• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NO. 1 TUKADSUMAGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NO. 1 TUKADSUMAGA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V

SEKOLAH DASAR NO. 1 TUKADSUMAGA

I Putu Mahendrawan, I Wayan Suwatra, I Made Suarjana

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

Email: tu.hendra27@gmail.com, suwatra_pgsd@yahoo.co.id,

pgsd_undiksha@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar mata pelajaran matematika siswa kelas V Sekolah Dasar No. 1 Tukadsumaga Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan penerapan pendekatan kontekstual. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD No. 1 Tukadsumaga yang berjumlah 24 orang. Data hasil belajar siswa dikumpulkan dengan metode tes. Data dianalisis menggunakan analisis data statistik deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SD No. 1 Tukadsumaga. Pada siklus I diperoleh persentase hasil belajar sebesar 72,91% berada pada kategori sedang. Selanjutnya pada siklus II, persentase hasil belajar matematika sebesar 81,25% berada pada kategori tinggi.

Kata kunci : pendekatan kontekstual, hasil belajar matematika

Abstract

The purpose of this study was to determine the increase the learning outcomes of mathematics for fifth grade students of SD No. 1 Tukadsumaga in the academic year 2013/2014 applying contextual teaching learning. The design of this study is Classroom Action Research (CAR) consisted of two cycles. The subjects of this research were the fifth grade students of SD No. 1 Tukadsumaga amounted to 24 students. The data of learning outcomes were collected by using test. The data were analyzed using quantitative descriptive analysis method. The result of this research showed that the contextual teaching learning can enchane the learning outcomes of mathematics at the fifth grade students of SD No. 1 Tukadsumaga. In the first cycle the percentage of student’s learning outcomes is 72.91% and it was classified at moderate. Next, in the second cycle percentage of student‟s learning outcomes is of 81.25% and it was classified at high.

(2)

PENDAHULUAN

Tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang berkualitas, mampu bersaing, memiliki budi pekerti yang luhur dan bermoral baik. Kualitas pendidikan di suatu negara akan sangat menentukan kualitas sumber daya yang dimiliki negara tersebut. Keberhasilan pendidikan terutama pendidikan formal salah satunya ditentukan oleh keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Menurut

Djamarah, dkk (2002), belajar

adalah proses perubahan tingkah laku yang diakibatkan dari pengalaman dan latihan.

Hilgard (dalam

Ismail, 2008) menyatakan

bahwa belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau proses prosedur latihan, baik latihan dilakukan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.

Peran guru adalah sebagai fasilitator dan motivator. Guru sebagai ujung tombak dalam peningkatan mutu pendidikan bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan, serta menciptakan suasana yang mendorong siswa untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Peran aktif siswa sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran di kelas. Dengan partisipasi optimal, siswa akan mengalami, menghayati, dan tertarik untuk mempelajari suatu pelajaran. Guru harus mampu memilih dan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan bahan pembelajaran dan karakteristik siswa karena anak usia SD masih tergolong pada dalam kategori praoperasional konkret dan operasional konkret. Moedjiono dan Dimyati (1991:1) menekankan bahwa pembelajaran yang optimal adalah pembelajaran menggunakan model dan media belajar yang tepat. Kesalahan dalam memilih pendekatan dapat menyebabkan terhambatnya tujuan pembelajaran yang optimal, seperti rendahnya hasil belajar siswa. Oleh karena itu, pemilihan model pembelajaran sangat penting dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang baik dan berkualitas untuk masing-masing mata pelajaran seperti matematika.

a) Tingkat keberhasilan belajar siswa dapat juga dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Indra (2009), yaitu faktor internal (dari dalam individu yang belajar) dan faktor eksternal (dari luar individu yang belajar). Faktor internal terdiri dari 1) faktor biologis (jasmani), keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir. Kondisi fisik normal ini terutama harus meliputi keadaan otak, panca indera, anggota tubuh. Kedua, kondisi kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar. Di dalam menjaga kesehatan fisik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain makan dan minum yang teratur, olah raga serta tidur yang cukup. 2) faktor psikologis, faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil. Faktor psikologis ini meliputi hal-hal berikut. Pertama, inteligensi. Inteligensi atau tingkat kecerdasan seseorang memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang. Kedua, kemauan. Kemauan dapat dikatakan faktor utama penentu keberhasilan belajar seseorang. Ketiga, bakat. Bakat ini bukan menentukan mampu atau tidaknya seseorang dalam suatu bidang, melainkan lebih banyak menetukan tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam suatu bidang. Sedangkan faktor eksternal (dari luar individu yang belajar) terdiri dari 1) faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan lingkungan pertama dan utama pula dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Suasana ligkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian dari orang tua terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya akan mempengaruhi keberhasilan belajarnya, 2) faktor lingkungan sekolah, lingkungan sekolah sangat diperlukan untuk menentukan keberhasilan belajar siswa. Hal yang paling mempengaruhi keberhasilan belajar para siswa di sekolah

(3)

mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, pelajaran, waktu sekolah, tata tertib atau disiplin yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten, dan 3) faktor lingkungan masyarakat, seorang siswa hendaknya dapat memilih lingkungan masyarakat yang dapat menunjang keberhasilan belajar. Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa karena keberadaannya dalam masyarakat. Lingkungan yang dapat menunjang keberhasilan belajar diantaranya adalah, lembaga-lembaga pendidikan nonformal, seperti kursus bahasa asing, bimbingan tes. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki kedudukan penting dalam dunia pendidikan. Belajar matematika bukan hanya sekedar menghafalkan rumus. Matematika juga diajarkan bukan hanya untuk mengetahui dan memahami apa yang terkandung di dalam matematika itu sendiri, tetapi untuk membantu melatih siswa agar dapat mengkonstruksi pengetahuannya sehingga siswa mampu memecahkan masalah. NSW (New South Wales) Departement of Education (dalam Ruadanta, 2010) mengemukakan hakikat belajar matematika sebagai berikut.

a) Siswa akan belajar dengan baik kalau mereka termotivasi. Motivasi memegang peranan penting dalam belajar. Tanpa motivasi, siswa tidak akan dapat belajar dengan baik dan tekun. oleh karena itu, guru memiliki peranan penting dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan siswa diarahkan untuk menyadari akan manfaat belajar matematika terhadap kehidupan sehari-hari.

b) Siswa belajar matematika lewat interaksi. Dalam pembelajaran matematika hendaknya terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Guru hendaknya mendorong siswa untuk belajar aktif di kelas, karena pada dasarnya, proses belajar adalah berbuat, berinteraksi, menjalani, dan mengalami. Semua hasil belajar diperoleh melalui kegiatan siswa itu sendiri.

c) Siswa harus belajar matematika lewat investigasi. Siswa perlu dilatih untuk melakukan investigasi mengenai pola, hubungan, serta proses agar memiliki kemampuan dalam menguasai konsep. Dengan demikian, siswa memiiki kesempatan dalam menemukan dan mendesain pola serta mendeskripsikan dan mencatat hubungan yang ada pada proses tersebut. Hal ini tentunya bermanfaat untuk menambah ketrampilan siswa dalam memecahkan masalah matematika.

d) Siswa belajar matematika lewat bahasa. Matematika adalah bahasa simbol yang berlaku secara universal dan sangat padat makna dan pengertian. Oleh karena itu, bahasa memegang peranan penting untuk membentuk pemahaman konsep siswa. Guru hendaknya memahami pola bahasa yang digunakan dalam pembelajan dan selalu mengarahkan siswa untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar agar dapat membentuk pemahaman siswa terhadap materi matematika yang dijelaskan. e) Siswa belajar matematika sebagai

individu, namun tetap dalam konteks perkembangan intelektual fisik dan sosial. Dalam pembelajaran matematika, guru hendaknya tetap memperhatikan perbedaan-perbedaan individual masing-masing siswa sebagai bahan pertimbangan dalam pengajaran pemecahan masalah matematika. Tingkat intelektual, lingkungan serta kebiasaan-kebiasaan yang siswa merupakan perbedaan individual yang harus diperhatikan oleh guru.

Dengan memperhatikan hal tersebut, siswa diharapkan dapat berpikir kreatif agar dapat mengetahui konsep matematika yang diperlukan dan memikirkan berbagai alternatif cara penyelesaian. Siswa dapat mengetahui materi tersebut tidak hanya terbatas pada tahap ingatan saja tanpa pengertian (rote learning) tetapi bahan pelajaran dapat diserap secara bermakna (meaning learning). Dalam proses pembelajaran matematika, guru harus mampu selalu melibatkan siswa secara aktif untuk mengembangkan kemampuannya dalam berpikir rasional, kritis, dan kreatif. Salah

(4)

satu contohnya dengan mengaplikasikan materi pembelajaran matematika ke dalam dunia real, sehingga pembelajaran di dalam kelas menjadi lebih bermakna dan menyenangkan.

Namun, tidak semua guru dapat melaksanakan pembelajaran seperti yang diuraikan di atas. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada siswa kelas V Sekolah Dasar No.1 Tukadsumaga, diperoleh data bahwa nilai rata-rata sebagian siswa kelas V pada mata pelajaran matematika masih di bawah rata-rata. Sebagian besar siswa mendapat nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM). Berdasarkan hasil dari tes awal diperoleh persentase rata-rata hasil belajar siswa kelas V dalam mata pelajaran matematika pada tes awal sebesar 60,42% dan ketuntasan belajar klasikal sebesar 45,83 %.Berdasarkan fakta tersebut, dapat diketahui bahwa hasil belajar matematika pada Sekolah Dasar No.1 Tukadsumaga masih rendah dan perlu ditingkatkan. Rendahnya hasil belajar matematika siswa kelas V pada Sekolah Dasar No.1 Tukadsumaga tidak terlepas dari peran guru dalam proses pembelajaran. Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar No. 1 Tukadsumaga masih diwarnai dengan paradigma pendidikan lama. Dalam kegiatan pembelajaran, guru umumnya cenderung menggunakan metode ceramah dan kurang melihat kemungkinan untuk menggunakan pendekatan dan media lain yang tersedia. Siswa menganggap guru sebagai sumber belajar yang paling benar dan siswa lebih banyak mendengar ceramah guru. Selain itu, siswa banyak diberi rumus dan dituntut untuk menghafalkannnya. Guru menekankan pembelajaran matematika bukan pada pemahaman siswa terhadap konsep dan operasinya, tetapi hanya sekedar pemberian informasi. Dalam proses pembelajaran tidak terjadi komunikasi timbal balik antara guru dan siswa. Hal ini menyebabkan siswa merasa bosan dan kurang tertarik pada pelajaran matematika.

Agar tujuan belajar matematika dapat tercapai, guru hendaknya mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, yaitu dengan pemilihan pendekatan yang tepat dengan karakteristik dan

perkembangan siswa. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan yang mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata siswa atau bersifat konstektual. Siswa akan mengkaitkan pengetahuan yang sudah dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa lebih cepat mengerti dan pembelajaran yang dilaksanakan menjadi lebih bermakna. Melalui pendekatan kontekstual, siswa diharapkan senang belajar matematika, karena dimulai dari hal-hal yang ada di sekeliling siswa yang nantinya berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Ada tujuh komponen dalam pembelajaran kontekstual menurut Direktorat PLP (dalam Suharta, 2004), yaitu 1) kontruktivisme, 2) bertanya, 3) menemukan, 4) masyarakat belajar, 5) pemodelan, 6) penilaian yang sebenarnya dan 7) refleksi. Melalui penerapan pendekatan kontekstual, siswa dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah ketrampilan untuk menemukan, mengkonstruksi, dan memecahkan masalah.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas V SD No. 1 Tukadsumaga Kabupaten Buleleng”.

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika setelah diterapkan pendekatan kontekstual pada siswa kelas V SD Negeri 1 Tukadsumaga.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Tukadsumaga tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 24 siswa, yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan.

Adapun objek dari penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri 1 Tukadsumaga pada tahun pelajaran 2013/2014.

Pelaksanaan penelitian dimulai dari tanggal 7 Nopember 2013. Penelitian

(5)

Tabel 1 Kriteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala 5

Persentase Kriteria Hasil Belajar Matematika

90 – 100 80 – 89 65 – 79 55 – 64 0 – 54 Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah (sumber: Agung, 2005:97) dimulai dengan memberikan test awal

(pre-test) kepada siswa. Pemberian tes awal bertujuan untuk untuk mengetahui data hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika sebelum dilaksanakan tindakan. Kemudian dilanjutkan dengan perencanaan dan pemberian tindakan. Siklus I dilaksanakan selama 3 kali pertemuan, yaitu 2 kali pertemuan untuk pelaksanaan tindakan (dilaksanakan selama 6 x 30 menit) dan 1 kali pertemuan untuk tes akhir siklus (1 x 50 menit). Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 8 Nopember 2013 dengan pemberian materi mengenai mengitung luas trapesium. Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 9 Nopember 2013 dengan pemberian materi mengenai menghitung luas layang-layang. Selanjutnya, tes akhir siklus dilaksanakan pada tanggal 11 Nopember 2013.Penelitian ini dilakukan atau dilaksanakan dalam dua siklus, yang masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu: (a) perencanaan, (b) pelaksanaan, (c) pengamatan, dan (d) refleksi. Pengumpulkan data dalam penelitian ini menggunakan metode tes. Metode tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa kelas. Butir-butir tes disesuaikan dengan pokok bahasan yang akan diberikan agar dapat mengukur tujuan pembelajaran yang diharapkan. Instrumen yang digunakan adalah tes tulis dalam bentuk uraian yang dirancang sendiri oleh peneliti serta

diberikan pada akhir kegiatan pembelajaran. Jumlah soal pada setiap tes akhir siklus terdiri dari 10 butir soal, masing – masing butir soal memiliki bobot 10.

Setelah data dalam penelitian ini terkumpul maka selanjutnya dilakukan analisis data. Dalam menganalisis data ini digunakan metode analisis statistik deskriptif untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika. Data yang terlebih dahulu dianalisis adalah menentukan rata-rata (M) skor hasil belajar siswa pada siklus. Rumus yang digunakan untuk mencari rata-rata skor.

N X

M (1)

Rumus yang digunakan untuk mencari persentase hasil belajar.

(2) Setelah rata-rata (M) skor hasil belajar siswa pada siklus diketahui, selanjutnya analisis data yang dilakukan adalah menentukan tingkat persentase hasil belajar siswa dengan cara membandingkan persentase rata-rata (M%) dengan kriteria PAP skala 5 dengan kriteria sebagai berikut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Penelitian dilaksanakan untuk mengetahui hasil belajar siswa, dengan subjek penelitian adalah siswa kelas V SD No. 1 Tukadsumaga dengan jumlah siswa sebanyak 24 orang. Penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

Pelaksanaan tindakan siklus I disesuaikan dengan prosedur penelitian yaitu terdiri dari 4 tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi, dan refleksi.

(6)

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini, yaitu (1) koordinasi dengan pihak sekolah, (2) melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan pendekatan kontekstual, (3) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual, (4) menyiapkan alat dan media pembelajaran, (5) mempersiapkan alat evaluasi pembelajaran

.

Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama siklus I dimulai dari guru menggali pengetahuan awal siswa dengan bertanya dan melakukan demonstrasi. Siswa juga mengamati model berupa berbagai macam bangun datar dan sebagai contoh dalam pembelajaran melakukan percobaan untuk menemukan rumus luas bangun datar trapesium. Pada kegiatan berikutnya siswa membentuk kelompok setiap kelompok terdiri dari 4 orang. Masing-masing kelompok berdiskusi mengerjakan soal latihan yang telah dibagikan oleh guru. Pada saat melakukan diskusi kelompok, siswa senantiasa diarahkan dan dibimbing dalam melakukan diskusi kelompok. Perwakilan dari kelompok diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas dan siswa dari kelompok lain menanggapi jawaban yang disampaikan oleh temannya. Guru bersama siswa membahas soal yang dikerjakan siswa dan memberikan konfirmasi dalam bentuk perbaikan/pelurusan. Setelah siswa menyampaikan hasil diskusi, siswa diajak untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan pemberian tes sebagai evaluasi untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat memahami materi pelajaran melalui penerapan pendekatan kontekstual.

Proses pembelajaran pada pertemuan kedua siklus I dilaksanakan hampir sama dengan pada pertemuan pertama. Seperti pada pertemuan pertama, pembelajaran dimulai dengan melaksanakan kegiatan awal. Dilanjutkan dengan melaksanakan kegiatan inti yang dimulai dengan membaca buku sumber

yang akan digunakan oleh guru, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar, melakukan diskusi kelompok, penyampaian hasil diskusi dan dilanjutkan dengan kegiatan refleksi serta evaluasi pada akhir pembelajaran.

Pada pertemuan ketiga siklus I hanya diadakan tes akhir siklus I kepada seluruh siswa kelas V SD No. 1 Tukadsumaga. Tes yang dimaksud berupa esai sebanyak 10 butir soal, masing – masing butir soal memiliki bobot 10.

Berdasarkan hasil evaluasi siklus I, diketahui terjadi peningkatan persentase rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar matematika siswa kelas V. Walaupun terjadi peningkatan namun ketuntasan belajar siswa belum mencapai minimal 80%. Sehingga penelitian ini dilanjutkan ke siklus berikutnya.

Sebelum melanjutkan tindakan berikutnya, peneliti melakuakn refleksi terhadap hasil pelaksanaan siklus I. Refleksi dilakukan terhadap hambatan atau kendala yang ditemukan selama pelaksanaan tindakan. Hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki dan menyempurnakan pelaksanaan tindakan pada siklus II. Adapun hal-hal yang ditemukan dari pelaksanaan siklus I antara lain:

1) Siswa masih belum terbiasa dengan pendekatan baru. Siswa lebih sering hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan guru. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan secara singkat tentang pendekatan kontekstual.

2) Masih ada siswa yang tidak membawa alat belajar yang lengkap, seperti pulpen, pensil dan penggaris. Hal ini menyebabkan mereka sering meminjam alat kepada temannya dan menjadi ribut. Untuk mengatasi hal tersebut, guru selalu mengingatkan siswa untuk menyiapkan alat belajar yang harus dibawa.

3) Pada saat kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada beberapa siswa yang kurang berkonsentrasi/serius melakukan diskusi. Mereka melakukan kegiatan lain seperti bermain atau membicarakan hal yang tidak berhubungan dengan pembelajaran.

(7)

4) Siswa

belum terbiasa untuk mengungkapkan gagasan yang mereka miliki/ketahui.

5) Pada ruang belajar kelas V belum terpasang listrik sehingga ruang belajar menjadi gelap pada waktu tertentu dan tidak bisa menggunakan sarana belajar yang membutuhkan energi listrik.

Dari kendala-kendala yang ditemukan pada siklus I, peneliti dan guru mendiskusikan cara mengatasi kendala-kendala tersebut untuk nantinya diterapkan pada siklus II. Adapun cara mengatasi masalah tersebut, yaitu:

1) Mengarahkan dan membimbing siswa agar dapat meningkatkan aktifitas belajar.

2) Memberi kesempatan kepada semua siswa untuk menyampaikan gagasan mereka agar mereka memiliki tanggung jawab untuk mengerjakan tugas yang diberikan.

3) Memberikan motivasi dan reinforcement agar siswa lebih berani mengungkapkan gagasan mereka.

4) Melakukan koordinasi dengan guru mengenai penggunaan ruang kelas bila memungkinkan.

Berdasarkan hasil refleksi, maka penelitian tindakan kelas ini perlu dilanjutkan untuk peningkatan dan penyempurnaan selanjutnya.

Siklus II dilaksanakan selama tiga kali pertemuan, yaitu 2 kali pertemuan untuk pelaksanaan tindakan (dilaksanakan selama 6 x 30 menit) dan 1 kali pertemuan untuk tes akhir siklus (1 x 30 menit). Pertemuan pertama pada siklus II dilaksanakan pada tanggal 14 Nopember 2013 dengan pemberian materi tentang menggunakan rumus luas trapesium dalam pemecahan masalah sehari-hari. Pertemuan kedua berlangsung pada tanggal 15 Nopember 2013, yang membahas materi tentang menggunakan rumus luas layang-layang dalam pemecahan masalah sehari-hari. Tes akhir siklus II dilaksanakan pada tanggal 16 Nopember 2013. Pelaksanaan tindakan pada siklus II hampir sama dengan pelaksanaan siklus I, hanya pelaksanaan tindakan siklus II dirancang berdasarkan hasil refleksi pada siklus I. Hasil refleksi

siklus I digunakan untuk menyempurnakan tindakan pada siklus II. Rencana tindakan pada siklus II ini perlu disusun secara matang guna memaksimalkan pelaksanaan tindakan pada siklus II.

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan siklus II, yaitu (1) melakukan diskusi dengan guru untuk mengoptimalkan pelaksanaan tindakan, (2) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual, (3) menyiapkan alat dan media pembelajaran, (4) menyusun LKS, (5) mempersiapkan alat evaluasi pembelajaran.

Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama dan kedua siklus II pembelajaran kontekstual dimulai dari guru menggali pengetahuan awal siswa dengan bertanya dan memberikan waktu kepada siswa untuk membaca buku tentang materi yang akan diberikan Siswa diajak melakukan percobaan untuk mengukur luas benda yang berbentuk trapesium dan layang-layang. Pada kegiatan berikutnya siswa membentuk kelompok setiap kelompok terdiri dari 4 orang. Masing-masing kelompok berdiskusi mengerjakan soal latihan yang telah dibagikan oleh guru. Pada saat melakukan diskusi kelompok, siswa diarahkan dan dibimbing dalam melakukan diskusi kelompok. Siswa yang kurang aktif diberikan motivasi agar mereka mau bekerja. Perwakilan dari kelompok diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas dan siswa dari kelompok lain menanggapi jawaban yang disampaikan oleh temannya. Guru memilih secara acak untuk dapat mengerjakan soal yang diberikan. Guru bersama siswa membahas soal yang dikerjakan siswa dan memberikan

konfirmasi dalam bentuk

perbaikan/pelurusan. Setelah siswa menyampaikan hasil diskusi, siswa diajak untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan pemberian tes sebagai evaluasi untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat memahami materi pelajaran melalui penerapan pendekatan kontekstual.

Pertemuan ketiga siklus II hanya diadakan tes akhir siklus II kepada seluruh siswa kelas V SD No. 1 Tukadsumaga.

(8)

Tes yang dimaksud berupa esai sebanyak 10 butir soal, masing – masing butir soal memiliki bobot 10

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan siklus II, terjadi peningkatan rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa. Tindakan pada siklus II merupakan penyempurnaan dan perbaikan terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul pada siklus I. Dengan penyempurnaan tersebut, hasil belajar pada siklus II meningkat dari kategori cukup pada siklus I menjadi tinggi pada siklus II. Hal yang sama juga terjadi pada ketuntasan belajar siswa, dari cukup pada siklus I menjadi tinggi pada siklus II dan memenuhi syarat ketuntasan belajar yang ditetapkan peneliti, sehingga dapat dinyatakan hasil belajar matematika siswa dalam Siklus II dinyatakan tuntas. Dengan demikian, tindakan tersebut sudah dapat dihentikan atau sudah dapat dikatakan berhasil.

Kendala-kendala yang muncul pada siklus I dapat terpecahkan pada siklus II ini terlihat dari temuan di siklus II, antara lain siswa sudah mulai terbiasa dengan pendekatan kontekstual, siswa terlihat antusias dalam mengikuti pembelajaran, serta siswa menjadi terlatih untuk berani mengungkapkan gagasannya. Siswa tidak sekedar mendengar dan mencatat semua penjelasan guru. Hal ini diakibatkan karena pendekatan kontekstual melatih siswa untuk memecahkan masalah dengan

Dari kendala-kendala yang ditemukan pada siklus I, peneliti dan guru mendiskusikan cara mengatasi kendala-kendala tersebut untuk nantinya diterapkan pada siklus II. Adapun cara mengatasi masalah tersebut antara lain: 1) guru senantiasa mengarahkan dan menciptakan suasana yang mendorong siswa untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran di kelas, 2) memberikan motivasi kepada siswa agar siswa berani menyampaikan gagasan yang dimilikinya, 3) memberikan penguatan kepada siswa yang sudah mau berusaha mengemukakan gagasannya sehingga siswa tidak merasa takut mengungkapkan gagasannya, 4) memberi kesempatan kepada semua siswa untuk menyampaikan gagasan mereka agar mereka memiliki tanggung jawab untuk mengerjakan tugas yang diberikan, dan 5)

melakukan koordinasi dengan guru mengenai penggunaan ruang kelas bila memungkinkan menghubungkan antara konten pelajaran dengan situasi nyata sesuai kehidupan siswa, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan mudah dipahami. Kebermaknaan yang ditimbulkan dari penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan yang mereka miliki dan kemampuan berpikir alternatif dalam memecahkan setiap masalah matematika dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika siswa sering dilatih menyelesaikan masalah-masalah matematika, siswa akan merasakan manfaat belajar matematika, seperti meningkatnya kemampuan nalar, ide dan kreativitasnya dalam pembelajaran yang nantinya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam penerapan pendekatan kontekstual interaksi siswa tidak terbatas hanya dengan guru, siswa juga dapat berinteraksi dengan temannya. Siswa diberi kesempatan untuk bekerjasama dalam kelompoknya saat mengerjakan soal-soal latihan. Melalui kelompok belajar, siswa dapat berlatih bekerjasama, berinteraksi sosial, bertukar pengetahuan, menghargai gagasan atau pendapat anggota kelompok, dan berdiskusi untuk menentukan jawaban yang tepat, sehingga siswa mengalami perkembangan pengetahuan melalui pengalaman dalam proses pembelajaran. Peningkatan rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar pada siklus I dan siklus II dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti gambar 1 berikut

(9)

60.41 72.91 81.25 45.83 66.66 83.33 0 20 40 60 80 100

pra siklus siklus I siklus II

hasil belajar

ketuntasan belajar

Gambar 1 Grafik Peningkatan Rata-Rata Hasil Belajar dan Ketuntasan Belajar Siswa

. Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat bahwa rata-rata hasil belajar matematika pada pra siklus diperoleh sebesar 60,41 berada pada kategori kurang, siklus I diperoleh rata-rata hasil belajar sebesar 72,91 berada pada kategori sedang. Sedangkan pada siklus II rata-rata hasil belajar matematika sebesar 81,25 berada pada kategori tinggi. Sedangkan ketuntasan belajar siswa pada pra siklus sebesar 45,83%, siklus I sebesar 66,66%. Sedangkan pada siklus II ketuntasan belajar sebesar 83,33%.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasi analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa:

Penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SD No. 1 Tukadsumaga. Hal ini dapat diketahui dari rata-rata persentase hasil belajar

matematika siswa secara klasikal dari siklus I yaitu sebesar 72,91% dan pada siklus II sebesar 81,25%. Jadi dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan secara klasikal yaitu sebesar 8,34%. Peningkatan ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar 66,66% menjadi 83,33% pada siklus II.

Berdasarkan simpulan di atas maka dapat disajikan beberapa saran sebagai berikut.

1) Diharapkan kepada guru kelas atau guru matematika, khususnya di SD No. 1 Tukadsumaga untuk menerapkan

pendekatan kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar yang optimal. 2) Bagi siswa diharapkan untuk berani membiasakan diri untuk bertanya dan mengungkapkan gagasan-gagasan yang dimiliki/ketahui, serta selalu berlatih mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru.

3) Bagi peneliti selanjutnya yang berminat menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran untuk lebih dikembangkan lebih lanjut agar penelitian yang dilaksanakan dapat mencapai hasil yang lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, A. A. Gede. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Fakultas Ikmu Pendidikan Institut Keguruan dan Keilmuan Negeri Singaraja. Dimyati, & Moedjiono. 1991. Strategi

Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.

Djamarah, dkk. 2002. Straegi Belajar Mengajar: Jakarta: Rineka Cipta Indra. 2009. Pengertian dan Definisi Hasil

Belajar. Tersedia pada

http://indramunawar.blogspot.com/

(10)

2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-definisi.html (diakses pada tanggal 23 November 2010). Ismail, Ilyas. 2008.Ilmu Pendidikan Praktis.

Jakarta: Ganeca Exact.

Ruadanta, I Komang. 2010. Penerapan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas 1 Semester 2 Sekolah Dasar Nomor 2 Petandakan Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Undiksha Singaraja.

Suharta, I Gusti Putu. 2004. Kumpulan Karya Ilmiah (Makalah). Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja, UPT. Perpustakaan.

Gambar

Gambar 1 Grafik Peningkatan Rata-Rata Hasil Belajar dan Ketuntasan Belajar Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Presiden Rl Nomor 94 Tahun 2006 tentang Perubahan ketiga atas Pe6turan Presiden Rl Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fufgsi, suslnan Orsanisasl dan

Oleh karena itu, group investigation berbantuan peta konsep dapat dipertimbangankan sebagai model dalam pembelajaran di kelas karena pelaksanaan pembelajaran dengan

Komponen Pengeluaran Responden untuk Usaha Tambak Silvofishery (lanjutan) 2.. Biaya

Salah satu iklan di media sosial instagram yang menawarkan produk bagi pria metroseksual adalah produk Minyak Rambut Pomade.. Dimana Pomade mengerti bahwa minyak rambut

Pada hari ini Jumat tanggal Lima bulan April tahun Dua Ribu Tiga Belas , kami Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Penunjang Pelaksanaan Pengelolaan Sistem Resi Gudang (SRG) Industri Kecil APBD Kabupaten Musi Banyuasin TA 2014 pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Musi

In contrast to the optimistic models of the traditional economic approach, a complex adaptive systems view is presented below in which the scale of economic activity, resilience of

Jadi diharapkan guru dapat dengan kreatif membuat media pembelajaran di kelas agar siswa lebih memahami apa yang disampaikan oleh guru tersebut, terutama guru sekolah dasar