yang memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat mengendalikan
dirinya, lebih sedikit kemungkinannya mengalammi stres atau bahkan depresi dan
menunjukkan usaha yang lebih besar untuk mengendalikan situasi buruk
dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki keyakinan bahwa orang lain
atau lingkungan luar yang mengendalikan dirinya.
Peserta didik boarding school, merupakan peserta didik yang tinggal di
asrama, jauh dari orang tua dengan segala peraturan yang diberlakukan di sekolah.
Peserta didik tidak dapat keluar-masuk asrama dengan begitu saja. Peserta didik
boarding school tinggal di asrama bersama teman-teman yang beragam karakter,
kemungkinan menemukan teman dan situasi yang tidak sesuai dengan
keinginannya akan sangat besar. Pertama, remaja mengalami perubahan yang
9
dimana peserta didik berinteraksi dengan teman sebaya dan guru yang lebih
banyak dan menghadapi ekspektasi-ekspektasi akademik yang lebih tinggi .
(Fenzel, 1989; Hamburg, 1974; Hendren, 1990; Simmons & Blyth, 1987).
Willis (1992: 50) mengatakan bahwa usaha yang tidak berhasil dalam
mencari kesesuaian antara keyakinan dengan kenyataan di lapangan akan
berakibat pula terhadap perilaku penyesuaian sosial, mungkin berbentuk perilaku
salah suai (maladjusted behavior).Peserta didik boarding school dengan berbagai
aktivitasnya yang lebih banyak dari sekolah formal, tentu memiliki tuntutan dan
tanggung jawab yang lebih berat, bukan hanya harus mempertahankan prestasi
akademiknya, tetapi juga ia harus memenuhi tugas lain seperti hafalan Al-Quran
serta beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggalnya yang baru. Melihat
aktivitas peserta didik boarding school yang lebih banyak tentu memungkinkan
adanya tuntutan dan tanggung jawab yang lebih berat. Peserta didik bukan hanya
dituntut dalam bidang akademik, tetapi juga adaptasi dengan lingkungan asrama
dan peningkatan dalam segi spiritual. Perubahan tempat tinggal dan suasana
tempat belajar dapat menjadi faktor pemicu timbulnya masalah peserta didik. Usia
remaja merupakan usia yang rentan, karena pada usia ini peserta didik berada
pada masa transisi membutuhkan dukungan dan bimbingan dari orang-orang
sekitarnya, ia membutuhkan model dalam pengembangan dirinya. Hurlock (1980)
mengemukakan sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke
waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru
dan harapan sosial yang baru.
Desmita (2010) meneliti peserta didik stres peserta didik sekolah unggulan
dan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program peningkatan mutu
pendidikan melalui penerapan kurikulum yang diperkaya, intensitas belajar yang
tinggi, rentang waktu belajar formal yang lebih lama, tugas-tugas sekolah yang
lebih banyak, dan keharusan menjadi pusat keunggulan (agent of chalenge), dan
sebagainya, telah menimbulkan stres di kalangan peserta didik. Stres akademik
merupakan permasalahan yang terjadi pada peserta didik yang berupa perilaku,
pikiran, reaksi fisik dan reaksi emosi yang negatif yang muncul akibat adanya
10
C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
mengenai hubungan antara Locus of Control dengan stres akademik peserta didik
kelas X SMAIT As Syifa Boarding school Subang tahun ajaran 2012/2013.
Secara khusus tujuan penelitian ini yaitu:
1. Memperoleh gambaran umum locus of control peserta didik kelas X SMAIT
As Syifa Boarding school Subang tahun ajaran 2012/2013.
2. Memperoleh gambaran umum stres akademik peserta didik kelas X SMAIT
As Syifa Boarding school Subang tahun ajaran 2012/2013.
3. Mengetahui hubungan antara locus of control dengan stres akademik peserta
didik kelas X SMAIT As Syifa Boarding school Subang tahun ajaran
2012/2013.
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, maka dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran umum locus of control peserta didik kelas X SMAIT
As Syifa Boarding school Subang tahun ajaran 2012/2013?
2. Bagaimana gambaran umum stres akademik peserta didik kelas X SMAIT
As Syifa Boarding school Subang tahun ajaran 2012/2013?
3. Bagaimana hubungan antara locus of control dengan stres akademik
peserta didik kelas X SMAIT As Syifa Boarding school Subang tahun
ajaran 2012/2013?
E. Manfaat Penelitian
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian
dalam bidang keilmuan psikologi pendidikan dan bimbingan, sehingga dapat
dijadikan sebagai bahan awal untuk penelitian lanjutan yang lebih mendalam
mengenai hubungan antara locus of control dan stres akademik.
11
Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi dan masukan bagi peserta didik SMAIT As Syifa
Boarding school Subang kelas X mengenai kecenderungan locus of control
yang mereka miliki dan kaitannya dengan stres akademik.
2. Memberikan informasi dan masukan bagi guru dan pihak sekolah SMAIT As
Syifa Boarding school Subang mengenai hubungan locus of control dengan
stres akademik pada peserta didik, untuk lebih mengefektifkan proses
belajar-mengajar.
3. Bagi konselor, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai
hubungan antara locus of control dengan stres akademik yang dialami oleh
peserta didik.
4. Bagi peneliti, dengan melakukan penelitian ini peneliti mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman baru, serta memotivasi peneliti lain untuk
meneliti lebih lanjut mengenai locus of control dan kaitannya dengan stres
akademik.
F. Asumsi
Asumsi yang menjadi titik tolak dalam penelitian ini adalah:
1. Locus of control merupakan konsep kepribadian yang memberi gambaran
tentang keyakinan seseorang dalam menentukan perilakunya (Rotter, 1972).
2. Stres akademik adalah stres yang disebabkan oleh academic stresor Desmita
(2011 : 297)
G. Hipotesis
Rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Terdapat hubungan antara
locus of control dengan stres akademik siswa kelas X SMAIT As Syifa boarding
school Subang tahun ajaran 2012/2013”
H. Struktur Organisasi Skripsi
Penulisan penelitian ini tersusun dalam sistematika pembahasan sebagai
12
Bab I Pendahuluan. Terdiri dari latar belakang penelitian, identifiksai dan
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organissi
skripsi.
Bab II Kajian Teori. Merupakan uraian tentang tinjauan teoritis penelitian
yang meliputi : locus of control dan stres akademik.
Bab III Metode Penenlitian. Merupakan pembahasan permasalahan
metode yang digunakan dalam penelitian, yang meliputi pendekatan dan jenis
penelitian, subyek penelitian, instrument pengumpulan data, uji validitas, uji
realibilitas, dan teknik analisis data.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. Berisi penyajin data dan analisis
dari data yang sudah terkumpul. Terdiri dari deskripsi proses pelaksanaan
penelitian, deskripsi hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.
Bab V Penutup. Merupakan bagian akhir dari skripsi ini, yang berisi
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu
suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka
sebagai alat menentukan keterangan mengenai apa yang ingin diketahui.
Sukmadinata (2008: 53) mengemukakan bahwa penelitian kuantitatif adalah
pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan data berupa
angka-angka, pengolahan statistik, struktur, dan percobaan kontrol.
Penelitian dilakukan untuk mengungkap informasi atau data mengenai
locus of control dan stres akademik. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk
memperoleh data mengenai gambaran umum locus of control dan stres akademik
melalui pengembangan instrumen (angket) dengan mengacu pada definisi
operasional variabel.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif korelasi, yaitu suatu metode yang dimaksudkan untuk mencari atau
menguji hubungan antar variabel, selain itu penelitian bertujuan untuk mencari,
menjelaskan suatu hubungan, memperkenalkan, menguji berdasarkan teori yang
ada (Basirun, 2011: 1). Sehingga penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu
locus of control dan stres akademik.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah peserta didik kelas X SMAIT As-syifa
Boarding School Subang tahun pelajaran 2012-2013. Dengan asumsi pemilihan
populasi sebagai berikut:
a. Peserta didik kelas X berada pada rentang usia 17-18 tahun, pada rentang usia
ini peserta didik memasuki masa remaja akhir yang merupakan masa transisi
46
b. Pemahaman mengenai pentingnya mengembangkan locus of control internal
harus segera dimantapkan, sehingga peserta didik telah cukup mampu untuk
mereduksi stres akademik yang mungkin akan dihadapinya.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling) yaitu
semua populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan sesuai dengan penjelasan Arikunto (2009: 95), bahwa “jika jumlah anggota subjek dalam populasi hanya melliputi antara 100 hingga 150 orang, dan dalam pengumpulan data peneliti menggunakan angket, sebaiknya subjek sejumlah itu diambil seluruhnya.” Maka sampel dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X SMAIT As-syifa Boarding
School Subang dengan jumlah anggota sebanyak 129 orang.
C. Definisi Operasional Variabel 1. Locus of Control
Keyakinan seseorang akan kendali diri yang dimilikinya dapat berada pada
taraf yang berbeda, tergantung seberapa besar kegagalan dan keberhasilan yang
ditemui sebelumnya, yang selanjutnya akan berpengaruh di dalam mengantisipasi
konsekuensi tindakan-tindakannya dan menuntut taraf keyakinan individu akan
kendalinya dalam menghadapi setiap masalah yang terjadi (Rachmawati, 2011:
50).
Lefcourt dalam Maryam (2010 : 22) menyatakan bahwa locus of control
mengacu pada derajat dimana individu memandang peristiwa-peristiwa dalam
kehidupannya sebagai konsekuensi dari perbuatannya, dengan demikian dapat
dikontrol atau sebagai sesuatu yang tidak berhubungan dengan perilakunya
sehingga di luar kontrol pribadinya
Menurut Lefcourt (Abdullah: 2004 dalam Rachmawati, 2011 : 27) secara
umum gambaran mengenai perbedaan antara individu dengan kecenderungan
locus of control internal dan eksternal adalah sebagai berikut :
a. Individu yang didominasi kecenderungan locus of control internal memiliki
47
1) Mempunyai perasaan bahwa hasil kerja serta karirnya bergantung pada usaha
dan kemampuan sendiri.
2) Aktif mencari informasi serta berusaha keras meningkatkan status sosial
maupun ekonomi.
3) Lebih percaya pada diri sendiri.
4) Lebih antusias dan optimis.
5) Lebih hangat dan teggelam dalam pekerjaan.
6) Mempunyai aspirasi yang tinggi dan cenderung menguasai lingkungan.
7) Mempunyai ambisi menjadi pemimpin dan mempunyai rasa tanggung jawab.
8) Tidak mudah terpengaruh bila ada perbedaan pendapat.
b. Individu yang didominasi kecenderungan locus of control eksternal memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1) Mempunyai perasaan bahwa apa yang terjadi pada dirinya adalah karena
lingkungan.
2) Pengaruh ibu sangat kuat.
3) Cenderung bergantung pada orang lain dan sulit mengatasi masalah sendiri.
4) Merasa tidak perlu untuk membuat rencana jangka pandang dalam bekerja
dan berusaha.
5) Lebih senang bekerja dengan instruksi yang jelas dan sangat terperinci.
Berdasarkan uraian di atas, maka locus of control dalam penelitian ini
adalah unsur keyakinan peserta didik SMAIT As-syifa Boarding School Subang
dalam mengendalikan perisiwa-peristiwa pengalamannya, apakah meyakini
kemampuannya untuk mengendalikan peristiwa-peristiwa pengalamannya
(kendali internal) atau meyakini bahwa suatu peristiwa terjadi di luar kendali
48
2. Stres Akademik
Stres akademik adalah permasalahan yang terjadi pada siswa sebagai
konsekuensi dari penilaian siswa akan tuntutan akademik yang dimiliki dan
persepsiakan kemampuan siswa dalam mengatasi tuntutan-tuntutan akademik
tersebut.
Olejnik dan Holschuh (Rahmawati, 2012) menggambarkanstres akademik
sebagai sebuah respon yang muncul karena terlalu banyaknya tuntutan dan tugas
yang harus dikerjakan oleh peserta didik.
Stres akademik dapat ditunjukkan dengan beberapa gejala di bawah ini :
a. Reaksi Fisik
Reaksi fisik yang dimaksud antara lain: sakit perut, mudah lelah,
memegang benda dengan erat, otot tegang, sakit kepala, suka berkeringat dingin,
sering buang air kecil, denyut jantung meningkat, tangan dingin.
b. Pikiran
Gejala pada aspek pikiran antara lain: bingung/pikiran kacau, pelupa, tidak
punya tujuan hidup, berpikir negatif, prestasi menurun, kehilangan harapan,
merasa tidak berguna, merasa tidak menikmati hidup, sulit berkonsentrasi, sulit
membuat keputusan, tidak punya prioritas.
c. Perilaku
Perilaku yang ditunjukkan oleh siswa yang mengalami stres akademik
antara lain: gugup, suka bohong, suka bolos, tidak disiplin, tidakk peduli terhadap
materi, suka menggerutu, sulit konsentrasi, malas belajar, tidak mengerjakan
tugas, suka mengambil jalan pintas, tidak punya keterampilan/kompetensi, suka
menyendiri, menghindari situasi stres, insomnia, menyalahkan orang lain.
d. Reaksi Emosi
Reaksi emosi pada siswa yaang mengalami stres akademik yaitu: mudah
marah, panik, mudah kecewa, tidak ada rasa humor, gelisah, merasa ketakutan.
Stres akademik yang dimaksud dalam penelitian adalah reaksi peserta
didik SMAIT As-syifa Boarding School Subang terhadap tugas-tugas akademik
49
ditandai dengan gejala fisik, emosi, pikiran, dan perilaku. Reaksi tersebut
dikategorikan ke dalam tingkatan stres sangat tinggi, sedang, dan rendah.
D. Pengembangan Instrumen
1. Alat Pengumpulan Data Locus of Control
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan oleh Eka
Rachmawati (2011) yang disusun berdasarkan konsep Locus of Control dari
Rotter. Penyusunan instrumen diawali dengan penyusunan kisi-kisi instrumen
Locus of Control yang menguraikan masing-masing aspek menjadi indikator.
Kemudian dituangkan kedalam sejumlah item berupa pernyataan-pernyataan yang
bermuatan internal dan eksternal. Kisi-kisi instrumen Locus of Control dapat
disajikan pada tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1
Kisi-kisi instrumen Locus of Control Kecende
1. Bertahan dalam menghadapi kesulitan 1a, 2a, 3a 2. Tekun dan rajin melakukan pekerjaan untuk
mencapai tujuan
4b, 5a
B.Inisiatif
3. Mencari cara sendiri untuk melakukan sesuatu agar mencapai tujuan
6b, 7b, 8b, 9a, 10b 4. Melaksanakan tugas atau kewajiban dengan
kesadaran sendiri
5. Menambah pengetahuan dan wawasan agar dapat menyelesaikan masalah yang ada
14a, 15a
6. Mampu mengambil keputusan dan tindakan untuk menghadapi masalah
16a, 17b
D.Berfikir efektif
7. Mempertimbangkan ketepatan dan kemudahan dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah
9.Mengetahui sebab akibat yang berhubungan antara perbuatan dan peristiwa yang terjadi
23a, 24a, 25b, 26b,
27b 10. Bertanggung jawab atas
peristiwa-peristiwa yang dilakukan
50
1. Mudah menyerah dalam menghadapi kesulitan
1b, 2b, 3b 2. Tidak tekun dan tidak rajin melakukan
pekerjaan untuk mencapai tujuan
4a, 5b
B.Kurang inisiatif
3. Menunggu perintah dari orang lain dalam melaksanakan tugas atau kewajiban
6a, 7a, 8a, 4. Tidak berfikir untuk mencari cara sendiri
untuk melakukan sesuatu agar mencapai tujuan
6. Tidak yakin pada usahanya sendiri 18b, 19a
D.Bergantung
terjadi pada dirinya adalah karena lingkungan
24b, 25a
E. Kurang solutif
9. Mudah untuk diyakinkan dan bergantung pada petunjuk orang lain
26a, 27a,
Data dala penelitian ini adalah data tentang locus of control peserta didik.
Instrumen pengumpul data tersebut disusun dalam model skala yang
dikembangkan berupa angket berskala dua.
Penyekoran instrumen locus of control dengan alternatif jawaban “internal” dan “eksternal”, dengan skor:
a. Jika memilih pernyataan locus of control eksternal, maka nomor jawaban
diberi skor 0 (nol). Pernyataan yang memperoleh nilai 0 (nol) adalah 1b, 2b,
3b, 4a, 5b, 6a, 7a, 8a, 9b, 10a, 11b, 12a, 13a, 14b, 15b, 16b, 17a, 18b, 19a,
20a, 21a, 22a, 23b, 24b, 25a, 26a, 27a, 28b, 29b, 30b.
b. Jika memilih pernyataan locus of control internal, maka nomor jawaban
diberi skor 1 (satu). Pernyataan yang memperoleh nilai 1 (satu) adalah 1a, 2a,
3a, 4b, 5a, 6b, 7b, 8b, 9a, 10b, 11a, 12b, 13b, 14a, 15a, 16a, 17b, 18a, 19b,
51
2. Alat Pengumpulan Data Stres Akademik
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan oleh
Nurbaety (2012). Butir-butir pernyataan dalam instrumen merupakan gambaran
tentang gejala stres akademik pada siswa. Angket menggunakan skala bertingkat
yaitu sering (S), kadang-kadang (KK), dan tidak Pernah (TP).
Kisi-kisi Instrumen Gejala Stres Akademik disajikan dalam tabel 3.1
berikut.
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Gejala Stres Akademik
Variabel Aspek Indikator No.
Item
4. Sering buang air kecil
5. Memegang/menggenggam benda dengan sangat erat.
6. Tangan terasa lembab dan dingin 7. Berkeringat dingin
2. Sulit tidur atau insomnia 3. Suka menyendiri
4. Berbohong 5. Gugup
6. Menyalahkan orang lain 7. Membolos atau mabal
8. Tidak mampu menolong diri sendiri 9. Mengambil jalan pintas
2. Tidak bisa menentukan prioritas hidup
3. Merasa kebingungan atau sulit berkonsentrasi 4. Berpikir menghadapi jalan buntu
52
7. Berpikir negatif
8. Merasa diri tidak berguna
9. Jenuh (merasa tidak menikmati hidup)
43,44
Instrumen gejala stres akademik menggunakan skala Sering (S),
Kadang-kadang (KK), dan tidak pernah (TP). Keseluruhan instrumen menggunakan
pernyataan positif sehingga alternatif jawaban siswa diberi skor 3, 2, dan 1,
semakin tinggi alternatif jawaban siswa maka semakin tinggi gejala stres
akademik siswa dan semakin rendah alternatif jawaban siswa maka semakin
rendah gejala stres akademik siswa. Kriteria penyekoran instrumen gejala stres
akademik sebagai berikut.
E. Uji Coba Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas Butir Item
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
suatu instrumen (Arikunto, 2003: 78). Pengujian validitas butir item yang
dilakukan terhadap seluruh item yang terdapat dalam angket yang mengungkap
letak lokus kendali (locus of control) dan gejala stres akademik siswa. Kegiatan
uji validitas butir item bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang
digunakan mampu mengukur apa yang diinginkan.
Hasil pengujian validitas instrumen locus of control dengan menggunakan
korelasi item total point biserial, dari 30 item pernyataan yang disusun didapat 25
item dinyatakan valid pada tingkat kepercayaan 98%.
Hasil pengujian validitas instrumen gejala stres akademik dengan
menggunakan korelasi item total product-moment, dari 64 item pernyataan yang
53
2. Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui keterandalan instrumen
atau keajegan instrumen. Sukmadinata (2006) menyatakan bahwa realibitas
berkenaan dengan tingkat keajegan atau ketepatan hasil pengukuran.
Reliabilitas berarti instrumen tersebut, bila digunakan beberapa kali untuk
mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 1997).
Untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen diolah dengan metode
statistika menggunakan program Microsoft excel 2010.
Kriteria tolak ukur koefisien reliabilitas (Arikunto, 2004: 247) yaitu:
0,00 – 0,199 : derajat keterandalan sangat rendah
0,20 – 0,399 : derajat keterandalan rendah
0,40 – 0,599 : derajat keterandalan cukup
0,60 – 0,799 : derajat keterandalan tinggi
0,80 – 1,00 : derajat keterandalan sangat tinggi
Untuk menguji reliabilitas, peneliti menggunakan Cronbach’s Alpha.
Hasil uji reliabilitas instrumen locus of control diperoleh koefisien reliabilitas
sebesar 0,981 dan gejala stres akademik diperoleh koefisien reliabilitas sebesar
0,882. Merujuk pada klasifikasi rentang koefisien reliabilitas kedua variabel di
atas termasuk ke dalam kategori sangat tinggi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengujian instrumen yang
digunakan dinyatakan valid dan reliabel.
3. Koefisien Korelasi
Data yang diperoleh dari alat ukur, diolah dan diskor. setelah skor mentah
diperoleh dari hasil pengukuran, hasil tersebut kemudian diolah dengan
menggunakan metode statistik. Pada penelitian ini, statistik uji yang digunakan
berupa analisis koefisien kontingensi (Chi Kuadrat) untuk menguji hipotesis
penelitian dan korelasi antar variabel.
Koefisien kontingensi C adalah suatu ukuran kadar asosiasi atau relasi
54
mempunyai informasi kategori (skala nominal) mengenai satu di antara
himpunan-himpunan atribut atau kedua himpunan atribut itu (Siegel, 1992:243).
Untuk menghitung koefisien kontingensi antara skor-skor dua himpunan
kategori, langkah awal yang dilakukan adalah dengan menyusun
frekuensi-frekuensinya dalam satu tabel kontingensi. Dalam tabel tersebut frekuensi yang
diharapkan untuk tiap sel (Eij) dapat dimasukan, dengan menentukan frekuensi
manakah akan terjadi seandainya tidak terdapat asosiasi atau korelasi antara kedua
variabel. Semakin besar perbedaan antara harga-harga sel yang diobservasi, maka
semakin besar pula tingkat asosiasi antara kedua variabel itu dan dengan demikian
semakin besar harga C (Siegel, 1992:244).
F. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data 1. Persentase
Persentase digunakan untuk mengungkapkan karakteristik locus of control
dan stres akademik peserta didik. Bila persentase semakin tinggi, maka
karakteristik peserta didik termasuk dalam karakteristik tinggi. Namun sebaliknya,
bila persentase rendah, maka karakteristik peserta didik termasuk kedalam
karakteristik rendah.
Untuk mendapatkan gambaran tingkat locus of control dan stres akademik
peserta didik, dilakukan dengan perhitungan persentase menggunakan rumus:
Skor Aktual/Skor Ideal x 100%
2. Uji Korelasi Koefisien Kontingensi
Setelah skor mentah diperoleh, hasil tersebut kemudian diolah dengan
menggunakan software SPSS for window versi 20, dengan teknik analisa koefisien
kontingensi (Chi-Kuadrat) untuk menguji hipotesis penelitian dan korelasi antar
variabel.
Analisis kontingensi dipilih berdasarkan kriteria:
a. Data penelitian ini berpasangan
55
c. Data statistik bersifat nonparametrik
Selanjutnya menguji nilai hipotesis dengan melibatkan jumlah observasi untuk kasus-kasus (Oij) dan bayaknya kasus yang diharapkan di bawah H0 (Eij).
Hipotesis statistik pada penelitian ini adalah :
H0 : ²hit < ²tab : Tidak terdapat hubungan antara locus of control dengan stres
akademik pada peserta didik SMAIT As Syifa Boarding
School Subang.
H0 : ²hit ≥ ²tab : Terdapat hubungan antara locus of control dengan stres
akademik pada peserta didik SMAIT As Syifa Boarding
School Subang.
Kriteria uji berdasarkan metode statistik yang digunakan untuk
menghitung hubungan antara variabel locus of control dengan stres akademik
dalam penelitian ini adalah :
Tolak, H0, jika ²hit ≥²tab dengan dk = (b-1) (k-1), dimana ²tab diambil dari tabel
harga – harga kritis Chi-Kuadrat dengan α = 0,05 dengan taraf kepercayaan 95%.
Setelah mengetahui apakah H0 ditolak atau diterima, maka langkah
selanjutnya adalah menghitung derajat hubungan kedua variabel.
Agar harga C yang diperoleh dapat dipakai untuk menilai derajat asosiasi
antar variabel, maka harga C perlu dibandingkan dengan koefisien kontongensi
maksimum.semakin dekat harga C kepada C maksimum, maka semakin besar
derajat asosiasi antara variabel. Dengan kata lain faktor satu makin berkaitan
dengan faktor yang lain.
3. Uji Signifikansi Koefisien Kontingensi
Dalam menguji signifikansi suatu ukuran asosiasi, hal yang pertama kali
dilakukan adalah menguji hipotesis-nol bahwa tidak terdapat korelasi dalam
populasi itu, yaitu bahwa harga observasi ukuran asosiasi dalam sampel mungkin
telah terjadi secara kebetulan dalam sebuah sampel dari suatu populasi di mana
56
Signifikansi tingkat asosiasi (signifikan C) dapat ditentukan dengan
menetapkan kemungkinan yang berkaitan dengan terjadinya nilai di bawah H-nol.
harga-harga sebesar harga observasi ², dengan db = k – 1) (r – 1). Jika
kemungkina itu sama dengan atau kurang dari α, hipotesis-nol dapat ditolak pada
tingkat signifikansi tersebut.. Tabel C menyajikan kemungkinan yang berkaitan
dengan terjadinya, di bawah H-nol, harga-harga sebesar ² yang diobservasi. Jika ² untuk harga-harga sampel itu signifikan, maka kita dapat menyimpulkan bahwa dalam populasinya asosiasi antara kedua himpunan atribut itu tidaklah nol.
G. Prosedur Penelitian 1. Persiapan Penelitian
Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan dalam melakukan
penelitian adalah sebagai berikut :
a. Penyusunan proposal yang dimulai dari pengajuan tema bahasan penelitian
kepada dewan skripsi. Dengan proses konsultasi kepada tim dosen mata
kuliah Metode Riset.
b. Melaksanakan seminar proposal pada mata kuliah Metode Riset.
c. Merevisi proposal penelitian. dilanjutkan dengan permohonan pengangkatan
dosen pembimbing
d. Perizinan penelitian berupa pembuatan surat-surat penelitian yang bertujuan
memenuhi kelengkapan administrasi penelitian sesuai dengan ketetapan yang
berlaku.
2. Pelaksanaan Pengumpulan Data
a. Pelaksanaan pengumpulan data dimulai dengan perizinan menggunakan
instrumen Locus of Control yang dikembangkan oleh Eka Rachmawati
(2011) dan instrumen stres akademik yang dikembangkan oleh Nurbaety
(2011).
b. Penyebaran instrumen Locus of Control dan instrumen stres akademik kepada
siswa kelas X SMAIT As Syifa Boarding School Subang tahun ajaran
57
3. Pengolahan dan Analisis Data
a. Tahap penyekoran dengan memeriksa dan memberikan skor setiap item pada
instrumen locus of control dan stres akademik.
b. Pengolahan dan analisis data setelah semua data terkumpul. Pengolahan data
menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan SPPS versi 20. Setelah
diperoleh gambaran dari data yang telah diolah, maka dilanjutkan dengan
pembahasan serta analisis hasil penelitian. Membuat kesimpulan dan
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bagian terdahulu, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak ada hubungan signifikan antara locus of control dengan stres akademik
yang dialami peserta didik. Artinya semakin tinggi locus of control internal
tidak berpengaruh signifikan terhadap stres akademik yang dialami oleh
peserta didik. Dengan kata lain, semakin tinggi locus of control internal tidak
memiliki pengaruh terhadap menurunnya stres akademik peserta didik.
2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara locus of control internal terhadap
penurunan stres akademik pada setiap aspek stres akademik. Dengan
demikian semakin tinggi locus of control internal, setiap aspek stres
akademik dari stres akademik tidak mengalami penurunan yang signifikan.
3. Peserta didik dengan kecenderungan locus of control internal maupun
eksternal sama-sama memiliki kecenderungan stres akademik pada tingkatan
sedang. Sehingga, kecil sekali pembuktian bahwa bahwa peserta didik
dengan kecenderungan locus of control internal memiliki stres akademik
yang rendah.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut diuraikan
beberapa rekomendasi sebagai masukan terutama bagi guru pembimbing dan
peneliti selanjutnya.
1. Guru Bimbingan dan Konseling
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase Locus of Control internal
peserta didik kelas X SMAIT As Syifa Subang tahun ajaran 2012/2013 sebesar
51, 94% , dan Locus of Control eksternal sebesar 48, 06% . Dengan tingkat stres
akademik berada pada kategori sedang dengan persentase 63, 57%. Berdasarkan
86
melaksanakan layanan bimbingan dan konseling yang dapat mengembangkan
kecenderungan locus of control internal, sehingga stres akademik pada peserta
didik dapat tereduksi oleh keyakinan mereka sendiri.
Layanan bimbingan dan konseling diarahkan kepada bimbingan yang
bersifat responsif, preventif, dan pengembangan agar peserta didik dapat
mereduksi stres akademik, serta mengembangkan, dan mempertahankan
kecenderungan locus of control internal yang dilimikinya.
2. Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini pada dasarnya masih memiliki banyak kekurangan,
sehingga diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenai
locus of control yang dihubungkan dengan variabel lain yang mempengaruhi
pembentukan kepribadian seseorang seperti dihubungkan dengan lingkungan
tempat tinggalnya, pola asuh orang tua, ataupun dengan sosial budayanya.
Selain itu, diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti dengan populasi
dan sampel yang lebih luas untuk mendapatkan hasil yang lebih stabil untuk dapat
87
DAFTAR PUSTAKA
ABKIN. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Departemen Pendidikan Nasional.
Alinda, Ika. (2006). Kontribusi Letak Kendali Diri (locus of control) Terhadap Kenakalan Remaja. Skripsi. PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Alvin, Nglai. O. (2007). Handling Study Stress: Panduan agar Anda Bisa Belajar bersama Anak-Anak Anda. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Al Ummah, Basirun (2011). Penelitian Korelasi. [Online]. Tersedia di: http://basirunmetpel.blogspot.com/2011/01/penelitian-korelasi.html (15 Juli 2012)
Arikunto, Suharsimi. (2013). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik: Panduan bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, dan SMA. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hurlock, Elizabeth B. (1980). Development Psychology: A Life Span Approach. Alih bahasa (1994). Istiwidayanti dan Soedjarwo. Psikologi Perkembangan: Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Juwita, Wanti. (2009). Program Bimbingan Belajar untuk Mengembangkan Letak Kendali dalam Pembelajaran. Skripsi. PPB FIP UPI Bandung: (tidak diterbitkan).
Lazarus, Richard. S dan Folkman, Susan. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company.
Mardiyah, Isni Ainul. (2012). Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berdasarkan Lokus Kendali Peserta Didik Madrasah Aliyah. Skripsi. PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Maryam Siti Y. A. (2010). Keefektifan Teknik Latihan Asertif untuk Mengembangkan Lokus Kendali Internal Remaja. Skripsi. PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Munawaroh, Eem. (2011). Profil Resiliensi siswa Boarding School. Skripsi. PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
88
Nurmalasari, Yuli. (2011). Efektivitas Restrukturisasi Kognitif dalam Menangani stres Akademik Siswa. Skripsi. PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Phares, E. Jerry, Rotter, Julian B., & Chance, June E. (1972). Applications of a Social Learning Theory of Personality. Oxford, England: Holt, Rinehart & Winston.
Rachmawati, Eka. (2011). Program Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Lokus Kendali Internal Siswa. Skripsi. PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Rahmawati, Dania Dwi. Pengaruh Self-Efficacy terhadap Stres Akademik pada Siswa Kelas 1 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMP Negeri 1 Medan. Skripsi. [Online]. Tersedia di: http://repository.usu.ac.id (23 Oktober 2012)
Robie, M. Riva’i. (2005). Hubungan antara Locus Of Control Dengan Motif
Berprestasi pada Siswa Program Tahfidz Al Qur’an di Ma’had Al Qur’an &
Dirosah Islamiyah (MAQDIS) Bandung. Skripsi. Psikologi UNISBA Bandung: Tidak diterbitkan.
Santrock, W. J. (2007). Life Span Development (Eleven ed). Alih bahasa oleh : Benedictinen Widyasinta, Novietha Indra Sallama). Jakarta : Jakarta.
Siegel, Sidney. (1992). Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia.
Sukartini, S. P. (2003). Model Konseling Keterampilan Hidup untuk Mengembangkan Dimensi Kendali Pribadi yang Tegar. Disertasi pada BK UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung: Maestro.
____________________. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.
Supriyantini, Sri. (2013). Perbedaan Stres Akademik antara Kelompok Siswa Minoritas dengan Mayoritas di SMP WR.Supratman 2 Medan. Skripsi. [Online]. Tersedia di: http://repository.usu.ac.id (23 Mei 2013).
89
Ubaidillah, Aan Fardani. (2007). Deskripsi Perbandingan Raihan Prestasi Belajar Siswa dalam Program Diklat Produktif Berdasarkan Orientasi Lokus Kendali. Skripsi. [Online]. Tersedia di: http://library.um.ac.id (14 Oktober 2011).
Wahyuningsih, Wulan. (2010). Perbedaan Tingkat Stres Akademik dan Strategi Pengelolaannya antara Siswa Program Akselerasi dengan Kelas Reguler. Skripsi. PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: rosdakarya.
______________. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: rosdakarya.
Yusuf, Syamsu., dan Nurihsan, A. Juntika. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.