• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANTIPYRETIC EFFECT TEST OF Syzygium polyanthum [Wight.] Walp. LEAVES INFUSION ON MALE WHITE RATES OF WISTAR STRAIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANTIPYRETIC EFFECT TEST OF Syzygium polyanthum [Wight.] Walp. LEAVES INFUSION ON MALE WHITE RATES OF WISTAR STRAIN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

22

ANTIPYRETIC EFFECT TEST OF Syzygium polyanthum [Wight.] Walp. LEAVES INFUSION ON MALE WHITE RATES OF WISTAR STRAIN

S.Joko Purnomo, Sikni Retno K, Anita Dwi J ABSTRACT

Utilization of plants as traditional medition more widely used. One of these is Syzygium polyanthum [Wight.] Walp. Leaves. The purpose of this research to know antipyretic effect infusion, of Syzygium polyanthum [Wight.] Walp. Leaves infusion and to know which consentration has an antipyretic effect equal to paracetamol, and relationship dosis of Syzygium polyanthum [Wight.] Walp leaves in infusion.

This research consists of 6 group an each group was given 5 male white rats of wistar strains. Group I were treated aquadest of 3 ml/200 g BW, group II is given paracetamol of 12,60 mg/200 g BW, group III, IV, V and VI is given infusion treatment of Syzygium polyanthum [Wight.] Walp leaves of 2% b/v, 4% b/v, 6% b/v, 8% b/v contains. The measurements of body temperature of rats uses mercury thermometer 30 minutes for 180 minutes. It analyzed by One Way ANOVA to know the antipyretic effect. The date of relations between dose response analyzed by regression test.

The research result showed that Syzygium polyanthum [Wight.] Walp leaves infusion has antipyretic effect significant 0,00 < 0,05. Syzygium polyanthum [Wight.] Walp leaves infusion 4% b/v, 6% b/v and 8% b/v didn’t different significantly with paracetamol. Regression analysis result is obtained the value of 0,012 < 0,05 show that there is relationship between doses to test animals response.

Keywords : antipyretic, flavonoid, Syzygium polyanthum [Wight.] Walp. , paracetamol

(2)

23

UJI EFEK ANTIPIRETIK INFUSA DAUN SALAM (Syzygium polyanthum

[Wight.] Walp.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR

S. Joko Purnomo, Sikni Retno K, Anita Dwi J INTISARI

Pemanfaatan tanaman sebagai bahan obat tradisional semakin banyak digunakan. Salah satu tanaman tersebut adalah daun salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.). tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efek antipiretik infusa daun salam, kadar infusa daun salam yang mempunyai efek antipiretik sebanding dengan parasetamol, dan hubungan dosis dengan respon dari infusa daun salam.

Penelitian ini terdiri dari 6 kelompok dan setiap kelompok diberi 5 ekor tikus jantan galur wistar. Kelompok I diberi aquades 3 ml/200 g BB, kelompok II diberi larutan parasetamol 12,60 mg/200 g BB, kelompok III, IV, V dan VI diberi perlakuan infusa daun salam dengan kadar 2% b/v, 4% b/v, 6% b/v, dan 8% b/v. Pengukuran suhu tikus menggunakan termometer raksa tiap 30 menit hingga 180 menit. Untuk mengetahui efek antipiretik dianalisis dengan ANAVA satu jalan. Data hubungan dosis respon dianalisis dengan analisa regresi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa infusa daun salam mempunyai efek antipiretik dengan hasil uji ANAVA satu jalan diperoleh nilai signifikansi 0,00 < 0,05. Infusa daun salam 4%, 6%, 8% b/v tidak berbeda signifikan dengan parasetamol. Hasil analisa regresi diperoleh nilai signifikansi 0,012 < 0,05 menunjukkan ada hubungan antara dosis dengan respon hewan uji.

Kata kunci : antipiretik, flavonoid, daun salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.), parasetamol.

PENDAHULUAN

Demam merupakan penyakit yang paling sering diderita pada semua tingkat umur manusia, terutama pada anak-anak.

Demam adalah meningkatnya suhu tubuh diatas rata-rata suhu tubuh normal yang bisa saja menjadi indikasi adanya penyakit lain. Penyebabnya adalah masuknya bakteri atau kuman penyakit ke dalam tubuh. Gejalanya yaitu tubuh menjadi panas sekali terkadang disertai menggigil, sakit kepala dan pegal-pegal pada seluruh tubuh (Wijayakusuma, 2006).

Berbagai jenis obat penurun demam banyak beredar di pasaran, salah satu contoh obat yang aman untuk menurunkan demam adalah parasetamol. Selain obat dari bahan

kimia, masyarakat biasanya menggunakan obat tradisional untuk mengobatinya. Salah satu tanaman yang tumbuh subur di Indonesia dan berkhasiat sebagai obat adalah daun salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.). Ternyata penggunaan daun salam telah banyak diteliti. Berdasarkan banyak penelitian berkhasiat luas sebagai obat diare, antikolesterol, antioksidan, antiinflamasi, analgesik, antibakteri.

Daun salam mengandung minyak atsiri, sitral, eugenol, tanin, flavonoid, dan metilkavikol (Kurniawati, 2010). Dengan kandungan flavonoid tersebut, maka daun salam juga diduga dapat dimanfaatkan sebagai obat demam, karena flavonoid

(3)

24 diketahui mampu menghambat kerja prostaglandin.

METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan 1. Alat

Timbangan, panci infusa, gelas beker, gelas ukur, erlenmeyer, corong kaca, penangas air, batang pengaduk, kertas saring, jarum suntik, spuit oral, termometer air raksa, kandang tikus.

2. Bahan

Tikus putih jantan galur wistar sebanyak 30 ekor, daun salam, aquades, parasetamol, vaksin DPT-HB.

B. Prosedur penelitian 1. Determinasi Tanaman

Determinasi daun salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) dilaksanakan di laboratorium Ekologi dan Biosistematika Fakultas MIPA Jurusan Biologi Universitas Diponegoro Semarang.

2. Pembuatan Serbuk Daun Salam Daun salam yang masih segar dicuci dengan air mengalir sampai bersih lalu tiriskan, kemudian dirajang. Setelah itu diangin-anginkan sampai kering. Selanjutnya daun salam yang sudah kering dihaluskan dengan blender sehingga diperoleh serbuk daun salam. 3. Pembuatan Infusa Daun Salam

Dibuat infusa daun salam dengan kadar 2% b/v, 4% b/v, 6% b/v, dan 8 % b/v. Untuk infusa daun salam dengan konsentrasi 2% b/v dibuat dengan cara mencampurkan 2 g serbuk daun salam dengan 100 ml air dan dipanaskan selama 15 menit, terhitung mulai suhu dalam panci mencapai 90oC,

dengan sesekali diaduk setelah itu sediaan disaring dengan menggunakan lain flanel selagi panas. Apabila volume air belum mencapai 100 ml, bilas ampasnya menggunakan air panas hingga diperoleh volume 100 ml. Selanjutnya dilakukan pengulangan seperti cara tersebut untuk kadar 4% b/v, 6 %b/v, dan 8 % b/v.

4. Pengujian Efek Antipiretik a) Penentuan dosis parasetamol

Dosis parasetamol ditentukan berdasarkan dosis manusia yang dikonversikan ke tikus dengan mengikuti metode Laurence dan Bacharach (Sjabana, 2006). Diketahui bahwa dosis parasetamol adalah 500 mg untuk berat badan 50 kg, faktor konversi adalah 0,018. Setelah diperhitungkan didapat dosis untuk tikus 12,6 mg/200 g. b) Pembuatan larutan

parasetamol

Berdasarkan dosis parasetamol untuk tikus yang sudah diperhitungkan, kemudian dibuat stok parasetamol 4,2 mg/ml. Pertama serbuk parasetamol ditimbang sebanyak 210 mg dan ditambah dengan aquades sampai volume 50 ml kemudian dikocok sampai larut.

c) Penentuan dosis infusa daun salam

Setelah diperhitungkan berdasar konsentrasi masing-masing didapat dosis infusa. Untuk kadar 2% b/v setara dengan dosis 0,3 g/Kg BB, kadar 4% b/v setara dengan dosis 0,6 g/Kg BB, kadar 6% b/v setara dengan dosis 0,9 g/Kg BB, dan kadar 8% b/v setara dengan 1,2 g/kg BB.

(4)

25 d) Bahan pirogen

Bahan pirogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah vaksin DPT-HB yang digunakan untuk memicu demam.

e) Perlakuan hewan uji

Sebelum dilakukan penelitian hewan uji diadaptasikan terlebih dahulu selama 24 jam di laboratorium. Suhu tikus diukur menggunakan termometer air raksa sebagai suhu normal. Kemudian masing-masing hewan uji diberi vaksin DPT-HB dan setelah 90 menit diukur lagi suhunya, dianggap sebagai menit ke 0. Hewan uji diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya dan dilakukan pengukuran suhu tiap interval 30 menit sampai menit ke 180.

C. Analisa Data

Untuk mengetahui efek antipiretik dari bahan uji, data dibuat kurva hubungan antara suhu dan waktu dihitung AUC (Area Under Curve) pengamatan dari tiap kelompok dengan menggunakan metode trapezoid.

Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan analisis parametrik dan non parametrik yang didasarkan pada hasil normalitas dan homogenitas dengan program SPSS. Untuk uji normalitas apabila sampel yang digunakan lebih dari 50 maka digunakan Kolmogorov-Smirnov dan jika sampel kurang dari 50 maka digunakan Shapiro-Wilk. Jika data homogen dan terdistribusi normal (p>0,05) maka analisis data dilakukan analisis data dilakukan dengan statistik parametrik ANAVA satu jalan

dengan taraf kepercayaan 95% dengan program SPSS. Apabila tidak homogen dan tidak terdistribusi normal (p<0,05), data dianalisis dengan statistik non-parametrik menggunakan uji Kruskal Wallis.

Untuk mengetahui hubungan antara dosis infusa daun salam dengan respon hewan uji, data dianalisis menggunakan analisa regresi (Anareg) dengan program SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur wistar berumur 2-3 bulan dengan berat badan 180-200 gram. Sebelum digunakan hewan uji diadaptasikan dan dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam. Bahan yang digunakan untuk menimbulkan demam adalah vaksin DPT-HB (Difteri, Pertusis, Tetanus dan Hepatitis B).

Hewan uji dikelompokkan menjadi 6 kelompok, dan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor hewan uji. Kelompok I diberi vaksin DPT-HB 0,4 ml dan aquades 3 ml/200 g BB sebagai kontrol negatif. Kelompok II diberi vaksin DPT-HB 0,4 ml dan parasetamol 63 mg/kg BB sebagai kontrol positif. Kelompok III, IV, V dan VI masing-masing diberi perlakuan DPT-HB 0,4 ml dan infusa daun salam dengan konsentrasi 2% b/v, 4% b/v, 6% b/v dan 8% b/v.

Berdasarkan hasil orientasi didapatkan rata-rata suhu tertinggi yaitu 37,77oC pada menit ke 90, sehingga menit ke 90 digunakan sebagai menit ke-0. Suhu normal dan suhu ke 90 menit dirata-rata, sehingga dapat diketahui adanya kenaikan suhu tikus setelah pemberian vaksin DPT-HB 0,4 ml secara subkutan adalah 1,66-1,88oC. Kemudian melakukan

(5)

26 perlakuan yang berbeda pada setiap kelompok.

Tabel.I Rata-rata suhu tikus setelah pemberian vaksin DPT-HB 0,4 ml SD tiap kelompok perlakuan selama 180 menit W ak tu (m en it ke )

Rata-rata suhu tikus setelah pemberian vaksin DPT-HB 0,4 ml  SD tiap kelompok perlakuan selama 180 menit

(oC) I II III IV V VI Su hu no rm al 35,9 20, 24 35,7 80, 08 35,7 80, 26 35,8 20, 16 35,8 60, 15 35,8 00, 16 0 37,5 80, 15 37,6 40, 11 37,6 60, 27 37,8 80, 19 37,6 40, 15 37,6 40, 11 30 37,5 00, 12 37,0 80, 41 37,5 00, 13 37,3 80, 16 37,3 40, 23 37,2 90, 16 60 37,4 20, 23 36,3 80, 34 37,3 00, 29 37,1 60, 11 37,0 60, 17 36,8 00, 17 90 37,2 60, 23 36,8 80, 30 37,0 00, 16 36,8 80, 16 36,8 40, 22 36,6 20, 49 12 0 37,2 60, 22 36,8 40, 49 36,9 20, 29 36,6 40, 30 36,5 20, 37 36,6 20, 38 15 0 37,3 80, 11 36,3 20, 37 36,7 60, 23 36,2 80, 19 36,2 60, 33 36,1 40, 22 18 0 37,7 80, 11 35,9 20, 13 35,4 40, 31 36,3 60, 42 36,0 80, 08 35,8 80, 16 Keterangan: Kelompok I : Vaksin DPT-HB + aquades 3 ml/200 g BB Kelompok II : Vaksin DPT-HB + parasetamol 63 mg/kg BB

Kelompok III : Vaksin DPT-HB + infusa daun salam konsentrasi 2% b/v

Kelompok IV : Vaksin DPT-HB + infusa daun salam konsentrasi 4% b/v

Kelompok V : Vaksin DPT-HB + infusa daun salam konsentrasi 6% b/v

Kelompok VI : Vaksin DPT-HB + infusa daun salam konsentrasi 8% b/v

Dari tabel di atas kelompok kontrol negatif (kelompok I) hanya diberi aquades sebanyak 3 ml, terjadi penurunan suhu sampai menit ke 90. Hal ini terjadi karena tikus melepaskan panas melalui urin yang dikeluarkan. Meskipun mengalami penurunan tetapi suhu tikus masih dalam keadaan demam karena suhu tetap berada pada kisaran di atas 37oC, dan tettap konstan sampai menit ke 120. Pada menit ke 150 suhu tubuh tikus mengalami kenaikan sampai menit ke 180. Kenaikan suhu ini dapat diartikan karena efek samping dari pemberian vaksin DPT-HB yang tidak diberi pengobatan. Pemberian aquades dapat menurunkan suhu tetapi karena tidak didukung dengan pemberian pengobatan maka terjadi kenaikan suhu kembali, selain itu faktor keadaan hewan uji juga dapat mempengaruhi.

Pada kelompok II diberikan parasetamol 12,60 mg/200 g BB tikus secara oral. Terlihat adanya penurunan suhu pada menit 30 kemudian naik lagi pada menit ke 60 sampai ke menit 90. Pada menit 120 sampai menit ke 180 suhu tubuh mengalami penurunan sampai mendekati suhu normalnya yaitu 35,92oC. Ini membuktikan bahwa parasetamol dapat menurunkan suhu tubuh sewaktu demam, seperti fungsi utamanya yaitu mengahambat sintesa prostaglandin di hipotalamus.

Pada kelompok III diberikan perlakuan dengan infusa daun salam dengan konsentrasi 2% sebanyak 3 ml secara oral. Dapat dilihat adanya penurunan suhu yang konstan sampai akhir pengukuran pada menit ke 180,

(6)

27 tetapi hasil pengukurannya masih jauh dari normal yaitu 36,44oC, sedangakan suhu normalnya 35,78oC. Dapat diartikan bahwa infusa daun salam 2% dapat menurunkan suhu tetapi tidak sampai suhu normal.

Pada kelompok IV diberi perlakuan infusa daun salam dengan konsentrasi 4% sebanyak 3 ml secara oral. Dapat dilihat adanya penurunann suhu yang konstan dari menit ke 30 sampai menit ke 150 tetapi pada akhir pengukuran suhu terjadi sedikit kenaikan suhu. Dapat diartikan bahwa infusa daun salam 4% dapat menurunkan suhu, tetapi tidak mendekati suhu normal.

Pada kelompok V diberi perlakuan dengan infusa daun salam dengan konsentrasi 6% sebanyak 3 ml secara oral. Dapat dilihat adanya penurunan suhu yang konstan setiap menit pengukurannya. Dapat diartikan bahwa infusa daun salam 6% dapat menurunkan suhu tubuh dan sudah mendekati suhu normalnya.

Pada kelompok VI diberi perlakuan dengan infusa daun salam dengan konsentrasi 8% sebanyak 3 ml secara oral. Dapat dilihat penurunan suhu sampai menit ke 180 dan sudah mendekati suhu normalnya.

Selanjutnya dilakukan perhitungan AUC (Area Under Curve) dengan menggunakan metode trapezoid yaitu dengan cara menghitung jumlah dua garis sejajar dikali dengan setengah tinggi. Data hasil AUC dihitung dari suhu tubuh tikus dengan waktu pengamatan dari masing-masing kelompok perlakuan.

Tabel II. Luas Area di bawah kurva (AUC) suhu tubuh tikus terhadap waktu selama 180 menit tiap kelompok perlakuan He

wan Uji

Nilai AUC (menit 0C ) suhu tubuh tikus terhadap waktu selama 180 menit tiap

kelompok perlakuan I II III IV V VI 1 671 1,00 665 4,00 669 9.00 666 6,00 659 8.50 655 2,00 2 675 9,00 660 1,50 667 0,50 666 6,00 661 3,50 660 0,00 3 673 5,00 662 1,00 669 1,50 663 3,00 667 3,50 663 3,00 4 671 7,00 656 2,50 665 1,00 661 2,00 660 0,00 659 1,00 5 675 3,00 667 5,00 666 7.50 662 7.00 664 6,50 664 5,00 Rat a-rata 673 5,00 662 2,80 667 5,90 664 0,80 662 6,40 660 4,20 SD 21,2 1 44,1 3 19,3 4 24,2 4 32,6 5 36,7 8

Untuk mengetahui apakah tiap kelompok perlakuan ada perbedaan yang bermakna atau tidak, maka dari data AUC suhu badan suhu tubuh selama 180 menit tersebut diuji signifikasinya dengan taraf kepercayaan 95%. Langkah pertama melakukan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk (test of normality), diperoleh nilai probabilitas > 0,05. Dapat diartikan bahwa suhu tubuh uji selam 180 menit terdistribusi normal. Langkah selanjutnya melakukan uji Test of Homogenity of Variances dan didapatkan hasil signifikansi 0,388 > 0,05. Dapat diartikan bahwa sempel tersebut homogen. Karena data terdistribusi normal dan homogen maka dilanjutkan dengan uji ANAVA satu jalan diperoleh hasil signifikansi 0,000 < 0,05 yang dapat diartikan adnya perbedaan yang bermakna tiap kelompok perlakuan. Langkah yang terkhir melakuakan uji LSD.

(7)

28 N o Uji LSD Keterangan 1 I vs II Berbeda signifikan 2 I vs III Berbeda signifikan 3 I vs IV Berbeda signifikan 4 I vs V Berbeda signifikan 5 I vs VI Berbeda signifikan 6 II vs III Berbeda signifikan 7 II vs IV Tidak Berbeda signifikan 8 II vs V Tidak Berbeda signifikan 9 II vs VI Tidak Berbeda signifikan 10 III vs IV Tidak Berbeda signifikan 11 III vs V Berbeda signifikan 12 III vs VI Berbeda signifikan 13 IV vs V Tidak Berbeda signifikan 14 IV vs VI Tidak Berbeda signifikan 15 V vs VI Tidak Berbeda signifikan

Setelah menganalisa uji LSD, berikutnya adalah mengetahui hubungan antara dosis infusa daun salam dengan respon hewan uji menggunakan analisis regresi. Dari analisis didapat signifikansi 0,012 < 0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara besarnya konsentrasi infusa daun salam terhadap penurunan suhu.

KESIMPULAN

1. Infusa daun salam mempunyai efek antipiretik pada tikus jantan galur wistar.

2. Infusa daun salam 4% b/v, 6% b/v dan 8% b/v mempunyai efek antipiretik yang tidak berbeda signifikan dengan parasetamol. 3. Dari hasil analisa regresi

didapatkan nilai signifikasi < 0,05 yang menunjukkan ada hubungan antara dosis infusa daun salam dengan respon hewan uji.

SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bagian lain dari tanaman salam yang dapat berkhasiat sebagai antipiretik.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji efek anti piretik daun salam dalam bentuk sedian lain.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai khasiat tanaman salam selain sebagai antipiretik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anief, M., 2000, Ilmu Meracik Obat, 185-186, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 2. Depkes, 1995, Farmakope

Indonesia, Edisi IV, 9, 649, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

3. Depkes, 2003, Farmakognosi Jilid II, 15, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

4. Dirjen PP dan PL., 2005, Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, 5, 17, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

5. Gunawan, D., dan Mulyani, S., 2004, Ilmu Obat Alam Jilid I, 11-14, Penebar Swadaya, Jakarta. 6. Kurniawati, N., 2010, Sehat dan

Cantik Alami Berkat Khasiat Bumbu Dapur, 89-92, PT.Mizan Pustaka, Bandung.

7. Wijayakusuma, M., 2006, Tanaman Obat Untuk Penyakit Anak, 12, Pustaka Populer Obor, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

“Konsistensi Penggunaan Bahasa Jurnalistik dalam Penyampaian Berita pada Harian Serambi Indonesia (Analisis pada Rubrik Kutaraja)”. Dengan penuh kesadaran dan kerendahan

Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan pengabdian tersebut terbagi dalam tiga tahap, antara lain : persiapan materi pelatihan yang akan diajarkan pada siswa, pelaksanaan

Skripsi yang berjudul “Isolasi Mikroba Penghasil Antibiotika dari Tanah Tempat Pengolahan Ayam di Jalan Abu Bakar Lambogo, Kota Makassar” yang disusun oleh Sufyan Tsauri, NIM:

Dengan demikian berdasarkan hasil pemahaman dan teori ahli maka dalam penelitian tindakan kelas ini terlihat adanya peningkatan hasil belajar sehingga dapat

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan karunia dan Rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Akhir dengan judul &#34;ANALISIS ASUHAN

Indeks dominansi (C) fitoplankton termasuk dalam kategori tidak ada jenis yang mendominasi dengan nilai indeks yang berkisar antara 0,12–0,14, serta indeks

Pengambilan data arus lalu lintas kendaraan dilakukan dengan cara merekam pergerakan kendaraan, geometri simpang dilakukan dengan cara mengukur langsung menggunakan roda

Dengan diadakannya lomba da’i cilik Panitia PHBI dengan mudah dapat melahirkan da’i mudah yang berkualitas dengan melihat sejauhmana potensi yang dimiliki anak-anak muda