• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of HUBUNGAN PENGGUNAAN AIR BERSIH DAN KEPEMILIKAN JAMBAN DENGAN KEJADIAN STUNTING DI KECAMATAN MURUNG KABUPATEN MURUNG RAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of HUBUNGAN PENGGUNAAN AIR BERSIH DAN KEPEMILIKAN JAMBAN DENGAN KEJADIAN STUNTING DI KECAMATAN MURUNG KABUPATEN MURUNG RAYA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGGUNAAN AIR BERSIH DAN KEPEMILIKAN JAMBAN DENGAN KEJADIAN STUNTING DI KECAMATAN MURUNG KABUPATEN MURUNG RAYA

Oleh

Helena Ludorika Simanihuruk1, Yetrie Ludang2, Syamsul Arifin3, Firlianty4, Nawan5, Vera Amelia6

1Mahasiswa Program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan lingkungan

2,4,6Dosen Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya

3,5Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya Email: 1helenaludorika@gmail.com

Article History:

Received: 17-01-2022 Revised: 24-01-2023 Accepted: 13-02-2023

Abstract: Penelitian ini bertujuan: (1). Menganalisis penggunaan sarana air bersih dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya.

(2). Menganalisis kepemilikan jamban dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya. (3). Menganalisis hubungan kepemilikan jamban dan penggunaan sarana air bersih dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian kasus kontrol (Case Control). Variabel yang diteliti meliputi variabel penggunaan sarana air, kepemilikan jamban dan kejadian stunting. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebesar 100 orang dengan jumlah balita yang terkena stunting sebesar 50 balita dan balita non stunting 50 balita. Hasil penelitian memperlihatkan penggunaan sarana air yang buruk didominasi oleh balita stunting sebanyak 47 anak balita (82,5%) dan penggunaan sarana air yang buruk oleh balita non stunting sebanyak 3 anak balita (7,0%). Pengunaan sarana air yang baik didominasi balita non stunting sebanyak 40 balita non stunting (93,0%) dan balita stunting sebanyak 10 anak balita stunting (17,5%). Terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan sarana air dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya (p-value 0,000 <0,05), OR = 62,667 dan CI 95% = 16,127 – 243,516 yaitu faktor resiko penggunaan sarana air yang buruk memiliki resiko untuk mempengaruhi kejadian stunting 62,667 kali lipat dan penggunaan sarana air yang buruk sekurangnya beresiko 16,127 kali lipat menyebabkab kejadian stunting dan setingginya beresiko 243,516 kali lipat menyebabkab kejadian stunting

Keywords:

Penggunaan Sarana Air, Kepemilikan Jamban, Kejadian Stunting

(2)

………..

http://bajangjournal.com/index.php/JCI PENDAHULUAN

Prevalensi stunting di Kalimantan Tengah menurun dari 32,3% (2019) menjadi 27,4%

(2021). Kalimantan Tengah sudah tidak lagi masuk kelompok 5 (lima) besar provinsi dengan angka stunting tertinggi yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Banten. Sebelumnya SSGBI tahun 2019 menempatkan Kalimantan Tengah bersama provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Barat, Gorontalo, Aceh, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah sebagai 10 provinsi dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Indonesia.

Wilayah Kabupaten Murung Raya sampai tahun 2021 sebanyak 15 Desa memiliki kasus stunting tertinggi dengan angka >40%. Wilayah Kecamatan Murung sendiri sebagai kecamatan utama tempat beradanya kota Puruk Cahu ibukota Kabupaten Murung Raya pada tahun 2019 memiliki rata-rata prevalensi stunting sebesar 26,30% dan menurun menjadi sebesar 22,60% tahun 2020, terus menurun menjadi sebesar 16,91% di tahun 2021, walaupun secara nilai rata-rata menunjukan trend kecenderungan penurunan namun masih ada 6 (enam) desa yaitu Desa Panu’ut, Desa Malasan, Desa Dirung, Desa Penyang, Desa Batu Putih dan Desa Mangkahui di wilayah Kecamatan Murung pada tahun 2021 masih memiliki angka prevalensi stunting yang tinggi dengan kisaran nilai 21,88 % - 58,18% (Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya, 2022). Kondisi ini menjadi prioritas pemerintah daerah melalui Peraturan Bupati Murung Raya Nomor 37/2019 tentang Aksi Percepatan Penanggulangan Stunting di Kabupaten Murung Raya, Keputusan Bupati Murung Raya Nomor 188.45/235/2021 tentang Tim Aksi Percepatan Penanggulangan Stunting Kabupaten Murung Raya dan Keputusan Bupati Murung Raya Nomor 188.45/77/2021 tentang Desa- Desa Lokasi Pelaksanaan Program Percepatan Penanggulangan Stunting di Kabupaten Murung Raya tahun 2021.

Permasalahan stunting yang terjadi pada masa kanak-kanak berdampak pada kesakitan, kematian, gangguan pertumbuhan fisik, gangguan perkembangan mental, kognitif dan gangguan perkembangan motorik. Gangguan yang terjadi cenderung bersifat ireversibel dan berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya yang dapat meningkatkan resiko penyakit degeneratif saat dewasa (de Onis & Branca, 2016; WHO, 2018; Kemenkes RI, 2018;

Vonaesch et al., 2018). Dampak lain yang terjadi akibat stunting dimana anak memiliki kecerdasan kurang yang berpengaruh pada prestasi belajar tidak optimal dan produktivitas menurun. Jika hal ini terus berlanjut maka akan menghambat perkembangan produktivitas suatu bangsa di masa yang akan datang (Kemenkes RI, 2018; Trihono et al, 2015).

Stunting dapat terjadi karena faktor langsung maupun tidak langsung. Faktor langsung stunting adalah nutrisi ibu saat hamil, penyakit infeksi, dan nutrisi balita sendiri, sedangkan untuk faktor tidak langsung dapat terjadi dari berbagai aspek (UNICEF, 2014). Salah satu faktor tidak langsung penyebab stunting adalah Water, Sanitation and Hygiene (WASH), yang terdiri dari sumber air minum, kualitas fisik air minum, kepemilikan jamban dan hygiene yaitu kebiasaan cuci tangan.

Air bersih merupakan salah satu kebutuhan penting dalam kehidupan manusia dan menjadi sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat vital. Air bersih digunakan manusia untuk keperluan sehari-hari mulai dari minum, mandi, memasak, mencuci, serta keperluan lainnya. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 09/PRT/M/2015 tentang penggunaan sumber air menyebutkan bahwa air adalah semua air

(3)

yang terdapat didalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat diatas maupun dibawah permukaan tanah.

Persyaratan teknis penyediaan air bersih yang baik, apabila memenuhi tiga syarat yaitu: (1) ketersediaan air dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, (2) kualitas air yang memenuhi standar Peraturan Menteri Kesehatan No.416/PerMenKes/IX/1990 tentang Pedoman Kualitas Air, serta (3) kontinuitas dalam arti air selalu tersedia ketika diperlukan. Permasalahan lingkungan yang sering dijumpai dalam kehidupan masyarakat adalah air. Pemenuhan kebutuhan untuk air minum tidak saja diorientasikan pada kualitas sebagaimana persyaratan kesehatan air minum (PP No.

16/2005 dan permenkes No. 492 Tahun 2010) tetapi sekaligus menyangkut kuantitas dan kontinuitasnya.

Fenomena masyarakat yang berada di daerah pedesaan, terutama yang dilalui sungai masih banyak yang berperilaku tidak sehat dengan buang air besar di sungai, pekarangan rumah, atau tempat-tempat yang tidak selayaknya. Salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan buang air besar sembarangan adalah rendahnya motivasi masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. (Notoatmodjo, 2010).

Buang air besar sembarangan merupakan salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dimana yang menjadi tantangannya adalah masalah sosial budaya. Budaya masyarakat yang lebih suka membuang air besar (BAB) disembarangan tempat membuat mereka enggan membuat jamban dirumah masing-masing, berdasarkan konsep dan definisi Millenium Development Goals (MDGs) yang pada tahun 2016 dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), rumah tangga dikatakan memiliki akses sanitasi yang layak apabila sanitasi yang digunakan memenuhi syarat kesehatan antara lain dilengkapi dengan leher angsa, tanki septik (septic tank)/Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL) yang digunakan sendiri atau bersama. Program Indonesia Sehat telah disepakati adanya 12 indikator utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga. Salah satu indikator utama tersebut adalah keluarga mempunyai akses sanitasi yang layak atau menggunakan jamban sehat (Moeloek, 2016).

Gambaran sanitasi dan sarana prasarana air bersih di Kecamatan Murung Raya berdasarkan keberadaan jamban sehat tahun 2019 sebanyak 33 tempat menjadi 34 tempat di tahun 2020 dan meningkat menjadi 42 tempat di tahun 2021 sedangkan prasarana air bersih semula berjumlah 56 tempat di tahun 2019 menurun jumlahnya di tahun 2020 menjadi 45 tempat dan 49 buah di tahun 2021 (Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya, 2022).

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa kontribusi penyehatan lingkungan terhadap pengentasan masalah stunting cukup besar, salah satunya penelitian tentang anak- anak di Bangladesh yang terakses air minum bersih, jamban, serta fasilitas CTPS pertumbuhan tinggi badannya 50% bertambah lebih tinggi dibanding anak yang tidak mendapat akses tersebut (Budiastutik & Rahfiluddin, 2019). Penelitian lain yang di lakukan di 137 negara berkembang di dunia, mengidentifikasi faktor-faktor risiko lingkungan yaitu kualitas air yang buruk, kondisi sanitasi yang buruk, dan penggunaan bahan bakar padat memiliki pengaruh terbesar kedua pada kejadian stunting secara global. Akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang buruk dapat meningkatkan kejadian penyakit infeksi yang dapat membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh dan terhambatnya pertumbuhan

(4)

………..

http://bajangjournal.com/index.php/JCI (Prendergast & Humphrey, 2014).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan penggunaan air bersih dan kepemilikan jamban dengan kejadian stunting di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1). Apakah ada hubungan penggunaan sarana air bersih dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya?.

2). Apakah ada hubungan kepemilikan jamban pada masyarakat dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya?.

3). Apakah ada hubungan penggunaan air bersih dan kepemilikan jamban dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya?.

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1). Menganalisis penggunaan sarana air bersih dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya.

2). Menganalisis kepemilikan jamban dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya.

3). Menganalisis hubungan kepemilikan jamban dan penggunaan sarana air bersih dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya.

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu

Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari – Juni 2022.

Gambar 1. Peta Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah

(5)

Peralatan dan bahan yang digunakan

Tabel 1. Peralatan dan Bahan

No. Nama Jumlah Kegunaan

Peralatan

1. Kamera Digital 1 Dokumentasi kegiatan

2. Timbangan 1 Mengukr berat badan balita

3. Pemgukur Panjang 1 Mengukur Panjang balita 4. Peralatan Tulis 1 Pencatatan selama survey Bahan

5. Kuisioner 1 Pencatatan informasi dari responden Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif sesuai dengan tujuannya (Tika, 2005).

Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan desain penelitian case control. Analitik observasional adalah penelitian yang menjelaskan adanya pengaruh antara variabel-variabel yang akan diteliti melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan terlebih dahulu (Suryabrata, 1989).

Observasional sendiri berarti peneliti hanya akan melakukan pengamatan saja tanpa memberikan intervensi terhadap variabel yang akan diteliti (Alatas, et al, 2008). Penelitian case control merupakan suatu penelitian yang dilakukan dengan mengidentifikasi kelompok dengan penyakit sebagai kasus dan kelompok tanpa kasus sebagai kontrol, kemudian secara retrospektif (penelusuran ke belakang) diteliti faktor risiko yang mungkin dapat menerangkan apakah kasus dan kontrol terkena paparan atau tidak (Suratman, 2006).

Alasan penggunaan case control dalam penelitian ini agar lebih murah, lebih cepat memberikan hasil, dan tidak memerlukan sampel besar (Suradi, et al, 2008).

Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berada dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2010).

Variabel ini dibedakan menjadi dua yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).

Metode Penarikan Sampel

Metode penarikan sampel menurut Margono (2004) ialah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representative.

Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/ subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/ sifat yang dimiliki oleh obyek atau subyek itu (Notoatmodjo, 2011). Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah keluarga memiliki balita di 15

(6)

………..

http://bajangjournal.com/index.php/JCI Desa/kelurahan yang berada dalam lingkup wilayah administrasi Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah.

Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi yang dipilih sebagai sumber data untuk penelitian (Sukardi, 2003). Teknik pengambilan sampel pengunjung menggunakan metode Purposive Sampling dimana pengambilan sampel dilakukan atas dasar pertimbangan penelitian saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil (Nasution, 2003).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Stunting Kabupaten Murung Raya

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya hingga bulan Desember tahun 2021 balita stunting di Kabupaten Murung Raya dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 2. Balita Stunting di Kabupaten Murung Raya Tahun 2021

NO KECAMATAN Sasaran Balita Jumlah Balita di Ukur

Balita dengan status "Sangat Pendek"

Balita dengan status

"Pendek" TOTAL %

1. Murung 2.505 1.081 47 105 152 15,22

2. Tanah Siang 1.298 964 90 149 239 23,92

3. Tanah Siang Selatan 529 407 11 36 47 4,70

4. Barito Tuhup Raya 521 306 23 62 85 8,51

5. Laung Tuhup 2.054 1.380 89 85 174 17,42

6. Permata Intan 900 576 51 66 117 11,71

7. Sumber Barito 743 568 2 40 42 4,20

8. Seribu Riam 342 254 27 27 54 5,41

9. Uut Murung 187 135 9 29 38 3,80

10. Ungai Babuat 231 139 16 35 51 5,11

JUMLAH 9.310 5.810 365 634 999 100

Sumber: Dinas Kesehatan Murung Raya (2021)

Tabel 2. memperlihatkan sasaran balita yang diukur sebanyak 9.310 balita dan yang dapat direalisasikan hingga Desember tahun 2021 jumlah balita yang diukur sebanyak 5.810 balita atau sebesar 62,4 % dari sasaran balita yang ada. Kecamatan di Kabupaten Murung Raya yang memiliki angka stunting tertinggi adalah Kecamatan Tanah Siang sebesar 239 balita atau 23,92%, urutan kedua Kecamatan Laung Tuhup sebesar 174 balita atau 17,42%, urutan ketiga Kecamatan Murung sebesar 152 balita atau 15,22%, Urutan keempat Kecamatan Permata Intan sebesar 117 balita atau 11,71%, urutan kelima Kecamatan Barito Tuhup Raya sebesar 81 balita atau 8,51% dan urutan berikutnya pada kecamatan lain di Kabupaten Murung Raya dengan kisaran 3,80% - 5,41%.

(7)

Tabel 3. Balita Stunting di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya Tahun 2021

No. DESA Sasaran

Balita

Jumlah Balita di Ukur

Balita dengan status "Sangat Pendek"

Balita dengan status

"Pendek"

TOTAL %

1. Muara Bumban 80 52 0 2 2 1,32

2. Beriwit 563 246 3 11 14 9,21

3. Juking Panjang 200 130 2 3 5 3,29

4. Muara Jaan 68 49 6 2 8 5,26

5. Muara Untu 175 110 4 2 6 3,95

6. Muara Sumpoi 74 13 0 0 0 0,00

7. Puruk Cahu Seberang 223 51 1 2 3 1,97

8. Danau Usung 238 34 1 2 3 1,97

9. Bahitom 317 49 2 4 6 3,95

10. Mangkahui 273 128 9 19 28 18,42

11. Panu’ut 70 55 8 24 32 21,05

12. Batu Putih 50 36 2 7 9 5,92

13. Penyang 87 65 5 12 17 11,18

14. Malasan 46 33 1 9 10 6,58

15. Dirung 41 30 3 6 9 5,92

2.505 1.081 47 105 152 100

Sumber: Dinas Kesehatan Murung Raya (2021)

Tabel 3. menunjukkan di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya dari sasaran balita yang diukur sebanyak 2.505 balita jumlah yang dapat diukur hingga bulan Desember 2021 adalah sebanyak 1.081 balita atau sebesar 43,15% saja.

Kelompok usia ayah balita stunting terbagi kedalam 4 kelas dengan jumlah terbanyak berada dalam kisaran usia 18 - 25 tahun sebesar 16 orang ayah balita stunting (32%), urutan nomor dua usia 26 - 33 tahun sebanyak 15 orang ayah balita stunting (30%), usia 34-40 tahun sebanyak 13 orang ayah balita stunting (26%) dan usia 41 – 47 tahun sebanyak 6 orang ayah balita stunting (12%).

Gambar 2. Kelompok Usia Ayah Balita Stunting dan Ayah Balita Non Stunting

memperlihatkan usia ayah balita non stunting termuda berumur 18 tahun sedangkan ayah balita non stunting yang tertua berusia 45 tahun.

Karakteristik Ibu Balita

Karakteristik Ibu balita stunting dan ibu balita non stunting yang diukur adalah usia, pendidikan, penghasilan, kebiasaan merokok dan tinggi badan (TB).

(8)

………..

http://bajangjournal.com/index.php/JCI Gambar 3. Kelompok Usia Ibu Balita Stunting dan Ibu Balita Non

Stunting

Gambar 3 memperlihatkan terdapat 8 kelompok usia Ibu balita stunting dengan umur termuda berusia 15 tahun dan yang paling tua berusia 45 tahun. Kelompok terbanyak dengan kisaran usia 15 tahun – 23 sebesar 19 orang Ibu balita stunting (38%) dengan kelompok usia Ibu balita stunting dengan kisaran usia 21 tahun – 30 tahun sebesar 15 orang (30%), kelompok usia ibu balita stunting dengan kisaran 31 tahun – 38 tahun sebesar 11 orang (12%) dan kelompok usia ibu balita stunting dengan kisaran 39 tahun – 45 tahun sebanyak 5 orang (10%).

Hasil Uji Bivariat

Analisis Bivariat pada penelitian ini dilakukan dengan uji Chi Square untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan independen. Nilai Fisher’s Exact Test digunakan jika nilai chi square tidak memenuhi syarat. Taraf signifikan penelitian ini adalah 95% dengan batas kemaknaan p value = 0,05.

Tabel 4. Hubungan Penggunaan Sarana Air terhadap Kejadian Stunting di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya

Pengunaan Sarana Air

Kejadian Stunting Jumlah Nilai p OR CI Stunting Non Stunting

N % N % N %

Buruk 47 82,5 10 17,5 57,0 100,0 0,000 62,667 16,127 - 243,516

Baik 3 7,0 40 93,0 43,0 100,0

Tabel 4. menunjukkan bahwa penggunaan sarana air yang buruk didominasi oleh balita stunting sebanyak 47 anak balita (82,5%) dan penggunaan sarana air yang buruk oleh balita non stunting sebanyak 3 anak balita (7,0%), sedangkan pengunaan sarana air yang baik didominasi balita non stunting sebanyak 40 balita non stunting (93,0%) dan balita stunting sebanyak 10 anak balita stunting (17,5%). Sehingga hasil analisis dengan menggunakan uji statistik chi square diperoleh nilai p-value 0,000 (< 0,05), OR = 62,667 dan CI 95% = 16,127 – 243,516. Maka hipotesis H0 diterima dan Ha ditolak yaitu terdapat hubungan penggunaan air bersih dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan sarana air dengan kejadian stunting. Nilai Odss Ratio (OR) = 62,667 yang berarti faktor resiko penggunaan sarana air yang buruk memiliki resiko untuk mempengaruhi kejadian stunting sebesar 62,667 kali. Nilai CI 95% terdiri dari Common Odds Ratio Lower Bound sebesar

(9)

16,127 menunjukkan batas bawah OR, Common Odds Upper Bound sebesar 243,516 menunjukkan batas atas OR, yang artinya: penggunaan sarana air yang buruk sekurang- kurangnya lebih beresiko sebesar 16,127 kali lipat dapat menyebabkab kejadian stunting dan paling besar lebih beresiko sebesar 243,5 kali lipat dapat menyebabkab kejadian stunting.

Tabel 5. Hubungan Kepemilikan Jamban Terhadap Kejadian Stunting di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya

Kepemilikan Jamban

Kejadian Stunting

Jumlah Nilai p OR CI Stunting Non Stunting

N % N % N %

Tidak Layak 37 71,2 15 28,8 52,0 100 0,000 6,641 2,769 - 15,927

Layak 13 27,1 35 72,9 48,0 100

Tabel 5. memperlihatkan bahwa kepemilikan jamban tidak layak didominasi oleh balita stunting sebanyak 37 anak balita (71,2%) dan kepemilikan jamban tidak layak oleh balita non stunting sebanyak 15 anak balita (28,85%), sedangkan kepenilikan jamban layak didominasi balita non stunting sebanyak 35 anak balita (72,9%) dan balita stunting sebanyak 13 anak balita (27,1%). Sehingga hasil analisis dengan menggunakan uji statistik chi square diperoleh nilai p-value 0,000 (< 0,05), OR = 6,641 dan CI 95% = 2,769 – 15,927. Maka hipotesis Ho diterima dan Ha ditolak yaitu terdapat hubungan kepemilikan jamban dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kepemilikan jamban dengan kejadian stunting.

Pembahasan

Hubungan Penggunaan Sarana Air Bersih dengan kejadian Stunting

Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara ketersediaan air dengan kejadian stunting (p=0,000; OR=62,667; CI 95% = 16,127 – 243,516 yaitu faktor resiko penggunaan sarana air yang buruk memiliki resiko untuk mempengaruhi kejadian stunting sebesar 62,667 kali dan penggunaan sarana air yang buruk sekurangnya lebih beresiko sebesar 16,127 kali lipat dapat menyebabkab kejadian stunting dan sebesarnya lebih beresiko sebesar 243,516 kali lipat dapat menyebabkab kejadian stunting. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan mayoritas responden kelompok non stunting sudah menggunakan sarana air dengan baik dibandingkan dengan kelompok stunting.

Ketersediaan air bersih sangat berpengaruh terhadap terjadinya kejadian stunting pada balita dikarenakan air bersih digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti minum, masak, mandi, dan mencuci. Air sangat mudah terkontaminasi bakteri pathogen jika pengelolaannya kurang baik seperti tidak dimasak sampai mendidih dan wadah yang digunakan untuk menyimpan air minum tidak bersih serta tidak berpenutup. Air tersebut jika dikonsumsi dapat menyebabkan gangguan sistem pencernaan seperti diare, thifoid, kolera, disentri, dan sebagainya (Kemenkes RI, 2016). Balita yang sedang dalam masa pertumbuhan, jika mengkonsumsi air tersebut secara berulang dapat menghambat tumbuh kembangnya, karena energi dari asupan makanan dialihkan untuk melawan infeksi sehingga pertumbuhan dan perkembangan balita tidak optimal (Desyanti dan Nindya, 2017).

Berdasarkan Permenkes No.32 Tahun 2017, air bersih yang digunakan untuk keperluan higiene sanitasi lingkungan harus layak secara fisik, biologi, dan kimia. Air

(10)

………..

http://bajangjournal.com/index.php/JCI tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan mandi, sikat gigi, mencuci peralatan makan dan bahan makanan, mencuci pakaian, serta dapat digunakan untuk keperluan air minum (Permenkes, 2017).

Air merupakan media yang dapat menjadi perantara penyebaran kuman. Ada berbagai penyakit yang disebabkan oleh karena air, salah satunya water borne disease dan water washed disease (Ramlan dan Sumihardi, 2018). Water borne diseases merupakan cara penularan penyakit melalui air yang terkontaminasi kuman lalu dikonsumsi manusia sehingga kuman ikut masuk kedalam saluran pencernaan manusia. Water washed diseases merupakan cara penularan penyakit melalui lingkungan di sekitar sumber air bersih yang kurang terjaga kebersihannya. Lingkungan tersebut apabila tidak kedap air, maka air limbah bekas cucian dapat masuk kembali sehingga sumber air bersih tercemar dan rentan terkontaminasi kuman. Salah satu penyakit yang dapat ditimbulkan oleh karena sumber air bersih yang tercemar adalah diare (Ramlan dan Sumihardi, 2018). Diare dapat mengakibatkan malabsorbsi zat gizi dan apabila balita yang sedang dalam masa pertumbuhan mengalami diare secara terus-menerus serta tidak diimbangi dengan asupan nutrisi yang adekuat dapat mengakibatkan stunting (Desyanti and Nindya, 2017).

Hubungan Kepemilikan Jamban Dengan Kejadian Stunting

Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kepemilikan jamban dengan kejadian stunting pada balita usia 5-59 bulan (p=0,000;

OR= 6,641; CI 95% = 2,769 – 15,927. Hal ini membuktikkan bahwa jamban yang buruk kondisi sanitasi lingkungannya dapat berisiko kejadian stunting 6,641 kali lipat. kepemilikan jamban yang tidak layak sekurang-kurangnya lebih beresiko sebesar 2,769 kali lipat dapat menyebabkab kejadian stunting dan paling besar lebih beresiko sebesar 15,927 kali lipat dapat menyebabkab kejadian stunting.

Subjek penelitian menggunakan data sekunder TB/U bayi dan anak yang didapat dari laporan program gizi Puskesmas Cicalengka tahun 2020. Jumlah subjek pada penelitian ini sebanyak 5.320. Data usia, jenis kelamin, kondisi, dan status gizi dilakukan analisis univariat.

Analisis bivariat dan uji chi square dilakukan terhadap kondisi jamban dan status gizi dengan taraf signifikansi 5% (α = 0,05). Hasil penelitian ini, yaitu stunting paling banyak pada anak yang menggunakan jamban tidak sehat (28,2%). Penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan kondisi jamban dengan kejadian stunting (p = 0,000; p <0,05). Semakin baik kondisi jamban maka akan mengurangi risiko kejadian stunting.

Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari et al. (2019) dengan desain cross-sectional pada 91 ibu yang memiliki balita di wilayah kerja Puskesmas Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa sanitasi lingkungan berhubungan dengan kejadian stunting (p=0,008). Pada penelitian tersebut terdapat 56 (61,5%) responden yang memiliki sanitasi lingkungan yang buruk. 40% responden pada penelitian tersebut belum memanfaatkan sanitasi lingkungan dengan baik. Akses sanitasi lingkungan yang tidak memadai yaitu responden tidak memiliki jamban pribadi dan SPAL. Responden yang tidak memiliki jamban, sering melakukan kegiatan BAB di sembarang tempat, sehingga tinja/feses tersebut dapat mencemari lingkungan sekitar dan dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti diare dan hepatitis A. Balita yang menderita diare dan terlambat mendapatkan penanganan dapat memperparah kondisi tumbuh kembang balita.

Penggunaan jamban yang sehat sangat terkait dengan akses kebersihan. Institute of

(11)

Development Studies pernah melakukan penelitian mengenai hal ini dan diperoleh data bahwa akses ke air bersih dan sanitasi yang lebih baik dapat berpengaruh pada tingkat stunting anak. Kurangnya akses terhadap sanitasi yang baik dapat berdampak pada diare, sebab pembuangan kotoran yang tidak memadai. Walaupun sanitasi dan penggunaan jamban yang sehat semestinya adalah fondasi dasar dalam sebuah rumah tangga sehat, tampaknya tidak semua rumah tangga menganggap hal tersebut penting. Masih banyak rumah tangga yang mendiami lingkungan kumuh mengabaikan pentingnya penggunaan jamban sehat.

Proses buang air besar masih dianggap sebagai hal yang tidak memiliki pengaruh apapun terhadap kesehatan. Padahal lokasi mengeluarkan tinja dan bagaimana proses membuangnya bisa berdampak pada kebersihan wilayah sekitar. Anak-anak yang dibesarkan dalam rumah tangga yang tidak menggunakan jamban sehat pun jadi rentan mengalami peradangan usus. Paparan kuman dari tinja seperti Escherichia coli pun dapat menginfeksi dan kemudian menyebabkan peradangan usus.

Hubungan Penggunaan Sarana Air Bersih dan Kepemilikan Jamban dengan Kejadian Stunting

Hubungan penggunaan sarana air bersih dan kepemilikan jamban dengan kejadian Stunting dilakukan secara simultan menunjukkan bahwa Hasil uji regresi logistik pada variabel penggunaan sarana air didapatkan nilai p=0,000 (p < 0,05) dengan OR sebesar 0,013 (CI 95% = 0,003 – 243,516), sehingga variabel penggunaan sarana air merupakan faktor risiko kejadian stunting. Hasil uji regresi logistik pada variabel Kepemilikan Jamban didapatkan nilai p=0,002 (p < 0,05) dengan OR sebesar 0,114 (CI 95% = 0,28 – 0,458) yang menunjukkan bahwa variabel kepemilikan jamban merupakan faktor risiko kejadian stunting sehingga dapat dinyatakan bahwa kepemilikan jamban yang tidak layak dapat berpeluang meningkatkan kejadian stunting pada balita usia 5-59 bulan.

Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan Anantha (2022), menggunakan metode case control dengan teknik metode quota sampling. tingkat risiko jamban keluarga menunjukkan tingkat risiko sebanyak 18 sampel (30.0%) dengan tingkat risiko rendah, 41sampel (63,3%) dengan tingkat risiko sedang dan 1 sampel (1,7%) dengan tingkat risiko tinggi. tingkat risiko air bersih menunjukkan tingkat risiko sebanyak 38 sampel (63.3%) dengan tingkat risiko rendah, 22 sampel (36.7%) dengan tingkat risiko sedang dan 0 sampel (0%) dengan tingkat risiko tinggi. Hasil data dengan α=0,05 yang dinyatakan adanya hubungan antara tingkat risiko jamban keluarga dan air bersih dengan kejadian stunting dengan tingkat hubungan sedang dengan hasil 0,408 untuk jamban keluarga dan tingkat hubungan rendah dengan hasil 0,383 untuk air bersih simpulan pada penelitian ini adalah adanya hubungan antara tingkat risiko jamban keluarga dan air bersih dengan kejadian stunting di wilayah UPTD Puskesmas Blahbatuh II Gianyar.

KESIMPULAN

1. Penggunaan sarana air yang buruk didominasi oleh balita stunting sebanyak 47 anak balita (82,5%) dan penggunaan sarana air yang buruk oleh balita non stunting sebanyak 3 anak balita (7,0%). Pengunaan sarana air yang baik didominasi balita non stunting sebanyak 40 balita non stunting (93,0%) dan balita stunting sebanyak 10 anak balita stunting (17,5%).

2. Kepemilikan jamban tidak layak didominasi oleh balita stunting sebanyak 37 anak balita (71,2%) dan kepemilikan jamban tidak layak oleh balita non stunting sebanyak

(12)

………..

http://bajangjournal.com/index.php/JCI 15 anak balita (28,8%). Kepenilikan jamban layak didominasi balita non stunting sebanyak 35 anak balita (72,9%) dan balita stunting sebanyak 13 anak balita (27,1%).

3. Hubungan penggunaan sarana air bersih dan kepemilikan jamban dengan kejadian stunting secara simultan merupakan faktor risiko kejadian stunting sehingga dapat dinyatakan bahwa penggunaan sarana air yang buruk dapat berpeluang meningkatkan kejadian stunting pada balita usia 5-59 bulan sebesar 0,013 kali lipat dibandingkan penggunaan sarana air yang baik (p-value 0,000 < 0,05) dan 0,114 kali lipat dibandingkan kepemilikan jamban yang layak (p-value 0,002 < 0,05).

4.

SARAN

Pada penelitian selanjutnya, dapat dilakukan penelitian dengan memperhatikan teknik sampling yang digunakan agar hasil penelitian dapat mewakili seluruh wilayah kerja di Puskesmas penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Alatas, H., Karyomanggolo, W.T., Musa, D.A., Boediarso, A., Oesman, I.N. 2008. Desain Penelitian. Dalam Sastroasmoro, S., Ismael, S., Dasar- dasar Metodologi Penelitian Klinis.

Jakarta: Sagung Seto

[2] Allen, L.H dan Gillespie, S.R. 2001. What Works? A Review of The Efficacy and Effectiveness of Nutrition Intervenszions. Manila: ABD.

[3] Andreas, H. 2014. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Keluarga Dalam Menggunakan Jamban Di Desa Tawin Kecamatan Teluk Kota Ambon. Tesis. Universitas Diponegoro.

[4] Anatha, D.G.A. 2022. Hubungan Tingkat Risiko Jamban Keluarga Dan Air Bersih Dengan Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Blahbatuh II Gianyar. Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar Jurusan Kesehatan Lingkungan Prodi sanitasi langkungan. Denpasar.

[5] Basuki, B. 2000. Aplikasi metode kasus kontrol. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

[6] Budiastutik, I & Rahfiludin, M.Z. 2019. Faktor Risiko Stunting pada anak di Negara

Berkembang . Amerta Nutrition, 3(3), 122–129.

https://doi.org/10.2473/amnt.v3i3.2019.122-129

[7] Cairncross, S. 2013. Linking Toilets to Stunting. UNICEF ROSA ‘Stop Stunting’ Conference, New Delhi.

[8] Charles, W., dan Schmidt. 2014. Beyond Malnutrition, The Role of Sanitation in Stunted Growth. Environmental Health Perpevtives, 122(11): 298-303.

[9] Dedi, A dan Ratna, M. 2013. Pilar Dasar ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Nuha Medika.

[10] de Onis, M., & Branca, F. 2016. Childhood Stunting: A Global Perspective. Maternal and Child Nutrition, 12, 12–26. https://doi.org/10.1111/mcn.12231

[11] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Profil Kesehatan 2007. Departemen Kesehtan RI .

[12] Desyanti, C. and Nindya, T. S. 2017. Hubungan Riwayat Penyakit Diare dan Praktik Higiene dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja

(13)

Puskesmas Simolawang, Surabaya’, Amerta Nutrition, 1(3), p. 243. doi:

10.20473/amnt.v1i3.6251.

[13] Ginanjar, R. 2008. Hubunga Jenis Sumber Air Bersih dan Kondisi Fisik Air Bersih dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Sukmajaya Tahun 2008. Tesis. Universitas Indonesia

[14] Hafid, F., Djabu, U., Nasrul. 2017. Efek Program SBABS Terhadap Pencegahan Stunting Anak Baduta di Kabupaten Banggai dan Sigi. Indonesian Journal of Human Nutriti. 4 (2, 79 – 87.

[15] Hamzah, B. 2014. Gambaran Pemanfaatan Sarana Air Bersih dan Jamban Keluarga yang dilakukakn Melalui Proyek PAB-PLP. Universitas Sumatera Utara.

[16] Herawati, H., Anwar, A. and Setyowati, D. L. 2020. Hubungan Sarana Sanitasi, Perilaku Penghuni, dan Kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) oleh Ibu dengan Kejadian Pendek (Stunting) pada Batita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Harapan Baru, Samarinda, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 19(1), p. 7. doi:

10.14710/jkli.19.1.7- 15.

[17] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2022. Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGBI) Tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota tahun 2021.

[18] Keputusan Bupati Murung Raya Nomor 188.45/235/2021 tentang Tim Aksi Percepatan Penanggulangan Stunting Kabupaten Murung Raya.

[19] Keputusan Bupati Murung Raya Nomor 188.45/77/2021 tentang Desa-Desa Lokasi Pelaksanaan Program Percepatan Penanggulangan Stunting di Kabupaten Murung Raya tahun 2021

[20] Lemeshow, 1997, Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan, Yogyakarta, UGM

Marjuki, A.D. 2008. Hubungan Kualitas Sumber Air Bersih (Inspeksi Sanitasi) Serta Faktor Risiko Lain Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Puskesmas Plumbon Kabupaten Cirebon Tahun 2008. Skripsi. Universitas Indonesia

[21] MCA-Indonesia; 2014. Proyek Kesehatan dan Gizi berbasis Masyarakat Untuk Mengurangi Stunting. In: Corporation MC,

[22] MCA-Indonesia. 2015. Stunting dan Masa Depan Indonesia.

http://www.mcaindonesia.go.id/assets/uploads/media/pdf/Backgrounder- StuntingID.pdf.

[23] McGregor, S.G. & Henningham, H.B. 2005. Gizi dan Perkembangan Anak Buku Kedokteran. EGC: Jakarta

[24] Moeloek, N.F. 2016. Sambutan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaPada Peringatan Hari Kesehatan Nasional 14 November 2016.

[25] Mubarak, W.I dan Chayatin, N. 2013. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasinya.

Jakarta. Salemba Medika.

[26] Nasrul, N., Hafid, F., Thaha, A.R., Suriah, S. 2015. Faktor Risiko Stunting Usia 6-23 Bulan di Kecamatan Bontoramba. Jurnal MKMI (Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Universitas Hasanuddin), September 2015, hal. 139-146

[27] Nasution, R. 2003.Teknik Sampling. Tugas Akhir Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (Digized by USU Digital Library) Medan.

[28] Nursalam. 2013. Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam praktik keperawatan professional, edisi 3, Jakarta : Salemba Medika.

[29] Patton, Q.M. 2009. Metode Evaluasi Kualitatif. Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta.

(14)

………..

http://bajangjournal.com/index.php/JCI [30] Peraturan Menteri Kesehatan No.416/PerMenKes/IX/1990 tentang Pedoman Kualitas

Air.

[31] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.492/MENKES/PER/IV/2010.

Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

[32] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Jakarta; 2014.

[33] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua dan Pemandian Umum, Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia, pp. 1–20.

[34] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 09/PRT/M/2015 tentang penggunaan sumber air

[35] Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

[36] Peraturan Bupati Murung Raya Nomor 37/2019 tentang Aksi Percepatan Penanggulangan Stunting di Kabupaten Murung Raya

[37] Peraturan Bupati Murung Raya Nomor 37/2019 tentang Aksi Percepatan Penanggulangan Stunting di Kabupaten Murung Raya

[38] Ramlan, J. and Sumihardi. 2018. Bahan Ajar Kesehatan Lingkungan Sanitasi Industri dan K3, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber daya Manusia Kesehatan 2018.

[39] Riskesdas. 2018. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas) Penyakit Tidak Menular 2018.

[40] Soemirat, S.J. 2000. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press. Bulaksumur.

Yogyakarta.

[41] Supariasa, I.D.N., B. Bakri., dan I. Fajar. 2016. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.

[42] Tarigan, E. 2008, Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Keluarga Dalam Penggunaan Jamban Di Kota Kabanjahe Tahun 2007. Tesis, Universitas Sumatera Utara.

[43] Tika, M.P.2005.Metode Penelitian Geografi.Jakarta: Bumi Aksara.

[44] Trihono., A., Tjandrarini, D.H., Irawati, A., Utami, N.H Tejayanti, T. Nurlinawati, L 2015.

Pendek (Stunting ) di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

[45] Trijoko. 2010. Unit Air Baku Dalam System Penyediaan Air Minum, Yogyakarta: Graha Ilmu, Hal 9.

[46] Wulandari, W. W., Rahayu, F. and . D. 2019. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Riwayat Penyakit Infeksi Dengan Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2019, Avicenna: Jurnal Ilmiah, 14(02), pp. 6–13. doi:

10.36085/avicenna.v14i02.374.

[47] Zahrawani, T.F., Nurhayati, E., Fadillah, Y. 2022. Hubungan Kondisi Jamban dengan Kejadian Stunting di Puskesmas Cicalengka Tahun 2020. Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains (JIKS), Online submission: http://ejournal.unisba.ac.id/index.php/jiks. DOI: https:

//doi.org/ 10.29313/ jiks.v4i1.7770

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat, hidayah serta kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

Hasil pengujian reliablitas data dapat dilihat hasil pengujian reliabilitas dari variabel Good governance, budaya organisasi dan gaya kepemimpinan dan termasuk variabel

Proyeksi Curah Hujan 2020-2039 Berdasarkan hasil perhitungan risiko iklim dengan menggunakan kerentanan 5 kuadran, terdapat 1 desa berada pada kuadran 3 yang artinya

Hal ini dapat dikatakan secara keseluruhan karakter ilmiah pada mahasiswa yang memiliki keempat langgam belajar yang berbeda dapat berkembang dengan baik dalam

Dengan demikian perkebunan besar mempunyai peluang yang lebih besar untuk mengembangkan investasinya Dalam bidang kelapa sawit, strategi pengembangan investasi yang umum

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, Robbins (2006,p.149) adalah sebagai berikut. 1) Kerja yang secara mental menantang.Pegawai cenderung lebih menyukai

pengobatan, peran PMO dalam memberi dorongan kepada pasien TB agar mau berobat teratur, dan peran PMO dalam mengingatkan pasien untuk memeriksakan dahak berulang

Bangsa Jerman kemudian memandang persatuan (Einheit), pembagian kekuasaan agar tidak tertumpuk pada satu orang (die Macht verteilen), dan kemampuan untuk membangun