61
KUALITAS AUDIT DAN AUDIT TENURE
Reygen Pramana Jati
Alumni Prodi Akuntansi Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana
ABSTRACT
Audit quality is determined by auditor’s competence to find misstatements in financial report and report the findings in the audit report that makes auditor’s independency strongly affect audit quality, in addition to auditor’s competency in performing their duties. Auditor’s independency is related to lengthy audit engagement with client. This study aims to obtain empirical evidence about the influence of lengthy audit engagement to audit quality. Based on the literature review, the hypothesis proposed in this study is the length of the audit engagement negatively affects audit quality. This study uses earnings benchmarks as proxy of audit quality developed from Carey and Simnett (2006). To test the hypothesis, an empirical model was developed and tested with binary logistic regression technique. Empirical test results indicate a significant negative influence of lengthy audit engagements to audit quality. It means that lengthy audit engagement deteriorates audit quality, indicated by the failure to meet earnings benchmark.
Keywords: Audit Tenure, Audit Quality, Earnings Benchmark.
ABSTRAK
Kualitas audit ditentukan oleh kemampuan auditor untuk menemukan penyimpangan yang terjadi dalam pelaporan keuangan dan melaporkan hasil temuan tersebut dalam laporan audit. Hal ini menjadikan independensi auditor salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas audit di samping komptensi auditor dalam melaksanakan tugasnya. Independensi auditor diduga berhubungan dengan lamanya masa perikatan audit dengan klien. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh lamanya masa perikatan audit terhadap kualitas audit. Berdasarkan telaah pustaka, hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah lamanya masa perikatan audit berpengaruh negatif terhadap kualitas audit. Penelitian ini menggunakan earnings benchmark sebagai indikator kualitas audit yang dikembangkan dari model Carey & Simnett (2006). Untuk menguji hipotesis, model empiris dikembangkan dan diuji dengan teknik regresi binary logistic. Hasil uji empiris menunjukkan adanya pengaruh signifikan negatif masa perikatan audit terhadap kualitas audit. Hal ini berarti bahwa semakin lama masa perikatan auditor dengan klien, kualitas audit yang dilaksanakan semakin menurun yang diindikasikan dengan kegagalan perusahaan klien memenuhi earnings benchmark.
62
PENDAHULUAN
Audit laporan keuangan perusahaan dirancang untuk mengungkap salah saji pada informasi keuangan (Ho, 2010). Auditor diharapkan dapat menemukan penyimpangan-penyimpangan dalam pelaporan keuangan perusahaan yang mungkin muncul akibat hubungan keagenan antara pemegang saham dengan manajer perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Ketidakmampuan auditor untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi merupakan salah satu risiko audit yakni
detection risk. Kualitas audit salah satunya ditentukan oleh kemampuan auditor dalam mengantisipasi detection risk. Kegagalan auditor dalam mengungkap penyimpangan yang tersembunyi dalam pelaporan keuangan perusahaan menggambarkan rendahnya kualitas audit yang dilaksana-kan.
Kualitas audit berkaitan dengan akurasi informasi keuangan. Semakin akurat informasi keuangan disajikan, kualitas audit diyakini semakin tinggi. Keyakinan ini dijustifikasi dengan konsep bahwa proses audit yang baik dapat mendeteksi salah saji dalam informasi keuangan dan melaporkannya dalam temuan audit. De Angelo (1981) berargumen bahwa kualitas audit ditentukan oleh tingkat pengalaman dan independensi auditor. Tingkat pengalaman auditor menggambarkan kemampuan auditor untuk memahami lingkungan bisnis klien yang akan berguna untuk menilai kesesuaian dengan standar yang berlaku maupun tingkat kewajaran informasi keuangan. Selain itu, periode perikatan tugas antara auditor dengan klien juga diyakini mempengaruhi independensi auditor yang berdampak pada kualitas audit. Implikasi hasil temuan ini adalah ketika hubungan auditor dengan klien berlangsung pada periode yang panjang, independensi auditor berkurang demikian pula dengan kualitas audit yang
dilaksanakan. Sementara di sisi lain, periode penugasan yang terlalu singkat akan berakibat auditor tidak mampu memahami kompleksitas lingkungan bisnis klien dan kemungkinan auditor tidak dapat mendeteksi penyimpangan yang terjadi dalam pelaporan keuangan. Adanya trade
-off antara independensi dan expertise
auditor menjadi hal utama yang perlu dikaji lebih mendalam oleh regulator.
Brooks (2011) meneliti hubungan antara auditor tenure dengan kualitas audit. Salah satu temuan dalam penelitiannya adalah kualitas audit meningkat seiring dengan periode penugasan auditor saat bonding effect (efek perikatan yang mengakibatkan berkurang-nya independensi auditor) yang terjadi lemah, seperti halnya perusahaan yang diaudit oleh auditor spesialis dan hanya terjadi pada bidang bisnis dengan risiko litigasi yang tinggi. Bonding effect yang kuat digambarkan dengan pola parabolik/kuadratis. Implikasi konsep ini adalah kualitas audit terus meningkat mulai periode awal penugasan hingga pada titik tertentu mencapai puncaknya, kemudian menurun seiring periode penugasan berikutnya. Skema ini berlaku ketika perusahaan diaudit oleh auditor yang bukan spesialis di bidang bisnis klien, adanya ketergantungan finansial dengan klien serta bidang bisnis dengan risiko litigasi yang rendah.
KAJIAN LITERATUR DAN
PE-NGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Agensi
Jensen dan Meckling (1976) memandang hubungan antara manajer dan pemilik dalam kerangka hubungan keagenan. Dalam hubungan keagenan, terjadi kontrak antara kedua belah pihak. Kontrak tersebut mengharuskan agent
memberikan jasa kepada principal. Pendelegasian wewenang dari pemilik kepada manajemen membuatnya memiliki
63
hak untuk mengambil keputusan bisnis bagi kepentingan pemilik. Akan tetapi, kepentingan dua pihak ini tidak selalu sejalan sehingga muncul konflik kepentingan antara keduanya.
Konflik kepentingan ini memunculkan kebutuhan atas keyakinan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen bebas dari unsur kecurangan dan telah disajikan sesuai standar yang berlaku. Auditor dikenal sebagai pihak yang membatasi agent dalam hal pelaporan keuangan perusahaan. Auditor memiliki peran dan tanggung jawab penting dalam mengurangi wewenang manajer dengan melakukan pemeriksaan terhadap pelaporan keuangn dan jika terjadi melaporkan manipulasi informasi dalam laporan keuangan yang akan digunakan
principal dalam mengambil keputusan. Masalah keagenan auditor bersumber pada mekanisme kelembagaan antara auditor dan klien. Klien menunjuk auditor untuk melakukan audit bagi kepentingan
principal. Sementara, klien-lah yang membayar jasa audit. Keadaan ini dapat menimbulkan ketergantungan auditor pada klien. Ketergantungan ini menyebabkan auditor mulai kehilangan independensi dan berusaha mengakomodasi ekspektasi klien dengan harapan perikatan dengan klien tidak terputus. Hal demikian bertentangan dengan prinsip auditor selaku pihak ketiga yang dituntut untuk independen dalam melaksanakan audit dan dalam memberikan pendapat atas laporan keuangan klien (Tuanakotta, 2011).
Kualitas Audit
Kualitas audit merupakan suatu hal yang relatif untuk diukur tergantung siapa yang menilai dan berdasarkan apa penilaian dilakukan. Audit sendiri merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk menyatakan pendapat (mengenai kewajaran penyajian) laporan keuangan yang disampaikan manajemen
(Tuanakotta, 2011). Penilaian audit sebagai suatu proses tentunya mencakup keseluruhan aktivitas yang terjadi di dalamnya dan hasil yang diperoleh dari proses tersebut. Auditor menilai kualitas audit berdasarkan ketaatan terhadap standar audit ketika melakukan proses audit, kemampuan untuk menilai dan mengidentifikasi kelemahan pengendalian internal klien, serta meminimalisir risiko litigasi yang ada dengan tetap mempertahankan reputasinya sebagai auditor, sedangkan pengguna laporan keuangan menilai kualitas audit berdasarkan tingkat akurasi informasi pada laporan keuangan hasil audit.
Definisi yang disampaikan oleh De Angelo (1981) mengenai kualitas audit adalah probabilitas auditor menemukan dan melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan pada pelaporan keuangan. Probabilitas untuk menemukan penyimpangan yang terjadi sangat tergantung pada kompetensi auditor dalam melaksanakan tugasnya. Probabilitas untuk menyampaikan laporan atas penyimpangan yang ditemukan tergantung pada independensi auditor. Hasil penelitiannya adalah auditor Big 4 yang memiliki kompetensi yang lebih memadai dibandingkan non-Big 4, memiliki kualitas audit yang lebih tinggi.
Independensi Auditor
Standar Umum Audit nomor dua mengharuskan auditor untuk mengutama-kan independensi sikap mental dalam segala hal yang termasuk dalam penugasan audit. Auditor tidak dibenarkan memihak kepada siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang dimiliki, auditor akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan penda-patnya. Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor sangat penting bagi perkembangan profesi di
64
bidang audit. Kepercayaan akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat dapat juga menurun disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independennya. Untuk menjadi indepen-den, auditor harus secara intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai kepentingan dengan kliennya. Auditor harus mengelola praktiknya dalam persepsi independensi dan aturan ditetapkan untuk mencapai derajat independensi dalam melaksanakan pekerjaannya. Untuk menekankan independensi auditor dari manajemen, penunjukan auditor dari banyak perusahaan dilaksanakan oleh dewan komisaris, rapat umum pemegang saham, atau komite audit.
Dilihat dari sudut pandang auditor, kualitas audit dapat menurun seiring dengan bertambahnya auditor tenure
(masa perikatan auditor dengan klien). Hal ini terjadi karena adanya keterikatan/ ketergantungan auditor kepada klien dalah hal ekonomis maupun sosial (bonding effect). Bonding effect mengurangi kualitas audit sebab hubungan personal yang dekat antara auditor dengan klien mempengaruhi penilaian auditor dari waktu ke waktu (Mautz dan Sharaf, 1961 dalam Brooks, 2011). Bonding effect yang kuat menghambat auditor dalam melaksanakan audit dengan ketat serta menjadikan auditor kurang waspada atas anomali-anomali yang terjadi dan rentan akan bukti yang kurang kompeten. Berdasarkan argumen ini, kualitas audit digambarkan mengalami penurunan secara konstan terhadap peningkatan masa perikatan dengan klien.
Pengalaman Auditor
Berpijak pada definisi yang disampaikan oleh De Angelo (1981)
bahwa kualitas audit merupakan gabungan antara kemampuan auditor untuk menemukan dan melaporkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, kualitas audit dipengaruhi juga oleh kompetensi auditor untuk memahami liku-liku bisnis klien. Kualitas audit dapat meningkat seiring dengan auditor tenure karena auditor memiliki pemahaman yang lebih baik atas sistem klien, lingkungan dan industri bisnis klien serta pengendalian internal klien (learnings effect). Argumen ini menggambarkan kualitas audit mengalami peningkatan secara konstan terhadap peningkatan masa perikatan dengan klien.
Auditor Tenure
Pembahasan masa perikatan auditor dengan klien bekaitan dengan keputusan auditor untuk menerima penugasan dari klien. Tuanakotta (2011) menerangkan bahwa titik kritis dalam penugasan audit adalah ketika auditor memutuskan untuk menolak atau menerima klien (baik klien lama maupun baru). Ini adalah keputusan sebelum proses perencanaan dimulai. Keputusan menolak atau menerima penugasan merupakan sesuatu hal yang krusial. Di satu pihak ia berhubungan langsung dengan peningkatan pendapatan auditor. Di sisi lain, ia berhubungan dengan berbagai risiko yang berpotensi mengancam kelangsungan profesi auditor. Auditor tidak berkewajiban memberi jasa audit kepada perusahaan apa pun. Auditor berkewajiban menyeleksi perusahaan mana yang akan diterimanya. Auditor berkewajiban menolak perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan. Ini adalah esensi dari keputusan untuk menerima penugasan.
Lebih lanjut Tuanakotta (2011) menjelaskan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan auditor dalam menentukan keputusan penugasan sebagai berikut: 1) Persyaratan yang berkaitan dengan auditor
65
itu sendiri. Apakah auditor memiliki benturan kepentingan yang membuatnya tidak independen (independency in fact)
atau terkesan tidak independen (indepen-dency in appearance). Auditor juga mempertimbangkan kemampuan untuk memahami kompleksitas lingkungan bisnis calon klien. 2) Keadaan yang berkenaan dengan perusahaan yang akan diaudit. Hal-hal khusus, pemegang kepentingan, eksekutif puncak, risiko luar biasa merupakan contoh hal yang dijadikan pertimbangan.
Pengembangan Hipotesis
Kualitas audit memiliki pergerakan parabolik terhadap auditor tenure (Brooks, 2011). Learnings effect yang terjadi sejak masa awal penugasan meningkatkan kualitas audit hingga suatu saat tidak ada lagi hal baru yang dapat dipelajari auditor. Kualitas audit kemudian mengalami penurunan seiring melemahnya learnings effect dan menguatnya bonding effect yang terjadi. Chi dan Huang (2005) mendoku-mentasikan bahwa titik balik peningkatan kualitas audit terhadap audit tenure
perusahaan-perusahaan di Taiwan berada pada kisaran 5 tahun setelah penugasan pertama. Sementara Brooks (2011) mela-kukan penelitian pada perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat dan menemukan bahwa titik balik kualitas audit berada pada kisaran 12 tahun. Dua hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa pada jangka panjang kualitas audit cenderung menurun seiring bertambahnya masa perikatan dengan klien.
Carey dan Simnett (2006) mengkonfirmasikan adanya penurunan kualitas audit pada masa perikatan yang panjang dengan klien dalam hasil penelitiannya. Penurunan ini diindikasikan oleh ketidakmampuan memenuhi earnings benchmark, going concern opinion yang diterima dan tingkat abnormal working capital accruals yang diperoleh dari
perhitungan berdasarkan informasi pada laporan keuangan perusahaan. Berdasarkan argumen-argumen tersebut di atas, hipotesis yang diajukan terkait audit tenure adalah sebagai berikut:
H1: Audit tenure berpengaruh negatif terhadap kualitas audit
METODA PENELITIAN
Variabel dependen penelitian ini adalah kualitas audit. Kualitas audit diukur dengan earnings benchmark dalam Carey dan Simnett (2006). Kualitas audit diukur terkait dengan manajemen laba yang dilakukan perusahaan, apakah auditor mampu mengungkap dan melaporkan adanya manajemen laba tersebut ataukah tidak. Salah satu manajemen laba yang dapat dilakukan adalah menghindari pelaporan kerugian. Formula yang dapat dipakai untuk penghindaran pelaporan kerugian tersebut adalah earnings/total assets. Oleh karena itu, earnings/total assets atau yang lebih sering dikenal dengan ROA (return on assets) dipilih menjadi tolok ukur penentu kualitas audit.
Earnings benchmark yang digunakan adalah antara μ-σ hingga μ+σ.
Kualitas audit diasumsikan buruk apabila: 1) laba melebihi earnings benchmark ROA > μ+σ, yang diartikan bahwa auditor memberi kesempatan kepa-da perusahaan untuk melakukan praktik
window dressing (usaha manajemen untuk meningkatkan laba sehingga manajemen dapat menikmati bonus di masa kini). 2) Rugi melebihi earnings benchmark ROA < μ-σ, yang diartikan bahwa auditor memberi kesempatan perusahaan untuk melakukan praktik
taking a bath (usaha manajemen untuk meningkatkan rugi dengan harapan manajemen akan mendapat bonus di masa depan karena laba yang meningkat).
Variabel kualitas audit diformulasikan sebagai berikut: 1) BENCH = 1 memenuhi kriteria μ-σ <
66
ROA < μ+σ, menunjukkan kualitas audit yang tinggi. 2) BENCH = 0 untuk ROA > μ+σ di mana manajemen melakukan praktik window dressing atau ROA < μ-σ di mana manajemen melakukan praktik taking a bath, yang menunjukkan kualitas audit yang rendah.
Variabel independen pada penelitian ini adalah audit tenure. Audit tenure ditentukan dengan melihat laporan keuangan auditan perusahaan selama 11 tahun berturut-turut, yaitu tahun 2012 kemudian ditelusur hingga tahun 2002. Pemilihan durasi penelitian ini bertujuan untuk memperoleh penilaian yang memadai mengenai masa perikatan auditor. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK. 01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik Pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut. Audit tenure ditentukan menurut jumlah tahun perikatan audit sebenarnya.
Penelitian ini menggunakan tiga variabel kontrol yaitu: Pertama, variabel dummy ukuran auditor yang ditentukan berdasarkan kategori Big 4 atau non-Big 4 (Carey dan Simnett,2006). DeAngelo (1981) berpendapat bahwa kedua indikator kualitas audit yakni kompetensi dan independensi hanya dimiliki oleh KAP berukuran besar. Pendapat ini didukung oleh Chi dan Huang (2005) dan Becker dkk (1998). KAP berukuran besar lebih cepat dalam memahami lingkungan bisnis klien dengan dukungan sumber daya yang dimiliki serta lebih resisten terhadap
bonding effect yang mungkin terjadi. Kwon (2012) berargumen jika auditor dan klien sama-sama memiliki ukuran yang relatif kecil, maka ada probabilitas yang besar bahwa penghasilan auditor akan tergantung pada fee audit yang dibayarkan kliennya. Oleh karena itu, auditor berukuran kecil cenderung tidak
independen terhadap kliennya, sebaliknya auditor berukuran besar cenderung lebih independen terhadap kliennya, baik ketika kliennya berukuran besar maupun kecil.
Kedua, Log normal total aset perusahaan digunakan sebagai ukuran perusahaan klien (Doogar dan Easley, 1998 dalam Rosietta dan Wibowo, 2009). Ukuran perusahaan yang besar terkait dengan dukungan sumber daya yang lebih baik untuk menghasilkan informasi keu-angan yang berkualitas. Ketiga debt ratio (total liabilities/total assets) digunakan sebagai ukuran leverage perusahaan klien (Gunny, 2007 dalam Rosietta dan Wibowo, 2009). Rasio leverage menun-jukkan komposisi pembiayaan aset dari utang atau modal. Perusahaan dengan rasio
leverage yang tinggi diasumsikan memiliki kecenderungan yang lebih untuk melakukan manipulasi informasi keuangan dengan tujuan menjamin kepercayaan kreditor dan atau pihak lain yang memberikan pendanaan.
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kriteria purposive sampling yang diterapkan adalah: 1) Perusahaan manufaktur yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2002 hingga 2012; 2) Informasi keuangan perusahaan tersedia untuk tahun 2002 sampai dengan 2012; 3) Informasi auditor yang mengaudit laporan keuangan perusahaan tersedia untuk tahun 2002 sampai dengan 2012.
Data penelitian menggunakan data sekunder, yaitu data yang diambil dari ICMD (Indonesian Capital Market Directory) tahun 2002-2012. Sampel yang berhasil dikumpulkan dengan metode
purposive sampling dalam penelitian ini sebanyak 1.133 data dari 103 perusahaan sampel selama 11 tahun. Sebanyak 5 perusahaan tidak disertakan dalam pengujian karena data auditor laporan keuangan tidak lengkap.
67 Tabel 1
Pengambilan Sampel Penelitian
Kriteria Purposive Sampling Jumlah Perusahaan Manufaktur terdaftar di BEI tahun 2002 - 2012 108 Perusahaan dengan data tidak lengkap -5 Jumlah sampel per tahun 103 Jumlah data point keseluruhan (11 tahun pengamatan) 1.133
Model Statistik
Penelitian ini menggunakan model Carey dan Simnett (2006) yaitu dengan pendekatan earnings surprise benchmark. Penggunaan model statistik ini berdasarkan variabel dummy dependen-nya. Formulasi logistic regression:
Pr (BENCH=1 atau 0) = β0+β1TEN+ β2AUD+β3SIZE+β4LEV+e
Hasil statistik deskriptif menun-jukkan rata-rata ROA sampel adalah sebesar 6,5%. Sebanyak 981 sampel memenuhi earnings benchmark yang diartikan memiliki kualitas audit yang
tinggi sementara 152 sampel gagal memenuhi earnings benchmark atau memiliki kualitas audit yang rendah. Sebanyak 606 sampel diaudit oleh auditor Big 4 sementara 527 sisanya diaudit auditor non Big 4. Perusahaan yang menjadi sampel penelitian memiliki rata-rata total aset senilai Rp. 984.609.111.229 (diperoleh dari hasil EXP 13,80 dan data dalam satuan juta) dengan rata-rata perbandingan hutang terhadap modal sebesar 61%. Dilihat dari masa perikatan audit, rata-rata masa perikatan audit yang dimiliki sampel sebesar 3,81 (3 hingga 4 tahun).
Tabel 2
Statistik Deskriptif Variabel
Variable Mean St. Dev.
Minimum Maximum Value Freq. Value Freq.
ROA 0,065 0,218 -1,44 1 4,68 1 BENCH 1 0 0 152 1 981 TEN 3,81 2,74 1 227 12 19 TEN ≤ 2 0,412 0,492 0 666 1 467 2 < TEN ≤ 7 0,472 0,499 0 598 1 535 TEN > 7 0,116 0,319 0 1002 1 131 AUD 1 0 0 527 1 606 LEV 0,61 0,47 0,04 1 5,16 1 SIZE 13,80 1,55 10,06 1 19,02 1
Untuk melihat distribusi frekuensi masa perikatan yang dimiliki sampel,
variabel TEN dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu masa perikatan singkat
68
(TEN tidak lebih dari 2 tahun), masa perikatan medium (TEN antara 3 hingga 7 tahun) dan masa perikatan panjang (TEN lebih dari 7 tahun). Sampel yang memiliki masa perikatan lebih dari 7 tahun sebanyak 131 sampel, sebanyak 535 sampel
memiliki masa perikatan antara 3 hingga 7 tahun sementara terdapat 467 sampel yang memiliki masa perikatan kurang dari atau sama dengan 2 tahun.
Tabel 3
Frekuensi Earnings Benchmark
TEN Singkat TEN Medium TEN Panjang TOTAL
BENCH = 0 54 (12%) 68 (13%) 29 (22%) 151
BENCH = 1 413 (88%) 467 (87%) 102 (78%) 982
Total 467 (100%) 535 (100%) 131 (100%) 1133
Hosmer dan Lemeshow Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris sesuai dengan model.
Tabel 4
Hasil Uji Kelayakan Model
Step Chi-square df Sig. 1 10.048 8 .262
Nilai Chi-square sebesar 10,048 dengan signifikansi 0,262. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05 yang berarti model ini memenuhi syarat prediktif bagi nilai observasinya.
Uji ketepatan model bertujuan untuk mengetahui seberapa tingkat ketepatan model dalam menggambarkan situasi yang diteliti.
Tabel 5
Hasil Uji Ketepatan Model
Predicted BENCH Percentage Correct Observed 0 1 Step 1 BENCH = 0 2 149 1,3 BENCH = 1 4 978 99,6 Overall Percentage 86,5
Tabel klasifikasi menunjukkan prosentase ketepatan model menjelaskan situasi yang diamati sebesar 86,5%. Tingkat ketepatan ini cukup memberikan keyakinan bahwa model relatif dapat menggambarkan feno-
mena yang diamati.
Koefisien hasil regresi dapat dilihat pada kolom B. Nilai positif ataupun negatif juga mengikuti nilai yang tertera pada kolom B.
69 Tabel 6
Hasil Uji Regresi
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step 1a TEN -0,069 0,032 4,606 1 0,032 0,933 LEV -0,871 0,160 29,525 1 0,000 0,419 SIZE 0,169 0,016 115,69 1 0,000 1,184 AUD 0,961 0,194 24,441 1 0,000 2,615
Koefisien regresi TEN sebesar 0,069 dengan nilai negatif menunjukkan bahwa masa perikatan audit yang lebih lama akan menurunkan kualitas audit. Koefisien regresi LEV sebesar 0,871 dengan nilai negatif menunjukkan bahwa ukuran leverage perusahaan yang lebih tinggi akan menurunkan kualitas audit. Koefisien regresi SIZE sebesar 0,169 dengan nilai positif menunjukkan bahwa ukuran perusahaan yang lebih besar akan meningkatkan kualitas audit. Koefisien regresi AUD sebesar 0,961 dengan nilai positif menunjukkan bahwa auditor yang lebih besar akan meningkatkan kualitas audit.
Variabel independen TEN signifikan pada signifikansi 0,032. Hasil regresi menunjukkan hubungan negatif antara masa perikatan auditor dengan kualitas audit. H1 diterima, auditor tenure
berpengaruh negatif terhadap kualitas audit. Variabel kontrol LEV signifikan pada signifikansi 0,000. Hasil regresi menunjukkan hubungan negatif antara leverage dengan kualitas audit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
leverage berpengaruh negatif terhadap kualitas audit. Variabel kontrol SIZE signifikan pada signifikansi 0,000. Hasil regresi menunjukkan hubungan positif antara ukuran perusahaan klien dengan kualitas audit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan klien berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Variabel kontrol AUD signifikan pada signifikansi 0,000. Hasil regresi
menunjukkan hubungan positif antara
auditor size dengan kualitas audit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
auditor size berpengaruh positif terhadap kualitas audit.
Berdasarkan hasil analisis data, masa perikatan audit berhubungan negatif dengan kualitas audit. Penelitian ini membuktikan adanya pengaruh masa perikatan auditor terhadap kualitas audit. Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Carey dan Simnett (2006) yang mendokumentasikan adanya penurunan kualitas audit dalam asosiasi dengan masa perikatan audit yang lama. Sebaliknya, Ho (2010) menemukan adanya kecenderungan perusahaan untuk tidak melakukan upward earnings management pada masa perikatan audit yang lama.
Ketika masa perikatan auditor dengan klien kian bertambah, auditor akan mengalami penurunan tingkat indepen-densi dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien bernilai negatif. Ketergantungan finansial sangat mungkin terjadi mengingat klienlah yang membayar audit fee yang menjadi sumber penghasilan auditor. Hal ini menjadikan auditor lebih toleran dan memberi keleluasaan yang lebih kepada kliennya untuk melakukan adjusments atas informasi keuangan perusahaannya. Jika auditor dan klien sama-sama memiliki ukuran yang relatif kecil, maka ada probabilitas yang tinggi bahwa penghasilan auditor akan tergantung pada
70
karena itu, auditor berukuran kecil cenderung tidak independen terhadap kliennya. Sebaliknya, jika auditor berukuran besar, maka auditor cenderung lebih independen terhadap kliennya, baik ketika kliennya berukuran besar maupun kecil. Argumentasi terkait ukuran auditor (dalam penelitian ini ukuran KAP) tersebut didukung pula dengan nilai koefisien AUD yang bernilai positif dan signifikan.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil uji hipotesis dan mengacu pada perumusan serta tujuan dari penelitian ini, kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa masa perikatan auditor berpengaruh negatif terhadap kualitas audit. Penelitian ini menambah literatur mengenai pengaruh independensi auditor yang diproksikan dengan masa perikatan audit terhadap kualitas audit yang diukur berdasarkan tingkat kewajaran informasi keuangan hasil audit. Hasil penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh negatif dan signifikan antara masa perikatan dengan kualitas audit mendukung hipotesis awal penelitian ini.
Saran penulis bagi penelitian selanjutnya dengan mempertimbangkan keterbatasan – keterbatasan yang ada dalam penelitian ini adalah 1) Penggunaan
earnings benchmark sebagai indikator kualitas audit memiliki keterbatasan: (i) informasi laba yang dijadikan acuan berasal dari perusahaan klien, sehingga tidak sepenuhnya mencerminkan kualitas audit yang melibatkan auditor; (ii) nilai
benchmark ditentukan berdasarkan rata-rata ROA sampel penelitian tanpa memperhitungkan fenomena spesifik yang terjadi (seperti krisis ekonomi) dan 2) Penilaian kualitas audit belum mencakup hal-hal lain yang dapat menggambarkan kualitas audit seperti hal-hal yang terkait kondisi pengendalian internal perusahaan, tingkat spesialisasi auditor atau opini audit yang diterima perusahaan. Maka untuk
penelitian berikutnya dapat menambahkan variabel lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi kualitas audit atau dimensi pengukuran lain yang berhubungan dengan kualitas audit seperti spesialisasi auditor, faktor internal perusahaan (misalnya, pengendalian internal, efektivitas komite audit dan dewan komisaris independen) dan opini audit.
Sementara model statistik yang dikembangkan dalam penelitian ini belum mencakup kemungkinan adanya pergerakan parabolik antara masa perikatan audit terhadap kualitas audit. Model yang dikembangkan masih sebatas fungsi linear (garis lurus) saja. Penelitian berikutnya dapat menggunakan model statistik yang memperhitungkan fungsi kuadratis masa perikatan audit terhadap kualitas audit, seperti yang dilakukan oleh Brooks (2011) dan Chi dan Huang (2005) dengan rentang waktu penelitian yang lebih panjang.
DAFTAR REFERENSI
Brooks, Li Zheng. 2011. Auditor Tenure and Audit Quality. Disertasi, di Louisiana State University.
Carey, P. and Simnett, R. 2006. Audit Partner Tenure and Audit Quality.
The Accounting Review, 8(3): 653-676
Chi, W., and Huang, H. 2005. Discretionary Accruals, Audit-Firm Tenure and Auditor Tenure: An empirical case in Taiwan. Journal of Contemporary Accounting and Economics, 65-92
DeAngelo, L.E. 1981. Auditor Size and Audit Quality. Journal of Accounting and Economics, 3, 83-199.
71
Ho, L. J., Liu C., and Schaefer T. 2010.
Audit tenure and earnings surprise management. Review of Accounting and Finance, 9 (2):116-138.
Institute for Economic and Financial Research. 2002-2013. Indonesia Capital Market Directory (2002-2013)
Institut Akuntan Indonesia (2001). Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta. Salemba Empat
Jensen, M.C., and Meckling, W.H. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behaviour Agency Cost and Ownership Structure. Jurnal Of Finance Economic, 3 (4): 305-360
Menon, K., and William, D. 2004. Former Audit Partners and Abnormal Accruals. The Accounting Review, 79 (4): 1095-1118
Rosietta, H. and Wibowo, A. 2009. Faktor-Faktor Determinasi Kualitas Audit, Suatu Studi dengan Pendekatan Earnings Surprise Benchmark.
Suprapto. 2013. The Effect of Audit Partner Rotation and Audit Firm’s Annual Fees on Audit Quality. Tesis. Universitas Gajah Mada Yogyakarta
Tuanakotta, Th. M. 2011. Berpikir Kritis dalam AUDITING. Jakarta. Salemba Empat
Weiner J. 2012. Auditor Size vs. Audit Quality: An Analysis of Auditor Switches. Honors College Thesis.