• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP IKHLAS DALAM KITAB MINHAJUL ABIDIN DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN IBADAH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP IKHLAS DALAM KITAB MINHAJUL ABIDIN DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN IBADAH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

i

KONSEP IKHLAS DALAM KITAB MINHAJUL

ABIDIN DAN RELEVANSINYA DENGAN

PENDIDIKAN IBADAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

Shinta Yuniati

NIM: 11113052

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

DEKLARASI ميحّرلا همحّرلا الله مسب

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Shinta Yuniati

NIM : 11113052

Jurusan : Pendidikan Agama Islam Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, 29 Agustus 2017 Penulis,

(6)

vi

Motto

ِميِحهرلا ِهَم ْحهرلا ِ هالله ِمْسِب

َو

ِنوُدُبْعَيِل لاِإ َسْولإاَو ههِجْلا ُتْقَلَخ اَم

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah dengan izin Allah SWT skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini saya persembahkan kepada orang-orang yang telah membantu mewujudkan mimpiku:

1. Bapak Mulyana dan Ibu Sumiyati yang telah mencurahkan segenap kasih sayang yang begitu hangat. Hingga aku menyadari apa arti hidup ini. 2. Ibu Imro‟ah selaku ibu mertua yang tidak berbeda dengan ibu kandungku

yang senantiasa memberiku kebahagiaan seperti kepada buah hatinya sendiri.

3. Suamiku, Mas Imam „Alie Mu‟ti belahan jiwaku yang telah menyempurnakan hidupku, penyemangat siang dan malam, serta teman berjuang hingga akhir hayatku.

4. Kakakku Mas Gigih dan Mbak Tari, serta adikku Ari yang telah memberi energi dalam suka maupun duka.

5. Guru-guruku, bapak kyai dan ibu nyai yang sabar membimbingku sehingga aku menjadi manusia yang mengerti makna bagaimana menjadi manusia yang berarti.

6. Sahabat-sahabatku mbak Umi Inayah, Isti Qomariyah, Lu‟luatul

Qulubiyyah, Askin Ila Hayati, dan Ana Bi‟aunika yang tidak pernah lelah

menemaniku, memberiku semangat, dan kesetiaan yang tiada duanya. 7. Sahabat-sahabatku PAI angkatan 2013 dimanapun kalian berada, semoga

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Warahmatullah Wabarakauh

Alhamdulillahirobil‟alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT berkat taufiq, rahmat dan inayah serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Shalawat dan salam selalu tercurah pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga zaman terang benderang serta yang dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak.

Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Konsep ikhlas dalam kitab Minhajul Abidin

dan relevansinya dengan pendidikan ibadah”. Skripsi ini disusun guna memenuhi

syarat untuk memperoleh gelar sarjana progam studi Pendidikan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN).

Dalam menyusun skripsi ini penulis telah menerima bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M, Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

(9)

ix

5. Ibu Dra. Ulfah Susilawati, M.SI selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Segenap dosen dan karyawan IAIN Salatiga, yang telah banyak membantu selama kuliah sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik dari semua pihak sangat penulis harapkan. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca semua. Aamiin.

Wassalamu‟alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Salatiga, 29 Agustus 2017 Penulis

(10)

x

ABSTRAK

Yuniati, Shinta. 2017. Konsep Ikhlas dalam Kitab Minhajul Abidin dan Relevansinya dengan Pendidikan Ibadah. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Ulfah Susilawati. M.SI

Kata Kunci: Konsep Ikhlas dalam Kitab Minhajul Abidin, Pendidikan Ibadah

Ikhlas adalah membersihkan amalan dari sesuatu yang mengeruhkan amal Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini yaitu (1) Bagaimana konsep ikhlas menurut Imam al-Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin? (2) Bagaimana relevansi konsep ikhlas dalam kitab Minhajul Abidin karya Imam al-Ghazali dengan pendidikan ibadah?

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui konsep ikhlas dalam kitab Minhajul Abidin karya Imam al-Ghazali. 2) Mengetahui relevansi konsep ikhlas dalam kitab Minhajul Abidin dengan pendidikan ibadah.

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (Library Research) karena data yang diperoleh maupun dikumpulkan dari penelitian kepustakaan yaitu dari hasil pembacaan atau kesimpulan dari kitab terjemahan, dengan sumber kitab Minhajul Abidin, pengumpulan data dengan menggunakan metode dokumentasi yaitu mencari data-data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan-catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda, yang membahas tentang ikhlas dalam pendidikan Ibadah. Metode yang digunakan antara lain deduktif dan induktif.

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar SKK

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D.Kajian Pustaka.. ... 5

E.Penegasan Istilah ... 6

F.Signifikansi Penelitian. ... 9

G. Metodologi Penelitian ... 10

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 10

(13)

xiii

3. Metode Analisis Data... 13

4. Sistematika Penulisan Skripsi ... 14

BAB II BIOGRAFI NASKAH A. Riwayat Hidup Imam al-Ghazali ... 16

B. Latar Belakang Pendidikan Imam al-Ghazali... 18

C. Kondisi Sosio-Kultural Pada Masa Imam al-Ghazali... 19

D. Wafatnya Imam al-Ghazali... 20

E. Hasil Karya Imam al-Ghazali... 21

F.Kandungan Isi Kitab Minhajul Abidin ... 24

BAB III KONSEP IKHLAS DALAM KITAB MINHAJUL ABIDIN KARYA IMAM AL-GHAZALI DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN IBADAH A. Pengertian Konsep Ikhlas.. ... 33

B. Konsep Ikhlas dalam kitab Minhajul Abidin... 33

C. Manfaat Ikhlas dalam Kitab Minhajul Abidin... 35

D. Macam-Macam Ikhlas dalam kitab Minhajul Abidin... 35

E. Pendidikan Ibadah ... 46

(14)

xiv

B.Relevansi Konsep Ikhlas dalam Kitab Minhajul Abidin dengan Pendidikan Ibadah ... 61

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap mengamalkan atau melaksanakan ibadah, kita dituntut untuk ikhlas, yakni dilaksanakan dengan senang hati dan mengharap ridla Allah SWT. hanya ibadah yang dilaksanakan dengan ikhlas yang akan diterima serta diberi pahala oleh Allah SWT.(Muchtar, 2005: 127). Ikhlas adalah salah satu bentuk rezeki dari Allah kepada hamba-Nya. Karunia ketenangan batiniyyah yang menyejukkan. Siapapun seorang hamba yang merasakan nikmatnya rasa ikhlas akan lepas dari urusan duniawi. Karena ikhlas merupakan kondisi kembali ke nol. Dimana hati dan pikiran tidak memikirkan kebaikan yang telah dilakukan bahkan sama sekali tidak mengharapkan balasan. Dalam kitab „Idhotun Naasyi‟in karya syekh Mushthafa al-Ghalayini yang diterjemahkan oleh Moh. Abdai Rathomy, beliau menuturkan bahwa andaikata amal perbuatan itu kita anggap sebagai tubuh, maka yang merupakan roh atau jiwa dalam tubuh adalah keikhlasan hati (Rathomy, 1976: 12). Perumpamaan yang singkat namun bermakna dalam, karena jika tubuh itu tetap hidup, namun rohnya tidak ada atau mati, maka apa artinya tubuh yang bagaikan mayat hidup.

(16)

2

ditujukan hanya karena ingin mendapat ridho Allah SWT., Dalam kitab Minhajul Abidin karya Imam Al-Ghazali, yang menjadi sumber utama dalam penelitian skripsi penulis merangkum sedikit dari sekian banyak manfaat yang terkandung didalamnya, yaitu konsep ikhlas dan relevansinya dengan pendidikan ibadah dalam kitab tersebut.

Kitab Minhajul Abidin merupakan satu diantara banyak karya Imam besar yaitu Imam al-Ghazali. Kitab terakhir yang beliau ringkas. Kitab ini memuat petujuk-petunjuk bagi seorang hamba yang ingin mencapai kesuksesan dalam mengabdikan diri kepada Allah. Kitab yang berisi tingkatan-tingkatan yang harus dilewati hamba-Nya agar sampai ke puncak kebahagiaan. Konten isi kitab Minhajul Abidin adalah pendidikan ibadah, dimana pendidikan ibadah yang mulai langka dan harus diterapkan kepada anak didik kembali. Agar ketika beribadah, peserta didik menerapkan segi aspek kognitif yang telah dilewati, seorang peserta didik mampu dengan baik dan benar dalam beribadah. Karena seorang guru dalam kitab alala telah disebutkan tugasnya, yaitu merangsang atau memasuki kawasan hati seorang peserta didik.

Manusia dan jin hidup di bumi Allah mempunyai satu tugas yang harus dijalankan yaitu menyembah-Nya. Hal ini difirmankan Allah dalam Al-qur‟an surat Adz-Dzariyat ayat 56, yang bunyinya:

(17)

3

Pendidikan tidak mengenal usia. Pendidikan bukan hanya terbatas untuk siswa di bangku sekolah, madrasah, maupun pendidikan formal lainnya. Namun, pendidikan dimulai sejak seorang anak masih di dalam kandungan ibunya. Ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya. Dimulai dari seorang ibu, anak dipersiapkan untuk belajar sesuatu yang belum pernah ia temui. Pendidikan Vitorino Doefeitre (Itali) mengatakan bahwa:

“pendidikan adalah menumbuhkan seseorang dari segi akal, budi pekerti

dan tubuh, tidak untuk bekerja yang tertentu. Tetapi untuk menjadi pendidik yang baik dan bermanfaat bagi masyarakatnya, juga mampu untuk melaksanakan kewajiban umum dan khusus”(Umairoh, t.th: 11).

Diciptakannya sebagai hamba Allah adalah untuk mengabdikan seluruh hidup dan mati yang tidak lain hanya untuk Allah. Manusia diciptakan juga sebagai khalifah di bumi, tugas seorang khalifah merawat, melestarikan, dan menjaga bumi serta isinya. Allah SWT memerintahkan seorang Hamba untuk menyembah-Nya bukan berarti harus melulu beribadah tanpa bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sebagai seorang manusia yang semisal berstatus kepala keluarga yang harus menafkahi isteri dan anak-anaknya. Namun, Allah mewajibkan pula seorang hamba untuk bekerja sebagai bekal untuk menjalankan ibadah.

(18)

4

melangkahkan kaki mengerjakan shalat. Ibadah bisa terwujud dengan bentuk berbakti kepada orang tua berniat memohon ridho Allah agar shalat yang dikerjakan diterima oleh-Nya. Karena, ibadah seseorang tidak akan diterima Allah tatkala mendurhakai kedua orang tuanya. Seorang isteri, ketika memasak, melayani, mengerjakan pekerjaan rumah karena agar menyenangkan hati suaminya merupakan salah satu wujud ibadah kepada-Nya. Seorang murid yang menuntut ilmu untuk menghilangkan kebodohan dan mendapat ilmu yang bermanfaat adalah bentuk ibadah kepada-Nya.

Pendidikan ibadah begitu melekat dengan keikhlasan. Dan belajar ikhlas salah satunya bisa didapatkan dengan mendalami, memahami, dan mengkaji kitab Minhajul Abidin karya Imam al-Ghazali. Maka dari itu, penulis sedikit merangkum dan merangkai kata demi kata skripsi dengan judul “Konsep ikhlas dalam kitab Minhajul Abidin dan relevansinya

dengan pendidikan ibadah”. Semoga tulisan sederhana ini dapat

bermanfaat bagi para penuntut ilmu dan pembaca yang setia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep ikhlas menurut Imam al-Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin?

2. Bagaimana relevansi konsep ikhlas dalam kitab Minhajul Abidin karya Imam al-Ghazali dengan pendidikan ibadah?

(19)

5

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep ikhlas menurut Imam al-Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin.

2. Untuk mengetahui bagaimana relevansi konsep ikhlas dalam kitab Minhajul Abidin karya Imam al-Ghazali dengan pendidikan ibadah.

D. Kajian Pustaka

Dalam penulisan penelitian ini, terlebih dahulu penulis menelaah beberapa tulisan dan skripsi yang berkaitan dengan apa yang akan penulis tuangkan dalam penelitian ini. Adapun penelitian atau skripsi-skripsi yang telah ada sebelumnya memberikan gambaran umum tentang sasaran yang akan penulis sajikan dalam skripsi ini, dan menghindari kesamaan pembahasan dengan skripsi sebelumnya.

Skripsi dari Paryono, Almamater IAIN Salatiga, Fakultas tarbiyah tahun 2010, yang berjudul: “Konsep Pendidikan Akhlak Imam Ghazali

(Studi analisis kitab Ihya‟ „Ulumuddin)”. Dalam skripsinya pengarang

mengungkapkan sisi biografi, segi politik sosial Imam Al-Ghazali, menelaah pemikiran Imam Ghazali tentang akhlak khususnya keikhlasan dalam beribadah, dan karakteristik pemikiran Imam Al-Ghazali.

Penulis juga mengacu pada jurnal dari Islamic Studies Juornal,

yang dikarang oleh Silahuddin pada tahun 2014 mengenai “Konsep

Pendidikan Islam Menurut al-Ghazali (tinjauan filsafat pendidikan)”.

(20)

6

bahwa tujuan pendidikan adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan mengabdi padaNya.

Berdasarkan kajian pustaka di atas, belum ada yang membahas tentang konsep ikhlas dalam kitab Minhajul Abidin karya Imam Al-Ghazali dan relevansinya dengan pendidikan ibadah.

E. Penegasan Istilah 1. Konsep

Konsep artinya rancangan, idea, gagasan yang diabstrakkan dari peristiwa konkret, gambaran mental dari obyek, proses ataupun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989: 456). Sedangkan menurut Ustman (1994: 151-154) dalam bukunya Apa dan Siapa 45 Budayakan Muslim Dunia kata konsep dalam bahasa inggris

concept dan dalam bahasa latin concipere artinya memahami, mengambil, menerima, merangkap yang merupakan gabungan dari con (bersama) dan capare (merangkap).

2. Ikhlas

(21)

7

apabila terlihat tampak dalam keikhlasannya suatu keikhlasan maka keikhlasannya membutuhkan keikhlasan(Nata, 2001: 35).

3. Kitab Minhajul Abidin

Minhajul Abidin (secara harfiah berarti Pedoman Dasar bagi para

Ahli Ibadah) adalah kitab tasawuf karangan Imam Al-Ghazali. Kitab ini ditulis menjelang wafatnya Imam Al-Ghazali. Dengan kata lain, ditulis setelah Kitab Ihya Ulumuddin.

4. Imam al-Ghazali

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali dilahirkan di Thusia, sebuah kota di Khurasan, Persia, pada tahun 450 H atau 1058 M. Ayahnya seorang pemintal wol yang selalu memintal dan menjualnya sendiri di kota itu. Al-Ghazali mempunyai seorang saudara. Ketika akan meninggal, ayahnya berpesan kepada sahabat setianya agar kedua putranya itu diasuh dan disempurnakan pendidikannya setuntas-tuntasnya sekalipun menghabiskan harta warisan(Sulaiman, 1982:13).

5. Pendidikan Ibadah

(22)

sungguh-8

sungguh dan merendahkan diri serta menundukan jiwa setunduk-tunduknya kepada-Nya.

Jadi, pendidikan ibadah adalah usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi diri dari segi spiritual, emosional, kepribadian, dan akhlak yang mulia yang bertujuan untuk menundukkan diri, mendapat pahala di akhirat, dan mengharapkan ridla Allah SWT.

6. Konsep ikhlas dalam kitab Minhajul Abidin karya Imam al-Ghazali dan relevansinya dengan pendidikan ibadah

Jadi, konsep ikhlas sesuai pemahaman penulis yaitu menyajikan apa adanya berdasarkan apa yang dikaji mengenai pemahaman manusia terhadap proses kegelapan menjadi terang dengan kebiasaan yang tanpa pertimbangan dan menyerahkan kepada Allah atas apa yang ia lakukan untuk mendapatkan ridlo-Nya.

F. Signifikansi Penelitian

Signifikansi yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah: 1. Teoritis:

a. Untuk memperluas pemikiran mengenai Agama Islam sekaligus untuk memahami konsep ikhlas dalam kitab minhajul abidin karya Imam Ghazali dan relevansinya dengan pendidikan ibadah.

(23)

9 2. Praktis:

a. Sebagai bahan pijakan bagi pemerhati bidang pendidikan ibadah.

(24)

10 G. Metode Penelitian

Pokok pembahasan dalam metode penelitian ini, antara lain: jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan analisis data.

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) artinya sebuah studi dengan mengkaji buku-buku, naskah-naskah, atau majalah-majalah yang bersumber dari khazanah kepustakaan yang relevan permasalahan yang diangkat dari penelitian. Semua sumber yang berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dan dokumenter literatur lainnya (Hadi, 1980: 3).

Penelitian ini termasuk penelitian literer yang berfokus pada referensi buku dan sumber-sumber yang relevan. Penelitian literer lebih difokuskan pada studi kepustakaan(Amirin, 1995 :135).

Penelitian yang penulis lakukan dapat dikategorikan penelitian pustaka karena tidak memerlukan terjun langsung ke lapangan melalui survei maupun observasi untuk mendapatkan data yang dicari. Data yang diperoleh maupun dikumpulkan dari penelitian kepustakaan yaitu dari hasil pembacaan atau kesimpulan dari berbagai buku-buku, kitab-kitab terjemahan, dan karya ilmiah yang ada hubungannya dengan tema pengkajian.

(25)

11

Untuk memahami permasalahan yang dibahas, peneliti akan menggunakan pendekatan filosofis karena dalam penelitian menggunakan studi langsung mengenai pemikiran Imam Al Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin (Bakker, Zubair, 1990: 62). 3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, agenda, dan lain sebagainya (Arikunto, 2006: 231). Data dikumpulkan dalam wujud catatan/tertulis.

Penulis mengumpulkan data dokumenter ini dari sumber data baik sumber data primer maupun sumber data sekunder. Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh (Arikunto, 2006: 129)

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan informasi kepada pengumpul data (peneliti). Adapun sumber primer dari penelitian ini adalah Kitab karya Imam Al-Ghazali, Minhajul Abidin dan terjemahannya yang diterbitkan oleh Mutiara Ilmu, Surabaya.

b. Sumber Data Sekunder

(26)

12

Adapun sumber sekunder merupakan sumber pendukung terhadap data primer. Diantara data sekunder yang akan dipakai adalah berupa kitab-kitab karya Imam Al-Ghazali yang lain yang mendukung, seperti: Kitab Ihya‟ „Ulumuddin, Selain itu al-Qur‟an dan Hadist, terjemah kitab Ihya‟

„Ulumuddin, buku-buku pendidikan Islam, buku-buku

pendidikan ibadah, buku-buku tentang ikhlas, situs-situs internet, dan lain-lain yang sesuai dalam memperkuat data. 4. Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian adalah deskriptif analitik, yaitu suatu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun data, kemudian diusahakan pula adanya analisis dan intrepetasi atau penafsiran terhadap data-data tersebut, oleh karenanya lebih tepat jika dianalisis menurut dan sesuai dengan isinya saja yang disebut content analysis atau analisis isi (Nata, 2001: 141).

Analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat rumusan kesimpulan-kesimpulan dengan mengidentifikasi karakteristik spesifikan pesan-pesan dari suatu teks secara sistematik dan obyektif(Nawawi, 1998:.69).

(27)

13

Dengan demikian akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dikumpulkan dalam pokok permasalahan.

Melalui metode content analysis atau analisis isi, peneliti melakukan penafsiran teks atau bacaan dari kitab Minhajul Abidin karya Imam Al-Ghazali yang mengandung konsep ikhlas. Kemudian penulis juga menganalisis beberapa kisah-kisah teladan yang bersangkut paut dengan ikhlas dengan metode keteladanan. Adapun langkah-langkah yang ditempuh meliputi:

a. Menentukan arti yang langsung primer b. Menjelaskan arti-arti yang implisit

c. Menentukan tema (Endraswara, 2004:45). d. Teknik Penelitian Data

Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah:

a. Deduktif

(28)

14 b. Induktif

Kemudian metode yang digunakan adalah metode induktif guna mengkaji data yang telah didapat yang terkait dengan konsep ikhlas yang telah dipaparkan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin dan dikaitkan dengan pendidikan ibadah. Metode Induktif adalah metode berfikir yang berangkat dari fakta-fakta peristiwa khusus dan konkret, kemudian ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum (Hadi, 1987: 42).

H. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan memahami permasalahan yang akan dibahas, skripsi ini disajikan dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I berisi Pendahuluan, yang akan memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

(29)

15

karya-karya beliau, kemudian gambaran umum isi kitab minhajul abidin.

Bab III merupakan pembahasan isi kitab Minhajul Abidin karya Imam Al-Ghazali yang berisi latar belakang penyusunan kitab, pemikiran al-ghazali dalam kitab Minhajul Abidin, dan kandungan isi kitab Minhajul Abidin yang berisi konsep ikhlas, kemudian berisi pula ruang lingkup pendidikan ibadah.

Bab IV berisi tentang analisis konsep ikhlas dalam kitab Minhajul Abidin dan relevansinya dengan pendidikan ibadah.

(30)

16 BAB II

BIOGRAFI NASKAH

A. Riwayat Hidup Imam al-Ghazali

Beliau memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad Ibn

Muhammad Ibn Ta‟us Ahmad al-Tusi al-Shafi, lahir pada tahun 405 H atau

1058 M, disebuah desa kecil bernama Ghazalah Thabaran, bagian kota Tus, wilayah Khurasan(Mustaqim, 1999:83). Ayahnya seorang pemintal wol yang selalu memintal dan menjualnya sendiri di kota itu. Orang tua al-Ghazali bukan berasal dari orang berharta dan hanya sebagai pemintal wol (ghazzal). Sehingga penisbahan nama al-Ghazali karena pekerjaan orang tuanya sebagai pemintal wol (ghazal) (Aziz, 2015: 97). Al-Ghazali mempunyai seorang saudara. Ketika akan meninggal, ayahnya berpesan kepada sahabat setianya agar kedua putranya itu diasuh dan disempurnakan pendidikannya setuntas-tuntasnya sekalipun menghabiskan harta warisan(Sulaiman, 1982:13).

(31)

17

ayahnya, al-Ghazali kemudian diserahkan kepada sebuah asrama di kota Thus. Asrama ini didirikan oleh perdana menteri Nizamul Muluk. Di sinilah Imam al-Ghazali belajar ilmu fiqih dan tasawwuf kepada seorang sufi Yusuf el Ismailli.

Pada usia 21 tahun, ia pun menjadi mahasiswa pada perguruan tinggi Nizamiyah di kota Nishapur untuk mempelajari ilmu Hukum, Teologi, Logika, Retorika, dan Filsafat. Di sini bertemulah Imam al-Ghazali dengan ulama besar Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf yang mempunyai panggilan Imam Haramain (Imam dari dua kota suci, Mekkah dan Madinah). Dalam asrama tersebut al-Ghazali mulai mengarang bukunya yang pertama(Ahmad, 1975: 32).

(32)

18

B. Latar Belakang Pendidikan Imam al-Ghazali

Latar belakang pendidikannya dimulai dengan belajar Al-Qur‟an pada ayahnya sendiri. Sejak kecil al-Ghazali memang orang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, orang yang suka mencari kebenaran yang sebenarnya sekalipun kondisi beliau yang tidak menguntungkan dan selalu diterpa duka namun hal tersebut tidak menggoyahkan semangat beliau untuk mencari ilmu pengetahuan (Safrudin, 2015: 97-98)

Sejak kecil, al-Ghazali memang orang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, orang yang suka mencari kebenaran yang sebenarnya sekalipun kondisi beliau yang tidak menguntungkan dan selalu diterpa duka namun hal tersebut tidak menggoyahkan semangat beliau untuk mencari ilmu pengetahuan. Setelah harta peninggalan orang tuanya habis, kemudian al-Ghazali tetap melanjutkan belajarnya dengan mengabdi pada sebuah sekolahan. Sehingga ia tetap melakukan proses pembelajaran untuk dirinya dan proses pengajaran kepada orang lain(Aziz, 2015: 97).

Setelah beberapa lama kemudian, di usia kurang dari dua puluh tahun al-ghazali melakukan studi lanjut ke Jurjan. Di kota Jurjan, ia tidak hanya belajar pengetahuan agama, namun juga belajar bahasa Arab dan Persia dari seorang guru bernama Imam Abu Nashir al-Isma‟iliy. Selepas dari Jurjan, ia melanjutkan pendidikannya ke kota Naisabur dan belajar kepada Imam

Haramain Diya‟uddin al-Juwaini. Disinilah ia belajar beraneka ragam cabang

(33)

19

C. Kondisi Sosio-Kultural pada Masa Imam al-Ghazali

Pada tahun 1050, tiga tahun sebelum kelahiran al-Ghazali, terjadi perubahan politik yang besar di Baghdad, yakni orang-orang Saljuk Turki di bawah pimpinan Thughril Beg (w. 1063) yang beraliran Sunni menyerbu Ibu kota untuk menyingkirkan dominasi dinasti Buwaihiyah

yang beraliran Syi‟ah. Tughril Beg sendiri, sebelum kejadian historis ini,

telah tampil dengan memproklamasikan diri sebagai Sultan Nisabur, tahun 1038 M, dengan menguasai sebagian propinsi bagian timur Abbasiyah (Soleh, 2009: 2).

Pada masa imam al-Ghazali hidup, umat Islam terpecah-pecah dalam berbagai madzhab dan golongan dengan pandangannya yang saling bertentangan akibat dari masuknya pengaruh anasir kebudayaan Yunani dan lainnya (kedalam tubuh umat Islam). Sebagai contoh misalnya ulama ahli ilmu kalam memakai metode berpikir filsafat dan logika dalam upaya mempertahankan aqidahnya yang didasarkan atas dalil-dalil agama, kemudian para ulama tasawuf dalam mencapai puncak makrifat, walaupun kebanyakan ulama tasawuf pada saat itu mengajak kepada kehidupan tasawuf secara murni, maka timbullah kekacauan hidup kerohanian di tengah-tengah perpecahan umat Islam.

(34)

20

cenderung membawa kepada kesesatan dan kerusakan. Akhirnya di kalangan umat Islam saat itu timbul keragu-raguan terhadap kebenaran ajaran agamanya. Dalam situasi kekacauan inilah Imam al-Ghazali terdorong oleh rasa tanggung jawabnya untuk memperbaiki kekacauan pikiran dan perbuatan yang menggoncangkan kehidupan Islam. Maka, ia merasa wajib untuk melakukan menstudi tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa itu, dan memberikan kritik-kritik tajam terhadap pikiran-pikiran asing yang menyerbu ke dalam tubuh umat Islam pada saat itu.

D. Wafatnya Imam al-Ghazali

Ibn „Asakir mengatakan bahwa Imam al-Ghazali meninggal dunia

pada hari Senin tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H dan dikebumikan di Zhahir yaitu salah satu kawasan dari Thabran. Semoga Allah menempatkan beliau dalam ilmu yang diterima di dunia berkat rahmat-Nya.

Ibn Juzi di dalam kitab Al-Muntazihim mengatakan bahwa salah seorang murid al-Ghazali pernah bertanya kepadanya sebelum ia wafat,

“berwasiatlah kepadaku!” Maka al-Ghazali menjawab, “Kamu harus

berpegang teguh pada keihklasan!”. Dan al-Ghazali mengulang-ulang kata-katanya itu sampai dia meninggal dunia (Al-Ghazali, 2007: 13) E. Hasil Karya Imam al-Ghazali

(35)

21

Puluhan buku telah ditulisnya meliputi berbagai lapangan ilmu pengetahuan, antara lain; filsafat, ilmu kalam, fiqh, ushul fiqh, tafsir, tasawuf, akhlak dan otobiografinya.

Di dalam muqaddimah kitab Ihya‟ „Ulumuddin, Dr. Badawi Thabana, menulis hasil-hasil karya imam al-Ghazali yang berjumlah 47 kitab, yang peulis susun menurut kelompok ilmu pengetahuan sebagai berikut:

1. Kelompok filsafat dan ilmu kalam, yang meliputi: a. Maqashid al-Falasifah(tujuan para filosuf) b. Tahafut al-Falasifah(Kerancuan Para filosuf) c. Al-Iqtishod fi al-I‟tiqad(Moderasi Dalam Aqidah) d. Al-Munqid min al-Dhalal(Pembebas Dari Kesesatan)

e. Al-Maqashidul Asna fi Ma‟ani Asmillah Al-Husna(Arti Nama-nama Tuhan Allah yang Hasan)

f. Faishalut Tafriqah bainal Islam waz Zindiqah (Perbedaan antara Islam dan Zindiq)

g. AL Qishasul Mustaqim (Jalan untuk Mengatasi Perselisihan Pendapat)

h. Al-Mustadhiri (Penjelasan-penjelasan) i. Hujjatul Haq (Argumen yang Benar)

j. Mufsilul Khilaf fi Ushuluddin (Memisahkan Perselisihan dalam Ushuluddin)

(36)

22

l. Al-Madhnun bin „Ala Ghairi Ahlihi (Persangkaan pada Bukan Ahlinya)

m. Mahkun Nadlar (Metodologika)

n. Asraar „Ilmiddin (Rahasia Ilmu Agama)

o. Al Arba‟in fi Ushuluddin (40 Masalah Ushuluddin)

p. Iljamul Awwam „an „Ilmil Kalam (Menghalagi Orang Awwam dari Ilmu Kalam)

q. Mi‟yarul „Ilmi (Timbangan Ilmu) r. Al Intishar (Rahasia-rahasia Alam) s. Isbatun Nadlar (Pemantapan Logika)

2. Kelompok Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, yang meliputi: a. Al Bastih (Pembahasan yang Mendalam)

b. Al wasith (Perantara)

c. Al Wajiz (Surat-surat Wasiat)

d. Khulashatul Mukhthashar (Intisari Ringkasan Karangan) e. Al Mankhul (Adat Kebiasaan)

f. Adz-Dzari‟ah Ia Makarimis Syari‟ah (Jalan Kepada Kemuliaan

Syari‟ah)

3. Kelompok Ilmu Akhlak dan Tasawuf, yang meliputi:

a. Ihya‟ „Ulumuddin (Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama) b. Mizanul Amal (Timbangan Amal)

(37)

23

e. Minhajul „Abidin(Pedoman Beribadah)

f. Ad-Dararul Fakhirah fi Kasyfi Ulumil Akhirah (Mutiara Penyingkap Ilmu Akhirat)

g. Al-„Ainis fil Wahdah (Lembut-lembut dalam Kesatuan)

h. Al-Qurbah Ilallahi Azza Wa Jalla (Mendekatkan Diri kepada Allah)

i. Akhlah Al Abrar Wan Najat minal Asrar (Akhlak yang Luhur dan Menyelamatkan dari Keburukan)

j. Biadayatul Hidayah (Permulaan Mencapai Petunjuk) k. Al Mabadi wal Ghayyah (Permulaan dan Tujuan) l. Talbis al-Iblis (Tipu daya Iblis)

m. Nashihat Al-Mulk (Nasihat untuk Raja-rja) n. Al-„Ulum Al Laduniyyah (Ilmu-ilmu Laduni) o. Al-Risalah al-Qudsiyah (Risalah Suci)

p. Al Ma‟khadz (Tempat Pengambilan) q. Al Amali (Kemuliaan)

4. Kelompok Ilmu Tafsir, yang meliputi:

a. Yaaquutut Ta;wil fi Tafsirit Tanzil (Metodologi Ta‟wil di dalam Tafsir yang diturunkan): terdiri 40 jilid

(38)

24

mewakili kitab-kitab karangannya yang musnah, hilang, ataupun yang belum ditemukan (Zainuddin, 1991: 21).

F. Kandungan Kitab Minhajul Abidin

Syarah Minhajul Abidin yang berbentuk dalam kitab kuning diterbitkan oleh daru „ilmi dari Surabaya yang terdiri dari sembian puluh lima(95) halaman. Halaman isi dan penutup terdiri dari sembilan puluh satu (91) halaman. Dan sisanya empat halaman adalah halaman yang berisi muqaddimah dari Imam al-Ghazali. Dalam muqaddimah, beliau berharap kitab ini dapat bermanfaat bagi umat. Kemudian kitab Minhajul Abidin versi terjemah dalam bahasa Indonesia, diterjemahkan oleh Abul Hiyadh dan diterbitkan oleh Mutiara Ilmu Surabaya pada tahun 2009.

Kitab Minhajul Abidin adalah kitab yang berisi tentang pedoman atau petunjuk seorang hamba dalam melalui kehidupan agar mampu dekat dengan Allah SWT. Berisi tentang tujuh tahapan-tahapan seorang ahli ibadah. Menurut Imam al-Ghazali, masalah ibadah cukup menjadi bahan pemikiran, dari awal hingga tujuan akhirnya yang sangat dicita-citakan oleh para penganutnya yakni muslimin. Ternyata perjalanan yang sangat sulit, penuh liku-liku, banyak halangan dan rintangan yang harus dilalui, banyak musuh, serta sedikit kawan dan orang yang mau menolong

(39)

25

sedangkan penguji sangat teliti, kematian semakin dekat, perjalanan yang harus ditempuh sangat panjang. Maka, satu-satunya bekal adalah taat (al-Ghazali, 2009: 252).

Orang-orang yang menempuh jalan itu, sangat sedikit yang sampai kepada tujuannya dan mencapai yang dikejarnya. Dan yang berhasil itulah orang-orang mulia pilihan Allah untuk makrifat dan mahabbah kepada-Nya. Allah memelihara dan memberikan taufik kepada mereka, serta keridaan dan surga-Nya. Kita berharap, semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang yang beruntung dengan memperoleh rahmat-Nya.

Oleh sebab itu, imam al-Ghazali berusaha mengulas beberapa kitab

jalan ke arah itu dan cara menempuhnya. Antara lain, kitab ihya‟, Al

-Qurbah, dan sebagainya. Akan tetapi, kitab-kitab tersebut membahas masalah-masalah yang sangat halus dan mendalam, sehingga sulit dimengerti oleh manusia. akibatnya, menimbulkan kritik dan celaan, mereka mengecam apa saja yang belum mereka pahami dalam kitab-kitab tersebut.

(40)

26

Kiranya Allah SWT. mengabulkan do‟a penyusun sehingga dapat menulis

sebuah kitab dengan susunan yang sistematis, yang belum pernah tercipta dalam karangan sebelumnya. Kitab tersebut adalah kitab Minhajul Abidin.

Melalui kitab Minhajul Abidin, Imam al-Ghazali membagi perjalanan seorng ahli ibadah menjadi tujuh tahapan. Kitab ini merupakan risalah wasiat terakhirnya bagi umat, karena tak lama kemudian beliau wafat, menghadap Allah SWT. yang selalu beliau rindukan. Imam al-Ghazali merangkai tips dalam setiap tahapan agar seorang hamba mampu melewati halangan rintangan dn keluar dari perangkap. Hakikat manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada-Nya. Mampu beribadah adalah karunia dari Allah SWT. mendapatkan pahala dan kenikmatan abad. Beribadah merupakan sarana untuk menuju surga yang kekal, surga yang indah seindah hati para ahli ibadah yang menjalaninya dengan ikhlas.

Tujuan kitab Minhajul Abidin adalah mengemukakan cara-cara dan jalan guna mengendalikan dan mengekang hawa nafsu. Jadi, dalam kitab minhajul abidin yang mulia dan singkat penyusun menjelaskan makna-makna pokok, singkat namun mencakup artian yang luas. Serta memuaskan orang yang ingin menempatkan diri pada jalan yang benar.

Adapun beberapa tahapan atau tingkatan dalam kitab Minhajul Abidin:

1. Ilmu dan ma‟rifat

(41)

27

artinya. Karena dalam menjalankannya, seseorang hrus tau benar apa yang dikerjakannya. Dan merupakan suatu keharusan meniti tahapan ilmu dan

ma‟rifat, jika tidak ingin mendapat celaka. Artinya, harus belajar(mengaji)

guna dapat beribadah dan menempuhnya dengan sebenar-benarnya, kemudian merenungkan dan menghayati segalanya.

Antara ibadah dan ilmu ibarat sebuah pohon, ilmu ibarat pohonnya dan ibadah ibarat buahnya. Maka, jika beribadah tanpa dibekali ilmu,ilmu tersebut akan lenyap bagaikan debu ditiup angin. Di sini, kedudukan pohon lebih utama, sebab pohon merupakan intinya. Akan tetapi buah mempunyai fungsi yang lebih utama. Oleh karena itu, seseorang harus mempunyai keduanya yaitu ilmu dan ibadah (al-Ghazali, 2009: 15).

Diharapkan setelah mengetahui cara ma‟rifat kepada Allah SWT, seseorang akan bersungguh-sungguh dalam mempelajari cara beribadat. Artinya, setelah selelsai mempelajari ilmu tauhid, ia mempelajari ilmu fiqih, bagaimana berwudu, shalat, dan sebagainya yang merupakan fardu beserta syarat-syaratnya. Setelah cukup mendapatkan ilmu yang fardu da ibadah, kini ia benar-benar berniat untuk melakukan ibadah.

2. Taubat

(42)

28

sedangkan hatinya keras. Bagaimana akan berkhidmat kepada Allah SWT

jika terus menerus berbuat ma‟siyat dan sombong. Maka, taubat adalah

solusinya. Agar benar-benar ibadah yang dilakukan diterima Allah SWT (al-Ghazali, 2009: 48).

3. Godaan

Menurut penulis, dalam tahapan yang keempat ini, Imam Al-Ghazali menjabarkan empat penghalang (godaan) beribadah, yaitu:

a. Dunia dan isinya b. Makhluk

c. Setan d. Hawa nafsu

Dalam kitab Minhajul Abidin, Imam al-Ghazali menyebut godaan dengan aqabah awaiq atau tahapan penghalang (godaan). Imam al-Ghazali menuturkan ada banyak cara untuk menghindari godaan dalam beirbadah, seperti; zuhud, uzlah, tawadhu‟, dan mengingat kematian.

4. Rintangan

Rintangan memang membuat ahli ibadah sering bimbang. Namun, ahli ibadah harus mampu menahannya. Dalam kitab ini, Imam al-Ghazali menuturkan empat macam rintangan:

a. Rezeki dan tuntutan hawa nafsu.

(43)

29

sesuatu sesuai kemampuan dan kekuatannya. Tidak sembrono dengan ceroboh begitu saja. Allah berfirman dalam Q.S al-furqon ayat 58, yang berbunyi:

ََٛرَٚ

ِِٗث َٝفَوَٚ ِِٖذَّْذِث ْخِّجَسَٚ ُدَُّٛ٠ لا ِٞزٌَّا َِّٟذٌْا ٍََٝع ًَّْو

اًش١ِجَخ ِِٖدبَجِع ِةُُٛٔزِث

Artinya: “Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya”(Departemen Agama RI, 2002: 365).

b. Ikhlas menerima takdir Allah SWT

Orang yang ragu-ragu dan tidak ikhlas dalam menerima takdir Allah SWT, mengadu kesana kemari, berarti mengadukan Allah, Tuhan yang Maha Mulia. Seperti halnya orang-orang jahilyah terdahulu. Bila ada orang mati, orang-orang dikumpulkan agar menangis bersama demi mendapatkan upah. Ikhlas menerima takdir sama halnya tidak mengeluh dengan takdir (al-Ghazali: 2009: 221). Jikalau yang kita terima takdir kejahatan dan

kem‟siyatan, maka yang harus kita terima kepastian-Nya bukan

kema‟siyatan ataupun kejahatan tersebut.

5. Tahapan kelima yaitu pendorong

Maka ketika seorang ahli ibadah sudah tidak ada lagi godaan dan rintangan, selanjutnya adalah pendorong. Pendorong hamba untuk taat dalam beribadah kepada Allah adalah takut kepada Allah karena takut

(44)

30

sombong atas ketaatannya, pendorong ada dua macam yaitu pendorong dalam ketaatan dan pendorong dalam keburukan yaitu nafsu dan syaitan. 6. Celaan

Dalam tahap ini, Imam al-Ghazali bahwa jika ibadah sudah lurus, wajib membedkan mana yang lebih baik dan mana yang kurang baik, serta membuang sesuatu yang sekiranya dapat merusak dan merugikan ibadah. Wajib memegang erat ikhlas dalam hati agar terhindar dari celaan. Beberapa celaan dari seseorang yang sudah mampu baik beribadah yaitu

riya‟ dan ujub.

7. Tahapan yang terakhir yaitu bersyukur kepada Allah

Setelah berhasil melewati enam tahapan dalam beribadah, maka sampailah pada tahap yang terakhir yaitu bersyukur. Bersyukur memuji

Allah atas ni‟mat dan karunia yang tak terhingga. Seorang ahli ibadah

harus bersyukur karena dua alasan:

a. Agar kekal keni‟matan yang besar tersebut karena jika tidak disyukuri akan hilang

b. Agar ni‟mat yang didapatkan bertambah. Terus menerus bersyukur

(45)

31 BAB III

KONSEP IKHLAS DALAM KITAB MINHAJUL ABIDIN KARYA IMAM AL-GHAZALI DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN IBADAH

A. Pengertian Konsep Ikhlas 1. Pengertian Konsep

Konsep artinya rancangan, idea, gagasan yang diabstrakkan dari peristiwa konkret, gambaran mental dari obyek, proses ataupun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989: 456). Menurut dahar konsep adalah abstraksi-abstraksi berdasarkan pengalaman, karena itu tidak ada dua orang yang mempunyai pengalaman yang sama(1988: 97).

2. Pengertian Ikhlas

Pengertian ikhlas secara bahasa adalah berasal dari bahasa arab kholasho yang berarti: murni/bersih dan terbebas dari segala sesuatu yang

mencampuri dan mengotorinya. Adapun ikhlas menurut istilah: ada beberapa macam pengertian ikhlas menurut tokoh Islam yaitu antara lain:

Menurut Harun Yahya “Memurnikan perintah Allah tanpa mempertimbangkan balasan apapun”, Menurut Seikh Muhammad bin

(46)

32

keridhoan-Nya”. Menurut Muhammad Ruhan Sanusi (2010: 194), secara etimologis, kata ikhlas merupakan bentuk mashdar dari kata akhlasa yang berasal dari akar kata khalasha.

Ikhlas adalah menyaring sesuatu sampai tidak lagi tercampuri. kalimatul ikhlas adalah kalimat tauhid yaitu laailaaha illallah. Surah dalam al-Qur‟an, yang terselip makna ikhlas adalah surat al-Ikhlas yaitu yang disebut-sebut surat Tauhid. Dari penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa makna ikhlas. Secara bahasa adalah suci (ash-shafa‟), bersih (an-naqi), dan tauhid. Adapun ikhlas dalam syariat Islam adalah sucinya niat, bersihnya hati dari syirik dan riya serta hanya menginginkan ridha Allah semata dalam segala kepercayaan, perkataan dan perbuataan (Farits, 2006: 15)

B. Konsep Ikhlas dalam Kitab Minhajul Abidin

Beberapa konsep ikhlas yang tercantum dalam kitab Minhajul Abidin karya Imam al-Ghazali, yaitu:

1. Dalam kitab Minhajul Abidin halaman 57, Imam al-Ghazali menuturkan bahwa:

بًطَلا ْخِا ِْٗ١ٌَِا ْضٍِْخَا َْٞا ًلاْ١ِزْجَر ِْٗ١ٌَِا ًَّْزَجَرَٚ :ٌَٝبَعَر َيبَل

Artinya:”Dan Ikhlaslah kamu dengan ikhlas yang sebenar-benarnya”

maksutnya mampulah untuk ikhlas taat kepada Allah yang

(47)

33

Imam al-Ghazali menekankan bahwa keikhlasan yang dilakukan seorang hamba haruslah ikhlas yang nyata. Bukan hanya

ikhlas yang dalam perkataannya saja. Misal;”aku ikhlas beribadah kepada Allah” namun pada kenyataan dalam hatinya masih

mengharapkan pujian orang lain, masih merasa kesal karena beribadah. Sesungguhnya bukanlah hal tersebut ikhlas yang nyata. Ikhlas yang nyata diwujudkan dengan beribadah yang istiqomah, berusaha dengan sepenuh hati untuk taat kepada Allah. taat dengan keikhlasan yang sebenarnya karena mencintai Allah dan mengagungkan-Nya.

2. Dalam kitab Minhajul Abidin halaman 56, Imam al-Ghazali mengatakan bahwa ikhlas salah satu bentuk ibadah yang samar atau ibadah batin, yang berbunyi:

ًُِّوََّٛزٌا َِِٓ بٍَََّْٙعَر َْْا ُتِجَ٠ ِتٍَْمٌْا ِٝعبَسَِ َِٟ٘ ِٝزٌَّا ِخَِٕؽبَجٌْا ِداَدبَجِع

اَٚ ِخَثَّْٛزٌاَٚ ِشْجَّظٌاَٚبَػِّشٌاَٚ ِغْ١ْفَّزٌاٚ

ِصَلاْخِ ْلا

Artinya:”Ibadah yang samar yaitu lakunya hati yang seorang hamba wajib mengerti seperti tawakkal, tafwid, ridho, sabar, taubat, dan

ikhlas

(48)

34

atas. Imam al-Ghazali terkenal sebagai ulama yang kerap mengarahkan hasil pemikiran beliau melalui ilmu batin, tidak berdasarkan pengetahuan umum. Dari kesekian kitab yang beliau hasilkan, beliau telah banyak merangkum mengenai akhlak yang baik dan meneliti tentang hati. Ikhlas memang muncul dari hati.

Dalam kitab Minhajul Abidin, dituturkan bagaimana meniti jalan menuju kebahagiaan ibadah, bukan berisi tentang teori-teori seperti dalam ilmu fiqih. Ikhlas yang muncul dari hati ketika menjalankan ibadah merupakan kesatuan yang kuat. Karena ibadah tanpa keikhlasan ibarat anggota tubuh yang tidak mempunyai jiwa. Padahal jiwa penting bagi tubuh, jiwa merupakan pemicu hidupnya tubuh. Ikhlas dalam beribadah menjadi tolok ukurnya ibadah diterima atau tidak.

3. Di tuturkan pula oleh Imam al-Ghazali dalam halaman tujuh puluh satu (71), bahwa ikhlas beramal karena Allah SWT.

ٌَُٗ ًََِّعٌا ُص َلاْخِ ْلاَا

Artinya: “Ikhlas beramal karena Alloh”( al-Ghazali, terj. Masyruh, 71: tt)

Kata ُٖ pada kalimat di atas merujuk pada Allah SWT, rujuk tersebut terdapat dari kalimat-kalimat sebelumnya.

(49)

35

Ahli Ibadah, beliau adalah Abul Hiyaldh menjelaskan bahwa ikhlas

berarti meninggalkan sifat riya‟ dalam beramal dan beribadah. Menurutnya, Riya‟ adalah perbuatan yang tidak ikhlas, pura-pura,

beribadah hanya karena ingin dipuji orang lain(Minhajul Abidin, terj. Abul Hiyaldh, 2009: 24). Berdasarkan kalimat penerjemah Minhajul Abidin, beramal disandingkan dengan beribadah. Itu bertanda bahwa pekerjaan yang dilakukan secara kontinue harus dilakukan dengan ikhlas. Jika timbul rasa riya‟ maka yang dilakukan sia-sia.

4. Imam al-Ghazali mengatakan pula mengenai ikhlas yaitu dalam halaman tiga puluh dua (32) dalam bagian muqaddimah kitabnya tersebut

ِخٌَِّّْٕا ِشْوِرَٚ ِص َلاْخِ ْلابِث َبِٙعْطَل ٌَِٝا َجَبَزْدبَف

Artinya:”Maka seorang hamba tersebut harus melewati

godaan dengan menjaga kemurnian dalam menjalankan ibadahnya.

Ia harus ikhlas dan dzikrul minnah”.

Makna بَ٘ dalam kalimat tersebut adalah tahapan godaan Sebagai seorang hamba Allah yang Mukhlis (orang yang ikhlas), seorang hamba memberanikan diri untuk menghadapi godaan. Godaan yang dimaksudkan Imam al-Ghazali ada empat (4) macam. Yaitu:

(50)

36

Artinya:”dan sungguh-sungguh aku(Imam al-Ghazali)sudah mengatakan bahwa godaan ada empat yang pertama dunia dan

seisinya, yang kedua makhluk, yang ketiga syaithon, dan yang

keempat hawa nafsu”.(al-Ghazali, tt: 141)

Imam al-Ghazali menjelaskan panjang lebar mengenai empat godaan tersebut. Yang intinya bahwa godaan tersebut ada disekeliling seorang hamba. Datangnya godaan akan semakin kuat jika iman yang dimiliki semakin kuat. Maka dari itu, diperlukan hati yang ikhlas dalam menahan godaan dalam beramal dan beribadah. 5. Imam al-Ghazali mengatakan dalam jilid V halaman sembilan ratus

delapan puluh lima sampai sembilan ratus delapan puluh enam (985-986), yaitu:

ِداَسِّذَىٌُّْا َِِٓ ِيبَّْعَ ْلاا ُخَ١ِفْظَر ُص َلاْخِ ْلاَا

Artinya:”Ikhlas adalah membersihkan amalan dari sesuatu yang

mengeruhkan amal”

Imam al-Ghazali mengatakan bahwa yang mengeruhkan amal atau yang menodai ikhlas adalah sifat nifaq.

ِالله َُْْٚد بَِ ٌَِٝا ُةُّشَمَّزٌا ََُٛ٘ٚ ,ُقبفٌِّٕا ِص َلاْخِ ْلاا َزَ٘ ُّذِػَٚ

Artinya: “lawan dari ikhlas adalah nifaq, nifaq yaitu bermuroqqobah selain kepada Allah.”(al-Ghazali, tt: 978)

(51)

37

namun berdekatan niat dan tujuan yang berarti dalam kata lain tidak menyekutukan Allah SWT. Ikhlas tidak akan mampu diraih jika hati seorang hamba masih terpaut dengan selain Allah SWT. ibarat saat seseorang akan masuk gua, gua tersebut tertutupi dengan batu yang telah bergeser, maka tidak akan bisa memasukinya. Begitu pula dengan hati, jika nifaq sudah menghalangi hatinya, maka ikhlas tidak akan mampu dilakukan oleh hati.

6. Ikhlas dijelaskan pula oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin halaman sembilan ratus delapan puluh satu (981):

بٍَُِّٙو ِظُْٛظُذٌْا ُْبَ١ْسَِٔٚ ِخَجَلاَشٌُّْا َُاََٚد ُص َلاْخِ ْلاَا

Artinya:”Ikhlas itu membiasakan diri untuk ber-muraqqabah kepada Allah SWT, serta melupakan kepentingan pribadinya”(al-Ghazali, tt: 981)

Seperti yang telah dijelaskan di nomer lima bahwa ikhlas berlawanan dengan nifaq. Dan dalam kalimat pengertian ikhlas, Imam al-Ghazali mengatakan bahwa seorang hamba membiasakan diri untuk bermuraqqabah dengan Allah SWT. dengan melupakan kepentingan pribadi.

Melupakan kepentingan pribadi yang dimaksudkan untuk menyerahkan segala urusan dan keperluan hidupnya kepada Allah.

setelah berusaha dan berdo‟a yang diniatkan beribadah kepada Allah,

(52)

38

berada. Kepentingan-kepentingan pribadi yang berwujud duniawi dan kepentingan yang tidak bersangkutan dengan akhirat, bagi Allah sangatlah mudah untuk mengaturnya. Takdir Allah lebih indah dibanding keinginan hamba yang belum tentu baik untuk sekarang maupun di kehidupan selanjutnya.

7. Dalam tahapan yang kedua yaitu tahapan taubat halaman delapan puluh (80), yaitu:

ٍُِِْعٌْا ِتٍََؽ ِْٟف ِص َلاْخِ ْلاَا

Artinya:”Ikhlas dalam menuntut ilmu”(al-Ghazali, tt, 80)

Menuntut ilmu merupakan bekal yang utama untuk menjalankan ibadah yang baik. Imam al-Ghazali berkata dalam kitab Minhajul Abidin halaman 50, yaitu:

ِحَدبَجِعٌْبِث ُّشُؼَ٠ َلا بُجٍََؽ ٍَُِْعٌْااَزَ٘ ُْٛجٍُْؽُا

بًجٍََؽ َحَدبَجِعٌْا ِِٖزَ٘ اُُٛجٍُْؽاَٚ

ٍُِِْعٌْ بِث ُّشُؼَ٠ َلا

Artinya:” Tuntutlah ilmu tanpa melalaikan ibadah dan

beribadahlah dengan tidak lupa menuntut ilmu.”(al-Ghazali, tt: 50)

(53)

39

Tidaklah pantas bagi penuntut ilmu bersifat angkuh. Karena menuntut ilmu digunakan untuk menyempurnakan ibadah kepada Allah dan akhlaqul kariimah. Ahli ibadah tidak boleh melupakan diri untuk selalu menuntut ilmu karena ibadah yang dilakukan harus sesuai

syari‟at dan tuntunan Rasulullah, bagi ahli ilmu, ilmu yang sudah

(54)

40

C. Manfaat Ikhlas dalam Kitab Minhajul Abidin

Manfaat ikhlas telah Imam al-Ghazali sampaikan dalam kitab Minhajul Abidin jilid lima (5) halaman sembilan ratus dua puluh lima (925), yang berbunyi:

ٌَٝبَعَر الله َِِٓ ِيُٛجَمٌْا ُْٓسُد ََِٟ٘ٚ ,ِحَدِءبَفٌْا َِِٓ ٍِِْٗعِف ِٝف بٌَِّ بَُُّ٘ذَدَا

َع ِةاَّٛثٌاُصَْٛفَٚ

بًؼْعَث َْٚاًّلاُو ِةََّٛثٌا َتِ٘اَر اًدُْٚدْشَِ ُُْْٛىَزَف َّلاِاَٚ ,ِْٗ١ٍَ

Artinya:”Salah satu faidah (manfaat) ikhlas yaitu diterimanya amal dari Allah SWT dan bisa mendapat ganjaran ikhlas. Jika tidak, tentu akan di

tolak amalnya, hilang pahala sebagian atau seluruhnya”.(al-Ghazali, tt,

925)

Baik untuk sekarang dan kemudian hari, ikhlas pasti ada manfaatnya. Manfaat yang sekarang yaitu hati menjadi mantap, tidak bimbang, dan jika sudah ikhlas, kesusahan yang tidak bermanfaat akan berkurang. Sedangkan manfaat ikhlas untuk kemudian hari yaitu mendapatkan pahala dan keridhaan Allah SWT. Allah SWt berfirman dalam al-Qur‟an Surat al-Bayyinah ayat 8, yang berbunyi:

(55)

41 D. Macam-Macam Ikhlas

Imam al-ghazali, dalam kitab Minhajul Abidin, menuturkan beberapa macam-macam ikhlas, yaitu:

1. Macam ikhlas yang pertama ada dalam kitab Minhajul Abidin jilid V, pada halaman sembilan ratus tujuh puluh delapan (978) yaitu:

ٌْا ُص َلاْخِا

ًََِّع

Ikhlas dalam Beramal”(al-Ghazali, tt: 978)

Ikhlas dalam beramal menurut Imam al-Ghazali, yaitu:

ُخَثَبجِاَٚ ِِٖشَِْا ُُْ١ِظْعَرَٚ ًََّجََّٚضَع الله ٌَِٝا ِةُّشَمَّزٌا ََُٛٙف ًََِّعٌْا ُص َلاْخِا بََِّبَف

ِِٗرَْٛعَد

“Ikhlas dalam beramal adalah niat taqarrub kepada Allah SWT, dan

niat mengagungkan perintah perintah-Nya, serta niat melaksanakan

seruan Allah SWT”.

ُخْ١ِذَّظٌا ُدبَمِزْعِا ِْٗ١ٍََع ُثِعبَجٌْاَٚ

“Yang mendorong semua itu adalah ijtihad dan bersungguh

-sungguh”.(al-Ghazali, tt: 978)

Ikhlas dalam beramal adalah mengusahakan sepenuhnya bahwa amal itu untuk beribadah. Imam al-Ghazali mengatakan,

“Sesungguhnya setiap amal yang ihtimal dapat ditujukan kepada

selain Allah dari ibadah-ibadah asli, yang disana ikhlas amalannya.” Jadi, ibadah batin sebagian besar terjadi dari ikhlasul amal.

(56)

42 a. Bagian yang pertama

ُخَّ١ٍِْط ْلااُحَشِ٘ بَّظٌا ُحَدبَجِعٌْا ََُٛ٘ٚ بًعْ١َِّج ِْبَط َلاْخِ ْلاا ِْٗ١ِف ُعَمَ٠ ُُْسِل

Artinya:”Bagian yang terdapat ikhlas secara bersamaan. Yakni, ikhlas beribadah kepada Allah dan ikhlas dalam memohon

pahala akhirat, yaitu ibadah lahir.”(al-Ghazali, tt: 986)

Contohnya: ketika seseorang bersedekah yaitu menyisihkan sebagian harta yang Allah titipkan kepadanya kepada orang lain

dengan perasaan apa adanya tanpa berniat riya‟, pamer, atau

sombong lebih-lebih dilakukannya tidak didepan umum, benar-benar ingin mendapat kemanfaatan akhirat atas hal yang ia lakukan.

b. Bagian yang kedua

ُخَّ١ٍِْطَ ْلااا ُخَْٕ١ِؽبَجٌْا ُحَدبَجِعٌْاََُٛ٘ٚ بَُِِّْٕٙ ٌءَْٟش ِْٗ١ِف ُعَمَ٠ َلا ٌُْسِلَٚ

Artinya:”Bagian yang tidak terdapat sama sekali keduanya, yakni ibadah batin. sebab, dalam hal ini hanyalah

Allah yang mengetahuinya.” (al-Ghazali, tt: 986)

Sehingga tidak terdapat sifat riya‟. Misalnya: seseorang hamba yang melakukan ibadah shalat malam. Yang ia lakukan sendirian dengan berniat taqarrub (mendekat) dengan Allah tanpa penghalang, ia berdo‟a dengan sepenuh hati, bercengkerama mesra dengan Allah dengan hati.

(57)

43

ََُٛ٘ٚ ًََِّعٌْا ِص َلاْخِا َُْْٚد ِشْجَ ْلاا ِتٍََؽ ُصَلاْخِا ِْٗ١ِف ُعَمَ٠ ٌُْسِلَٚ

ِحَّذُعٌٍِْ ُحَرُْٛخْءبٌَّْا ُدبَدبَجٌُّْا

Artinya:”Bagian yang hanya mengharapkan sebagian pahala akhirat. Yakni, mengikhlaskan amalan yag mubah” (al-Ghazali, tt: 986)

Contoh: amalan yang mubah semisal makan, Sehingga jika menginginkan pahala dari amalan yang mubah ini adalah dengan jalan mengikhlaskan (berniat) bahwa makan hanyalah sebagai bekal guna berkhidmat kepada Allah. Sehingga makannya itu akan mendapatkan pahala.

Ikhlas dalam beramal harus bersamaan dengan saat mengerjakannya. Dengan demikian, sejak awal hingga berakhirnya harus ikhlas. Ulama lain berpendapat, bahwa ibadah wajib dapat menegakkan sifat ikhlas hingga maut menjemputnya. Misalnya, seseorang merasa ketika mengerjakan shalat tidak disertai ikhlas, kemudian ia

memohon, “Ya Allah, shalatku kemarin tidak aku kerjakan

dengan ikhlas, oleh sebab itu aku bertobat, dan shalatku hari ini hanyalah karena-Mu.”

(58)

44

ia tidak ikhlas mengerjakannya maka Allah akan menagih haknya kepada orang yang memaksakan diri mengerjakan ibadah sunah tersebut.

Sesungguhnya dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Ada yang berpendapat, bahwa dalam mengerjakan setiap ibadah harus ikhlas. Ada pula yang berpendapat, bahwa ikhlas hanya untuk sejumlah ibadah. Misal, ketika mengerjakan shalat, harus berniat karena Allah, sedang lainnya, seperti ruku, sujud dan lainnya, sudah terkurung dalam niat tadi. Selanjutnya mengenai ibadah dan amalan yang mempunyai rukun dan bersifat wajib, seperti shalat, wudhu, maka cukup hanya satu dengan ikhlas. Karena semuanya saling berkait, tidak bisa dipisahkan. Sehingga, jika salah satu rusak, rusaklah semua.

2. Ikhlas dalam Memohon Pahala Allah SWT

Macam ikhlas yang kedua, Imam al-Ghazali tuliskan dalam kitab Minhajul Abidin jilid V halaman sembilan ratus tujuh puluh sembilan (979), yaitu:

ََِّاَٚ

ِشْ١َخٌْا ًََِّعِث ِحَشِخَلاْا ِعْفَٔ ُحَداَسِا ََُٛٙف ِشْجَلاْا ِتٍََؽ ِٝف ُصَلاْخٌِا ب

Artinya:”Yang dimaksud ikhlas dalam memohon pahala

adalah bermaksud mencari kemanfaatan akhirat dengan amal baik.”

(59)

45

َْلاا ِعْفَٔ ُحَداَسِا َُِّٗٔا

ُثْ١َذِث ُُٖشْ١َخ ِْٗ١ٍََع ُسَّزَعَزَ٠ اًّدَس َّدَشُ٠ ٌَُْ ٍشْ١َخِث ِحَشِخ

ُخَعَفٌَّْْٕا َهٍِْر ِِٗث َٝجْشُر

Artinya:”ikhlas mencari pahala yaitu mengharapkan manfaat akhirat dengan amal yang bagus, yang tidak ditolak dengan

penolakan yang benar-benar meragukan, orang ikhlas yang bagus

amalnya berharap manfaat dari amal tersebut”(al-Ghazali, tt: 979)

Dan ini tidak ditolak oleh Allah tetapi sekiranya tidak mendapatkan kebaikan, kemudian dengan amalnya mengharap mendapatkan manfaat akhirat, maka syarat-syaratnya sebagaimana telah imam al-Ghazali terangkan. Adapun ikhlas dalam memohon pahala tidak terjadi dalam ibadat batin ini. Sebab, dalam hal ini tidak

bisa dicampuri riya‟, karena ibadat batin hanya Allah yang

(60)

46

E. Pendidikan Ibadah dalam Kitab Minhajul Abidin

Telah diketahui bahwa kitab Minhajul Abidin karya Imam al-Ghazali merupakan kitab tasawuf yang khususnya membahas mengenai ibadah. Maka, lingkup ibadah tercantum dalam kitab tersebut. Walaupun tidak secara khusus seperti dalam pembelajaran agama Islam maupun ilmu fiqih, namun Imam al-Ghazali menuturkan beberapa tentang ibadah berdasarkan ilmu tasawuf bukan berdasar pengetahuan yang bersifat umum.

Beberapa pengertian ibadah menurut Imam al-Ghazali:

1. Dalam kitab Minhajul Abidin bagian pembukaan halaman lima (5), yaitu:

ِعٌْا ُحَشَّْث َحَدبَجِعٌْا ََّْا

ِءبَ١ٌَِْٚ ْلاا ُخَع بَؼِثَٚ ِءبَ٠ِْٛل ْلاا ِذْ١ِجَعٌْا ًُِطبَدَٚ ِشُّْعٌْا ُحَدِءبَفَٚ ٍُِْ

ُخَفْشِدَٚ َِاَشَىٌْا ُسبَعِشَٚ ِخٌَِّّْٙا َِٜٚر ُذِظْمََِٚ ِحَّضِعَ ْلاا ُخَّْظِل َٚ ِءبَ١ِمْرَ ْلاا ُكْ٠ِشَؽَٚ

ِسبَظْثَ ْلاا ٌُِٝٚا ُسبَ١ِزْخاَٚ ِيبَجِّشٌا

Artinya:”Sesungguhnya Ibadah adalah buahnya ilmu, manfaat hidup di dunia, dan keuntungannya para hamba yang kuat-kuat, dagangan para

kekasih Allah, menjadi jalan yang menunjukkan hidupnya orang yang takut

pada Allah, dan menjadi bagian orang-orang yang mulia, menjadi tujuan

orang-orang yang mempunyai cita-cita luhur, dan menjadi tanda-tanda

orang yang yang mulia, menjadi pekerjaan orang yang sempurna, dan

menjadi pilihan orang yang berhati-hati” (al-Ghazali, tt: 5)

2. Pengertian ibadah yang kedua dalam halaman lima kitab Minhajul Abidin

ِخََّٕجٌْا ُجبَِِْٕٙٚ ِحَدبَعَّسٌا ًُْ١شجَس ََِٟ٘ٚ

Artinya:”Ibadah merupakan jalan pahala dan juga merupakan jalan

(61)

47

Telah dituturkan secara jelas oleh Imam al-Ghazali bahwa ibadah

merupakan hasil dari menuntut ilmu. Ilmu dan ma‟rifat merupakan tahapan

pertama yang harus dilalui seorang ahli ibadah. Tahapan ini amat penting karena untuk menjalankan ibadah dengan benar, perlu mempelajari ilmunya. Ibadah merupakan keuntungan atau kebahagiaan seseorang hamba yang kuat, kuat dalam menahan godaan, menahan celaan, dan siap melaksanakan perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya. Ibadah merupakan jalan bagi hamba Allah yang mengabdikan seluruh hidup untuk Allah, para ahli ibadah takut kepada Allah dalam semua situasi, waspada dan hati-hati dalam menjalani hidup.

Pendidikan dalam arti umum dan sederhana menurut Djumransjah adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebupotensian(Djumransjah, 2004: 22). Pengertian ibadah menurut beberapa ahli, sebagai berikut:

(62)

48

b. Menurut Syekh „Izzuddin Buleiq memberikan pengertian ibadah yaitu taat kepada Allah yang maha gagah dan maha agung dalam keadaan apa saja yang Ia perintahkan, dan taat dalam meninggalkan apa saja yang Dia larang.

Jadi, Pendidikan ibadah menurut penulis yaitu usaha yang dilakukan oleh manusia melalui interaksi pendidik dan peserta didik untuk mewujudkan hakikat utama manusia sebagai hamba yang mendapat ridho-Nya dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Menurut Endang Syaifuddin Anshari dalam bukunya Wawasan Islam, ibadah itu ada dua macam, yaitu ibadah mahdah dalam arti khusus dan ibadah ghoiru mahdah dalam arti luas. Ibadah dalam arti khusus, yaitu tata cara dan

ucapannya telah ditentukan secara terperinci dalam al-Qur‟an dan hadits Rasul. Adapun bentuknya seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Sedangkan ibadah dalam arti luas, yaitu sikap, gerak-gerik dan tingkah laku atau perbuatan yang mempunyai tiga tanda, yaitu:

a. Niat yang ikhlas sebagai titik tolak b. Keridhaan Allah sebagai titik tuju

c. Amal shaleh sebagai garis amalan (Anshari, 1986 :28)

(63)

49

(64)

50 BAB IV

ANALISIS KONSEP IKHLAS DALAM KITAB MINHAJUL ABIDIN

DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN IBADAH

A. Analisis Konsep Ikhlas dalam Kitab Minhajul Abidin Karya Imam al-Ghazali

Imam al-Ghazali merupakan seorang ulama yang produktif dalam menulis. Selain itu beliau juga dapat dikatakan sebagai pemikir kompleks di zamannya. Bukan sekedar pemikir spesialis karena ia mampu melahirkan pemikiran dan karya yang cukup variatif. Berkat luasnya wawasan dan kecerdasan intelektualnya, beliau juga menuangkan ide-ide tentang pendidikan yang tertuang dalam kitab ayyuhal walad.

(65)

51

Imam al-Ghazali memang lebih condong dalam ilmu tasawuf. Beliau mengupas banyak mengenainya. Bahasa yang halus terangkum dalam kitab-kitab yang beliau hasilkan. Akhlak lahir maupun batin serta hubungan kepada manusia maupun kepada Allah SWT selalu beliau utamakan. Seperti wasiat beliau kepada salah satu muridnya agar berpegang teguh pada keikhlasan. Wasiat ini beliau sampaikan hingga beliau wafat. Dapat diartikan bahwa Imam al-Ghazali mendahulukan dalam segala hal agar keikhlasan selalu dijaga.

Konsep ikhlas dalam kitab Minhajul Abidin merupakan niat sepenuhnya menjalankan karena ibadah kepada Allah SWT. Ikhlas yang dimaksudkan adalah sebagai bentuk pengabdian seorang hamba yang melaksanakan perintah dan kewajiban dari-Nya. Kitab Minhajul Abidin yang terdiri dari tujuh bab yang berisi tahapan-tahapan seorang hamba, dari tujuh bab tersebut, yang menyinggung mengenai ikhlas berada dalam bab muqaddimah, bab dua (tahapan taubat), bab lima (tahapan rintangan), bab enam (tahapan celaan), dan bab tujuh (tahapan bersyukur kepada Allah). Adapun konsep ikhlas yang dapat diringkas dalam bentuk tabel seperti dibawah ini:

No. Bab/Tahapan Konsep Ikhlas yang Tercantum 1. Bab

I/Muqaddimah (pembukaan)

ِخٌَِّّْٕا ِشْوِرَٚ ِص َلاْخِ ْلابِث َبِٙعْطَل ٌَِٝا َجَبَزْدبَف

Artinya:”Maka seorang hamba tersebut

(66)

52

kemurnian dalam menjalankan ibadahnya.

Ia harus ikhlas dan dzikrul minnah”.

2. Bab I (tahapan

Artinya: :”Ibadah yang samar yaitu lakunya hati yang seorang hamba wajib mengerti seperti tawakkal, tafwid,

ridho, sabar, taubat, dan ikhlas

3. Bab I (tahapan ilmu dan

ma‟rifat

halaman 71

ٌَُٗ ًََِّعٌا ُص َلاْخِ ْلاَا

Artinya: “Ikhlas beramal karena Alloh”

5. Bab V

(tahapan celaan)

ِداَسِّذَىٌُّْا َِِٓ ِيبَّْعَ ْلاا ُخَ١ِفْظَر ُص َلاْخِ ْلاَا

Artinya:”Ikhlas adalah membersihkan amalan dari

sesuatu yang mengeruhkan amal”

Artinya:”Maka seorang hamba tersebut harus melewati

godaan dengan menjaga kemurnian dalam menjalankan

(67)

53

Artinya:”Ikhlas itu membiasakan diri untuk ber-muraqqabah kepada Allah SWT, serta melupakan

kepentingan pribadinya”

Artinya:”Ikhlas dalam menuntut ilmu”

Dari beberapa ikhlas yang di paparkan oleh Imam al-Ghazali, maka menurut penulis, dalam kitab Minhajul Abidin ditemukan tiga konsep ikhlas yaitu Hubungan antara hamba dan Allah SWT dan hubungan antara sesama makhluk Allah, dan hungan diri sendiri dengan Allah SWT. Dalam ketiga konsep tersebut muncullah keikhlasan yang harus diterapkan menurut beberapa pendapat Imam al-Ghazali.

Beberapa analisis mengenai konsep ikhlas dalam kitab Minhajul Abidin karya Imam al-Ghazali:

(68)

54

a. Ikhlas taat kepada Allah SWT (dengan menerima takdir dan tidak menentang perintah-Nya)

Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk taat dan patuh dengan apa yang Allah perintahkan. Allah SWT memerintah hamba-Nya bukan berrati menyusahkan. Allah memberi perintah agar hamba-Nya berada dalam jalan yang benar. Perintah yang Allah berikan untuk ikhlas dilakukan dan ditaati. Allah mencintai hamba-Nya yang bertaqwa kepada Allah tanpa dihalangi sifat-sifat batin yang buruk semisal sombong tidak mau taat kepada Allah.

Allah SWT mencintai hamba yang mau mengambil hikmah dalam setiap peristiwa yang dilalui. Dengan keyakinan dan keikhlasan menerima bahwa takdir dari Allah SWT adalah yang terbaik walau tidak sesuai dengan harapan hamba-Nya. Allah SWT menakdirkan kepada hamba memang tidak selalu sama dengan harapannya, namun pemberian Allah SWT menjadi ukuran yang pas dengan kemampuan dan kebutuhan hamba. Sebagai makhluk Allah yang berkualitas, manusia harus kuat, tahan, dan tabah menerima semua cobaan yang Allah takdirkan.

Referensi

Dokumen terkait

Maka tingkat persentase persetujuan responden terhadap item angket Post Test nomor 1 yaitu 239/260 x 100% = 92% dan termasuk kategori Sangat Tinggi.. Persentase item pernyataan nomor

Karena menghemat membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka tentunya nilai perusahaan ( value of the firm ) yang menggunakan hutang

Berbeda dari CPracR, GMM sendiri berbicara mengenai etika yang berusaha memberi pendasaran pada metafisika moral, yaitu semacam garis besar prinsip-prinsip murni

Penelitian ini mengukur jumlah gas rumah kaca dari perkebunan kakao dan menguraikan stok (cadangan) karbon dari perkebunan, yaitu jumlah karbon yang tersimpan dalam tanah,

Populasi dari spesies r memiliki kecenderungan untuk meningkatkan ukuran mereka secara eksponensial pada saat tidak terdapat pembatasan oleh faktor lingkungan.. Populasi

Hal ini disebabkan karena bahan pencampur yaitu sekam padi yang digunakan dalam pembuatan filter tembikar dapat memperbesar pori-pori filter sehingga memperbesar

Virus mosaik bergaris tebu (Sugarcane Streak Mosaic Virus) merupakan salah satu penyakit penting yang menyebabkan mosaik pada tanaman tebu yang umumnya menyebar

Perhatian khusus pada kepuasan konsumen sehingga dapat menjadi pelanggan jasa perhotelan yang di tawarkan oleh perusahaan perhotelan, sesuai dengan prinsip