ABSTRAK
Penelitian ini berjudul ”Studi Deskriptif Mengenai Values Schwartz Pada Masyarakat Ambon Usia Dewasa Awal Di Kota Ambon”. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana gambaran values Schwartz pada masayarakat Ambon usia dewasa awal di kota Ambon.
Sampel pada penelitian ini adalah 300 orang yang memiliki ayah dan ibu dari suku Ambon, sejak lahir tinggal di Ambon, dan berusia 20 sampai 39 tahun.
Alat ukur yang digunakan adalah Portrait Value Quetionare (PVQ) yang dikembangkan oleh Schwartz. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Data yang diperoleh berskala ordinal, selanjutnya diolah menggunakan Smallest Space Analysis (SSA) dengan program Hebrew University Data Analysis Package (HUDAP) dan SPSS 16.0.
Data diolah melalui tiga cara yaitu content, structure dan hierarchy value Schwartz. Dalam content hanya teridentifikasi tujuh area yaitu hedonism, achievement, self direction, benevolence, conformity, security, dan universalism. Dalam structure akan dibahas tentang hubungan antar values Schwartz, dengan hubungan compatibilities dan conflict yang sebagian sesuai dengan teori Schwartz, tapi ada beberapa yang berbeda akibat dari pengaruh budaya Ambon yang diyakini oleh responden, antara lain tradition dan hedonism, benevolence dan power, benevolence dan achievement, universalism dan power.Hierarchy values pada penelitian ini hedonism, power, achievement, self direction, stimulation, tradition, conformity, security, benevolence, dan universalism values. Terdapat perbedaan hierarchy values pada jenis kelamin, daerah tempat tinggal, pendidikan dan status sosial ekonomi.
viii DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL ... ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii
PERNYATAAN PUBLIKASI PENELITIAN ... ... iv
KATA PENGANTAR ... ... v
ABSTRAK ... ... vii
DAFTAR ISI ... ... viii
DAFTAR TABEL ... ... xii
DAFTAR BAGAN ... ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... ... 6
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... ... 7
1.4Kegunaan Penelitian ... ... 7
1.5Kerangka Pikir ... ... 8
1.6Asumsi ... ... 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Values ... ... 19
2.1.1 Pengertian Values ... ... 19
2.1.2 Tipe Values ... ... 20
2.1.3 Dinamika dan Struktur Values ... ... 23
2.1.4 Second Order Type ... ... 27
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Values ... ... 30
2.1.6 Transmission Values ... ... 35
2.2 Dewasa Awal ... ... 40
2.2.1 Definisi Dewasa Awal ... ... 40
2.2.2 Karakteristik Dewasa Awal ... ... 41
2.2.3 Tugas-Tugas Perkembangan Dewasa Awal ... ... 44
2.2.4 Perubahan-Perubahan pada Masa Dewasa Awal ... ... 44
2.2.5 Mobilitas pada Dewasa Awal ... ... 45
2.3 Kebudayaan ... ... 46
2.3.1 Pengertian Kebudayaan ... ... 46
2.3.2 Komponen-Komponen Kebudayaan ... ... 46
2.4 Ambon ... ... 49
2.4.1 Tradisi-Tradisi Masyarakat Ambon ... ... 49
2.4.2 Produk Budaya Masyarakat Ambon ... ... 52
x
3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... ... 55
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... ... 55
3.3.1 Variabel Penelitian ... ... 55
3.3.2 Definisi Operasional ... ... 56
3.4 Alat Ukur ... ... 58
3.4.1 Alat Ukur Schwartz’s Values ... ... 58
3.4.2 Prosedur Pengisian ... ... 59
3.4.3 Sistem Penilaian ... ... 59
3.4.4 Data Penunjang ... ... 60
3.4.5 Validitas dan Reliabilitas ... ... 60
3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... ... 61
3.5.1 Populasi Sasaran ... ... 61
3.5.2 Karakteristik Populasi ... ... 61
3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... ... 62
3.5.4 Ukuran Sampel ... ... 62
3.6 Teknik Analisis Data ... ... 63
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... ... 64
4.1.1 Jenis Kelamin ... ... 64
4.1.2 Usia ... ... 65
4.1.3 Bahasa Sehari-Hari ... ... 66
4.1.4 Penghasilan ... ... 66
4.1.5 Pendidikan ... ... 67
4.1.6 Tempat Tinggal ... ... 67
4.1.7 Agama ... ... 68
4.1.8 Transmisi Budaya ... ... 68
4.2 Hasil Penelitian ... ... 70
4.2.1 Content ... ... 70
4.2.2 Structure ... ... 72
4.2.3 Hierarchy ... ... 73
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... ... 74
4.3.1 Content ... ... 74
4.3.2 Structure ... ... 79
4.3.3 Hierarchy ... ... 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... ... 89
5.2 Saran ... ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... ... 93
xii
DAFTAR TABEL
3.2 Tabel Kisi-Kisi Portrait Value Quetionnaire (PVQ)
3.3 Tabel Validitas Item
3.4 Tabel Reliabilitas Item
4.1 Tabel Jenis Kelamin Responden
4.2 Tabel Usia Responden
4.3 Tabel Bahasa Sehari-Hari Responden
4.4 Tabel Penghasilan Responden
4.5 Tabel Pendidikan Responden
4.6 Tabel Daerah Tempat Tinggal Responden
4.7 Tabel Agama Responden
4.8 Tabel Transmisi Budaya Responden
4.10 Tabel Content Area
4.11 Tabel Korelasi antar Values
4.12 Tabel Hierarchy Values
DAFTAR BAGAN
1.1Bagan Kerangka Pikir
2.1 Schwartz’ Model of Individual Level Motivational Types of Value
2.2 Vertical, horizontal dan oblique dari transmisi budaya dan akulturasi.
3.1 Bagan Rancangan Penelitian
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Portrait Value Quetionnaire
Lampiran 2 Data Penunjang
Lampiran 3 Kuisioner Transmisi Budaya
Lampiran 4 Tabel Cross Tab Data Penunjang
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, karena
dibangun di atas keragaman budaya yang masing-masingnya memiliki ciri khas
tertentu. Ciri khas inilah yang akan membedakan tingkah laku setiap orang yang
berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Setiap orang perlu memahami
kebudayaan yang berlaku di tempat tinggalnya, agar mereka dapat berperilaku
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kebudayaan setempat.
Menurut Kathy Stolley kebudayaan merupakan seluruh gagasan, keyakinan,
perilaku, dan produk-produk yang dihasilkan secara bersama, dan menentukan
cara hidup suatu kelompok. Kebudayaan menghasilkan kepercayaan,
pengetahuan, seni, moral, adat istiadat, hukum, peralatan, bangunan tradisional,
dan tata cara berkomunikasi yang berlaku pada suatu suku atau kelompok sosial.
Kebudayaan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui
interaksi antar kedua generasi (sistembudayablogspot.com, September 2010).
Ambon merupakan salah satu daerah di Indonesia dengan kebudayaan yang
lekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Seperti masyarakat di daerah
lainnya yang memiliki kebudayaan dengan ciri khas tertentu, demikian pula
2
Universitas Kristen Maranatha
Ambon tercermin dari segi kehidupan beragama antara umat Islam dan Kristen,
tradisi, seni, petuah-petuah kuno, dan sebagainya.
Heterogenitas masyarakat Ambon dalam kehidupan beragama menciptakan
salah satu tradisi yang sudah ada sejak turun-temurun. Tradisi ini dikenal dengan
sebutan Pela Gandong. Pela Gandong merupakan tradisi kerukunan antara dua
kampung yang berbeda agama, yakni kampung yang beragama Kristen dengan
kampung yang beragama Islam. Hubungan ini didasari oleh kesadaran bahwa
mereka adalah saudara yang harus saling menjaga, agar dapat tetap hidup rukun
dan aman. Tradisi ini biasanya dirayakan melalui upacara tradisional yang disebut
Panas Pela, yang mana pada upacara ini kedua kampung yang memiliki hubungan Pela Gandong akan memperbaharui sumpahnya untuk mengingatkan
tali persaudaraan yang terjalin diantara mereka (jagaakangbaebae, September
2010).
Selain tradisi Pela Gandong, masyarakat Ambon juga memiliki tradisi lain
yang telah dilakukan turun-temurun, seperti tradisi Makan Patita. Tradisi Makan
Patita adalah tradisi makan bersama yang dihadiri oleh seluruh masyarakat Ambon untuk menjalin keakraban antar anggota masyarakat, sekaligus merupakan
simbol solidaritas antar masyarakat di Kota Ambon. Pada tradisi yang umumnya
dilakukan setiap bulan Januari dan Desember ini disajikan berbagai makanan
tradisional, yang mana makanan-makanan tersebut dibawa oleh masing-masing
warga dari rumahnya. Makanan tersebut bukan hanya untuk dimakan sendiri oleh
yang membawa, tetapi juga untuk dibagikan kepada warga lainnya
3
Tradisi lainnya yang melekat dengan kehidupan masyarakat Ambon adalah
tradisi Badendang. Tradisi Badendang adalah pesta yang dilakukan oleh para
pemuda untuk menyambut hari raya Natal dan Idul Fitri. Pada tradisi ini para
pemuda berjalan menyusuri kota sambil bernyanyi dan menari untuk menarik
perhatian pemuda lainnya agar bergabung dalam rombongan. Tradisi ini
menunjukan adanya saling menghargai antara masyarakat Kristen dan Islam yang
hidup dalam heterogenitas. Tradisi lain yang biasanya dilakukan oleh masyarakat
Ambon seperti tradisi Pili Cengkeh. Tradisi Pili Cengkeh merupakan tradisi yang
dilakukan pada waktu musim cengkeh. Bagi yang tidak memiliki kebun
Cengkeh/pohon Cengkeh, mereka diperbolehkan oleh pemilik kebun
Cengkeh/pohon Cengkeh untuk memungut Cengkeh yang kebetulan berguguran
secara alami dan jatuh di tanah. Tradisi ini dilakukan dengan tujuan agar orang
yang kaya belajar menolong orang lain yang secara ekonomi kurang mampu
(jagaakangbaebae, September 2010).
Selain tradisi, masyarakat Ambon juga memiliki petuah-petuah kuno seperti
Jang pulang kalo balom dapa hidop (jangan kembali pada orang tua kalau belum berhasil dalam hidup), Pi cari hidop (Pergi mencari masa depan) yang
mengajarkan kepada setiap orang Ambon untuk berani mencari tantangan dalam
hidup, dan Manggurebe maju (mari berkarya untuk membangun Ambon). Selain
itu, pada masyarakat Ambon sendiri terdapat hukum yang dikenal dengan sebutan
4
Universitas Kristen Maranatha
Kebudayaan yang melekat dengan kehidupan masyarakat Ambon didasari
oleh nilai-nilai budaya yang dianut. Nilai-nilai yang mendasari seseorang untuk
bertingkahlaku disebut Values. Values merupakan suatu keyakinan yang
mengarahkan tingkah laku sesuai dengan keinginan dan situasi yang ada. Terdapat
10 tipe values, antara lain benevolence, conformity, tradition, security, power,
achievement, stimulation, self direction, universalism dan hedonism (Schwartz, 2001).
Dari sepuluh tipe values yang ada, akan dilihat content dari masing-masing
tipe yaitu penyebaran values dan identifikasi region dalam bentuk pemetaan
(multidimensional space). Kemudian berdasarkan compability dan conflict antar
values akan terlihat bagaimana structure values pada kebudayaan tertentu. Selanjutnya values yang ada akan disusun secara hierarchy berdasarkan derajat
kepentingannya (Schwartz dan Bilzky, 1987, 1990).
Di dalam budaya masyarakat Ambon tersirat values yang mendasari mereka
untuk menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Values ini tercermin melalui nilai
saling menghargai sesama yang melatar belakangi diadakannya tradisi Makan
Patita dan Badendang (benovalence value), nilai untuk mencapai kesuksesan pribadi yang diajarkan melalui petuah Jang pulang kalo balom dapa hidop
(jangan kembali pada orang tua kalau belum berhasil dalam hidup) (achievement
5
keseimbangan antara manusia dan alam yang mendasari hukum Sasi (universalism
value).
Pada tahap perkembangan ini, seorang dewasa awal sudah mampu untuk
menentukan value dan belief yang dianutnya sendiri. Value yang dianut oleh
seorang dewasa awal akan membantunya dalam hidup bermasyarakat, karena
lewat value, seseorang akan menentukan apa yang sesuai dan tidak sesuai dengan
tuntutan masyarakat di sekitarnya , agar ia dapat diterima oleh kelompoknya
(Santrock, 2004).
Value pada masyarakat Ambon dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal meliputi usia, jenis kelamin, agama,
pendidikan, sedangkan faktor eksternal meliputi proses transmisi. Proses transmisi
adalah proses yang bertujuan untuk mengenalkan perilaku yang sesuai kepada
para anggotanya dari suatu budaya tertentu. Transmisi budaya terbagi menjadi tiga
berdasarkan sumbernya, yaitu: vertical transmission (orang tua), oblique
transmission (orang dewasa atau lembaga lain), dan horizontal transmission (teman sebaya) (Cavali-Sforza dan Feldman dalam Berry, 1999). Proses transmisi
budaya tersebut dapat berasal dari budaya sendiri maupun dari budaya lain, yang
akan diikuti oleh proses enkulturasi, akulturasi serta sosialisasi.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan salah satu budayawan, diketahui
bahwa tradisi masyarakat Ambon masih dijalankan seperti biasanya. Para pemuda
sering terlibat dalam tradisi Pela Gandong, Pili Cengkeh, Makan Patita, dan
6
Universitas Kristen Maranatha
memanfaatkan tradisi-tradisi ini untuk bersenang-senang dengan sahabatnya,
mencari teman baru, bahkan terkadang untuk menunjukan pengaruh dan
kemampuan mereka.
Dari hasil survey awal terhadap 20 responden ditemukan 8 responden (40%)
mengaku bahwa mereka sering menjalankan tradisi Pela Gandong, Pili Cengkeh,
Makan Patita, dan Badendang setiap kali tradisi-tradisi tersebut diadakan, dengan tujuan agar dapat bersenang-senang dengan teman-temannya dan menjalin
persahabatan dengan orang baru, sedangkan 6 responden (30%) lainnya mengaku
bahwa mereka sering melakukan tradisi-tradisi tersebut dan mereka memahami
benar tujuan dari suatu tradisi dilakukan, 6 responden (30%) lainnya mengaku
bahwa mereka sering terlibat dalam tradisi-tradisi tersebut, hanya saja mereka
kurang memahami tujuan dari tradisi tersebut dan hanya sekedar mengikuti. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui content, structure, dan hierarchy
values pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota Ambon.
1.2Identifikasi Masalah
Bagaimanakah gambaran mengenai Values Schwartz pada masyarakat Ambon
7
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
mengenai Values Schwartz pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota
Ambon.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui content,
structure, dan hierarchy Values Schwartz pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota Ambon serta faktor – faktor eksternal dan internal yang
mempengaruhinya.
1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis
• Hasil penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan terutama untuk
bidang Psikologi Sosial, lebih khususnya lagi bagi perkembangan Psikologi
Lintas Budaya. Agar kedepannya pengkajian mengenai Values Schwartz
dapat dikembangkan.
• Memberikan gambaran mengenai Values Schwartz pada masyarakat Ambon
dewasa awal, sehingga dapat menjadi salah satu alternatif informasi untuk
penelitian selanjutnya mengenai Values Schwartz pada sampel dengan tahap
8
Universitas Kristen Maranatha
1.4.2 Kegunaan Praktis
• Memberikan informasi kepada masyarakat Ambon terutama para pemuda di
kota Ambon mengenai gambaran values pada masyarakat Ambon usia
dewasa awal di Kota Ambon yang mendorong mereka untuk melakukan
suatu tradisi, agar mereka dapat kembali merenungkan esensi sebenarnya
dari suatu tradisi yang telah diwariskan turun-temurun, sehingga mereka
dapat tetap mempertahankan tujuan yang sebenarnya ingin dicapai dari
dilaksanakannya suatu tradisi.
• Memberikan gambaran bagi pemerintah kota, khususnya di bidang
pariwisata mengenai gambaran values yang mendorong dewasa awal di
Kota Ambon yang berguna untuk menjaga dan mengembangkan budaya
masyarakat Ambon.
1.5Kerangka Pikir
Dewasa awal merupakan tahap perkembangan manusia yang berada pada
rentang usia 20 sampai 39 tahun. Pada tahap perkembangan ini, seorang dewasa
awal sudah mampu untuk menentukan value dan belief yang dianutnya sendiri.
Value yang dianut oleh seorang dewasa awal akan membantunya dalam hidup bermasyarakat, karena lewat value seseorang akan menentukan apa yang sesuai
dan tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat di sekitarnya (Santrock, 2004).
Value merupakan keyakinan yang mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku dan menentukan apakah sesuatu itu benar atau salah, baik atau buruk,
9
mekanisme terbentuknya belief pada seseorang, yang mana mekanisme
terbentuknya value melibatkan tiga komponen utama yaitu cognitive, affective,
dan behavior. Individu mulai memikirkan dan memahami mengenai suatu objek
atau kejadian di sekitarnya, apakah itu baik atau buruk, diinginkan atau tidak
diinginkan. Selanjutnya pemahaman akan suatu objek atau kejadian akan dihayati
oleh individu, apakah objek atau kejadian tersebut disukai atau tidak disukai
olehnya. Apabila individu menyukai suatu objek atau kejadian, maka ia akan
menunjukan tingkah laku yang diarahkan kepada objek atau kejadian tersebut.
Sebaliknya jika ia tidak menyukai objek atau kejadian tersebut, maka ia akan
menjauhinya.
Menurut Schwartz terdapat 10 tipe values yang juga disebut sebagai single
value, antara lain benevolence, conformity, tradition, security, power, achievement, stimulation, self direction, universalism dan hedonism. Single values ini akan membentuk suatu kelompok berdasarkan tujuan dan kesamaannya
menjadi second order value type (SOVT) yang terdiri atas SOVT openness to
change (stimulation & self direction value), SOVT conservation (conformity, tradition, security value), SOVT self-transcedence (universalism & benevolence value) dan SOVT self-enhancement (power dan achievement value) (Schwartz, 1984:14).
SOVT openness to change merupakan belief yang mengutamakan minat
intelekual dan emosional dalam arah yang tidak dapat diprediksi atau keterbukaan
untuk berubah. Single values yang terkait dalam kelompok ini adalah stimulation
10
Universitas Kristen Maranatha
individu mengutamakan ketertarikan atau kesukaan kepada sesuatu yang baru atau
tantangan dalam hidup ; merujuk pada kehidupan yang berwarna (ada
perubahan-perubahan dalam hidup) dan kehidupan yang penuh kegembiraan; sedangkan
self-direction value, yaitu sejauh mana keyakinan individu mengutamakan pemikiran dan tindakan yang bebas dalam memilih, menciptakan atau menyelidiki; merujuk
pada kebebasan, memilih tujuan sendiri, dan keinginan keras.
SOVT conservation adalah belief yang mengutamakan hubungan dekat
dengan orang lain, institusi, tradisi dan kepatuhan. Single values yang terkait
dalam kelompok ini adalah conformity value, tradition value, dan security value.
Conformity value adalah sejauh mana keyakinan individu mengutamakan pengendalian diri dari tindakan yang dapat membahayakan orang lain atau
ekspektasi sosial; biasanya ditunjukkan dengan perilaku disiplin diri, patuh,
sopan, menghargai orang yang lebih tua; tradition value adalah sejauh mana
individu mengutamakan perilaku yang mengarah pada rasa hormat dan
penerimaan bahwa budaya atau agama mempengaruhi individu; menunjuk pada
sikap yang hangat, respek pada budaya, kesalehan, dan bisa menempatkan diri
dalam bermasyarakat; sedangkan security value adalah sejauh mana keyakinan
individu menggambarkan betapa pentingnya rasa aman dalam diri maupun
lingkungan; value ini merujuk pada aturan bermasyarakat, keamanan dalam
keluarga, dan keamanan negara.
SOVT self-transcedence adalah belief yang mengutamakan peningkatan
kesejahteraan orang lain dan lingkungan sekitar. Single value yang terkait dalam
11
value adalah sejauh mana keyakinan individu mengutamakan penghargaan atau perlindungan terhadap kesejahteraan semua orang dan alam; merujuk pada
kesamaan, perdamaian dunia, keindahan bumi, bersatu dengan alam, dan
kebijaksanaan; sedangkan benevolence value adalah sejauh mana keyakinan
individu mengutamakan perilaku untuk memperhatikan atau meningkatan
kesejahteraan orang-orang terdekat; ditunjukkan dengan perilaku menolong,
memaafkan, loyal, jujur, bertanggungjawab dan setia kawan.
SOVT self-enhancement adalah belief yang mengutamakan peningkatan minat
personal bahkan dengan mengorbankan orang lain. Single value yang terkait
dalam kelompok ini adalah power dan achievement values. Power value adalah
sejauh mana keyakinan individu mengutamakan perilaku yang mengarah pada
pencapaian status sosial atau dominasi atas orang-orang atau sumber daya; value
ini merujuk pada social power, kekayaan, otoritas, pengakuan oleh orang banyak;
sedangkan achievement value adalah sejauh mana keyakinan individu
mengutamakan kesuksesan pribadi dengan memperlihatkan kompetensi menurut
standar sosial; mengarah kepada kesuksesan, ambisi, kemampuan dan yang
berpengaruh.
Single value yang termasuk dalam dua wilayah adalah hedonism value. Hedonism value adalah sejauh mana keyakinan individu mengutamakan kesenangan atau sensasi yang memuaskan indra; merujuk kepada kesenangan dan
menikmati hidup. Value ini termasuk dalam dua wilayah SOVT, yaitu SOVT
12
Universitas Kristen Maranatha
value yang memfokuskan pada diri dan mengekspresikan motivasi yang menantang seperti stimulation dan self-direction values.
Dari sepuluh tipe values yang ada, akan dilihat content dari masing-masing
tipe yaitu penyebaran values dan identifikasi region dalam bentuk pemetaan
(multidimensional space). Kemudian berdasarkan compability dan conflict antar
values akan terlihat bagaimana structure values pada kebudayaan tertentu. Selanjutnya values yang ada akan disusun secara hierarchy berdasarkan derajat
kepentingannya (Schwartz dan Bilzky, 1987, 1990).
Value memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat seorang dewasa awal, karena akan membantunya dalam menyesuaikan diri dengan
tuntutan masyarakat di sekitarnya. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan
masyarakat, seorang dewasa awal harus memahami dan mengikuti kebiasaan atau
tradisi dan aturan yang berlaku di lingkungannya. Dalam setiap tradisi dan aturan
yang berlaku di masyarakat mengandung value yang mengarahkan setiap
anggotanya untuk melakukan tradisi dan aturan tersebut.
Hal yang sama juga terjadi pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota
Ambon. Individu dewasa awal di Kota Ambon berupaya untuk dapat memahami
tradisi dan aturan yang berlaku di antara masyarakat Ambon, yang mana pada
tradisi dan aturan tersebut mengandung values yang dikemukakan oleh Schwartz,
seperti tradisi Makan Patita, Badendang, dan tradisi Pili Cengkeh yang
mengutamakan hidup saling menolong dengan sesama (benevolence), tradisi Pela
13
Masyarakat Ambon juga dibesarkan dengan mendengar petuah kuno yakni,
Jang pulang kalo balom dapa hidop (jangan kembali pada orang tua kalau belum berhasil dalam hidup), yang mana petuah ini mengajarkan setiap orang Ambon
untuk berkerja keras agar mencapai kesuksesan pribadi (achievement). Selain itu,
terdapat petuah kuno lainnya yaitu, Manggurebe maju (mari berkarya untuk
membangun Ambon), yang mana mengajarkan setiap orang Ambon untuk berani
menciptakan karya-karya baru yang dapat mengembangkan Kota Ambon (self
direction).
Value juga dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal. Faktor internal meliputi usia, jenis kelamin, agama, dan pendidikan. Pendidikan turut
mempengaruhi values mahasiswa, menurut penelitian yang dilakukan Kohn &
Schooler, 1983; Prince-Gibson & Schwartz, 1998 yang menyatakan bahwa
pendidikan berkorelasi positif dengan self-direction value dan stimulation value
dan mempunyai korelasi negatif dengan conformity value dan traditional value
(Berry,1999: 533). Penelitian yang dilakukan oleh Roccos & Schwartz, 1997;
Schwartz & Husmans, 1995 menyebutkan bahwa agama turut berperan dalam
pembentukan values, semakin besar komitmen pada agama maka semakin
diprioritaskan traditional value (Berry, 1999: 534). Jenis kelamin berpengaruh
dalam pembentukan values, orang dengan jenis kelamin laki-laki maka tipe values
yang dimiliki lebih mengarah pada achievement value, power value, hedonism
14
Universitas Kristen Maranatha
dibandingkan dengan individu yang usianya lebih tua (Feather, 1975; Rokeach,
1973 dalam Schwartz, 2001: 533).
Faktor eksternal meliputi proses transmisi yang merupakan proses pada suatu
budaya yang mengajarkan pembawaan perilaku yang sesuai kepada para
anggotanya. Transmission value terbagi menjadi tiga berdasarkan sumbernya,
yaitu: Vertical Transmission (orang tua), Oblique Transmission (orang dewasa
atau lembaga lain) dan Horizontal Transmission (teman sebaya) (Cavali-Sforza
dan Feldman dalam Berry, 1999). Proses transmisi budaya diatas dapat berasal
dari budaya sendiri maupun berasal dari budaya lain yang juga akan terjadi proses
enkulturasi dan akulturasi serta sosialisasi. Enkulturasi adalah proses yang
memungkinkan kelompok memasukkan individu ke dalam budayanya sehingga
memungkinkan individu membawa perilaku yang sesuai dengan harapan budaya.
Sebaliknya, akulturasi adalah perubahan budaya dan psikologis karena pertemuan
dengan orang berbudaya lain yang juga memperlihatkan perilaku yang berbeda.
Untuk transmisi vertikal dapat berupa transmisi enkulturasi dan sosialisasi khusus
dalam kehidupan sehari-hari dengan orang tua, misalnya pola asuh yang
diterapkan oleh orang tua. Melalui orang tua, diwariskan nilai, budaya, keyakinan,
keterampilan, pola pikir dan sebagainya kepada anak.
Transmisi oblique dibedakan menjadi dua bagian, yaitu transmisi oblique
yang berasal dari budaya sendiri dan transmisi oblique yang berasal dari budaya
lain. Transmisi oblique yang berasal dari kebudayaan yang sama (budaya Ambon)
terbentuk melalui orang dewasa lain dengan proses enkulturasi dan sosialisasi
15
sebudaya. Sedangkan transmisi oblique yang berasal dari kebudayaan lain melalui
orang dewasa lain akan terbentuk melalui proses akulturasi dan resosialisasi
khusus yaitu interaksi dengan orang lain yang berasal dari luar budaya Ambon,
misalnya dari dosen atau atasan di lingkungan kerja yang berasal dari budaya lain.
Transmisi horizontal merupakan peralihan value yang terjadi melalui
enkulturasi dan sosialisasi dengan teman sebaya, misalnya dari teman sebaya yang
sebudaya. Transmisi horizontal bisa juga terbentuk melalui proses akulturasi dan
resosialisasi khusus yaitu interaksi dengan teman sebaya yang berasal dari luar
budaya Ambon (Berry, 1999 : 33).
Proses transmisi budaya juga terjadi pada masyarakat Ambon usia dewasa
awal di Kota Ambon. Mereka diajarkan oleh orang tua dan orang dewasa lain
untuk terlibat dalam tradisi Makan Patita, Badendang, Pili Cengkeh, dan
sebagainya bersama dengan teman-teman sebayanya yang juga berasal dari
Ambon. Selain itu, mereka tumbuh dengan ajaran-ajaran yang berasal dari petuah
kuno seperti Jang pulang kalo balom dapa hidop (jangan kembali pada orang tua
kalau belum berhasil dalam hidup) dan Manggurebe maju (mari berkarya untuk
membangun Ambon). Mereka pun diajarkan untuk patuh pada hukum Sasi, agar
mereka terhindar dari sangsi adat.
Masyarakat Ambon usia dewasa awal di kota Ambon juga mengalami
transmisi budaya yang berasal dari budaya lain. Mengingat bahwa semakin
banyaknya pendatang dari budaya lain yang menetap di daerah perkotaan. Hal ini
menunjukan bahwa masyarakat Ambon usia dewasa awal yang menetap di daerah
16
Universitas Kristen Maranatha
dengan masyarakat Ambon usia dewasa awal yang tinggal di daerah pegunungan
dan pantai. Adanya interaksi dengan para pendatang akan dapat mempengaruhi
value pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di kota Ambon.
Masyarakat Ambon usia dewasa awal ini memiliki dasar budaya dan value
Ambon yang melekat dengan perilaku dan aktivitas sehari-hari. Selain itu mereka
juga mengalami proses akulturasi dengan budaya-budaya lain yang berasal dari
para pendatang di kota Ambon yang dapat mempengaruhi values yang terdapat
dalam diri mereka. Untuk menjelaskan kerangka pemikiran secara singkat, maka
18
Universitas Kristen Maranatha
1.6Asumsi
1. Masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota Ambon mempunyai 10
Schwartz’s values yang sama dengan kebudayaan lainnya tetapi berbeda dalam derajat kepentingannya, antara lain traditional value, hedonism value,
benevolence value, conformity value, universalism value, stimulation value, self-directive value, achievement value, power value, security value.
2. Pembentukan value pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota
Ambon dipengaruhi oleh faktor eksternal (orang tua, orang dewasa lain serta
teman sebaya) dan faktor internal (usia, jenis kelamin, agama, pendidikan).
3. Terjadi proses transmisi pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data PVQ dan data penunjang dari 300
masyarakat Ambon usia dewasa awal di kota Ambon, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Pada penelitian ini hanya teridentifikasi tujuah region values Schwartz yang
terpisah yaitu hedonism, achievement, self direction, benevolence, conformity,
security, dan universalism. Tiga values lainnya menyebar pada ketujuh region value yang sudah terbentuk. Selain itu, pada ketujuh region tersebut terdapat beberapa item yang berasal dari tipe values lainnya.
2. Teridentifikasi hubungan yang compatibilities antar values, yaitu values yang
berada dalam satu SOVT, antara lain self direction dan stimulation (SOVT
openness to change), power dan achievement (SOVT self-enhancement), universalism dan benevolence (SOVT self-transcedence), dan security dan conformity (SOVT conservation). Sedangkan values yang conflict antara lain, self direction dan conformity memiliki hubungan negatif yaitu -.039 (tabel 4.11). Self direction dan tradition, stimulation dan security, stimulation dan
conformity, universalism dan achievement, dan hedonism dan conformity. 3. Kesepuluh values masyarakat Ambon usia dewasa awal di kota Ambon dari
90
Universitas Kristen Maranatha
power, achievement, self direction, stimulation, tradition, conformity, security, benevolence, dan universalism values.
4. Jenis kelamin turut berpengaruh pada hirarki values, yang mana pada
responden perempuan dan laki-laki sama-sama menempatkan security dan
benevolence values pada urutan kedelapan dan kesembilan, hanya saja pada perempuan nilai mean security dan benevolence values lebih besar dari pada
nilai mean security dan benevolence values pada responden laki-laki.
5. Hedonism, power, achievement, self direction, dan stimulation values pada responden laki-laki dan perempuan berada pada ranking yang sama, tetapi
nilai mean dari kelima values tersebut lebih besar pada responden laki-laki
dibandingkan responden perempuan.
6. Terdapat perbedaan hirarki pada responden yang tinggal di pegunugan,
perkotaan, dan pantai, yaitu responden yang tinggal di pengunungan dan
pantai lebih mengutamakan tradition value dibandingkan dengan responden
yang tinggal di perkotaan. Hal ini berkaitan dengan adanya pengaruh dari
budaya lain yang cukup mendalam pada hampir sebagian besar respoden
yang tinggal di perkotaan, karena mereka lebih sering berinteraksi dengan
orang yang berasal dari budaya lain. Sedangkan pada hampir sebagian besar
responden yang tinggal di pantai dan pegunungan mengahayati bahwa
pengaruh dari budaya lain kurang mendalam, sehingga mereka masih
91
7. Pada responden yang berlatar belakang pendidikan S1 memiliki nilai mean
self direction value yang lebih besar dari responden yang berlatar belakang pendidikan D3 dan SMA.
8. Pada responden yang berasal dari kalangan ekonomi atas dan menengah-atas
memiliki nilai mean yang lebih besar untuk achievement value dibandingkan
responden yang berasal dari kalangan ekonomi menengah bawah dan bawah.
Hal ini dikarenakan kurangnya sarana, prasarana, dan kesempatan pada
kalangan ekonomi menengah bawah dan bawah, yang mana responden yang
berasal dari kalangan ini memiliki keterbatasan secara finansial.
9. Pada responden yang berasal dari kalangan ekonomi atas dan menengah-atas
memiliki nilai mean untuk power value lebih besar daripada kalangan
ekonomi menengah bawah dan bawah. Hal ini dikarenakan mereka yang
berasal dari kalangan ekonomi atas dan menengah-atas memiliki kemampuan
ekonomi yang lebih baik, sehingga dorongan untuk menguasai orang lain pun
akan lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kalangan
ekonomi menengah-bawah, dan bawah.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka
peneliti mengemukakan beberapa saran, yaitu :
1. Penelitian Lanjutan
• Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan validitas dan
reliabilitas alat tes terlebih dahulu sebelum diberikan kepada sampel.
92
Universitas Kristen Maranatha
diubah ke dalam bahasa sehari-hari yang digunakan oleh sampel
penelitian.
• Penelitian selanjutnya dapat dilakukan berupa studi perbandingan antara
responden dewasa awal yang sejak lahirnya tinggal di kota Ambon
dengan responden yang pernah beberapa tahun tinggal di luar kota
ambon dan kini telah menetap di kota Ambon.
2. Guna Laksana
• Kepada masyarakat Ambon, khususnya masyarakat dewasa awal untuk
tetap mempertahankan nilai yang mendasari tradisi mereka sehari-hari,
agar lewat tradisi-tradisi tersebut, mereka dapat menunjukan ciri khas
yang berbeda dengan suku lainnya.
• Kepada pemerintah Kota Ambon untuk mempertimbangkan
kegiatan-kegiatan yang dapat mempertahankan budaya masyarakat Ambon dan
lebih banyak melibatkan pemuda-pemuda untuk berpartisipasi dalam
DAFTAR PUSTAKA
Berry, J. W., Poortinga. Y, H., Segall, M. H., Dasen, P. R. 1992. Cross-cultural Psychology. New York: Cambridge University Press
Santrock, John W. 2004. Life Span Development. New York: McGraw Hill inc
Schwartz, S. H. 2001. Value hierarchies across culture taking a similar perspective. Journal of cross-cultural psychology Vol. 32. no. 32. May 2001, 268-290.
Schwartz, Shalom H. 1990. Universal in the Content and Strusture of values: Theoretical Advances and Empirical Test in 20 Countries. In Zanna. M.P.Ed. Advance in experimental social psychology Vol.25, 1-65. Oralando, FL : Academic Press.
Schwartz, Shalom H., M., Owens, V., & Burgess, S. 2001. Extending The Cross- Cultural validity of The Theory of basic Human Value with A Different Method of Measurament. Journal of Cross Cultural Psychology. Vol 32. No.5. Septmber 2001
Snedecor GW & Cochran WG, Statistical Methods 6th ed, Ames, IA: Iowa State University Press, 1967
Surakhmad, Prof., Dr. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR RUJUKAN
Badan Pusat Statistik Kota Ambon, September 2010
lib.atmajaya.ac.id
Liem, Gregory A D., Martin, Andrew J., Nair, Elizabeth., Bernardo, Allan B I., & Prasetya, Paulus H. 2010. Content and Structure of Values in Middle Adolescence: Evidence From Singapore, the Philippines, Indonesia, and Australia. Journal of Cross Cultural Psychology. No 42. 2011
Schwartz, Shalom. 2006. Basic Human Value : Theory, Measurement, and Applications. The Hebrew University of Jerusalem
Vivekananda, Ni Luh Ayu. 2007. Studi Deskriptif mengenai Values SCHWARTZ pada Masyarakat Hindu Bali Usia Dewasa Madya di Kota Bandung.
Universitas Kristen Maranatha
www.jagaakangbaebae.com
www.sistembudayablogspot.com