• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) MELALUI PENDAMPINGAN DI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT QOUMA KABUPATEN BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBERDAYAAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) MELALUI PENDAMPINGAN DI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT QOUMA KABUPATEN BANDUNG."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

No Daftar FIP: 008/5/PLS/1/2013

PEMBERDAYAAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING)

MELALUI PENDAMPINGAN DI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT QOUMA KABUPATEN BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Luar Sekolah

Oleh

Yanti Halimatu Sadiah 0800674

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pemberdayaan Korban

Perdagangan Orang (Human Trafficking) Melalui Pendampingan Di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya

saya sendiri, saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak

sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas, pernyataan ini,

saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan

adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain

terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 23 Januari 2013 Yang membuat pernyataan,

(3)

ABSTRACT

Yanti Halimatu Sadiah, Pemberdayaan Korban Perdagangan Orang (Human Trafficking)

Melalui Pendampingan Di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung. Permasalahan utama dalam penelitian ini yaitu bagaimana pemberdayaan korban perdagangan orang melalui pendampingan di LSM Qouma. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh data mengenai perencanaan pemberdayaan yang melalui pendampingan bagi korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten Bandung, pelaksanaan pemberdayaan yang melalui pendampingan bagi korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten Bandung, evaluasi pemberdayaan yang melalui pendampingan bagi korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten Bandung dan tindak lanjut pemberdayaan korban perdagangan orang setelah melakukan pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini melalui metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, studi kepustakaan, dan studi dokumentasi sedangkan teknik analisis data dengan mendeskripsikan data reduksi data dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa perencanaan pendampingan korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten Bandung melalui identifikasi kebutuhan belajar, identifikasi karakteristik korban perdagangan orang, perumusan dan penyusunan tujuan, rekruitmen tenaga pendamping, penyusunan rangkaian kegiatan, pengadaan sarana dan prasarana, persiapan pelaksanaan pendampingan sehingga memperoleh rangkaian kegiatan dan tahap persiapan pada pelaksanaan pendampingan. Pelaksanaan pendampingan korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten Bandung diketahui dari penggunaan bentuk pendampingan, waktu pelaksanaan, penggunaan metode dan teknik, sarana dan prasarana yang digunakan, media dan sumber belajar yang digunakan, substansi/materi, kesiapan tenaga pendamping dan melakukan aktivitas pendampingan maka dilakukanlah pelaksanaan pendampingan sesuai dengan rangkaian kegiatan yang telah dibuat untuk pendamping. Evaluasi pendampingan korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten Bandung diketahui melalui penggunaan jenis evaluasi, alat dan bentuk evaluasi, teknik / pendekatan evaluasi, pihak yang mengevaluasi, waktu, tempat dan hasil evaluasi sehingga dilakukanlah evaluasi terhadap korban perdagangan orang untuk mengetahui perkembangan yang dimilikinya. Tindak lanjut pendampingan korban perdagangan orang (Human

Trafficking) di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung LSM Qouma

(4)

Hal

A. Latar Belakang Penelitian 1 B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 9

C. Tujuan Penulisan 10

D. Manfaat Penelitian 11

E. Struktur Organisasi Skripsi 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Pemberdayaan Masyarakat 13 1. Pengertian Pemberdayaan 13 2. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat 17 B. Konsep Perdagangan Orang (Human Trafficking) 24 1. Pengertian Perdagangan Orang (Human Trafficking) 24 2. Tujuan RAN dalam Penghapusan Perdagangan Orang

(Human Trafficking) 29

3. Penanggulangan Perdagangan Orang (Human Trafficking) 31

C. Konsep Pendampingan 31

1. Pengertian Pendamping 31

(5)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian 52 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 52 2. Profil Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung 53 B. Deskripsi Hasil Penelitian 56

1. Perencanaan pendampingan korban perdagangan orang

di LSM Qouma Kabupaten Bandung 56 2. Pelaksanaan pendampingan korban perdagangan orang

di LSM Qouma Kabupaten Bandung 66 3. Evaluasi pendampingan korban perdagangan orang

di LSM Qouma Kabupaten Bandung 71 4. Tindak lanjut pendampingan korban perdagangan orang

(Human Trafficking) di LSM Qouma Kabupaten Bandung 75

C. Pembahasan Hasil Penelitian 79 1. Perencanaan pendampingan korban perdagangan orang

di LSM Qouma Kabupaten Bandung 79 2. Pelaksanaan pendampingan korban perdagangan orang

di LSM Qouma Kabupaten Bandung 81 3. Evaluasi pendampingan korban perdagangan orang di

LSM Qouma Kabupaten Bandung 85 4. Tindak lanjut pendampingan korban perdagangan orang

(6)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 92

1. Perencanaan pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung 92

2. Pelaksanaan pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung 92

3. Evaluasi pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung 93

4. Tindak lanjut pendampingan korban perdagangan orang (Human Trafficking) di LSM Qouma Kabupaten Bandung 93

B. Saran 94

(7)

DAFTAR TABEL

Hal

(8)

DAFTAR GAMBAR

Hal

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik

Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan

kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

pendidikan, ketika itu Kartini muda berharap terbuka cakrawala pandang kaum

perempuan Indonesia. Pembahasan singkat tentang latar belakang keterlibatan

aktif kaum perempuan dalam perjuangan dan sejarah bangsa perlu mendapat

perhatian serius, karena hingga saat ini penulisan sejarah Indonesia belum

mendudukkan secara jelas posisi dan peran aktif kaum perempuan dalam sejarah

bangsa. Paling sedikit kita melihat selama ini dalam literatur sejarah kita,

perjuangan dan kontribusi posisi kaum perempuan Indonesia dalam memperbaiki

posisi kaum perempuan sebelum dan sesudah kemerdekaan, tidak pernah menjadi

fokus perhatian ahli sejarah. Diera globalisasi, peranan kaum perempuan tidak

saja sebagai pendidik utama dan pertama dalam keluarga tetapi juga sebagai

perempuan yang mempunyai keuletan dan ketangguhan dalam membantu suami

mencari nafkah yang pada akhirnya akan memperkokoh ekonomi keluarga karena

didalamnya keluargalah tempat persemaian nilai-nilai dan norma-norma

kehidupan bangsa terutama dalam menghadapi pengaruh lingkungan strategis

(10)

Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mencari dan menemukan berbagai

hambatan serta dukungan bagi perempuan untuk mencapai posisi yang seimbang

dalam menduduki posisi-posisi strategi dalam rangka pemberdayaan perempuan

dibidang pemerintahan maupun dibidang lembaga pemerintahan, ekonomi guna

keberhasilan pembangunan dalam rangka keutuhan NKRI.

Program pemberdayaan kaum perempuan menjadi agenda bangsa dan

memerlukan perhatian semua pihak, mengingat pada kenyataanya dalam beberapa

aspek pembangunan, perempuan kurang dapat berperan aktif terutama di bidang

pemerintahan guna kesetaraan gender. Menurut Pramudia (2007: 2) adalah:

“Pemberdayaan pada akhirnya memberikan kepada komunitas yang paling

miskin dan terpinggirkan kapasitas yang sesungguhnya agar mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan baik sebagai masyarakat maupun komunitas. Tradisi ini membutuhkan kesadaran sosial partisipasi sosial yang lebih tinggi pemanfaatan pemahaman baru proses ekologi perubahan dan pembaruan diri”.

Pemberdayaan perempuan menurut Roesmidi (2006:111):

“Sehingga pemberdayaan perempuan seringkali digunakan dalam konteks

kemampuan meningkatkan keadaan ekonomi (pemenuhan kebutuhan praktis) individu yang merupakan konsep yang mengandung makna perjuangan bagi mereka yang terlibat perjuangan tersebut yaitu perjuangan

perempuan”.

Semakin buruknya kondisi yang dialami oleh perempuan terutama dalam

mempertahankan nilai-nilai moral terhadap harkat dan martabat, dapat dilihat

secara terukur bahwa angka kesenjangan masih tinggi, dimana secara kualitatif

jumlah perempuan dalam setiap bidang pembangunan disektor pemerintahan dan

ekonomi masih rendah. Kondisi ini juga ditunjang dengan ketidak pedulian

(11)

3

repoduksi, meningkatnya tindak kekerasan terhadap perempuan, perdagangan

perempuan, eksploitasi tenaga kerja migran perempuan disektor informal, jaminan

sosial yang lemah dan meningkatnya tempat-tempat prostitusi baik dikota-kota

besar maupun didaerah.

Seperti salah satu isu yang menjadi isu nasional maupun internasional untuk

sekitar daerah perbatasan adalah perdagangan manusia. Perdagangan orang

Sidang PBB, (1994) ialah:

“Perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, melalui penggunaan ancaman atau tekanan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan atau memberi/menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan sehingga mendapatkan persetujuan dari seseorang

yang memegang kendali atas orang lain tersebut, untuk tujuan eksploitasi”.

Undang-undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang rumusan tentang perdagangan orang yang terdapat dalam

rujukan utama. Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (Diadopsi

oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993,

GA res 48/ 104). Dengan sungguh-sungguh menyatakan, Deklarasi Penghapusan

Kekerasan terhadap Perempuan sebagai berikut, dan mendesak dilakukannya

segala upaya agar Deklarasi ini diketahui dan dianut secara luas:

Pasal 1 dalam UU No.21 Tahun 2007 “Kekerasan terhadap perempuan” adalah:

“Setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau

(12)

Pasal 2 UU No.21 Tahun 2007“Kekerasan terhadap perempuan” harus dipahami

mencakup tetapi tidak hanya pada hal-hal sebagai berikut:

a. Tindak kekerasan secara fisik seksual psikologis terjadi dalam keluarga, termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual atas anak-anak perempuan dalam keluarga, kekerasan yang berhubungan dengan mas kawin, perkosaan dalam perkawinan, pengrusakan alat kelamin perempuan dan praktek-praktek kekejaman tradisional lain terhadap perempuan, kekerasan di luar hubungan suami istri dan kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi;

b. Kekerasan secara fisik seksual psikologis yang terjadi dalam masyarakat luas, termasuk perkosaan, penyalahgunaan seksual, pelecehan dan ancaman seksual ditempat kerja, dalam lembaga-lembaga pendidikan dan di manapun juga, perdagangan perempuan dan pelacuran paksa;

c. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau diabaikan oleh Negara, dimanapun terjadinya.

Perdagangan orang terutama pada perempuan dan anak-anak, baik didalam

negeri maupun diluar negeri. Kriminalisasi perdagangan orang bukanlah masalah

yang baru, tetapi perdagangan orang ini merupakan masalah yang berlarut-larut dan

tidak ada titik penyelesaian yang dilakukan secara nyata (kongkrit). Hal tersebut

dikarenakan keterbatasan pemahaman masyarakat pada tingkat akar rumput

permasalahan perdagangan orang, yang pada dasarnya keterbatasan tersebut

berkaitan dengan keterbatasan dana yang pada akhirnya menghambat upaya

penindakan hukum bagi para pelaku perdagangan orang dan upaya

pencegahannya. Perdagangan orang berkaitan erat dengan hubungan antar negara,

karena perdagangan tersebut dilakukan didaerah perbatasan negara dan modus

operasi yang dilakukan adalah pengiriman ke berbagai negara penerima seperti

(13)

5

menjadikan faktor utama perdagangan orang, sehingga dengan mudah seseorang

dapat melakukan transaksi perdagangan tersebut.

Adapun beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan

orang diantaranya adalah kemiskinan, daya tarik standar hidup di tempat lain yang

dirasakan lebih tinggi, lemahnya strukur sosial dan ekonomi, kurangnya

kesempatan bekerja, kejahatan yang terorganisir, kekerasan terhadap wanita dan

anak-anak, diskriminasi terhadap wanita, kurang kewaspadaan korban untuk

mendapatkan pekerjaan, kultur yang menempatkan wanita pada tingkat yang lebih

rendah, kurangnya keamanan aparat penegak hukum dalam penjagaan

daerah perbatasan serta minimnya perhatian pemerintah. Selain itu, kurangnya

pendidikan yang bersifat menyeluruh, yang terutama meliputi pendidikan dalam

ilmu pengetahuan, pendidikan moral, pendidikan agama, dan pendidikan

kewarganegaraan.

Data kekerasan terhadap perempuan yang dihimpun oleh Komnas

perempuan sejak tahun 2005 hingga 2011 menunjukkan adanya peningkatan,

mencapai lebih dan 20 ribu kasus pada tahun 2011. Angka itu diperkirakan jauh

lebih kecil dari jumlah kejadian sebenarnya karena pada umumnya korban atau

keluarganya menganggap tindak kekerasan sebagai aib dan tabu bila diketahui

publik. Dari jumlah kasus tersebut, sebagian besar (82%) merupakan kasus

kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan sekitar (45%) korban adalah ibu

(14)

rumah tangga, tetapi juga di ranah publik. (Sumber: Pusat Informasi dan

Komunikasi Departemen Hukum dan HAM RI)

Perempuan yang diperdagangkan sebagai objek seks dan sekaligus objek

komersial merupakan bagian dari tindak kekerasan. Sehubungan dengan kondisi

tersebut diatas pemberdayaan perempuan dibidang pemerintahan dan ekonomi

sangat penting dalam memberikan kontribusi atas pengalaman dan

pengetahuannya tentang permasalahan yang dihadapi oleh perempuan guna

keberhasilan pembangunan dalam rangka keutuhan NKRI. Oleh karenanya, guna

melestarikan pembayaran-pembayaran liar tersebut, pihak imigrasi kerap

memanipulasi sistem perekrutan yang resmi. Selain dilakukan oleh aparat instansi

resmi pemerintah, perdagangan orang di Indonesia juga diperkuat dengan adanya

calo-calo tenaga kerja. Calo tersebut terbagi dalam tiga kategori: calo perekrut,

calo chop keliling dan calo borang atau formulir.

Hal ini pun telah terjadi di Jawa Barat termasuk juga di Kabupaten Bandung

yang berkisar 192 orang yang menjadi korban perdagangan orang hingga bulan

September 2011. Permasalahnnya pun tidak jauh beda yang terjadi

didaerah-daerah lain seperti perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau

penerimaan seseorang, melalui penggunaan ancaman atau tekanan atau

bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan

kekuasaan, atau posisi rentan atau memberi/menerima pembayaran atau

memperoleh keuntungan sehingga mendapatkan persetujuan dari seseorang yang

(15)

7

kasus seperti demikian karena tidak berjalannya sistem yang telah ditetapkan oleh

pemerintah daerah khususnya, dalam menyelenggarakan Tenaga Kerja Indonesia.

(Sumber: bisnis-jabar.com)

Menurut Maslow dalam Sudjana (2004:188) yaitu: ada lima tingkatan

kebutuhan manusia yang melatarbelakangi mengikuti program pendidikan adalah

kebutuhan fisiologis/dasar (physiological need), kebutuhan akan rasa aman (safety

need), kebutuhan sosial (social need), kebutuhan penghargaan (esteem need) dan

kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization need). Berdasarkan hirarki tingkat

kebutuhan diasumsikan bahwa faktor pendorong bagi korban perdagangan orang

untuk mengikuti program pendidikan berupa pelayanan karena merupakan bagian

kebutuhan dasar dan yang paling tinggi yaitu kebutuhan akan rasa harga diri.

Berdasarkan angka kasus yang sudah terjadi, dampak yang muncul dan

kerentanan yang ada pada masyarakat Kabupaten Bandung, maka terbentuknya

Gugus Tugas pencegahan dan penanganan perdagangan orang disertakan dengan

rencana aksi berbagai upaya pencegahan perdagangan orang bisa dilakukan oleh

multistakeholder dengan dikoordinasikan oleh Departemen Pendidikan Nasional.

Hal ini menunjukan bahwa peran institusi pendidikan, khususnya pendidikan

nonformal dalam memerangi perdagangan orang sangatlah strategis. Berdasarkan

kasus dan kebutuhan untuk meningkatkan keberdayaan perempuan dan anak agar

tidak rentan menjadi korban perdagangan orang, peran yang bisa dilakukan

(16)

orang yaitu melalui pemberian pengetahuan, keterampilan dan pendidikan

sepanjang hayat.

Pada proses pemberdayaan korban perdagangan orang ini dalam

penyelenggaraan pendidikan sepanjang hayat, korban perdagangan orang

didampingi oleh pendamping dari Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma selama

proses pemberdayaan berlangsung hingga korban perdagangan orang dapat

menjadi seorang surviver dan berdaya akan keberdayaannya.

LSM Qouma memberikan berupa pelatihan, lokalatih dan lokakarya kepada

tenaga pendamping agar mengetahui bahaya perdagangan orang dan memahami

hak-hak anak, perlindungan anak secara komprehensif. Hal ini juga bertujuan

untuk memberikan bekal keterampilan hidup (life skill) khususnya bagi kelompok

masyarakat korban perdagangan orang Kabupaten Bandung. Karena pada

umumnya korban selalu tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan analisis

terhadap situasi yang sesungguhnya membahayakan dirinya. Kemiskinan yang

terjadi juga karena tidak dimiliki atau rendahnya keterampilan hidup dalam

mendayagunakan potensi diri dan lingkungannya. Untuk itu LSM Qouma dalam

memberdayakan korban perdagangan orang melalui pendampingan bukan hanya

memberikan penanganan psikologis saja tetapi juga memberikan penyadaran

terhadap peningkatan kemampuan yang dimilikinya agar menjadi seorang

surviver yang sejahtera akan keberdayaannya sehingga tidak akan menjadi

(17)

9

kehidupan lebih baik bagi korban perdagangan orang dikawasan Kabupaten

Bandung.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Hal yang paling menarik ketika menggambarkan keadaan kondisi warga di

Kabupaten Bandung yang prioritas masyarakat khusunya perempuan dan anak

sebagai TKI. Hal ini dapat dijadikan sebagai peluang bagi orang-orang yang

berkesempatan untuk menjadikan agen bisnis perdagangan orang. Maka munculah

persoalan yang diidentifikasi dan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pemberdayaan melalui pendampingan korban

perdagangan orang di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten

Bandung?

2. Bagaimana pelaksanaan pemberdayaan melalui pendampingan korban

perdagangan orang di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten

(18)

3. Bagaimana evaluasi pemberdayaan melalui pendampingan korban

perdagangan orang di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten

Bandung?

4. Bagaimana tindak lanjut pendampingan korban perdagangan orang di

Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah yang telah dikemukakan

diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai:

1. Perencanaan pemberdayaan melalui pendampingan korban perdagangan orang

di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung.

2. Pelaksanaan pemberdayaan melalui pendampingan korban perdagangan orang

di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung.

3. Evaluasi pemberdayaan melalui pendampingan korban perdagangan orang di

Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung.

4. Tindak lanjut pendampingan korban perdagangan orang di Lembaga Swadaya

(19)

11

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil identifikasi peneliti memiliki manfaat yaitu:

1. Sebagai bahan pertimbangan para praktisi pendidikan terutama Subdirektorat

pendidikan perempuan Direktorat pendidikan masyarakat untuk meningkatkan

fasilitas, agar terwujudnya masyarakat yang berkualitas melalui pendekatan

penelitian.

2. Sebagai bahan informasi yang membutuhkan literatur tentang pemberdayaan

korban perdagangan orang (Human Trafficking) melalui keterampilan di

(20)

3. Bagi peneliti diharapkan menambahkan wawasan dari pengetahuan baik

secara teoritis maupun praktis tentang pemberdayaan korban perdagangan

orang (Human Trafficking) melalui keterampilan di Lembaga Swadaya

Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Dalam rangka melanjutkan penelitiannya, maka peneliti memberikan

gambaran umum tentang isi dan materi yang akan dibahas sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan uraian tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi

skripsi.

(21)

13

Menguraikan tentang teori-teori dan konsep tentang pemberdayaan

masyarakat, perdagangan orang (human trafficking), pendampingan dan

pemberdayaan sebagai startegi pendekatan/strategi dalam PLS.

BAB III METODE PENELITIAN

Berisi tentang uraian lokasi dan subjek penelitian, metode penelitian,

definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis

data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Membahas mengenai deskripsi umum lokasi penelitian, hasil penelitian dan

pembahasan penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Peneliti melakukan penelitian yang berlokasi di LSM (Lembaga

Swadaya Masyarakat) Qouma Kabupaten Bandung. Qouma adalah sebuah

wadah berhimpunnya para kalangan aktivis dan profesional muda serta

didukung oleh para konsultan senior dari berbagai kompetensi yang berada di

Kabupaten Bandung.

2. Subjek Penelitian

Menurut Arikunto (2006:145) menjelaskan bahwa:

Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Jika kita berbicara tentang subjek penelitian, sebetulnya kita berbicara tentang unit analisis, yaitu subjek yang menjadi pusat perhatianatau sasaran peneliti. Dalam penelitian ini, informan adalah orang yang dimintai memberikan keterangan suatu fakta atau pendapat.

Informan penelitian adalah orang yang dapat merespon, memberikan

informasi tentang data penelitian. Sedangkan sumber data adalah benda, hal

atau orang dan tempat dimana peneliti mengamati, membaca, atau bertanya

tentang data. Subjek penelitian diambil dengan maksud dan tujuan untuk dapat

meneliti lebih jauh sehingga peneliti dapat memperoleh informasi mengenai

pemberdayaan korban perdagangan orang melalui proses pendampingan di

LSM Qouma Kabupaten Bandung.

(23)

44

berkaitan dengan proses pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung,

yang meliputi perencanaan, proses, evaluasi hingga hasil dari proses

pendampingan dalam pemberdayaan korban perdagangan orang di LSM

Qouma Kabupaten Bandung. Maka menjadi subjek penelitiannya dua orang

pengelola LSM Qouma dan satu orang pendamping.

B. Metode Penelitian

Sebagaimana yang dikemukakan Sugiyono (2012:3) bahwa, “Metode

penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan

dan kegunaan tertentu”. Peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif,

sebagaimana menurut Zuriah (2005:47) bahwa penelitian deskriptif adalah:

Penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, menegenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak

perlu mencari atau menerangkan saling hubungan dan menguji hipotesis”.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif seperti

menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2010:4) mendefinisikan, “Metode

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.” Hal ini peneliti ingin memperoleh gambaran secara mendalam tentang proses

pendampingan yang berada di LSM Qouma Kabupaten Bandung dalam

memberdayakan para korban perdagangan orang. Sebagaimana salah satu alasan

menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana

metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang

(24)

Maka seperti yang dikemukakan diatas metode deskriptif layak digunakan

dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti, karena penelitian di tujukan

terhadap masalah yang sedang terjadi pada masyarakat yang sedang berlangsung

serta proses pendampingan dalam memberdayakan korban perdagangan orang di

LSM Qouma Kabupaten Bandung.

C. Definisi Operasional

Dalam pemahaman yang tepat maka penelitian diperlukan definisi

operasional yang berisi mengenai judul serta fokus dari penelitian yang

dilaksanakan.

1. Pemberdayaan Masayarakat

Upaya pemberdayaan yang dimaksud berupa kegiatan yang ditujukan

memperkuat potensi dan daya yang dimiliki oleh pekerja, misalnya

peningkatan pendidikan dan pelatihan. Langkah-langkah yang ditujukan pada

pemberian akses dan fasilitas agar pekerja memeproleh kehidupannya lebih

baik. Maka dengan demikian upaya untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat melalui perbaikan pendapatan dan juga merefleksiskan pemberian

perlindungan dan keberpihakan yang lemah.

2. Pendampingan

Pendampingan bahwa yang didampingi adalah satu pihak yang memiliki

kelemahan atau kekurangan sehingga perlu didampingi. Hal ini dapat

dikatakan seperti menyertai dan menemani secara dekat, bersahabat dan

(25)

46

3. Perdagangan Orang (Human Trafficking)

Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan

sesorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekrasan, atau bentuk-bentuk

pemaksaan lain, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk

memeperoleh ijin dari orang yang memepunyai wewenang atas orang lain,

untuk tujuan eksploitasi. Hal ini dapat diupayakan untuk pencegahan dan

penghapusan praktek perdagangan orang (human trafficking).

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, artinya

peneliti sebagai alat untuk merekam informasi selama berlangsungnya penelitian.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sugiyono (2008:102) menyebutkan bahwa

“Alat ukur dalam penelitian dinamakan instrument penelitian. Instrumen

penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun

social yang diamati”. Penelitian kualitatif menurut Sugiyono(2008:222), bahwa

“Yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri, oleh

karena itu peneliti sebagai instrumen harus juga di validasi seberapa jauh peneliti

siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan”.

Demikian dalam melakukan pengamatan peneliti mempunyai

tahapan-tahapan untuk diteliti yaitu melalui pedoman observasi, pedoman wawancara dan

catatan lapangan untuk memperdalam dan memperluas dengan tema serta kondisi

(26)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang dapat membantu untuk

memperoleh data dalam penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

dilakukan dengan melalui:

1. Observasi

Menurut Margono (Zuriah 2005:172) menyatakan bahwa “Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

gejala yang tampak pada objek penelitian”. Pengamatan dan pencatatan ini

dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa.

Metode observasi sebagai alat pengumpulan data, dapat dikatakan berfungsi

ganda, sederhana, dan dapat dilakukan tanpa menghabiskan banyak biaya.

Namun demikian, dalam melakukan observasi penelitian dituntut memiliki

keahlian dan penguasaan kompetensi tertentu. Disini peneliti mencoba

meneliti serta mengamati mengenai proses pendampingan dalam

pemberdayaan korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten

Bandung.

2. Wawancara

Menurut Sudjana, (2004: 297) bahwa “Wawancara adalah proses pengumpulan data atau informasi melalui tatap muka antara pihak penanya

(interviewer) dengan pihak yang ditanya atau penjawab (interviwe)”. Dengan wawancara, peneliti akan lebih mudah mendapatkan data yang diharapkan

(27)

48

data yang berkenaan dengan nara sumber apabila informan tidak memahami

item soal dalam angket.

Selama penelitian, peneliti melakukan teknik wawancara dengan pihak

LSM Qouma yang menjadi narasumber yang dapat dipercaya serta

dipertanggungjawabkan. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data

mengenai program yang dilaksanakan dalam hal pendampingan, proses, serta

hasil dari pendampingan didalam memberdayakan korban perdagangan orang

setelah mengikuti program yang ada.

3. Studi Kepustakaan

Menurut Subana (2005:77) studi kepustakaan merupakan salah satu

kegiatan penelitian yang mencakup “Memilih teori, mengidentifikasi literatur atau kepustakaan dan menganalisis dokumen, serta menerapkan hasil analisis

sebagai landasan teori bagi penyelesaian maslah dalam penelitian yang

dilakukan”.

Hal ini penulis menggunakan studi kepustakaan untuk memperoleh

konsep dan teori-teori sebagai dasar pemikiran dan bahan acuan bagi penulis

melalui buku-buku, artikel, internet, serta tulisan-tulisan yang ada

hubungannya dengan penelitian. Peneliti memperoleh berupa teori-teori

seperti: mengenai Konsep Pemberdayaan, Konsep Masyarakat, Konsep

Pemberdayaan Masayarakat, Konsep Perdagangan Orang (Human

(28)

4. Studi Dokumentasi

Menurut Sukmadinata (2006:221) mengemukakan bahwa “Studi dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun

dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun

elektronik”.

Maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode studi

dokumentasi untuk memperoleh data secara tertulis yang diperlukan untuk

data penelitian yaitu dengan membaca, menelaah, dan mengkaji

dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Yang

menjadi sumber pengumpulan data yaitu berupa foto, petunjuk pelaksanaan,

pengelolaan, dan pelaporan program pemberdayaan korban perdagangan

orang, data korban perdagangan orang yang didampingi oleh pendamping di

LSM Qouma hingga perkembangan korban perdagangan orang.

5. Triangulasi

Menurut Sugiyono (2008:241) bahwa “Triangulasi diartikan sebagai

teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik

pengumpulan data yang telah ada”. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang

sekaligus menguji kreadibilitas data, yaitu mengecek kreadibilitas data dengan

berbagai teknik penumpulan data dan berbagai sumber data.

Teknik dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara dengan

(29)

50

studi dokumentasi serta dari hasil penyelenggaraan program dengan kelompok

sasaran program.

F. Analisis Data

Analisis data kualitatif sebagaimana dikutip Bogdan (Sugiyono, 2008:244)

menyatakan bahwa “Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga

dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat di informasikan kepada orang lain”. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya

kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana

yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat

diceritakan kepada orang lain.

Selanjutnya menurut Sugiyono (2008:245) bahwa “Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama

dilapangan, dan selesai dilapangan”.

Menurut Sugiyono (2008:245) bahwa “Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama dilapangan, dan

selesai dilapangan”. Maka mencakup pada tahapan-tahapan yang meliputi:

1. Analisis Tahap Persiapan

Tahap persiapan penelitian melakukan penelitian yang merupakan tahap awal.

Yang didalamnya peneliti mengadakan survey awal ke lapangan untuk

mengidentifikasi hingga penentuan masalah-masalh yang terjadi dilapangan.

Selajutnya peneliti melakukan penyusunan rancangan penelitian yaitu berupa

(30)

Kegiatan selanjutnya peneliti melakukan pengurusan perizinan kepada pihak

yang berwenang untuk memberikan izin dalam penelitian yaitu kepada

pemerintah Kabupaten Bandung.

2. Analisis Tahap Pelaksanaan

Tahapan ini penelitian mulai menggali informasi data dengan melakukan

wawancara secara mendalam hingga memperoleh informasi serta data yang

diperlukan. Dalam tahapan ini peneliti melakukan wawancara kepada

beberapa pendampingan LSM Qouma selaku petugas yang bertanggung jawab

dalam program pemberdayaan korban perdagangan orang yang berkaitan

dengan potensi-potensi yang dimiliki oleh para korban perdagangan orang

serta strategi dalam proses pemberdayaannya. Selanjutnya peneliti melakukan

observasi ke lokasi atau tempat kegiatan bersama para pendamping LSM

Qouma. Peneliti pun mencoba mewawancarai kepada informan dengan

pendamping dan pengelola LSM Qouma secara mendalam mengenai

kegiatan-kegiatan dan peran dari pendampingan yang sering dilakukan didalm proses

pemberdayaan korban perdagangan orang LSM Qouma.

3. Tahap Pelaporan

Peneliti melakukan penyusunan laporan dari hasil pengumpulan data. Yang

(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi, pembahasan dan temuan penelitian yang telah

diuraikan dimuka tentang pendampingan korban perdagangan orang, pada bab ini

penulis mengambil beberapa kesimpulan dan memberikan saran sebagai berikut:

1. Perencanaan pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung

LSM Qouma Kabupaten Bandung dalam mendampingi korban

perdagangan orang memberikan penanganan (a) pelayanan konseling, (b)

pelayanan kesehatan, (c) pelayanan keterampilan, (d) pelayanan sosial dan (d)

pendidikan alternatif. LSM Qouma mendampingi korban perdagangan orang

yang tidak terangkul oleh pemerintah sehingga dapat diberdayakan melalui

pengembangan dan pemanfaatan potensi yang dimiliki oleh para korban

menjadi lebih mandiri guna menghasilkan pendapatan sehingga kembali ke

kehidupan “normal”. Dengan adanya langkah perencanaan ini proses

pelaksanaan pendampingan dapat terlaksana sehingga menghasilkan sasaran

menjadi terarah, terpantau hingga berdaya dan mandiri.

2. Pelaksanaan pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung

Pelaksanaan pendampingan korban perdagangan orang di LSM Qouma

dilakukan dengan melalui pendidikan orang dewasa yang merupakan salah

satu sistem yang lebih tepat bagi sasaran, sehingga dapat dipahami oleh

sasaran pendampingan dengan menyampaikan materi yang berkaitan dengan

(32)

keluarga hingga materi untuk pelaksanaan pengembangan

potensi/pemberdayaan diri menjadi mandiri. Oleh karena itu pendamping

melaksanakan tugasnya sesuai dengan rangkaian kegiatan yang disusun dan

ditetapkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung

Kabupaten Bandung, meliputi: (a) melaksanakan program kerja bidang human

trafficking, (b) mencari isu yang berkembang, (c) tahapan assessment /

pemerintah, (d) forum group discution,(e) memberikan pelatihan kepada

korban perdagangan orang sesuai dengan potensinya masing-masing, (f)

penetapan penyaluran tenaga kerja, dan (g) melaksanakan monev.

3. Evaluasi pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung

Evaluasi yang dilakukan oleh perndamping untuk menentukan apakah

tujuan akhir program tercapai atau tidak dan sebuah proses yang dilakukan

oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program.

Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang

dicapai oleh program tersebut. Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep

yang terdapat didalamnya yaitu efektifitas dan efisiensi program yang telah

ditentukan.

4. Tindak lanjut pendampingan korban perdagangan orang di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung

Tindak lanjut program pemberdayaan korban perdagangan orang melalui

pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung yang dilihat dari

(33)

94

program pemberdayaan korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten

Bandung untuk dijadikan sebagai sumber kebutuhan hidupnya.

Untuk itu dilakukanlah monitoring dan evaluasi pada kegiatan tindak

lanjut ini sama seperti perencanaan, monitoring-evaluasi adalah bagian dari

pengelolaan (manajemen) program. Sehingga pada langkah akhir di LSM

Qouma Kabupaten Bandung pendamping untuk mengetahui apakah program itu

mencapai sasaran yang diharapkan atau tidak, evaluasi lebih menekankan pada

aspek hasil yang dicapai (output) korban perdagangan orang. Yang baru bisa

dilakukan jika program itu telah berjalan dalam suatu periode, sesuai dengan

tahapan rancangan dan jenis program yang dibuat dan dilaksanakan satu bulan

dalam satu pelaksanaan monev.

B. Saran

Hasil penelitian tentang pendampingan dalam pemberdayaan korban

perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten Bandung, penulis mengemukakan

saran/rekomendasi bagi semua pihak, diantaranya:

1. Bagi LSM Qouma

a. Menurut pengamatan peneliti dari segi proses penyelenggaraan

pendampingan di LSM Qouma adanya perbedaan persepsi antara para

pendamping dengan pengelola, hendaknya untuk lebih ditingkatkan dalam

satu pemahaman antara pendamping dengan pengelola.

b. Hendaknya pengelola dapat menambahkan tenaga pendamping bagi

pelaksanaan program pemberdayaan korban perdagangan orang (human

(34)

c. Hendaknya pengelola mengikutsertakan para pendamping dalam program

pelatihan untuk pematangan sebagai tenaga pendamping.

d. Pengelola tidak hanya lebih difokuskan untuk sebagai penyalur korban

perdagangan orang (human trafficking) hendaknya pengelola difokuskan

dalam memberikan layanan lebih jelas kepada korban perdagangan orang

(human trafficking) sehingga korban perdagangan orang (human

trafficking) disaat dilapangan tidak ada kata susah/mengeluh dalam

melaksanakan pekerjaannya dilapangan.

e. Pengelola berkerjasama dengan stake holder yang peduli dengan korban

perdagangan orang (human trafficking) sehingga dapat membantu dalam

pelaksanaan kegiatan pemberdayaan korban perdagangan orang (human

trafficking).

2. Bagi Pendamping LSM Qouma

a. Diharapkan para pendamping lebih mengutamakan kepada kegiatan

layanan konseling sehingga mengetahui yang jelas mengenai kebutuhuan

para korban perdagangan orang (human trafficking).

b. Pendamping hendaknya memantau korban trafficking dilapangan secara

berkala sehingga dapat terkontrol keadaan korban perdagangan orang

(human trafficking) dilapangan.

c. Diharapkan lebih mengikuti pelatihan-pelatihan untuk lebih mematangkan

(35)

96

3. Bagi pemerintah untuk lebih menjalin kerja sama dengan pihak LSM untuk

memberdayakan korban perdagangan orang (human trafficking) supaya lebih

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Arikunto, S (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :Rineka Cipta.

Hikmat, Harry. (2010). Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press.

Kamil, M. (2009). Pendidikan Nonformal Pengembangan Melalui Pusat Kegiatan

Belajar Masyarakat (PKBM) Di Indonesia (Sebuah Pembelajaran Dari Kominkan Jepang). Bandung: Alfabeta.

Kartasasmita, Ginandjar. (1996). Pembangunan Untuk Rakyat. Jakarta: PT. Pustaka CIDESINDO.

Komar, Oong. (2006). Filsafat Pendidikan Nonformal. Bandung: CV Pustaka Setia.

Lapian, Gandi dan Hetty. (2010). Trafiking Perempuandan Anak Penanggulangan

Komprehensif Study Kasus: Sulawesi Utara. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Moleong. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Moleong, L. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Pranarka dan Vdhyandika M. (1996). Pemberdayaan. Jakarta: CSIS.

Rasyad, A dam Suparna, B. (2003). Pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat. Malang: UM Press.

Ratna, S Adjeng. (2008). Peranan Perempuan Dalam Pembangunan. Majalah Duta.

Roesmidi dan Riza Risyanti, (2006). Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang: Alqa print Jatinangor.

Subana dan Sudrajat. (2009). Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.

(37)

Sudjana, Djudju.(2004). Pendidikan Nonformal. Bandung: Falah Production.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.

Widodo, Supriyadi. (2005). Perdagangan Manusia dalam Rancangan KUHP. Jakarta: ELSAM.

Sumber Lain :

Harkrisnowo, Harkristuti (2002). Penghapusan Perdagangan Perempuan dan

Anak dalam Perspektif Hukum Pidana. Makalah pada Workshop

Penyusunan Rancangan Undang-undang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak,, Jakarta, 30 september 2002.

Laporan Perdagangan Manusia di Indonesia Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo Sentra HAM UI draf tanggal 28. Februari 2003.

Putra, Irma Alamsyah (2002). Aspek Normatif Hukum terhadap Penghapusan

Perdagangan Perempuan dan Anak (Trafficiking Women and Children).

Makalah pada Workshop Penyusunan Rancangan Undang-undang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak,, Jakarta, 30 september 2002.

Provinsi Jawa Timur Rentan Perdagangan Perempuan dan Anak. Kompas, Kamis 4 Juli 2002.

Depdiknas Dirjen Diklusepora, (2004).

Purwadarminta, 1994 dalam buku Model Pembelajaran dan Pendampingan, BPLS-P Regional II, 2002:11.

Pusat Informasi dan Komunikasi Departemen Hukum dan HAM RI.

Referensi

Dokumen terkait

Maudu sebagai punggawa pada kelompok nelayan SD¶JDH , menurutnya, hampir sama dengan nelayan pendatang lainnya, bahwa daya tarik bermigrasi ke Kendari karena adanya

PERHITUNGAN GELAGAR JEMBATAN BALOK-T PERHITUNGAN GELAGAR JEMBATAN

3. PRASARANA DAN SARANA PENUNJANG a. Unit Transfusi Darah.. Unit ini harus berfungsi untuk melakukan tes kecocokan, pengambilan donor dan tes lab : infeksi VDRL, hepatitis,

Jamu uyup-uyup atau gepyokan adalah jamu yang digunakan untuk meningkatkan produksi air susu ibu pada ibu yang sedang menyusui dan khasiat lain, yaitu untuk

Pada pertemuan kedua berdasarkan perolehan nilai tes pemecahan masalah dan lembar observasi aktifitas siswa, guru berdiskusi dengan kolaborator mengenai hasil yang telah diperoleh,

10 pidana anak dan KUHAP, mengingat bahwa tidak jarang terjadi perlakuan yang sama oleh para aparat penegak hukum terhadap anak sebagaimana memperlakukan

Pada tahun berikutnya (1909) berkembang Sarekat Dagang Islam (SDI), berbeda dengan Budi Utomo, pedukung gerakan adalah para pedagang batik, yang merasa diperlakukan

Menimbang, bahwa tentang perkawinan Pemohon I dan Pemohon II yang tidak dicatatkan secara formal pada Pejabat yang berwenang, menurut Majelis Hakim ternyata bukan