• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini hampir semua negara di dunia sedang menghadapi krisis ekonomi global, imbas dari krisis ekonomi global adalah menurunnya pertumbuhan ekonomi dunia. Dunia usaha mengalami kesulitan keuangan sehingga perlu memikirkan bagaimana cara untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Namun, banyak hambatan yang dialami oleh dunia usaha tersebut termasuk masalah pendanaan. Banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan akibat ketidakmampuan memprediksi berapa jumlah batas maksimum hutang yang memberikan manfaat bagi perusahaan dan tidak memicu timbulnya biaya financial distress (Lim, 2010).

Selain hal tersebut, kondisi ekonomi global yang semakin maju, menimbulkan persaingan usaha yang sangat ketat. Hal ini mendorong manajer perusahaan untuk meningkatkan produktivitas kegiatan produksi, pemasaran dan strategi perusahaan. Kegiatan tersebut berkaitan dengan usaha perusahaan dalam memaksimalkan keuntungan. Selain itu, manajemen perusahaan juga harus memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham (shareholder). Dalam memenuhi tujuan tersebut, maka diperlukan pengambilan keputusan yang tepat baik keputusan investasi, keputusan pendanaan, maupun keputusan dividen.

Salah satu keputusan penting yang dihadapi manajer keuangan dalam kaitannya dengan kegiatan operasi perusahaan adalah keputusan pendanaan. Keputusan pendanaan yang baik dari suatu perusahaan dapat dilihat dari struktur modal, yaitu keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi hutang.Permasalahan ekonomi global tersebut menyatakan bahwa betapa pentingnya keputusan pendanaan. Perusahaan perlu mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi struktur pendanaan perusahaan.

(2)

Setelah mengetahui faktor-faktor tersebut diharapkan manajemen perusahaan dapat menentukan dasar pertimbangan untuk menentukan tingkat pendanaan yang paling optimal bagi perusahaan tersebut agar mampu menaikkan nilai dan daya saing perusahaan. Struktur modal memiliki peran penting bagi perusahaan secara keseluruhan, karena dengan struktur modal, perusahaan dapat menilai kinerja perusahaan dan mampu mengambil keputusan untuk mengembangkan usahanya. Struktur modal perusahaan terdiri dari dua sisi, yaitu sisi hutang (liabilitas) dan sisi modal sendiri (ekuitas). Sisi hutang (liabilitas) merupakan sumber pendanaan perusahaan yang berasal dari pihak eksternal berupa pinjaman. Sedangkan sisi modal sendiri (ekuitas) merupakan sumber pendanaan perusahaan yang berasal dari pihak internal perusahaan. Bagi sebagian besar perusahaan, sumber pendanaan dari modal sendiri seringkali dirasa kurang. Hutang, karena sifatnya tidak permanen dan lebih murah untuk diadakan, seringkali menjadi bagian penting dalam struktur modal perusahaan. Walaupun demikian kreditor tidak selalu mau meminjamkan uangnya, terutama jika resiko kredit perusahaan tinggi.

Keputusan pendanaan merupakan keputusan mengenai seberapa besar tingkat penggunaan utang dibanding dengan ekuitas dalam membiayai investasi perusahaan. Dana yang tersedia pada struktur permodalan tersebut akan digunakan untuk mendanai investasi perusahaan atas berbagai macam jenis pilihan investasi yang tersedia

1.2 Batasan Masalah

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal antara lain profitabilitas, likuiditas, struktur aktiva, pertumbuhan penjualan, resiko bisnis, ukuran perusahaan dan lain sebagainya. Namun, terdapat perbedaan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal antara lain: pertumbuhan penjualan, perlindungan pajak selain hutang (non debt tax shield), dan kapasitas pemenuhan pembayaran bunga hutang (debt service capacity).

(3)

Secara rinci dari rumusan masalah di atas maka dapat diajukan tiga pertanyaan penelitian yaitu:

1. Apakah pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indenesia periode 2007-2009 ?

2. Apakah non debt tax shield berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indenesia periode 2007-2009 ?

3. Apakah debt service capacity berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indenesia periode 2007-2009 ? 1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Periode 2007-2009.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pertumbuhan penjualan, non debt tax shield, terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur yang ada di Indonesia.

3. Untuk mengetahu seberapa besar pengaruh debt service capacity terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di perusahaan Bursa Efek Indonesia Periode 2007 – 2009.

Penelitian dilakukan untuk memperoleh manfaat antara lain :

1. Memperoleh pengetahuan mengenai hubungan struktur modal dengan berbagai karakteristik perusahaan pada perusahaan manufaktur di Indonesia.

2. Sebagai bentuk kontribusi dalam penelitian mengenai struktur modal, terutama struktur modal di negara berkembang.

(4)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Struktur Modal

Struktur modal merupakan komposisi pendanaan ekuitas / modal sendiri dan utang pada suatu perusahaan. Struktur modal sering kali dihitung berdasarkan besaran relatif berbagai sumber pendanaan. Stabilitas keuangan perusahaan serta risiko gagal melunasi utang tergantung pada sumber pendanaan serta jenis dan jumlah berbagai aktiva yang dimiliki perusahaan. Struktur modal dapat diartikan sebagai paduan sumber dana jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan.

2.1.2 Pembagian & Kebijakan Struktur Modal

Kombinasi pemilihan struktur modal yang optimal merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan karena kombinasi pemilihan struktur modal tersebut akan mempengaruhi juga tingkat biaya modal (cost of capital) yang dikeluarkan oleh perusahaan. Tingkat biaya modal adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan dana guna membiayai investasinya. Apabila suatu perusahaan bermaksud untuk melakukan kombinasi atas struktur modal yang ada maka tingkat biaya modal dari struktur modal tersebut dihitung dengan menggunakan tingkat biaya rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital), yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(5)

Tingkat biaya rata-rata tertimbang hanya dapat dicapai apabila perusahaan telah menentukan struktur modalnya yang optimal. Struktur yang optimal suatu perusahaan harus berada pada keseimbangan antara risiko dan pengembalian yang memaksimumkan harga saham

Menurut Dr. Dermawan Sjahrial, M.M. (2008:179), teori struktur modal di bagi dua bagian:

1. Teori struktur modal tradisional yang terdiri dari: a. Pendekatan laba bersih (net income approach)

Pendekatan laba bersih mangasumsikan bahwa investor mengkapitalisasi atau menilai laba perusahaan dengan tingkat kapitalisasi yang konstan dan perusahaan dapat meningkatkan jumlah hutangnya dengan tingkat biaya hutang yang konstan pula. Karena tingkat kapitalisasi dan tingkat biaya hutang konstan maka semakin besar jumlah hutang yang digunakan perusahaan, biaya modal rata-rata tertimbang semakin kecil sebagai akibat penggunaan hutang yang semakin besar, nilai perusahaan akan meningkat.

b. Pendekatan laba operasi (net operating income approach)

Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang konstan berapapun tingkat hutang yang digunakan oleh perusahaan. Pertama,

(6)

diasumsikan bahwa biaya hutang konstan seperti halnya dalam pendekatan laba bersih. Kedua, penggunaan hutang yang semakin besar oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan risiko perusahaan. Oleh karena itu tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai akibat meningkatnya risiko perusahaan. Konsekwensinya biaya modal rata-rata tertimbang tidak mengalami perubahan dan keputusan struktur modal menjadi tidak penting.

c. Pendekatan tradisional (traditional approach)

Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga leverage tertentu, risiko perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga baik tingkat bunga hutang maupun tingkat kapitalisasi relatif konstan. Namun demikian setelah leverage atau rasio hutang tertentu, biaya hutang dan biaya modal sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri ini akan semakin besar dan bahkan akan lebih besar daripada penurunan biaya karena penggunaan hutang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage tertentu akan meningkat.

Ketiga pendekatan struktur modal tradisional ini pada mulanya dikembangkan oleh David Durand pada tahun 1952.

2. Teori struktur modal modern yang terdiri dari: a. Model Modigliani-Miller (MM) tanpa pajak

Pada tahun 1958 mereka mengajukan suatu teori yang ilmiah tentang struktur modal perusahaan. Teori mereka menggunakan beberapa asumsi: 1) Risiko bisnis perusahaan diukur dengan σ EBIT (Standard Deviation Earning Before Interest and Taxes)

2) Investor memiliki pengharapan yang sama tentang EBIT perusahaan di masa mendatang.

3) Saham dan obligasi diperjual belikan di suatu pasar modal yang sempurna.

4) Seluruh aliran kas adalah perpetuitas (sama jumlahnya setiap periode hingga waktu tak terhingga). Dengan kata lain, pertumbuhan perusahaan adalah nol atau EBIT selalu sama.

(7)

b. Model Modigliani-Miller (MM) dengan pajak

Pada tahun 1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan teori MM tahun 1958.Asumsi yang diubah adalah adanya pajak terhadap penghasilan perusahaan. Dengan adanya pajak ini, MM menyimpulkan bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak. c. Model Miller

Tahun 1976, Miller menyajikan suatu teori struktur modal yang juga meliputi pajak untuk pengasilan pribadi. Pajak pribadi ini adalah pajak penghasilan dari saham dan pajak pengasilan dari obligasi.

d. Financial distress dan agency costs

Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka akan timbul biaya kebangkrutan yang disebabkan oleh: keterpaksaan menjual aktiva dibawah harga pasar, biaya likuidasi perusahaan, rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum terjual, dan sebagainya.

Agency costs atau biaya keagenan adalah biaya yang timbul karena perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Biaya keagenan ini muncul dari problem keagenan. Jika perusahaan menggunakan utang, ada kemungkinan pemilik perusahaan melakukan tindakan yang merugikan kreditor.

e. Model trade off

Semakin besar penggunaan hutang, semakin besar keuntungan dari penggunaan hutang, tetapi PV biaya financial distress dan PV agency costs juga meningkat, bahkan lebih besar. Kesimpulannya adalah: penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya sampai kondisi tertentu.

f. Teori informasi tidak simetris

Awal dekade 1950-an, Gordon Donaldson dari Harvard University mengajukan teori tentang informasi asimetris. Asymmetric information

(8)

adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Karena asymmetric information, manajemen perusahaan tahu lebih banyak tentang perusahaan dibanding investor di pasar modal. 2.1.3 Sumber Pendanaan

Struktur modal berkaitan dengan perolehan sumber pendanaan perusahaan. Sumber pendanaan perusahaan berasal dari internal dan eksternal perusahaan. Menurut Riyanto (2001), modal dibagi menjadi dua yaitu:

1. Modal Sendiri

Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya. Oleh karena itu, modal sendiri ditinjau dari sudut likuiditas merupakan dana jangka panjang yang tidak tertentu waktunya.

Modal sendiri terdiri dari dua sumber yaitu sumber intern dan ekstern. Modal sendiri yang berasal dari dari sumber intern ialah dalam bentuknya keuntungan yang dihasilkan perusahaan.

Modal sendiri yang berasal dari sumber ekstern ialah modal yang berasal dari pemilik perusahaan.Modal yang berasal dari pemilik perusahaan terdiri dari berbagai macam bentuk menurut bentuk hukum dari masing-masing perusahaan yang bersangkutan. Dalam PT modal yang berasal dari pemilik ialah modal saham. Modal sendiri di dalam suatu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas terdiri dari, (Riyanto 2001):

A. Modal Saham

Saham adalah tanda bukti pengambilan bagian atau peserta dalam suatu perusahaan PT.

Adapun jenis-jenis dari saham adalah sebagai berikut: 1. Saham Biasa

(9)

pembukuan, hanya kalau perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan. Apabila perusahaan tersebut tidak mendapatkan keuntungan, maka pemegang saham tidak mendapat dividen.

2. Saham Preferen

Pemegang saham preferen mempunyai beberapa preferensi tertentu di atas pemegang saham biasa. Pembagian dividen dari saham preferen diambilkan terlebih dahulu, kemudian sisanya barulah disediakan untuk saham biasa. Apabila perusahaan dilikuidir, maka dalam pembagian kekayaan, saham preferen didahulukan daripada saham biasa.

3. Saham Preferen Kumulatif

Jenis saham ini pada dasarnya adalah sama dengan saham preferen. Perbedaannya terletak pada adanya hak kumulatif pada saham preferen kumulatif. Dengan demikian pemegang saham preferen kumulatif apabila tidak menerima dividen selama beberapa waktu karena besarnya laba tidak mengizinkan atau karena adanya kerugian, pemegang jenis saham ini dikemudian hari apabila perusahaan mendapatkan keuntungan berhak untuk menuntut dividen-dividen yang belum dibayarkan di waktu-waktu lampau.

B. Cadangan

Cadangan disini dimaksudkan sebagai cadangan yang dibentuk dari keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan selama beberapa waktu yang lampau atau dari tahun yang berjalan. Tidak semua cadangan termasuk dalam pengertian modal sendiri.

Cadangan yang termasuk dalam modal sendiri antara lain (Riyanto,2001) :

1. Cadangan ekspansi 2. Cadangan modal kerja 3. Cadangan selisih kurs

4. Cadangan untuk menampung hal-hal atau kejadian-kejadian yang tidak terduga sebelumnya (cadangan umum).

(10)

antara lain ialah cadangan depresiasi, cadangan piutang ragu-ragu, dan cadangan yang bersifat hutang (cadangan untuk pensiun pegawai, cadangan untuk membayar pajak).

C. Laba Ditahan

Keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dapat sebagian dibayarkan sebagai dividen dan sebagian ditahan oleh perusahaan. Apabila penahanan keuntungan tersebut sudah dengan tujuan tertentu, maka dibentuklah cadangan sebagaimana diuraikan diatas. Jika perusahaan belum mempunyai tujuan tertentu mengenai penggunaan keuntungan tersebut, maka keuntungan merupakan laba yang ditahan (retained earning). Adanya keuntungan akan memperbesar retained earning yang berarti akan memperbesar modal sendiri

2. Modal Asing

Modal asing atau hutang adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan, dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan hutang.

Menurut Riyanto (2001), modal asing terbagi tiga , antara lain : A. Hutang Jangka Pendek

Hutang jangka pendek adalah modal asing yang jangka waktunya kurang dari satu tahun. Hutang jangka pendek terdiri dari: hutang dagang, hutang wesel, hutang yang masih harus dibayar, hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo, dan penghasilan yang diterima dimuka.

B. Hutang Jangka Menengah

Hutang jangka menengah adalah modal asing yang jangka waktunya lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun.Kebutuhan membelanjai

(11)

usaha dengan jenis kredit ini dirasakan karena adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dengan hutang jangka pendek di satu pihak juga sulit dipenuhi dengan hutang jangka panjang.

Menurut Riyanto (2001).Bentuk-bentuk utama dari kredit jangka menengah adalah sebagai berikut:

1. Tearm Loan

Tearm loan adalah kredit usaha dengan umur lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun. Pada umumnya tearm loan dibayar kembali dengan angsuran tetap selama suatu periode tertentu (amortization payment), misalkan pembayaran angsuran dilakukan setiap bulan, setiap kuartal atau setiap tahun. Tearm loan ini biasanya diberikan oleh bank dagang, perusahaan asuransi, atau manufaktur.

2. Leasing

Merupakan suatu cara untuk menggunakan suatu aktiva tanpa harus membeli aktiva tersebut. Karena leasing merupakan suatu bentuk persewaan dengan jangka waktu tertentu. Kepemilikan atas aktiva tersebut berada pada pihak yang menyewakan (lessor), tetapi pemanfaatan ekonominya dilakukan oleh pihak yang menyewa (lessee).

Ada tiga bentuk utama dari leasing (Riyanto, 2001) :

i.Sale and leaseback

Dalam bentuk leasing ini, pemilik aktiva menjual aktiva kepada leasing corporation atau bank dan bersamaan dengan itu dibuatkan kontrak leasing untuk menggunakan aktiva terebut selama suatu periode tertentu dengan syarat tertentu.

ii.Operating leases

Bentuk leasing ini memberikan service mengenai pemeliharaannya.

iii.Financial leases

Financial lease adalah bentuk leasing yang tidak memberikan maintenance service, tidak dapat dibatalkan dan harus penuh diangsur.

(12)

C. Hutang Jangka Panjang

Hutang jangka panjang adalah hutang yang jangka waktunya lebih dari sepuluh tahun. Hutang jangka panjang ini pada umumnya digunakan untuk membelanjakan perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi dari perusahaan, karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar.

Menurut Riyanto (2001), bentuk hutang jangka panjang antara lain: 1. Hutang Obligasi

Merupakan surat pengakuan hutang jangka panjang secara tertulis dalam kontrak surat obligasi yang dilakukan oleh pihak berhutang yang wajib membayar hutangnya disertai bunga (penerbit obligasi) kepada pihak yang berhak menerima pembayaran atas piutang yang dimilikinya. Menurut Riyanto (2001), hutang obligasi terdir dari:

a) Obligasi biasa (bonds)

Obligasi biasa ialah obligasi yang bunganya tetap dibayar oleh debitur dalam waktu-waktu tertentu, dengan tidak memandang apakah debitur memperoleh keuntungan atau tidak.

b) Obligasi pendapatan (income bonds)

Obligasi pendapatan adalah jenis obligasi di mana pembayaran bunga hanya dilakukan pada waktu debitur atau perusahaan yangmengeluarka surat obligasi tersebut mendapatkan keuntungan.

c) Obligasi yang dapat ditukar (convertible bonds)

Convertible bond adalah obligasi yang memberikan kesempatan kepada pemegang surat obligasitersebut untuk ditukarkan dengan saham dari perusahaan yang bersangkutan.

2. Hutang Hipotik

Hutang hipotik adalah pinjaman jangka panjang di mana kreditur diberi hak hipotik terhadap suatu barang tidak bergerak, agar supaya bila debitur tidak memenuhi kewajiannya, barang itu dapat dijual dan hasil dari hasil penjualannya dapat digunakan untuk menutup tagihannya.

(13)

2.1.4 Teori Struktur Modal

Pembahasan tentang struktur modal ( capital structure ) sangat berkaitan dengan keputusan pembelanjaan ( financial decision ) yang akan dilakukan oleh perusahaan.

Dengan kata lain, apakah pembelanjaan dengan menggunakan sumber dana yang berbeda akan ada pengaruhnya terhadap nilai

perusahaan ( value of the firm ) yang biasanya dicerminkan dalam harga saham perusahaan.

TEORI STRUKTUR MODAL DALAM PASAR YANG SEMPURNA Pasar modal yang sempurna adalah pasar modal yang yang sangat kompetitif. Dalam pasar tersebut antara lain tidak dikenal biaya kebangkrutan, tidak ada biaya transaksi, informasi bisa diperoleh tanpa biaya, bunga pinjaman dan simpanan sama, serta aktiva tersebut bisa dibagi-bagi ( fully divisible ). Sebagai tambahan diasumsikan tidak ada pajak penghasilan ( income tax ). Secara intuitif kita bisa mengatakan bahwa apabila pasar modal tersebut adalah sempurna, maka variasi dalam struktur modal tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap perusahaan. Apabila perusahaan dinilai berdasarkan resiko sistematisnya, maka tingkat leverage ( yaitu perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri ) tidak akan mempengaruhi.

Tentu saja asumsi-asumsi yang telah dikemukakan diatas tidak akan kita jumpai dalam dunia nyata. Tetapi untuk lebih mempermudah dalam memahami tentang struktur modal ini, analisis kita awali dengan kondisi seperti yang dikemukakan diatas.

Asumsi-asumsi lain yang digunakan sebagai tambahan dalam mempermudah pemahaman kita, antara lain :

1. Laba operasi yang diperoleh setiap tahunnya dianggap konstan. Ini berarti bahwa perusahaan tidak merubah keputusan investasinya. 2. Semua laba yang tersedia bagi pemegang saham dibagikan sebagai deviden. Ini berarti bahwa kita tidak memasukkan unsur kerumitan faktor kebijakan deviden.

3. Hutang yang dipergunakan bersifat permanen. Ini berarti bahwa hutang yang jatuh tempo akan diperpanjang lagi. Asumsi ini hanya untuk mempermudah perhitungan biaya hutang ( cost of Debt ) dan

(14)

membuat hutang dan modal sendiri comparable.

4. Pergantian struktur hutang dilakukan secara langsung. Artinya, apabila perusahaan menambah hutang, maka modal sendiri dikurangi, demikian juga sebaliknya.

Sesuai dengan asumsi diatas, bahwa hutang bersifat permanen, maka kita dapat merumuskan biaya modal dari masing-masing sumber dana sebagai berikut ini :

E Ke = ______ S

Dimana : Ke = biaya modal sendiri ( cost of equity ) E = laba per lembar saham

S = nilai pasar modal sendiri

Sedangkan bagi kreditur, biaya modal yang mereka syaratkan disebut sebagai biaya hutang ( cost of Debt ).

F Kd = ______

B

Dimana : Kd = biaya hutang ( cost of Debt ) F = beban bunga yang dibayarkan B = Total nilai pinjaman ( hutang )

Berdasarkan kedua formulasi diatas, maka biaya modal perusahaan dapatlah diformulasikan sebagai berikut :

S B

(15)

B + S B + S O Laba Operasi ko = ______ = _______________ V Nilai Perusahaan

Dimana : Nilai Perusahaan ( value of the firm ) adalah V = B + S PENDEKATAN TRADISIONAL

Pendekatan tradisional ini beranggapan bahwa dalam pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak, nilai perusahaan ( value of the firm ) atau biaya modal perusahaan bisa berubah dengan cara merubah struktur modalnya ( yaitu B/S ). Untuk lebih jelasnya perhatikan ilustrasi perhitungan dibawah ini.

Misalkan, Perusahaan PT. XYZ mempunyai 100% modal sendiri, dan diharapkan akan memperoleh laba bersih setiap tahunnya sebesar Rp. 10 juta. Andaikan tingkat keuntungan yang dipersyaratkan oleh pemilik modal sendiri ( = ke ) adalah sebesar 20%, maka value of the firm dan cost of Equity dapat dihitung sebagai berikut ini :

O Laba bersih operasi Rp.

10.000.000,-F Bunga

000,-E Laba tersedia untuk pemilik saham Rp. 10.000.000,-ke Biaya modal sendiri ( 10 juta : 50 juta ) 0,20

S Nilai modal sendiri( 10 juta : 0,20 ) Rp. 50.000.000,-B Nilai pasar hutang

-V Nilai perusahaan Rp. 50.000.000,-ko Biaya modal perusahaan

= 0,20 ( 50 / 50 ) + 0 ( 0 / 50 ) 0,20 atau

= 10.000.000 / 50.000.000 0,20

Andaikata sekarang perusahaan PT XYZ berkeinginan untuk mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang ( debt ), dimana biaya

(16)

hutang ( kd ) atau tingkat keuntungan yang diminta oleh kreditur adalah sebesar 16%. Dengan penggunaan hutang ini, perusahaan mempunyai kewajiban membayar bunga sebesar Rp. 4.000.000,- setiap tahunnya. Kalau laba operasi tidak berubah, berapakah value of the firm dan biaya modal perusahaan ?

O Laba bersih operasi Rp.10.000.000,-F Bunga Rp.4.000.000,-E Laba tersedia untuk pemilik saham Rp. 6.000.000,-ke Biaya modal sendiri (6 juta : 27.272 ) 0,22 S Nilai modal sendiri ( 6 juta : 0,22 ) Rp. 27.272.700,-B Nilai pasar hutang ( 4 juta : 0,16 ) Rp. 25.000.000,-V Nilai perusahaan Rp. 52.272.700,-ko Biaya modal perusahaan

= 0,22 (27.272 / 52.272) + 0,16 (25.000 / 52.272 ) 0,19 atau

= 10.000.000 / 52.272.700 0,19

Dari ilustrasi perhitungan diatas, tampak bahwa dengan menggunakan hutang, biaya modal sendiri ( ke ) menjadi naik yakni sebesar 22% tetapi keadaan perusahaan menjadi lebih baik karena nilai perusahaan menjadi lebih tinggi dan biaya modal perusahaan ( ko ) menjadi menurun yakni dari sebesar 0,20 menjadi 0,19. Andaikata, sebelum perusahaan menggunakan hutang mempunyai 1.000 lembar saham, maka harga sahamnya ( Rp. 50 juta : 1000 ) = Rp. 50.000,- per lembar. Setelah perusahaan mengganti sebagian sahamnya dengan hutang, maka harga sahamnya mengalami kenaikan yakni menjadi sebesar ( Rp. 27.272.700,- : 500 ) = Rp 54.545,-

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa penggunaan hutang ( debt ) dalam struktur modal perusahaan akan berdampak pada naiknya harga saham perusahaan serta dapat menurunkan biaya modal perusahaan.

(17)

PENDEKATAN MODIGLIANI DAN MILLER

Menurut Modigliani & Miller ( MM ), bahwa apa yang dikatakan dalam pendekatan tradisional adalah tidak benar. MM dalam hal ini menunjukkan kemungkinan munculnya “ arbitrage process “ yang akan membuat harga saham ( atau nilai perusahaan / value of the firm ) yang tidak menggunakan hutang ( debt ) maupun yang menggunakan hutang,

akhirnya sama. Arbitrage process ini muncul karena investor akan lebih menyukai investasi yang memerlukan dana yang lebih sedikit tetapi memberikan penghasilan bersih yang sama dengan resiko yang sama pula. Dalam contoh diatas, pemodal bisa memperoleh keuntungan yang sama tetapi dengan investasi yang lebih kecil, apabila memiliki saham PT XYZ yang tidak memiliki hutang.

Misalkan apabila kita memiliki 20% saham PT XYZ yang menggunakan hutang ( Debt ), maka nilai kekayaan yang kita miliki adalah sebesar ( 0,20 x Rp. 27.272.700,- ) = Rp 5.450.000,-.

Langkah dalam arbitrage process :

1.Jual saham PT. XYZ, dan kita akan memperoleh dana sebesar Rp.

5.450.000,-2.Pinjam dana sebesar Rp. 5.000.000,-. Nilai pinjaman ini adalah sebesar 20% dari nilai hutang PT. XYZ.

3.Beli 20% saham PT. ABC yang tidak memiliki hutang dalam struktur modalnya senilai 0,20 x Rp. 50.000.000,- = Rp.

10.000.000,-4.Dengan demikian kita dapat menghemat investasi sebesar Rp. 450.000, Apabila kita lihat sebelum menjual dan membeli, keuntungan yang diharapkan besarnya sama, yakni :

Pada waktu memiliki saham PT. XYZ = 0,20 x Rp. 6.000.000,- = Rp. 1.200.000,-Pada waktu membeli saham PT ABC :

(18)

- Keuntungan dari saham = 0,20 x Rp. 10.000.000,- = Rp. 2.000.000,-- Bunga yang dibayar = 0,16 x Rp. 5.000.000,- = Rp. 800.000,-

Keuntungan bersih Rp.

1.200.000,-Sebenarnya kalau kita amati dengan mendasarkan pada pendekatan tradisional diatas, maka disini kita akan menjumpai kejanggalan dalam masalah penggantian struktur modal sendiri dengan hutang yang nilainya Rp. 25 juta menjadi Rp. 27,27 juta.

Andaikata nilai modal sendiri yang asalnya sebesar Rp. 50 juta kemudian berubah menjadi Rp. 25 juta karena adanya penggantian dengan hutang yang nilainya Rp. 25 juta, maka seharusnya biaya modal sendiri akan menjadi :

ke = E = 6 juta = 24% S 25 juta

Dengan kd = 16%, maka biaya modal perusahaan setelah menggunakan hutang adalah :

ko = 24% ( 25 / 50 ) + 16% ( 25 / 50 ) = 20%

Hal ini berarti bahwa biaya modal perusahaan ( value of the firm ) tidak berubah, dengan adanya perubahan struktur modal tersebut. Karena pada pendekatan tradisional diasumsikan biaya modal sendiri meningkat tetapi hanya menjadi 22%, maka perusahaan yang menggunakan hutang menjadi lebih tinggi nilainya dari perusahaan yang tidak menggunakan hutang.

Dalam kondisi pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, MM merumuskan bahwa biaya modal sendiri akan berperilaku sebagai berikut :

ke = keu + ( keu - kd ) ( B / S ) ke = 20% + ( 20% - 16% ) ( 25 / 25 )

= 24%

Dimana : keu adalah biaya modal sendiri pada saat perusahaan tidak menggunakan hutang dalam komponen struktur modalnya.

(19)

Dari hasil perhitungan diatas, maka kita akan memperoleh hasil yang sama sebesar 24% seperti ditunjukkan dalam perhitungan sebelumnya diatas. Perhatikan bahwa biaya hutang ( kd ) selalu lebih kecil dari modal sendiri ( keu ).

Hal ini disebabkan karena pemilik modal sendiri menanggung resiko yang lebih besar dari pemberi kredit, disamping itu kita berada dalam pasar modal yang kompetitif. Kondisi ini disebabkan karena :

1. Penghasilan yang diterima pemilik modal sendiri bersifat lebih tidak pasti dibandingkan dengan pemberi kredit.

2. Dalam kondisi likuidasi, pemilik modal sendiri akan menerima bagian yang paling akhir setelah kredit-kredit dilunasi.

Jadi tidaklah benar argumen yang dikemukakan oleh pendekatan traditional yang mengatakan bahwa apabila perusahaan menghimpun dana dalam bentuk equity, perusahaan kemudian berhasil menghimpun dana murah. MM kemudian berpendapat bahwa semua sumber pendanaan mempunyai biaya, dan untuk modal sendiri justru biayanya lebih mahal dibandingkan dengan dana pinjaman.

Berdasarkan hal ini, maka MM kemudian mengemukakan argumennya “ bahwa dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, maka keputusan pembelanjaan ( financing decision ) menjadi tidak relevan “. Artinya, penggunaan hutang ataukah modal sendiri akan memberi dampak yang sama bagi kemakmuran para pemegang saham ( pemilik ) perusahaan.

PASAR MODAL SEMPURNA DAN ADA PAJAK

MM (Modigliani-Miller) mengemukakan argumentasinya bahwa “ keputusan pendanaan akan menjadi relevan dalam kondisi pasar yang sempurna dan ada pajak “. Hal ini disebabkan karena pada umumnya bunga yang dibayarkan ( dari adanya hutang ) bisa dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak ( tax deductible ). Dengan

(20)

kata lain, apabila ada dua perusahaan yang memperoleh laba operasi yang sama, tetapi yang satu menggunakan hutang ( debt ) dengan adanya beban bunga, sedangkan yang satunya lagi tidak menggunakan hutang, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan ( income tax ) yang lebih kecil. Karena menghemat membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka tentunya nilai perusahaan ( value of the firm ) yang menggunakan hutang akan lebih besar dari nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang dalam struktur permodalannya.

Untuk lebih memperjelas argumen dari MM tersebut, perhatikan contoh ilustrasi perrhitungan dibawah ini :

PT. DGE PT. KLM Laba Operasi Rp. 10.000.000,- Rp. 10.000.000,-Bunga 000,- Rp. 4.000.000,-Laba Sebelum Pajak Rp. 10.000.000,- Rp. 6.000.000,-Pajak ( 25% ) Rp. 2.500.000,- Rp. 1.500.000,-Laba Setelah Pajak Rp. 7.500.000,- Rp.

4.500.000,-Dari ilustrasi perhitungan diatas, nampak bahwa PT. KLM membayar pajak yang lebih kecil ( lebih hemat ) dari PT. DGE ( dalam hal ini selisihnya sebesar Rp. 1 juta ).

Persoalan yang kemudian muncul adalah : “ Apakah penghematan pajak tersebut merupakan manfaat ?”. Jawabannya adalah “ ya “. Masalahnya adalah “ bagaimana menghitung besarnya manfaat tersebut ? “.

Apabila dipergunakan asumsi bahwa hutang bersifat permanen, maka PT. KLM akan memperoleh manfaat yang berupa penghematan pajak sebesar Rp. 1 juta setiap tahun selamanya. Berapakah nilai manfaat tersebut ? Nilai penghematan pajak bisa dicari dengan perhitungan berikut ini :

(21)

PV penghematan pajak = Σ __________________ t=1 ( 1 + r )t

Dimana : PV= present value

R = tingkat bunga ( biaya hutang / kd ), dan karena n = ∞ PV penghematan pajak = Rp. 1 juta / kd

Karena itu kemudian MM berargumen bahwa nilai perusahaan yang menggunakan hutang ( debt ) akan lebih besar daripada yang tidak menggunakan hutang. Selisihnya adalah sebesar “ present value penghematan pajak “. Atau secara lebih mudahnya dapat diformulasikan sebagai berikut :

VL = VU + PV penghematan pajak

Dimana : VL = nilai perusahaan yang menggunakan hutang VU = nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang

Andaikata biaya modal sendiri ( keu ) sebesar 20% dan biaya hutang ( kd ) adalah sebesar 16% maka nilai perusahaan ( value of the firm ) PT. DGE adalah :

VU = Rp. 7.500.000,- / 0,20 = Rp.

37.500.000,-Penghematan pajak = Rp. 1.000.000,- / 0,16 = Rp.

6.250.000,-Dengan demikian maka nilai perusahaan ( value of the firm ) PT. KLM yang menggunakan hutang didalam struktur permodalannya adalah :

VL = VU + PV penghematan pajak = Rp. 37.500.000,- + Rp.

(22)

6.250.000,-= Rp.

43.750.000,-Perhatikan bahwa laba yang tersedia untuk pemilik modal sendiri pada PT. DGE adalah sebesar Rp. 7.500.000,-. Dengan demikian nilai modal sendiri ( S ) PT. DGE adalah Rp. 37.500.000,- dan karena PT. DGE tidak menggunakan hutang dalam struktur permodalannya ( unleverage ), maka berarti nilai perusahaan ( value of the firm / V ) adalah sebesar Rp. 37.500.000,-. Untuk lebih jelasnya perhatikan ilustrasi dibawah ini.

PT. DGE PT. KLM Laba Operasi Rp. 10.000.000,- Rp. 10.000.000,-Bunga 000,- Rp. 4.000.000,-Laba Sebelum Pajak Rp. 10.000.000,- Rp. 6.000.000,-Pajak ( 25% ) Rp. 2.500.000,- Rp. 1.500.000,-Laba Setelah Pajak Rp. 7.500.000,- Rp.

4.500.000,-kd - 0,16 B ( 4 juta : 0,16 ) Rp. 25.000.000,-Ke ( 4,5 juta : 18,750 juta ) 0,20 0,24 S ( 4,5 juta : 0,24 ) Rp. 37.500.000,- Rp. 18.750.000,-V Rp. 37.500.000,- Rp. 43.750.000,-ko 0,2000 0,1714

Biaya rata-rata tertimbang ( weighted average cost of capital ) dapat dihitung dengan cara :

ko = Laba Operasi ( 1 – t ) / V

= [ 10.000.000 ( 1 – 0,25 ) ] / 43.750.000 = 0,171

Cara kedua adalah dengan menghitung biaya rata-rata tertimbang ( weighted average cost of capital ) atas dasar setelah pajak sebagai berikut ini :

Ko = ke ( S / V ) + kd ( 1 – t ) ( B / V )

= 0,24 (18.750.000 /43.750.000) + 0,16(1–0,25) ( 25.000.000/43.750.000 )

(23)

Argumen yang dikemukakan oleh MM yang menunjukkan bahwa “ perusahaan akan bisa meningkatkan nilainya ( value of the firm ) kalau menggunakan hutang sebesar-besarnya dalam struktur permodalannya ( dalam keadaan ada pajak ) “, tentu saja banyak mengundang kritikan dan keberatan dari para praktisi keuangan. Keberatan ini muncul salah satunya disebabkan oleh asumsi yang dipergunakan oleh MM yang menyiratkan bahwa dalam pasar modal yang sempurna, biaya modal sendiri ( ke ) akan mengikuti rumus sebelumnya yakni :

ke = keu + ( keu - kd ) ( B / S ) ( 1 – t )

Dalam contoh kasus ini, berarti bahwa ke PT. KLM adalah

ke = 20% + ( 20% - 16% ) ( 25.000.000 / 18.750.000 ) ( 1 – 0,25 ) = 24%

Dari ilustrasi gambar mengenai perilaku biaya modal berdasarkan argumen MM diatas, dijelaskan bahwa dalam keadaan tidak ada pajak, maka biaya modal perusahaan ( ko ) akan konstan, berapapun komposisi hutang yang dipergunakan dalam struktur permodalannya. Sebaliknya, dalam keadaan ada pajak, maka ko akan makin menurun dengan semakin besarnya komposisi hutang yang dipergunakan, turun mendekati biaya hutang setelah pajak. Biaya modal sendiri meningkat secara linier, meskipun slope-nya berbeda antara keadaan tidak ada pajak dengan keadaan ada pajak. Biaya hutang ( kd ) diasumsikan konstan, berapapun proporsi hutang yang dipergunakan dalam struktur permodalam perusahaan.

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal

(24)

perusahaan akan mempertimbangkan beberapa faktor ketika melakukan keputusan struktur modal antara lain :

1. Stabilitas penjualan

Suatu perusahaan yang penjualannya relatif stabil dapat secara aman mengambil utang dalam jumlah yang lebih besar dan mengeluarkan beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.

2. Struktur aset

Perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman cenderung akan cukup banyak menggunakan utang. Aset umum yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan dapat menjadi jaminan yang baik, sementara tidak untuk aset dengan tujuan khusus.

3. Leverage operasi

Jika hal lain dianggap sama, perusahaan dengan leverage operasi yang lebih rendah akan lebih mampu menerapkan leverage keuangan karena perusahaan tersebut akan memiliki risiko usaha yang lebih rendah

4. Tingkat pertumbuhan

Jika hal lain dianggap sama, maka perusahaan yang memiliki pertumbuhan lebih cepat harus lebih mengandalkan diri pada modal eksternal. Selain itu, biaya emisi yang berkaitan dengan penjualan saham biasa akan melebihi biaya emisi yang terjadi ketika perusahaan menjual utang, mendorong perusahaan yang mengalami pertumbuhan pesat untuk lebih mengandalkan diri pada utang.

Namun, pada waktu bersamaan, perusahaan tersebut sering kali menghadapi ketidakpastian yang lebih tinggi, cenderung akan menurunkan keinginan mereka untuk menggunakan utang.

5. Profitabilitas

Perusahaan dengan tingkat pengembalian atas investasi yang sangat tinggi ternyata menggunakan utang dalam jumlah yang relatif sedikit. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan

(25)

perusahaan-perusahaan tersebut melakukan sebagian besar pendanaannya melalui dana yang dihasilkan secara internal.

6. Pajak

Bunga merupakan suatu beban pengurangan pajak, dan pengurangan ini lebih bernilai bagi perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi.

7. Kendali

Pengaruh utang dibandingkan saham pada posisi kendali suatu perusahaan dapat mempengaruhi struktur modal. Jika manajemen memiliki kendali / hak suara lebih dari 50% saham tetapi tidak berada dalam posisi untuk membeli saham tambahan lagi, maka manajemen mungkin akan memilih utang sebagai pendanaa baru.

8. Sikap manajemen

Tidak ada yang dapat membuktikan bahwa satu struktur modal akan mengarah pada harga saham yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur yang lain. Manajemen dapat melaksanakan pertimbangannya sendiri tentang struktur modal yang tepat.

9. Sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat

Tanpa mempertimbangkan analisis manajemen sendiri atas faktor leverage yang tepat bagi perusahaan, sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat sering kali akan mempengaruhi keputusan struktur keuangan.

10. Kondisi pasar

Kondisi pasar saham dan obligasi mengalami perubahan dalam jangka panjang maupun jangka pendek yang dapat memberikan arah penting pada struktur modal optimal suatu perusahaan.

11. Kondisi internal perusahaan

Kondisi internal suatu perusahaan sendiri juga dapat berpengaruh pada sasaran struktur modalnya. Perusahaan akan memilih waktu yang tepat ketika akan mengeluarkan saham.

(26)

12. Fleksibilitas keuangan

Mempertahankan fleksibilitas keuangan dilihat dari sudut pandang operasional berarti mempertahankan kapasitas cadangan yang memadai untuk melakukan pinjaman.

2.1.6 Pengaruh Pertumbuhan Penjualan Terhadap Struktur Modal Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung membutuhkan dana yang tinggi. Dana internal dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan perusahaan. Maka dari itu perusahaan membutuhkan dana dari pihak eksternal. Menurut pecking order theory, ketika dibutuhkan dana eksternal, perusahaan lebih memilih hutang terlebih dahulu sebagai pendanaan dibandingkan dengan menerbitkan saham baru. Hal ini disebabkan karena untuk menerbitkan saham baru perusahaan harus mengeluarkan biaya modal saham.

Menurut Brigham dan Houston ( 2011), perusahaan yang memiliki tingkat penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman dalam memperoleh banyak pinjaman dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.

Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pertumbuhan penjualan maka akan semakin tinggi pula tingkat penggunaan hutangnya.

Konsisten dengan hasil penelitian Mas’ud (2008),Kesuma (2009), Supriyanto (2008), Indrajaya (2011), Suripto (2008), Sbaiti (2010), menyatakan bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh positif terhadap struktur modal perusahaan. Hasil berbeda diperoleh dari penelitian Nanok (2008), dan Mayangsari (2001), yang menyatakan bahwa pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.

Pertumbuhan penjualan berpengaruh positif terhadap struktur modal perusahaan.

2.1.7 Pengaruh Non Debt Tax Shield Terhadap Struktur Modal

(27)

sebaiknya menggunakan banyak hutang karena adanya tax shield (perlindungan pajak). Beban bunga hutang tersebut dapat digunakan sebagai tax shield sebagai pengurang laba sebelum pajak. Dalam struktur modal, non debt tax shield merupakan faktor perlindungan pajak selain hutang.

Menurut De Angelo (1980), menyatakan bahwa potongan pajak (tax deduction) yang berupa depresiasi dan investment tax credit dapat digunakan untuk mengurangi pajak selain bunga hutang. Jadi, perusahaan dapat mengurangi pajak dengan memanfaatkan keuntungan/perlindungan pajak melalui fasilitas perpajakan yang diberikan oleh pemerintah atau yang disebut non debt tax shield.

Mackie-Mason (1990),menyatakan bahwa non debt tax shield dikelompokkan menjadi dua yaitu : Tax loss carryforward yaitu fasilitas berupa kerugian yang dapat dikompensasikan terhadap laba paling lama lima tahun kedepan dan investmen tax credit berupa fasilitas yang diberikan oleh pemerintah yang meliputi pengurangan beban pajak, penundaan pajak, dan pembebasan pajak. Dimana investment tax credit sebagai proksi untuk non debt tax shield pada umumnya diberikan kepada perusahaan yang memiliki tangible asset yang besar sehingga dapat digunakan sebagai collateral bagi pengambilan hutang.

Tax shield effect dengan indikator non debt tax shield menunjukkan besarnya biaya non kas yang menyebabkan penghematan pajak dan dapat digunakan sebagai modal untuk mengurangi hutang (Mas’ud,2008). Penghematan pajak selain beban bunga hutang juga berasal dari depresiasi dan amortisasi. Menurut Young Rok Choi (dalam Tirsono 2008), menemukan bahwa perusahaan dengan aktiva tangible cenderung mengajukan lebih banyak hutang.

Perusahaan yang memiliki depresiasi tinggi mencerminkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai aktiva tetap yang besar sehingga dapat digunakan sebagai collateral untuk mendapatkan hutang. Dengan kata lain depresiasi berpengaruh positif terhadap struktur modal.

(28)

bahwa semakin besar non debt tax shield perusahaan maka semakin besar jumlah hutang yang digunakan perusahaan. Penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian Mas’ud (2008), Mutamimah (2009), dan Sayeed (2011), yang menyatakan bahwa non debt tax shield tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan. Non debt tax shield tidak berlaku pada perusahaan atau Negara yang menganut sistem padat karya (Mas’ud 2008).

2.1.8 Pengaruh Debt Service Capacity Terhadap Struktur Modal

Debt service capacity adalah kapasitas pemenuhan pembayaran hutang yang dapat diketahui dari debt service ratio yaitu perbandingan antara laba sebelum pajak dengan biaya bunga hutang. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi pembayaran bunga hutang dari laba operasinya (Keoun and others dalam Baral 2004). Dari persamaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi debt service ratio suatu perusahaan, maka semakin tinggi laba operasi perusahaan. Laba operasi yang tinggi mengindikasikan bahwa semakin tinggi pula kemampuan perusahaan dalam pemenuhan pembayaran hutangnya.

Berdasarkan trade-off theory, perusahaan yang mempunyai laba operasi yang tinggi akan lebih banyak melakukan pinjaman hutang untuk melindungi pendapatan mereka dari pajak (Kumar et al, 2012). Maka dari itu debt service ratio memiliki hubungan positif terhadap struktur modal.

Hasil penelitian Shidiqui (2012) menunjukkan hasil berbeda yakni debt service ratio memiliki hubungan negatif terhadap struktur modal. Baral (2004), menyatakan bahwa debt service ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.

(29)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan pengujian statistik disimpulkan bahwa secara parsial ada tiga variabel independen yang berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel dependen yaitu variabel Operating leverage,

(30)

Profitabilitas (ROI) dan Struktur aktiva. Sedangkan untuk kedua variabel lainnya yaitu Likuiditas dan Pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Struktur Modal.

2. Variabel Likuiditas tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap struktur modal namun arahnya sesuai dengan hipotesa yang ditetapkan yaitu positif.

3. Variabel Operating Leverage mempunyai pengaruh terhadap struktur modal dan arahnya pun sesuai dengan hipotesa yaitu negatif.

4. Variabel Profitabilitas mempunyai pengaruh secara positif terhadap Struktur modal. Walaupun arahnya tidak sesuai dengan hipotesa tetapi Profitabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal.

5. Variabel Pertumbuhan penjualan tidak mempunyai pengaruh terhadap struktur modal dan arahnya sesuai dengan hipotesa yang ditetapkan yaitu positif.

3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Baik perusahaan maupun penelitian selanjutnya sebaiknya mempertimbangkan kemungkinan pengaruh variabel-variabel lain yang digunakan dalam mengukur struktur modal (DER) misalnya pajak, fleksibilitas keuangan, stabilitas penjualan dan price earning ratio.

2. Beberapa variabel yang tidak terbukti pada penelitian ini sebaiknya pada penelitian yang akan datang digunakan proxy yang lain dari variabel

(31)

tersebut, sehingga diharapkan dapat mencerminkan variabel yang digunakan.

3. Bagi pihak manajemen sebelum menetapkan kebijakan struktur modalnya agar terlebih dahulu memperhatikan variabel profitabilitas, operating leverage dan struktur aktiva. Dengan memperhatikan variabel-variabel tersebut, perusahaan dapat memutuskan besarnya struktur modal yang sesuai sehingga dihasilkan kebijakan struktur modal yang optimal bagi perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Brigham, Euguene, F. dan Houston, Joel F. 2001. Manajemen Keuanga. Buku II.Edisi ke Delapan. Jakarta: Erlangga.

Cahyadi, Fandy dan Fandiawati. Melly. 2008. Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2005.

(32)

Riyanto. Bambang. 1995. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi keempat. Cetakan ketuju. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada.

Sarjono.1993. Telaah Optimal Struktur Modal Guna memaksimumkan RMS serta Faktor-Faktor yang mempengaruhinya.

Weston. J. Fred dan Brigham. Eugene F.. 1994. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Alih Bahasa Alfonsus Sirait. SE. Jilid 2. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Weston. J. Fred dan Copeland. Thomas E.. 1997. Manajemen Keuangan. Alih Bahasa Jaka wasana dan Kibrandoko. Jilid 2. Edisi kesembilan. Jakarta: Binarupa Aksara.

Makmur. 2010. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”.

(Dr. Dermawan Sjahrial, M.M.,2008:204-205)

http://ekonomi.kabo.biz/2011/07/kebijakan-struktur-modal.html

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, maka komunikasi penyuluhan yang dilakukan baik dari segi teknik, bahasa, dan sarana yang digunakan harus disesuaikan dengan daya nalar masyarakat yang dilihat

Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Puguh Harianto sebagai Ketua Pelaksana yaitu tugas dari dua divisi ini hampir sama dan sesuai dengan keputusan dari DPM agar

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Islam "Ibnu Sina" Yarsi Sumbar Bukittinggi menunjukkan bahwa 54,7% perawat memiliki kecendrungan turnover, dari

pembiayaan tetep akan diberikan dengan jumlah pembiayaan di.. kurangi, hal ini tentunya akan berdampak kepada pihak BPRS Haji Miskin tersebut, yang mana nantinya

Kenaikan indeks harga terjadi pada subkelompok tembakau dan minuman beralkohol sebesar 1,04 persen, minuman yang tidak beralkohol sebesar 0,09 persen, serta makanan

value Teks default yang akan dimunculkan jika user hendak mengisi input maxlength Panjang teks maksimum yang dapat dimasukkan. emptyok Bernilai true jika user dapat tidak

Kemudian Anda juga harus menyatakan bahwa karena Anda mengajukan permohonan terhadap Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang

Sebelumnya dikatakan bahwa Kecamatan Reok lolos untuk menjadi Pusat Kegiatan Lokal dikarenakan memiliki pelabuhan kelas III dan jalan areteri yang mendukung