• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA TITIK PANAS (HOTSPOT) KEBAKARAN LAHAN DAN HUTAN TAHUN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DATA TITIK PANAS (HOTSPOT) KEBAKARAN LAHAN DAN HUTAN TAHUN 2015"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ANALISIS DATA TITIK PANAS (HOTSPOT)

KEBAKARAN LAHAN DAN HUTAN

TAHUN 2015

ENDRAWATI, S.Hut

RETNOSARI YUSNITA, S.Hut

Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

(3)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) Kebakaran Lahan dan Hutan tahun 2015

Penulis : Endrawati, S. Hut. Retnosari Yusnita, S.Hut

ISBN : 978-602-61455-1-2

Penanggung Jawab : Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc. (Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan)

Ketua Tim : Dr. Riva Rovani, S.Hut., M.Agr. (Kasubdit Pemantauan Sumber Daya Hutan)

Editor : Triastuti Nugraheni, S.Hut., M.Si. (Kepala Seksi Pemantauan Sumber Daya Hutan Tingkat Nasional dan Wilayah)

Ahmad Basyiruddin Usman, S.Si. (Kepala Seksi Pemantauan Sumber Daya Hutan Tingkat Unit Pengelolaan)

Desain Sampul : Andi France Daryanto, S.Hut

Kontributor Data : Staf Sub Direktorat Pemantauan Sumber Daya Hutan Sumber Foto : Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya

Hutan

Diterbitkan oleh : Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

© Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015

Alamat surat:

Gd. Manggala Wanabakti Blok 1 Lt. 7 Jl. Gatot Subroto Senayan Jakarta 10270 pemantauan.hutan@gmail.com

Telp. (021) 5730335-5730292 Fax. (021) 5730335

(4)

Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc. NIP. 19620301 198802 1 001

Jakarta, Desember 2015

Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penyusunan Buku Analisis Data Titik Panas (Hotspot) Kebakaran Lahan

dan Hutan tahun 2015.-•

Buku Analisis Data Titik Panas (Hotspot) Kebakaran Lahan dan Hutan tahun 2015 ini menyajikan data dan informasi terkait identifikasi dan analisis sebaran titik panas {hotspof) kebakaran lahan dan hutan berdasarkan fungsi kawasan, administrasi kabupaten dan provinsi, kelas penutupan lahan, areal konsesi, areal Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), jenis tanah, dan analisis lanjutan sebaran areal kebakaran lahan dan hutan tahun 2015.

Diharapkan buku ini menjadi salah satu bahan pengambilan kebijakan dalam upaya tindakan preventif sebagai sistem peringatan dini {early warning system) pada areal yang terindikasi rawan kebakaran lahan dan hutan yang berulang tiap tahun agar kejadian serupa tidak terjadi pada tahun-tahun mendatang.

Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukan.

(5)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Dasar Hukum 2

1.3 Maksud dan Tujuan 3

1.4 Ruang Lingkup 3

1.5 Hasil Kegiatan 4

II. METODOLOGI 5

2.1 Persiapan 5

2.2 Bahan dan Alat 5

2.3 Pelaksanaan 6

1. Pengolahan Data Titik Panas (Hotspot) 6

2. Pengolahan Data Areal Kebakaran Lahan dan Hutan 7 3. Analisa dan Pembahasan Data Titik Panas (Hotspot) Areal

Kebakaran lahan dan Hutan 8

III. HASIL DAN ANALISIS 9

3.1 Analisis Data Titik Panas (Hotspot) 9

3.2 Analisis areal Kebakaran Lahan dan Hutan 37

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 47

4.1 Kesimpulan 47

4.2 Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 50

(6)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Sebaran data titik panas untuk setiap provinsi tahun 2015 10 3.2 Sebaran data titik panas di setiap provinsi per bulan tahun 2015 13 3.3 Sebaran data titik panas untuk tiga kabupaten tertinggi di tiga provinsi

tertinggi 16

3.4 Sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan tahun 2015 17 3.5 Sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan untuk setiap provinsi

tahun 2015 19

3.6 Sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan per bulan tahun 2015 22 3.7 Sebaran titik panas berdasarkan penutupan lahan tahun 2015 23 3.8 Sebaran data titik panas untuk setiap kelas penutupan lahan berdasarkan

fungsi kawasan 27

3.9 Sebaran titik panas di areal IUPHHK-HA per bulan per provinsi tahun 2015 28 3.10 Sebaran titik panas di areal IUPHHK-HT per bulan per provinsi tahun 2015 31 3.11 Sebaran titik panas di areal kebun per bulan per provinsi tahun 2015 32 3.12 Sebaran titik panas di areal IPPKH per bulan per provinsi tahun 2015 33 3.13 Sebaran titik panas (hotspot) di areal gambut per provinsi dan per bulan 35 3.14 Sebaran titik panas (hotspot) di areal KPH per provinsi 36

(7)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Pengunduhan (download) Dari NASA FIRMS 6

2.2 Diagram alir tahapan analisis data titik panas (hotspot) 7 2.3 Diagram alir tahapan analisis areal kebakaran lahan dan hutan 8

3.1 Contoh raw data titik panas (hotspot) 9

3.2 Grafik jumlah data titik panas tahunan di Indonesia tahun 2001 – November

2015 11

3.3 Grafik periode El Nino/ La Nina tahun 1950 s.d 2015 12 3.4 Grafik sebaran data titik panas bulanan tahun 2015 12 3.5 Diagram sebaran data titik panas setiap pulau besar tahun 2015 15 3.6 Diagram sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan/APL tahun 2015 18 3.7 Diagram sebaran data titik panas berdasarkan penutupan lahan tahun 2015 24 3.8 Diagram sebaran titik panas di areal IUPHHK-HA per provinsi tahun 2015 29 3.9 Diagram sebaran titik panas di areal IUPHHK-HT per provinsi tahun 2015 30 3.10 Diagram sebaran titik panas di areal kebun per provinsi tahun 2015 34 3.11 Diagram sebaran titik panas di areal tambang per provinsi tahun 2015 34 3.12 Perbandingan sebaran titik panas dan hasil analisis kerapatan titik 38 3.13 Perbandingan identifikasi bekas kebakaran dengan kenampakan sebelum

kebakaran 39

3.14

Diagram luasan bekas kebakaran berdasarkan wilayah administrasi provinsi 40 3.15 Diagram luasan bekas kebakaran berdasarkan fungsi kawasan hutan 41 3.16 Diagram luasan bekas kebakaran berdasarkan penutupan lahan 41 3.17 Diagram luasan bekas kebakaran berdasarkan areal perizinan 42 3.18 Diagram luasan bekas kebakaran di dalam dan di luar perizinan 43 3.19 Diagram luasan bekas kebakaran di tanah gambut dan mineral 44 3.20 Diagram luasan bekas kebakaran di areal KPH Model per provinsi 44 3.21 Diagram luasan bekas kebakaran di areal KPH Model 45

(8)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 1

I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Peristiwa kebakaran lahan dan hutan di Indonesia dalam skala besar terjadi tahun 1982-1983, 1991, 1994, 1997-1998, 2006. Peristiwa kebakaran lahan dan hutan tersebut kembali mengancam Indonesia pada tahun 2015, khususnya di Sumatera, Kalimantan, dan Papua, yang telah menyebabkan 80% wilayah Sumatera dan Kalimantan tertutup asap pekat. Dampak kebakaran lahan dan hutan tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan, ekonomi dan sosial masyarakat secara nasional namun juga telah mempengaruhi negara tetangga.

Kerusakan yang diakibatkan oleh bencana kebakaran lahan dan hutan tahun 2015 ini diperkiran seluas 2,61 juta ha hutan dan lahan terbakar. Selain kerusakan tersebut, 24 orang meninggal dunia, lebih dari 600 ribu jiwa menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), serta lebih dari 60 juta jiwa terpapar asap. Kerugian ekonomi dan lingkungan akibat kebakaran diperkirakan sebesar Rp 221 Triliun, yang berupa penyebaran asap hingga ke negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina Selatan, rusaknya ekosistem, hilangnya plasma nutfah, emisi karbon dan lainnya (BNPB, 2015). Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya serius untuk menanggulanginya. Upaya penanggulangan perlu diawali dengan mengetahui lokasi terjadinya kebakaran dan menganalisis penyebab kebakaran lahan dan hutan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan di lapangan untuk mengendalikan kebakaran lahan dan hutan dengan memobilisasi dukungan sarana dan prasarana baik di tingkat pusat maupun daerah (a.l. Manggala Agni, SPORC), serta melibatkan berbagai pihak, termasuk Pemerintah Daerah, BNPB, TNI dan POLRI. Selain melakukan tindakan secara nyata di lapangan, KLHK juga melakukan upaya analisis data titik panas (hotspot) dan luasan kebakaran lahan dan hutan (burned area) melalui pemanfaatan teknologi penginderaan jauh. Kegiatan pemantauan dilakukan melalui analisis data titik panas (hotspot) yang diperoleh dari citra satelit MODIS Aqua-Terra. Adapun data sebaran dan luasan kebakaran lahan dan hutan diperoleh dari proses deliniasi on screen berdasarkan data citra Landsat 7

(9)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 2

ETM+ maupun Landsat 8 OLI terbaru yang dipandu dengan data titik panas (hotspot).

Saat ini pengolahan data titik panas dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Direktorat Pengendalian Kebakaran Lahan dan hutan, KLHK. Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan berperan mendukung kegiatan pemantauan kebakaran lahan dan hutan yaitu dengan melakukan kegiatan analisis data titik panas (hotspot) dan analisis sebaran luasan bekas kebakaran. Kegiatan ini dititikberatkan pada analisis sebaran data titik panas sebaran, sebaran luasan kebakaran lahan dan hutan, dan tumpang susun hasil analisis tersebut dengan peta-peta tematik kehutanan seperti fungsi kawasan hutan, areal konsesi, areal Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan penutupan lahan untuk mendapatkan informasi yang lebih komprehensif tentang peristiwa kebakaran tersebut.

Diharapkan dengan adanya analisis titik panas (hotspot) areal kebakaran lahan dan hutan ini, bisa menjadi gambaran dan alat bantu untuk pengambilan kebijakan upaya penanggulangan bencana kebakaran lahan dan hutan dengan cepat. Teknologi penginderaan jauh dan SIG dapat digunakan untuk memantau kebakaran lahan dan hutan. Proses analisis data mengunakan data satelit adalah metode yang cepat, tepat dan akurat, sehingga prosesnya tidak memakan waktu yang lama. Akan tetapi proses ini masih terkendala beberapa hal, terutamanya cakupan awan. . Kegiatan pemantauan kebakaran lahan dan hutan diharapkan mampu memberikan informasi teliti untuk cakupan wilayah luas.

1.2. DASAR HUKUM

i. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.18/Menlhk-II/2015 tanggal 14 April 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

ii. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.02/Menhut-II/2010 tentang Sistem Informasi Kehutanan

iii. Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Petikan Tahun Anggaran 2015 Nomor: SP DIPA-029.06.1.238378/2015 Revisi ke 01 tanggal 9 April 2015 tentang Pengesahan DIPA Direktorat Inventarisasi dan

(10)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 3

Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Tahun Anggaran 2015.

1.3. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud kegiatan analisis data titik panas (hotspot) adalah untuk mendapatkan data dan peta sebaran titik panas serta sebaran areal bekas kebakaran lahan dan hutan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan beserta jenis penutupan lahannya.

Kegiatan analisis data titik panas (hotspot) ini bertujuan untuk:

1. Mendapatkan data, informasi serta menganalisis tentang sebaran titik panas

(hotspot) di provinsi dan kabupaten di Indonesia, khususnya pada provinsi yang mempunyai sebaran titik panas tertinggi;

2. Mendapatkan data, informasi serta menganalisis tentang waktu/bulan dengan sebaran titik panas tertinggi;

3. Mendapatkan data, informasi serta menganalisis tentang sebaran titik panas

(hotspot) di kawasan hutan dan di luar kawasan hutan;

4. Mendapatkan data, informasi serta menganalisis tentang kondisi penutupan lahan dan atau penutupan hutan yang terindikasi terdapat titik panas (hotspot) baik untuk penutupan kelas berhutan ataupun kelas non hutan 5. Mendapatkan data, informasi serta menganalisis tentang sebaran titik panas

(hotspot) di areal konsensi

6. Mendapatkan data, informasi serta menganalisis tentang sebaran titik panas (hotspot) di areal gambut

7. Mendapatkan data, informasi serta menganalisis tentang sebaran titik panas (hotspot) di areal Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

8. Mendapatkan data dan informasi areal bekas kebakaran berdasarkan wilayah administrasi, fungsi kawasan hutan, penutupan lahan, areal konsesi ijin usaha pemanfaatan hutan dan areal penggunaan kawasan hutan lainnya.

1.4. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup kegiatan analisis data titik panas (hotspot) meliputi : 1. Pengunduhan (download), pengumpulan dan pengolahan awal data titik

(11)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 4

2.

Persiapan data dan peta tema-tema kehutanan

3. Pembuatan data base titik panas (hotspot) harian per provinsi dan per kabupaten

4. Analisis sebaran titik panas di provinsi dan kabupaten dan bulan sebaran tertinggi

5. Tumpang susun (overlay) antara data sebaran titik panas (hotspot) dengan peta fungsi kawasan, peta penutupan lahan, areal konsensi, areal gambut, dan areal KPH

6. Pengolahan dan analisis data titik panas yang telah ditumpang susun dengan peta fungsi kawasan, peta penutupan lahan, areal konsensi areal gambut, dan areal KPH untuk setiap provinsi dan bulan sebaran

7. Pengolahan data identifikasi areal kebakaran lahan dan hutan

8. Analisis spasial areal kebakaran lahan dan hutan dengan melakukan tumpang susun (overlay) dengan peta tema-tema kehutanan seperti penutupan lahan, fungsi kawasan hutan, areal gambut dan areal konsesi. 9. Penyajian data titik panas (hotspot) dan areal kebakaran lahan dan hutan.

1.5. HASIL KEGIATAN

Hasil kegiatan / keluaran dari kegiatan analisis data titik panas (hotspot) adalah :

1. Tabel dan diagram rekapitulasi sebaran titik panas di per provinsi dan per bulan dari Januari sampai November tahun 2015;

2. Tabel dan diagram rekapitulasi sebaran titik panas di tema-tema kehutanan yang digunakan yaitu fungsi kawasan hutan, penutupan lahan, areal konsesi, areal gambut, dan areal KPH;

3. Tabel dan diagram rekapitulasi sebaran areal kebakaran lahan dan hutan per provinsi;

4. Data hasil olahan dan analisis data titik panas yang telah ditumpangsusunkan dengan peta-peta tematik kehutanan;

5. Data hasil olahan dan analisis data areal kebakaran lahan dan hutan yang telah ditumpang susun dengan peta-peta tematik kehutanan;

6. Data dan peta sebaran titik panas dan areal kebakaran lahan dan hutan di beberapa tema kehutanan.

(12)

Analisa Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 5

II. METODOLOGI

2.1. Persiapan

Kegiatan persiapan terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut :

1. Penyiapan dan pengecekan piranti lunak (software) dan piranti keras (hardware )

2. Penyiapan dan pengecekan data titik panas (hotspot)

3. Penyiapan dan pengecekan data Citra Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI 4. Penyiapan data acuan (referensi) dalam proses pengolahan dan analisis data

titik panas (hotspot) dan areal kebakaran lahan dan hutan yaitu batas wilayah administrasi (provinsi, kabupaten), fungsi kawasan hutan, penutupan lahan, areal KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), lahan gambut dan areal konsesi (IUPHHK).

2.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada kegiatan analisis data titik panas (hotspot) dan areal kebakaran lahan dan hutan adalah sebagai berikut :

a. Data titik panas (hotspot) untuk seluruh wilayah Indonesia dari citra satelit MODIS Terra dan Aqua yang bersumber dari NASA FIRMS (https://firms.modaps.eosdis.nasa.gov)

b. Citra Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI sebagai sumber data pada penafsiran penutupan lahan dan deliniasi areal kebakaran lahan dan hutan c. Data penutupan lahan periode tahun 2014 dan 2015

d. Data tematik berupa batas wilayah administrasi (provinsi, kabupaten), fungsi kawasan, penutupan lahan, areal KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), gambut dan areal konsesi (IUPHHK).

Alat yang digunakan pada penyajian data titik panas (hotspot) dan areal kebakaran lahan dan hutan adalah sebagai berikut :

(13)

Analisa Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 6

a. Komputer minimal memiliki spesifikasi prosesor dual core 2GHZ, RAM 2 GB, Kapasitas penyimpanan 250 GB, memori VGA 128 MB yang mampu menampilkan screen resolution minimal 1280 x 1024 pixels.

b. Piranti lunak (Software) Microsoft Word, Microsoft Excel, ArcGIS 10, dan ENVI 4.5.

2.3. Pelaksanaan

Tahapan kegiatan analisis data titik panas (hotspot) dan areal kebakaran lahan dan hutan :

1. Pengolahan data titik panas (hotspot)

a. Pengunduhan (download) data titik panas (hotspot) harian dari NASA FIRMS (https://firms.modaps.eosdis.nasa.gov). Data dapat diunduh dalam bentuk

shapefile dan csv;

Gambar 2.1. Pengunduhan (download ) dari NASA FIRMS

b. Melakukan proses tumpang susun (overlay) dan identity data titik panas (hotspot) dengan batas wilayah administrasi (provinsi, kabupaten), penutupan

(14)

Analisa Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 7

lahan, fungsi kawasan, areal KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), gambut, dan areal konsesi (IUPHHK) dilanjutkan menghitung luasan pada tiap tema;

c. Pengolahan dan analisis hasil tumpang susun (overlay) di software Microsoft Excel;

d. Penyajian hasil perhitungan data dalam bentuk grafik, tabel dan layout peta data titik panas (hotspot) untuk beberapa tema kehutanan.

Gambar 2.2. Diagram alir tahapan analisis data titik panas (hotspot)

2. Pengolahan data areal kebakaran lahan dan hutan

a. Pengumpulan data titik panas (hotspot) hasil download dari NASA FIRMS; b. Estimasi areal kebakaran dengan analisis kerapatan titik panas (point density

analysis);

c. Deliniasi areal kebakaran berdasarkan data citra Landsat 7 ETM+ maupun Landsat 8 OLI terbaru sesuai dengan data titik panas (hotspot);

d. Analisis lanjutan dengan menggunakan data tema-tema kehutanan lainnya; e. Penyajian data, grafik, dan layout peta areal kebakaran lahan dan hutan; Diagram alir tahapan analisi areal kebakaran lahan dan hutan disajikan pada Gambar 2.3. Pengunduhan (download) Tumpang Susun (Overlay) Pengolahan dan Analisis Data Hasil Overlay Penyajian data, grafik, tabulasi dan layout peta

(15)

Analisa Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 8 3. Analisis dan pembahasan data titik panas (hotspot) areal kebakaran

lahan dan hutan

Analisis dan pembahasan data titik panas (hotspot) dan areal kebakaran lahan dan hutan tahun 2015 meliputi:

a. Sebaran data titik panas di provinsi dan pulau besar tahun 2015; b. Sebaran data titik panas di kabupaten provinsi tertinggi tahun 2015; c. Sebaran data titik panas bulanan tertinggi tahun 2015;

d. Sebaran data titik panas di tema-tema kehutanan yang digunakan yaitu fungsi kawasan hutan, penutupan lahan, areal konsesi, areal gambut, dan areal KPH; e. Sebaran areal kebakaran lahan dan hutan di provinsi tahun 2015;

f. Sebaran areal kebakaran lahan dan hutan di tema-tema kehutanan yang digunakan yaitu fungsi kawasan hutan, penutupan lahan, areal konsesi, dan areal gambut.

Gambar 2.3. Diagram alir tahapan analisis areal kebakaran lahan dan hutan HOTSPOT

Point Density Analysis

Landsat 7/8

Area Kebakaran Verifikasi

Digitasi Area Kebakaran

Analysis

Batas Admisistrasi

Lahan Gambut

Fungsi Kawasan Hutan

Perizinan Matriks dan Peta Kebakaran

(16)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 9

III. HASIL DAN ANALISIS

3.1. Hasil Analisis Data Titik Panas (hotspot)

Data titik panas yang dipergunakan dalam analisis ini bersumber dari NASA FIRMS. Data tersebut adalah hasil olahan dari citra satelit Terra/ Aqua MODIS dengan algoritme MOD 14. Pemilihan data tersebut sebagai referensi didasarkan beberapa pertimbangan diantaranya algoritme pengolahannya relatif sudah standar (MOD 14) dan korelasi keberadaan titik panas dengan bekas kebakaran pada citra Landsat cukup tinggi.

Data titik panas yang diunduh dari NASA FIRMS berupa koordinat titik panas (hotspot) yang dilengkapi dengan berbagai informasi pendukung (satelit pengindera, waktu akuisisi data, tingkat kepercayaan hasil perhitungan, dll.) (Gambar 3.1). Data tersebut disimpan dalam format shapefile. Data yang diunduh adalah untuk periode Januari s.d. 24 November 2015. Hasil kompilasi data titik panas (hotspot) seluruh Indonesia tahun 2015 berjumlah 136.108 titik.

Gambar 3.1 Contoh atribut data titik panas (hotspot) hasil unduhan dari NASA FIRMS Data titik panas hasil kompilasi tahun 2015 kemudian ditumpangsusunkan (overlay) melalui proses identity dengan tema lain, seperti wilayah administrasi, fungsi kawasan, penutupan lahan, batas areal KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), areal

(17)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 10

gambut dan areal konsesi (IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, kebun, dan IPPKH). Hasil analisis berupa akumulasi jumlah titik dan peta sebaran titik panas untuk setiap provinsi, fungsi kawasan, penutupan lahan, dan sebaran data titik panas di beberapa areal KPH, gambut dan konsesi. Hasil analisis titik panas tersebut kemudian disajikan dalam tabel per provinsi dan per bulan sehingga memudahkan untuk dibandingkan (Tabel 3.1 dan 3.2).

Tabel 3.1. Sebaran data titik panas untuk setiap provinsi tahun 2015

No. Provinsi Jumlah Hotspot

1 Kalimantan Tengah 30.057 2 Sumatera Selatan 27.727 3 Papua 12.959 4 Kalimantan Timur 8.918 5 Kalimantan Barat 7.975 6 Riau 7.155 7 Jambi 6.995 8 Kalimantan Selatan 5.869

9 Nusa Tenggara Timur 3.467

10 Maluku 2.846

11 Sulawesi Tengah 2.491

12 Sulawesi Selatan 2.164

13 Jawa Timur 2.006

14 Kepulauan Bangka Belitung 1.941

15 Sulawesi Tenggara 1.754

16 Lampung 1.545

17 Nusa Tenggara Barat 1.466

18 Maluku Utara 1.284 19 Sulawesi Utara 1.118 20 Kalimantan Utara 1.085 21 Sumatera Utara 820 22 Papua Barat 722 23 Jawa Barat 712 24 Sulawesi Barat 548 25 Sumatera Barat 506 26 Gorontalo 478 27 Jawa Tengah 384 28 Bengkulu 372

29 Nanggroe Aceh Darusalam 326

30 Banten 202 31 Kepulauan Riau 189 32 DI Yogyakarta 11 33 DKI Jakarta 9 34 Bali 7 TOTAL 136.108

(18)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 11

Berdasarkan data titik panas (hotspot) sesuai Tabel 3.1. titik panas tertinggi di tahun 2015 terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah (30.057 titik), kemudian disusul oleh Sumatera Selatan (27.727 titik), Papua (12.959 titik), Kalimantan Timur (8.918 titik), dan Kalimantan Barat (7.975 titik). Pada tahun 2014, hasil analisis diperoleh bahwa sebaran titik panas tertinggi terdapat di Provinsi Riau (18.971 titik) selanjutnya disusul oleh Provinsi Kalimantan Tengah (13.199 titik), Kalimantan Barat (8.993 titik), Sumatera Selatan (8.152 titik), dan Papua (5.739 titik). Hal tersebut menunjukkan bahwa Pulau Kalimantan dan Sumatera masih menjadi yang tertinggi dari tahun ke tahun. khususnya di Provinsi Kalimantan Tengah (IPSDH, 2014). Hasil analisis tahun-tahun sebelumnya sebaran data titik panas tertinggi hanya tersebar di Pulau Kalimantan dan Sumatera, namun di tahun 2013 sampai 2015 provinsi Papua termasuk kedalam salah satu provinsi yang terdapat sebaran titik panas yang cukup tinggi, hal tersebut terbukti berdasarkan hasil analisis titik panas tahun 2015 Provinsi Papua berada diposisi 3 tertinggi sebaran data titik panas (12.959 titik).

Gambar 3.2 Grafik jumlah data titik panas tahunan di Indonesia tahun 2001- November 2015

Berdasarkan hasil analisis data titik panas (hotspot) tahunan tahun 2001 s.d November 2015 pada Gambar 3.2, tahun 2004, 2006, 2009, dan 2015 terdapat lonjakan jumlah titik panas dibandingkan dengan tahun lainnya dalam kurun waktu 15 tahun. Hal tersebut berkorelasi dengan bencana dengan fenomena El Nino yang yang sedang menimpa Indonesia pada saat itu. Kebakaran lahan dan hutan di Sumatera dan

0 20 40 60 80 100 120 140 160 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 T iti k P a n a s (j u m la h d a la m r ib u a n ) Tahun

(19)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 12

Kalimantan telah menyebabkan 80% wilayah di Sumatera tertutup asap pekat pada bulan September s.d. Oktober 2015.

Gambar 3.3 Grafik periode El Nino/ La Nina tahun 1950 s.d 2015 (Sumber: National Weather Service, 2015)

Gambar 3.4 Grafik sebaran data titik panas bulanan tahun 2015

Gambar 3.4 menunjukkan kenaikan data titik panas (hotspot) yang dimulai pada bulan Agustus, mencapai puncak di bulan September dan Oktober, dan kemudian akan menurun drastis pada bulan November. Kecenderungan tersebut terjadi di seluruh provinsi di Indonesia. Penurunan data titik panas (hotspot) pada bulan November disebabkan karena curah hujan yang mulai meningkat.

-2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 610 1,143 1,440 993 1,252 2,186 7,414 18,315 48,641 47,692 6,422 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000

(20)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 13

Tabel 3.2. Sebaran data titik panas untuk setiap provinsi per bulan tahun 2015

No. PROVINSI JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGTS SEPT OKT NOV TOTAL

1 Kalimantan Tengah 22 7 28 22 32 37 569 5.149 12.303 11.144 744 30.057 2 Sumatera Selatan 13 40 39 29 137 223 681 1.868 11.261 12.249 1.187 27.727 3 Papua 10 6 22 11 38 17 148 1.008 4.737 6.001 961 12.959 4 Kalimantan Timur 8 29 79 84 55 36 258 1.336 2.304 4.209 520 8.918 5 Kalimantan Barat 8 22 61 14 46 69 742 2.263 3.891 803 56 7.975 6 Riau 143 547 626 410 212 620 2.099 685 1.351 404 58 7.155 7 Jambi 38 23 16 29 77 246 628 1.724 2.704 1.452 58 6.995 8 Kalimantan Selatan 2 4 5 13 7 6 82 798 2.525 2.114 313 5.869 9 Timur Nusa Tenggara 8 16 34 15 15 116 316 586 784 1.102 475 3.467 10 Maluku 6 1 8 2 3 7 30 215 1.166 1.180 228 2.846 11 Sulawesi Tengah 20 8 29 34 24 18 78 127 692 1.216 245 2.491 12 Sulawesi Selatan 50 51 41 54 88 45 106 220 565 757 187 2.164 13 Jawa Timur 54 42 35 32 61 147 469 329 286 419 132 2.006 14 Belitung Kepulauan Bangka 8 19 7 2 12 36 150 390 809 433 75 1.941 15 Sulawesi Tenggara 8 2 5 15 17 1 12 108 401 738 447 1.754 16 Lampung 1 3 3 23 55 100 156 501 569 134 1.545 17 Barat Nusa Tenggara 4 4 23 8 37 39 63 142 251 542 353 1.466

(21)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 14

No. PROVINSI JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGTS SEPT OKT NOV TOTAL

18 Maluku Utara 35 28 30 35 31 6 52 59 331 626 51 1.284 19 Sulawesi Utara 56 37 51 41 118 22 30 111 318 303 31 1.118 20 Kalimantan Utara 1 12 23 25 20 13 232 550 162 41 6 1.085 21 Sumatera Utara 36 110 65 35 33 233 199 29 53 11 16 820 22 Papua Barat 9 2 9 6 12 17 45 35 154 407 26 722 23 Jawa Barat 15 17 39 17 39 22 47 133 185 164 34 712 24 Sulawesi Barat 1 1 2 3 2 8 48 218 257 8 548 25 Sumatera Barat 21 18 10 1 21 58 141 44 164 25 3 506 26 Gorontalo 2 3 4 8 9 3 4 33 157 211 44 478 27 Jawa Tengah 8 4 8 7 9 13 33 85 120 79 18 384 28 Bengkulu 1 1 21 2 14 8 47 38 99 136 5 372 29 N. Aceh Darusalam 8 65 76 22 39 61 25 14 13 2 1 326 30 Banten 6 2 6 3 8 1 11 16 95 52 2 202 31 Kepulauan Riau 8 22 34 11 10 9 8 11 34 41 1 189 32 DI Yogyakarta 1 2 1 1 1 3 2 11 33 DKI Jakarta 2 1 5 1 9 34 Bali 3 2 1 1 7 TOTAL 610 1.143 1.440 993 1.252 2.186 7.414 18.315 48.641 47.692 6.422 136.108

(22)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 15

Tabel 3.2 menunjukkan bahwa bulan dengan sebaran titik panas tertinggi terjadi pada bulan kering yaitu bulan September dan Oktober. Provinsi yang memiliki data titik panas tertinggi ternyata juga memiliki sebaran bulan tertinggi yang sama yaitu bulan September dan Oktober, untuk Provinsi Kalimantan Tengah pada bulan September terdapat 12.303 titik dan bulan Oktober 11.144 titik, Provinsi Sumatera Selatan pada bulan September 11.261 titik dan bulan Oktober 12.249 titik sedangkan Provinsi Papua pada bulan September 4.737 titik dan bulan Oktober terdapat 6.001 titik.

Gambar 3.5 Diagram sebaran data titik panas setiap pulau besar tahun 2015 Berdasarkan Gambar 3.5 terlihat bahwa sebaran titik panas berdasarkan pulau besar di Indonesia, sebaran titik panas tertinggi terdapat di Pulau Kalimantan (53.904 titik), Sumatera (48.054 titik), dan Papua (13.681 titik). Seperti telah disebutkan. tingginya sebaran titik panas pada pulau-pulau besar tersebut mungkin terjadi karena banyaknya aktivitas yang berkaitan dengan pembukaan hutan tanaman, areal perkebunan dan tambang, aktivitas pertanian terutama pertanian campur dan perambahan.

Selain dilakukan analisis berdasarkan wilayah administrasi provinsi dan pulau besar yang ada di Indonesia, analisis juga dilakukan pada wilayah administrasi kabupaten yang terdapat di provinsi yang memiliki sebaran data titik panas tertinggi. Berdasarkan hasil analisis wilayah kabupaten sebaran data titik panas terdapat di Kabupaten Ogan Komering Ilir (16.717 titik) Provinsi Sumatera Selatan, disusul

Kalimantan

Sumatera Papua

Sulawesi

(23)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 16

Kabupaten Merauke (8.760 titik) Provinsi Papua dan Kabupaten Pulang Pisang (8.201 titik) Provinsi Kalimantan Tengah. Secara rinci analisis titik panas berdasarkan wilayah administrasi di tiga kabupaten tertinggi di tiga provinsi tertinggi terdapat di Tabel 3.3.

Berdasarkan hasil analisis data titik panas tahun 2014, sebaran tertinggi untuk kabupaten juga berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan yaitu sebanyak 5.254 titik, selanjutnya ada di Kabupaten Merauke Papua sebanyak 5.071 titik (IPSDH, 2014). Kejadian bencana kebakaran hutan dalan lahan yang terjadi pada tahun 2015 ini ditunjukkan juga oleh sebaran asap serta sebaran areal bekas kebakaran yang didominasi terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Merauke Provinsi Papua dan Kabupaten Pulang Pisang Provinsi Kalimantan Tengah. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan September dan Oktober yang merupakan bulan tertinggi terdapat titik panas (hotspot).

Tabel 3.3 Sebaran data titik panas untuk tiga kabupaten tertinggi di tiga provinsi tertinggi Kabupaten Hotspot Kalimantan Tengah 30.057 1. Pulangpisau 8.201 2. Kotawaringin Timur 3.581 3 Kapuas 3.305 Sumatera Selatan 27.730

1. Ogan Komering Ilir 16.717

2. Musibanyuasin 4.568 3. Banyuasin 2.300 Papua 12.959 1. Merauke 8.760 2. Mappi 2.524 3. Bovendigoel 973

Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan mempunyai sebaran yang cukup tinggi di areal hutan tanaman dan perkebunan selebihnya ada di kawasan APL, sedangkan Merauke sebaran tertinggi ada di kawasan APL. Secara rinci analisis titik panas berdasarkan wilayah administrasi kabupaten di tiga provinsi tertinggi terdapat di Lampiran 1.

(24)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 17

Analisis data titik panas dengan tema-tema yang berhubungan kehutanan seperti fungsi kawasan, penutupan lahan, Kesatuan Pengelolan Hutan (KPH), dan areal konsesi dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui sebaran, penyebab dan dampak yang terjadi dari adanya sebaran titik panas di areal-areal tersebut. Selain dari sebaran titik panas juga bisa diidentifikasi hubungannya dengan penyebab maupun dampak kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di areal-areal tersebut.

Tabel dan diagram jumlah sebaran data titik panas di dalam dan di luar kawasan hutan untuk data tahun 2015 secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.4 dan Gambar 3.6. Informasi lebih detail mengenai sebaran data titik panas di dalam dan di luar kawasan hutan untuk setiap provinsi dan bulan sebaran ada pada Tabel 3.5 dan 3.6.

Tabel 3.4 Sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan tahun 2015

No. Fungsi Kawasan Hotspot

A. Kawasan Suaka Alam / Kawasan Pelestarian Alam 14.835

1 Kawasan Suaka Alam / Kawasan Pelestarian Alam 7.301

2 Kawasan Suaka Alam 3.344

3 Suaka Alam 7

4 Suaka Margasatwa 565

5 Cagar Alam 718

6 Taman Burung 121

7 Taman Nasional 2.515

8 Taman Wisata Alam 35

9 Taman Hutan Rakyat 115

10 Hutan Suaka Alam 114

B. Hutan Lindung 12.999

1 Hutan Lindung 12.999

C. Hutan Produksi 63.739

1 Hutan Produksi Terbatas 9.225

2 Hutan Produksi Konversi 13.259

3 Hutan Produksi 41.254

4 Hutan Pangonan 1

D. Areal Penggunaan Lain 44.535

1 Areal Penggunaan Lain 44.535

Total 136.108

Berdasarkan hasil pengolahan data titik panas dengan data fungsi kawasan hutan, data titik panas tertinggi pada tahun 2015 terdapat di kawasan Hutan Produksi (46,83%) dengan jumlah titik panas 63.739 titik. Selanjutnya 32,72% atau 44.535 titik

(25)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 18

terdapat di areal penggunaan lain, KSA/KPA sebanyak 14.835 titik (10,90%), dan hutan lindung sebanyak 12.999 titik atau 9.55% (Tabel 3.4).

Gambar 3.6. Diagram sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan/APL tahun 2015

Berdasarkan Tabel 3.5 provinsi yang paling tinggi sebaran data titik panas di kawasan hutan produksi yaitu Provinsi Sumatera Selatan (17.658 titik), Kalimantan Tengah (14.226 titik) dan Papua (6.861 titik). Data tersebut serupa dengan hasil analisis sebelumnya, bahwa ketiga provinsi tersebut menduduki tiga provinsi yang memiliki sebaran data titik panas tertinggi. Sebagai perbandingan pada analisis tahun sebelumnya yaitu tahun 2012, 2013, dan 2014 analisis sebaran titik panas tertinggi pada fungsi kawasan hutan juga berada di fungsi kawasan hutan produksi (IPSDH, 2014).

(26)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 19

Tabel 3.5 Sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan untuk setiap provinsi

PROVINSI KSA/ KPA HL HP APL TUBUH AIR TOTAL Kalimantan Tengah 5.712 5.613 14.226 4.440 66 30.057 Sumatera Selatan 743 842 17.658 8.484 5 27.732 Papua 3.342 891 6.861 1.731 134 12.959 Kalimantan Timur 536 112 3.370 4.863 44 8.925 Kalimantan Barat 514 558 2.618 4.243 44 7.977 Riau 622 177 5.032 1.318 6 7.155 Jambi 1.092 245 3.426 2.232 6.995 Kalimantan Selatan 181 195 1.903 3.576 14 5.869

Nusa Tenggara Timur 92 609 443 2.317 6 3.467

Maluku 41 197 1.994 613 1 2.846 Sulawesi Tengah 149 346 825 1163 2.483 Sulawesi Selatan 19 799 288 1.047 11 2.164 Jawa Timur 422 823 235 526 2.006 Kep.Bangka Belitung 40 257 935 705 4 1.941 Sulawesi Tenggara 151 177 753 672 1 1.754 Lampung 327 49 111 1.052 6 1.545

Nusa Tenggara Barat 457 88 226 685 1.456

Maluku Utara 13 263 620 380 8 1.284 Sulawesi Utara 51 116 167 784 1.118 Kalimantan Utara 4 19 338 713 11 1.085 Sumatera Utara 99 85 351 285 820 Papua Barat 9 105 322 272 14 722 Jawa Barat 85 20 169 438 712 Sulawesi Barat 20 119 92 314 3 548 Sumatera Barat 16 98 217 173 2 506 Gorontalo 6 27 232 212 1 478 Jawa Tengah 26 51 60 247 384 Bengkulu 44 62 82 188 376 N. Aceh Darusalam 12 23 53 238 326 Banten 3 4 65 130 202 Kepulauan Riau 6 26 64 90 3 189 DI Yogyakarta 0 2 9 11 DKI Jakarta 0 0 9 9 Bali 1 3 1 2 7 TOTAL 14,835 12,999 63,739 44,151 403 136,108

Kawasan hutan produksi yang memiliki sebaran titik panas tertinggi di dominasi oleh hutan produksi tetap. Hal tersebut terjadi karena perubahan penutupan dan peruntukan lahan berubah sangat dinamis pada beberapa provinsi terutama provinsi

(27)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 20

yang memiliki data sebaran titik panas tertinggi. Perubahan penutupan dan peruntukkan lahan yang berubah sangat dinamis terjadi pada Provinsi Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat, hal tersebut ditunjukkan pada tingginya titik panas di kawasan hutan produksi tetap di provinsi tersebut. Berbeda dengan Provinsi Papua, pada provinsi tersebut sebaran titik panas cukup tinggi di kawasan HPK karena adanya aktifitas pembukaan lahan yang dilakukan oleh masyarakat. Sebaran data titik panas di setiap fungsi kawasan hutan per provinsi dan per bulan di tiga provinsi tertinggi terdapat di Lampiran 2.

Selain kawasan hutan produksi tetap, kawasan hutan konversi (HPK) memiliki sebaran jumlah titik panas kedua tertinggi (13.259 titik) ada pada kawasan hutan produksi. Hasil analisis juga didukung dengan hasil analisis sebelumnya pada tahun 2012 dan 2014 dengan hasil analisis yang sama. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Provinsi Papua yang memiliki sebaran titik panas tertinggi di kawasan HPK (3.654 titik) dibandingkan kawasan HP (1.685 titik).

Sebaran tertinggi untuk fungsi hutan produksi (HP) adalah di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini sesuai dengan areal hutan tanaman dan perkebunan yang luas di provinsi ini. Saharjo (1999) menyatakan bahwa baik di areal HTI, hutan alam dan perladangan berpindah dapat dikatakan bahwa 99% penyebab kebakaran hutan di Indonesia adalah berasal dari ulah manusia, baik sengaja dibakar atau karena api lompat yang terjadi akibat kelalaian pada saat penyiapan lahan.

Berdasarkan Tabel 3.4, untuk di luar kawasan hutan (APL) sebaran titik panas berjumlah 44.151 titik. Jumlah titik ini adalah jumlah titik panas tertinggi dari keseluruhan perhitungan di tema fungsi kawasan. Ini menandakan kalau sebaran titik panas lebih tinggi di luar kawasan hutan dibanding di dalam kawasan hutan walaupun jika kita kelompokkan menjadi 4 fungsi kawasan besar (KSA/KPA, HL, HP dan APL) sebaran data titik panas total berada di hutan produksi (HP, HPK, dan HPT). Berdasarkan Tabel 3.5 sebaran titik panas tertinggi di APL terdapat di Provinsi Sumatera Selatan (8.484 titik), selanjutnya di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Kondisi ini sama dengan analisis tahun sebelumnya, pada tahun 2012 dan 2013 sebaran tertinggi di APL terdapat di Provinsi Sumatera Selatan (IPSDH, 2014).

Hasil analisis dari tahun 2012, 2013 sampai 2014 ini kawasan APL mempunyai sebaran titik panas lebih tinggi dibanding kawasan hutan. Kemungkinan besar

(28)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 21

disebabkan karena konversi dari kawasan hutan ke kawasan perkebunan yang pesat, serta masih ada kemungkinan pengaruh dari pembukaan lahan pertanian, dan aktifitas perladangan berpindah yang masih ada di wilayah provinsi-provinsi ini.

Pada Tabel 3.6 yang menampilkan analisis tema fungsi kawasan dilihat dari bulan sebaran, hampir sebagian besar provinsi dengan sebaran tertinggi di bulan September dan Oktober, serta terdapat di kawasan HP serta APL. Berdasarkan total jumlah sebaran titik panas di Indonesia dengan fungsi kawasan pada tahun 2015, jumlah titik panas tertinggi ada di Provinsi Kalimantan Tengah (30.057 titik), diikuti Provinsi Sumatera Selatan (27.732 titik), serta Provinsi Papua (12.959 titik).

(29)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 22

Tabel 3.6 Sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan per bulan tahun 2015

Fungsi Kawasan JAN FEB MART APRL MEI JUN JULI AGST SEPT OKT NOV Total

APL 298 485 621 483 675 826 2.534 7.291 16.502 11.880 2.556 44.151 HP 115 235 421 317 303 632 2.128 4.413 14.595 16.454 1.641 41.254 HPK 37 138 94 54 38 94 732 1.733 4.810 4.910 619 13.259 HL 69 100 87 56 73 199 802 1.828 4.476 4.928 381 12.999 HPT 40 122 154 53 58 203 711 1.461 3.128 3.002 293 9.225 KSA/KPA 18 19 11 6 19 123 297 644 2.550 3.426 188 7.301 KSA 3 1 2 44 351 1.307 1.225 411 3.344 TN 20 14 10 12 43 33 77 312 517 1.240 237 2.515 CA 1 2 12 4 35 38 35 97 236 229 29 718 SM 1 1 5 6 69 285 182 16 565 Tubuh Air 3 13 16 2 2 1 15 76 127 125 23 403 TB 3 3 1 6 29 28 39 12 121 Tahura 1 1 9 65 30 9 115 HSA 9 11 8 5 1 29 9 3 16 16 7 114 TWA 2 2 17 2 5 7 35 SA 3 4 7 Hutan Pangonan 1 1 Total 610 1.143 1.440 993 1.252 2.187 7.414 18.318 48.650 47.698 6.422 136.127

(30)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 23

Tabel rekapitulasi dan diagram jumlah titik panas (hotspot) yang diintegrasikan dengan data penutupan lahan secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.7 dan Gambar 3.6. Untuk informasi sebaran data titik panas di kelas penutupan lahan untuk setiap provinsi serta sebaran untuk setiap bulannya terdapat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Tabel sebaran data titik panas di setiap kelas penutupan lahan per provinsi dari bulan Januari sampai November 2015 dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 3.7 Sebaran data titik panas berdasarkan penutupan lahan tahun 2015

No. Kode PL Penutupan Lahan Hotspot

1 2001 Hp Hutan Lahan Kering Primer 1.870 2 2002 Hs Hutan Lahan Kering Sekunder 10.749

3 2004 Hmp Hutan Mangrove Primer 97

4 20041 Hms Hutan Mangrove Sekunder 290

5 2005 Hrp Hutan Rawa Primer 1.476

6 20051 Hrs Hutan Rawa Sekunder 11.823

7 2006 Ht Hutan Tanaman 11.692 Total Hutan 37.997 8 2007 B Belukar 15.355 9 2010 Pk Perkebunan 6.963 10 2012 Pm Pemukiman 1.383 11 2014 T Tanah Terbuka 8.707

12 3000 S Savanna/ Padang rumput 5.463

13 20071 Br Belukar Rawa 33.896

14 20091 Pt Pertanian Lahan Kering 4.775

15 20092 Pc Pertanian Lahan Kering Campur 12.477

16 20093 Sw Sawah 2.329 17 20094 Tm Tambak 111 18 20121 Bdr Bandara/ Pelabuhan 5 19 20122 Tr Transmigrasi 170 20 20141 Tb Pertambangan 1.100 21 50011 Rw Rawa 4.810 22 5001 A Badan Air 567

Total Non Hutan 98.111

Total Hutan + Non Hutan 136.108

Berdasarkan Tabel 3.7 hasil pengolahan data titik panas dengan kelas penutupan lahan tahun 2015, dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada tahun 2015 pada kelas penutupan lahan hutan, sebaran titik panas tertinggi terdapat di kelas hutan rawa sekunder sebanyak 11.823 titik dan Hutan Tanaman sebanyak 11.692 titiik

(31)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 24

sedangkan untuk kelas penutupan lahan non hutan, kelas belukar rawa (20071) memiliki sebaran titik panas tertinggi sebanyak 33.896 titik.

Untuk kelas penutupan lahan hutan di kelas hutan rawa sekunder dan hutan tanaman memiliki sebaran yang tertinggi, hal tersebut dapat disebabkan karena di areal-areal tersebut sudah atau masih terdapat bukaan hutan, untuk keperluan hutan tanaman ataupun perkebunan. Kegiatan pembukaan kawasan hutan pada hutan tanaman maupun perkebunan biasanya menggunakan metode pembakaran agar bisa dilakukan secara mudah dan murah juga menghasilkan bahan mineral yang siap diserap oleh tumbuhan (Saharjo, 1999).

Gambar 3.7 Diagram sebaran data titik panas berdasarkan penutupan lahan tahun 2015

Berdasarkan hasil analisis titik panas tahun 2014, untuk kelas penutupan lahan hutan maupun non hutan memiliki hasil yang sama dengan analisis tahun 2015 yaitu kelas penutupan lahan hutan rawa sekunder (hutan) dan belukar rawa (non hutan) memiliki nilai sebaran titik panas tertinggi. Kecenderungan memiliki sebaran data titik panas tertinggi dapat menjadi suatu rujukan pengambilan kebijakan dalam upaya pencegahan (early warning) terhadap dampak kebakaran lahan dan hutan akibat tingginya titik panas pada kelas penutupan lahan tersebut.

(32)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 25

Pada kelas penutupan lahan non hutan, belukar rawa memiliki sebaran titik panas tertinggi yaitu hampir 35% dari total sebaran titik panas di kelas penutupan lahan non hutan. Berikutnya terdapat di kelas belukar (2007) sebanyak 15.355 titik dan kelas pertanian lahan kering campur (20092) sebanyak 12.477 titik. Pola sebaran titik panas ini hampir sama dengan sebaran titik panas untuk kelas penutupan lahan non hutan di analisis tahun 2012, 2013, dan 2014. Kelas belukar rawa, pertanian lahan kering campur dan tanah terbuka selalu menjadi kelas penutupan lahan non hutan yang memiliki sebaran titik panas tertinggi. Hal tersebut disebabkan karena karakteristik tumbuhan / tanaman di kelas penutupan lahan tersebut akan mudah terbakar pada musim kering yang memiliki suhu yang cukup tinggi sehingga teridentifikasi sebagai titik panas, terutama pada kelas belukar rawa, belukar dan pertanian lahan kering campur. Selain itu, sebaran titik panas tinggi di kelas belukar (rawa dan kering) kemungkinan karena pembukaan areal banyak di kelas-kelas tersebut (hutan tanaman, kebun, atau pembukaan belukar ke lahan pertanian).

Sebaran titik panas menurut kelas penutupan lahan untuk setiap provinsi di Indonesia secara terinci terdapat di Lampiran 3. Provinsi yang teridentifikasi mempunyai titik panas tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 30.057 titik, dengan sebaran titik panas tertinggi terdapat di kelas belukar rawa sebanyak 15.990 titik (kelas penutupan lahan non hutan) dan kelas hutan rawa sekunder sebanyak 6.656 titik (penutupan lahan kelas hutan). Provinsi Sumatera Selatan sebagai provinsi kedua yang memiliki sebaran titik panas tertinggi dibeberapa kelas penutupan lahan baik kelas hutan maupun non hutan. Hutan tanaman sebagai kelas tertinggi kedua di kelas penutupan lahan hutan sebanyak 8.555 titik dan kelas pertanian lahan kering campur dan tanah terbuka sebanyak 1.966 titik dan 1.674 titik merupakan kelas penutupan lahan non hutan yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan.

Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan hasil analisis penutupan lahan masuk kedalam tiga provinsi tertinggi sebaran titik panasnya. Pada provinsi tersebut kelas hutan lahan kering sekunder (tertinggi ketiga di penutupan lahan kelas hutan) sebanyak 1.608 titik dan semak / belukar sebanyak 2.839 titik yang merupakan kelas tertinggi kedua di penutupan lahan kelas non hutan.

Jika diintegrasikan dengan tema fungsi kawasan hutan (Tabel 3.8) dapat diketahui sebaran kelas penutupan lahan tertinggi kelas non hutan yaitu kelas belukar rawa terbanyak berada di dalam kawasan hutan (HP) selebihnya di luar kawasan hutan

(33)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 26

(APL). Berbeda dengan belukar, yang sebaran titik panasnya lebih banyak di kawasan APL dibandingkan di HP, di kelas pertanian lahan kering campur sebaran titik apinya lebih banyak dijumpai di kawasan APL sedangkan tanah terbuka sebaran titik panas lebih banyak terdapat di dalam kawasan dibandingkan di luar kawasan hutan. Sebaran titik panas di kelas penutupan lahan berhutan paling banyak terdapat di kawasan HP kemudian di luar kawasan hutan (APL). Kondisi ini terdapat di kelas hutan rawa sekunder, hutan tanaman serta hutan lahan kering sekunder.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tumpang susun yang dilakukan dengan tema kehutanan seperti fungsi kawasan hutan dan penutupan lahan serta bulan terdapatnya titik panas, maka bulan September dan Oktober merupakan bulan tertinggi ditemukannya sebaran titik panas. Hal tersebut terjadi pada hampir seluruh provinsi terutama pada provinsi tertinggi seperti Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Papua dan Kalimantan Timur. Secara rinci

s

ebaran data titik panas di kelas penutupan lahan per bulan terdapat di Lampiran 4.

(34)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 27

Tabel 3.8. Sebaran data titik panas untuk setiap kelas penutupan lahan berdasarkan fungsi kawasan

Kode Penutupan

Lahan

Fungsi Kawasan Hutan

Total APL CA HL HP HPK HPT HSA Pangonan Hutan KSA KSA/KPA SA SM Tahura TB TN TWA Tubuh Air

2001 504 58 366 327 177 226 1 61 28 1 2 101 1 17 1870 2002 2528 21 1564 2733 1022 2149 44 76 279 2 67 35 6 203 19 1 10749 2004 12 53 6 5 6 11 2 2 97 2005 52 17 57 132 647 77 2 492 1476 2006 1284 7 157 9628 32 397 100 39 14 4 30 11692 2007 5417 86 1999 4809 1053 1244 46 17 318 2 82 31 99 144 3 5 15355 2010 4390 100 1315 855 174 119 5 1 3 1 6963 2012 1325 7 30 17 4 1383 2014 2540 239 624 2895 904 755 13 55 323 1 51 2 303 2 8707 3000 1534 12 607 532 1202 370 988 11 95 1 109 2 5463 5001 74 3 34 23 6 89 6 2 1 329 567 20041 85 85 55 17 10 1 27 1 8 1 290 20051 1561 13 1825 3821 2006 282 286 1920 108 1 11823 20071 9002 246 3918 10663 3535 1234 864 3537 160 717 20 33896 20091 3331 4 130 905 212 81 6 2 66 22 12 3 1 4775 20092 6754 4 872 1977 1008 1254 4 1 38 235 2 31 33 7 247 5 5 12477 20093 2060 1 58 66 119 16 2 7 2329 20094 83 7 11 1 9 111 20121 5 5 20122 150 8 12 170 20141 712 107 231 39 6 5 1100 50011 746 27 500 1151 889 367 779 314 6 27 4 4810 Total 44151 718 12999 41254 13259 9225 114 1 3344 7301 7 565 115 121 2515 35 403 136108

(35)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 28

Analisis sebaran data titik panas dilakukan juga pada areal konsesi. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sebaran titik panas ini berada di dalam atau di luar areal konsesi. Analisis ini juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan jika memang terjadi sebaran titik panas lebih tinggi di dalam areal konsesi yang dapat menyebabkan kebakaran lahan dan hutan atau dapat dikatakan juga salah satu analisis penyebab kebakaran lahan dan hutan.

Analisis di areal konsesi ini dilakukan pada sebaran lahan areal IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, Kebun dan IPPKH (Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan). Tabel rekapitulasi jumlah hotspot yang diintegrasikan dengan data IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, Kebun dan IPPKH disajikan untuk setiap provinsi dari bulan Januari sampai November 2015 terdapat pada Tabel 3.9 s.d Tabel 3.12.

Tabel 3.9 Sebaran titik panas di areal IUPHHK-HA per bulan per provinsi tahun 2015

Provinsi Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agst Sept Okt Nov Total

Bengkulu 3 1 2 6 1 13 Gorontalo 8 39 35 1 83 Jambi 1 100 209 459 233 9 1011 Kalimantan Barat 1 1 1 45 305 247 18 618 Kalimantan Selatan 1 1 10 60 156 21 249 Kalimantan Tengah 1 1 1 1 2 19 297 581 564 168 1635 Kalimantan Timur 1 12 10 11 4 7 108 363 540 921 75 2052 Kalimantan Utara 1 2 5 1 99 99 43 15 1 266 Maluku 1 4 18 210 232 33 498 Maluku Utara 1 7 2 1 7 13 89 200 12 332 N. Aceh Darusalam 1 7 4 8 7 6 1 4 38 Papua 1 3 1 3 1 6 30 220 366 9 640 Papua Barat 4 2 3 2 5 10 14 46 132 5 223 Riau 24 22 17 35 32 95 226 106 226 2 785 Sulawesi Barat 1 5 12 18 Sulawesi Tengah 5 3 1 2 2 2 11 21 163 263 30 503 Sulawesi Tenggara 1 11 11 23 Sulawesi Utara 20 26 46 Sumatera Barat 1 1 6 8 Sumatera Selatan 1 1 1 10 43 19 80 13 3 171 Sumatera Utara 1 7 3 2 22 7 1 43 Total 41 54 53 69 59 153 687 1520 3052 3198 369 9255

(36)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 29

Pengolahan data titik panas di areal konsesi dilakukan dengan metode yang sama dengan pengolahan dan analisis tema-tema kehutanan lainnya. Analisis ini dilakukan untuk melihat pola sebaran titik panas terutama di provinsi dengan sebaran titik panas tertinggi dengan bulan sebaran tertinggi yang relatif sama.

Gambar 3.8 Diagram sebaran titik panas di areal IUPHHK-HA per provinsi tahun 2015 Gambar 3.8 menunjukkan sebaran data titik panas yang diintegrasikan dengan areal IUPHHK-HA, berdasarkan analisis tersebut terdapat 9.255 titik panas yang tersebar di areal IUPHHK-HA. Berdasarkan analisis sebaran titik panas di areal IUPHHK-HA dengan provinsi, Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Jambi memiliki sebaran titik panas yang tertinggi. Hasil analisis tersebut, selaras dengan hasil analisis sebelumnya yaitu Provinsi Kalimantan Tengah menjadi salah satu provinsi yang selalu berada pada posisi tertinggi yang memiliki sebaran titik panas. Namun, pada analisis ini Provinsi Kalimantan Timur dan Jambi menjadi salah satu provinsi tertinggi karena pada dua provinsi tersebut memiliki jumlah atau total areal IUPHHK-HA yang lebih banyak dibandingkan dengan provinsi lainnya, begitu juga dengan Provinsi Kalimantan Tengah.

Pada Tabel 3.9, sebaran titik tertinggi terjadi di bulan September dan Oktober. Hal tersebut terjadi pada sebagian besar provinsi yang memiliki sebaran titik panas di areal IUPHHK-HA. Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah pada bulan Oktober memiliki sebaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan bulan September.

2052 1635 1011 785 640 618 503 498 332 266 249 223 171 83 46 43 38 23 18 13 8 0 500 1000 1500 2000 2500 Jum lah T iti k P an as ( H o ts po t) Provinsi

(37)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 30

Sebaliknya untuk Provinsi Jambi, kondisi sebaran tertinggi terdapat di bulan September dibandingkan dengan bulan Oktober.

Gambar 3.9 Diagram sebaran titik panas di areal IUPHHK-HT per provinsi tahun 2015 Selain analisis di areal IUPHHK-HA analisis sebaran titik panas dilakukan juga di areal IUPHHK-HT. Berdasarkan Gambar 3.9 dapat dilihat bahwa sebaran titik panas tertinggi terdapat di Provinsi Sumatera Selatan yaitu 15.486 titik atau hampir 50% sebaran titik panas di areal IUPHHK-HT terdapat pada provinsi tersebut. Tabel 3.10 menunjukkan bahwa di Provinsi Sumatera Selatan bulan sebaran tertinggi terdapat di bulan Oktober lalu September.

Berbeda dengan hasil analisis sebelumnya, tahun 2013 dan 2014 analisis di areal IUPHHK-HT provinsi tertinggi terdapat di Provinsi Riau, pada tahun 2015 Provinsi Riau berada di posisi ketiga provinsi dengan sebaran titik panas tertinggi yaitu sebanyak 2.122 titik. Di Pulau Sumatera, sampai dengan tahun 2013 luas areal konsesi IUPHHK-HT mencapai 4,5 juta ha dan Provinsi Riau memiliki konsesi terluas (1,7 juta ha) sehingga dikenal juga sebagai provinsi yang terkena dampak kehilangan hutan alam paling luas akibat pembangunan HT (FWI, 2014).

Sebaran titik panas secara total jika dibandingkan antara areal IUPHHK-HA dengan IUPHHK-HT, dapat dilihat bahwa IUPHHK-HT di tahun 2015 jauh cukup tinggi dibandingkan di areal IUPHHK-HA.

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 Jum lah T iti k P an as ( H o ts po t) Provinsi

(38)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 31

Tabel 3.10 Sebaran titik panas di areal IUPHHK-HT per bulan per provinsi tahun 2015

Provinsi Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agst Sept Okt Nov Total

Gorontalo 1 3 25 70 1 100 Jambi 11 6 3 14 14 57 149 386 815 166 17 1638 Kalimantan barat 4 2 11 5 9 6 144 463 531 74 9 1258 Kalimantan selatan 1 1 9 51 392 466 69 989 Kalimantan tengah 2 1 2 3 6 2 58 203 583 632 291 1783 Kalimantan timur 2 19 13 6 7 46 199 497 1300 112 2201 Kalimantan utara 1 3 5 10 6 26 61 26 8 146 Kep. bangka belitung 2 2 1 2 14 65 148 261 132 13 640 Lampung 1 3 8 38 19 1 70 Maluku 1 1 14 240 191 5 452 Maluku utara 1 2 3 4 15 25 N. Aceh darusalam 4 1 1 3 4 4 4 21 Nusa tenggara barat 1 2 11 35 12 61 Nusa tenggara timur 5 11 17 36 25 2 96 Papua 3 4 89 885 936 93 2010 Papua barat 2 3 3 12 29 1 50 Riau 63 126 237 220 138 237 525 201 285 56 34 2122 Sulawesi barat 1 2 6 19 11 39 Sulawesi selatan 1 1 20 25 7 54 Sulawesi tengah 1 1 6 18 17 3 46 Sulawesi tenggara 5 23 14 30 12 84 Sumatera barat 2 3 1 13 17 16 3 2 57 Sumatera selatan 4 21 15 9 45 54 222 550 5463 8442 661 15486 Sumatera utara 2 6 5 2 6 22 42 2 2 89 Total 93 171 303 277 240 420 1329 2460 10197 12682 1345 29517

Hasil analisis sebaran titik panas di areal kebun terdapat pada Tabel 3.11, pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa Provinsi Jambi merupakan provinsi dengan data sebaran titik panas tertinggi di areal kebun (858 titik) dengan bulan sebaran tertingginya yaitu di bulan September. Selanjutnya terdapat di Provinsi Kalimantan Barat (525 titik), dan Riau (521 titik). Hasil analisis sebelumnya, sebaran titik panas tertinggi di areal kebun pada tahun 2012 berada di Provinsi Kalimantan Barat, sedangkan di 2013 dan 2014 berada di Provinsi Riau. Namun jika dicermati lebih

(39)

Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015 32

dalam, untuk hasil analisis tidak jauh berbeda bahwa ketiga provinsi tersebut secara bergantian menjadi provinsi yang memiliki sebaran titik panas tertinggi. Hal tersebut bisa menjadikan sebuah pertimbangan dalam menghadapi bencana kebakaran lahan dan hutan khususnya di bulan kering yaitu bulan September dan Oktober.

Tabel 3.11 Sebaran titik panas di areal kebun per bulan per provinsi tahun 2015

Provinsi Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agst Sept Okt Nov Total

Bengkulu 4 4 6 4 2 22 42 Gorontalo 3 3 Jambi 1 5 5 15 43 341 355 92 1 858 Kalimantan barat 2 3 4 4 15 74 353 67 3 525 Kalimantan selatan 1 2 12 81 90 29 215 Kalimantan tengah 4 2 1 4 46 176 91 1 325 Kalimantan timur 2 1 1 4 Lampung 1 2 2 1 31 21 3 61 N. Aceh darusalam 1 4 7 4 2 6 7 1 1 2 35 Papua 1 2 53 180 189 10 435 Papua barat 1 5 6 12 Riau 6 52 8 21 2 33 132 33 206 21 7 521 Sulawesi selatan 2 4 5 27 7 45 Sulawesi tengah 13 13 21 48 14 109 Sulawesi utara 5 2 7 Sumatera barat 3 2 6 3 6 4 16 1 41 Sumatera selatan 1 1 5 31 130 210 38 416 Sumatera utara 4 1 5 Total 15 63 30 27 29 65 238 616 1569 893 114 3659

Analisis di areal konsesi yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu areal IUPHHK-HA, IUPHHK-HT dan kebun merupakan kegiatan pemanfaatan di kawasan hutan. Selain analisis di areal pemanfaatan kawasan hutan, analisis juga dilakukan di areal penggunaan kawasan hutan yaitu tambang, sebagai salah satu Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Dari Tabel 3.12 menunjukkan sebaran data titik panas di areal Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), Provinsi Jambi adalah provinsi dengan data sebaran titik panas tertinggi di areal IPPKH (tambang) dengan bulan sebaran tertinggi di bulan September.

Gambar

Gambar 2.1. Pengunduhan ( download  ) dari NASA FIRMS
Gambar 2.2. Diagram alir tahapan analisis data titik panas ( hotspot )
Gambar 2.3. Diagram alir tahapan analisis areal kebakaran lahan dan hutan
Gambar 3.1 Contoh atribut data titik panas ( hotspot ) hasil unduhan dari NASA FIRMS  Data  titik  panas  hasil  kompilasi  tahun  2015  kemudian  ditumpangsusunkan  ( overlay ) melalui proses  identity  dengan tema lain, seperti wilayah administrasi, fungsi  kawasan,  penutupan  lahan,  batas  areal  KPH  (Kesatuan  Pengelolaan  Hutan),  areal
+7

Referensi

Dokumen terkait

yang dislenggarakan dalan rafgka peaksanaan Program Hbah Kompetisi A2 Batch rlllurusan Penddikan BiologiFMIPA UNY. Dada tanaqal30 september 2006

Jika nilai e kecil maka momen yang terjadi menjadi kecil ( M=P.e) sehingga sera tarik pada sisik kiri kolom menjadi kecil dan serat tekan pada sisi kanan beton menjadi cukup

Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan nilai P = 0,243 yang berarti lebih besar dari

Dengan menggunakan pendekatan kualitatif tersebut penulis melakukan penelitian untuk menghasilkan data deskriptif terkait dengan strategi rekrutmen kader yang diterapkan

motivasi kerja karyawan juga berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap. peningkatan

Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam individu yang bersangkutan yang langsung mengenai saraf yang

Dengan kata lain, yang dimaksud dengan Standar Kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang

Aglaia crassinervis Canarium beccarianum Dillenia suffruticosa Geunsia petandra Aglaia spectabilis Carallia brachiata Dipterocarpus validus Glochidion calospermum