• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Daging Karkas Sapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Daging Karkas Sapi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Daging

Menurut BSN (1995), daging sapi atau kerbau adalah urat daging yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari sapi atau kerbau yang sehat waktu dipotong. Aberle et al. (2001) mendefinisikan daging sebagai semua jaringan tubuh hewan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan, demikian juga dengan semua produk yang diproses atau dihasilkan dari jaringan hewan yang telah dipotong. Lawrie (2003) menyatakan bahwa daging adalah sesuatu yang berasal dari hewan termasuk limpa, ginjal, otak, jaringan-jaringan lain yang dapat dimakan.

Buckle et al. (2009) menyatakan bahwa daging pada karkas ternak tersusun oleh kira-kira 600 jenis otot yang berbeda ukuran dan bentuknya, berbeda pula susunan syaraf dan persediaan darahnya serta melekatnya pada tulang, persendian dan tujuan serta jenis gerakannya. Menurut Lawrie (2003) bahwa struktur daging terdiri atas jaringan ikat, pembuluh darah dan jaringan syaraf. Kandungan nutrisi utama daging adalah protein, lemak, abu dan air. Protein merupakan komponen terbesar dari daging. Komposisi kimia daging adalah air (75%), protein (19%), substansi-substansi non protein yang larut (2.3%), karbohidrat (1.2%) dan lemak (2.5%).

Karkas Sapi

Karkas sapi menurut SNI 01-3932-1995 adalah tubuh sapi sehat yang telah disembelih, utuh atau dibelah membujur sepanjang tulang belakangnya, setelah dikuliti, isi perut dikeluarkan tanpa kepala, kaki bagian bawah dan alat kelamin sapi jantan atau ambing sapi betina yang telah melahirkan dipisahkan dengan atau tanpa ekor. Kepala dipotong diantara tulang ocipital (Os occipitale) dengan tulang tengkuk pertama (atlas). Kaki depan dipotong diantara carpus dan metacarpus, kaki belakang dipotong diantara tarsus dan metatarsus. Jika diperlukan untuk memisahkan ekor, maka paling banyak dua ruas tulang belakang coccigeal (caudalis) terikut karkas (BSN 1995).

Persyaratan mutu karkas sapi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3932-1995 dapat dilihat pada Tabel 1.

(2)

Tabel 1 Syarat mutu karkas sapi (SNI 01-3932-1995).

Karakteristik Syarat Mutu

Mutu I Mutu II Mutu III

Penampakan Tekstur Warna Lemak Panggul Umur Salmonella E. coli agak lembab lembut dan kompak merah khas daging tebal muda/dewasa negatif negatif agak kering agak keras dan kurang kompak merah khas daging dan agak heterogen agak tipis

muda/dewasa negatif negatif

kering

keras dan tidak kompak

merah khas daging dan agak heterogen tipis

muda/dewasa negatif negatif Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1995)

Karkas Kerbau

Karkas kerbau menurut SNI 01-3933-1995 adalah tubuh kerbau sehat yang telah disembelih, utuh, atau dibelah membujur sepanjang tulang belakangnya, setelah dikuliti, isi perut dikeluarkan tanpa kepala, kaki bagian bawah dan alat kelamin sapi jantan atau ambing sapi betina yang telah melahirkan dipisahkan dengan atau tanpa ekor. Kepala dipotong diantara tulang ocipital (Os occipitale) dengan tulang tengkuk pertama (Os atlas). Kaki depan dipotong diantara carpus dan metacarpus, kaki belakang dipotong diantara tarsus dan metatarsus. Jika diperlukan untuk memisahkan ekor, maka paling banyak dua ruas tulang belakang coccigeal (Os caudalis) terikut karkas (BSN 1995).

Persyaratan mutu karkas kerbau menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3933-1995 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Syarat mutu karkas kerbau (SNI 01-3933-1995).

Karakteristik Syarat Mutu

Mutu I Mutu II Mutu III

Penampakan Tekstur Warna Lemak Panggul Umur Salmonella E. coli agak lembab

lembut dan kompak merah khas daging dan homogen tebal muda/dewasa negatif negatif agak kering agak keras

merah khas daging dan agak homogen agak tipis

muda/dewasa negatif negatif

kering

keras dan tidak kompak

merah khas daging dan heterogen tipis

muda/dewasa negatif negatif Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1995)

(3)

Dendeng dan Pembuatan Dendeng Batokok

Definisi dendeng pada penelitian ini mengacu pada Standar Nasional Indonesia 01-2908-1992 yang menyatakan bahwa dendeng sapi merupakan produk makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging sapi segar berasal dari sapi sehat yang telah diberi bumbu dan dikeringkan (BSN 1992).

Persyaratan mutu dendeng sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2908-1992 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Persyaratan mutu dendeng (SNI 01-2908-1992).

Jenis Persyaratan

Mutu I Mutu II

Warna dan bau Kadar air Kadar protein Abu tidak larut asam Benda asing

Kapang dan serangga

khas dendeng maks 12 % min 30 % maks 1 % maks 1 % tidak tampak khas dendeng maks 12% min 25 % maks 1 % maks 1 % tidak tampak Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1992)

Ketetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan berdasarkan Standar Nasional Indonesia 7388:2009 tentang pangan olahan dari dendeng sapi dan daging asap yang diolah dengan panas disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Standar cemaran mikroba dan kimia dendeng sapi dan daging asap (SNI

7388:2009).

Parameter Jumlah

ALT (30o

APM Escherichia coli C, 72 jam) Salmonella sp. Staphylococcus aureus 1x105 <3/g koloni/g Negatif/25g 1x102 koloni/g Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2009)

Pengawetan dan pengolahan daging dapat dilakukan dengan cara pengeringan, pemanasan atau pengasapan. Daging asap merupakan irisan daging yang diawetkan dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan lambat terbakar (Maruddin 2004).

Dendeng batokok adalah salah satu produk olahan daging yang diproses secara tradisional dari Sumatera Barat yang diiris tipis, direndam dengan bumbu, diasap dan dipukul-pukul (ditokok). Dendeng ini mempunyai rasa yang spesifik dibandingkan

(4)

dendeng biasa, hal ini disebabkan terjadinya penambahan flavor dari asap bahan yang dibakar (Marzaleni 2005).

Menurut Bahar (2003), penggunaan alat pemukul daging bertujuan untuk memutuskan beberapa jaringan pengikat daging sehingga serabut daging akan mudah terputus saat dikunyah. Soeparno (2005) menyatakan, bahwa keempukan daging ditentukan oleh tiga komponen daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silang dan daya ikat air oleh protein daging serta jus daging.

Perbedaan dendeng kering dengan dendeng batokok antara lain terletak pada cara pembuatannya. Dendeng batokok untuk pengeringannya menggunakan bahan bakar asap dan selama pengasapan daging dendeng ini dipukul-pukul dengan batu atau alat pemukul lainnya, sehingga dendeng yang dihasilkan mempunyai cita rasa yang khas. Pada pembuatan dendeng kering proses pengeringannya menggunakan panas yang berasal dari sinar matahari atau oven dan produknya masih berasa daging (Yusfrida 2000).

Pengasapan

Pengasapan, penggaraman dan pengeringan merupakan beberapa metode pengawetan bahan pangan yang telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu (Viksna 2008). Pengasapan merupakan salah satu cara pengolahan yang dapat menghasilkan cita rasa, aroma dan warna yang khas, sehingga produk yang dihasilkannya banyak digemari oleh masyarakat (Darmadji 2002). Kombinasi proses yang meliput i pengeringan, penggaraman, pemanasan dan pengasapan dapat menghasilkan produk dengan rasa dan aroma yang disukai (Hastuti 2000). Pengasapan daging bertujuan untuk meningkatkan flavor, mencegah ketengikan dan menghasilkan penampakan produk yang menarik (Soeparno 2005).

Menurut Moeljanto (1992), beberapa model pengasapan yang sudah berkembang yaitu direct smoke (pengasapan langsung), pengasapan indirect smoke (tidak langsung) dan artificial smoke (pengasapan sintetis). Penggunaan model pengasapan ini mempunyai teknik dan cara pemakaian yang berbeda. Pada pengasapan langsung, suhu yang digunakan berkisar antara 65-80oC. Pengasapan ini berupa pemanggangan atau disebut dengan pengasapan panas, karena produk yang

(5)

diasap langsung berhubungan dengan bahan bakar yang berada tepat di bawah produk yang diasapkan.

Menurut Kadir (2004) dan Swastawati (1997) bahwa pengasapan dikelompokkan menjadi hot smoking (pengasapan panas) dan cold smoking (pengasapan dingin). Pada pengasapan panas, produk pangan yang diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber asap dan dilakukan dalam waktu yang singkat sedangkan pengasapan dingin, produk yang diasapi diletakkan agak jauh dari sumber asap dan dilakukan dalam waktu yang lama. Pada pengasapan dingin suhu yang digunakan tidak melebihi 40oC, sedangkan pengasapan panas menggunakan suhu 60o

Menurut Wibowo (2002), tujuan utama dalam pengasapan panas adalah untuk mengawetkan, memberi warna serta rasa yang khas pada produk yang diasap. Pada pengasapan panas jarak antara produk dengan sumber bahan bakar asap dilakukan sedekat mungkin dan panas yang berasal dari api cukup besar. Pengasapan ini dilakukan di dalam ruang asap atau smoke house, dengan menggantungkan daging pada rak atau kayu di ruangan asap dan daging tidak boleh bersentuhan satu dengan yang lain.

C atau lebih.

Bahan Pengasap

Darmadji (2002) menyatakan bahwa pada proses pengasapan, biasanya digunakan kayu yang keras karena pada kayu yang keras akan menghasilkan bara api yang banyak sehingga asap yang dihasilkan juga banyak. Pada kayu yang keras banyak mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin yang kemudian akan pecah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam proses pembakaran. Viksna et al. (2008) menyatakan bahwa pemilihan jenis kayu untuk pengasapan merupakan salah satu parameter penting dalam upaya mengurangi kontaminasi pangan.

Produksi bahan pangan dengan pengasapan sebaiknya menggunakan jenis kayu keras yang mampu menghasilkan asap dengan kandungan unsur fenol yang cukup tinggi. Unsur fenol ini lebih banyak melekat pada produk dan dapat menghasilkan rasa maupun warna produk yang khas. Jenis kayu lunak tidak baik digunakan sebagai bahan pengasap. Hal ini disebabkan kayu lunak banyak mengandung resin atau damar yang dapat menimbulkan rasa pahit pada produk yang diasap (Wibowo 2002).

(6)

Jenis kayu keras dan tempurung kelapa menghasilkan asap yang banyak. Asap dari kayu keras pada bagian selulosanya akan terurai menjadi senyawa-senyawa sederhana yaitu alkohol alifatik, aldehida, keton dan asam organik, formaldehida, asam-asam dan fenol yang merupakan bahan pengawet. Bagian ligninnya pecah menjadi senyawa-senyawa fenol, quinol dan pirogalol yang merupakan bagian 20 senyawa antioksidan dan antiseptik (Girard 1992).

Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa (15-19%) yang fungsinya secara biologis adalah sebagai pelindung bagian inti buah dan terletak di bagian dalam setelah sabut. Tempurung kelapa merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan 3-5 mm. Sifat kekerasan ini disebabkan kandungan silikat (SiO2

Tempurung kelapa mempunyai komposisi kimia yang hampir sama dengan jenis kayu keras. Komposisi kimia kayu keras dan tempurung kelapa dapat dilihat pada Tabel 5.

) di tempurung kelapa tersebut (Anshari 2009).

Tabel 5 Komposisi kimia kayu keras dan tempurung kelapa

Komposisi Kimia Kayu Keras (%) Tempurung Kelapa (%) Selulosa Lignin Hemiselulosa 54.0 - 58.0 26.0 – 29.0 22.0 – 25.0 26.60 29.49 27.70 Sumber : Woodroof (1979)

Kayu lunak merupakan jenis kayu yang memiliki banyak pori-pori dan mudah terbakar, sedangkan kayu keras adalah kayu yang tidak atau sedikit berpori dan tidak mudah terbakar (Suryaningsih 2010). Pada umumnya terdapat hubungan langsung antara kekerasan kayu dan berat kayu. Kayu yang keras juga merupakan kayu yang berat, sebaliknya kayu ringan adalah kayu yang lunak. Cara menetapkan kekerasan kayu ialah dengan memotong kayu tersebut dengan arah melintang. Kayu yang sangat keras akan sulit dipotong melintang dengan pisau. Pisau tersebut akan meleset dan hasil potongannya akan memberi tanda kilau pada kayu. Kayu yang lunak akan mudah rusak dan hasil potongan melintangnya akan memberikan hasil yang kasar dan suram (Iswanto 2008).

Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dari hasil penggilingan padi yang selama ini banyak digunakan sebagai bahan bakar untuk pembakaran batu merah bahkan dibuang tidak dimanfaatkan. Penanganan sekam

(7)

padi yang kurang tepat akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan (Putro 2007).

Sekam padi merupakan lapisan keras pembungkus butir gabah yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan gabah, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan (16-28%). Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang mengandung komponen-komponen kimia seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri pakan ternak, energi atau bahan bakar (BPPP 2001). Komposisi kimia Komposisi kimia sekam padi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi kimia sekam padi

Komponen Komposisi (%) Kadar air Protein kasar Lemak Serat kasar Abu Karbohidrat 9.02 3.03 1.18 35.68 17.71 33.71 Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2001)

Pengaruh Penyimpanan terhadap Kualitas Dendeng Kualitas Fisik

Penyimpanan dendeng pada suhu ruang berpengaruh terhadap kualitas produk. Susilawati (2008) menyatakan bahwa pH dendeng batokok yang disimpan pada suhu ruang mengalami kenaikan disebabkan perubahan kimia yang diakibatkan oleh proses proteolisis pada produk sehingga membuat mutu simpan produk yang dihasilkan semakin berkurang. Soeparno (2005) menyatakan bahwa sistem metabolik mikroorganisme yang menyerang protein, pada prinsipnya terdiri dari proteolisis, deaminasi asam-asam amino, dekarboksilasi asam-asam amino dan metabolisme asam-asam amino spesifik. Sejumlah bakteri seperti Clostridium dan Bacillus dapat mensekresikan enzim proteolitik ekstraseluler yang dapat menghidrolisis molekul-molekul protein menjadi peptida dan asam-asam amino. Bakteri proteolitik secara enzimatik dapat menghidrolisis asam-asam amino bebas tersebut yang menyebabkan kenaikan pH pada produk pangan.

(8)

Nilai kekerasan merupakan indikator yang menunjukkan besarnya gaya tekan yang dibutuhkan untuk pemecahan suatu bahan. Gaya tekan ini akan memecah bahan padat dan pecahnya langsung dari bentuk aslinya tanpa mengalami perubahan.

Tingkat kekerasan merupakan faktor yang mempengaruhi mutu produk terutama hubungannya dengan selera konsumen, sehingga akan mempengaruhi penerimaan secara umum. Keempukan daging dapat diketahui dengan pengukuran daya putusnya, semakin rendah nilai daya putusnya maka semakin empuk daging tersebut. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keempukan daging postmortem adalah dengan penerapan metode pengasapan (Maruddin 2004).

Kualitas Kimia

Perubahan flavor dari produk daging dapat terjadi selama penyimpanan karena kerusakan secara kimiawi, hilangnya bahan-bahan yang bersifat volatil dan terjadinya oksidasi oleh sejumlah komponen tertentu (Aberle et al. 2001). Kebanyakan bahan pangan setengah lembab yang berasal dari daging mempunyai nilai aktivitas air (aw) 0.60–0.90 dengan kadar air 20–40%, pada aktivitas air (aw)

yang tinggi (0.91) bakteri umumnya tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Khamir (ragi) dapat tumbuh dan berkembang biak pada aw 0.87–0.91, sedangkan

jamur (kapang) lebih rendah lagi yaitu pada nilai aw

Kualitas Mikrobiologi

0.80-0.87 (Buckle et al. 2009). Produk hasil pengolahan lidah sapi asap dengan menggunakan asap cair dan asap dari kayu alam dan selanjutnya disimpan selama 0 hari, 5 hari, 15 hari dan 30 hari pada suhu rendah, kualitasnya masih dapat diterima baik secara fisik, kimia dan mikrobiologi (Gonulalan 2003).

Sunen et al. (2003) menyatakan, bahwa pengasapan merupakan metode tradisional untuk melakukan pengawetan. Umumnya metode pengawetan bahan pangan yang menggunakan pengasapan dingin dengan kisaran suhu 25-30o

Holley et al. (2005) menyatakan, bahwa produk bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan karena pengaruh dari lingkungan membutuhkan upaya untuk melindunginya dari pembusukan pada saat pengolahan, penyimpanan dan distribusi. C dikhawatirkan tidak cukup untuk membunuh mikroorganisme berbahaya pada produk hasil pengasapan.

(9)

Metode pemanasan merupakan salah satu cara yang dapat secara efektif mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen.

Soeparno (2005) menyatakan, bahwa cara-cara pengolahan pangan yang digunakan sering kali mengubah daya simpannya. Penurunan atau penyimpangan produk pangan ditandai dengan penurunan nilai gizi dan kerusakan oleh mikroorganisme. Penyebab kerusakan bahan pangan biasanya disebabkan oleh kontaminasi oleh mikroba. Mikroba perusak bahan pangan dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu bakteri, kapang dan khamir. Jenis kerusakan mikrobiologi pada makanan ditandai dengan timbulnya kapang, bau busuk, berlendir serta terjadinya perubahan warna.

Kualitas Organoleptik

Penilaian organoleptik adalah penilaian mutu suatu produk dengan menggunakan indra manusia melalui syaraf sensori. Penilaian dengan indra banyak dilakukan untuk menilai hasil pertanian dan makanan. Penilaian dengan cara ini lebih disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung (Rahayu 2001).

Perbedaan aroma produk pengasapan menurut Moeljanto (1992) dipengaruhi kepekatan asap yang dihasilkan selama proses pengasapan. Semakin tebal komponen asap yang dihasilkan, maka akan mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen terhadap produk. Aroma asap yang kuat akan menyebabkan timbulnya bau asam, hal ini karena banyaknya asam-asam organik yang terbawa oleh asap dan menempel pada produk. Badewi (2003) menambahkan, bahwa bahan bakar menggunakan tempurung kelapa menghasilkan produk berwarna coklat kehitaman karena tempurung kelapa mengandung lignin paling tinggi. Menurut Setyaningsih et al.(2010), penilaian tekstur produk dapat dilakukan dengan perabaan menggunakan ujung jari tangan. Tekstur bersifat kompleks dan terkait struktur bahan yang terdiri dari tiga elemen, yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan), geometrik (berpasir, beremah) dan mouthfeel (berminyak, berair).

Waysima dan Adawiyah (2009) menjelaskan bahwa banyaknya skala hedonik tergantung pada tingkat perbedaan yang ada dan juga tingkat kelas yang dikehendaki. Pada pemberian skor, besarnya skor tergantung pada kepraktisan dan kemudahan pengolahan atau interpretasi data. Banyaknya skala hedonik biasanya dibuat dalam jumlah yang tidak terlalu besar dan untuk skala hedonik biasanya dipilih jumlah

(10)

ganjil misalnya sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak suka (3), suka (4) dan sangat suka (5).

Flavor

Flavor didefinisikan sebagai sensasi yang disebabkan oleh sifat bahan di dalam mulut yang merangsang indra perasa, indra pembau atau keduanya, reseptor taktil dan reseptor suhu didalam mulut (Health 1978). Senyawa kimia yang berkontribusi pada flavor secara garis besar dipengaruhi oleh dua senyawa yaitu komponen volatil dan komponen non volatil. Komponen volatil adalah komponen yang memberikan sensasi bau melalui reseptor pada hidung serta menguap dengan cepat. Komponen non volatil memberikan sensasi pada rasa yaitu asam, asin, manis dan pahit. Komponen ini tidak memberikan sensasi bau tetapi menjadi media untuk komponen volatil dan membantu menahan penguapan volatil (Winarno 2002).

Daging mentah memiliki flavor yang kurang disukai karena beraroma sangat lemah dan seperti darah. Pemasakan atau pemanasan sangat diperlukan untuk meningkatkan flavor sehingga diperoleh flavor khas daging (Suryaningsih 2006). Flavor daging akan dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama berupa spesies hewan dan jenis organ atau jaringan tubuh (Health 1978).

Pengasapan merupakan salah satu cara pengawetan pangan. Proses pengasapan saat ini lebih ditujukan untuk memberikan kualitas sensori pada makanan dibandingkan sebagai pengawet (Sunen 2002). Sifat organoleptik dari bahan makanan yang diasap akan sangat dipengaruhi oleh komposisi dari asap yang dihasilkan selama proses pengasapan. Rasa asap dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah sifat dan jenis kayu yang digunakan (Guillen 2002).

Asap berguna sebagai pengawet apabila komponen-komponen asap mengendap atau meresap ke dalam bahan pangan. Semua senyawa yang terkandung di dalam asap ikut menentukan karakteristik flavor daging yang diasapkan. Aldehid, keton, fenol dan asam-asam organik dari asap memiliki daya bakteriostatik dan bakterisidal pada daging yang diasapkan. Senyawa-senyawa utama yang terdapat dalam asap antara lain adalah formaldehid sebagai preservatif, fenol dan asam organik sebagai antioksidan yang menghambat ransiditas oksidatik dan menghasilkan warna dan cita rasa khas daging (Soeparno 2005).

(11)

Pengaruh pengasapan terhadap sifat organoleptik adalah senyawa organik dari asap akan memberikan warna pada makanan yang diasap. Warna pada makanan yang diasap terbentuk oleh interaksi antara senyawa karbonil dan grup amino pada permukaan bahan (Wibowo 2002). Senyawa yang paling menentukan aroma asap adalah fenol seperti siringol, isoguenol dan metil guenol. Guakol memberikan rasa asap, sementara siringol memberikan aroma asap (Darmadji 2002).

Gambar

Tabel 1 Syarat mutu karkas sapi (SNI 01-3932-1995).

Referensi

Dokumen terkait

Menurut SNI 01-3820-1995, sosis merupakan produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati

Syarat yang perlu diperhatikan dalam langkah awal usaha penggemukan sapi potong adalah : (1) keseragaman sapi, dalam hal ini menyangkut keseragaman tipe, umur

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 3547.1:2008), bahwa kembang gula keras adalah jenis makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula

Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional merupakan Sekolah/Madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan

Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari

tahun 2020, maka dapat dianalisis melalui data ketersediaan daging sapi pada.

Daging perut/samcan atau lebih dikenal dengan nama flank adalah bagian daging sapi yang berasal dari otot perut yang berbentuk panjang dan datar.. Bagian daging sapi ini lebih

Menurut SNI 01-2894-1992 tentang cara uji bahan pengawet makanan dan bahan tambahan yang dilarang untuk makanan yakni pada pengujian formalin sebagai bahan tambahan yang dilarang pada