No Daftar FIP: 008/5/PLS/1/2013
PEMBERDAYAAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING)
MELALUI PENDAMPINGAN DI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT QOUMA KABUPATEN BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Oleh
Yanti Halimatu Sadiah 0800674
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pemberdayaan Korban
Perdagangan Orang (Human Trafficking) Melalui Pendampingan Di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya
saya sendiri, saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak
sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas, pernyataan ini,
saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan
adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain
terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, 23 Januari 2013 Yang membuat pernyataan,
ABSTRACT
Yanti Halimatu Sadiah, Pemberdayaan Korban Perdagangan Orang (Human Trafficking)
Melalui Pendampingan Di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung. Permasalahan utama dalam penelitian ini yaitu bagaimana pemberdayaan korban perdagangan orang melalui pendampingan di LSM Qouma. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh data mengenai perencanaan pemberdayaan yang melalui pendampingan bagi korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten Bandung, pelaksanaan pemberdayaan yang melalui pendampingan bagi korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten Bandung, evaluasi pemberdayaan yang melalui pendampingan bagi korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten Bandung dan tindak lanjut pemberdayaan korban perdagangan orang setelah melakukan pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini melalui metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, studi kepustakaan, dan studi dokumentasi sedangkan teknik analisis data dengan mendeskripsikan data reduksi data dan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa perencanaan pendampingan korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten Bandung melalui identifikasi kebutuhan belajar, identifikasi karakteristik korban perdagangan orang, perumusan dan penyusunan tujuan, rekruitmen tenaga pendamping, penyusunan rangkaian kegiatan, pengadaan sarana dan prasarana, persiapan pelaksanaan pendampingan sehingga memperoleh rangkaian kegiatan dan tahap persiapan pada pelaksanaan pendampingan. Pelaksanaan pendampingan korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten Bandung diketahui dari penggunaan bentuk pendampingan, waktu pelaksanaan, penggunaan metode dan teknik, sarana dan prasarana yang digunakan, media dan sumber belajar yang digunakan, substansi/materi, kesiapan tenaga pendamping dan melakukan aktivitas pendampingan maka dilakukanlah pelaksanaan pendampingan sesuai dengan rangkaian kegiatan yang telah dibuat untuk pendamping. Evaluasi pendampingan korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten Bandung diketahui melalui penggunaan jenis evaluasi, alat dan bentuk evaluasi, teknik / pendekatan evaluasi, pihak yang mengevaluasi, waktu, tempat dan hasil evaluasi sehingga dilakukanlah evaluasi terhadap korban perdagangan orang untuk mengetahui perkembangan yang dimilikinya. Tindak lanjut pendampingan korban perdagangan orang (Human
Trafficking) di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung LSM Qouma
Hal
A. Latar Belakang Penelitian 1 B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 9
C. Tujuan Penulisan 10
D. Manfaat Penelitian 11
E. Struktur Organisasi Skripsi 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Pemberdayaan Masyarakat 13 1. Pengertian Pemberdayaan 13 2. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat 17 B. Konsep Perdagangan Orang (Human Trafficking) 24 1. Pengertian Perdagangan Orang (Human Trafficking) 24 2. Tujuan RAN dalam Penghapusan Perdagangan Orang
(Human Trafficking) 29
3. Penanggulangan Perdagangan Orang (Human Trafficking) 31
C. Konsep Pendampingan 31
1. Pengertian Pendamping 31
BAB III METODE PENELITIAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian 52 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 52 2. Profil Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung 53 B. Deskripsi Hasil Penelitian 56
1. Perencanaan pendampingan korban perdagangan orang
di LSM Qouma Kabupaten Bandung 56 2. Pelaksanaan pendampingan korban perdagangan orang
di LSM Qouma Kabupaten Bandung 66 3. Evaluasi pendampingan korban perdagangan orang
di LSM Qouma Kabupaten Bandung 71 4. Tindak lanjut pendampingan korban perdagangan orang
(Human Trafficking) di LSM Qouma Kabupaten Bandung 75
C. Pembahasan Hasil Penelitian 79 1. Perencanaan pendampingan korban perdagangan orang
di LSM Qouma Kabupaten Bandung 79 2. Pelaksanaan pendampingan korban perdagangan orang
di LSM Qouma Kabupaten Bandung 81 3. Evaluasi pendampingan korban perdagangan orang di
LSM Qouma Kabupaten Bandung 85 4. Tindak lanjut pendampingan korban perdagangan orang
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 92
1. Perencanaan pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung 92
2. Pelaksanaan pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung 92
3. Evaluasi pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung 93
4. Tindak lanjut pendampingan korban perdagangan orang (Human Trafficking) di LSM Qouma Kabupaten Bandung 93
B. Saran 94
DAFTAR TABEL
Hal
DAFTAR GAMBAR
Hal
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan
kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor
pendidikan, ketika itu Kartini muda berharap terbuka cakrawala pandang kaum
perempuan Indonesia. Pembahasan singkat tentang latar belakang keterlibatan
aktif kaum perempuan dalam perjuangan dan sejarah bangsa perlu mendapat
perhatian serius, karena hingga saat ini penulisan sejarah Indonesia belum
mendudukkan secara jelas posisi dan peran aktif kaum perempuan dalam sejarah
bangsa. Paling sedikit kita melihat selama ini dalam literatur sejarah kita,
perjuangan dan kontribusi posisi kaum perempuan Indonesia dalam memperbaiki
posisi kaum perempuan sebelum dan sesudah kemerdekaan, tidak pernah menjadi
fokus perhatian ahli sejarah. Diera globalisasi, peranan kaum perempuan tidak
saja sebagai pendidik utama dan pertama dalam keluarga tetapi juga sebagai
perempuan yang mempunyai keuletan dan ketangguhan dalam membantu suami
mencari nafkah yang pada akhirnya akan memperkokoh ekonomi keluarga karena
didalamnya keluargalah tempat persemaian nilai-nilai dan norma-norma
kehidupan bangsa terutama dalam menghadapi pengaruh lingkungan strategis
Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mencari dan menemukan berbagai
hambatan serta dukungan bagi perempuan untuk mencapai posisi yang seimbang
dalam menduduki posisi-posisi strategi dalam rangka pemberdayaan perempuan
dibidang pemerintahan maupun dibidang lembaga pemerintahan, ekonomi guna
keberhasilan pembangunan dalam rangka keutuhan NKRI.
Program pemberdayaan kaum perempuan menjadi agenda bangsa dan
memerlukan perhatian semua pihak, mengingat pada kenyataanya dalam beberapa
aspek pembangunan, perempuan kurang dapat berperan aktif terutama di bidang
pemerintahan guna kesetaraan gender. Menurut Pramudia (2007: 2) adalah:
“Pemberdayaan pada akhirnya memberikan kepada komunitas yang paling
miskin dan terpinggirkan kapasitas yang sesungguhnya agar mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan baik sebagai masyarakat maupun komunitas. Tradisi ini membutuhkan kesadaran sosial partisipasi sosial yang lebih tinggi pemanfaatan pemahaman baru proses ekologi perubahan dan pembaruan diri”.
Pemberdayaan perempuan menurut Roesmidi (2006:111):
“Sehingga pemberdayaan perempuan seringkali digunakan dalam konteks
kemampuan meningkatkan keadaan ekonomi (pemenuhan kebutuhan praktis) individu yang merupakan konsep yang mengandung makna perjuangan bagi mereka yang terlibat perjuangan tersebut yaitu perjuangan
perempuan”.
Semakin buruknya kondisi yang dialami oleh perempuan terutama dalam
mempertahankan nilai-nilai moral terhadap harkat dan martabat, dapat dilihat
secara terukur bahwa angka kesenjangan masih tinggi, dimana secara kualitatif
jumlah perempuan dalam setiap bidang pembangunan disektor pemerintahan dan
ekonomi masih rendah. Kondisi ini juga ditunjang dengan ketidak pedulian
3
repoduksi, meningkatnya tindak kekerasan terhadap perempuan, perdagangan
perempuan, eksploitasi tenaga kerja migran perempuan disektor informal, jaminan
sosial yang lemah dan meningkatnya tempat-tempat prostitusi baik dikota-kota
besar maupun didaerah.
Seperti salah satu isu yang menjadi isu nasional maupun internasional untuk
sekitar daerah perbatasan adalah perdagangan manusia. Perdagangan orang
Sidang PBB, (1994) ialah:
“Perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, melalui penggunaan ancaman atau tekanan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan atau memberi/menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan sehingga mendapatkan persetujuan dari seseorang
yang memegang kendali atas orang lain tersebut, untuk tujuan eksploitasi”.
Undang-undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang rumusan tentang perdagangan orang yang terdapat dalam
rujukan utama. Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (Diadopsi
oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993,
GA res 48/ 104). Dengan sungguh-sungguh menyatakan, Deklarasi Penghapusan
Kekerasan terhadap Perempuan sebagai berikut, dan mendesak dilakukannya
segala upaya agar Deklarasi ini diketahui dan dianut secara luas:
Pasal 1 dalam UU No.21 Tahun 2007 “Kekerasan terhadap perempuan” adalah:
“Setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau
Pasal 2 UU No.21 Tahun 2007“Kekerasan terhadap perempuan” harus dipahami
mencakup tetapi tidak hanya pada hal-hal sebagai berikut:
a. Tindak kekerasan secara fisik seksual psikologis terjadi dalam keluarga, termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual atas anak-anak perempuan dalam keluarga, kekerasan yang berhubungan dengan mas kawin, perkosaan dalam perkawinan, pengrusakan alat kelamin perempuan dan praktek-praktek kekejaman tradisional lain terhadap perempuan, kekerasan di luar hubungan suami istri dan kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi;
b. Kekerasan secara fisik seksual psikologis yang terjadi dalam masyarakat luas, termasuk perkosaan, penyalahgunaan seksual, pelecehan dan ancaman seksual ditempat kerja, dalam lembaga-lembaga pendidikan dan di manapun juga, perdagangan perempuan dan pelacuran paksa;
c. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau diabaikan oleh Negara, dimanapun terjadinya.
Perdagangan orang terutama pada perempuan dan anak-anak, baik didalam
negeri maupun diluar negeri. Kriminalisasi perdagangan orang bukanlah masalah
yang baru, tetapi perdagangan orang ini merupakan masalah yang berlarut-larut dan
tidak ada titik penyelesaian yang dilakukan secara nyata (kongkrit). Hal tersebut
dikarenakan keterbatasan pemahaman masyarakat pada tingkat akar rumput
permasalahan perdagangan orang, yang pada dasarnya keterbatasan tersebut
berkaitan dengan keterbatasan dana yang pada akhirnya menghambat upaya
penindakan hukum bagi para pelaku perdagangan orang dan upaya
pencegahannya. Perdagangan orang berkaitan erat dengan hubungan antar negara,
karena perdagangan tersebut dilakukan didaerah perbatasan negara dan modus
operasi yang dilakukan adalah pengiriman ke berbagai negara penerima seperti
5
menjadikan faktor utama perdagangan orang, sehingga dengan mudah seseorang
dapat melakukan transaksi perdagangan tersebut.
Adapun beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan
orang diantaranya adalah kemiskinan, daya tarik standar hidup di tempat lain yang
dirasakan lebih tinggi, lemahnya strukur sosial dan ekonomi, kurangnya
kesempatan bekerja, kejahatan yang terorganisir, kekerasan terhadap wanita dan
anak-anak, diskriminasi terhadap wanita, kurang kewaspadaan korban untuk
mendapatkan pekerjaan, kultur yang menempatkan wanita pada tingkat yang lebih
rendah, kurangnya keamanan aparat penegak hukum dalam penjagaan
daerah perbatasan serta minimnya perhatian pemerintah. Selain itu, kurangnya
pendidikan yang bersifat menyeluruh, yang terutama meliputi pendidikan dalam
ilmu pengetahuan, pendidikan moral, pendidikan agama, dan pendidikan
kewarganegaraan.
Data kekerasan terhadap perempuan yang dihimpun oleh Komnas
perempuan sejak tahun 2005 hingga 2011 menunjukkan adanya peningkatan,
mencapai lebih dan 20 ribu kasus pada tahun 2011. Angka itu diperkirakan jauh
lebih kecil dari jumlah kejadian sebenarnya karena pada umumnya korban atau
keluarganya menganggap tindak kekerasan sebagai aib dan tabu bila diketahui
publik. Dari jumlah kasus tersebut, sebagian besar (82%) merupakan kasus
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan sekitar (45%) korban adalah ibu
rumah tangga, tetapi juga di ranah publik. (Sumber: Pusat Informasi dan
Komunikasi Departemen Hukum dan HAM RI)
Perempuan yang diperdagangkan sebagai objek seks dan sekaligus objek
komersial merupakan bagian dari tindak kekerasan. Sehubungan dengan kondisi
tersebut diatas pemberdayaan perempuan dibidang pemerintahan dan ekonomi
sangat penting dalam memberikan kontribusi atas pengalaman dan
pengetahuannya tentang permasalahan yang dihadapi oleh perempuan guna
keberhasilan pembangunan dalam rangka keutuhan NKRI. Oleh karenanya, guna
melestarikan pembayaran-pembayaran liar tersebut, pihak imigrasi kerap
memanipulasi sistem perekrutan yang resmi. Selain dilakukan oleh aparat instansi
resmi pemerintah, perdagangan orang di Indonesia juga diperkuat dengan adanya
calo-calo tenaga kerja. Calo tersebut terbagi dalam tiga kategori: calo perekrut,
calo chop keliling dan calo borang atau formulir.
Hal ini pun telah terjadi di Jawa Barat termasuk juga di Kabupaten Bandung
yang berkisar 192 orang yang menjadi korban perdagangan orang hingga bulan
September 2011. Permasalahnnya pun tidak jauh beda yang terjadi
didaerah-daerah lain seperti perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau
penerimaan seseorang, melalui penggunaan ancaman atau tekanan atau
bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan
kekuasaan, atau posisi rentan atau memberi/menerima pembayaran atau
memperoleh keuntungan sehingga mendapatkan persetujuan dari seseorang yang
7
kasus seperti demikian karena tidak berjalannya sistem yang telah ditetapkan oleh
pemerintah daerah khususnya, dalam menyelenggarakan Tenaga Kerja Indonesia.
(Sumber: bisnis-jabar.com)
Menurut Maslow dalam Sudjana (2004:188) yaitu: ada lima tingkatan
kebutuhan manusia yang melatarbelakangi mengikuti program pendidikan adalah
kebutuhan fisiologis/dasar (physiological need), kebutuhan akan rasa aman (safety
need), kebutuhan sosial (social need), kebutuhan penghargaan (esteem need) dan
kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization need). Berdasarkan hirarki tingkat
kebutuhan diasumsikan bahwa faktor pendorong bagi korban perdagangan orang
untuk mengikuti program pendidikan berupa pelayanan karena merupakan bagian
kebutuhan dasar dan yang paling tinggi yaitu kebutuhan akan rasa harga diri.
Berdasarkan angka kasus yang sudah terjadi, dampak yang muncul dan
kerentanan yang ada pada masyarakat Kabupaten Bandung, maka terbentuknya
Gugus Tugas pencegahan dan penanganan perdagangan orang disertakan dengan
rencana aksi berbagai upaya pencegahan perdagangan orang bisa dilakukan oleh
multistakeholder dengan dikoordinasikan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Hal ini menunjukan bahwa peran institusi pendidikan, khususnya pendidikan
nonformal dalam memerangi perdagangan orang sangatlah strategis. Berdasarkan
kasus dan kebutuhan untuk meningkatkan keberdayaan perempuan dan anak agar
tidak rentan menjadi korban perdagangan orang, peran yang bisa dilakukan
orang yaitu melalui pemberian pengetahuan, keterampilan dan pendidikan
sepanjang hayat.
Pada proses pemberdayaan korban perdagangan orang ini dalam
penyelenggaraan pendidikan sepanjang hayat, korban perdagangan orang
didampingi oleh pendamping dari Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma selama
proses pemberdayaan berlangsung hingga korban perdagangan orang dapat
menjadi seorang surviver dan berdaya akan keberdayaannya.
LSM Qouma memberikan berupa pelatihan, lokalatih dan lokakarya kepada
tenaga pendamping agar mengetahui bahaya perdagangan orang dan memahami
hak-hak anak, perlindungan anak secara komprehensif. Hal ini juga bertujuan
untuk memberikan bekal keterampilan hidup (life skill) khususnya bagi kelompok
masyarakat korban perdagangan orang Kabupaten Bandung. Karena pada
umumnya korban selalu tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan analisis
terhadap situasi yang sesungguhnya membahayakan dirinya. Kemiskinan yang
terjadi juga karena tidak dimiliki atau rendahnya keterampilan hidup dalam
mendayagunakan potensi diri dan lingkungannya. Untuk itu LSM Qouma dalam
memberdayakan korban perdagangan orang melalui pendampingan bukan hanya
memberikan penanganan psikologis saja tetapi juga memberikan penyadaran
terhadap peningkatan kemampuan yang dimilikinya agar menjadi seorang
surviver yang sejahtera akan keberdayaannya sehingga tidak akan menjadi
9
kehidupan lebih baik bagi korban perdagangan orang dikawasan Kabupaten
Bandung.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Hal yang paling menarik ketika menggambarkan keadaan kondisi warga di
Kabupaten Bandung yang prioritas masyarakat khusunya perempuan dan anak
sebagai TKI. Hal ini dapat dijadikan sebagai peluang bagi orang-orang yang
berkesempatan untuk menjadikan agen bisnis perdagangan orang. Maka munculah
persoalan yang diidentifikasi dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan pemberdayaan melalui pendampingan korban
perdagangan orang di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten
Bandung?
2. Bagaimana pelaksanaan pemberdayaan melalui pendampingan korban
perdagangan orang di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten
3. Bagaimana evaluasi pemberdayaan melalui pendampingan korban
perdagangan orang di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten
Bandung?
4. Bagaimana tindak lanjut pendampingan korban perdagangan orang di
Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah yang telah dikemukakan
diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai:
1. Perencanaan pemberdayaan melalui pendampingan korban perdagangan orang
di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung.
2. Pelaksanaan pemberdayaan melalui pendampingan korban perdagangan orang
di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung.
3. Evaluasi pemberdayaan melalui pendampingan korban perdagangan orang di
Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung.
4. Tindak lanjut pendampingan korban perdagangan orang di Lembaga Swadaya
11
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil identifikasi peneliti memiliki manfaat yaitu:
1. Sebagai bahan pertimbangan para praktisi pendidikan terutama Subdirektorat
pendidikan perempuan Direktorat pendidikan masyarakat untuk meningkatkan
fasilitas, agar terwujudnya masyarakat yang berkualitas melalui pendekatan
penelitian.
2. Sebagai bahan informasi yang membutuhkan literatur tentang pemberdayaan
korban perdagangan orang (Human Trafficking) melalui keterampilan di
3. Bagi peneliti diharapkan menambahkan wawasan dari pengetahuan baik
secara teoritis maupun praktis tentang pemberdayaan korban perdagangan
orang (Human Trafficking) melalui keterampilan di Lembaga Swadaya
Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Dalam rangka melanjutkan penelitiannya, maka peneliti memberikan
gambaran umum tentang isi dan materi yang akan dibahas sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan uraian tentang latar belakang masalah, identifikasi dan
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi
skripsi.
13
Menguraikan tentang teori-teori dan konsep tentang pemberdayaan
masyarakat, perdagangan orang (human trafficking), pendampingan dan
pemberdayaan sebagai startegi pendekatan/strategi dalam PLS.
BAB III METODE PENELITIAN
Berisi tentang uraian lokasi dan subjek penelitian, metode penelitian,
definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis
data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Membahas mengenai deskripsi umum lokasi penelitian, hasil penelitian dan
pembahasan penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Peneliti melakukan penelitian yang berlokasi di LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat) Qouma Kabupaten Bandung. Qouma adalah sebuah
wadah berhimpunnya para kalangan aktivis dan profesional muda serta
didukung oleh para konsultan senior dari berbagai kompetensi yang berada di
Kabupaten Bandung.
2. Subjek Penelitian
Menurut Arikunto (2006:145) menjelaskan bahwa:
Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Jika kita berbicara tentang subjek penelitian, sebetulnya kita berbicara tentang unit analisis, yaitu subjek yang menjadi pusat perhatianatau sasaran peneliti. Dalam penelitian ini, informan adalah orang yang dimintai memberikan keterangan suatu fakta atau pendapat.
Informan penelitian adalah orang yang dapat merespon, memberikan
informasi tentang data penelitian. Sedangkan sumber data adalah benda, hal
atau orang dan tempat dimana peneliti mengamati, membaca, atau bertanya
tentang data. Subjek penelitian diambil dengan maksud dan tujuan untuk dapat
meneliti lebih jauh sehingga peneliti dapat memperoleh informasi mengenai
pemberdayaan korban perdagangan orang melalui proses pendampingan di
LSM Qouma Kabupaten Bandung.
44
berkaitan dengan proses pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung,
yang meliputi perencanaan, proses, evaluasi hingga hasil dari proses
pendampingan dalam pemberdayaan korban perdagangan orang di LSM
Qouma Kabupaten Bandung. Maka menjadi subjek penelitiannya dua orang
pengelola LSM Qouma dan satu orang pendamping.
B. Metode Penelitian
Sebagaimana yang dikemukakan Sugiyono (2012:3) bahwa, “Metode
penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dan kegunaan tertentu”. Peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif,
sebagaimana menurut Zuriah (2005:47) bahwa penelitian deskriptif adalah:
Penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, menegenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak
perlu mencari atau menerangkan saling hubungan dan menguji hipotesis”.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif seperti
menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2010:4) mendefinisikan, “Metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.” Hal ini peneliti ingin memperoleh gambaran secara mendalam tentang proses
pendampingan yang berada di LSM Qouma Kabupaten Bandung dalam
memberdayakan para korban perdagangan orang. Sebagaimana salah satu alasan
menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana
metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang
Maka seperti yang dikemukakan diatas metode deskriptif layak digunakan
dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti, karena penelitian di tujukan
terhadap masalah yang sedang terjadi pada masyarakat yang sedang berlangsung
serta proses pendampingan dalam memberdayakan korban perdagangan orang di
LSM Qouma Kabupaten Bandung.
C. Definisi Operasional
Dalam pemahaman yang tepat maka penelitian diperlukan definisi
operasional yang berisi mengenai judul serta fokus dari penelitian yang
dilaksanakan.
1. Pemberdayaan Masayarakat
Upaya pemberdayaan yang dimaksud berupa kegiatan yang ditujukan
memperkuat potensi dan daya yang dimiliki oleh pekerja, misalnya
peningkatan pendidikan dan pelatihan. Langkah-langkah yang ditujukan pada
pemberian akses dan fasilitas agar pekerja memeproleh kehidupannya lebih
baik. Maka dengan demikian upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui perbaikan pendapatan dan juga merefleksiskan pemberian
perlindungan dan keberpihakan yang lemah.
2. Pendampingan
Pendampingan bahwa yang didampingi adalah satu pihak yang memiliki
kelemahan atau kekurangan sehingga perlu didampingi. Hal ini dapat
dikatakan seperti menyertai dan menemani secara dekat, bersahabat dan
46
3. Perdagangan Orang (Human Trafficking)
Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan
sesorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekrasan, atau bentuk-bentuk
pemaksaan lain, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk
memeperoleh ijin dari orang yang memepunyai wewenang atas orang lain,
untuk tujuan eksploitasi. Hal ini dapat diupayakan untuk pencegahan dan
penghapusan praktek perdagangan orang (human trafficking).
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, artinya
peneliti sebagai alat untuk merekam informasi selama berlangsungnya penelitian.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sugiyono (2008:102) menyebutkan bahwa
“Alat ukur dalam penelitian dinamakan instrument penelitian. Instrumen
penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun
social yang diamati”. Penelitian kualitatif menurut Sugiyono(2008:222), bahwa
“Yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri, oleh
karena itu peneliti sebagai instrumen harus juga di validasi seberapa jauh peneliti
siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan”.
Demikian dalam melakukan pengamatan peneliti mempunyai
tahapan-tahapan untuk diteliti yaitu melalui pedoman observasi, pedoman wawancara dan
catatan lapangan untuk memperdalam dan memperluas dengan tema serta kondisi
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang dapat membantu untuk
memperoleh data dalam penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan melalui:
1. Observasi
Menurut Margono (Zuriah 2005:172) menyatakan bahwa “Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
gejala yang tampak pada objek penelitian”. Pengamatan dan pencatatan ini
dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa.
Metode observasi sebagai alat pengumpulan data, dapat dikatakan berfungsi
ganda, sederhana, dan dapat dilakukan tanpa menghabiskan banyak biaya.
Namun demikian, dalam melakukan observasi penelitian dituntut memiliki
keahlian dan penguasaan kompetensi tertentu. Disini peneliti mencoba
meneliti serta mengamati mengenai proses pendampingan dalam
pemberdayaan korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten
Bandung.
2. Wawancara
Menurut Sudjana, (2004: 297) bahwa “Wawancara adalah proses pengumpulan data atau informasi melalui tatap muka antara pihak penanya
(interviewer) dengan pihak yang ditanya atau penjawab (interviwe)”. Dengan wawancara, peneliti akan lebih mudah mendapatkan data yang diharapkan
48
data yang berkenaan dengan nara sumber apabila informan tidak memahami
item soal dalam angket.
Selama penelitian, peneliti melakukan teknik wawancara dengan pihak
LSM Qouma yang menjadi narasumber yang dapat dipercaya serta
dipertanggungjawabkan. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data
mengenai program yang dilaksanakan dalam hal pendampingan, proses, serta
hasil dari pendampingan didalam memberdayakan korban perdagangan orang
setelah mengikuti program yang ada.
3. Studi Kepustakaan
Menurut Subana (2005:77) studi kepustakaan merupakan salah satu
kegiatan penelitian yang mencakup “Memilih teori, mengidentifikasi literatur atau kepustakaan dan menganalisis dokumen, serta menerapkan hasil analisis
sebagai landasan teori bagi penyelesaian maslah dalam penelitian yang
dilakukan”.
Hal ini penulis menggunakan studi kepustakaan untuk memperoleh
konsep dan teori-teori sebagai dasar pemikiran dan bahan acuan bagi penulis
melalui buku-buku, artikel, internet, serta tulisan-tulisan yang ada
hubungannya dengan penelitian. Peneliti memperoleh berupa teori-teori
seperti: mengenai Konsep Pemberdayaan, Konsep Masyarakat, Konsep
Pemberdayaan Masayarakat, Konsep Perdagangan Orang (Human
4. Studi Dokumentasi
Menurut Sukmadinata (2006:221) mengemukakan bahwa “Studi dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun
dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun
elektronik”.
Maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode studi
dokumentasi untuk memperoleh data secara tertulis yang diperlukan untuk
data penelitian yaitu dengan membaca, menelaah, dan mengkaji
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Yang
menjadi sumber pengumpulan data yaitu berupa foto, petunjuk pelaksanaan,
pengelolaan, dan pelaporan program pemberdayaan korban perdagangan
orang, data korban perdagangan orang yang didampingi oleh pendamping di
LSM Qouma hingga perkembangan korban perdagangan orang.
5. Triangulasi
Menurut Sugiyono (2008:241) bahwa “Triangulasi diartikan sebagai
teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data yang telah ada”. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang
sekaligus menguji kreadibilitas data, yaitu mengecek kreadibilitas data dengan
berbagai teknik penumpulan data dan berbagai sumber data.
Teknik dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara dengan
50
studi dokumentasi serta dari hasil penyelenggaraan program dengan kelompok
sasaran program.
F. Analisis Data
Analisis data kualitatif sebagaimana dikutip Bogdan (Sugiyono, 2008:244)
menyatakan bahwa “Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga
dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat di informasikan kepada orang lain”. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya
kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana
yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat
diceritakan kepada orang lain.
Selanjutnya menurut Sugiyono (2008:245) bahwa “Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama
dilapangan, dan selesai dilapangan”.
Menurut Sugiyono (2008:245) bahwa “Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama dilapangan, dan
selesai dilapangan”. Maka mencakup pada tahapan-tahapan yang meliputi:
1. Analisis Tahap Persiapan
Tahap persiapan penelitian melakukan penelitian yang merupakan tahap awal.
Yang didalamnya peneliti mengadakan survey awal ke lapangan untuk
mengidentifikasi hingga penentuan masalah-masalh yang terjadi dilapangan.
Selajutnya peneliti melakukan penyusunan rancangan penelitian yaitu berupa
Kegiatan selanjutnya peneliti melakukan pengurusan perizinan kepada pihak
yang berwenang untuk memberikan izin dalam penelitian yaitu kepada
pemerintah Kabupaten Bandung.
2. Analisis Tahap Pelaksanaan
Tahapan ini penelitian mulai menggali informasi data dengan melakukan
wawancara secara mendalam hingga memperoleh informasi serta data yang
diperlukan. Dalam tahapan ini peneliti melakukan wawancara kepada
beberapa pendampingan LSM Qouma selaku petugas yang bertanggung jawab
dalam program pemberdayaan korban perdagangan orang yang berkaitan
dengan potensi-potensi yang dimiliki oleh para korban perdagangan orang
serta strategi dalam proses pemberdayaannya. Selanjutnya peneliti melakukan
observasi ke lokasi atau tempat kegiatan bersama para pendamping LSM
Qouma. Peneliti pun mencoba mewawancarai kepada informan dengan
pendamping dan pengelola LSM Qouma secara mendalam mengenai
kegiatan-kegiatan dan peran dari pendampingan yang sering dilakukan didalm proses
pemberdayaan korban perdagangan orang LSM Qouma.
3. Tahap Pelaporan
Peneliti melakukan penyusunan laporan dari hasil pengumpulan data. Yang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi, pembahasan dan temuan penelitian yang telah
diuraikan dimuka tentang pendampingan korban perdagangan orang, pada bab ini
penulis mengambil beberapa kesimpulan dan memberikan saran sebagai berikut:
1. Perencanaan pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung
LSM Qouma Kabupaten Bandung dalam mendampingi korban
perdagangan orang memberikan penanganan (a) pelayanan konseling, (b)
pelayanan kesehatan, (c) pelayanan keterampilan, (d) pelayanan sosial dan (d)
pendidikan alternatif. LSM Qouma mendampingi korban perdagangan orang
yang tidak terangkul oleh pemerintah sehingga dapat diberdayakan melalui
pengembangan dan pemanfaatan potensi yang dimiliki oleh para korban
menjadi lebih mandiri guna menghasilkan pendapatan sehingga kembali ke
kehidupan “normal”. Dengan adanya langkah perencanaan ini proses
pelaksanaan pendampingan dapat terlaksana sehingga menghasilkan sasaran
menjadi terarah, terpantau hingga berdaya dan mandiri.
2. Pelaksanaan pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung
Pelaksanaan pendampingan korban perdagangan orang di LSM Qouma
dilakukan dengan melalui pendidikan orang dewasa yang merupakan salah
satu sistem yang lebih tepat bagi sasaran, sehingga dapat dipahami oleh
sasaran pendampingan dengan menyampaikan materi yang berkaitan dengan
keluarga hingga materi untuk pelaksanaan pengembangan
potensi/pemberdayaan diri menjadi mandiri. Oleh karena itu pendamping
melaksanakan tugasnya sesuai dengan rangkaian kegiatan yang disusun dan
ditetapkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung
Kabupaten Bandung, meliputi: (a) melaksanakan program kerja bidang human
trafficking, (b) mencari isu yang berkembang, (c) tahapan assessment /
pemerintah, (d) forum group discution,(e) memberikan pelatihan kepada
korban perdagangan orang sesuai dengan potensinya masing-masing, (f)
penetapan penyaluran tenaga kerja, dan (g) melaksanakan monev.
3. Evaluasi pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung
Evaluasi yang dilakukan oleh perndamping untuk menentukan apakah
tujuan akhir program tercapai atau tidak dan sebuah proses yang dilakukan
oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program.
Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang
dicapai oleh program tersebut. Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep
yang terdapat didalamnya yaitu efektifitas dan efisiensi program yang telah
ditentukan.
4. Tindak lanjut pendampingan korban perdagangan orang di Lembaga Swadaya Masyarakat Qouma Kabupaten Bandung
Tindak lanjut program pemberdayaan korban perdagangan orang melalui
pendampingan di LSM Qouma Kabupaten Bandung yang dilihat dari
94
program pemberdayaan korban perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten
Bandung untuk dijadikan sebagai sumber kebutuhan hidupnya.
Untuk itu dilakukanlah monitoring dan evaluasi pada kegiatan tindak
lanjut ini sama seperti perencanaan, monitoring-evaluasi adalah bagian dari
pengelolaan (manajemen) program. Sehingga pada langkah akhir di LSM
Qouma Kabupaten Bandung pendamping untuk mengetahui apakah program itu
mencapai sasaran yang diharapkan atau tidak, evaluasi lebih menekankan pada
aspek hasil yang dicapai (output) korban perdagangan orang. Yang baru bisa
dilakukan jika program itu telah berjalan dalam suatu periode, sesuai dengan
tahapan rancangan dan jenis program yang dibuat dan dilaksanakan satu bulan
dalam satu pelaksanaan monev.
B. Saran
Hasil penelitian tentang pendampingan dalam pemberdayaan korban
perdagangan orang di LSM Qouma Kabupaten Bandung, penulis mengemukakan
saran/rekomendasi bagi semua pihak, diantaranya:
1. Bagi LSM Qouma
a. Menurut pengamatan peneliti dari segi proses penyelenggaraan
pendampingan di LSM Qouma adanya perbedaan persepsi antara para
pendamping dengan pengelola, hendaknya untuk lebih ditingkatkan dalam
satu pemahaman antara pendamping dengan pengelola.
b. Hendaknya pengelola dapat menambahkan tenaga pendamping bagi
pelaksanaan program pemberdayaan korban perdagangan orang (human
c. Hendaknya pengelola mengikutsertakan para pendamping dalam program
pelatihan untuk pematangan sebagai tenaga pendamping.
d. Pengelola tidak hanya lebih difokuskan untuk sebagai penyalur korban
perdagangan orang (human trafficking) hendaknya pengelola difokuskan
dalam memberikan layanan lebih jelas kepada korban perdagangan orang
(human trafficking) sehingga korban perdagangan orang (human
trafficking) disaat dilapangan tidak ada kata susah/mengeluh dalam
melaksanakan pekerjaannya dilapangan.
e. Pengelola berkerjasama dengan stake holder yang peduli dengan korban
perdagangan orang (human trafficking) sehingga dapat membantu dalam
pelaksanaan kegiatan pemberdayaan korban perdagangan orang (human
trafficking).
2. Bagi Pendamping LSM Qouma
a. Diharapkan para pendamping lebih mengutamakan kepada kegiatan
layanan konseling sehingga mengetahui yang jelas mengenai kebutuhuan
para korban perdagangan orang (human trafficking).
b. Pendamping hendaknya memantau korban trafficking dilapangan secara
berkala sehingga dapat terkontrol keadaan korban perdagangan orang
(human trafficking) dilapangan.
c. Diharapkan lebih mengikuti pelatihan-pelatihan untuk lebih mematangkan
96
3. Bagi pemerintah untuk lebih menjalin kerja sama dengan pihak LSM untuk
memberdayakan korban perdagangan orang (human trafficking) supaya lebih
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Arikunto, S (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :Rineka Cipta.
Hikmat, Harry. (2010). Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press.
Kamil, M. (2009). Pendidikan Nonformal Pengembangan Melalui Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Di Indonesia (Sebuah Pembelajaran Dari Kominkan Jepang). Bandung: Alfabeta.
Kartasasmita, Ginandjar. (1996). Pembangunan Untuk Rakyat. Jakarta: PT. Pustaka CIDESINDO.
Komar, Oong. (2006). Filsafat Pendidikan Nonformal. Bandung: CV Pustaka Setia.
Lapian, Gandi dan Hetty. (2010). Trafiking Perempuandan Anak Penanggulangan
Komprehensif Study Kasus: Sulawesi Utara. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Moleong. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Moleong, L. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pranarka dan Vdhyandika M. (1996). Pemberdayaan. Jakarta: CSIS.
Rasyad, A dam Suparna, B. (2003). Pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat. Malang: UM Press.
Ratna, S Adjeng. (2008). Peranan Perempuan Dalam Pembangunan. Majalah Duta.
Roesmidi dan Riza Risyanti, (2006). Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang: Alqa print Jatinangor.
Subana dan Sudrajat. (2009). Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.
Sudjana, Djudju.(2004). Pendidikan Nonformal. Bandung: Falah Production.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.
Widodo, Supriyadi. (2005). Perdagangan Manusia dalam Rancangan KUHP. Jakarta: ELSAM.
Sumber Lain :
Harkrisnowo, Harkristuti (2002). Penghapusan Perdagangan Perempuan dan
Anak dalam Perspektif Hukum Pidana. Makalah pada Workshop
Penyusunan Rancangan Undang-undang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak,, Jakarta, 30 september 2002.
Laporan Perdagangan Manusia di Indonesia Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo Sentra HAM UI draf tanggal 28. Februari 2003.
Putra, Irma Alamsyah (2002). Aspek Normatif Hukum terhadap Penghapusan
Perdagangan Perempuan dan Anak (Trafficiking Women and Children).
Makalah pada Workshop Penyusunan Rancangan Undang-undang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak,, Jakarta, 30 september 2002.
Provinsi Jawa Timur Rentan Perdagangan Perempuan dan Anak. Kompas, Kamis 4 Juli 2002.
Depdiknas Dirjen Diklusepora, (2004).
Purwadarminta, 1994 dalam buku Model Pembelajaran dan Pendampingan, BPLS-P Regional II, 2002:11.
Pusat Informasi dan Komunikasi Departemen Hukum dan HAM RI.