• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Pakan Berbeda terhadap Pertumbuhan Belut Sawah (Monopterus Albus) yang dipelihara di Dalam Tong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Pemberian Pakan Berbeda terhadap Pertumbuhan Belut Sawah (Monopterus Albus) yang dipelihara di Dalam Tong"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Pemberian Pakan Berbeda terhadap Pertumbuhan Belut Sawah (Monopterus Albus) yang dipelihara di Dalam Tong

Effect of Different Feed Types on The Growth of Fresh water Ells (Monopterus albus) Kept in The Barrel

Firdaus Rezeki Manurung1, Eri Yusni2, Indra Lesmana2 1

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, (Email : zekiyagami@yahoo.co.id)

2

Staff Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Ells (Monopterus albus) is freshwater fishery commodities however important economic value, because it was the selling power, especially in export markets. The feed is an important factor in ell aquaculture. Research conducted to determine the effect of different feeding on growth and survival of ells. Ells maintenance container using palstic barrels with a volume of 200 liters. Experimental design using a completely randomized design with 2 treatment and 1 control, 4 replications in each treatment described as follows; 1) Giving Tubifex worms (Tubifex sp.) with pelet feed, 2) Giving snails (Pomaceae canaliculata Lamarck) with pelet feed, 3) Giving pelet feed as a control. Experiment was conducted from May until June 2014 in the backyard of the house on Setiabudi street Medan. The results showed the differences in the type of feed effect (p<0,01) on the growth of heavy and long Monopterus albus. The survival rate was 100 % in each treatment. Result showed that the snail was better than Tubifex sp. with regard to growth and conformation. Mean values withFeeding the snails (Pomaceae canaliculata Lamarck) and pellets were attained as follows: highest body length (L) 20,43 cm, body weight (W) 26,82 g,Tubifex sp. showed highest body length (L) 20,12 cm, body weight (W) 26,95 g.

Keywords : Ells (Monopterus albus), Feed, Tubifex, Pomaceae canaliculata, pelet.

PENDAHULUAN

Perikanan budidaya tumbuh secara signifikan dari tahun ketahun. Ketika perikanan tangkap tumbuh hanya sekitar 25% dalam 9 tahun antara tahun 2000 − 2008, produksi perikanan budidaya telah naik hampir mencapai 40% pada periode yang sama. Belut sawah merupakan suatu komoditi perikanan yang memiliki potensi yang besar untuk dibudidayakan di Indonesia (Dirjen P2HP, 2011).

Belut sawah merupakan satu jenis komoditas ekspor andalan, permintaan belut dari Indonesia banyak diminati oleh negara seperti Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Prancis, Italia, Spanyol, Belanda, Inggris, Hongkong, Jepang dan Korea. Harga belut tergolong sangat bagus untuk pasar lokal maupun pasar ekspor (Junariati, 2009).

Menurut Djajadiredja dkk., (1997) belut sawah (Monopterus albus) merupakan satu komoditas

(2)

perikanan yang relatif mudah ditemui di lahan persawahan, rasa gurih, dan kandungan proteinnya tinggi. Bahkan saat ini, belut sudah termasuk pada komoditi yang bernilai ekonomis penting sehingga cukup potensial untuk dibudidayakan (Riani, 2004).

Belut merupakan jenis komoditi perikanan yang mudah dibudidayakan, baik di media lumpur maupun di media air. Demikian pula, budidaya belut dapat dilakukan di berbagai wadah, baik wadah ukuran besar maupun wadah ukuran kecil. Belut dapat dibudidayakan di kolam tanah, kolam beton, kolam terpal hingga wadah budidaya ukuran kecil seperti tong. Untuk membudidayakan ikan yang seperti ular ini tidak harus di lahan yang luas dan air yang banyak sebagaimana budidaya ikan-ikan air tawar lainnya. Belut sawah dapat dibudidayakan secara intensif (Kordi, 2013).

Jenis pakan yang berbeda akan mengandung kadar nutrisi atau gizi yang berbeda pula. Pertumbuhan belut membutuhkan nutrisi seperti

protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Apabila jenis pakan yang diberikan kepada belut sawah mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi, maka hal ini akan menjamin hidup dan aktivitas belut

serta akan mempercepat

pertumbuhannya. Sebaliknya jika jenis pakan yang diberikan pada belut memiliki jenis nutrisi yang rendah akan timbul gejala kekurangan gizi dan memperlambat pertumbuhan (Mashuri, 2012).

Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup belut sawah. Pemberian pakan alami berupa cacing sutra dan keong mas serta pakan buatan berupa pelet sangat diperlukan dan berpengaruh terhadap pertumbuhan dalam budidaya belut sawah di dalam tong. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang “Pengaruh Pemberian Pakan Berbeda terhadap Pertumbuhan Belut Sawah yang dipelihara di Dalam Tong”.

METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2014. Pengambilan sampel dilakukan 5 kali dengan interval waktu pengukuran dan pengambilan data 2 minggu sekali. Tempat penelitian dilakukan di lahan belakang rumah, Medan Sunggal. Analisis sampel dan identifikasi sampel dilakukan di lokasi penelitian secara langsung, Tanjung Rejo, Medan Sunggal, Provinsi Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah 3 buah tong volume 200 liter, selang udara, gergaji, gunting, timbangan, aerator,

kawat kasa, lem, pipa paralon, termometer, DO meter, pH meter, baskom, kamera, pisau, alat tulis.

Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bibit belut sawah (M. albus) 60 ekor, benih berasal dari hasil budidaya belut. Pada masing-masing tong berisi 20 ekor, form data biometrik belut sawah untuk mencatat pertumbuhan panjang dan bobot belut. Media pemeliharaan belut adalah lumpur atau tanah sawah, jerami, gedebog pisang, eceng gondok, EM4 perikanan, vetsin, air. Pakan alami berupa cacing sutera dan keong mas serta pakan buatan berupa pelet.

(3)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yang dilakukan skala laboratorium menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 4 kali ulangan di setiap perlakuan

Analisis Data

Data percobaan ditabulasikan dengan menggunakan Microsoft Excel kemudian dianalisis secara statistik dengan menggunakan

analysis of variance (ANOVA) dengan SPSS (Statistical package for the social science) Versi 22.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini meliputi persiapan wadah, pembuatan media belut, penebaran benih, pemberian pakan dan pengelolaan kualitas air, serta analisis data.

Hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih belut sawah berukuran 8,0 ± 8,5 gram per ekor, benih berasal dari

hasil budidaya belut Sleman Yogyakarta. Benih belut sawah dalam keadaan sehat dan tidak terserang penyakit selanjutnya belut sawah yang terseleksi dimasukan pada setiap unit percobaan dengan jumlah 20 ekor pertong.

Pakan uji

Pakan yang digunakan adalah pakan jenis cacing sutera yang ditambah pelet danpakan keong mas ditambah pelet. Masing-masing pakan uji memiliki ukuran yang berbeda-beda. Untuk menyesuaikan dengan bukaan mulut belut dibutuhkan penyetaraan ukuran, terutama pakan uji yang memiliki ukuran besar dengan cara dipotong-potong menggunakan pisau pencacah. Fungsi dari penyetaraan ini agar hewan uji dapat memakan makanan yang diberikan dengan mudah. Pelet yang digunakan dalam bahan pakan belut adalah pelet yang dibeli dari toko pakan. Dalam penelitian ini dilakukan analisa terhadap protein, lemak, karbohidrat, abu, serat kasar dan kandungan air. Adapun analisis proximat yang terkandung dalam pakan yang diujikan dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Gizi Pakan yang digunakan

No JenisPakan Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Serat Kasar (%) Air (%) 1. Tubifex sp. 57 13,30 2,04 3,60 - 87,19 2. Keong mas 16,1 1,9 2 1,3 - 79,2 3. Peletbutiran 31 − 33 4 - 13 5 12

Sumber : Khairuman diacu oleh Serdiati, dkk., 2011; Hi-Pro-Vite KKP RI .

Parameter Pertumbuhan

Pada uji pemberian pakan dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan biomassa mutlak dan laju pertumbuhan harian yang dilakukan setiap 2 minggu sekali.

Pertumbuhan Panjang Harian

Pertumbuhan panjang harian individu uji dihitung mengikuti rumus yang digunakan oleh Effendi, (1997) :

(4)

Keterangan :

= Pertumbuhan panjang harian (mm/hari)

L

t = Rata-rata panjang belut

pada akhir penelitian (mm)

L

0 = Rata-rata panjang belut

pada awal penelitian (mm) t = Lama penelitian (hari)

Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak dihitung mengikuti rumus yang digunakan oleh Effendi, (1997) :

Keterangan:

L = Pertumbuhan panjang (mm)

L

t = Rata-rata panjang belut

pada akhir penelitian (mm)

L

0 = Rata-rata panjang belut

pada awal penelitian (mm)

Pertumbuhan Bobot Mutlak

Pertumbuhan bobot mutlak dihitung dengan mengikuti rumus yang digunakan Effendi (1997) :

Keterangan :

t = Pertumbuhan bobot mutlak (g/hari)

W

t = Berat rata-rata pada waktu

ke t (g)

L

0 = Berat awal penebaran benih

(g)

Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian (Specific Growth Rate) dihitung mengikuti rumus Steffens, (1989) :

Keterangan :

SGR = Laju pertumbuhan harian ikan uji (% per hari) W2 = Bobot ikan uji pada akhir penelitian (g)

W1 = Bobot ikan uji pada awal penelitian (g)

t2 = Waktu akhir penelitian (hari)

t1 = Waktu awal penelitian

Tingkat Kelangsungan Hidup/Survival Rate (SR)

Tingkat Kelangsungan Hidup/Survival Rate (SR), dihitung dengan mengikuti rumus Effendie, (2002) :

SR (%) = (Nt / No) x 100

Keterangan :

SR = Tingkat Kelangsungan Hidup (survival rate) Nt = Jumlah belut yang hidup pada akhir percobaan No = Jumlah belut yang hidup pada awal percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Pertumbuhan Panjang Harian Belut Sawah

Pertumbuhan panjang harian benih belut sawah selama 70 hari yang dipelihara di dalam tong kemudian diukur selama 14 hari

sekali diperoleh hasil rata-rata sebesar 0,28 cm/ hari pada tong perlakuan pertama, pada perlakuan tong kedua rata-rata pertumbuhan panjang harian sebesar 0,29 cm/ hari , pada tong ke tiga sebagai kontrol rata-rata sebesar 0,27 cm/ hari seperti pada (Gambar 1).

(5)

Gambar 1. Pertumbuhan Panjang Harian Belut Sawah.

Pertumbuhan Panjang Mutlak Belut Sawah

Belut sawah mengalami pertumbuhan panjang selama 70 hari pemeliharaan seperti pada Gambar 2, pertumbuhan dari 9 cm menjadi 29,12 cm pada perlakuan tong pertama dan 10,36 cm menjadi 30,80 cm pada perlakuan tong ke dua. diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan panjang mutlak sebesar

20,12 cm pada perlakuan pertama dan pada perlakuan ke dua rata-rata pertumbuhan panjang mutlak sebesar 20,43 cm sedangkan pada kontrol diperoleh hasil rata-rata sebesar 19,43 cm. Panjang mutlak rata-rata belut sawah dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil analysis of variance

(ANOVA) dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 2. Pertumbuhan Panjang Belut Sawah Pada Minggu ke 1-5.

0,26 0,265 0,27 0,275 0,28 0,285 0,29 0,295

Tubifex dan Pelet Keong mas dan Pelet Kontrol

P er tum bu ha n P a nja ng H a ria n

Tubifex dan Pelet

Keong mas dan Pelet

Kontrol 0 5 10 15 20 25 30 35 1 2 3 4 5 P er tum bu ha n P a nja ng ( cm ) Tubifex sp. dan Pelet

Keong mas dan Pelet

(6)

Gambar 3. Pertumbuhan Panjang Mutlak Rata-rata Belut Sawah. Tabel 2. Analysis of variance (ANOVA) terhadap panjang belut sawah.

Panjang total (Minggu)

2 4 6 8 10 Perlakuan df Sig of F Sig of F Sig of F Sig of F Sig of F Perlakuan (P) 2 249.075** 271.253** 73.206** 66.435** 345.663** (Termasuk Kontrol)

Ulangan 3 Kelompok 57 Total 59

*Signifikan di (p<0,05) dan **Sangat Signifikan di (p<0,01) ns = tidak Signifikan.

Bobot Mutlak Belut Sawah

Benih belut sawah

mengalami pertumbuhan dalam 70 hari pemeliharaan diketahui dari data bobot benih belut sawah, bahwa terjadi peningkatan bobot dari 8,3 g menjadi 35,25 g pada perlakuan pertama dan 9,47 g menjadi 36,29 g pada perlakuan ke dua. Pertumbuhan bobot belut sawah dapat dilihat pada Gambar 4.

Pertumbuhan bobot mutlak rata-rata benih belut sawah sebesar 26,95 g pada perlakuan pertama dan pada perlakuan ke dua pertumbuhan bobot rata-rata sebesar 26,82 g sedangkan pada kontrol rata-rata sebesar 25,93 g. Pertumbuhan rata-rata bobot mutlak belut sawah disajikan pada Gambar 5. Hasil

analysis of variance (ANOVA) ditampilkan pada Tabel 3.

18,8 19 19,2 19,4 19,6 19,8 20 20,2 20,4 20,6

Tubifex sp. dan Pelet Keong mas dan Pelet Kontrol

P er tum bu ha n P a nja ng M utla k ( cm )

(7)

Gambar 4. Pertumbuhan Bobot Belut Sawah Pada Minggu ke 1-5.

Gambar 5. Bobot Mutlak Rata-rata Belut Sawah. Tabel 3. Analysis of variance (ANOVA) terhadap bobot belut sawah.

Bobot total (Minggu)

2 4 6 8 10 Perlakuan df Sig of F Sig of F Sig of F Sig of F Sig of F Perlakuan (P) 2 60.717** 250.863** 283.526** 475.328** 643.613** (Termasuk Kontrol)

Ulangan 3 Kelompok 57 Total 59

*Signifikan di (p<0,05) dan **Sangat Signifikan di (p<0,01) ns = tidak Signifikan. 0 5 10 15 20 25 30 35 40 1 2 3 4 5 B o bo t (g ra m ) Tubifex sp. dan Pelet Keong mas dan Pelet Kontrol 25,4 25,6 25,8 26 26,2 26,4 26,6 26,8 27 27,2

Tubifex sp. dan Pelet Keong mas dan Pelet Kontrol

B o bo t M ut la k ( g ra m ) Tubifex sp. dan Pelet Keong mas dan Pelet Kontrol

(8)

Laju Pertumbuhan Harian Belut Sawah

Laju pertumbuhan harian belut sawah (Sesific Growth Rate) yang diukur selama 70 hari masa pemeliharaan pada masing-masing tong dengan perlakuan pemberian pakan yang berbeda. Pada tong pertama dengan pemberiaan pakan cacing sutra ditambah dengan pelet di peroleh hasil rata-rata laju

pertumbuhan harian belut sawah sebesar 0,02 %, pada tong kedua dengan pemberian pakan keong mas ditambah dengan pelet di peroleh hasil rata-rata sebesar 0,01 %, pada tong ke tiga dengan pemberian pakan pelet sebagai kontrol dengan hasil rata-rata sebesar 0,02 %. Laju pertumbuhan harian belut sawah disajikan pada Gambar 6. .

Gambar 6. Laju Pertumbuhan Harian Belut Sawah (SGR).

Tingkat Kelangsungan Hidup Belut Sawah

Tingkat kelangsungan hidup belut sawah selama 70 hari pemeliharaan dapat dilihat pada

Gambar 7. Jumlah padat tebar belut sawah 20 ekor/tong tidak mengalami penurunan pada masing-masing perlakuan dengan nilai tingkat kelangsungan hidup sebesar 100 %.

Gambar 7. Tingkat Kelangsungan Hidup Belut Sawah. 0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025

Tubifex sp. dan Pelet Keong mas dan Pelet Kontrol

L a ju P er tum bu ha n H a ria n SG R (%) Tubifex sp. dan Pelet Keong mas dan Pelet 0 20 40 60 80 100 120

Tubifex sp. dan Pelet 20 ekor

Keong mas dan Pelet 20 ekor Kontrol 20 ekor T in g k a t K ela n g su n g a n H id u p SR ( %) Tubifex sp. dan Pelet 20 ekor Keong mas dan Pelet 20 ekor Kontrol 20 ekor

(9)

Kualitas Air

Hasil pengamatan dan kualitas air selama 70 hari pemeliharaan belut sawah diperoleh kisaran suhu antara 23 26 0C. Nilai pH berkisar antara 5.8 7.0 dan nilai

kelarutan oksigen (DO) berkisar antara 6.2 7.2 mg/l. Hasil pengamatan data kualitas air media penelitian belut sawah dapat dilihat pada pada Tabel 6.

Tabel 6. Data kualitas Air Tong Wadah Pemeliharaan Belut Sawah Perlakuan

Parameter Kualitas Air

Suhu (0C) pH DO (mg/l) Perlakuan 1 23 25 6.2 7.0 6.2 7.0

Perlakuan 2 23 26 5.8 6.9 6.2 7.2

Kontrol 24 26 6.0 6.9 6.2 7.2

PEMBAHASAN

Panjang Mutlak Belut Sawah

Selama pemeliharaan, belut sawah mengalami pertumbuhan panjang. Hasil ini menunjukan bahwa belut sawah dapat memanfaatkan pakan yang diberikan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan. Pemberian pakan yang berbeda berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan panjang mutlak belut sawah. Hasil analisis menunjukan bahwa pertumbuhan panjang belut sawah pada pemberian pakan cacing sutra dan pelet memperoleh hasil rata-rata sebesar 20,12 cm dan pada pemberian pakan keong mas dan pelet rata-rata pertumbuhan panjang sebesar 20,43 cm sedangkan pada kontrol memperoleh hasil rata-rata pertumbuhan panjang sebesar 19,43 cm.

Pertumbuhan panjang belut sawah pada pemberian pakan keong mas dan pelet memperoleh nilai pertumbuhan panjang yang tertinggi dengan hasil sebesar 20,43 cm yang menunjukan bahwa, pemberian pakan keong mas dan pelet pempunyai pengaruh yang lebih tinggi terhadap pertumbuhan panjang belut sawah. Hal ini diduga karena perbedaan kandungan protein pada pakan yang diberikan serta

kemampuan belut sawah menyerap kadar protein dalam pakan yang diberikan.

Hasil analysis of variance

(ANOVA) menunjukan bahwa pemberian pakan keong mas dan cacing sutra (Tubifex sp.) berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak belut sawah dengan nilai signifikan (p<0,01).

Bobot Mutlak Belut Sawah

Bobot mutlak belut sawah yang diukur selama penelitian didapatkan hasil analysis of variance

(ANOVA) menunjukan bahwa, pemberian jenis pakan yang berbeda berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap pertumbuhan bobot belut sawah, sedangkan hasil uji lanjutan Tukey memperlihatkan bahwa perlakuan pemberian cacing sutra (Tubifex sp.) dan pelet berpengaruh sangat nyata terhadap perlakuan pemberian keong mas dan pelet.

Berdasarkan hasil tersebut menunjukan bahwa pemberian jenis pakan yang berbeda memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bobot belut sawah dimana pertumbuhan tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian pakan

(10)

rata-rata bobot mutlak sebesar 26,95 g sedangkan perlakuan pemberian pakan keong mas dan pelet rata-rata bobot mutlak sebesar 26,82 g dan pada kontrol rata-rata bobot mutlak sebesar 25,93 g.

Perbedaan pertumbuhan bobot belut sawah tersebut diduga karena adanya perbedaan nutrisi dari jenis pakan yang diberikan. Nutrisi merupakan bahan baku yang dibutuhkan untuk menunjang kelangsungan hidup suatu organisme, digunakan oleh sel-sel tubuh untuk pembentukan bagian tubuh dan untuk energi serta metabolisme suatu organisme.

Protein merupakan sumber energi bagi belut sawah dan protein mutlak diperlukan oleh belut sawah. Protein dapat berguna untuk memperbaiki sel-sel yang rusak, sebagai salah satu pembentuk membran sel, juga dapat menjadi sumber energi bagi benih belut sawah. Mineral juga dibutuhkan oleh belut sawah untuk pembentukan sel-sel maupun kelangsungan proses metabolisme tubuh dan vitamin dibutuhkan untuk mengontrol pertumbuhan (Serdiati dkk., 2011). Alava dan Lim (1983), menyatakan bahwa pertumbuhan tidak hanya dipengaruhi oleh kuantitas proteinnya tetapi juga kualitasnya, serta kandungan zat gizi lainnya.

Menurut Sahwan (2003), karbohidrat juga berperan penting dalam proses persediaan sumber energi pada ikan mengingat belut sawah termasuk kedalam golongan tersebut, pada umumnya karbohidrat berasal dari tumbuhan. Lemak juga berfungsi sebagai energi cadangan, membantu penyerapan vitamin terlarut dalam lemak dan juga berfungsi sebagai pelindung

organ-organ vital bagi ikan dan belut sawah.

Berdasarkan hasil penelitian, pertumbuhan berat lebih tinggi dari pertumbuhan panjang dalam waktu yang sama, hal ini menunjukan belut sawah tumbuh gemuk. Menurut Saparinto (2009) diacu oleh Mashuri dkk., (2012), menyatakan bahwa apabila pertumbuhan berat lebih tinggi dari pertumbuhan panjang maka akan membentuk tubuh belut menjadi gemuk, hal ini disebabkan oleh asupan nutrisi yang cukup dan lingkungan yang baik.

Laju Pertumbuhan Belut Sawah

Menurut Effendi (1979), pertumbuhan adalah perubahan bentuk ukuran baik panjang, bobot maupun volume dalam kurun waktu tertentu, atau dapat juga diartikan sebagai pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis, yang terjadi apabila ada kelebihan pasokan energi dan protein. Pertumbuhan panjang mutlak (L) belut sawah menunjukan hasil tertinggi pada perlakuan pemberian pakan cacing sutra (Tubifex sp.) dan pelet dimana rata-rata pertumbuhan panjang pada perlakuan pertama sebesar 0,02 %. Pada perlakuan ke dua pemberian pakan keong mas dan pelet didapat rata-rata pertumbuhan panjang sebesar 0,01 %.

Berdasarkan hasil yang diperoleh diduga faktor padat penebaran berhubungan dengan jumlah dan berat ikan yang ada dalam satuan luas atau volume perairan. Penebaran ikan yang terlalu

padat akan menghalangi

pertumbuhan ikan. Hal ini disebabkan : 1) besarnya tingkat kompetisi antar individu terhadap makanan, ruang gerak dan konsumsi oksigen, 2) besarnya kandungan

(11)

bahan buangan (metabolic product) yang terkumpul dalam perairan yang dapat mengganggu belut sawah, seperti amoniak.

Hasil dari kedua perlakuan yang diberikan menunjukan adanya perbedaan yang sangat signifikan terhadap laju pertumbuhan belut sawah rata-rata per ekor antara perlakuan pemberian pakan cacing sutra dan pelet terhadap perlakuan pemberian pakan keong mas dan pelet, hal ini diduga karena pemberian pakan dengan jenis kandungan nutrisi yang berbeda dari kedua perlakuan yang diberikan selama pemeliharaan belut sawah. Pertambahan berat badan rata-rata belut sawah untuk setiap perlakuan tercantum dalam Lampiran 2.

Tingkat Kelangsungan Hidup Belut Sawah

Tingkat kelangsungan hidup belut sawah yang diberi perlakuan perbedaan jenis pakan pada saat pemeliharaan menunjukan hasil yang sama yaitu tidak ada yang mengalami kematian, sehingga perlakuan pemberian perbedaan jenis pakan antara cacing sutra dan pelet serta keong mas dan pelet tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kelangsungan hidup belut sawah. Tingkat kelangsungan hidup belut sawah mencapai nilai 100 % pada setiap perlakuan juga menunjukan bahwa tidak ada pengaruh pada penebaran dan juga kualitas air media pada saat pemeliharaan belut sawah selama 70 hari di dalam tong.

Menurut Effendie (1997) diacu oleh Serdiati dkk., (2011), menyatakan bahwa kelangsungan hidup ikan disebabkan oleh banyak faktor, satu diantaranya adalah padat tebar ikan yang terlalu tinggi. Padat

tebar merupakan suatu faktor yang sangat penting yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan dalam persaingan ruang gerak, dan konsumsi oksigen. Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui toleransi dan kemampuan hidup ikan dalam suatu populasi dengan melihat mortalitas ikan. Dari pernyatan terbebut bahwa kelangsungan hidup belut sawah dipengaruhi oleh banyak faktor, satu diantaranya padat tebar belut sawah yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup.

Kualitas Air

Berdasarkan hasil data penelitian kualitas air yang didapat selama pemeliharaan berada dalam kisaran yang baik dan optimal terhadap pertumbuhan belut sawah. Kordi (2013), menyatakan bahwa kualitas air yang dibutuhkan dalam budidaya belut sangat tergantung pada sistem yang diterapkan. Pada media budidaya belut dengan menggunakan media campuran (lumpur sawah, jerami padi dan lain-lain), ketinggian air diatas media antara 5 10 cm.

Belut adalah golongan ikan yang dapat hidup di perairan minim oksigen, bahkan tanpa oksigen sekalipun. Hal ini, karena belut dapat menghirup oksigen secara langsung dari udara. Oksigen 3 5 mg/l di dalam air sudah ideal bagi kehidupan dan pertumbuhan belut. Kandungan oksigen terlarut untuk setiap perlakuan selama penelitian berkisar antara 6,2 – 7,2 mg/l.

Sedangkan menurut Kep. Men. KLH No.02/Men. KLH/I/988 tentang pedoman Penetapan Baku

(12)

Mutu Lingkungan menetapkan, bahwa kandungan oksigen terlarut yang diperbolehkan untuk badan air golongan c (perikanan) adalah lebih besar dari 3 mg/l. Dari ketentuan tersebut kandungan oksigen terlarut air media penelitian berada pada kategori sesuai dan optimal dari persyaratan yang diperbolehkan. Melihat belut merupakan jenis ikan yang dapat bertahan hidup pada kondisi yang minim akan oksigen, karena belut dapat bernafas secara langsung melalui udara.

Menurut Inger dan Chin (1982) yang diacu oleh Alit (2009), menyatakan bahwa ikan-ikan jenis Clariasdapat hidup pada kisaran suhu antara 22 0C – 28 0C. Dari pernyataan tersebut suhu air media 26 0C layak bagi kehidupan belut mengingat belut sawah juga termasuk jenis tersebut. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Kordi (2013), yang menyatakan bahwa suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan. Belut hidup dan tumbuh dengan baik pada suhu 25 – 32 0C.

Derajat keasaman (pH) selama pemeliharaan 6 – 7. Ellis dalam Boyd (1979) dan Swingle dalam Hickling (1971) diacu oleh Alit (2009), menyatakan bahwa pH yang sesuai untuk kehidupan ikan berkisar antara 6,5 – 9,6. Menurut Kordi (2013), belut sawah (Monopterus albus/Fluta alba) hidup pada pH 6 – 7. Nilai pH dibawah 4 atau di atas 11 menyebabkan kematian pada ikan. Berdasarkan pernyataan ini maka nilai pH 5,8 – 7.0 selama penelitian memenuhi persyaratan untuk kehidupan belut sawah.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa hasil tertinggi diperoleh dari perlakuan pemberian pakan pakan keong mas dan pelet terhadap pertambahan panjang mutlak (L) rata-rata sebesar 20,43 cm, pertambahan rata-rata bobot mutlak (W) 26,82 g, dan laju pertumbuhan harian (SGR) sebesar 0,01 %. Sedangkan cacing sutra (Tubifex sp.) dan pelet terhadap pertumbuhan panjang mutlak (L) rata-rata sebesar 20,12 cm, pertambahan bobot mutlak (W) rata-rata sebesar 26,95 g, dan laju pertumbuhan harian (SGR) sebesar 0,02 %. Dari setiap perlakuan perbedaan pakan yang diujikan hasi ANOVA menunjukan adanya perbedaan yang sangat signifikan dari setiap perlakuan dengan nilai signifikan (p<0,01). Tingkat kelangsungan hidup belut sawah sebesar 100 % pada setiap perlakuan. Data kualitas air termasuk kedalam kategori optimal untuk pertumbuhan belut sawah pada setiap perlakuan yakni suhu 23 26 0C. Nilai pH berkisar antara 5,8 – 7,0, serta nilai kelarutan oksigen (DO) berkisar antara 6,2 – 7,2 mg/l.

Saran

Disarankan dalam

pemeliharaan belut sawah pada media tong dengan ukuran 8 – 9 cm diberikan pakan cacing sutra (Tubifex

sp.) dan pelet untuk pertumbuhan bobot belut sawah. Sedangkan untuk pertumbuhan panjang tubuh disarankan menggunakan pemberian pakan keong mas dan pelet. Dosis dan pemberian pakan yang teratur sangat penting, serta pakan yang diberikan merupakan campuran dari pakan buatan dan pakan alami.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Alava, V. R., dan Lim, C., 1983. The Quantitative Dietary Protein Requirement of Panaeus monodon Juvenil in a Controlled Environment.

Aquaculture. 30 : 53 – 61. Alit, I.G.K., 2009. Pengaruh Padat

Penebaran terhadap

Pertambahan Berat dan Panjang Badan Belut Sawah. Bali: Udayana Kampus Bukit Jimbaran. Jurnal Biologi XIII (1): 25 – 28 Volume XIII no.1 Juni 2009. ISSN 14105292 11 Mei 2009.

Direktorat Jendral pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perikanan, 2011. Warta Pasar Ikan, Angka Konsumsi Ikan Mendukung Perencanaan Pemasaran. ISSN 1829 − 5576. Edisi Mei 2011, Volume 93. Jakarta Pusat. Effendie, M. I., 1997. Biologi

Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta diacu oleh Robiyani, 2000.

Kebiasaan Makan,

Pertumbuhan, dan Faktor

Kondisi Ikan Kurisi

(Nemipterus tambuloides Blkr.) di Perairan Teluklabuan, Jawa Barat [skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Junarianti, M. F., 2009. Panen Belut 3 Bulan di Media Air Bening Tanpa Lumpur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Keputusan Mentri Kesehatan Lingkungan Hidup. No. 02/ Men KLH/I/998. Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan.

Kordi, K.M.G.H., 2013. Budidaya Belut di Pekarangan, Lahan Sempit, Lahan Kritis dan Minim Air. Sulawesi Selatan. Mashuri, Sumarjan, Z. Abidin, 2012.

Pengaruh Jenis Pakan yang BerbedaTerhadap Belut Sawah

(Monopterus albus zuieuw).

Jurnal Perikanan Unram, Volume 1 No 1.

Riani, E., Ernawati, Y., 2004. Hubungan Perubahan Jenis Kelamin dan Ukuran Tubuh Ikan Belut Sawah (Monopterus albus). Departemen

Manajemen Sumberdaya

Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Journal of Aquatic Secience and fisheries. Sahwan, M. F., 2003. Pakan Ikan dan Udang : Formulasi, Pembuatan, Analisa Ekonomi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Serdiati, N., Yoel, Mdinawati, 2011. Pemberian Pakan yang Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Media Litbang Sulteng IV (2) : 83 – 87, Desember 2011. ISSN 1979 − 5971.

Gambar

Gambar 1. Pertumbuhan Panjang Harian Belut Sawah.
Gambar 3. Pertumbuhan Panjang Mutlak Rata-rata Belut Sawah.   Tabel 2. Analysis of variance (ANOVA) terhadap panjang belut sawah
Gambar 5. Bobot Mutlak Rata-rata Belut Sawah.  Tabel 3. Analysis of variance (ANOVA) terhadap bobot belut sawah
Gambar 7. Tingkat Kelangsungan Hidup Belut Sawah.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara perilaku asertif dan tingkat stres kerja pada karyawan.. Subjek penelitian adalah karyawan

KI-4 Menunjukkan yang diketahui, dirasakan, dibutuhkan,dan dipikirkan melalui bahasa, musik, gerakan, dan karya secara produktif dan kreatif, serta mencerminkan perilaku anak

Danau-danau volkanik di Dataran Tinggi Dieng terkenal karena keunikannya dan telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Di Daerah Dataran Tinggi Dieng telah terjadinya

Penelitian tentang Budidaya Ternak Babi Sebagai Pendorong Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Intan Jaya dimaksudkan untuk mewujudkan kesinambungan pengembangan komoditi

Beberapa kelebihan dari penggunaan teknik kultur jaringan dibandingkan dengan cara konvensional ialah (1) faktor perbanyakan tinggi, (2) tidak tergantung pada musim karena

Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor : 57 /KPTS/KPU-Prov-010/Tahun 2016 Tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur

Dengan demikian kalau pemerintah daerah tidak siap untuk memanfaatkan Fasos dan Fasum yang sudah diserahkan tersebut, berarti ada masalah lain dalam tubuh atau oraganisasi

- Mahasiswa mampu memberikan penilaian terhadap contoh tipe window Presentasi studi kasus 3x50 7 Mahasiswa/i dapat memilih perangkat interaksi yang tepat dalam desain UI