• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Cairan Prelaktal Susu Formula terhadap Timbulnya Gejala Alergi pada Bayi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Cairan Prelaktal Susu Formula terhadap Timbulnya Gejala Alergi pada Bayi."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

iv

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN CAIRAN PRELAKTAL

SUSU FORMULA TERHADAP TIMBULNYA

GEJALA ALERGI PADA BAYI

Hans Natanael, 2013

Pembimbing 1 : Stella Tinia, dr., M.Kes Pembimbing 2 : Frecillia Regina, dr., Sp.A

Latar Belakang Susu formula sebagai pengganti ASI, kerap kali menimbulkan gejala alergi pada bayi. Gejala alergi ini dapat timbul segera setelah pemakaian susu formula berbasis susu sapi maupun beberapa waktu setelahnya. Penggunaan susu formula sebagai asupan pertama bayi (cairan prelaktal) semakin meningkat akhir-akhir ini sehingga kemungkinan beberapa tahun ke depan angka alergi pada bayi dan anak dapat mengalami peningkatan.

Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian cairan prelaktal susu formula terhadap timbulnya gejala alergi pada bayi.

Metode Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan metode pengambilan data consecutive sampling. Subjek penelitian terdiri atas 50 ibu menyusui yang memiliki bayi usia 0-6 bulan dan belum mendapatkan MPASI. Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner dan wawancara langsung kepada subjek penelitian. Data yang terkumpul dianalisis menggunakkan tabel 2x2 dan uji chi-square.

Hasil Dari hasil penelitian didapatkan angka kejadian alergi pada bayi yang mendapatkan cairan prelaktal susu formula 40% dan yang mendapatkan ASI 14%, dan dari uji chi square didapatkan alfa hitung = 0,028. Angka kejadian alergi pada bayi yang mendapat cairan prelaktal secara bermakna lebih tinggi dibandingkan yang tidak mendapat cairan prelaktal.

Kesimpulan Cairan prelaktal susu formula meningkatkan timbulnya gejala alergi pada bayi.

(2)

v

ABSTRACT

THE EFFECT OF FORMULA AS PRELACTEAL FEEDING

IN THE OCCURANCE OF ALLERGIC SYMPTOMS

IN INFANTS

Hans Natanael, 2013

Tutor 1 : Stella Tinia, dr., M.Kes Tutor 2 : Frecillia Regina, dr., Sp.A

Background Formula as a substitute of breast milk is likely to induce allergy in infants. These allergic symptoms occur immediately after the use of cow-basis formula or some time thereafter. Recently, the use of formula as prelacteal feeding increases, therefore there is a possibility of allergy increasement in infants in the upcoming years.

Objectives The purpose of this research is to determine the effect of formula as prelacteal feeding in the occurance of allergic symptoms in infants.

Methods This research is an analytical observation with consecutive sampling method. Subject consists of 50 breastfeeding mothers with infants from 0-6 months and haven’t received solid food. The measuring instruments used are questionairre and direct interview to the research subject. Data are analyzed using 2x2 table and chi square test.

Results The result of chi square test shows an alfa count of 0.028 whereas the incidence of milk allergy in infants receiving formulated prelacteal milk is 40% and infants receiving breast milk is 14%. The incidence count of milk allergy in infants receiving prelacteal fluid is significantly higher than infants which does not receive prelacteal fluid.

Conclusions Formula as prelacteal feeding increases the occurance of allergic symptoms in infants.

(3)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Manfaat Akademis... 3

1.4.2 Manfaat Praktis... 3

1.5 Kerangka Pemikiran ... 4

1.6 Hipotesis Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alergi Susu Sapi ... 6

2.2 Hipersensitivitas Tipe I: Reaksi IgE atau Anafilaktik ... 7

2.3 Air Susu Ibu (ASI) ... 12

2.3.1 Fisiologi ASI ... 12

2.3.2 ASI Eksklusif ... 14

2.3.3 Kandungan Gizi Dalam ASI... 15

2.3.4 Perbandingan ASI dan Susu Sapi... 20

(4)

ix

(5)

x

3.4 Prosedur Kerja ... 36

3.4.1 Pelaksanaan Penelitian ... 36

3.5 Metode Analisis... 37

3.5.1 Hipotesis Statistik... 37

3.5.2 Kriteria Uji... 37

BAB IV HASIL, PEMBAHASAN DAN PENGUJIAN HIPOTESIS PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian ... 38

4.2 Pembahasan... 39

4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 41

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 47

(6)

xi

DAFTAR TABEL

(7)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kuisioner Penelitian... 47

Lampiran 2 Data Bayi... 49

Lampiran 3 Perbandingan Waktu Pemberian Cairan Prelaktal Susu Formula.. 50

Lampiran 4 Persentase Manifestasi Gejala Alergi Bayi... 50

Lampiran 5 Hasil Pengisian Kuisioner... 51

Lampiran 6 Hasil Uji Chi Square... 51

(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara genetik berasal dari hewan. Protein hewani yang masuk ke dalam tubuh manusia dapat menyebabkan alergi pada dinding usus halus. Sebagian besar bayi yang sistem imunitasnya masih tergolong rendah, sulit untuk menerima protein hewani yang terkandung di dalam susu formula (Purwanti, 2012).

Alergi adalah keadaan hipersensitivitas yang diinduksi oleh pajanan terhadap suatu antigen (alergen) tertentu yang menimbulkan reaksi imunologik berbahaya pada pajanan berikutnya (Dorland, 2010).

Alergi merupakan masalah penting yang tidak dapat diremehkan. Reaksi yang ditimbulkan dapat mengenai semua organ tubuh dan perilaku anak sehingga dapat mengganggu tumbuh kembang anak. Pada usia tahun pertama kehidupan, sistem imun seorang anak masih imatur dan sangat rentan. Bila anak tersebut mempunyai penyakit atopik, akan mudah tersensitasi dan berkembang menjadi penyakit alergi terhadap alergen tertentu, misalnya makanan, inhalan, dan susu sapi (Judarwanto, 2008).

Alergi susu sapi (ASS) diartikan sebagai suatu reaksi imunologi terhadap satu atau lebih protein susu sapi. ASS mengenai 2-6% anak-anak, dengan prevalensi tertinggi pada tahun pertama kehidupan. Data menunjukkan sekitar 50% anak-anak dengan ASS terjadi pada tahun pertama kehidupannya, dan 80-90% pada lima tahun pertama (Carlo et al, 2010).

(9)

2 tersering terjadi pada saluran pencernaan (50-60%), kulit (50-60%), dan saluran pernapasan (20-30%) (De Greef et al, 2012).

Manifestasi alergi susu sapi pada saluran pencernaan seperti regurgitasi berkala, muntah, diare, konstipasi, buang air besar berdarah, dan anemia defisiensi Fe, pada kulit seperti dermatitis atopik, bengkak pada bibir atau lipat mata (angioedema) dan urtikaria yang tidak disebabkan oleh infeksi akut, konsumsi obat-obatan, dan lain-lain, dan pada saluran pernapasan seperti hidung berair (rhinitis), batuk kronik, dan bersin (Yvan et al, 2007).

Angka kejadian alergi susu sapi di Indonesia sekitar 2-7,5% dan masih mungkin terjadi pada 0,5% bayi yang mendapat ASI eksklusif. Angka ini memang tidak besar namun alergi tidak dapat disembuhkan dan efeknya dirasakan seumur hidup. Melihat tren penggunaan susu formula sebagai makanan pertama bayi sebelum bayi mendapat ASI (cairan prelaktal) yang semakin meningkat, kemungkinan beberapa tahun ke depan angka ini akan mengalami peningkatan (Munasir, 2012).

Pemberian ASI eksklusif, terutama kolostrum, sangat baik untuk mencegah terjadinya kejadian alergi pada bayi. Zat kekebalan yang ada dalam kolostrum merupakan protein yang terdiri dari imunoglobulin A sekretorik (IgAs), laktoferin, lizosin, makrofag, neutrofil dan limfosit. Antibodi IgAs berfungsi melapisi mukosa saluran cerna, mencegah menempelnya bakteri dan kolonisasi bakteri pada permukaan epitel yang masih permeabel sehingga mengurangi kejadian penetrasi dan sensitasi akibat substansi-substansi lain yang masuk ke dalam saluran pencernaan bayi (Partiwi, 2013).

(10)

3 dan Syafiq, 2010). Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan penurunan persentase bayi yang menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%. (Riskesdas, 2010). Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh pemberian cairan prelaktal susu formula terhadap timbulnya gejala alergi pada bayi.

1.2Identifikasi Masalah

Adakah pengaruh pemberian cairan prelaktal susu formula terhadap timbulnya gejala alergi pada bayi.

1.3Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adakah pengaruh pemberian cairan prelaktal susu formula terhadap timbulnya gejala alergi pada bayi.

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Manfaat akademis dari penelitian ini yaitu untuk menambah pengetahuan dan wawasan di bidang imunologi mengenai pengaruh pemberian cairan prelaktal susu formula terhadap timbulnya gejala alergi pada bayi.

1.4.2 Manfaat Praktis

(11)

4 1.5Kerangka Pemikiran

Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas sistem imun. Alergi terjadi ketika sistem imun seseorang bereaksi terhadap substansi normal yang tidak berbahaya di lingkungan. Suatu substansi yang menyebabkan reaksi alergi disebut alergen. Reaksi-reaksi ini didapat (acquired), mudah ditebak (predictable), dan cepat (rapid). Alergi adalah salah satu dari empat bentuk hipersensitivitas, yaitu Hipersensitivitas Tipe 1 / Immediate hypersensitivy (Kay, 2000).

Pada hipersensitivitas tipe 1, terdapat tiga fase, yaitu fase sensitasi, aktivasi, dan efektor. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik (Fcƹ-R) pada permukaan sel mast dan basofil. Pada fase sensitasi, antigen dipresentasikan ke sel spesifik CD4+ Th2 terhadap antigen, yang akan menstimulasi sel B untuk menghasilkan antibodi IgE yang selanjutnya akan berikatan dengan reseptor sel mast dan basofil (Abbas, Lichtman, & Pillai, 2011).

Fase aktivasi terjadi ketika adanya pajanan ulang dengan antigen yang spesifik, sel mast akan melepas isinya yang berisikan granul (degranulasi) untuk menimbulkan reaksi. Dan fase efektor yaitu waktu terjadinya respons yang kompleks sebagai efek mediator-mediator yang dilepaskan sel mast. Mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan adalah histamin, leukotrien, prostaglandin, dan PAF (Platelet Activating Factor) (Abbas, Lichtman & Pillai 2011).

Susu sapi menjadi penyebab alergi yang paling utama khususnya pada bayi karena

merupakan jenis makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi (PASI). Bayi di bawah

usia satu tahun cenderung hipersensitif terhadap susu sapi, karena susu sapi memiliki

protein yang lebih tinggi 3,4 persen daripada ASI yang hanya 0,9 persen. Hampir

semua susu sapi proteinnya berupa kasein dan hanya sedikit berupa Soluble Whey

Protein. Kasein ini membentuk gumpalan yang liat dalam usus bayi sehingga protein susu sapi sulit dicerna dan cenderung menjadi alergen. Selain itu, lemak pada susu

formula tidak dilengkapi dengan enzim lipase seperti yang terdapat di dalam ASI,

(12)

5 menyerap susu formula. Tubuh bayi sendiri baru membentuk enzim lipase pada usia

6-9 bulan (Juffrie, 2003; Faizah, 2008).

Pada bayi yang baru lahir, aktivitas enzim pencernaan dan sistem imun IgA-nya

belum sepenuhnya aktif dan matur. Pencernaan bayi memang memiliki pertahanan

tubuh yang sifatnya non-imunologis, seperti pelindung mukosa, motilitas usus,

sekresi mukus, dan keasaman lambung, namun pertahanan imunologis pertama bayi

didapat dari kolostrum dan ASI (Giovanna et al, 2012). Dengan susu formula sebagai

cairan prelaktal, pertahanan imunologis bayi tidak terbentuk sempurna.

Mukosa pencernaan bayi juga memiliki permiabilitas yang meningkat dengan

cepat setelah lahir. Diperkirakan enterosit berpengaruh terhadap pengikatan antigen

dan aktivasi sel T CD 8+ dan susu formula yang masuk dianggap sebagai antigen.

Karena kedua faktor inilah, antigen dapat masuk ke lapisan epitel mukosa pada

pencernaan, melewati pelindung mukosa, mengalami transitosis (dengan bantuan

enterosit atau dengan pengambilan melalui Microfold cells) dan menyebabkan

keluarnya sitokin-sitokin inflamasi dan menimbulkan reaksi alergi (Giovanna et al,

2012)

1.6Hipotesis Penelitian

Cairan prelaktal susu formula meningkatkan timbulnya gejala alergi pada bayi.

(13)

42 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Cairan prelaktal susu formula meningkatkan risiko timbulnya gejala alergi pada bayi.

5.2 Saran

1. Mengupayakan agar bayi yang baru lahir tidak mendapatkan cairan prelaktal selain ASI.

(14)

43 Daftar Pustaka

Abbas, Abul K; Lichtman, Andrew H; Pillai, Shiv. 2011. Cellular and molecular immunology. 6th ed. Philadelphia: Saunders.

Akobeng AK et al. 2006. “Effects of breast feeding on risk of coeliac disease: a systematic review and meta-analysis of observational studies” in Arch DisChild 91: 39-43.

Aprilia, Y. 2009. Analisis Sosialisasi Program Inisiasi Menyusu Dini Dan Asi Eksklusif Kepada Bidan Di Kabupaten Klaten. Tesis Universitas

Diponegoro Semarang.

Bachrach VRG, Schwarz E, Bachrach LR. 2003. “Breastfeeding and the risk of hospitalization for respiratory disease in infancy” in Arch Pediatr Adolesc Med. 157: 237-43.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI: Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010.

Baskoro, A, 2008. ASI Panduan Praktis Ibu menyusui. Banyu Media.

Beaudry M, Dufour R, S. Marcoux. 1995. “Relationship between infant feeding and infections during the first six months of life” in J Pediatr 126: 191-197. Bener A, Denic S, Galadari S. 2001. “Longer breast-feeding and protection

against childhood leukaemia and lymphoma” in Eur J Cancer 37: 234-238. Broor S, Pandey RM, Ghosh M, Maityreyi RS, Lodha R, Singhal T, Kabra SK.

2001. “Risk factors for severe acute lower respiratory tract infection in under-five children” in Indian Pediatr 38: 1361-69.

Carlo C, Francesco B, Barbara B, Luigi C, Miris M, Pamela P. 2010. “Cow‟s milk protein allergy in children: a practical guide” pada Italian Journal of Pediatrics. Italia: BioMed Central Ltd.

Daniels MC, Adair LS. 2005. “Breast-feeding influences cognitive development of Filipino children” in J Nutr 135: 2589-95.

De Greef E, Hauser B, Devreker T, Veereman-Wauters G, Vandenplas Y. 2012. “Diagnosis and management of cow‟s milk protein allergy in infants” in World Journal of Pediatrics, Vol. 8 No. 1.

Dewey KG, Heinig MJ, Nommsen-Rivers LA. 1995. “Differences in morbidity between breast-fed and formula-fed infants” in J Pediatr 126: 696-702. Dell S, To T. 2001. “Breastfeeding and Asthma in Young Children” in Arch

(15)

44 Dorland, WA Newman. 2010. Dorland’s illustrated medical dictionary. 31st ed.

Singapura: Elsevier.

Duncan B, Ey J, Holberg CJ, Wright AL, martines M, Taussig LM. 1993. “Exclusive breastfeeding for at least 4 months protects againsts otitis media” in Pediatrics 91: 867-872.

Faizah, Zinatul. 2008. “Alergi Makanan” pada Bunga Rampai Topik Gizi, Seri 1. Semarang: Balai Penerbit UNDIP.

Fikawati, S. dan Syafiq, A. Kajian Implementasi Dan Kebijakan Air Susu Ibu Eksklusif Dan Inisiasi Menyusu Dini Di Indonesia. Makara kesehatan, vol. 14, no. 1, Juni 2010: 17-24

Frye C, Heinrich J. 2003. Trend and predictors of overweight and obesity in East German children” in Int J Obesitas 27: 963-969.

Giovanna, Vitaliti; Carla, Cimino; Alfina, Coco; Domenico, Pratico Andrea; Elena, Lionetti. 2012. “The immunopthogenesis of cow‟s milk protein allergy (CMPA)” in Italian Journal of Pediatrics. Italia: BioMed Central Ltd.

Guise JM et al. 2005. Review of case-controlled studies related to breastfeeding and reduced risk of childhood leukemia” in Pediatrics 116: 724-731.

Haniarti. 2011. Pengaruh edukasi terhadap perubahan pengetahuan dan sikap inisiasi menyusui dini dan manajemen laktasi pada ibu hamil di kota Parepare. Tesis tidak diterbitkan. Universitas Hasanuddin Makassar.

Heird WC. 2004. “The feeding of infants and children” pada Behiman R.E: Textbook of pediatrics. 17th ed. Philadelphia: Saunders hlm. 157-64

Ivarsson, A. et al. 2002. Breast-Feeding May Protect Against Celiac Disease in Am J Clin Nutr 75:914-921.

Juffrie M. 2003. Alergi Makanan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Kay AB. 2000. “Overview of „Allergy and allergic diseases: with a review to the

future‟” in Br. Med. Bull hlm. 56 (4): 843-64.

(16)

45 Klement E, Cohen RV, Boxman V, Joseph A, Reif s. 2004. Breastfeeding and risk of inflammatory bowel disease: a systematic review with meta-analysis” in Am J Clin Nutr 80: 1342-1352.

Monetini L, Cavallo MG, Stefanini L, Ferrazzoli F, Bizzarri C, Marietti G, Curro V, Cervoni M, Pozzilli P, IMDIAB Group. 2002. “Bovine beta-casein antibodies in breast-and bottle-fed infants: their relevance in Type 1 diabetes” in Hormone Metab Res 34: 455-459.

Munasir, Zakiudin. 2013. Susu kedelai solusi anak alergi susu sapi. Berita Ayahbunda: www.ayahbunda.co.id.

Nurhidayah, Ida. 2005. Tinjauan multi aspek susu formula. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran bagian Ilmu Gizi Medik hlm. 3-4.

Oddy WH, Peat JK, de Klerk NH. 2002. Maternal asthma, infant feeding, and the risk for asthma in childhood in J. Allergy Clin Immunol. 110: 65-67. Owen GC, Whipcup PH, Odoki JA, Cook DG. 2002. Infant feeding and blood

cholesterol: a study in adolescents and systematic review” in Pediatrics 110:597-608.

Partiwi, I Gusti Ayu Nyoman. 2013. ASI ekslusif, zat gizi seimbang untuk bayi. Gizi & Prestasi health.kompas.com.

Rao MR, Hediger ML, Levine RJ, Naficy AB, Vik T. 2002. “Effect of breastfeeding on cognitive development of infants born small for gestational age” in Arch Pediatr Adolesc 156: 651-55

Richards M, Hardy R, Wadsworth ME. 2002. “Long-term effects of breastfeeding in a national cohort: educational attainment and midlife cognition function” in Publ Health Nutr 5: 631-35.

Rifa‟I, Muhaimin. 2011. Alergi dan hipersensitif. Malang: Universitas Brawijaya.

Riksani, Ria. 2012. Keajaiban ASI (Air Susu Ibu). Cipayung-Jakarta Timur: Dunia Sehat.

Riordan, Ian; Wambach, Karen. 2010. Breastfeeding and human lactation 4th edition. Jones and Bartlett Publishers, LLC.

Saarinen UM, Kajosarri M. 1995. Breastfeeding as a prophylactic against atopic disease: Prospective follow-up study until 17 years old. Lancet 346: 1065-69.

(17)

46 Smith MM, Durkin M, Hinton VJ, Bellinger D, Kuhn L. 2003. “Influence of breastfeeding on cognitive outcomes at age 6-8 year folup of very low-birth weight infants” in Am J Epidemiol 158: 1075-82.

Van Acker J, de Smet F, Muyldermans G, Bougatef A. Naessens A, Lauwers S. 2001. “Outbreak of necrotizing enterocolitis associated with Enterobactersakazakii in powdered infant formulas” in J Clin Microbiol 39: 293-297.

Yvan V, Martin B, Cristophe D, David H, Erika I, Sibylle K, Arnold P, Ammamaria S. 2007. “Guidelines for the diagnosis and management of cow‟s milk protein allergy in infants” pada Disease in Childhood hlm. 92:902-8.

Viggiano D. et al. 2004. Breast feeding, bottle feeding, and non-nutritive sucking; effects on occlusion in deciduous dentition” in Arch Dis Child 89:1121-1123.

Weir E. 2002. Powdered infant formula and fatal infection with Enterobacter sakazakii in CMAJ 166.

Weyerman M et al. 2006. “Duration of breastfeeding and risk of overweight in childhood: a prospective birth cohort study from Germany in Int J Obes. Whitney E; Rolfes SR. 2005. Life cycle nutrition: infancy, childhood, and

adolescence. In E. Whitney: Understanding nutrition. 10th ed. Australia: Thomson Wadswoth p 500-5.

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga, perancangan pasar wisata dengan pendekatan historicism di Kota Malang ini diharapkan dapat menjadi identitas Kota Malang, dan lebih mengenalkan wisatawan akan unsur

Implikasi Yuridis terhadap istri dari perkawinan kedua/ketiga/keempat Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pria yang tidak dicatatkan ditinjau dari Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974

nilai “berlaku adil” di antara manusia, baik dalam ayat-ayat makkiyah atau ayat-ayat madaniyah, dan peringatan al-Qur’an terhadap lawannya, yaitu “berlaku zalim”

4 Donasi Melakukan donasi 5 Riwayat Donasi Melihat riwayat donasi yang telah dilakukan 6 Konfirmasi Donasi Melakukan konfirmasi bahwa donasinya telah dijemput

Rudianto (2009) mengatakan bahwa “ Pengukuran hasil kerja para manajer perusahaan inilah yang disebut dengan penilaian kinerja. Penilaian kinerja adalah penentuan

Dari ketiga informan yang memiliki konsep diri positif tersebut berdasarkan tujuan penelliti yang kedua adalah untuk mengetahui tahapan hubungan komunikasi

mengetahui pengaruh model pembelajaran TGT berbantu monopoli terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi sistem pernapasan, sehingga dapat digunakan

Penelitian ini bertujuan 1) menemukan cara mengembangkan tes diagnostik dengan model DINA, sehingga mampu memberikan informasi salah konsepsi dalam aljabar, 2)