• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Pada Fakultas Hukum Universitas Islam Riau Pekanbaru OLEH:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Pada Fakultas Hukum Universitas Islam Riau Pekanbaru OLEH:"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN TERHADAP KEDUDUKAN ANAK DARI PERKAWINAN CAMPURAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 12

TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN (STUDI KASUS PERKAWINAN CAMPURAN

WARGA NEGARA INDONESIA DENGAN WARGA NEGARA SINGAPORE

DI KABUPATEN KARIMUN)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Pada Fakultas Hukum

Universitas Islam Riau Pekanbaru

OLEH:

ADRIAN SUMANTRI NPM : 151010433

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM RIAU

PEKANBARU

2019

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

X ABSTRAK

Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia memberikan jaminan kewarganegaraan anak dari hasil perkawinan campuran. Berdasarkan ketentuan tersebut merupakan dianggap sebagai yang terbaik untuk memecahkan permasalahan yang rentan dan sensitive yaitu mengenai kewarganegaraan seseorang terkait dengan status dan kedudukan hukum anak hasil perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing.

Didalam Undang-Undang tersebut menerapkan asas-asas kewarganegaraan universal, yaitu asas ius sanguinis, asas ius soli dan campuran. Artinya si anak dapat memilih kewarganegaraan sendiri sesuai dengan apa yang terbaik untuk dirinya sendiri.

Masalah pokok penelitian yang diteliti adalah Bagaimana kedudukan anak dari hasil perkawinan campuran berdasarkan Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan Bagaimana perlindungan hukum bagi anak perkawinan campuran (kewarganegaraan ganda) apabila terjadi perceraian kedua orang tuanya setelah berlakunya Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian menggunakan metode observation research, yaitu dengan cara survey atau meninjau langsung ke lokasi penelitian dengan menggunakan alat pengumpulan data yaitu wawancara. Sedangkan sifatnya adalah bersifat deskriptif yaitu penulis mencoba memberikan gambaran secara rinci tentang pelaksanaan dari perkawinan campuran tersebut yang ditinjau dari Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa anak hasil dari perkawinan campuran mendapatkan hak untuk menentukan atau memilih kewarganegaraan. Dari dua pasangan yang melakukan perkawinan campuran antara wanita Warga Negara Indonesia dan Pria Warga Negara Singapore melayu kewarganegaraan anaknya yaitu kewarganegaraan ganda. Dan untuk perlindungan hukum anak tersebut bisa mendapatkan perlindungan hukum dari Negara Indonesia dan Negara Singapore.

Untuk anak dari wanita Warga Negara Indonesia dan Pria Warga Negara Singapore India anaknya mengikuti kewarganegaraan sang ayah yaitu Warga Negara Singapore.

Maka perlindungan hukum yang didapatkan sang anak hanya dari negara Singapore.

Kata Kunci : Perkawinan Campuran, Kewarganegaraan

(12)

Xi ABSTRACK

Law No 12 of 2006 concerning citizenship of the Republic of Indonesia provides guarantees for the citizenship of children resulting from mixed marriages.

Based on these provisions it is considered as the best way to solve vulnerable and sensitive problems, namely regarding the nationality of a person related to the status and legal status of children of mixed marriages between Indonesian Citizens and Foreign Citizens. The law applies the principles of universal citizenship, ius sanguinus, ius soli, and mixed principles. This means that the child can choose his own citizenship according to what is best for himself.

The main research problem examined is how the position of children from the results of mixed marriages based on Law No 12 of 2006 concerning Citizenship of the Republic of Indonesia and How Legal Protection for children of mixed marriages (dual citizenship in the event of divorce between parents after the entry into force of Law No 12 of 206 concerning Citizenship of the Republic of Indonesia.

This type of research used in this study is research using the method of observation research, namely by surveying or reviewing directly to the location of the study using data collection tools, namely interviews. While its nature, the writer tries to give a detailed descriptive in nature, the writer tries to give a detailed description of the implementation of the mixed marriage in terms of Law No 12 of 2006 concerning Citizenship.

From the results of this study it can be seen that children resulting from mixed marriages have the right to determine or choose citizenship. Of the two couples who had mixed marriages between Indonesian women and Singaporean citizens, their son's citizenship was dual citizenship. And for legal protection, these children can get legal protection from the State of Indonesia and the State of Singapore. For children of women, Indonesian citizens and Singaporean Indian citizens, the children follow the father's citizenship, Singaporean citizen. Then the legal protection obtained by the child is only from Singapore.

Keywords: Mixed Marriage, Nationality

(13)

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya berupa ilmu pengetahuan, kesehatan dan petunjuk, sehingga skripsi dengan judul “Tinjauan Terhadap Kedudukan Anak Dari Perkawinan Campuran Di Tinjau Dari Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan (Studi Kasus Perkawinan Campuran Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Singapore di Kab. Karimun)” dapat diselesaikan. Shalawat serta salam disanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan bagi kita umat Islam. Semoga dengan terus bershalawat kita akan dapat syafaat-Nya.

Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Jurusan Ilmu Hukum Universitas Islam Riau. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak sekali mendapat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Semoga Allah selalu memberikan kasih sayang-Nya kepada mereka. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada semua orang yang mengenali, berbaik hati dan memberikan motivasi kepada saya, terutama saya sampaikan kepada:

1. Bapak Prof, Dr. Syafrinaldi, S.H., M.Cl., selaku rector Universitas Islam Riau yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Universitas Islam Riau.

(14)

2. Bapak Dr. Admiral, SH.,MH., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Riau yang telah banyak membantu penulis dalam menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Islam Riau.

3. Bapak Dr. H. Abd Thalib, S.H., M.C.L .,selaku Pembimbing I yang selalu meluangkan waktu dan nasehat untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Rahdianyah., S.H., M.H., selaku pembimbing II yang selalu memberikan arahan dan perbaikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Desi Apriani., SH.,MH., selaku Ketua Departemen Hukum Perdata yang telah memberikan arahan dalam proses pembuatan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Riau yang telah banyak membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama mengikuti perkuliahan serta Bapak Kepala Tata Usaha dan Bapak/Ibu Karyawan Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Islam Riau yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

7. Kepada bapak dan mamak tercinta yang tak hentinya memberikan dukungan moril, materil berserta doa.

8. Kepada Keluarga Besar T. Mamudd yang juga telah memberi dukungan kepada saya selama mengerjakan skripsi ini hingga skripsi ini terselesaikan.

9. Kepada Keluarga Besar Abu Bakar Ciddiq yang juga telah member dukungan kepada saya selama mengerjakan skripsi ini hingga skripsi ini terselesaikan.

(15)

10. Buat teman seperjuangan penulis Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, terkhusus untuk teman-teman kelas M angkatan 2015/2016.

11. Buat Amelia Yunita yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dari awal penulisan sampai terselesaikannya skripsi ini.

12. Serta kepada teman-teman angkatan 2015 yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi ini masih ada kekurangan baik dari segi Bahasa maupun materiil, penulis mengharapkan kritik dan saran yang berguna dalam perbaikan dan kesempurnaan penulis. Selanjutnya semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kaedah bagi kita semua. Aamiin Ya Allah Ya Rabbal Alamin.

Pekanbaru, September 2019 Penulis

Adrian Sumantri

(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... ii

SERTIFIKAT ORIGINAL PENELITIAN ... iii

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... iv

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ... v

SK PENUNJUKAN PEMBIMBING I ... vi

SK PENUNJUKAN PEMBIMBING II ... vii

SK PENETAPAN DOSEN PENGUJI UJIAN SKRIPSI ... viii

BERITA ACARA MEJA HIJAU ... ix

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

(17)

xiii

D. Tinjauan Pustaka ... 9 E. Konsep Operasional ... 25 F. Metode Penelitian... 26

BAB II TINJAUAN UMUM

A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan Campuran ... 31 B. Tinjauan Umum Tentang Kewarganegaraan ... 42 C. Tinjauan Tentang Kabupaten Karimun. ... 56

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kedudukan Anak Hasil Perkawinan Campuran Berdasarkan Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan

Republik Indonesia... 60 B. Perlindungan Hukum Bagi Anak Hasil Perkawinan Campuran

(Kewarganegaraan Ganda) Apabila Terjadi Perceraian Kedua Orang Tua Setelah Berlakunya Undang-Undang No 12 Rahun

2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia... 80

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 97 B. Saran ... 98 DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 99

LAMPIRAN

Wawancara ... 103 Wawancara ... 104

(18)

xiii

Wawancara ... 105 Wawancara ... 106 DOKUMENTASI ... 107

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia telah diberikan nafsu syahwat oleh Allah SWT yaitu keinginan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Maka dari itu Allah SWT telah mencitptakan segala sesuatu yang ada didunia ini berjodoh-jodoh seperti ada siang dan malam, besar dan kecil, ada bumi dan langit, ada surge dan neraka, ada laki-laki dan perempuan dan sebagainya.(Muhdlor, 1994:11).

Hal yang paling penting bagi kehidupan manusia adalah perkawinan karena hal tersebut tidak hanya tentang kepribadian kedua calon mempelai yang hendak menjadi suami dan istri, akan tetapi perkawinan juga akan melibatkan tentang keluarga masing-masnig pihak dan masyarakat setempat.

Perkawinan dianggap hal yang suci karena dalam agama selalu menghubungkan kaedah-kaedah perkawinan tersebut.

Pada saat manusia itu dilahirkan manusia tersebut akan hidup berdampingan dengan manusia yang lain didalam suatu lingkungan kehidupan. Hidup berdampingan antar manusia itu adalah untuk melengkapi kebutuhan hidup mereka, kebutuhan yang bersifat lahir dan batin. Pada dasarnya disuatu masa yang akan datang untuk seorang laki-laki ataupun seorang perempuan akan timbul keinginan hidup berkeluarga antar manusia lainnya, yang sudah pasti berbeda jenis kelaminnya(Rusli, 1986:10). Untuk laki-laki dan perempuan yang akan hidup bersama pasti akan mempunyai

(20)

2 akibat yang paling penting dalam kehidupan masyarakat, baik untuk keluarga masing-masing pihak, untuk keturunan dan untuk masyarakat lainnya. Oleh sebab itu untuk melaksankan peresmiannya kedua belah pihak harus memenuhi syarat-syarat tertentu, pelaksanaannya, kelanjutannya serta akhirnya akan hidup bersama.

Kalau di pandang dengan sekilas saja, suatu perkawinan merupakan persetujuan yang dalam masyarakat yang dilakukan oleh seorang perempuan dan seorang laki-laki, seperti contohnya perjanjian jual beli, tukar menukar dan sewa menyewa. Tetapi tidaklah demikan halnya, didalam perjanjian biasanya setiap para pihak menentukan sendiri isi perjanjian tersebut, asal isi perjanjian itu tidak ertentangan dengan Undang-Undang kesusilaan dan ketertiban umum.

Sebetulnya didalam perkawinan hal-hal yang menyangkut tentang perkawinan yaitu persoalan yang timbul dalam hidup bersama. Sebenarnya yang lebih penting ialah praktek perkawinan yang dilakukan suatu negara tersebut yang dilakukan oleh suami dan istri. Praktek perkawinan ini sangat berhubungan erat dengan alam pikiran dan alam perasaan bagi bangsa ataupun suku bansa mengenai hal kesusilaan.(Prodjodikoro, 1991:8-9).

Perkawinan itu dilakukan dengan adanya suatu perjanjian yang mana merupakan perbuatan itu adalah satu pihak atau lebih mengikat dirinya kepada satu orang atau lebih, dimana pengikatan ini akan menimbulkan akibat hokum berupa kewajiban dan hak yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian dan melaksanakan perjanjian itu. Tetapi disini akan

(21)

3 diberikan suatu kebebasan dalam melakukan perjanjian yaitu akan memberikan peluang bagi para pihak yang melakukan perjanjian atau tidak yang membuat perjanjian, bisa membuat kontrak dengan siapapun menetukan substansi kontrak dan menetukan bentuk kontrak itu sendiri(Admiral, 2019).

Di Indonesia tata cara perkawinan sangat bermacam-macam antara golongan yang satu dan golongan lainnya karena di Indonesia tergolong sangat banyak agama dan keyakinan sehingga tata cara perkawinan tersebut sangat beda. Hal tersebut sangat diakui di negara Republik Indonesia karena hal tersebut berdasarkan dengan Pancasila yang adanya prinsip keagamaan (Subekti, 2002:1).

Dalam keihudupan Internasional orang mempunyai suatu kesempatan untuk mempelajari peraturan hokum perkawinan dar negara lain dan membandingkan hokum perkawinan yang ada di Indonesia. Setelah melakukan perbandingan tersebut pasti akan ada rasa ketidak puasan kepada hokum yang berlaku di Indonesia dan mempunyai keinginan mengubah peraturan hokum tersebut(Prodjodikoro, 1991:9). Untuk tercapainya tujuan tersebut negara memerlukan suatu mekanisme pencapian tujuan yang melalui sederet ketentuan-ketentuan atau kebijakan-kebijakan yang sifatnya mendasar karena Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hokum sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (3) UUD RI 1945(Abd Thalib, 2017).

Di Indonesia perkawinan campuran itu mempunyai cara yang berbeda, yang mana perkawinan tersebut bisa terjadi disetiap kalangan masyarakat, baik itu dari kalangan atas sampai kalangan bawah. Perkawinan campuran

(22)

4 tidak hanya terjadi kepada golongan masyarakat, tetapi juga antara tempat dan agama. Hal itu terjadi karena pesatnya pengaruh globalisasi, informasi dan komunikasi yang akhir-akhir ini menjadi satu faktor penyebab meningkatnya perkawinan suatu negara (Internasional).

Perkawinan campuran diatur dalam Pasal 57 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 yang dalam prinsipnya disebutkan bahwa:

“perkawinan campuran dalam undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.”

Pasal 57 membatasi makna perkawinan campuran pada perkawinan Warga Negara Republik Indonesia dengan orang yang bukan warganegara Republik Indonesia(Sudarsono, 2005:196). Warga Negara Asing yng menikah dengan orang Indonesia akan membawa pengaruh status kewarganegaraan terpasangan dan anak nya.(Supramono, 2012:20-21). Kewarganegaraan artinya keanggotaan yang menunjukan hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negara.

Kewarganegaraan disebut juga dengan hubungan antara negara yang mempunyai hak dan kewajiban untuk melindungi orang yang berada diegara tersebut, Pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa:

“kewarganegaraan adalah segala ikhwal yang berhubungan dengan negara”.

(23)

5 Artinya,segala sesuatu yang berkaitan dengan kewarganegaraan akan selalu berkaitan dengan negara(Juliardi, 2015:137).

Pasal 58 UU No 1 Tahun 1974 menentukan bahwa:

“bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/isterinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam UU Republik Indonesia yang berlaku”.

Ketentuan tersebut hanya mengatur persoalan kewarganegaraan yang berkaitan dengan perkawinan diserahkan kepada UU No 12 Tahun 2006(Supramono, 2012:21).Dalam pengertian perkawinan campuran menurut Regeling Op de Gemende Huwelijken menjelaskan di pasal 1 yaitu bahwa:

“perkawinan campuran ialah perkawian antara orang-orang di Indonesia tunduk kepada hukum-hukum yang berlainan”.

Orang asing yang datang dan menetap sementara di Indonesia masih mempunyai haak keperdataan yang telah terjamin oleh perundangan- undangan. Orang asing bisa melakukan jual beli di Indonesia seperti jual beli tanah tetapi orang asing tersebut hanya mempunyai hak pakai dan tidak bisa menjadi hak milik, dan orang asing tesebut tidak bisa melakukan perkawinan dengan orang Indonesia. sebagai suami isteri dan dalam melakukan perkawinan tersebut maka orang asing itu bisa mendapatkan Warga Negara Indonesia,(Supramono, 2012:2).

(24)

6 Negara yang berdaulat memiliki wewenang untuk menentukan siapa saja yang menjadi warga negaranya. untuk menetukan status kewarganegaraan seseorang, di Indonesia dikenal dengan kita asas, yang mana yang pertama ialah ius soli yang artinya bahwa kewarganegaraan seseorang bisa ditentuka betrdasarkan dengan dimana tempat ia dilahirkan. Yang kedua asas ius sanguinis, yang artinya bahwa kewaraganegaraan seseorang bisa ditentukan berdasarkan dari keturunan dan kewarganegaraan ditentukan dari garis keturunan.(Asshiddiqie, 2010:386).

Pada masa sekarang hubungan antar negara sudah sangat berkembang dan semakin mudah dan terbuka untuk orang melakukan komunikasi dan sudah sedemikian majunya dengan adanya sarana transportasi dan perhubunga, sehingga sangat mudah untuk orang yang ingin berpergian kemana saja. Oleh sebab itu banyak dari orang yang kewarganegaraan A berdomisili dinegara B. Dalam hal tersebut terkadang banyak anak yang lahir ditempat domisili orangtuanya tersebut sehingga hal tersebut menganut asas ius solli dimana anak tersebut menjadi warga negara dari tempat domisilinya.

Dengan demikian berakhirnya hubungan anak tersebut dengan negara asal dari orangtuanya dalam hal tersebut banyak orang meninggalkan negara asas ius solli dan berpindah kenegara yang menganut asas ius sanguinis.

Dalam Undang-Undang No 62 Tahun 1958 dapat kita mengambil contoh bahwa anak yang lahir dari seorang Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing diakui jadi Warga Negara Asing dan tetap dibikinkan sebuah Paspor yang harus diurus dikantor kedutaan besar sang ayah dan harus

(25)

7 dibauatkan suarat izin untuk tinggal yang mana biayanya sangat tidak murah serta harus diperpanjang. Apabila kedua orangtuanya bercerai untuk ibu sulit mengasuh anaknya walaupun kemungkinan besar untuk ibu yang berkewarganegaraan Indonesia yang akan berpisah bisa melakukan permohonan kewarganegaraan Indonesia untuk anaknya yang masih berumur dibawah 18 Tahun atau masih berada didalam asuhannya. Kewarganegaraan ayahnya bisa hilang mengakibatkan hilangnya kewarganegaraan pada sang anak yang memiliki hubungan hokum dengan ayahnya yang sah (sebelum menikah atau belum 18 Tahun). Apabila kewarganegaraan sang ibu hilang maka akan mengakibatkan anak tersebut juga kehilangan kewarganegaraannya apabila anak tersebut masih dibawah 18 Tahun yanag tidak memiliki hubungan hokum dengan ayahnya. (http://a2b- abrory.blogspot.com/2010/11/contoh-kasus-mengenai-status.html diakses pada tanggal 07 maret 2019 pukul 09.45).

Penulis ingin mengetahui bagaimana kedudukan anak dalam perkawinan campuran, apakah anak itu warga Indonesia atau warga asing mengikuti ayah. Dimana didalam undang-undang No 62 Tahun 1958 disebutkan bahwa anak yang lahir dari Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing dianggap sebagai Warga Negara Asing. Tetapi semenjak ada Undang-Undang baru yang mengatur tentang Kewarganegaraan, “untuk anak yang lahir dari perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing anak tersebut bisa memiliki 2 kewarganegaraan”.

(26)

8 Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis mengambil judul ”Tinjauan Terhadap Kedudukan Anak Perkawinan Campuran Di Tinjau Dari Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan (Studi Kasus Perkawinan Campuran Warga Negara Indoneisa dan Warga Negara Singapore di Kab. Karimun)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan anak hasil perkawinan campuran berdasarkan Undang-undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi anak hasil perkawinan campuran (kewarganegaraan ganda) apabila terjadi perceraian kedua orang tuanya setelah berlakunya Undang-undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Tujuan

1. Mendapatkan informasih tentang hokum yang berlaku setelah melaksanakan perkawinan campuran.

(27)

9 2. Memahami tentang aturan hokum megenai anak dari perkawinan

campuran.

b. Manfaat

1. Menambah wawasan mengenai perkawinan campuran yang di tinjau dari Undang-undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan.

2. Meningkatkan materi untuk penelitian dibidang perkawinan yang ada di Indonesia bagi mahasiswa dan peniliti.

D. Tinjaun Pustaka

Perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila dan prinsip Negara hukum yang berdasarkan pancasila.Perlindungan hukum hakikatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hamper seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Terdapat banyak teori-teori hukum sebagai berikut:

1. Teori Perlindungan Hukum

Teori perlindungan hokum disini ialah salah satu eori yang harus dipelajari dimana teori ini merupakan teori perlindungan hokum untuk masyarakat. Masyarakat yang didasarkan pada toeri ini yaitu masyarakat yang kurang mengetahui tentang hokum, ekonomis maupun dari aspek yuridis.(Isnaini, 2011:67).

(28)

10 2. Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hokum disini mengandung dua makna, pertama yang bersifat umum yaitu artinya setiap orang harus mengetahui perbuatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Yang kedua berupa keamanan yang diberikan oleh pemerintah karena adanya aturan yang bersifat umum tersebut.

A. Tinjaun Umum Tentang Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan

a. Perkawinan Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974

Perjanjian perkawinan umumnya jarang terjadi di Indonesia asli. Perjanjian biasanya dicantumkan secara kontrak berdasarkan Undang-Undang bagi setiap pihak yang melakukan perjanjian.

Apabila salah satu pihak melanggar perjanjian tersebut akan mendapatkan akibat hokum sesuai dengan aturan yang berlaku.

(Rahdiansyah, 2018). Perjanjian-perjanjian ataupun kontrak- kontrak yang dibuat oleh parak pihak dalam dunia keperdataanmaupun dalam bidang perdagangan . tidak selamanya berjalan dengan baik sebagaimana yang diharapkan oleh masing- masing pihak pada saat perikatan itu disepakati pada awalnya(A.

Thalib, 2005:3).

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

(29)

11 perkawinan yang sebagai mana dinyatakan dalam pasal 1 Undang- Undang No 1 Tahun 1974 perlu dipahami benar-benar oleh masyarakat. Oleh karena itu, ia merupakan landasan pokok dari aturan hukum perkawinan lebih lanjut, baik yang terdapat dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 maupun dalam peraturan lainnya yang mengatur tentang perkawinan(Hadikusuma, 2007:6).

Dari definisi yang terdapat pada penjelasan perkawinan yang dapat kita pahami, bahwa sungguh dalam makna perkawinan yang diberikan oleh Undang-Undang perkawinan tersebut. disini paling tidak terdapat mengandung tida nilai yaitu(A. Thalib, 2008: 25):

1. Nilai religi, seperti pada kata-kata berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Nilai sacral seperti pada kata-kata ikatan lahir batin.

3. Nilai magis, seperti yang terdapat pada kata-kata membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 pada dasarnya telah mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pancasila dan UUD 1945, serta menampung segala kenyataan yang hidup dalam masyrakat dan didalamnya berisikan poin-poin dan ketetapan Hukum Agamanya dan Kepercayaan yang berhubungan. Asas-asas dan prinsip tersebut adalah sebagai berikut(Ahmadi, 2008:373):

1. Target perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal. Dimana setiap pasangan suami dan istri akan saling membutuhkan untuk melengkapi kehidupannya.

(30)

12 2. Setiap perkawinan dikatakan sah yang dilaksanakan berdasarkan hokum agama dan kepercayaan masing- masing, serta perkawinan tersebut harus dicatat berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku.

3. Perkawinan yang menganut asas monogamy yang dilakukan sesuai dengan kehendak orang yang bersangkutan.

4. Calon suami dan istri harus siap lahir dan batin untuk mewujudkan suatu perkawinan yang baik.

5. Perceraian pada dasarnya dilarang dan harus mempunyai alasan tertentu dan perceraian harus dilaksanakan didepan pengadilan.

6. Hak dan kedudukan bagi suami dan istri harus sama, baik dalam keluarga maupun masyarakat.

Suatu perkawinan mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia dikarenakan(Rampay, 2015:2):

1. Untuk menghalalkan hubungan ataupun pergaulan hidup manusia harus melakukan perkawinan sah sebagai suami istri, hal tersebut sesuai dengan kehidupan manusia yang memiliki derajat dan kehormatan.

2. Dalam perkawinan kita diberikan amanah oleh tuhan untuk anak-anak yang dilahirkan. Anak tersebut harus dijaga dan dirawat demi kelangsungan hidupnya.

3. Dalam perkawinan akan membentuk suatu rumah tangga yang damai dan tentram yang akan menciptakan kehidupan bermasyarakat yang tertib dan teratur.

4. Perkawinan merupakan salah satu perintah agama yang harus dilaksanakan untuk yang mampu dan merupakan suatu ibadah, perkawinan tersebut juga dapat menjauhkan kita dari perbuatan zina.

b. Pengertian Perkawinan Campuran

Menurut pasal 57 Undang-undang perkawinan, yang dimaksud perkawinan campuran adalah:

(31)

13

“perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.

Perkawinan campuran dapat dilakukan diluar Indonesia atau luar negeri dan bisa pula dilaksanakan diwilayah Indonesia.

Apabila perkawinan tersebut dilakukan diluar Indonesia maka perkawinan tersebut sah bila mana perkawinan tersebut dilakukan bukan berdasarkan hokum yang berlaku di mana perkawinan tersebut dilaksanakan dan bagi Warga Negara Indonesia tetap mengikuti berdasarkan Undang-Undang Pokok Perkawinan.

Perkawinan campuran yang dilakukan antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing merupakan salah satu contoh dari perkembangan zaman dimana sangat banyaknya para wisatawan yang datang ke Indonesia. Perkawinan campuran tersebut tidak hanya permasalahan dan akibat hokum yang masih bersifat keperdataan, tetapi juga hokum public yaitu dibidang kewarganegaraan. Dalam perkawinan campuran terdapat dua hokum yang berlaku yaitu hokum Indonesia dan hokum Asing dimana kedua hokum tersebut bisa terjadi karena adanya perbedaan kewarganegaraan dari kedua belah pihak yang merupakan persoalan Hukum Perdata Internasional yaitu menentukan hokum manakah yang berlaku terhadap peristiwa hokum tersebut.(Rahmad, 2018:154).

(32)

14 Perkawinan campuran sudah masuk kepelosok Indonesia dan dikalangan masyarakat. Informasi, ekonomi dan transportasi telah menjatuhkan pandangan bahwa perkawinan campur adalah perkawinan antara orang yang tinggal diluar negara dan orang Indonesia. Jalan pertemuan yang melibatkan pasangan berbeda kewarganegaraan yang akan menikah bisa terjadi karena suatu kenalan yang melalui media social, teman kerja atau bisnis(Ramasari, 2018:52). Perkawinan campuran bisa terjadi pada orang Indonesia yang bekerja diluar negara dengan tenaga kerja dari lain negara. Dengan sering adanya perkawinan campur di Indonesia, seharusnya adanya perlindungan hokum dalam suatu perkawinan campur yang telah ditetapkan dengan baik didalam Undang-Undang yang ada di Indonesia(Hidayat, 2013:379).

Proses komunikasi yang dilakukan dalam hal perkawinan campuran adalah antar budaya yaitu terciptanya komunikasi anatar budaya barat dan budaya timur dimana setiap perbedaan budaya barat yang sangat menekankan logika dan ilmu yang cenderung aktif dan analitis. Sangat berbeda dengan wilayah timur diaman adat istiadatlah yang paling dominan walaupun pada saat ini sudah mulai pudar dan berubah. (Barus, 2011:154-155).

Ketentuan hokum perkawinan perkawinan campuran antara WNI dan WNA setelah perkawinan tersebut dilaksanakan ketentuan hokum berdasarkan negara masing-masing pihak.

(33)

15 Disebabkan karena WNA dan WNI tidak mau mengubah status kewarganegaraan masing-masing pihak. Sebagai negara yang kaya dengan sumber kekayaan alam yang banyak, urgensi peranan teknologi dalam kehidupan manusia sudah tidak dapat disangkal.

Hanya saja perkembangan teknologi tersebut di Indonesia belum sesuai dengan harapan bangsa dan negara.(Syafrinaldi, 2014: 1) c. Syarat Pelangsungan Perkawinan Campuran

Dalam perkawinan campuran harus memenuhi syarat-syarat materil yang berlaku berdasarkan hokum masing-masing pihak.

Dan perkawinan tersebut harus dicatatkan oleh pejabatyang berwenang menurut hokum masing-masing pihak. Apabila pejabat pencatat perkawinan menolak untuk memberikan surat keterangan tersebut maka para pihak bisa mengajukan permohonan ke pengadilan untuk memberikan keputusannya. Jika keputusan menyatakan penolakan tersebut tidak beralasan maka keputusan pengadilan bisa digantikan untuk surat keterangan tersebut. Untuk orang yang melakukan perkawinan beda kewarganegaraan sudah sangat lumrah di Indonesia. Untuk bisa mekangsungkan perkawinan campuran secara resmi harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan didalam Pasal 6 Undang-Undang Perkawinan, yaitu:

1. “Perkawinan harus di dasarkan persetujuan kedua calon mempelai.

(34)

16 2. Untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mendapat umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin orang tua.

3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal duina atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin di peroleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini atau salah satu seorang atau lebih diantara mereka setidaknya menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah terlebih dahulu mendengar orang- orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.

6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain”.

Seterusnya dalam pasal 7 Undang-undang Perkawinan diterangkan hal-hal berikut:

1. “Perkawinan hanya diizinkan apbila pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

Ketentuan ini diadakan untuk menjaga kesehatan suami istri dan keturunan, dank arena itu dipandang perlu diterangkan batas umur untuk perkawinan dalam Undang- undang perkawinan.

2. Dalam hal penyimpangan terdapat ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadila atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.

3. Ketentuan-ketentuan mengenai salah seorang atau kedua orang tua tersebut dalam pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-

(35)

17 undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini tidak mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6)”.

Adapun syarat-syarat untuk pemenuhan itu sangat penting yang dilakukan berdasarkan ketentuan berdasarkan hokum masing- masing agama ataupun suatu kepercayaan karena suatu perkawinan adalah suatu ibadah. Maka perkawinan tersebut sifatnya sangat suci. Perkawinan tersebut bukan hanya dilakukan menurut kententuan hokum negara, tetapi harus juga berdasarkan ketentuan hokum agama. Apabila perkawinan tersebut dilakukan hanya dengan sepihak maka perkawinan tidak dianggap sah. Perkawinan yang dilaksanakan secara agama tetapi tidak secara hokum negara sama artinya nikah siri, sehingga bisa menngakibatkan istri dan anak tidak bisa meminta haknya dimata hokum negara, begitupun perkawinan yang dilaksankan secara hokum negara tetapi bukan berdasarkan hokum agama maka perkawinan juga tidak sah.

Apabila perkawinan tersebut dilaksanakan di Indonesia maka perkawinan tersebut mengikuti peraturan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia. Dan perkawinan tersebut harus mendapatkan surat keterangan dari pejabat yang berwenang bahwa syarat-syarat telah terpenuhi. Apabila pegawai penjatat nikah tersebut menolak syarat-syarat yang telah dipenuhi maka yang

(36)

18 berkepentingan tersebut bisa mengajukan permohonan ke pengadilan. Jika keputusuan dari pejabat nikah tidak beralasan maka keputusan pengadilan bisa menggantkan keputusan tersebut.

Apabila surat keterangan tersebut telah diperoleh, maka perkawian tersebut bisa di daftarkan. Pelaksanaan perkawinan harus berdasarkan hokum masing-masing agama bagi masing- masing pihak. Untuk yang beragama Islam perkawinan dilakukan berdasarkan hokum Islam yaitu dengan melakukan akad nikah, sedangkan untuk orang yang diluar agama Islam perkawinan dilakukan menurut agamanya tersebut. Untuk melakukan akad bagi agama Islam, kedua mempelai harus beragama Islam. Apabila perkawinan tersebut dilakukan berdasarkan catatan sipil, kedua bela pihak harus melakukan perkawinan yang tunduk pada ketentuan catatan sipil tersebut dan perkawinan dapat dilakukan didepan pegawai pencatat nikah.

Apabila telah memperoleh surat keterangan dari putusan pengadilan, perkawinan tersebut tidak segera dilaksanakan dalam waktu enam bulan setelah keterangan tersebut diberikan maka keputusan pengadilan tersebut tidak mempunyai kekuatan lagi.

(37)

19 d. Perkawinan campuran menurut Hukum Perdata Internasional Didalam Hokum Perdata Internasional perkawinan campuran adalah termasuk bidang status seseorang pada hokum nasionalnya.

Artinya hak-hak yang didapatkan oleh masing-masing pihak selama perkawinan campuran tersebut berjalan ataupun sebelum berjalannya suatu perkawinan maka akan tunduk pada hokum nasionalnya masing-masing(Gautama, 1995: 13).

Berbicara dalam HPI, perkawinan campuran tertuju pada materi “vested rights” yang biasa diketahui dengan sebutan “hak personal”. Perkawinan campuran juga tergolong dalam aspek statute personal dimana statute tersebut mengikatkan seseorang pada hokum nasionalnya. Artinya bahwa setiap kewenangan bisa didapat oleh setiap pasangan sewaktu perkawinan campuran tersebut berjalan baik sebelum berjalannya perkawinan tersebut para pihak tunduk pada masing-masing hokum nasionalnya.

e. Tata cara perkawinan campuran

Perkawinan campuran harus mengikuti tata cara yang telah dijelaskan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Pasal 59 ayat 2 sampai Pasal 61 ayat 1, yaitu sebagai berikut:

1. Apabila perkawinan campuran tersebut dilaksankan di Indonesia maka harus mengikuti hokum Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan.

(38)

20 2. Perkawinan campuran tersebut harus memenuhi syarat-

syarat tertentu. Apabila telah terpenuhi baru bisa dilangsungkan pernikahan

3. Apabila perkawinan tersebut ditolak oleh pejabat perkawinan maka pengadilan memberikan keputusan tenatng surat keterangan tersebut beralasan atau tidak beralasan.

4. Apabila keputusan pengadilan menyebutkan bahwa penolakan itu tidak beralasan maka surat keputusan pengadilan tersebut bisa menjadi pengganti.

5. Surat keterangan itu berlaku hanya dalam waktu 6 bulan setelah keterangan itu dibagikan.

6. Perkawinan tersebut harus dicatat oleh pejabat pencatat perkawinan.

B. Tinjauan Umum Tentang Kewarganegaraan 1. Pengertian Kewarganegaraan

Negara merupakan suatu kelompok yang paling utama disuatu wilayah yang memiliki pemerintahan yang berwenang dalam menyelenggarakan roda pemerintahan dalam rangka untuk mencapai tujuan negara yang tercemin didalam konstitusional.(Abd Thalib, 2017). Salah satu hak yang harus dipenuhi negara untuk warga negaranya ialah kewarganegaraan. Kewarganegaraan tersebut merupakan hak bagi warga negara yang harus dilindungi oleh warga negara. Negara adalah salah satu organisasi dimana kelompok manusia yang mendiami suatu wilayah tertentu dengan adanya pengakuan pemerintahan untuk mengurus tata tertib sekelompok manusia yang ada diwilayahnya.(Abd Thalib, 2017).

(39)

21 Berdasarkan Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan menjelaskan bahwa semua iihwal yang berhubungan dengan warga negara. Hak pengakuan kewarganegaraan merupakan bentu asasi negara terhadap warga negaranya. Adanya ststus kewarganegaraan akan menimbulakan kewenangan dan keharusan yang mempunyai sifat berbalsan terhadap negaranya. Dinegara Indonesia teah memberikan perlindungan hak atas anak merupakan kewarganegaraan, maka dari itu anak mendapatkan hak untuk kewarganegaraannya dan negara mempunyai suatu tanggungan untuk melindungi anak tersebut sebagai warga negaranya dan negara juga mempunyai kewajiban untuk menjamin pendidikan dan pengamanan bagi anak-anak tersebut.

Pandangan suatu kekuasaan negara harus bisa disesuaikan dengan hak-hak dasar rakyat yang dijamin dalam suatu Undang- Undang Dasar negara. Pembatasan yang dimaksud dalam konstitusi empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara oleh seluruh komponen bangsa baik penyelenggara negara, swasta maupun masyarakat. Sehingga dalam praktek ada ruang untuk memberikan penafsiran terhadap ketentuan pasal tersebut menurut kemauan dari penyelenggaraan negara(Abd Thalib, 2017).

Kewarganegaraan seseorang bisa ditentukan berdasarkan dua asas, yaitu(Basuki, 2006:596):

(40)

22 1. Asas tempat kelahiran (ius soli), yaitu dimana asas tersebut menentukan kewarganegaraan seseorang dilihat dimana ia dilahirkan.

2. Asas keturunan (ius sanguinis), yaitu asas yang menentukan suatu kewarganegaraan dilihat dari kewarganegaraan ayahnya.

Berdasarkan UU No 62 Tahun 1958 terdapat kelemahan dalam beberapa pasal yang bersifat diskriminatif, dimana pasal tersebut tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat. Bersifat diskriminatif disini yaitu tidak terjaminnya hak asasi didalam persamaan antar warga negara, dan kurang memberikan perlindungan untuk perempuan dan anak. Selain itu dalam UU ini warga Negara yang mempunyai kewarganegaraan rangkap harus memilih satu diantara kewarganegaraan tersebut. Dengan kurang efektinya isi dari UU No 62 Tahun 1958 ini maka aturan hokum tentang kewarganegaraan Indonesia mengalami perubahan yang cukup signifikan dengan disahkannya UU No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia(Harpen, 2006:4-5).

Sejak dikeuarkannya Undang-Undang No 12 Tahun 2006 kewarganegaraan bisa ditentukan berdasarkan empat asas, yaitu:

1. Asas ius sanguinis (law of the blood), adalah kewarganegaraan yang ditentukan berdasarkan kewarganegaraan orang tua.

2. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas, adalah kewarganegaraan yang dientukan berdasarkan tempat kelahirannya.

(41)

23 3. Asas kewarganegaraan tunggal, adalah setiap warga negara

hanya boleh memiliki satu kewarganegaraan.

4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menetapkan kewarganegaraan ganda untk anak berdasarkan Undang-undang No 12 Tahun 2006. Adapun keuntungan dan kerugian dalam kewarganegaraan ganda terbatas yaitu:

Keuntungan:

a. Anak anak bebas tinggal di dua negara, untuk Warga Negara Indonesia bebas tinggal di Indonesia tanpa perlu takut di deportasi paling tidak sampai usia 21 tahun, dapat menempuh pendidikan di sekolah-sekolah negeri dan lain sebagainya;

b. Bila di negara kedua sekolah tidak membayar, dapat menikmatinya.

Kerugian:

a. Dengan memegang 2 paspor, dapat dikenakan wajib militer bila sudah berumur tertentu;

b. Ada batasan keluar masuk untuk paspor yang dikeluarkan oleh negara satunya;

c. Bila melakukan tindakan-tindakan yang merugikan baik perdata/pidana akan berlaku ketentuan-ketuan pula.

Didalam Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaaan tidak menetapkan status kewarganegaran Indonesia untuk wanita orang asing ynag menikah dengan pria orang Indonesia.

Apabila wanita tersebut ingin menjadi Warga Negara Indonesia maka wanita tersebut harus mengajukan permohonan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Demikian pula untuk wanita Warga Negara Indonesia

(42)

24 dan laki-laki Warga Negara Asing wanita tersebut bisa mempertahankan Warga Negara Indonesia. Tetapi apabila ia mengikuti kewarganegaraan sang suami maka ia harus mengajukan permohonan sesuai dengan Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Kewarganegaraan lama dan Pasal 26 Undang-Undang Kewarganegaraan baru. (Handajani, 2012:2).

Perbedaan kewarganegaraan tidak hanya terjadi dalam suami istri tetapi bisa terjadi kepada anak perkawinan campuran tersebut berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan lama status anak yang lahir dari perkawinan campuran kewarganegaraan otomatis mengikuti kewarganegaraan ayah. Apabila anak tersebut lahir dari wanita Warga Negara Indonesia dengan pria Warga Negaa Asing maka anaknya secara otomatis menjadi Warga Negara Asing. Hal tersebut bisa menjadi perbedaan warga negara ibu dan anak.(Handajani, 2012:2).

Adanya UU baru ini sangat membantu untuk anak memperoleh kewarganegaraan, karena UU tersebut telah menghilangkan semua aturan kewarganegaraan yang diskriminatif yang memperlakukan keturunan Warga Negara Asing sama seperti Warga Indonesia lainnya.

UU Ini juga memberikan kewarganegaraan ganda bagi anak yang lahir dari hasil perkawinan campuran antara WNI dan WNA yang bertujuan untuk melindungi hak-hak anak sebelum anak tersebut berusia 18 Tahun.Sebelum adanya UU baru ini anak yang lahir dari perempuan

(43)

25 WNI dan pria WNA status kewarganegaraan anak tersebut adalah WNA. Akibatnya jika orangtua lupa memperpanjang visa anaknhya atau kedua orangtuanya cerai, anak tersebut akan di deportasi ke Negara asal ayahnya.

E. Konsep Operasional

Berdasarkan paparan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah penulisan dengan judul “Tinjauan Terhadap Kedudukan Anak dalam Perkawinan Campuran di Tinjau dari Undang-Undang No 12 Tentang Kewarganegaraan (Studi Kasus Perkawinan Campuran Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Singapore di Kab.Karimun)”. Maka dari itu guna menghindari kesalahan pembaca dalam menafsirkan judul penelitian diatas, maka dengan ini penulis memberikan batasan-batasan terhadap judul tersebut, yaitu:

Tinjauan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pandangan, pendapat, atau mempelajari.

Anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keturunan dimana anak tersebut dianggap manusia yang masih kecil. Anak juga pada hakekeatnya berada pada satu masa perkembangan untuk menjadi dewasa.

Jadi kedudukan anak adalah dilihat dalam urutan kelahiran dan hubungan antara anak dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak.

(44)

26 Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang ada di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

F. Metode Penelitian

Untuk metode penelitian ini, penulis diharapkan mampu menemukan, merumuskan, menganalisis, maupun memecahkan masalah-masalah dalam suatu penelitian dan agar data-data dapat diperoleh secara lengkap, relevan dan akurat, sehingga penulis menggunakan jumlah populasinya yang kecil atau sedikit, sehingga memungkinkan penulis menggunakan populasi secara keseluruhan sebagai responden:

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian ini termasuk dalam golongan penelitian observasi (observational research), yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengamati dan mendeskripsikan gejala-gejala yang terjadi baik pada fenomena natural maupun social, yang terjadi dalam waktu tingkatan tertentu, dan tidak dapat dikendalikan oleh peneliti(Ali, 2017:27). Penulis dalam melakukan penelitian langsung terjun ke lapangan (lokasi penelitian) untuk memperoleh data dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa wawancara.

(45)

27 Sedangkan ditinjau dari sifat penelitian adalah penelitian Deskriftif analisis yakni dengan maksud memberikan gambaran secara rinci jelas dan sistematis tentang permasalahan pokok penelitian tentang Tinjauan Terhadap Kedudukan Anak Dalam Perkawinan Campuran di Tinjau Dari Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan (Studi Kasus Perkawinan Campuran Warga Negara Indonesia Dengan Warga Negara Singapore di Kabupaten Karimun).

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yaitu di Kabupaten Karimun, dengan tempat berkedudukan di Bukit Senang Kecamatan Karimun, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.

3. Data dan Sumber Data

Sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer, adalah data utama yang diperoleh oleh peneliti melalui responden atau sampel. Data ini juga bisa saja berasal dari masyarakat setempat, lembaga pemerintahan dan dari sumber lainnya.

2. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari buku-buku literature dan peraturan Undang-undang.

(46)

28 4. Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari objek yang akan diteliti mempunyai karakteristik yang sama, yang hendak diteliti berdasarkan lokasi penelitian yang telah ditentukan sebelumnya(Syafrinaldi, 2017:15). Sehubungan dengan penelitian ini populasinya sepasang suami istri di Kecamatan Karimun Kabupaten Karimun.

Adapun penentuan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode sensus, yaitu cara pengumpulan data apabila jumlah populasinya kecil atau sedikit sehingga memungkinkan peneliti menggunakan populasi secara keseluruhan sebagai responden(Syafrinaldi, 2017:18). Untuk lebih jelasanya dapat dilihat pada table dibawah ini:

(47)

29 Tabel 1.1

Populasi dan Sampel

No Kriteria Populasi Jumlah

Teknik Penentuan Responden

Sensus Sampel

1 Pasangan Suami Isteri 2 Pasang 2 Pasang -

2

Staf Kantor Pengadilan

Agama 1 orang 1 orang -

3 Staf Imigrasi 1 orang 1 orang -

4

Kantor Urusan Agama

Kec Karimun 1 orang 1 orang -

5. Alat Pengumpulan Data

1. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara penulis mengadakan tanya jawab secara langsung kepada responden.

2. Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan oleh penulis dalam rangka pengumpulan data dengan mengamati fenomena suatu mesyarakat.

(48)

30 6. Analisis Data

Yang dilaukan dengan cara deskriptif analisi, yaitu setelah data terkumpul dikelompokkan seusai dengan pokok permasalahan yang dirumuskan kemudian dihubungkan dengan data yang satu dengan data yang lainnya dengan menggunakan dalil logika, norma-norma hokum, asas-asas hokum serta teori-teori dan terakhir dianlisa.

7. Metode Penarikan Kesimpulan

Metode penarikan kesimpulan yang digunakan adalah metode deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal umum ke khusus.

(49)

31 BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan Campuran

Perkawinan adalah suatu peristiwa yang sangat penting dikehidupan manusia, karena dalam perkawinan tidak hanya menyangkut pribadi pasangan kedua calon suami isteri, akan tetapi juga menyangkut dengan urusan keluarga dan masyaarakat. Seseorang pria maupun seorang wanita yang telah berusia tertentu maka dia tidak akan lepas dengan permasalahan tersebut. pada dasarnya juga bisa diibaratkan sebagai sesuatu yang sangat suci dan setiap- setiap agama itu selalu mengaitkan kaedah perkawinan dengan kaedah agama.

Hidup berdampingan bagi seorang laki-laki dan seorang wanita suatu pasangan suami dan istri yang telah memenuhi suatu syarat dan ketentuan hokum yang berlaku, hal ini biasa disebut dengan suatu perkawinan.

Perkawinan tersebut pada dasarnya yaitu suatu hubungan ikatan batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk suatu keluarga yang kekal dan bahagia. Di Indonesia sendiri yang sebagai Negara yang berdasarkan pancasila, yaitu sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, oleh karena itu perkawinan mempunyai hubungan erat sekali antara agama/kerohanian.

(50)

32 Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan mengatur tentang perkawinan ialah:

“ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa”.

Perkawinan itu sendiri merupakan tergolong privat atau persoalan pribadi setiap orang, dimana perkawinan itu bisa dilakukan ataupun tidak karena itu bukan merupakan suatu kewajiban. Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi banyak ditemukan orang melakukan perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing.

Perkawinan campuran berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Pasal 57 ialah “perkawinan antara orang-orang yang ada di Indonesia tunduk pada hokum yang berlainan”. Hokum yang berlainan disini ialah bisa terjadi karena adanya perbedaan kewarganegaraan. Perkawinan campuran didalam Undang-Undang cuma dijelaskan tentang perbedaan kewarganegaraan yang mana salah satu pihak nya harus bekewarganegaraan Indonesia.

Sebelum adanya Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan campuran diatur dalam GHR. Dimana Pasal 2 Jo 6 GHR yang artinya adalah perkawinan tersebut harus mengikuti hokum calon suami. Berdasarkan reglemen perkawinan campuran dianggap sah apabila perkawinan tersebut dilakukan berdasarkan hokum dari suami.

(51)

33 Keterbukaan aktifitas di Indonesia dalam lingkungan internasionalnya memberikan dampak terhadap manusia dalam bidang kekeluargaan, khususnya dalam bidang perkawinan. Kehidupan manusia sangatlah luas dimana manusia tidak membeda-bedakan dengan manusia lainnya sehingga mudah untuk manusia melakukan perkawinan dengan beda kewarganegaraan.

Manusia dipertemukan dalam persatuan dan semangat kebangsaan dalam suatu forum dari berbagai daerah dan meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi serta kepentingan daerah untuk kebijakan nasional.(Abd Thalib, 2017).

Sekarang orang lebih mengenal dengan istilah perkawinan campuran seperti perkawinan campuran antar golongan, tempat, bangsa, dan agama.

Perkawinan campuran berbeda dengan perkawinan Internasional dimana perkawinan Internasional merupakan perkawinan yang mempunyai unsur asing. Unsur asing tersebut ialah dimana salah satu pihak berkewarganegaraan asing menikah dengan pihak yang bekewarganegaraan lain ataupun kedua calon mempelai mempunyai kewarganegaraan yang sama tetapi pernikahannya dilakukan dinegara lain.

Perkawinan campuran juga merupakan perkawinan yang saling melibatkan antara individu yang melangsungkan perkawinan ataupun pihak keluarga masing-masing individu.Perkawinan seperti ini sudah banyak terjadi di beberapa Negara baik itu Negara maju maupun di Negara yang berkembang yang diakibatkan oleh pekerja asing yang datang atau mendiami suatu Negara.Di Indonesia sendiri sering kali dijumpai pasangan yang melakukan

(52)

34 perkawinan yang berbeda Negara dan juga tersebar diberbagai kota-kota yang ada di Indonesia. Salah satu alasan orang asing menikahi warga local (Warga Negara Indonesia) yaitu orang asing tersebut merasa dirugikan dalam lingkungan tersebut sehingga orang asing tersebut membutuhkan bantuan orang lain ataupun keluarga, dengan menikahi warga local orang asing tersebut merasa terbantu baik langsung maupun tidak langsung untuk dapat menyesuaikan dengan lingkungan tempat tinggalnya.

Didalam sejarah sudah dijelaskan pada awalnya perkawinan campuran sudah ada sejak lama sebelum Indonesia merdeka. Contohnya seperti pedagang arab yang berusaha untuk mengajarkan syariat agama islam yang ada pada daerah-daerah pesisir yang ada di Sumatra ataupun yang ada di Jawa untuk memilih bertempat tinggal di daerah-daerah tertentu dengan melakukan perkawinan campuran dengan penduduk local untuk menyesuaikan gaya hidup masyarakat tersebut. Pada waktu itu para pendatang-pendatang itu berusaha untuk menyesuaikan kehidupannya dengan masyarakat tersebut supaya dapat tercapainya tujuan mereka yaitu untuk menyebarkan ajaran syariat agama islam.

Suatu perkawinan membutuhkan lembaga yang penting untuk manusia bangsa dan negara. Suatu negara seharusnya memberikan perlindungan untuk suatu perkawinan tersebut. Dimana didalam Undang-Undang Perkawinan berlaku bagi seluruh Warga Negara Indonesia, yang saat ini Warga Negara Indonesia banyak melakukan perkawinan campuran dengan Warga Negara

(53)

35 Asing dan hal tersebut sudah berjalan dengan seiringnya era globalisasi dan semakin cepat pula arus informasi yang masuk dan keluar di Indonesia.

Perempuan Warga Negara Indonesia merupakan orang yang bermayoritas melakukan perkawinan campur akan tetapi hokum yang berlaku di Indonesia yang bersangkutan pada hokum perkawinan campuran tidak menjurus kepada wanita. Salah satunya telah dibahas didalam Undang- Undang No 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan dimana telah menetapkan perempuan sebagai pihak yang harus kehilangan kewarganegaraannya akibat kawin campur dan akan kehilangan hak atas kewarganegaraannya pada keturunannya, dijelaskan dalam pasal 8 ayat 1 UU No 62 Tahun 1958 yang berbunyi:

“seorang perempuan Warga Negara Indonesi yang kawin dengan seorang Warga Negara Asing kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesianya, apabila dan pada waktu ia dalam 1 tahun setelah perkawinannya berlangsung menyatakan keterangan untuk itu, kecuali apabila ia dengan kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia itu menjadi tanpa kewarganegaraan”.

Kondisi hokum perkawinan Indonesia berbagai macam bentuknya.

Adanya perbedaan penduduk sangat menentukan hokum perkawinan berbeda kewarganegaraan. Hal tersebut pun memunculkan suatu akibat hokum antar golongan dalam hal perkawinan, yaitu ketentuan hokum dimana yang dilaksankan dalam suatu perkawinan yang dilakukan antara duan orang yang berbeda kewarganegaraan. Untuk memaparkan akibat dari perkawinan tersebut pemerintah Hinda Belanda membuat suatu ketentuan mengenai

(54)

36 perkawinan campuran yaitu “Regelling op de Gemende Huwelijiken”.

Berdasarkan Pasal 1 GHR Perkawinan Campuran adalah

“perkawinan antara orang-orang yang ada di Indonesia tunduk pada hokum yang berlainan”.

Berdasarkan Pasal 2 GHR menjelaskan mengenai status seorang perempuan didalam perkawinan campuran, selama perkawinan itu masih berlanjut seorang istri patuh kepada hokum dari suaminya baik hokum public maupun hokum sipil.

Didalam Pasal 57 Undang-Undang Perkawinan sudah dijelaskan bahwa:

“perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hokum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.

Didalam Undang-Undang Perkawinan sudah dijelaskan mengenai peraturan perkawinan beda warga negara, dan didalam kehidupan pun sudah banyak orang yang melakukan perkawinan campur antara Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing.(Darussalam, 2006:69).

Berlakunya Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, ketentuan-ketentuan dalam GHR tidak berlaku. Didalam pasal 57 Undang- Undang No 1 Tahun 1974 telah menentukan berlainan kewaganegaraan dan atau tunduk pada hokum yang berlainan.(Badjeber, 1985:80).

(55)

37 Didalam buku Purnadi Pubacaraka dan Agus Brotosusilo menjelaskan bahwa perkawinan Internasional merupakan perkawinan dilakukan yang menganut unsur asing didalamnya. Dan undur asing tersebut bisa dilihat dari salah satu mempelai berbeda kewarganegaraan dari mempelai lainnya ataupun bisa juga kedua pihak satu warga negara tetapi menikah di negara lainnya.

(Purbacaraka, 1997:36).

Adapun perbedaan hokum yang ada saat ini telah menimbulkan beberapa macam perkawinan campuran, yaitu(Tutik, 2006:242):

1. Perkawinan campuran yang terjadi karena antar golongan yaitu perkawinan yang dilakukan oleh orang yang sama kewarganegaraan ataupun orang yang berbeda kewarganegaraan.

2. Perkawinan yang dilakukan antar tempat yaitu orang yang melakkan perawinan sesama Warga Negara Indonesia asli.

3. Perkawinan yang dilakukan beda agama yaitu perkawinan yang dilakukan oleh orang yang tunduk pada keyakinan yang berbeda.

Adapun yang berkaitan dengan status istri didalam perkawinan campuran, terdapat asas, yaitu(Tutik, 2006:244):

1. Asas mengikuti yaitu asas yang mengikuti status suami, baik itu selama pernikahan dilaksanakan baik setelah perkawinan itu berjalan.

2. Asas persamarataan yaitu masing-masing suami atau istri bebas untuk menentukan kewarganegaraan, perkawinan sama sekali tidak memengaruhi sebuah kewarganegaraan seseorang.

Perkawinan campuran merupakan perkawinan yang dilakukan oleh orang yang ada di Indonesia yang tunduk pada hokum yang berlainan karena adanya perbedaan kewarganegaraan dimana salah satu pihak

(56)

38 berkewargaegaraan Indonesia. Perkawinan campuran juga dijelaskan dalam Pasal 57 dampai dengan Pasal 62. Berdasarkan pada rumusan Pasal tersebut unsur-unsur perawinan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan

Perkawinan yang bersifat monogami.

b. Berada di Indonesia tunduk pada humum yang berlainan

Bahwa perkawinan campuran yang berbeda kewarganegaraan, buka perbedaan agama, golongan dan suku bangsa.

c. Berbedanya kewarganegaraan

Unsur ini menjelaskan bahwa salah satu pihak yang melakukan perkawinan adalah Warga Negara Asing

d. Salah satu pihak merupakan bekewarganegaraan Indonesia

Unsur ini menjelaskan bahwa yang melakukan perkawinan campuran salah satu pihak harus berkewarganegaraan Indonesia.

Didalam Pasal 58 Undang-Undang Perkawinan orang yang melakukan perkawinan campuran yang berbeda kewarganegaraan bisa memperoleh kewarganegaraan dari pasangannya serta bisa pula kehilangan kewarganegaraannya berdasarkan yang telah di tentukan didalam Undang- Undang.

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya perkawinan campuran yaitu contohnya seperti pariwisata yang dilakukan oleh orang asing yang mengharuskan orang local bertemu dengan orang asing tersebut dengan berbagai macam bentuk tingkat pertemuan. Dari faktor pariwisata sendiri juga

(57)

39 bisa menimbulkan berbagai macam orang asing yang datang ke daerah atau kota tersebut sehingga akan muncul berbagai macam pasangan dalam Perkawinan campuran yang berbeda ras dan selama itu masih berbeda kewarganegaraan. Oleh sebab itu perkawinan juga merupakan salah satu peristiwa yang melibatkan adanya suatu perbuatan hokum yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam melakukan suatu perikatan, apalagi perkawinan tersebut terdapat unsur perbedaan kewarganegaraan. Karena adanya perbedaan kewarganegaraan sudah seharusnya dalam melakukan suatu perikatan harus memperhatikan beberapa syarat yang harus dipenuhi dan tidak melanggar asas kebebasan berkontrak(Seto, 2001).

Selanjutnya, didalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan sudah dijelaskan tentang aturan perkawinan campuran beda kewaraganegaraan yaitu bagi Warga Negara Indonesia untuk mengikuti yang ada dalam Pasal 57-62 Undang-Undang tersebut. Supaya perkawinan tersebut dapat dilangsungkan didalam Pasal 60 dijelaskan:

1. Perkawinan campuran harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yang telah ditentukan masing-masing hokum negaranya dan harus dipenuhi oleh masing-masing pihak.

2. Perkawinan campur apabalia syarat-syarat terpenuhi maka harus menemui pejabat berwenang pencatat perkawinan dan memberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat telah terpenuhi.

Sayarat-syarat perkawinan campuran yang harus dipenuhi secara materil harus menemui pejabat yang berwenang supaya memberikan surat keterangan untuk masing-masing pihak berdasarkan hokum negara masing- masing pihak. Apabila pegawai pencatat nikah menolak untuk memberikan

(58)

40 surat keterangan tersebut maka bisa mengajukan permohonan ke pengadilan.

Jika putusan pengadilan itu menyatakan bahwa surat penolkan tersebut tdak beralasan maka suart keterangan bisa digantikan dengan keputusan pengadilan tersebut. Perkawinan campuran sudah menjadi hal biasa di Indonesai bahwa orang Indonesia yang menikah dengan orang Asing. Berikut syarat-syarat yang dapat dibuat untuk melaksanakan perkawinan secarah sah sudah disebutkan dalam Pasal 6 Undang-Undang Perkawinan yaitu:

1. Melakukan perkawinan harus ada persetjuan masing-masing pihak.

2. Untuk anak yang belum berusia 21 Tahun untuk melaksanakan perawinan harus ada persetujuan orangtua.

3. Apabila salah satu orang tua meninggal dunia maka izin bisa didapatkan dari orangtua yang masih hidup.

4. Wali yang memiliki hubungan darah bisa memberikan izin apabila orang tua telah meninggal dunia.

5. Apabila dalam ayat (2), (3), dan (4) tidak mau menyatakan pendapatnya tau tidak memberikan izin maka pengadilan bisa memberikan izin.

6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) berlaku selama hokum masing-masing agama atau kepercayaannya tidak menetukan berbeda.

Seterusnya pasal 7 Undang-undang Perkawinan ditegaskan hal-hal berikut:

1. Perkawinan bisa dilakukan untuk pria yang telah berumur 19 Tahun dan wanita 16 Tahun.

2. Apabila masing-masing pihak belum cukup umur untuk melakukan perkawinan maka bisa meminta dispensasi pada pengadilan.

(59)

41 3. Apabila dalam perkawinan orangtua telah meninggal dunia atau tidak bisa menyampaikan pendapat, maka bisa meminta dispensasi kepada penadilan.

Selain syarat-syarat diatas, syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi Warga Negara Indonesia yang akan melakukan perkawinan campuran karena perbedaan kewarganegaraan diantaranya harus memerlukan surat keterangan perkawinan yang dikeluarkan oleh kedutaan besar Negara yang bersangkutan, passport, dan juga pernyataan sumpah supaya dapat diterbitkannya akta nikah.

Maka dari itu perkembangan hokum perdata Indonesia dalam soal perkawinan sudah dijelaskan dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan memberikan kepastian hokum bagi Warga Negaranya.

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan bahwa perkawinan dianggap sah apabila dilakukan berdasarkan agama dan kayakinan. Pasal tersebut hanya bisa digunakan untuk orang yang melakukan perkawinan sesama orang yang berkewarganegaraan Indonesia dan tidak digunakan untuk orang yangmelkaukan perkawinan campuran. Oleh sebab itu perkawinan yang dilakukan diluar negeri tidak dapat dilaksanakan berdasarkan hokum agama, dimana didalam Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan negara dapat menjalankan prosedur yang disebut “lex fori”.

Adapun konsekuensi yang harus diterima apabila menikah dengan seseorang Warga Negara Asing. Salah satunya yaitu masalah tentang status

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan macam substrat memberikan pengaruh terhadap variabel tinggi tanaman, jumlah daun, kadar klorofil, diameter batang, jumlah ketiak

Metode EOQ ini nantinya dapat membantu Perusahaan Mie Tenaga Muda untuk mengetahui berapa jumlah kebutuhan bahan baku yang optimal untuk dipesan, kapan harus

Setidaknya ada lima ciri utama positivisme hukum dalam pandangan Hart secara aksiologis. Pertama, adanya tesis separasi, yaitu perlu dibedakan antara bagaimana hukum seharusnya

(1) Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menjual, menyediakan, mengedarkan, memberikan dan/ atau menyarankan penggunaan susu formula bayi dan/atau produk

Dalam penelitian yang dilakukan Amiriel & Yuwono (2007) mengenai konflik kerja-keluarga dengan kepuasan kerja pada karyawati berperan jenis androgini, didapati bahwa

Dapat ditarik kesimpulan responden menyatakan setuju mengenai pangsa pasar wallpaper sticker pada toko Vgy wallpaper jl.Rajawali Sukajadi Pekanbaru karena keinginan dan

Berdasarakan penelitian pendahuluan Restoran Cepny Curry House ini sudah menerapkan elemen dari bauran pemasaran tersebut namun yang lebih berpengaruh terhadap minat

Kemudian pengenyampingan aturan adatnya juga terlihat ketika adat menyatkan anak laki-lakilah yang memiliki kewajiban untuk memegang harta peninggal orang tua namun