commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada
hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile
waarheid) terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai
usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti
yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan
pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan
perkara tersebut.
Penemuan kebenaran materiil tidak terlepas dari masalah pembuktian, yaitu
tentang kejadian yang konkret dan senyatanya. Membuktikan sesuatu menurut
hukum pidana berarti menunjukkan hal-hal yang dapat ditangkap oleh panca
indra, mengutarakan hal-hal tersebut dan berpikir secara logika. Hal ini karena
hukum pidana hanya mengenal pembuktian yang dapat diterima oleh akal sehat
berdasarkan peristiwa yang konkret (Y.A.Triana ohoiwutun,2010:2006).
Pembuktian memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang
di pengadilan karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan.
Pembuktian yang sah harus dilakukan dalam sidang pengadilan yang memeriksa
terdakwa dan bahwa pembuktian yang dilakukan di luar sidang pengadilan tidak
sah. Pembuktian itu ditujukan untuk memutus suatu perkara pidana dan bukan
semata-mata menjatuhkan pidana. Sebab, untuk menjatuhkan pidana masih
diperlukan lagi syarat terbuktinya kesalahan terdakwa melakukan tindak pidana.
Jika setelah kegiatan pembuktian dijalankan dan berdasarkan minimal dua alat
bukti yang sah majelis hakim mendapatkan keyakinan, yaitu terbukti terjadinya
tindak pidana, terdakwa melakukannya dan keyakinan terdakwa bersalah.
Sebaliknya, apabila tindak pidana yang didakwakan terbukti dilakukan terdakwa
tetapi dalam persidangan terbukti adanya dasar atau alasan yang meniadakan
commit to user
dibebaskan dan juga tidak dipidana melainkan dijatuhi amar putusan pelepasan
dari tuntutan hukum (Adami Chazawi, 2008:31).
Pembuktian dalam perkara pidana menurut Pasal 184 KUHAP memerlukan
adanya alat bukti yang sah, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk dan keterangan terdakwa. Hakim dapat menjatuhkan pidana berdasarkan
Pasal 183 KUHAP, sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah yang dapat
membentuk keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa. Terbentuknya
keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil
pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan dalam persidangan.
Sebagai salah satu bagian dari alat bukti khususnya surat, keberadaan visum
et repertum sungguh sangat penting. Hal ini dikarenakan ada bagian-bagian dalam
hal pembuktian yang tidak dapat dilakukan oleh penyidik khususnya penyidik
POLRI tanpa bantuan dari orang yang ahli di bidangnya terutama dibidang
Kedokteran Forensik sangat diperlukan dalam hal tindak pidana yang berkaitan
dengan tubuh, kesehatan dan nyawa manusia. Tujuan utamanya tentu saja selaras
dengan fungsi utama proses peradilan pidana yaitu mencari kebenaran sejauh
yang dapat dilakukan oleh manusia dengan tetap menjaga dan menghormati hak
dari tersangka maupun hak dari seorang terdakwa. oleh karena itu hakim harus
hati-hati, cermat dan matang dalam menilai dan mempertimbangkan nilai
pembuktian, meneliti sampai dengan batas minimum kekuatan pembuktian atau
bewijs kracht dari setiap alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHP.
(M.Yahya Harahap, 2010:273).
Nilai visum et repertum hanya merupakan keterangan saja bagi hakim, dan
hakim tidak wajib mengikuti pendapat dokter yang membuat visum et repertum
tersebut. Visum et repertum merupakan alat bukti yang sah sepanjang visum et
repertum tersebut memuat keterangan tentang apa yang dilihat oleh dokter pada
benda yang diperiksanya.Pendapat seorang ahli tidak selalu sama dengan ahli
lainnya walaupun pendapat-pendapat ahli tersebut didasarkan pada data
pemeriksaan yang sama. Maka wajarlah apabila hakim kadang kala menolak
bagian pendapat dan kesimpulan dari seorang ahli yang ditulis dalam visum et
commit to user
keterangan segala apa yang dilihat dan didapat seorang dokter dalam
melaksanakan tugasnya, yakni memeriksa dan meneliti barang bukti yang ada.(I
Ketut Murtika dan Djoko Prakoso,1987:125).
Saat pemeriksaan perkara di pengadilan terdapat keragu-raguan bagi hakim
meskipun sudah ada visum et repertum, “selalu ada kemungkinan untuk
memanggil dokter pembuat visum et repertum itu ke muka sidang pengadilan untuk mempertanggungjawabkan pendapatnya”, dan dengan demikian ada bentuk dalam memberikan kesaksian ahli yang tertulis maupun yang tidak tertulis.(I
Ketut Murtika dan Djoko Prakoso,1987:126). Hakim juga dapat melakukan hal
lain saat mengalami keragu-raguan yaitu memanggil dokter lain untuk
memberikan pertimbangan dari hasil pemeriksaan dalam visum yang telah dibuat.
Akhirnya hakim akan mengambil kesimpulan menurut pendapatnnya, yang mana
yang akan dipakainya dalam memutuskan suatu perkara pidana (H.Nurbama
Syarief,1985:19).
Keterikatan hakim terhadap visum et repertum sebagai alat bukti surat yang
sah dapat dilihat pada saat hakim menerima hasil kesimpulan dari visum et
repertum, dan mengambil alih kesimpulan tersebut dan didukung paling sedikit
satu alat bukti lain ditambah dengan keyakinan hakim bahwa terjadi tindak pidana
penganiayaan dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, maka berdasarkan
visum et repertum di persidangan, barulah hakim menjatuhkan pidana terhadap
orang yang benar-benar bersalah dan membebaskan orang yang tidak bersalah
sesuai dengan salah satu sistem pembuktian menurut undang-undang secara
negatif yang dianut oleh peradilan pidana Indonesia berdasarkan Pasal 183
KUHAP, yakni hakim baru boleh menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa
apabila kesalahan terdakwa telah terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah, dan atas keterbuktian itu hakim yakin bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya.
Dalam kasus penganiayaan bahwa kedudukan visum et repertum yang
secara tegas dapat dinyatakan dalam KUHAP maka visum et repertum akan dapat
membantu hakim untuk mengungkapkan argumentasi hukum yang merupakan
commit to user
hukum dalam mendapatkan dan memberikan solusi hukum apakah suatu peristiwa
itu benar-benar merupakan suatu tindak pidana penganiayaan atau bukan dan
apabila terbukti apakah dilakukan dengan sengaja dan telah direncanakan terlebih
dahulu atau tidak. Hal ini tidak lain untuk memperoleh kebenaran dalam
pemeriksaan perkara sehingga dapat diambil keputusan yang tepat.
Dengan berdasarkan uraian diatas penulis berpendapat bahwa hal-hal
tersebut diatas merupakan latar belakang permasalahan yang penulis akan
kemukakan. Oleh karena itu penulis dalam penulisan hukum menetapkan“TELAAH NORMATIF ARGUMENTASI HUKUM HAKIM
DALAM MENGABAIKAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT
BUKTI SURAT DAN KAITANNYA DENGAN PUTUSAN BEBAS DALAM
PERKARA PENGANIAYAAN (Studi Kasus dalam Putusan Nomor :
84/Pid.B/2011/PN.KBR)”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu
penelitian. Hal ini diperlukan agar permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih
jelas dan penulisan penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan.
Berdasarkan uraian dan latar belakang yang telah di paparkan sebelumnya, maka
penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimanakah argumentasi hukum Hakim dalam mengabaikan visum et
repertum sebagai alat bukti surat dalam perkara penganiayaan ?
2. Bagaimana implikasi pengabaian visum et repertum sebagai alat bukti surat
oleh Hakim dengan putusan bebas dalam perkara penganiayaan ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan isu hukum yang
commit to user
mempunyai tujuan yang jelas dan ringkas sehingga dapat memberikan arah yang
tepat dalam proses penelitian agar penelitian itu berjalan sesuai dengan apa yang
dikehendaki. Tujuan tersebut tidak terlepas dari permasalahan yang telah
dirumuskan sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, maka Penulis
mengkategorikan tujuan penelitian ke dalam kelompok tujuan obyektif dan tujuan
subyektif sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui secara jelas argumentasi hukum Hakim dalam
mengabaikan visum et repertum sebagai alat bukti surat dalam perkara
penganiayaan.
b. Untuk mengetahui secara jelas implikasi pengabaian visum et repertum
sebagai alat bukti surat oleh Hakim dengan putusan bebas dalam perkara
penganiayaan.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan kemampuan penulis di bidang
Hukum Acara Pidana khususnya tentang alasan hukum hakim yang
memutus tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima dan implikasinya
terhadap status perkara dan terdakwa dalam perkara penganiayaan.
b. Untuk mengembangkan serta memperluas daya dan wawasan berpikir, serta
menambah kemampuan penulis.
c. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Strata 1
(Sarjana) dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Setiap penulisan atas suatu penelitian diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi sebanyak mungkin pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini,
yaitu bagi Penulis maupun pembaca dan pihak-pihak lain. Adapun manfaat yang
commit to user 1. Manfaat teoritis
a. Memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu
hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya.
b. Memberikan referensi dan literatur kepustakaan Hukum Acara Pidana
tentang alasan hukum hakim yang memutus tuntutan penuntut umum tidak
dapat diterima dan implikasinya terhadap status perkara dan terdakwa dalam
perkara penganiayaan.
c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap
penelitian-penelitian sejenisnya pada tahap selanjutnya dan diharapkan dapat
memperkaya referensi dan literatur bagi penelitian hukum sejenisnya pada
tahap selanjutnya.
d. Penelitian ini merupakan latihan dan pembelajaran dalam menerapkan teori
yang diperoleh sehingga menambah pengetahuan, pengalaman dan
dokumentasi ilmiah.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan pendalaman pengetahuan dan pengalaman yang baru kepada
penulis mengenai permasalahan hukum yang dikaji yang dapat berguna bagi
penulis dikemudian hari.
b. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan
membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan
penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh.
c. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis
serta untuk mengetahui kemampuan penulis terhadap penerapan ilmu yang
diperoleh selama perkuliahan.
E. Metode Penelitian
Penelitian adalah cara-cara berpikir, berbuat yang dipersiapkan dengan baik
untuk mengadakan dan mencapai suatu tujuan penelitian, sehingga penelitian
tidak mungkin dapat merumuskan, menemukan, menganalisa maupun
commit to user
demikian masalah pemilihan metode adalah masalah yang sangat signifikan dalam
suatu penelitian ilmiah, karena mutu, nilai, validitas dari hasil penelitian ilmiah
sangat ditentukan oleh pemilihan metodenya. Penelitian hukum adalah suatu
proses untuk menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun
doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud
Marzuki, 2005: 35). Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas
isu hukum yang timbul. Oleh karena itu, penelitian hukum merupakan suatu
penelitian di dalam kerangka know-how di dalam hukum. Hasil yang dicapai
adalah untuk memberikan preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi
(Peter Mahmud Marzuki, 2005:41).
Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode penelitian sebagai
berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum doktrinal (doctrinal research) yaitu penelitian berdasarkan
bahan-bahan hukum (librabry based) yang fokusnya pada membaca dan
mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Sehingga penelitian
hukum menurut Johnny Ibrahim ialah suatu prosedur ilmiah untuk menemukan
kebenaran berdasarkan logika keilmuwan hukum dari sisi normatifnya (Johnny
Ibrahim, 2006: 57). Pendapat ini kemudian dipertegas oleh Sudikno
Mertokusumo yang menyatakan bahwa disiplin ilmiah dan cara kerja ilmu
hukum doktrinal adalah pada obyeknya, obyek tersebut adalah hukum yang
terutama terdiri atas kumpulan peraturan-peraturan hukum yang bercampur
aduk merupakan chaos: tidak terbilang banyaknya peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan setiap tahunnya. Ilmu hukum (normatif) tidak
melihat hukum sebagai suatu chaos atau mass of rules tetapi melihatnya
sebagai suatu structured whole of system (Johnny Ibrahim, 2006: 57).
2. Sifat Penelitian
Dalam penelitian hukum ini, penulis menggunakan penelitian yang
commit to user
ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat
preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai, keadilan,
validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum.
Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur,
ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aktivitas hukum (Peter Mahmud
Marzuki, 2005: 22).
Penelitian ini bersifat preskriptif karena dimaksudkan untuk menjawab
isu hukum yang diangkat dengan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai
preskripsi dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Peter Mahmud
Marzuki, 2005: 35).
3. Pendekatan Penelitian
Menurut Peter Mahmud Marzuki, adapun macam pendekatan dalam
penelitian hukum adalah sebagai berikut (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 93) :
a. Pendekatan Perundang-undangan (statue approach);
b. Pendekatan Kasus (case approach);
c. Pendekatan Historis (historical approach);
d. Pendekatan Perbandingan (comparative approach); dan
e. Pendekatan Konseptual (conceptual approach).
Atas dasar beberapan pendekatan tersebut, dalam penelitian ini penulis
menggunakan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus dilakukan
dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu
yang dihadapi dan telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan yang tetap (Peter Mahmud Marzuki,2010:94).
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Sumber-sumber penelitian hukum terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Menurut Peter Mahmud Marzuki, ”bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai
otoritas atau kekuasaan dalam pelaksanaany sedangkan bahan hukum sekunder
commit to user
putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan-bahan hukum sekunder berupa
semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen
resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus
hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan
(Peter Mahmud Marzuki, 2005:141 ). Sumber bahan penelitian yang digunakan
dalam penelitian hukum ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan,
catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan
dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 141). Bahan
hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);
2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
4) Putusan Mahkamah Agung Nomor 84/Pid.B/2011/PN.KBR
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan
bahan primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan
hukum primer, meliputi:
1) Buku-buku ilmiah dibidang hukum ,
2) Makalah-makalah dan hasil-hasil karya ilmiah para sarjana,
3) Jurnal-jurnal hukum,
4) Literatur dan hasil penelitian lainnya.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi dokumen (studi kepustakaan). Pengumpulan bahan hukum primer
dan sekunder di inventariskan dan di klarifikasikan dengan menyesuaikan
masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang
dibahas dipaparkan, disistemisasi, dianalisis untuk menginterpresentasikan
commit to user 6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Analisis bahan hukum adalah tahapan yang dilakukan peneliti dalam
mengklasifikasi, menguraikan bahan hukum yang diperoleh kemudian melalui
proses pengolahan nantinya bahan hukum yang digunakan untuk menjawab
permasalahan yang diteliti. Penelitian ini menggunakan teknik analisis bahan
hukum dengan metode deduksi. Metode deduksi adalah metode yang
berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum) yang
kemudian diajukan premis minor (pernyataan bersifat khusus) dan dari kedua
premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud
Marzuki, 2005:47).
Menurut Jhony Ibrahim yang mengutip pendapat Benard Arief Shiharta,
logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik kesimpulan dari hal
yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (Jhony Ibrahim,
2006:249). Jadi yang dimaksud dengan pengolahan bahan hukum dengan cara
deduktif adalah menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang sifatnya umum,
selanjutnya menarik kesimpulan dari hal yang sifatnya lebih khusus.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka
penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika
penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tiap bab terbagi dalam sub-
sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap
keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika keseluruhan penulisan hukum ini
adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini, penulis menguraikan latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
commit to user
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, penulismemberikan landasan teori atau memberikan
penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan hukum
yang penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara
universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang penulis teliti. Landasan teori tersebut
meliputi tinjauan umum tentang argumentasi hukum, tinjauan
tentang visum et repertum, tinjauan tentang pembuktian, tinjauan
tentang putusan pengadilan, dan tinjauan tentang tindak pidana
penganiayaan.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini,penulis menguraikan dan menyajikan pembahasan
berdasarkan rumusan masalah, yaitu: pertama,Bagaimanakah
argumentasi hukum Hakim dalam mengabaikan visum et
repertum sebagai alat bukti surat dalam perkara penganiayaan
?dan yang kedua Bagaimana kaitannya pengabaian visum et
repertum sebagai alat bukti surat oleh Hakim dengan putusan
bebas dalam perkara penganiayaan ?
BAB IV : PENUTUP
Pada bab ini,penulis menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian
dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya
serta memberikan saran yang relevan sebagai sarana evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA