• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TELAAH LITERATUR 2.1.1 Budaya Organisasi

Menurut Alisyahbana dalam (Widyosiswoyo, 2004) budaya merupakan manifestasi dari cara berfikir, sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas sebab semua tingkah laku dan perbuatan, mencakup di dalamnya perasaan karena perasaan juga merupakan maksud dari pikiran. Kemudian Peruci dan Hamby dalam mendefisinisikan budaya adalah segala sesuatu yang dilakukan, dipikirkan, dan diciptakan oleh manusia dalam masyarakat, serta termasuk pengakumulasian sejarah dari objek-objek atau perbuatan yang dilakukan sepanjang waktu.

(Robbins SP & Judge, 2008) mengartikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. Menurut (Robbins SP & Judge, 2008) budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi. Oleh karena itu, diharapkan bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang berbeda atau berada pada tingkatan yang tidak sama dalam organisasi dapat memahami budaya organisasi dengan pengertian yang serupa. (Koesmono, 2005) menyatakan bahwa budaya merupakan berbagai interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang mempengaruhi kelompok-kelompok orang dalam lingkungannya. Agar budaya organisasi dapat berfungsi secara optimal, maka

(2)

budaya organisasi harus diciptakan, dipertahankan, dan diperkuat serta diperkenalkan kepada karyawan melalui proses sosialisasi. Melalui sosialisasi ini, karyawan diperkenalkan tentang tujuan, strategi, nilai-nilai, dan standar perilaku organisasi serta informasi yang berkaitan dengan pekerjaan.

2.1.2 Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut (Robbins SP & Judge, 2008) penelitian menunjukan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan merupakan hakikat kultur sebuah organisasi:

1) Inovasi dan Keberanian Mengambil Resiko

Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.

2) Perhatian Pada Hal-Hal Rinci

Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis dan perhatian pada hal-hal detail.

3) Orientasi Hasil

Sejauh mana berfokus lebih pada hasil daripada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.

4) Orientasi Individu

Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas individu yang ada dalam organisasi.

5) Orientasi Tim

Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisir oleh tim daripada individu-individu.

(3)

Sejauh mana individu dapat bersikap agresif dan kompetitif. 7) Stabilitas

Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankan status quo dalam perbandingan dengan pertumbuhan.

2.1.3 Dimensi Budaya Organisasi

Menurut Robbins dalam Tika (2006: 10) terdapat beberapa karakteristik yang apabila dicampur dan dicocokkan maka akan menjadi budaya internal yaitu :

1) Inisiatif Individu

Yaitu sejauh mana organisasi memberikan kebebasan kepada setiap pegawai dalam mengemukakan pendapat atau ide-ide yang di dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Inisiatif individu tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi. Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Liliweri (2002:71) manusia memiliki unsur-unsur potensi budaya yaitu pikiran (cipta), rasa dan kehendak (karsa). Hasil ketiga potensi budaya itulah yang disebut kebudayaan. Dengan kata lain kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan cipta manusia mengembangkan kemampuan alam pikir yang menimbulkan ilmu pengetahuan. Dengan rasa manusia menggunakan panca inderanya yang menimbulkan karya-karya seni atau kesenian. Dengan karsa manusia menghendaki kesempurnaan hidup, kemuliaan dan kebahagiaan sehingga berkembanglah kehidupan beragama dan kesusilaan.

(4)

Yaitu sejauh mana pimpinan suatu organisasi dapat menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan, sehingga para pegawai dapat memahaminya dan segala kegiatan yang dilakukan para pegawai mengarah pada pencapaian tujuan organisasi. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi dan misi. Bentuk pengarahan pada umumnya pimpinan menginginkan pengarahan kepada anggota atau karyawan dengan maksud agar mereka bersedia bekerja dengan sebaik mungkin, dan diharapkan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip. Maka adapun dengan bentuk atau cara menurut Faisal Afiff, (1994: 40-41) berupa:

a. Orientasi

Merupakan cara pengarahan dengan memberikan informasi yang perlu supaya kegiatan dapat dilakukan dengan baik.

b. Perintah

Merupakan permintaan dari pimpinan kepada orang yang berada dibawahnya untuk melakukan atau mengulangi suatu kegiatan tertentu pada keadaan tertentu.

c. Delegasi

Wewenang dalam pendelegasian wewenang ini pimpinan melimpahkan sebagian dari wewenang yang dimilikinya kepada bawahan.

3) Integrasi

Yaitu sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Menurut Handoko (2003 : 195) koordinasi merupakan proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan

(5)

kegiatan-kegiatan pada unit-unit yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan.

4) Kontrol

Yaitu adanya pengawasan dari para pimpinan terhadap para pegawai dengan menggunakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan demi kelancaran organisasi. Pengawasan menurut Handoko (2003: 360) dapat didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi tercapai. Dalam pengawasan terdapat beberapa tipe pengawasan seperti yang diungkapkan Winardi dalam Badrudin (2013: 589). Fungsi pengawasan dapat dibagi dalam tiga macam tipe, atas dasar fokus aktivitas pengawasan, antara lain:

a. Pengawasan Pendahuluan (preliminary control)

Prosedur-prosedur pengawasan pendahuluan mencakup semua upaya manajerial guna memperbesar kemungkinan bahwa hasil actual akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan hasil-hasil yang direncanakan. Dipandang dari sudut prespektif demikian, maka kebijaksanaan-kebijaksanaan merupakan pedoman-pedoman untuk tindakan masa mendatang. Tetapi, walaupun demikian penting untuk membedakan tindakan menyusun kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan mengimplementasikannya. Merumuskan kebijakan-kebijakan termasuk dalam fungsi perencanaan sedangkan tindakan mengimplementasi kebijaksanaan merupakan bagian dari fungsi pengawasan.

(6)

5) Pola komunikasi yaitu sejauh mana komunikasi dalam organisasi yang dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal dapat berjalan baik. Menurut Handoko (2003: 272) komunikasi itu sendiri merupakan proses pemindahan pengertian atau informasi dari seseorang ke orang lain. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang dapat memenuhi kebutuhan sasarannya, sehingga akhirnya dapat memberikan hasil yang lebih efektif. Pola komunikasi yang ada dalam organisasi dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu komunikasi Vertikal (ke atas dan Kebawah) dan Komunikasi Horisontal (setara) Di kedua jenis komunikasi ke atas maupun ke bawah, manajemen mengendalikan sistem komunikasinya.

a. Vertical Communication (komunikasi tegak)

Merupakan pengiriman dan penerimaan pesan diantara level sebuah hirarki, ke bawah dan keatas.

b. Horizontal Communication (komunikasi mendatar)

Merupakan pengiriman dan penerimaan pesan di antara individu dalam level yang sama dalam sebuah hirarki.

Dari pendapat Robbins diatas mengenai 5 dimensi budaya organisasi, dikelompokkan menjadi 3 variabel yaitu:

1) Sumber daya manusia yang terdiri dari inisiatif individu dan integrasi. 2) Manajemen yang terdiri dari pengarahan, kontrol dan sistem imbalan. 3) Komunikasi yang terdiri dari pola komunikasi.

(7)

2.1.4 Pengertian Kaizen

Kata kaizen terdiri dari dua kata bahasa Jepang. “Kai” artinya perubahan, dan “Zen” artinya baik. Jika keduanya digabungkan, menjadi Kaizen (Musman, 2019). Kaizen merupakan budaya kehidupan yang telah mendarah daging pada masyarakat Jepang yang kemudian diterapkan pada budaya kerja mereka. Kaizen menurut (Imai, 1998) adalah kemajuan dan perbaikan terus menerus dalam kehidupan seseorang, kehidupan berumah tangga, kehidupan bermasyarakat dan kehidupan kerja. Kaizen adalah budaya sehari-hari yang sederhana, bertujuan untuk melampaui peningkatan produktivitas, juga merupakan sebuah proses apabila dilakukan dengan benar akan mengurangi beban kerja yang berlebihan, dan mengajarkan orang untuk melakukan percobaan dalam pekerjaannya dengan menggunakan metode-metode ilmiah, dan bagaimana belajar mengenali serta mengurangi pemborosan dalam proses kerjanya. Kaizen bukan hanya dapat menyelesaikan masalah, namun juga mengembangkan hal-hal detail serta mengembangkan sebuah produk. Ciri kunci manajemen kaizen antara lain lebih memperhatikan proses dan bukan hasil, manajmen fungsional-silang dan menggunakan lingkaran kualitas dan perlatan lain untuk mendukung peningkatan yang terus menerus (Tazakigroup, 2000). Kaizen tidak bersifat dramatis dan proses kaizen diterapkan berdasarkan akal sehat dan berbiaya rendah, menjamin kemajuan berangsur yang memberikan imbalan hasil dalam jangka panjang. Jadi, kaizen merupakan pendekatan dengan risiko rendah.

Budaya kerja kaizen telah banyak memberikan perubahan yang sangat besar pada banyak perusahaan di Jepang. Toyota, sebagai contoh, telah berperan besar melambungkan nama Jepang di kancah dunia. Perusahaan yang didirikan

(8)

oleh Sakichi Toyoda ini, telah berkembang dan menempatkan dirinya menjadi perusahaan kelas papan atas di dunia. Ketika perusahaan otomotif Toyota belum banyak dikenal di Eropa, seseorang sempat menanyakan mengapa desain mobil Toyota sangat jelek. Toyota lalu menyadari bahwa itulah masalah yang dihadapainya untuk masuk ke pasar Eropa. Dengan kegigihan dan semangat pantang menyerah yang dimiliki para karyawan Toyota, membuat Toyota semakin berkembang dan maju. Alhasil saat ini Toyota menjadi merek mobil yang menguasai sebagian besar pangsa pasar di seluruh dunia.

Berbicara tentang kaizen tentu erat kaitannya dengan Pengendalian Mutu Terpadu (PMT) atau Total Quality Management (TQM), yang hubungannya selalu beriringan. Total Quality Management didefinisikan dari tiga kata yaitu

Total (keseluruhan), Quality (kualitas), Management

(tindakan,pengendalian,pengarahan). Dari ketiga kata tersebut, TQM adalah system manajemen yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer

satisfaction) dengan kegiatan yang diupayakan benar sekali (right first time),

melalui perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) dan memotivasi karyawan. Menurut Japan Industrial Standart, pengendalian mutu ialah sebuah system tentang cara memproduksi barang atau jasa secara ekonomis yang memenuhi persyaratan pelanggan. Ada sepuluh unsur utama Total Quality

Management (Goetsch dan Davis, 1994) yaitu fokus pada pelanggan, obsesi

terhadap kualitas, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kerja sama tim (teamwork), perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, kebebasan terkendali, kesatuan tujuan, serta adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.

(9)

2.1.5 Konsep Budaya Kaizen

Konsep utama kaizen untuk mewujudkan strategi kaizen menurut (Imai, 1998) yaitu:

1) Kaizen dan Manajemen

Dalam konteks kaizen, manajemen memiliki dua fungsi utama yaitu: pemeliharaan dan perbaikan. Pemeliharaan berkaitan dengan kegiatan untuk memelihara teknologi, sistem manajerial, standar operasional yang ada, dan menjaga standar oprasional melalui pelatihan serta disiplin. Sedangkan perbaikan berkaitan dengan kegiatan yang diarahkan untuk meningkatkan standar yang ada. Perbaikan dapat dibedakan sebagai:

Kaizen dan Inovasi. Kaizen bersifat perbaikan kecil yang berlangsung

secara berkesinambungan, sedangkan inovasi merupakan perbaikan drastis sebagai hasil investasi sumber daya berjumlah besar dalam teknologi atau peralatan. Berikut adalah beberapa perbedaan kaizen dan inovasi:

Tabel 2. 1 Perbedaan kaizen dan inovasi

KAIZEN INOVASI

Orientasi umum Orientasi pada keahlian Orientasi pada manusia Orientasi pada teknologi Perhatian pada pendalaman Perhatian lompatan jauh Dibangun dengan teknologi yang

ada

Mencari teknologi baru

(10)

Kelompok kerja Individual

Sumber: (Imai, 1998: 29)

2) Proses Versus Hasil

Kaizen menekankan pola pikir yang berorientasi proses, karena proses

harus disempurnakan agar hasil dapat meningkat. Kegagalan mencapai hasil yang direncanakan merupakan cermin dari kegagalan proses. Manajemen harus menemukan, mengenali, dan memperbaiki kesalahan pada proses.

3) Siklus PDCA atau SDCA

Gambar 2. 1 Siklus PDCA

Sumber:

https://kanbanize.com/lean-management/improvement/what-is-pdca-cycle/

Langkah pertama dari kaizen adalah menerapkan siklus PDCA

(Plan,Do,Check,Act) sebagai sarana yang menjamin terlaksananya

(11)

memelihara, memperbaiki dan meningkatkan standar. Siklus PDCA tersebut adalah:

a) Plan (rencana)

Tahap awal berupa penetapan target untuk perbaikan dan perumusan rencana guna mencapai target tersebut.

b) Do (lakukan)

Pelaksanaan dari rencana yang telah dibuat. Hendaknya dilakukan dalam jangka waktu yang telah ditentukan untuk melihat perkembangan tiap langkah apa saja yang telah dilakukan dan mungkin akan ditemukan kendala-kendala lain yang tidak terduga di lapangan.

c) Check (periksa)

Kegiatan pemeriksaan segala prosedur yang telah dijalankan guna memastikan agar tetap berjalan sesuai rencana sekaligus memantau kemajuan yang telah ditempuh.

d) Act (tindakan)

Menindaklanjuti ketiga langkah yang ditembuh sekaligus memutuskan prosedur bagu guna menghindari terjadinya kembali masalah yang sama atau menetapkan target baru bagi perbaikan berikutnya.

Setiap proses kerja yang baru biasanya belum stabil, sehingga perlu distabilkan melalui siklus SDCA (Standardize,Do,Check,Act) dalam rangka mencapai kestabilan proses. Sedangkan PDCA menerapkan

(12)

perubahan guna meningkatkannnya. SDCA berkaitan dengan fungsi pemeliharaan sedangkan PDCA berkaitan dengan fungsi perbaikan. 4) Mengutamakan Kualitas

Kualitas merupakan prioritas tinggi dibandingkan dengan harga dan penyerahan produk yang ditawarkan kepada konsumen, karena perusahaan tidak dapat bersaing jika kualitas produk dan pelayanan tidak memadai.

5) Berbicara dengan Data

Mengumpulkan data tentang keadaan saat ini merupakan langkah awal dalam upaya perbaikan, karena data berguna untuk memecahkan suatu masalah.

6) Kepuasan Konsumen

Semua pekerjaan terselenggarakan melalui serangkaian proses dan masing-masing proses memiliki tantangan masing-masing. Pekerjaan yang hasilnya baik dapat dilihat dari bagaimana respon konsumen terhadap hasil pekerjaan yang dikerjakan.

Selanjutnya, menurut (Liker, 2006) konsep kaizen meliputi beberapa hal yaitu: 1) Konsep 3 M (Muda, Mura, Muri)

Proses ini dibentuk untuk mengurangi banyaknya proses kerja, meningkatkan mutu, mempersingkat waktu, dan mencapai efisiensi. Menurut (Liker, 2006) menjelaskan bahwa para manajer dan karyawan Toyota menggunakan istilah bahasa Jepang muda apabila berbicara tentang pemborosan dan menghilangkan muda menjadi fokus dari sebagian upaya lean manufacturing. Namun ada dua “M” lagi yang sama

(13)

pentingnya untuk membuat lean manufacturing berjalan, dan tiga M tersebut saling mengisi sebagaisatu sistem. Bahkan hanya memfokuskan pada kedelapan pemborosan atau muda saja akan mengganggu produktivitas kerja dalam sistem produksi. Ketiga “M” tersebut adalah :

a. Muda (tidak menambah nilai)

Muda merupakan kegiatan tidak berguna atau tidak bermanfaat yang memperpanjang lama waktu, menimbulkan gerakan tambahan untuk memperoleh komponen atau peralatan, menciptakan persediaan berlebih atau berakibat pada berbagai jenis waktu tunggu.

b. Muri (memberi beban berlebihan pada orang atau peralatan)

Muri adalah memanfaatkan mesin atau orang di luar batas kemampuannya. Membebani orang secara berlebih menimbulkan masalah dalam keselamatan kerja dan kualitas. Sedangkan membebani alat secara berlebih menyebabkan kerusakan dan produk cacat.

c. Mura (Ketidakseimbangan)

Mura dapat dipandang sebagai kesimpulan dari muda dan muri. Di sistem produksi yang normal, kadang-kadang terdapat lebih banyak pekerjaan dibanding dengan yang dapat ditangani oleh orang atau mesin yang ada, dan pada saat yang lain hanya ada sedikit pekerjaan. Ketidakseimbangan diakibatkan oleh jadwal produksi yang tidak teratur atau volume produksi yang berfluktuasi karena masalah internal, seperti kerusakan mesin atau kekurangan

(14)

komponen atau produk cacat. Muda merupakan akibat dari mura. Ketidakseimbangan tingkat produksi berarti perlu memiliki peralatan, material dan orang untuk melakukan tingkat produksi yang tertinggi bahkan bila permintaan rata-ratanya jauh lebih rendah dari itu.

2) Gerakan 5 S

Konsep 5 S pada dasarnya merupakan proses perubahan sikap dengan menerapkan penataan, kebersihan, dan kedisiplinan di tempat kerja. Konsep 5 S merupakan budaya tentang bagaimana seseorang memperlakukan tempat kerjanya secara benar. Bila tempat kerja tertata rapi, bersih, tertib maka kemudahan bekerja perorangan dapat diciptakan.

a. Seiri (ringkas)

Membedakan atau memisahkan antara yang diperlukan dan tak diperlukan digemba, dan menyingkirkan yang tak diperlukan. Membuat tempat kerja ringkas, dan hanya menampung barang-barang yang diperlukan saja.

b. Seiton (rapi)

Menata barang yang ada setelah ringkas, dengan pola yang teratur dan tertib.

c. Seiso (resik)

Menjaga mesin yang siap pakai dan dalam keadaan bersih. Menciptakan kondisi tempat dan lingkungan kerja yang bersih. d. Sheiketsu (rawat)

(15)

Memperluas konsep kebersihan pada diri pribadi dan terus menerus mempraktekkan tiga langkah terdahulu. Selalu berusaha menjaga keadaan yang sudah baik sesuai standar.

e. Shitsuke (rajin)

Membangun disiplin diri pribadi dan membiasakan diri untuk menerapkan 5 S melalui norma kerja dan standarisasi.

2.1.6 Tantangan Dalam Kaizen

Meskipun banyak organisasi memahami perlunya menerapkan

kaizen di perusahaannya, dalam praktiknya tidak semua perusahaan

berhasil menerapkannya. Alasannya karena mengelola kegiatan kaizen bukanlah tugas yang mudah. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Garcia-Sabater pada 2011 telah mengidentifikasi tantangan untuk kaizen seperti resistensi terhadap perubahan terutama di kalangan karyawan senior dan kebingungan pada konsep perbaikan terus-menerus. Beberapa organisasi telah gagal memotivasi karyawan mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan kaizen karena tidak adanya kompensasi atau hadiah, kurangnya pelatihan yang tepat untuk karyawan dan penundaan yang lama dalam mendapatkan saran yang diproses. Manajemen puncak harus mengembangkan sistem penghargaan yang akan mengenali upaya yang dilakukan oleh karyawan dan manajer untuk memastikan kesuksesan

kaizen (Imai, 1986) . Selain itu, kekurangan sumber daya untuk

menjalankan kegiatan, kurang fokus karena tekanan bisnis dan kurangnya pemahaman tentang kebutuhan untuk berubah, juga merupakan tantangan dalam melakukan kaizen. Kaizen bukanlah kegiatan instan yang mudah

(16)

menerapkannya (berproses), perlu motivasi yang besar bagi pelaku kaizen untuk konsisten serta perlunya sumber daya yang mendukung.

2.1.7 Sasaran Akhir Kaizen

Sasaran akhir dari kaizen adalah tercapainya kualitas, biaya, distribusi (quality, cost, delivery-QCD), sehingga pada praktiknya kaizen menempatkan kualitas pada prioritas tertinggi (Imai, 1998). Kaizen mengajarkan bahwa perusahaan tidak akan bisa bersaing jika kualitas produk atau jasa pelayanannya yang tidak memadai, sehingga manajemen sangat menjunjung tinggi kualitas. Kualitas yang dimaksud bukan hanya kualitas produk, tetapi kualitas proses yang ditempuh dalam menciptakan produk atau jasa.

2.2 HASIL PENELITIAN TERDAHULU

Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2. 2 Hasil penelitian terdahulu

NO PENELITI JUDUL HASIL 1 Muhammad Fitri

(2016)

“Gemba Kaizen dan Hubungannya

dengan Penerapan Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001”

Penerapan gemba kaizen di suatu organisasi atau perusahaan menuntut keterlibatan seluruh anggota organisasi mulai dari manajemen puncak sampai level bawah. Gemba kaizen

(17)

sangat erat kaitannya dengan ISO 9001, bahkan dapat dikatakan sejalan. Karena ISO 9001 juga menekankan tindakan perbaikan dan peningkatan yang harus dilakukan oleh seluruh anggota organisasi. 2 Ronny Jimantoro (2016) “Analisis Penerapan Budaya Kerja Kaizen pada PT Istana Mobil Surabaya Indah” 1. PT IMSI mengenal dan mengadopsi budaya kerja kaizen sejak perusahaan berdiri.

2. PT IMSI menerapkan konsep kaizen yang pertama yaitu PDCA sudah sangat baik dilakukan oleh manager PT IMSI dari awal perusahaan berdiri sampai sekarang dan termasuk ke dalam segmen manajemen karena dibuat dan di atur oleh pimpinan. 3 M. Hudori (2017) “Penerapan Kaizen

untuk

Cara menerapkan kaizen untuk menjalankan sistem

(18)

Mempermudah Pengambilan Barang pada Gudang Finished Goods”

First In First Out (FIFO)

pada gudang finished goods adalah melalui:

1. Kaizen pada

peralatan FIFO, yang dilakukan dengan memperbaiki ukuran tag FIFO dan mengganti material tali penggantung tag dengan kawat;

2. Membuat

standarisasi FIFO yang berfungsi sebagai pedoman penerapan FIFO dan penggunaan alat FIFO tersebut.

(19)

2.3 ALUR PENELITIAN

Alur penelitian merupakan hubungan yang memiliki keterkaitan antara identifikasi masalah di lapangan, pertanyaan penelitian, tujuan serta kegunaan penelitian yang diharapkan dapat tercapai dalam penelitian ini.

Gambar

Tabel 2. 1 Perbedaan kaizen dan inovasi
Gambar 2. 1 Siklus PDCA
Tabel 2. 2 Hasil  penelitian terdahulu
Gambar 2. 2 Alur Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Objek pembahasan dalam penelitian ini adalah tafsir Al Azhar karya Buya Hamka menggunakan metode tafsir tafsir tahli>l>i (analitis), sedangkan tema pembahasan

Sedangkan dalam peraturan internasional pengaturan terhadap perlindungan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya (Ekososbud) ini lahir dari sebuah Deklarasi yang

Kesesuaian dengan tujuan prakerin butir satu setelah dilakasanakan prakerin siswa akan lebih siap menghadapi dunia kerja yang sesuai dengan kompetensi keahlian

Pelatihan ini dilbagi menjadi dua bagian, yaitu di dalam ruangan dan di lapanagan, di dalam ruangan dijelaskan tentang teori ergonomi dan akibat yang akan dirasakan oleh

Salah satu etika komunikasi massa adalah melakukan kritk yang membangun terhadap hal-hal yang berjalan tidak menurut semestinya, baik di lihat dari sudut undang-undang

Pada akhirnya konsumen yang merasa terpuaskan kebutuhan dan keinginannya akan menindaklanjuti dengan melakukan pembelian ulang terhadap merek yang sama, membeli produk lain

Dibandingkan dengan berbagai material lainnya yang mempunyai fungsi serupa, seperti keramik, batu alam, dan lainnya yang digunakan dalam industri bangunan, cat mempunyai

Tidak tertutup kemungkinan komunikasi terjalin antara dosen dan mahasiswa di luar waktu perkuliahan, untuk membicarakan yang berhubungan dengan materi kuliah. Tidak