• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding BPTP Karangploso No. 02 ISSN: PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding BPTP Karangploso No. 02 ISSN: PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding BPTP Karangploso No. 02

ISSN: 1410-9905

PROSIDING

SEMINAR HASIL

PENELITIAN/PENGKAJIAN

BPTP KARANGPLOSO

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KARANGPLOSO

2000

(2)

PENGGUNAAN ZONA-AGROEKOLOGI DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN PERTANIAN DAERAH

Dyah Prita Saraswati

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian – Karangploso

ABSTRAK

Dalam upaya pengembangan pertanian kearah agribisnis maupun pertanian berkelanjutan, perlu diupayakan efisiensi sumberdaya pertanian yang ada. Semakin menurunnya jumlah sumberdaya lahan dewasa ini mengharuskan upaya kearah optimalisasi penggunaan lahan. Untuk itu perlu dilakukan karakterisasi sumberdaya yang ada. BPTP Karangploso telah melaksanakan karakterisasi dan identifikasi potensi wilayah Jawa Timur, termasuk didalamnya kegiatan evaluasi lahan. Hasil analisis telah disusun dalam format GIS, dengan salah satu interpretasinya adalah peta zona agroekologi. Deliniasi pada skala 1:250.000 membagi Jawa Timur menjadi 5 zona utama berdasarkan lereng (zona I, II, III, IV dan VI) dengan 30 subzona turunannya berdasarkan iklim. Deliniasi 1:100.000 sedang dilakukan untuk 3 kabupaten, yaitu Malang, Magetan dan Banyuwangi. Masing-masing peta zona agroekologi dilengkapi dengan legenda yang berisi karakter biofisik serta sistem pengembangan pertanian dan alternatif komoditasnya. Selain itu, pada setiap analisa biofisik juga telah dilengkapi dengan data base sossial ekonominya. Dengan bantuan perangkat komputer interpretasi hasil analisis akan mudah disediakan. Diharapkan hasil yang dibuat dapat mendukung pembangunan sektor pertanian di wilayah Jawa Timur. Oleh karena itu perlu dilakukan koordinasi antara pelaksana pembangunan, perencana pembangunan dan pengguna hasil pembangunan agar tercapai keserasian antara program sektoral dan regional.

PENDAHULUAN

Dalam upaya memperluas dan mempertahankan pasar produk pertanian, kesepakatan perdagangan bebas yang tertuang dalam General Aggrement on Tariffs and Trade (GATT) yang akan diberlakukan mulai tahun 2010 harus segera diantisipasi. Untuk itu komoditas pertanian yang dihasilkan harus mempunyai daya saing baik dari segi mutu (kualitas) maupun harga, serta kontinuitas produksi, dengan kata lain komoditas yang dihasilkan harus mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif (PSE, 1994), antara lain memenuhi persyaratan sebagai berikut :

• Produk harus bermutu prima dan/atau sesuai dengan permintaan pasar. Dalam hal ini produk untuk memenuhi kebutuhan domestikpun tidak terlepas dari segi mutu dan harga, sebab kalau tidak terpenuhi persyaratan tersebut, maka produk dari luar akan mendominasi pasaran di Indonesia.

• Dalam kegiatan agribisnis tidak hanya dituntut kualitas yang prima, tetapi kontinuitas produksipun harus terjamin, artinya kebutuhan pasar harus selalu terpenuhi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

Ketetapan GATT mengenai produk-produk pertanian akan dapat dipenuhi apabila komoditasnya diusahakan pada lahan-lahan yang sesuai. Komoditas yang diusahakan pada lingkungan yang sesuai akan memperagakan kemampuan genetik yang maksimal, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Mencermati kenyataan tersebut, maka diperlukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian. Agroekosistem Jawa Timur yang beragam merupakan salah satu potensi yang harus dimanfaatkan dalam usaha pengembangan pertanian. Dengan memperhatikan potensi dan daya dukung lingkungan tiap daerah (zona/kabupaten/kecamatan) yang berbeda terhadap usaha pertanian maka mendorong upaya pengembangan usaha pertanian dengan menggunakan 2 konsep, yaitu commodity base (pendekatan komoditas) dan resource base (pendekatan sumberdaya).

Pendekatan komoditas menggunakan konsep pewilayahan komoditas unggulan sehingga akan didapat produk pertanian yang selain dapat memenuhi kebutuhan masyarakat juga berdaya saing tinggi. Pada pengembangan komoditas unggulan sudah seharusnya didasarkan keunggulan komoditas tersebut pada lingkungan yang ada dibandingkan dengan yang lain, sehingga pewilayahan komoditas hendaknya telah melalui evaluasi kesesuaian lahan terlebih dahulu. Penanaman suatu komoditas pada lahan dengan biofisik yang kurang sesuai mengakibatkan menurunnya produktivitas yang didapat.

(3)

sumberdaya alam, manusia dan teknologi. Mengingat tiap wilayah mempunyai sumberdaya yang berbeda, maka penetapan wilayah pengembangan pertanian harus memadukan ketiga sumberdaya tersebut. Pengembangan usaha pertanian tanpa mengindahkan sumberdaya yang ada, hanya menghasilkan usaha pertanian “input tinggi” sehingga menurunkan daya saing hasilnya di pasar.

Agar sektor pertanian dapat berperan dalam pertumbuhan ekonomi regional maka pengembangan sektor pertanian harus berpijak pada konsep efisiensi. Efisiensi pengembangan sumberdaya pertanian dapat ditempuh dengan memadukan kedua konsep tadi. Upaya yang dapat dilaksanakan adalah dengan mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dalam aspek bio-fisik (lokasi, lahan) dan aspek sosial ekonomi (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur misalnya pasar, kebiasaan petani setempat.

BATASAN PENGERTIAN ZONA-AGROEKOLOGI

Penetapan penggunaan lahan merupakan suatu hasil dari proses evaluasi lahan. FAO (dalam Rossiter, 1996) menyebutkan bahwa evaluasi lahan merupakan serangkaian proses penilaian kemampuan lahan yang digunakan untuk tujuan tertentu yang melibatkan pelaksanaan dan interpretasi survei dan studi mengenai bentuk lahan, tanah, iklim, vegetasi dan aspek lahan yang lain dalam usaha untuk mengidentifikasikan dan membandingkan beberapa jenis penggunaan lahan yang disajikan sesuai dengan tujuan dari evaluasi lahan.

Djaenuddin, et all, 1997 menyatakan bahwa evaluasi lahan adalah proses dalam menduga potensi lahan untuk penggunaan tertentu baik untuk pertanian maupun non-pertanian. Potensi suatu wilayah untuk suatu pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, terain yang terdiri dari lereng, topografi/bentuk wilayah, batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah serta singkatan batuan, hidrologi dan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman. Kecocokan antara sifat fisik lingkungan dari suatu wilayah dengan persyaratan penggunaan atau komoditas yang dievaluasi memberikan gambaran atau informasi bahwa lahan tersebut potensial dikembangkan untuk komoditas tersebut.

Lebih lanjut, Las, et all, 1991 memperkenalkan suatu konsep pewilayahan agroekologi yang disusun berdasarkan faktor-faktor yang dianggap dominan mempengaruhi produksi pertanian pada tiap daerah serta tipe lahan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor fisik lingkungan (iklim dan tanah), man-made infrastructure yang erat kaitannya dengan produktivitas lahan. Untuk itu, pada tahap awal perlu dilakukan penyederhanaan dan pengelompokan agroekosistem yang beragam dalam suatu bentuk klasifikasi atau wilayah (zona) agroekologi tertentu yang dapat dituangkan dalam bentuk peta. Peta zona agroekologi tersebut merupakan satu sarana strategis dalam pembangunan pertanian pertanian yang sangat bermanfaat sebagai pengarah dan evaluator dalam penerapan suatu hasil penelitian dan /atau paket teknologi pertanian dan pemanfaatan sumberdaya alam. Dalam kaitan ini peta agroekologi dapat pula digunakan sebagai peta dasar dalam menyusun pewilayah komoditas dan usahatani dalam pengembangan berbagai konsep pertanian tangguh.

Amien, 1997 menyatakan bahwa agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama, dimana keragaan tanaman dan khewan dapat diharapkan tidak akan berbeda dengan nyata. Dengan mempertimbangkan keadaan agroekologi, penggunaan lahan berupa sistem produksi dan pilihan-pilihan tanaman yang tepat dapat ditentukan. Komponen utama agroekologi adalah iklim, fisiografi atau bentuk wilayah dan tanah.

Secara umum tujuan analisis zona agroekologi adalah sebagai berikut :

1.

Menyusun data dan informasi tentang keadaan biofisik dan sosial ekonomi di suatu wilayah ke dalam suatu sistem pangkalan data dan berbagai jenis peta sehingga tersedia informasi yang terpadu dan memadai mengenai keadaan lingkungan di suatu wilayah.

2.

Melakukan analisis tentang kesesuaian beberapa tanaman/komoditas pertanian penting serta kesesuaian teknologi di suatu wilayah.

3.

Mengidentifikasi berbagai komoditas pertanian unggulan spesifik lokasi, serta mengidentifikasi kebutuhan teknologinya.

4.

Memberikan masukan dalam rangka perencanaan penelitian, pengkajian dan pengembangan komoditas unggulan spesifik lokasi

BAHAN DAN METODE

Metode penyusunan Zona Agro Ekologi yang dilaksanakan BPTP Karangploso mengacu pada konsep Sistem Pakar (Expert System) yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat ( Amien, L.I, 1992). Pada dasarnya prinsip metode tersebut didasarkan pada pendekatan pencocokan (matching) antara karakteristik iklim dan

(4)

sumberdaya lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman atau kelompok tananam.

Dalam pelaksanaannya kegiatan penyusunan peta Zona Agro Ekologi dapat dibagi menjadi 3 tahapan kegiatan, yaitu: 1. Persiapan; 2. Interpretasi Data ke dalam sistem pakar; 3. Verifikasi Lapangan.

1. Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini ialah pengumpulan (kompilasi) data sumberdaya lahan wilayah yang akan dilakukan analisa zona agroekologinya. Informasi yang diperlukan meliputi :

• Data/informasi sumberdaya lahan berupa peta land system. • Data/informasi sumberdaya lahan berupa peta tanah.

• Data iklim yang meliputi data curah hujan dan temperatur dari beberapa stasiun penakar iklim dan cuaca selama 10 tahun terakhir

• Data penunjang lainnya yang berkaitan dengan penyusunan peta ZAE seperti Peta Topografi.

2. Interprestasi Data ke dalam Sistem Pakar

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menginterpretasi data iklim dan sumberdaya lahan ke dalam sistem pakar Landuse untuk mendapatkan zonasi Agro Ekologi dan alternatif kelompok komoditas (group of crops) dan jenis komoditasnya. Menurut sistem pakar pembagian zonasi agro ekologi dibedakan berdasarkan perbedaan rejim iklim dan relief (kisaran lereng).

Relief yang tercermin di dalam kisaran kelas lerengnya merupakan pembeda zonasi utama dalam sistem pakar. Berdasarkan pembeda zonasi utama tersebut suatu wilayah dapat dikelompokkan menjadi 4 zona , yaitu:

Zonasi Lereng (%)

I  40

II 16 - 40

III 8 –  16

IV  8

Pada daerah dengan lereng  3 % dengan jenis tanah gambut atau jenis tanah dengan kandungan garam atau sulfat yang tinggi atau jenis tanah yang berkembang dari pasir kwarsa dikelompokkan ke dalam zonasi tersendiri yaitu masing-masing sebagai Zona V, VI dan VII.

Berdasarkan kriteria zona utama tersebut suatu wilayah dapat dibagi menjadi 7 zona agro ekologi dengan spesifikasi sistem pertanian atau kehutanan (Agriculture Type) sebagai berikut:

1. Zona I adalah suatu wilayah dengan lereng  40 % dengan tipe pemanfaatan lahan adalah Kehutanan.

2. Zona II adalah suatu wilayah dengan lereng 16-40 % dengan tipe pemanfaatan lahan adalah Perkebunan (Budidaya Tanaman Tahunan).

3. Zona III adalah suatu wilayah dengan lereng 8 –  16 % dengan tipe pemanfaatan lahan adalah Wana Tani (Agro Forestry).

4. Zona IV adalah suatu wilayah dengan lereng 0 –  8 % dengan tipe pemanfaatan lahan adalah Tanaman Pangan. 5. Zona V adalah suatu wilayah dengan lereng  8 % dengan jenis tanah gambut dengan tipe pemanfataan lahan

adalah tanaman hortikultur (gambut dangkal dengan ketebalan  = 2 m) atau kehutanan (gambut dalam dengan ketebalan  2 m).

6. Zona VI adalah suatu wilayah dengan lereng  8 % dengan jenis tanah yang mempunyai kandungan sulfat sangat tinggi (sulfat masam) atau kandungan garan yang tinggi dengan tipe pemanfaatan lahan adalah kehutanan. 7. Zona VII adalah suatu wilayah dengan lereng  8 % dengan jenis tanah yang berkembang dari pasir kuarsa

(Spodosol atau Quartzipsamments) dengan tipe pemanfaatan lahan adalah kehutanan.

Rejim iklim yang digunakan ialah rejim kelembaban dan rejim suhu. Rejim kelembaban Lembab (x) apabila mempunyai jumlah bulan kering sama dengan atau kurang dari 3 bulan dalam satu tahun, rejim kelembaban agak kering (y) apabila mempunyai jumlah bulan kering antara 4 sampai dengan 7 bulan dalam satu tahun dan rejim kelembaban

(5)

Kering (z) apabila mempunyai jumlah bulan kering lebih dari 7 bulam dalam satu tahun. Sedangkan rejim suhu dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu rejim suhu panas (isohipertermik) dan rejim suhu sejuk (isotermik). Pada pelaksanaannya pembagian rejim suhu suatu wilayah diduga dari ketinggian tempat dari permukaan laut dengan pendekatan sebagai berikut: Rejim suhu panas terdapat pada wilayah dengan ketinggian  = 700 m dpl.(dataran rendah=a); Rejim suhu sejuk terdapat pada wilayah dengan ketinggian  700 - 2.000 m dpl. (dataran tinggi=b).

Berdasarkan pembeda rejim iklim (rejim kelembabab dan rejim suhu ) tersebut suatu wilayah dapat dibagi menjadi 6 zonasi iklim yaitu:

1. Wilayah beriklim lembab dataran rendah atau zona iklim dengan simbol ax.

2. Wilayah beriklim lembab dataran tinggi atau zona iklim dengan simbol bx.

3. Wilayah beriklim agak kering dataran rendah atau zona iklim dengan simbol ay.

4. Wilayah beriklim agak kering dataran tinggi atau zona iklim dengan simbol by.

5. Wilayah beriklim kering dataran rendah atau zona iklim dengan simbol az.

6. Wilayah beriklim kering dataran rendah atau zona iklim dengan simbol bz.

Pembagian selanjutnya ke dalam sub zona dan pilihan kelompok tanaman yang relevan dikembangkan pada setiap sub zona tersebut didasarkan pada rejim kelembaban dan suhu (tinggi tempat). Dengan demikian terdapat beberapa kemungkinan kombinasi subzona.

Tahap kegiatan selanjutnya ialah dengan menumpang tepatkan (overlay) antara hasil zonasi ZAE dengan peta penggunaan lahan yang ada saat ini (present landuse) dari daerah tersebut. Apabila suatu kawasan mempunyai peruntukan yang sama berdasarkan overlay tersebut maka diperlukan intensifikasi, apabila berdasarkan peggunaan lahannya berupa hutan sedangkan berdasarkan ZAE nya merupakan zonasi pengembangan pertanian maka diperlukan ekstensifikasi pada daerah tersebut, dan apabila berdasarkan penggunaan lahannya berupa kawasan pertanian/perkebunan sedangkan berdasarkan ZAE merupakan kawasan hutan maka diperlukan tindakan konservasi baik berupa reboisasi maupun rehabilitasi.

Untuk melengkapi informasi yang disajikan di dalam peta ZAE perlu dibuat legenda petanya yang mempunyai fungsi untuk memberikan informasi yang terkandung di dalam masing-masing satuan peta ZAE tersebut. Informasi yang perlu disajikan di dalam legenda tersebut ialah : Simbol zona, rejim suhu (elevasi), rejim kelembaban, fisiografi, lereng, tanah sampai dengan grup (USDA, 1994), drainase, dan zonasi pengembangan pertanian/kehutanan yang terdiri dari sistem zonasi dan alternatif komoditasnya.

3. Verifikasi Lapangan

Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan evaluasi ulang (re-checking) terhadap hasil penyusunan peta zona agro ekologi yang telah dikerjakan terutama kunjungan lapangan ke daerah-daerah yang mempunyai data dengan tingkat kehandalan rendah untuk melengkapi data sumberdaya lahan dan iklim yang sudah ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada tahun 1998 BPTP Karangploso telah melakukan analisa zona agroekologi untuk wilayah propinsi Jawa Timur. Hasil analisis berupa pangkalan data dalam format GIS dengan peta skala 1:250.000. Berdasarkan kondisi sumberdaya lahan dan iklim yang ada, wilayah Jawa Timur terbagi 5 zona utama dan menurunkan 30 sub-zona dengan alternatif pengembangan komoditasnya (Tabel 1).

(6)

Tabel 1 Zonasi agroekologi propinsi Jawa Timur No Zona Agroekolo gi Sistem Pengembangan Komoditas Luas (Ha) Persentase (%)

1. I ax1 Kehutanan (Hutan

Lindung) Vegetasi alami 15.575 0,33

2. I ay1 Kehutanan (Hutan

Lindung) Vegetasi alami 5.655 0,12

3. I by1 Kehutanan (Hutan

Lindung) Vegetasi alami 1.090 0,02

4. I ax2 Kehutanan (Hutan

Produksi) Meranti, Kruing, Kampar, damar, Benuang, rotan, Bangkiral, Ramin 497.230 10,38 5. I ax2 r Kehutanan (Hutan

Produksi) Rehabilitasi Kehutanan 47.235 0,99

6. I ay 2 Kehutanan (Hutan

Produksi) Jati, Mahoni, Matoa Sonokeling 113.035 2,36

7. I bx 2 Kehutanan (Hutan

Produksi) Eucalipus, Pinus Casuarina, Lauraceae, Quercus, Castanea, Nothofagus, Rapanea, Leptosnemum

398.670 8,32

8. I bx 2 r Kehutanan (Hutan

Produksi) Rehabilitasi Kehutanan 14.590 0,30

9. I by 2 Kehutanan (Hutan

Produksi) Jati, Mahoni, Matoa, Sonokeling 3.650 0.08

10. II ax Perkebunan (Budidaya

Tanaman tahunan) Kopi Robusta, Kakao, Kelapa, Kelapa Sawit, Karet, Rambutan, Nangka, Manggis, Durian, Duku

294.935 6,15

11. II ax i Perkebunan (Budidaya

Tanaman tahunan) Intensifikasi Perkebunan Kopi, Cengkeh, Karet 36,475 0,76 12. II ay Perkebunan (Budidaya

Tanaman tahunan) Mangga, Srikaya, Delima, Jambu Biji, jambu Mente, Kemiri, Kelapa 498.945 10,4 13. II ay i Perkebunan (Budidaya

Tanaman tahunan) Intensifikasi Perkebunan Kopi 910 0,02 14. II bx Perkebunan (Budidaya

Tanaman tahunan) Chincona, Cinnamon, Lengkeng, Leci, Jambu, Jeruk 110.665 2.31 15. II bx i Perkebunan (Budidaya

Tanaman tahunan) Intensifikasi Perkebunan Kopi 10.395 0,22 16. II by Perkebunan (Budidaya

Tanaman tahunan) Apel, Leci, Jambu, Jeruk 16.050 0,33

17. III ax Wanatani/Budidaya

Lorong Karet, Kelapa, Cengkeh/Palawija (Kacang Tanah, Kedele, jagung)/ Sayuran(Terong, kacang panjang, sawi)

90.460 1,89

18. III ax i Wanatani/Budidaya

Lorong Intensifikasi Perkebunan Karet, Kopi, Cengkeh 6.935 0,14 19. III ay Wanatani/Budidaya

Lorong Jambu Mete, Mangga, Srikaya/Palawija (kacang hijau, kacang gude, kacang tanah, kedele, jagung)

483.840 10,10

20. III ay i Wanatani/Budidaya

Lorong Intensifikasi Perkebunan Cengkeh, Kopi 1.825 0.04 21. III bx Wanatani/Budidaya

Lorong Chincona, Cinnamon, Lengkeng, Leci, Jambu, Citrus sp/Sayuran (Wortel, Cabe, Kentang, Kubis, Tomat)

2.920 0,06

22. III by Wanatani/Budidaya

Lorong Apel, Leci, Jambu, Anggur, Jeruk 3.280 0.07

23. IVax 1 Pertanian Lahan Basah Padi sawah, kangkung 883.310 1,74

24. IV ax1 i Pertanian Lahan Basah Intensifikasi padi sawah 1.642.660 34,28 25. IVax1 ir Pertanian Lahan Basah Intnsifikasi padi sawah dan

rehabilitasi kehutanan 5.030 0,10

26. IVax 2 Pertanian Lahan Kering Padi Gogo, Jagung, Kedele,

Kacang tanah, Cabe 18.605 0,39

27. IV ay 2 Pertanian Lahan Kering Padi gogo, jagung, kedele, kacang tanah, kacang gude, ubi kayu, Ubi jalar, Kapas, Tembakau

242.270 5,06

28. IV ay 2 e Pertanian Lahan Kering Ekstensifikasi pertanian lahan

kering 20.795 0,43

29. VI Kehutanan (Hutan

Lindung) Vegetasi alami/Tambak air payau 18.820 0,39

30. VI i Kehutanan (Hutan

Lindung) Intensifikasi Tambak Udang/Bandeng 56.820 1,19

X3 Danau/Rawa 11.020 0,23

X5 Kota/Pemukiman 38,405 0,80

(7)

Penyebaran setiap zona dan sub-zona dituangkan dalam peta zona agro ekologi. Peta 1:250.000 tersebut merupakan dasar pelaksanaan pengkajian di BPTP Karangploso. Dengan bantuan perangkat komputer yang ada, analisis lanjut tentang zonasi agroekologi akan dapat dengan cepat disajikan.

Tabel 2 Zonasi agroekologi kabupaten Malang skala 1:100.000

No Zona Agro ekologi Sistem Pengembangan Komoditas Pola Usahatani Pengelolaan Usahatani Ha %

1. I ax1 Kehutanan (Hutan Lindung)

Vegetasi alami Hutan Lindung, hutan wisata

Pemerintah 1.477 0,39

2. I bx1 Kehutanan (Hutan Lindung)

Vegetasi alami Hutan Lindung, hutan wisata

Pemerintah 73.989 19,59

3. I ax2 Kehutanan (Hutan Produksi)

Meranti, Kruing, Kampar, damar, Benuang, rotan, Bangkiral, Ramin Hutan Campuran PERHUTANI 40.272 10,66 4. I ay 2 Kehutanan (Hutan Produksi)

Jati, Mahoni, Matoa Sonokeling Hutan Campuran PERHUTANI 7.581 2,01 5. II ax Perkebunan (Budidaya Tanaman tahunan)

Kopi Robusta, Kakao, Kelapa, Kelapa Sawit, Karet, Rambutan, Nangka, Manggis, Durian, Duku

Pekarangan Monokultur/ Alley Cropping Konservasi mutlak (Swadaya/Intervens i Pemerintah) 33.002 8,74 6. II ax i Perkebunan (Budidaya Tanaman tahunan) Intensifikasi Perkebunan Kopi, Cengkeh, Karet

Monokultur Konservasi mutlak 1.457 0,39

7. II ay Perkebunan (Budidaya Tanaman tahunan)

Mangga, Srikaya, Delima, Jambu Biji, jambu Mente, Kemiri, Kelapa Pekarangan Monokultur/ Alley Cropping Konservasi mutlak (Swadaya/Intervens i Pemerintah) 27.812 7,36 8. II ay i Perkebunan (Budidaya Tanaman tahunan) Intensifikasi Perkebunan Kopi Monokultur Konservasi, Tanaman Pelindung dan Pupuk (PO+PA) 1.565 0,41 9. II bx Perkebunan (Budidaya Tanaman tahunan) Chincona, Cinnamon, Lengkeng, Leci, Jambu, Jeruk, Apel, sayuran (kubis, Kentang, bawang putih, wortel ), tanaman hias (mawar, krisan) Monokultur/ Alley Cropping Konservasi mutlak (Swadaya/Intervens i Pemerintah) 29.766 7,88 10. III ax Wanatani/Budidaya Lorong Karet, Kelapa, Cengkeh/Palawija (Kacang Tanah, Kedele, jagung)/ Sayuran(Terong, kacang panjang, sawi) Alley Cropping Hedgerow, Alley, teras Penambahan Pupuk (PO+PA) 20.025 5,30 11. III ax i Wanatani/Budidaya Lorong Intensifikasi Perkebunan Karet, Kopi, Cengkeh

Monokultur Pemupukan 544 0,14 12. III ay Wanatani/Budidaya

Lorong

Jambu Mete, Mangga, Srikaya/Palawija (kacang hijau, kacang gude, kacang tanah, kedele, jagung)

Alley Cropping Hedgerow, Alley, teras Penambahan Pupuk (PO+PA) 20.420 5,41

13. IVax 1 Pertanian Lahan Basah Padi sawah #P-P-P # P- P– P/SY

Petani 3.116 0,82

14. IVax1 i Pertanian Lahan Basah Intensifikasi padi sawah #P-P-P # P- P– P/SY

Petani 40.343 10,68

15. IVay 2 Pertanian Lahan Kering

Padi gogo, jagung, kedele, kacang tanah, kacang gude, ubi kayu, Ubi jalar, Kapas, Tembakau Campuran/T umpangsari PO dan PA 62.290 16,66 16. VI Kehutanan (Hutan Lindung)

Vegetasi alami/Tambak air payau Hutan Suaka, hutan wisata Pemerintah 468 0,12 X2 Kota/ Pemukiman 1.396 1,96 X3 Danau/Rawa 4.104 1,09 xx Kota/Pemukiman 1,477 0,39 Jumlah 377.734 100

(8)

Saat ini sedang dilaksanakan pengkajian lebih mendalam untuk masing-masing Kabupaten. Satu kabupaten yang hampir selesai penyusunannya adalah Kabupaten Malang. Dalam skala 1: 100.000 wilayah kabupaten Malang terbagi menjadi 16 sub-zona (Tabel 2) :

Selain memperhatikan aspek biofisik, maka zonasi agroekologi yang secara umum sebagai bagian dari sistem evaluasi lahan juga harus memperhatikan aspek-aspek lain yang akan mempengaruhi penetapan penggunaan lahan bagi pertanian seperti potensi sumberdaya manusia, ketersediaan paket teknologi usahatani, sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat.

Baik untuk wilayah Jawa Timur maupun Malang, semua peta biofisik tersebut telah dilengkapi dengan data base sosial ekonomi. Untuk tingkat propinsi satuan terkecil adalah Kabupaten, sedangkan untuk tingkat kabupaten satuan terkecil adalah kecamatan. Data base tersebut memuat beberapa variabel soaial ekonomi seperti demografi, lahan, komoditas eksisting, sarana dan prasarana, dll. Data base ini disusun untuk melengkapi pangkalan data yang telah disusun. Untuk beberapa variabel, telah disusun petanya.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka BPTP Karangploso sedang melaksanakan pengkajian terpadu mengenai analisa zona agroekologi yang merupakan pengembangan dari sistem zona agroekologi yang ada. Pemanfaatan perangkat keras dan perangkat lunak komputer telah banyak membantu dalam menyelesaikan analisa tersebut. Beberapa perangkat lunak dalam suatu modul GIS (Geografic Information System) Map Info, Arc View dan pengolah data telah memberikan kemudahan dalam melaksanakan evakuasi, terutama untuk pemetaan sebagai salah satu bagian interpretasi zonasi agroekologi. Selain sistem pakar Landuse, BPTP Karangploso juga menggunakan ALES (Automated Land Evaluation System) untuk evaluasi lahan.

Dengan telah dilaksanakan penetapan kawasan pengembangan prioritas daerah di tiap propinsi berdasarkan RTRWN, maka penetapan zona agroekologi dalam usaha pembangunan pertanian di daerah perlu dipaduserasikan. Penetapan ZAE akan dapat mendukung pembangunan daerah dengan memperhatikakn beberapa pertimbangan berikut : • Kawasan prioritas pengembangan merupakan kawasan yang diandalkan daerah untuk dapat mencapai sasaran

pembangunan.

• Pembangunan di kawasan andalan merupakan pembangunan tepadu antar berbagai sektor. Sehingga pembangunan sektor pertanian harus serasi dengan sektor lain, misalnya dengan sektor industri pengolahan. • Infrastruktur yang dikembangkan dikawasan andalan adalah prasarana yang dapat memacu dan mempercepat

pertumbuhan sektoral secara terpadu serta meningkatkan aksesibilitas antar kawasan.

• Komoditas unggulan yang ditetapkan dalam zona agroekologi merupakan komoditas yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan memiliki daya saing yang tinggi sebagai komoditas ekspor.

• Pembiayaan pembangunan diutamakan pada pengembangan kawasan prioritas.

KESIMPULAN

Hasil analisis zonasi agroekologi memberikan banyak informasi untuk pemanfaatan sumberdaya pertanian dalam rangka mewujudkan pertanian tangguh yang berkelanjutan.

Untuk tujuan yang khusus, perlu segera dilaksanakan koordinasi antara penyusun zona agroekologi (BPTP) dengan pemerintah daerah dan dinas terkait pada pelaksanaan analisa zona agroekologi, sehingga tercapai keterpaduan antara perencanaan dan pembangunan sektor pertanian dengan pembangunan wilayah regional Jawa Timur.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Amien, L.I., 1997. Karakterisasi dan Analisis Agroekologi. Materi Apresiasi Metodologi Analisis Zona Agroekologi untuk Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang pertanian

Anoymous, 1998. Propinsi Jawa Timur dalam angka 1997. Kantor Statistik Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur Anoymous, 1998. Kabupaten Malang dalam angka 1997. Kantor Statistik Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur Las, I., A.K. Makarim., A. Hidayat., A. S. Karama., I. Mawan. 1991. Peta Agroekologi Utama Tanaman Pangan di

Indonesia. Puslitbang Tanaman Pangan. Laporan Khusus Pus/05/90. Bogor.

Rossiter, D.G. 1996. Introduction to Land Evaluation Procedures. Lecture for training course : Automated Land Evaluation for Land Use Planning in LREP-II. Bogor 10-16 Desember 1996

Sosiawan, H. 1997. Metodologi Penyusunan Peta Zona Agroekologi. Materi Apresiasi Metodologi Analisis Zona Agroekologi untuk Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang pertanian

Syafa’at, N. 1998. Penentuan Komoditas Pertanian Potensial Berdasarkan Aspek Ekonomi. Materi Pelatihan Pembuatan Peta AEZ. Denpasar, 19 Desember 1998

Gambar

Tabel 1  Zonasi agroekologi propinsi Jawa Timur  No  Zona  Agroekolo gi   Sistem  Pengembangan  Komoditas  Luas (Ha)  Persentase (%)  1
Tabel 2  Zonasi agroekologi kabupaten Malang skala 1:100.000

Referensi

Dokumen terkait

Cash flow (aliran kas) merupakan sejumlah uang kas yang keluar dan yang masuk sebagai akibat dari aktivitas perusahaan dengan kata lain adalah aliran kas yang terdiri

Seorang wanita cenderung akan mempunyai resiko yang semakin lebih besar ketika melahirkan, bahkan tidak jarang menimbulkan kematian pada ibu atau bayi yang

Pada fungsi ini, sistem akan menghasilkan rekomendasi koleksi-koleksi wallpaper yang belum pernah diunduh oleh pengguna, berdasarkan koleksi-koleski wallpaper yang telah

Dengan menggunakan analogi terhadap pembahasan tentang metode Euler dan metode Leap-Frog pada bab yang lalu, maka kita dapat menyimpulkan bahwa ketelitian untuk metode ini

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Untuk mengetahui seberapa besar minat berwirausaha siswa SMK Negeri 1 Adiwerna, (2)

Dengan model rancangan arsitektur enterprise yang digunakan dalam makalah ini sepenuhnya mengadopsi pada penerapan TOGAF ADM sebagai salah satu metode yang bisa digunakan

Sedangkan yang menjadi isu permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1).Apakah yang menjadi faktor penyebab kekerasan dalam Rumah Tangga yang Dilakukan oleh suami

Pengalaman Sebagai Penyaji Seminar / Lokakarya / Diskusi Tingkat Nasional Mengenai Wawasan Manjemen Pemerintahan Umum dan Daerah. Pokok-Pokok pikiran strategis politik