• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD BANTUAN HEWAN KAMBING BERSYARAT DI DESA TLEPAT, KEL. BANYUSRI, KEC. WONOSEGORO, KAB. BOYOLALI - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD BANTUAN HEWAN KAMBING BERSYARAT DI DESA TLEPAT, KEL. BANYUSRI, KEC. WONOSEGORO, KAB. BOYOLALI - Test Repository"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

i

TINJAUAN HUKUM ISLAM

TERHADAP PRAKTIK AKAD BANTUAN HEWAN KAMBING

BERSYARAT DI DESA TLEPAT, KEL. BANYUSRI,

KEC. WONOSEGORO, KAB. BOYOLALI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

MUHAMMAD ZAKARIYA

NIM: 21412032

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI

AH

FAKULTAS SYARI

AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Muhammad Zakariya NIM : 21412032

Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah Fakultas : Syari‟ah

Judul : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD BANTUAN HEWAN KAMBING BERSYARAT DI

DESA TLEPAT, KELURAHAN BANYUSRI,

KECAMATAN WONOSEGORO, KABUPATEN

BOYOLALI.

Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah

Salatiga, 12 September 2017 Yang menyatakan,

(3)

iii

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

KepadaYth.

Dekan Fakultas Syariah IAIN Salatiga di Salatiga

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Muhammad Zakariya NIM : 21412032

Judul : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

PRAKTIK AKAD BANTUAN HEWAN

KAMBING BERSYARAT DI DESA TLEPAT, KELURAHAN BANYUSRI, KECAMATAN WONOSEGORO, KABUPATEN BOYOLALI.

dapat diajukan epada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 14 September 2017 Pembimbing

(4)

iv

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

FAKULTAS SYARI’AH

Jl. Nakula Sadewa V No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722 Website: syari‟ah.iainsalatiga.ac.id E-mail: fakultassyari‟ah.iainsala3.gmail.com

PENGESAHAN

Skripsi berjudul:

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD BANTUAN HEWAN KAMBING BERSYARAT DI DESA TLEPAT, KEL. BANYUSRI,

KEC. WONOSEGORO, KAB. BOYOLALI

Oleh:

Muhammad Zakariya NIM : 21412032

Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin, tanggal 25 Sepetember 2017 dan dapat diterima sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Hukum Islam

Dewan Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang : Prof . Dr. H. Muh Zuhri, M.A.

Sekertaris Sidang : Luthfiana Zahriani, S.H., M.H.

Penguji I : Tri Wahyu Hidayati, M.Ag.

Penguji II : Yahya, S.Ag M.HI.

(5)

v MOTTO

Tidak Semua Masalah Harus Ditemukan Solusinya.

Terkadang, Kita Memang Hanya Perlu Bersabar Dan

Berserah Diri

“Never Give Up”

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini kepada:

Ayahku Samsudin dan Ibuku Siti Rufi‟ah y

ang tidak henti-hentinya

selalu mendo‟a

kan, membimbing dan mendukungku

Almamaterku Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah

IAIN Salatiga

Calon Istriku Dek Khusnul Khotimah yang senantiasa mendoakan,

memberi semangat dan sabar menunggu penulis

(7)

vii ABSTRAK

Zakariya, Muhammad. 2017. Tinjauan hukum Islam terhadap praktik akad bantuan hewan kambing bersyarat di Desa Tlepat, Kelurahan Banyusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali. Skripsi. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) salatiga. Pembimbing: Luthfiana Zahriani, S. H., M.H.

Kata kunci: Akad, Kambing, Dengan Syarat, Bantuan.

„Aqad dalam istilah bahasa berarti ikatan dan tali pengikat. Terjadi perbedaan pendapat mengenai „aqad bantuan dengan syarat. Sebagian ulama berpendapat bantuan bersyarat fasid begitu juga syaratnya. Sebagian lagi mengatakan bantuannya sah begitu juga syaratnya. Disisi lain ada juga ulama yang mengatakan bantuannya sah tetapi syaratnya tidak. Dalam bantuan ternak hewan kambing bersyarat pihak pemberi bantuan dalam ternak hewan kambing memberikan syarat kepada penerima yakni setelah hewan kambing tersebut beranak, penerima harus menggulirkan anak kambing tersebut kepada orang lain. Dari latar belakang diatas penulis menggunakan dua rumusan masalah dalam penelitian yaitu: bagaimana praktik pelaksanaandan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap bantuan hewan kambing bersyarat di Desa Tlepat, Kelurahan Banyusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali.

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif kualitatif dan pendekatan yuridis sosiologis dengan pengumpulan data melalui wawancara dan observasi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam bantuan ini. Penyajian penelitian in dilakukan dengan cara menggambarkan objek yang diteliti secara apa adanya dengan pernyataan-pernyataan yang bersifat kualitatif. Dalam penelitian ini proses analisis data dengan reduksi data. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan pada penyederhanaan, abstraksi dan transformasi data kasar yang di peroleh di lapangan dan pemberi dan penerima hewan ternak dianalisa apakah sesuai dengan hukum Islam.

Praktek pelaksanaan bantuan hewan kambing bersyarat di Desa Tlepat, Kel. Banyusri, Kec. Wonosegoro, Kab. Boyolali meliputi Sosialisasi Program, Penyuluhan dan Pendampingan dengan syarat menggulirkan anak kambing kepada orang lain dan praktek akad bantuan hewan kambing bersyarat ditinjau dari akad ijab dan qabul, orang yang berakad (pemberi dan penerima), Ma‟qud

Alaih (objek akad), penetapan hukum akad bantuan ternak hewan kambing

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya penulisan skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan yang telah diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun penulisan skripsiini.

Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para sahabat, dan teman-teman, syafa‟at beliau sangat penulis nantikan dihari pembalasan nanti.

Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana dalam Hukum Islam, Fakultas Syari‟ah, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah yang berjudul: “Tinjauan hukum Islam terhadap praktik akad bantuan hewan kambing bersyarat di Desa Tlepat, Kelurahan Banyusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali.” Penulis mengakui bahwa dalam menyusun penulisan skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah di IAIN Salatiga.

3. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah di IAIN Salatiga.

4. Bapak Dr. Nafis Irkhami, M.Ag, selaku dosen pembimbing akademik.

5. Luthfiana Zahriani, S. H., M.H. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberi arahan, pemahaman, dan selalu membagi ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Anggota kelompok tani pangudi luhur yang telah membantu proses penelitian. 7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf Administrasi

(9)

ix

8. Sahabat-sahabatku di Kurowo-Kurowo HES ‟12: Elyas, Gusdrun, Tilung, Kodok, Ipay, Lutpeng, Panjrit, Jagung, yang selalu menyemangati penulis dalam menyusun skripsi.

9. Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2012 IAIN Salatiga, terima kasih telah memberikan warna di hidupku ini.

Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang sepantasnya dan yang lebih dari apa yang telah mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa mendapatkan maghfiroh, dan dilimpahkan rahmat-Nya. Amin.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun analisanya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapkan agar mudah dibaca dan dipahami.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.

Salatiga, 12 September 2017 Penulis

(10)

x DAFTAR ISI

COVER ...i

SURAT PERNYATAAN ...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

PENGESAHAN SKRIPSI ...iv

MOTTO ...v

PERSEMBAHAN ...vi

ABSTRAK ...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...5

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ...5

D. Penegasan Istilah ...6

E. Tinjauan Pustaka ...8

F. Metode Penelitian ...10

G. Sistematika Penulisan ...13

BAB II KERANGKA TEORI A. Akad dalam hukum Islam ...15

B. Akad Bersyarat (al-Uqud al-Mutaqabilah) ...27

C. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian ...28

(11)

xi

BAB IV PRAKTEK AKAD BANTUAN HEWAN KAMBING BERSYARAT DI DESA TLEPAT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Ditinjau Dari Akad (Ijab Dan Qabul)…. ...53

B. Ditinjau Dari Orang Yang Berakad...54

C. Ditinjau Dari Ma‟qud Alaih ...55

D. Penetapan Hukum Akad Bantuan Ternak Hewan Kambing Bersyarat Di Desa Tlepat, Kelurahan Banyusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali. ...56

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...59

B. Saran-saran ...60

DAFTAR PUSTAKA ...61

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi 2. Lembar Konsultasi Skripsi

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Syariat Islam adalah hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang diturunkan Allah untuk manusia melalui Nabi Muhammad baik yang

terkandung dalam al-Quran maupun Sunnah Nabi, yang berwujud perkataan, perbuatan dan ketetapan, atau pengesahan. Hukum yang diturunkan melalui

Nabi Muhammad untuk segenap umat manusia dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Ilmu Tauhid

Ilmu Tauhid yaitu hukum atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan dasar-dasar keyakinan agama Islam yang tidak boleh diragukan,

seperti peraturan yang berhubungan dengan dzat dan sifat Allah. 2. Ilmu Akhlak

Ilmu Akhlak yaitu peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendidikan dan penyempurnaan jiwa, seperti harus memenuhi janji, harus amanah, dilarang berdusta dan berkhianat.

3. Ilmu Fiqh

Ilmu fiqh yang bermakna peraturan yang mengatur antara manusia

(14)

2 a. Ibadah

Ibadah yaitu bagian ilmu fiqh yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti sholat, zakat,

puasa, haji dan lain-lain. b. Muamalah

Muamalah yaitu bagian ilmu fiqh yang menjalaskan tentang hukum-hukum hubungan antara manusia dengan sesamanya. Secara spesifik, muamalah adalah seperangkat hukum atau aturan yang

mengatur tentang harta benda hak milik, akad-akad, kontrak atau perjanjian dan kerjasama, seperti: jual beli, sewa-menyewa (ijaroh),

gadai (rahn), kongsi (syirkah) dan lain-lain yang mengatur urusan harta benda seseorang, kelompok dan segala sangkut pautnya seperti hak dan kekuasaan (El Ghandur, 2006: 12).

Pada dasarnya muamalah diperbolehkan sebagaimana menurut kaidah usuhul fiqh yang berbunyi sebagai berikut:

اَهِمـأيِرأحـَت ىَلَع ٌلأيِلَد الُدَي أنَأ الَِّإ ُةَحاَبِألْا ِت َلََماَعُمـألا ِفِ ُلأصَألَْا

.

Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Hukum Islam telah mengatur semua dengan sangat terperinci dan memiliki dasar yang jelas, hukum Islam merupakan hukum yang mutlak dan

(15)

3 (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.

yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS an-nisa‟

: 59)

Berdasarkan ayat tersebut, sumber Islam yang disepakati adalah Al-Quran, hadis, ijma‟, dan qiyas. Dan sekarang yang berlaku selain dalam masa

setelah rasul adalah undang-undang yang berlaku dan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam ranah ini pengadilan agama yang telah ditunjuk oleh

pemerintah sebagai Pemimpin untuk mengadili dengan adil dan sesuai syariat untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada sekarang. Dalam literatur

ilmu hukum, terdapat berbagai istilah yang sering dipakai sebagai rujukan di samping istilah “Hukum Perikatan” untuk menggambarkan ketentuan hukum

yang mengatur transaksi dalam masyarakat. Ada yang menggunakan istilah “Hukum Perutangan”, “Hukum Perjanjian” ataupun “Hukum Kontrak”.

Masing-masing istilah tersebut memiliki titik tekan yang berbeda satu dengan

lainnya.

Hukum Perjanjian digunakan apabila melihat bentuk nyata dari

(16)

4

mengikat diri seorang lain atau lebih. Sementara menurut Prof. Dr. R. Wirjono

prodjodikoro, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara kedua belah pihak, dimana satu pihak berjanji untuk

melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak untuk menentukan pelaksanaan perjanjian tesebut. (Aryani, 2012:

1-2).

Istilah Hukum Perikatan Islam dimaksud sebagai padanan pengertian dari Hukum Perikatan dalam Hukum Perdata Barat yang dikaji berdasarkan

ketentuan hukum Islam. Tidak berbeda dengan Hukum Perdata Barat tersebut, dalam pengertian Hukum Perikatan Islam di sini juga dimaksud sebagai

cakupan yang lebih luas dari sekedar “Hukum Perjanjian”. Walaupun dalam bentuk tradisional, materi bahasa tentang Hukum Perikatan Islam ini merupakan bagian dari bidang hukum muamalah dalam Kitab-kitab Fiqih yang

biasanya bahkan meliputi cakupan yang lebih luas, termasuk bidang perkawinan (akad nikah), wakaf, kontrak kerja dan sebagainya (Dewi, 2006:

02).

Dalam hal terhadap bantuan, berbeda dengan bantuan bersyarat.

Syarat sah dalam bantuan yang diberikan itu ditentukan oleh agama, sedangkan memberikan persyaratan dalam bantuan ditetapkan oleh salah satu pihak penerima bantuan. Bila syaratnya sah dalam bantuan dilanggar, maka akad

yang dilakukan tidak sah, namun bila persyaratan dalam bantuan yang dilanggar, maka akadnya tetap sah hanya saja pihak yang memberikan

(17)

5

Syarat bisa dikatakan sebagai tuntutan atau perintah yang harus

dipenuhi. Syarat bisa berubah menjadi kesepakatan apabila pihak yang diberikan syarat menyetujui atau sepakat dengan syarat yang diberikan pihak

lain. Salah satu bantuan bersyarat yang terjadi di Desa Tlepat Kelurahan Banyusri Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali adalah bantuan hewan

kambing dengan penetapan bersyarat.

Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik meneliti judul

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Akad Bantuan Hewan Kambing

Bersyarat Di Desa Tlepat Kel. Banyusri Kec. Wonosegoro Kab. Boyolali”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas maka skripsi ini akan mengacu pada permasalahan pokok sebagai berikut:

1. Bagaimana praktik pelaksanaan bantuan hewan kambing bersyarat di Desa

Tlepat, Kelurahan Banyusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik akad bantuan hewan kambing bersyarat di Desa Tlepat, Kelurahan Banyusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

(18)

6

1. Untuk mengetahui bagaimana praktik pelaksanaan bantuan hewan

kambing bersyarat di Desa Tlepat, Kelurahan Banyusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali.

2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik akad bantuan hewan kambing bersyarat di Desa Tlepat, Kelurahan

Banyusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali. 3. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ilmu pengetauan dibidang hukum dan memperkaya

referensi dan literature kepustakaan dan sebagai acuan penelitian selanjutnya.

b. Kegunaan Praktis

Guna mengembangkan penalaran ilmiah dan wacana keilmuan penulis serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam

menerapkan ilmu yang diperoleh melalui bangku perkuliahan untuk mendapat gelar S1 dalam bidang Hukum Ekonomi Syariah Fakultas

Syariah Intitut Agama Islam Negeri Salatiga. D. Penegasan Istilah

1. Bantuan Bersyarat

Bantuan adalah pemberian seorang pada yang membutuhkan yang tidak mengikat, pemberi tidak mengharap imbalan dari orang yang

(19)

7

dilaksanakan sesuai apa yang ada dalam prosedur. Jadi istilah Bantuan

Bersyarat yaitu bantuan yang diberikan kepada seseorang yang membutuhkan namun disertai dengan penetapan syarat-syarat tertentu.

2. Hukum Islam

Hukum Islam Berasal dari kata syara' secara etimologi berarti

"jalan-jalan yang bisa ditempuh air", maksudnya adalah jalan yang dilalui manusia untuk menuju Allah. Hukum Islam adalah hukum atau peraturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Islam. Selain berisi

hukum, aturan dan panduan peri kehidupan, hukum Islam juga berisi kunci penyelesaian seluruh masalah kehidupan manusia baik di dunia maupun di

akhirat (https://id.wikipedia.org/wiki/SyariatIslam.Diakses jam 13:00 pada tanggal 15 Mei 2017 ).

3. Akad

Kata „aqad dalam istilah bahasa berarti ikatan dan tali pengikat.

Jika dikatakan „aqada al-habla maka itu menggabungkan antara dua ujung tali lalu mengikatnya. Jadi yang disebut akad adalah menghubungkan antara dua perkataan, masuk juga dalamnya janji dan sumpah, karena

sumpah menguatkan niat berjanji untuk melaksanakan isi sumpah atau meninggalkannya. Demikian juga halnya dengan janji sebagai perekat

(20)

8 E. Tinjauan Pustaka

Pembahasan mengenai bantuan bersyarat sebenarnya belum banyak yang meneliti, masih beberapa penelitian-penelitian yang dilakukan oleh

sebagian peneliti antara lain skripsi dari Sutiyo Nugroho 2015, Program Studi Muamalah Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam, Fakultas Sekolah Tinggi

Agama Islam (STAIN) Ponorogo dengan judul “Analisa Fiqh Terhadap Jual Beli Anyaman Bambu Dengan Syarat Di Desa Sumberagung Kecamatan

Plaosan Kabupaten Magetan ”Dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1.

Bagaimana menurut fiqh terhadap akad jual beli anyaman banbu dengan syarat di Desa Sumberagung Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan. 2.

Bagaimana menurut fiqh terhadap penentuan harga anyaman bambu dengan syarat di Desa Sumberagung Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jual beli anyaman bambu dengan syarat di

Desa Sumberagung Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan sudah sesuai fiqh. Kedua belah pihak dalam melakukan transaksi tidak ada yang merasa

dirugikan. Demikian juga pada penetuan harga dalam jual beli anyaman bambu dengan syarat di Desa Sumberagung Kecamatan Plaosan Kabupaten

Magetan sudah sesuai dengan fiqh. Meskipun tidak terjadi tawar menawar harga akan tetapi kedua belah pihak sudah saling rela dan tidak ada yang merasa dirugikan (Nugroho, 2015: http://digilib.uin-suka.ac.id diakses pada

(21)

9

Skripsi karya Hari Widianto 2014, Program Studi Muamalat

Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Kambing Antara Pemasok Dan Pedagang” dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1.

Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap proses Jual-Beli antara pihak

pemaok dengan pihak pedagang. 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam trhadap penyelesaian resiko apabila kambing tidak laku, sakit dan mati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penulis mendapat dengan ulama yang

membolehkan jual beli bersyarat karena jalan pikiran mereka dalam memberikan jutifikasi terhadap jual beli didasarkan kepada istihsan urfi

(menjustifikai suatu permasalahan yang telah berlaku umum dan berjalan dengan baik ditengah-tengah masyarakat bahkan akad ini dipandang sebagai suatu yang baik dan tidak mengandung madhorot. Menurut ulama madhab hanafi rukun baik alwafa‟ samadengan rukun jual beli pada umumnya yaitu

ijab (pernyataan menjual) dan qobul (pernyataan membeli). Demikian juga persyaratan baik alwafa‟ menurut mereka persyaratan jual beli pada

umumnya. Penambahan syarat untuk alwafa‟ hanyalah segi dari penegasan

bahwa barang telah dijual itu harus dibeli lagi oleh penjual dan tenggang berlakunya jual beli itu harus tegas misalnya 1 tahun 2 tahun atau lebih (Widianto, 2014: http://digilib.uin-suka.ac.id diakses pada tanggal: 16 juni

(22)

10

Skirpsi dari Nur Wahid 2016, Program Studi Hukum Ekonomi

Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Bagi Hasil

Pemeliharaan Hewan Kambing (studi kasus di Desa Argosari Kecamatan

Ayah Kabupaten Kebumen.”Dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1.

Bagaimana Praktik kad bagi hasil pemeliharaan hewan kambing de Desa Argosari Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. 2. Bagaimana tinjauan hukumIslam terhadap praktik akad bagi hasil pemeliharaan hewan kambing

yang terjadi Desa Argosari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen. Yang didalamnya membahas deskripsi praktik bagi hasil dalam pemeliharaan hewan

kambing dan untuk mengetahui pandangan hukumIslam terhadap akad bagi hasil pemeliharaan hewan kambing di Desa Argosari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen. Bagi hasil atau pembagian keuntungan atas wanprestasi

yang dilakukan pemilik kambing tidak sah. Apabila mudharib tidak memperoleh keuntungan atau anak kambing maka dia berhak mendapatkan

upah umum. Oleh karena itu pemilik modal telah mempekerja kannya dalam beberapa waktu tertentu, sehingga harus membayar upah kerjanya yaitu

mendapat ganti berupa uang yang sesuai dengan harga anak kambing tersebut. Hal ini berdasarkan dengan nisbah yang disepakati yaitu harus dinyatakan dalam presentase bukan dalam nominal uang tertentu. Karena jika ditentukan

dengan nilai nominal berarti shohib al mal telah mematok untung tertentu dari sebuah usaha yang belum jelas untung ruginya (Wahid, 2016:

(23)

11

Berdasarkan uraian di atas bahwa yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada praktik pelaksanaan dan tinjauan

hukum Islam terhadap praktik akad bantuan hewan kambing bersyarat di Desa Tlepat, Kelurahan Banyusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali.

F. Metode Penelitian

1. Lokasi / daerah penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tlepat Kelurahan Banyusri Kecamatan

Wonosegoro Kabupaten Boyolali. 2. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), sedangkan pendekatan yang dipakai dalam peneliti ini adalah pendekatan yuridis sosiologis dan bersifat kualitatif. Pendekatan yuridis sosiologis

ialah suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan nyata masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk menemukan fakta (fact-finding) yang

kemudian menuju pada identifikasi (Problem-identification) dan pada akhirnya menuju kepada penyelesaian masalah (Problem Solution)

(Maslikhah, 2013). Jadi tujuan ini untuk mendalami mengenai wacana praktik bantuan hewan kambing bersyarat di Desa Tlepat, Kelurahan Banyusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali.

3. Sumber Data

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Pada

(24)

12

wawancara, observasi dan dokumentasi. Dan dalam wawancara

sebagai Narasumber adalah pemberi bantuan hewan kambing, Ketua Kelompok Tani Pangudi Luhur dan penerima bantuan kambing.

b. Data Sekunder adalah digunakan untuk mendukung data primer (Munawaroh, 2013: 82). Data sekunder yang penulis gunakan adalah

data dari yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, skripsi, dan peraturan perundang-undangan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik guna

memperoleh data antara lain: a. Wawancara

Merupakan data lisan dari informan, yaitu orang yang

member informasi langsung terkait objek penelitian. Wawancara akan memberikan kemudahan baik dalam mengemukakan pertanyaan,

menganalisis maupun dalam mengambil kesimpulan. Wawancara ini akan ditujukan pada pemberi bantuan kambing, ketua kelompok tani

Pangudi Luhur dan penerima bantuan kambing. b. Dokumentasi

Pada penelitian ini, peneliti juga menggunakan teknik

pengumpulan data dengan dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan-catatan transkip buku, buku,

(25)

13

201). Metode ini peneliti gunakan untuk mengumpulkan

dokumen-dokumen, skripsi-skripsi, dan buku-buku yang masih ada relevansinya dengan objek peneliti yang oleh peneliti, diantaranya adalah

buku-buku tentang perikatan bersyarat dan dokumen tentang kelompok tani Desa Tlepat, Kelurahan Banyusri, Kecamatan Wonosegoro,

Kabupaten Boyolali dan daftar para penerimanya. 5. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini proses analisis data dengan reduksi data.

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan pada penyederhanaan, abstraksi dan transformasi data kasar yang di peroleh di lapangan.

Penyajian data yaitu deskripsi kumpulan informasi praktik bantuan hewan kambing yang dapat ditarik kesimpulan (Ali 2010: 106). Penarikan kesimpulan dan verifikasi dari permulaan pengumpulan data.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan dan penulisan dalam penelitian ini menggunakan system

sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Merupakan bab pendahuluan yang menguraikan gambaran singkat dari penelitianini, bab I ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka,

(26)

14 Bab II Kajian Pustaka

Kajian pustaka berisi tentang tujuan umum dan akad dalam hukum Islam.

Bab III Hasil Penelitian

Pada bab ini akan menguraikan profil Kelompok Tani Pangudi Luhur

dan praktik akad bantuan hewan kambing bersyarat di Desa Tlepat, kecamatan Wonosegoro, kabupaten Boyolali.

Bab IVAnalisis Data

Pada bab ini menguraikan Tinjauan hukum Islam Terhadap Praktik Akad Bantuan Hewan Kambing Bersyarat Di Desa Tlepat, Kelurahan

Banyusri, KecamatanWonosegoro, Kabupaten Boyolali. Bab V Penutup

(27)

15 BAB II

KERANGKA TEORI

A. Akad Dalam Hukum Islam 1. Pengertian

Secara etimologis perjanjian dalam Islam juga disebut sebagai akad. Kata „aqad dalam istilah bahasa berarti ikatan dan tali pengikat. Jika dikatakan „aqada al-habla maka itu menggabungkan antara dua ujung tali

lalu mengikatnya. Jadi yang disebut akad adalah menghubungkan antara dua perkataan, masuk juga dalamnya janji dan sumpah, karena sumpah

menguatkan niat berjanji untuk melaksanakan isi sumpah atau meninggalkannya. Demikian juga halnya dengan janji sebagai perekat hubungan antara kedua belah pihak yang berjanji dan menguatkan(Azzam,

2010: 15). Firman Allah dalamsurat Al Maidah ayat 1 yang berbunyi :



Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang dibuat oleh manusia

(28)

16

Istilah “perjanjian” dalam hukum Indonesia disebut “akad” dalam

hukum islam. Kata akad berasal dari al-„aqd, yang berarti mengikat, menyambung atau menghubungkan (ar-rabt). Sebagai suatu istilah hukum

Islam, ada beberapa defini yang diberikan kepada akad (Anwar, 2010:68): Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dalam Pasal 20

mendefinisikan akad sebagai kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.

Adapun al-„aqd (لاعقذ) menurut bahasa berati ikata, lawan katanya (لاحل) pelepasan atau pembubara. Mayoritas fuqaha mengartikannya

gabungan ijab dan qabul, dan penghubungan antara keduanya sedemikian rupa sehingga terciptalah makna atau tujuan yang diinginkan dengan akibat-akibat nyatanya. Dengan demikian akad adalah sesuatu perbuatan

untuk menciptakan apa yang diinginkan oleh dua belah pihak yang melakukan ijab dan qabul (Muhammad, 2009: 34).

Mustafa Ahmad Az-Zarqa (tokoh fikih Yordania asal Suriah) menyatakan bahwa tindakan hukum yang dilakukan manusia terdiri atas

dua bentuk (Nasrun, 2003:63) yaitu : a) Tindakan berupa perbuatan. b) Tindakan berupa perkataan.

Tindakan yang berupa perkataan pun terbagi dua, yaitu bersifat akad dan yang tidak bersifat akad. Tindakan berupa perkataan yang

(29)

17

melakukan suatu perjanjian. Adapun tindakan berupa perkataan yang tidak

bersifat akad terbagi lagi kepada dua macam yaitu:

a) Yang mengandung kehendak pemilih untuk menetapkan atau

melimpahkan hak, membatalkannya, atau menggugurkannya seperti wakaf, hibah dan talak.

b) Yang tidak mengandung kehendak pihak yang menetapkan atau menggugurkan suatu hak, tetapi perkataannya itu memunculkan

suatu tindakan hukum seperti gugatan yang diajukan kepada hakim dan pengakuan seseorang di depan hakim.

Berdasarkan pembagian tindakan hukum manusia menurut

Mustafa Ahmad az-Zarqa suatu tindakan hukum lebih umum dari akad. Setiap akad dikatakan sebagai tindakan hukum dari dua atau beberapa

pihak, tetapi sebaliknya setiap tindakan hukum tidak dapat disebut sebagai akad (Nasrun, 2003: 63).

Menurut Az Zarqa dalam pandangan syara‟, suatu akad

merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa

pihak yang sama-sama berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak atau keinginan pihak-pihak yang mengikatkan diri tersebut sifatnya

tersembunyi dalam hati. Oleh sebab itu untuk menyatakan kehendak masing-masing harus diungkapkan dalam suatu pernyataan. Pernyataan

(30)

18

adalah pernyataan pihak lain setelah ijab yang menunjukkan

persetujuannya untuk mengikatkan diri.

Sedangkan perikatan dan perjanjian dalam konteks fiqh

muamalah dapat disebut dengan akad. Kata akad berasal dari bahasa Arab al-„aqd bentuk jamaknya al-„uqud yang mempunyai arti antara lain:

a) Mengikat (al-rabith) b) Sambungan (al-„aqd)

c) Janji (al-„ahd)

Dalam akad pada dasarnya dititik beratkan pada kesepakatan antara

kedua belah pihak yang ditandai dengan. Dengan ijab-qabul demikian

ijab-qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan

suatu keridhaan dalam berakad yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara‟. Karena itu, dalam islam tidak semua bentuk kesepakatan atau

perjanjian dapat di kategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridhaan dan syariah Islam (Qamarul, 2011:25-26).

2. Rukun-Rukun Akad

Terdapat perbedaan pendapat dikalangan fuqaha berkenaan dengan rukun akad menurut jumhur fuqaha rukun akad terdiri (Qamarul, 2011:28) atas:

a) Aqid yaitu orang yang berakad (bersepakat)

b) Ma‟qud „alaih ialah benda-benda yang diakadkan, seperti benda

(31)

19

c) Maudhu‟al-„aqd yaitu tujuan pokok dalam melakukan akad.

d) Shighat al-„aqd yang terdiri dari ijab qabul.

Hal ini didasarkan kepada definisi rukun menurut jumhur,

yaitu sesuatu yang adanya sesuatu yang lain bergantung kepadanya meskipun ia bukan bagian dari hakikatnya. Namun bagaimanapun

perbedaan yang ada, semuanya hanyalah istilah yang pada akhirnya tidak banyak berpengaruh pada subtansi.

Jadi rukun akad adalah segala sesuatu yang mengungkapkan

kesepakatan dua kehendak atau menggantikan posisi nya baik berupa perbuatan, isyarat maupun tulisan. Sementara untuk unsur atau pilar

lainnya menjadi fondasi akad seperti objek yang diakad kan dan dua pihak yang berakad merupakan kezaliman akad yang mesti ada untuk membentuk sebuah akad. Karena adanya ijab dan qabul menghendaki

adanya dua pihak yang berakad (Abu Malik, 2007: 429).

Berkenaan dengan rukun akad ada tiga pendapat yang

dikemukakan oleh kalangan ahli fiqih:

a) Akad tidak akan sah kecuali dengan menggunakan shighat

ijab-qabul.

b) Akad jual-beli tetap sah dengan perbuatan (af‟al).

c) Akad bisa berbentuk dengan segala hal yangmenunjukkan

(32)

20 3. Syarat-Syarat Akad

Setiap pembentukan akad mempunyai syarat yang ditentukan syara‟ yang wajib disempurnakan, syarat-syarat terjadinya akad ada dua

macam (Qamarul, 2011: 32) yaitu :

a. Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam sebagai akad.

b. Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad, syarat khusus ini juga disebut sebagai

idhafi (tambahan) yang harus ada disamping syarat-syarat yang

umum, seperti syarat adanya saksi dalam pernikahan.

Syarat-syarat umum yang harus di penuhi dalam berbagai macam akad : a) Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli) maka akad

orang yang tidak cakap (orang gila) akadnya tidak sah. c. Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.

d. Akad itu diizinkan oleh syara‟ dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya, walaupun dia bukan aqaid yang memiliki barang. e. Akad bukan jenis akad yang dilarang, seperti jual beli mulasamah. f. Akad dapat memberikan faedah.

g. Ijab harus berjalan terus, maka ijab tidak sah apabila ijab tersebut dibatalkan sebelum adanya qabul.

(33)

21

suatu akad. Menurut ulama fiqih Mazhab Hanafi dan mazhab Syafi‟i

sekalipun pihak-pihak yang berakad mempunyai kebebasan dalam menentukan syarak, tetapi kebebasan itu tetap mempunyai batas (terbatas) yaitu selama syarat itu tidak bertentangan dengan hakikat itu sendiri.

Dan ulama fiqih menetapkan bahwa akad yang telah memenuhi rukun dan syaratnya mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak-pihak yang melakukan akad.

4. Asas-Asas Akad

Akad dilakukan berdasarkan asas:

a. Ikhtiyari/sukarela

Setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak, terhindar dari keterpaksaan karena tekanan salah satu pihak atau pihak lain.

b. Amanah/menepati janji

Setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan

kesepakatan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari cidera janji.

c. Ikhtiyati/kehati-hatian

Setiap akad dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan dilaksanakan secara tepat dan cermat.

d. Luzum/tidak berubah

Setiap akad dilakukan dengan tujuan yang jelas dan perhitungan yang

(34)

22 e. Saling menguntungkan

Setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para pihak sehingga tercegah dari praktek manipulasi dan merugikan salah satu

pihak.

f. Taswiyah/kesetaraan

Para pihak dalam setiap akad memiliki kedudukan yang setara, dan mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang.

g. Transparansi

Setiap akad dilakukan dengan pertanggungjawaban para pihak secara terbuka.

h. Kemampuan

Setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan para pihak, sehingga tidak menjadi beban yang berlebihan bagi yang bersangkutan.

i. Taisir/kemudahan

Setiap akad dilakukan dengan cara saling memberi kemudahan kepada

masing-masing pihak untuk dapat melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan.

j. Itikad baik

Akad dilakukan dalam rangka menegakan kemaslahatan, tidak mengandung unsur jebakan dan perbuatan buruk lainnya.

k. Sebab yang halal

Setiap akad dilakukan tidak bertentangan dengan hukum, tidak dilarang

(35)

23

l. Al-hurriyah/(kebebasan berkontrak)

m.Al-kitabah (tertulis)

5. Rukun Akad

Rukun akad terdiri atas: a. Pihak-pihak yang berakad

Pihak-pihak yang berakad adalah orang perseorangan, kelompok orang, persekutuan, atau badan usaha. Orang yang berakad harus cakap hukum, berakal dan tamyiz.

b. Obyek akad

Obyek akad adalah amwal atau jasa yang dihalalkan yang dibutuhkan

oleh masing-masing pihak. Obyek akad harus suci, bermanfaat, milik sempurna, dan dapat diserah terimakan.

c. Tujuan pokok akad

Akad bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan usaha masing-masing pihak yang mengadakan akad.

d. Kesepakatan/sighat akad

Sighat akad dapat dilakukan dengan jelas, baik secara lisan, tulisan dan

atau perbuatan. 6. Kategori Hukum Akad

Hukum akad terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. Akad yang sah

Akad yang sah adalah akad yang terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya.

(36)

24

Akad yang fasad adalah akad yang terpenuhi rukun dan

syarat-syaratnya, tetapi terdapat segi atau hal lain yang merusak akad tersebut karena pertimbangan maslahat.

c. Akad yang batal/batal demi hukum

Akad yang batal adalah akad yang kurang rukun atau syarat-syaratnya

(KHES: 2008). 7. Macam-macam Akad

Macam-macam akad berdasarkan Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah Pasal 1 sebagai berikut:

a. Syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal

permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.

b. Mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana atau penanam modal dengan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu

dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.

c. Muzaraah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap

untuk memanfaatkan lahan.

d. Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi

jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi

(37)

25

e. Musaqah adalah kerjasama antara pihak-pihak dalam pemeliharaan

tanaman dengan pembagian hasil antara pemilik dengan pemelihara tanaman dengan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang terikat.

f. Hawalah adalah pengalihan utang dari muhil al-ashil kepada muhal „alaih.Rahn/gadai adalah penguasaan barang milik peminjam oleh

pemberi pinjaman sebagai jaminan. 8. Berakhirnya Akad

Dan untuk berakhirnya akad dapat disebabkan karena fasakh,

kematian atau karena tidak adanya pihak lain dalam hal akad mauquf. a) Berakhirnya akad karena fasakh. Hal-hal yang menyebabkan timbulnya

fasakh akad adalah sebagai berikut:

1) Fasakh karena adanya fasid (rusak)

2) Fasakh karena khiyar

3) Fasakh berdasarkan iqalah yaitu terjadinya fasakh akad karena

adanya kesepakatan kedua belah pihak.

4) Fasakh karena tidak ada realisasi.

5) Fasakh karena jatuh tempo atau karena tujuan telah terealisasi.

b) Berakhirnya akad karena kematian.

c) Berakhirnya akad karena tidak adanya izin pihak lain. Akad akan berakhir apabila pihak yang mempunyai wewenang tidak mengizinkan

(38)

26

9. Macam-macam akad dan sifat perjanjiannya

Macam-macam dan sifat perjanjian atau akad dalam islam dapat dibedakan menjadi:

a. Akad tanpa syarat, yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad tanpa memberikan batasan

b. Akad bersyarat, yaitu akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad.

c. „Aqad mudhaf, yaitu akad yang didalam pelaksanaannya terdapat

syarat-syarat mengenai penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan.

(Nawawi, 2012: 26-27).

B. Akad Bersyarat (al-Uqud al-Mutaqabilah)

Al-Mutaqabilah menurut bahasa berarti berhadapan. Al-uqud al

mutaqabillah adalah akad bersyarat dalam bentuk akad kedua merespon akad

pertama, dimana kesempurnanan akad pertama bergantung pada sempurnanya

akad melalui proses timbal balik. Dengan kata lain, akad satu bergantung dengan akad lainnya. Dalam tradisi fiqh, model akad seperti ini sudah

dikenal lama dan praktiknya sudah banyak. Banyak ulama telah membahas tema ini, baik yang berkaitan dengan hukumnya, atau model pertukarannya misalnya antara akad pertukaran (mu‟awadhah) dengan akad tabarru‟, antara akad tabarru‟ dengan akad tabarru‟ atau akad pertukaran dengan akad

pertukaran. Ulama biasa mendefinisikan model akad ini dengan akad

(39)

27

Hukum asal dari syara‟ adalah bolehnya melakukan akad bersyarat,

selama setiap akad yang membangunnya ketika dilakukan sendiri-sendiri hukumnya boleh dan tidak ada dalil yang melarangnya. Ketika ada dalil yang

melarang, maka dalil itu tidak diberlakukan secara umum, tetapi mengecualikan pada kasus yang diharamkan menurut dalil itu. Karena itu,

kasus itu dikatakan sebagai pengecualian atas kaidah umum yang berlaku yaitu mengenai kebebasan melakukan akad dan menjalankan perjanjian yang telah disepakati (Hasanudin, 2009: 3)

Demikian pula dengan Ibn al-Qayyim, ia berpendapat bahwa hukum asal dari akad dan syarat adalah sah, kecuali yang dibatalkan atau dilarang

oleh agama. Karena hukum asalnya adalah boleh, maka setiap akad dan syarat yang belum dijelaskan keharamannya oleh Allah tidak bisa dinyatakan sebagai haram. Allah telah menjelaskan yang haram secara rinci, karenanya

setiap akad yang dinyatakan haram harus jelas keharamannya seperti apa dan bagaimana. Tidaklah boleh mengharamkan yang telah dihalalkan oleh Allah

atau dimaafkan, begitu pula tidak boleh menghalalkan yang telah diharamkan oleh-Nya (Hasanudin, 2009: 3)

C. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian adalah suatu perbuatan kesepakatan antr seseorang atau

(40)

28

Beberapa ahli lain yang mengartikan perjanjian. Menurut Prof. Sri

soedewi masychoen sofwan yang memberikan batasan mengenai perjanjian adalah sebagai suatu perbuatan hukum dimana seorang atau

lebih mengikat diri seorang lain atau lebih. Sementara menurut Prof. Dr. R. Wirjono prodjodikoro, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum

mengenai harta benda kekayaan antara kedua elah pihak, dimana sstu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak untuk menentukan pelaksanaan

perjanjian tesebut. (Aryani, 2012: 1-2).

Ada pula yang disebutkan oleh J.E. Spruit bahwa perjanjian

internasional mengandung aturan hukum dan oleh karenanya dinilai sebagai sumber hukum dalam artian formil. Dalam pembahasannya tentang sumber formil Bodenheimer memasukkan ke dalamnya ; (a)

perundangan/legislatif, (b) perundangan yang didelegasikan dan diotonomikan, (c) Perjanjian Internasional dan persetujuan lainnya dan, (d)

preseden. Disebutkan bahwa perjanjian internasional sebagai sumber hukum positif karena didasarkan dan bukan sisebabkan oleh kualitas

isinya. Karena itu, pengesahan perjanjian internasional oleh hukum nasional menjadi hal yang sangat penting. (Harjono, 1999: 83-84)

Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih

berdasarkan sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Menurut definisi perjanjian klasik, perjanjian adalah peruatan hukum bukan hubungan

(41)

29

suatu peruatan hukum satu orang mengikat dirinya dengan satu orang atau

lebih. (Aryani, 2012: 2)

Sementara menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne yang diartikan perjanjian adalah“suatu hubungan hukum atara dua pihak

berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.” (Salim,

2003: 26).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak

atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan hak dan kewajiban.

Berkaitan dengan objek perjanjian (pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 KUHPerdata). Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam pasal 1332 sampai dengan pasal 1334 (Mariam, 2006: 104) adalah:

a. Objek yang akan ada, asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung.

b. Objek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian)

Perjanjian yang objeknya tidak jelas karena tidak dapat ditentukan jenisnya, atau tidak dapat diperdagangkan, atau tidak dapat dinilai dengan uang, atau yang tidak mungkin dilakukan, menjadi batal demi

(42)

30 2. Lahirnya Perjanjian

Menurut asas konsensualisme, suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak

mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian. Sepakat adalah kesesuaian kehendak antara dua pihak tersebut. Apa yang

dikehendaki oleh pihak yang satu, adalah juga yang dikehendaki oleh pihak yang lain, meskipun tidak sejurusan tetapi secara timbal balik. Kedua kehendak itu bertemu satu sama lain. (Subekti, 2001:26)

Kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian. Untuk mengetahui kapan kesepakatan itu terjadi ada

beberapa macam teori / ajaran, (Salim, 2003:30-31) yaitu:

a. Teori Pernyataan, mengajarkan bahwa sepakat terjadi saat kehendak pihak yang menerima tawaran menyatakan bahwa ia menerima

penawaran itu, misalnya saat menjatuhkan bolpoin untuk menyatakan menerima. Kelemahannya sangat teoretis karena dianggap terjadinya

kesepakatan secara otomatis.

b. Teori pengiriman, mengajarkan bahwa sepakat terjadi pada saat

kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. Kelemahannya adalah bagaimana hal itu bisa diketahui? Bisa saja walaupun sudah dikirim tetapi tidak diketahui oleh pihak

yang menawarkan.

c. Teori Pengetahuan, mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan

(43)

31

penerimaan itu belum diterimanya dan tidak diketahui secara

langsung). Kelemahannya, bagaimana ia bisa mengetahui isi penerimaan itu apabila ia belum menerimanya.

d. Teori Penerimaan, mengajarkan kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.

3. Syarat Sahnya Perjanjian a. Kesepakatan

Adapun untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan syarat (pasal

1320 KUH Perdata), yaitu :

1) Sepakat mereka mengikat dirinya, kesepakatan mereka yang

meningkatkan diri adalah asas yang esensial dari hukum perjanjian. Asas ini dinamakan juga asas Konsensualisme yang menentukan adanya perjanjian. Asas Konsensualisme yang terdapat dalam pasal

1320 KUH Perdata mengandung arti “Kemampuan” parapihak untuk saling berprestasi ada kemauan untuk saling mengikat diri.

2) Kecakapan diperlukan untuk membuat suatu perjanjian. Mengenai kecakapan, subekti menjelas kanbahwa seseorang adalah tidak

cakap apabila pada umumnya berdasarkan ketentuan undang-undang tidak mampu membuat sendiri persetujuan-persetujuan dengan akibat-akibat hukum yang sempurna. Yang tidak cakap

(44)

anak-32

anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (

curatele ), dan orang sakitjiwa.

3) Suatu hal tetrtentu. Ini dimaksudkan bahwa hal tertentu adalah

objek yang diatur dalam perjanjian kredit tersebut harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi objek perjanjian, tidak boleh

samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada para pihak dan mencegah timbulnya perjanjian kredit yang fiktif. (Subekti,2003).

Tiap-tiap perjanjian mempunyai dasar pembentukan yang harus ada agar suatu perbuatan hukum dapat disebut dengan

perjanjian yang sah, yang meliputi : 1) Sepakat untuk mengikat diri

2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

3) Suatu hal tertentu 4) Sebab yang halal

Ada beberapa teori yang menjelaskan saat-saat terjadinya perjanjian antar pihak, (Soenandar, 2001: 73) yaitu:

1) Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.

2) Teori pengeriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu

(45)

33

3) Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa

pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui tawarannya diterima.

4) Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap

layak diterima oleh pihak yang menawarkan.

Dalam hukum perjanjian ada empat sebab yang membuat kesepakatan tidak bebas, (Purwahid, 1994: 58) yaitu:

1) Kekhilafan terjadi apabila orang dalam suatu persesuaian kehendak mempunyai gambaran yang kliru mengenai orangnya dan mengenai

barangnya.

2) Paksaan dalam arti luas meliputi segala ancaman baik kata-kata atau tindakan. Orang yang di bawah ancaman maka kehendaknya tidak bebas

maka perjanjian dapat dibatalkan.

3) Penipuan dilakukan dengan sengaja dari pihak lawan untuk

mempengaruhi kke tujuan yang keliru atau gambaran yang keliru. Penipuan tidak sekedar bohong tetapi dengan segala upaya akal tipu

muslihat dengan kata-kata atau diam saja yang menimbulkan kekeliruan dalam kehendaknya.

4) Penyalah gunaan keadaan terjadi apabila orang mengetahui atau

seharusnya mengerti bahwa pihak lain karena suatu keadaan khusus seperti keadaan darurat, ketergantungan, tidak dapat berpikir panjang,

(46)

34

melakukan suatu perbuatan hukum, meskipun ia tahu atau seharusnya

mengerti bahwa sebenarnya ia harus mencegahnya. b. Kecakapan

Kecakapan adalah adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Menurut hukum, kecakapan termasuk kewenangan untuk melakukan tindakan

hukum pada umumnya, dan menurut hukum setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian kecuali orang-orang yang menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap.

Orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah sebagai berikut:

1) Orang-orang yang belum dewasa

Ketentuan mengenai orang-orang yang belum dewasa terdapat perbedaan antara satu undang-undang dengan undang-undang lainnya,

(http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4eec5db1d36b7/perbedaan-batasan-usia-cakap-hukum-dalam-peraturan-peraturan-undangan, diakses

pada tanggal 29 Agustus 2017) yaitu:

Dasar Hukum Pasal

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)

Pasal 220

Yang belum dewasa adalah mereka

yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak

(47)

35 UU No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan

Pasal 47

Anak yang dimaksud dalam UU Perkawinan adalah yang belum mencapai 18 tahun.

UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 1 angka 26

Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan

belas) tahun

UU No. 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak

Pasal 1

Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai

umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin

UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Pasal 1 angka 5

Anak adalah setiap manusia yang

berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah,

(48)

36 UU No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak

Pasal 1 ayat (1)

Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan.

4. Asas-asas dasar perjanjian

Menurut Herliene Budiono sebagaimana di kutip oleh Aryani (2012: 10-11), Syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUHPerdata

menetapkan bahwa suatu perjanjian tidak dapat dilepaskan dari tiga asas pokok, yaitu:

a. Asas konsensualisme, bahwa perjanjian tebentuk karena adanya

perjumpaan kehendak dai pihak-pihak. Perjaanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas, tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara

formil tetapi cukup melalui konsensus belaka.

b. Asas kekuatan mengikat perjanjian, asas kekuatan mengikat atau asas

pacta sunt servanda yang berarti bahwa janji itu mengikat.

Asas kebebasan berkontrak, bahwa para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat diuat perjanjian dan setiap orang bebas

mengikat diri dengan siapapun yang ia kehendaki. 5. Pelaksanaan perjanjian

(49)

37

sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dan memberikan sesuatu. Ada dua

kemungkinan suatu perjanjian tidak dapat dilaksanakan, yaitu: (Aryani, 2012: 19)

a. Keadaan memaksa atau overmacht

Adalah suatu keadaan atau peristiwa yang tidak dapat diduga

sebelumnya akan terjadi sehingga menghalangi seorang debitur untuk melakukan prestasi. Keadaan tersebut diluar kesalahan debitur.

b. Wanprestasi

Adalah jika seorang debitur tidak melaksanakan sama sekali suatu prestasi atau keliru dalam melakukan suatu prestasi atau

terlambat melakukan suatu prestasi, seorang debitur tidak dapat melaksanakan prestasi dan tidak dapat membuktikan bahwa tidak dapat melaksanakan prestasi itu diluar kesalahanya atau karena adanya

overmacht maka debitur dalam hal ini adalah bersalah.

6. Batalnya perjanjian

Secara umum tentang pembatalan perrjanjian tidak mungkin dilaksanakan, sebab dasar perjanjian adalah kesepakatan kedua belah

pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut, namun demikian pembatalan perjanjian dapat dilakukan apabila: (Pasaribu dan Lubis, 1996: 4-6)

a. Jangka waktu perjanjian telah berakhir

Lazimnya suatu perjanjian selalu didasarrkan kepada jangka waktu tertentu (mempunyai jangka waktu yang terbatas), maka apabila

(50)

38

(langsung tanpa ada perbuatan hukum lain) batallah perjanjian yang

telah diadakan para pihak.

b. Salah satu pihak menyimpang dari apa yang diperjanjikan

Apabila salah satu pihak telah melakukan perbuatan menyimpang dari apa yang telah diperjanjikan, maka pihak lain dapat

membatalkan perjanjian tersebut.

c. Jika ada bukti kelancangan dan bukti pengkhianatan (penipuan). Apabila salah satu pihak melakukan sesuatu kelancangan dan

telah ada bukti-bukti bahwa salah satu pihak mengadakan pengkhianatan terhadap apa yang telah diperjanjikan, maka perjanjian

yang telah diikat dapat dibatalkan oleh pihak lainnya. 7. Bentuk perjanjian

Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam yaiu secara

tertulis dan lisan, dan berikut adalah bentuk-bentuk perjanjian secara tertulis dan lisan.

Tertulis:

a. Perjanjian dibawah tangan yang ditandatangani oleh pihak

bersangkutan saja. Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian , tetapi tidak memiliki kekuatan untuk mengikat pihak ketiga.

b. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan pihak. Fungsi notaris atas suatu dokumen semata-mata haya untuk melegalisir

(51)

39

c. Perjanjian yang dibuat dihadapan dan pleh nitaris dalam bentuk akta

notaris. (Salim, 2003: 43) 8. Jenis perjanjian

Dalam perjanjian ada beberapa jenis perjanjian dan diantaranya adalah:

a. Perjanjian Menurut sumber hukum b. Perjanjian Menurut namaya

c. Perjanjian Menurut bentuk

d. Perjanjian Timbal balik

e. Perjanjian Cuma-Cuma atau denan alas yang membebani

f. Perjanjian berdasarkan sifatnya g. Perjanjian dari aspek larangannya 9. Suatu sebab yang halal dalam perjanjian

Suatu sebab yang halal maksudnya adalah isi suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan

kesusilaan.Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud harus dilakukan berdasarkan itikad baik.Berdasarkan Pasal 1335 KUHPerdata

ditentukan bahwa:

“Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu

sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan”

Suatu perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan, sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya sebuah perjanjian. Tujuan dari perjanjian

(52)

40

sedangkan isi perjanjian adalah yang dinyatakan tegas oleh kedua belah

pihak mengenai hak dan kewajiban yang ditimbulkan dari hubungan hukum (perjanjian) yang dibuat oleh kedua belah pihak tersebut.

Kemudian ditambahkan dalam Pasal 1336 KUHPerdata ditentukan bahwa: “jika tidak dinyatakan sesuatu sebab, tetapi ada sesuatu sebab yang halal

ataupun jika suatu sebab yang lain, daripada yang dinyatakan persetujuan

namun demikian adalah sah”

Pasal 1336 KUHPerdata menegaskan bahwa adanya kausa itu

menunjukkan adanya kejadian yang menyebabkan terjadinya suatu utang, begitu pula walaupun tidak dinyatakan suatu sebab, maka perjanjian itu

adalah sah. Sebab yang halal adalah mutlak untuk dipenuhi dalam mengadakan suatu perjanjian, pembuatan perjanjian tersebut haruslah didasari dengan itikad baik untuk mengadakan suatu pejanjian atau

kontrak, dalam Pasal 1337 KUHPerdata mengatur bahwa:

“suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang,

atau bertentangan dengan kesusilaan baik, atau ketertiban umum”

Penjelasan dari suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dalam

hukum positif adalah jika dalam undang-undang tidak memperbolehkan adanya perbuatan itu dan apabila dilanggar maka perbuatan itu akan mendapatkan sanksi yang tegas, sebagai contoh adalah tindak kejahatan

(53)

41 BAB III

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Profil Kelompok Tani Kelurahan Banyusri 1. Gambaran Umum Kelurahan Banyusri

a. Letak Geografis

Kelurahan Banyusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu kelurahan yang terletak di

dekat balai desa Banyusri serta wilayahnya berada tidak jauh dari Kecamatan Wonosegoro. Desa Tlepat sendiri terbagi dalam 4 RW.

Adapun batas wilayah kelurahan Pulutan khususnya di wilayah 4 RW. adalah sebagai berikut :

1) Sebelah Barat : Desa Tlepat Barat

2) Sebelah Timur : Desa Tlepat Timur 3) Sebelah Selatan : Desa Karangboyo

4) Sebelah Utara : Desa Ngawen

Sebagian besar penduduk di Kelurahan Banyusri memiliki mata pencaharian sebagai Petani dengan comuditi penghasilannya adalah

padi, jagung, dan kacang. Selain itu terdapat juga ada Peternak kambing, sapi, dan ayam. Ada juga yang memilih untuk bekerja diluar daerah

(54)

42 b. Struktur Organisasi

c. Visi & Misi „”Visi”

Visi dalam hal ini adalah visi pemerintahan desa, yaitu visi

Kepala Desa. Visi pemeritahan desa pada dasarnya merupakan gambaran masa depan yang akan diwujudkan oleh pemerintah desa dalam periode

2014 - 2019 fungsi visi pemerintah desa, terutama sebagai arah bagi perjalanan pemerintah desa dalam mewujudkan kesejahteraan

masyarakat. Visi bukan mimpi dan bukan slogan tetapi visi harus diwujudkan dan dapat diarahkan ketercapaiannya.

Berdasarkan masalah potensi dan harapan masa depan maka

pemerintah desa Madukara dalam periode 2014-2019 menetapkan visi sebagai berikut :

(55)

43

Dari visi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

- Mandiri

Kemandirian dalam hal ini meliputi 2 (dua) sisi yaitu pemerintah desa

dan masyarakat. Oleh karena itu ketercapaian kemandirian dapat dilihat dari adanya peningkatan kemampuan pemerintah desa dan

peningkatan kemampuan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan desa.

- Sejahtera

Dari uraian tersebut diatas, maka ketercapaian visi Kepala Desa dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Makin kuatnya kelembagaan pemerintahan desa.

2) Makin meningkatnya peran masyarakat dalam pembangunan. 3) Makin baiknya kebijakan-kebijakan pemerintah desa dalam

penyelengaraan pemerintahan desa.

4) Makin baiknya kualitas pembangunan desa.

5) Makin meningkatnya kesejahteraan kehidupan dari masyarakat “Misi”

Misi dalam hal ini adalah misi Kepala Desa. Misi pada dasarnya merupakan penjabaran atau operasionalisasi dari visi. Misi merupakan bidang bidang yang akan diarungi untuk menuju tercapainya visi yang

(56)

44

merupakan beban yang akan dipikul dan diselesaikan agar visi dapat

terwujud.

Untuk mewujudkan visi Kepala Desa sebagaimana rumusan

dimuka, maka dirumuskan misi (beban kinerja yang harus dilaksanakan) sebagai berikut :

1) Menyelenggarakan pemerintahan desa yang efisien, efektif, dan

bersih dengan mengutamakan masyarakat .

2) Meningkatkan sumber sumber pendanaan pemerintahan dan

pembangunan desa.

3) Mengembangkan pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam

pelaksanaan pembangunan desa.

4) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam pembangunan desa yang berkelanjutan.

5) Mengembangkan perekonomian desa.

6) Menciptakan rasa aman, tentram, dalam suasana kehidupan desa

yang demokratis dan agamis.

d. Lingkungan Desa Tlepat Barat 1) Sarana tempat ibadah

Desa Tlepat Barat memiliki 1 masjid, mushola sebanyak 5, dan tidak memiliki sarana tempat ibadah untuk

(57)

45

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa masyarakat Desa

Tlepat Barat sangat peduli akan sarana ibadah, serta dilihat dari banyaknya sarana tempat ibadah menunjukkan bahwa mayoritas

masyarakat beragama Islam. 2) Industri

Dikarenakan wilayah Desa Tlepat Barat terletak di daerah pertanian dan perkebunan, maka mayoritas warganya bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Akan tetapi, tidak semua

warga sebagai petani melainkan ada juga yang membuat home industry. Jenis-jenis industry tersebut diantaranya pembuatan tempe,

kripik singkong dan kripik pisang. Disamping itu ada juga industry yang berskala sedang yakni industry daur ulang (rosok), pembuatan perabotan rumah seperti lemari, kursi, meja, dan lain-lain, serta

peternak ayam dan kambing,

Banyaknya industri-industri yang didirikan oleh masyarakat

desa Tlepat Barat menunjukkan bahwa warga tidak hanya terpaku pada satu jenis mata pencaharian saja, melainkan menunjukkan

kreatifitas warga dalam berusaha (Wawancara, Dengan Bapak Muhammad Sukidi Selaku Lurah 4 Agustus 2017).

3) Sarana usaha

Selain sebagai petani dan peternak, masyarakat desa Tlepat banyak juga yang mendirikan took dirumahnya sendiri ataupun kios

(58)

46

Dilihat dari uraian diatas, masyarakat desa Tlepat Barat untuk

menopang kehidupan sehari-hari tidak hanya sebagai petani melainkan ada usaha sampainya seperti mendirikan kios.

e. Keagamaan

Kesadaran sebagian masyarakat untuk menjalankan ibadah cukup

tinggi, hal ini dapat dilihat dari banyaknya orang yang berbondong-bondong pergi ke masjid untuk sholat berjamaah ketika adzan dikumandangkan.

Praktik keagamaan masyarakat desa Tlepat Barat sudah diperkenalkan sejak dini, dengan cara datang ketempat belajar Al-Qur‟an.dan ilmu-ilmu agama diniyah mulai dari sore hingga malam hari.

Ibu-ibu desa Tlepat Barat mengadakan kegiatan rutin yakni berupa jamaah pengajian atau yasinan yang dilaksanakan setiap

seminggu sekali tepatnya setiap hari kamis malam jumat di masjid. Dari uraian diatas bisa dilihat bahwa masyarakat desa Tlepat

Barat memiliki kesadaran terhadap agama yang cukup bagus. Akan tetapi kepercayaan terhadap orang pintar atau dukun masih ada

meskipun hanya segelintir orang f. Kebudayaan

Kebudayaan merupakan sesuatu yang sudah melekat dalam

Gambar

Tabel 1. Sumber: Wawancara dengan Bapak Parjan.
Tabel 2. Sumber: Wawancara dengan Bapak Parjan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian di pondok pesantren Raudlotul Mubtadiin kampung rimbo Desa Leuwikujang Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka mengenai peran pengasuh Pondok

Skripsi telah diterima sebagai salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Hukum (SH) pada jurusan Hukum Ekonomi Syariah (HES) Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam (FSEI)

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Keilmuan Perbankan

Universitas Islam Negeri (UIN) Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana. Hukum Ekonomi

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (SH).

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Ilmu hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Tulungagung Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar.. Strata Satu Sarjana

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Tulungagung Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Strata Satu Sarjana

Universitas Islam Negeri (UIN) Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar. Strata Satu Sarjana Hukum Ekonomi