• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Perkawinan Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974

Perjanjian perkawinan umumnya jarang terjadi di Indonesia asli. Perjanjian biasanya dicantumkan secara kontrak berdasarkan Undang-Undang bagi setiap pihak yang melakukan perjanjian.

Apabila salah satu pihak melanggar perjanjian tersebut akan mendapatkan akibat hokum sesuai dengan aturan yang berlaku.

(Rahdiansyah, 2018). Perjanjian-perjanjian ataupun kontrak-kontrak yang dibuat oleh parak pihak dalam dunia keperdataanmaupun dalam bidang perdagangan . tidak selamanya berjalan dengan baik sebagaimana yang diharapkan oleh masing-masing pihak pada saat perikatan itu disepakati pada awalnya(A.

Thalib, 2005:3).

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

11 perkawinan yang sebagai mana dinyatakan dalam pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 perlu dipahami benar-benar oleh masyarakat. Oleh karena itu, ia merupakan landasan pokok dari aturan hukum perkawinan lebih lanjut, baik yang terdapat dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 maupun dalam peraturan lainnya yang mengatur tentang perkawinan(Hadikusuma, 2007:6).

Dari definisi yang terdapat pada penjelasan perkawinan yang dapat kita pahami, bahwa sungguh dalam makna perkawinan yang diberikan oleh Undang-Undang perkawinan tersebut. disini paling tidak terdapat mengandung tida nilai yaitu(A. Thalib, 2008: 25):

1. Nilai religi, seperti pada kata-kata berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Nilai sacral seperti pada kata-kata ikatan lahir batin.

3. Nilai magis, seperti yang terdapat pada kata-kata membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 pada dasarnya telah mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pancasila dan UUD 1945, serta menampung segala kenyataan yang hidup dalam masyrakat dan didalamnya berisikan poin-poin dan ketetapan Hukum Agamanya dan Kepercayaan yang berhubungan. Asas-asas dan prinsip tersebut adalah sebagai berikut(Ahmadi, 2008:373):

1. Target perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal. Dimana setiap pasangan suami dan istri akan saling membutuhkan untuk melengkapi kehidupannya.

12 2. Setiap perkawinan dikatakan sah yang dilaksanakan berdasarkan hokum agama dan kepercayaan masing-masing, serta perkawinan tersebut harus dicatat berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku.

3. Perkawinan yang menganut asas monogamy yang dilakukan sesuai dengan kehendak orang yang bersangkutan.

4. Calon suami dan istri harus siap lahir dan batin untuk mewujudkan suatu perkawinan yang baik.

5. Perceraian pada dasarnya dilarang dan harus mempunyai alasan tertentu dan perceraian harus dilaksanakan didepan pengadilan.

6. Hak dan kedudukan bagi suami dan istri harus sama, baik dalam keluarga maupun masyarakat.

Suatu perkawinan mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia dikarenakan(Rampay, 2015:2):

1. Untuk menghalalkan hubungan ataupun pergaulan hidup manusia harus melakukan perkawinan sah sebagai suami istri, hal tersebut sesuai dengan kehidupan manusia yang memiliki derajat dan kehormatan.

2. Dalam perkawinan kita diberikan amanah oleh tuhan untuk anak-anak yang dilahirkan. Anak tersebut harus dijaga dan dirawat demi kelangsungan hidupnya.

3. Dalam perkawinan akan membentuk suatu rumah tangga yang damai dan tentram yang akan menciptakan kehidupan bermasyarakat yang tertib dan teratur.

4. Perkawinan merupakan salah satu perintah agama yang harus dilaksanakan untuk yang mampu dan merupakan suatu ibadah, perkawinan tersebut juga dapat menjauhkan kita dari perbuatan zina.

b. Pengertian Perkawinan Campuran

Menurut pasal 57 Undang-undang perkawinan, yang dimaksud perkawinan campuran adalah:

13

“perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.

Perkawinan campuran dapat dilakukan diluar Indonesia atau luar negeri dan bisa pula dilaksanakan diwilayah Indonesia.

Apabila perkawinan tersebut dilakukan diluar Indonesia maka perkawinan tersebut sah bila mana perkawinan tersebut dilakukan bukan berdasarkan hokum yang berlaku di mana perkawinan tersebut dilaksanakan dan bagi Warga Negara Indonesia tetap mengikuti berdasarkan Undang-Undang Pokok Perkawinan.

Perkawinan campuran yang dilakukan antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing merupakan salah satu contoh dari perkembangan zaman dimana sangat banyaknya para wisatawan yang datang ke Indonesia. Perkawinan campuran tersebut tidak hanya permasalahan dan akibat hokum yang masih bersifat keperdataan, tetapi juga hokum public yaitu dibidang kewarganegaraan. Dalam perkawinan campuran terdapat dua hokum yang berlaku yaitu hokum Indonesia dan hokum Asing dimana kedua hokum tersebut bisa terjadi karena adanya perbedaan kewarganegaraan dari kedua belah pihak yang merupakan persoalan Hukum Perdata Internasional yaitu menentukan hokum manakah yang berlaku terhadap peristiwa hokum tersebut.(Rahmad, 2018:154).

14 Perkawinan campuran sudah masuk kepelosok Indonesia dan dikalangan masyarakat. Informasi, ekonomi dan transportasi telah menjatuhkan pandangan bahwa perkawinan campur adalah perkawinan antara orang yang tinggal diluar negara dan orang Indonesia. Jalan pertemuan yang melibatkan pasangan berbeda kewarganegaraan yang akan menikah bisa terjadi karena suatu kenalan yang melalui media social, teman kerja atau bisnis(Ramasari, 2018:52). Perkawinan campuran bisa terjadi pada orang Indonesia yang bekerja diluar negara dengan tenaga kerja dari lain negara. Dengan sering adanya perkawinan campur di Indonesia, seharusnya adanya perlindungan hokum dalam suatu perkawinan campur yang telah ditetapkan dengan baik didalam Undang-Undang yang ada di Indonesia(Hidayat, 2013:379).

Proses komunikasi yang dilakukan dalam hal perkawinan campuran adalah antar budaya yaitu terciptanya komunikasi anatar budaya barat dan budaya timur dimana setiap perbedaan budaya barat yang sangat menekankan logika dan ilmu yang cenderung aktif dan analitis. Sangat berbeda dengan wilayah timur diaman adat istiadatlah yang paling dominan walaupun pada saat ini sudah mulai pudar dan berubah. (Barus, 2011:154-155).

Ketentuan hokum perkawinan perkawinan campuran antara WNI dan WNA setelah perkawinan tersebut dilaksanakan ketentuan hokum berdasarkan negara masing-masing pihak.

15 Disebabkan karena WNA dan WNI tidak mau mengubah status kewarganegaraan masing-masing pihak. Sebagai negara yang kaya dengan sumber kekayaan alam yang banyak, urgensi peranan teknologi dalam kehidupan manusia sudah tidak dapat disangkal.

Hanya saja perkembangan teknologi tersebut di Indonesia belum sesuai dengan harapan bangsa dan negara.(Syafrinaldi, 2014: 1) c. Syarat Pelangsungan Perkawinan Campuran

Dalam perkawinan campuran harus memenuhi syarat-syarat materil yang berlaku berdasarkan hokum masing-masing pihak.

Dan perkawinan tersebut harus dicatatkan oleh pejabatyang berwenang menurut hokum masing-masing pihak. Apabila pejabat pencatat perkawinan menolak untuk memberikan surat keterangan tersebut maka para pihak bisa mengajukan permohonan ke pengadilan untuk memberikan keputusannya. Jika keputusan menyatakan penolakan tersebut tidak beralasan maka keputusan pengadilan bisa digantikan untuk surat keterangan tersebut. Untuk orang yang melakukan perkawinan beda kewarganegaraan sudah sangat lumrah di Indonesia. Untuk bisa mekangsungkan perkawinan campuran secara resmi harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan didalam Pasal 6 Undang-Undang Perkawinan, yaitu:

1. “Perkawinan harus di dasarkan persetujuan kedua calon mempelai.

16 2. Untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mendapat umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin orang tua.

3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal duina atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin di peroleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini atau salah satu seorang atau lebih diantara mereka setidaknya menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah terlebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.

6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain”.

Seterusnya dalam pasal 7 Undang-undang Perkawinan diterangkan hal-hal berikut:

1. “Perkawinan hanya diizinkan apbila pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

Ketentuan ini diadakan untuk menjaga kesehatan suami istri dan keturunan, dank arena itu dipandang perlu diterangkan batas umur untuk perkawinan dalam Undang-undang perkawinan.

2. Dalam hal penyimpangan terdapat ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadila atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.

3. Ketentuan-ketentuan mengenai salah seorang atau kedua orang tua tersebut dalam pasal 6 ayat (3) dan (4)

Undang-17 undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini tidak mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6)”.

Adapun syarat-syarat untuk pemenuhan itu sangat penting yang dilakukan berdasarkan ketentuan berdasarkan hokum masing-masing agama ataupun suatu kepercayaan karena suatu perkawinan adalah suatu ibadah. Maka perkawinan tersebut sifatnya sangat suci. Perkawinan tersebut bukan hanya dilakukan menurut kententuan hokum negara, tetapi harus juga berdasarkan ketentuan hokum agama. Apabila perkawinan tersebut dilakukan hanya dengan sepihak maka perkawinan tidak dianggap sah. Perkawinan yang dilaksanakan secara agama tetapi tidak secara hokum negara sama artinya nikah siri, sehingga bisa menngakibatkan istri dan anak tidak bisa meminta haknya dimata hokum negara, begitupun perkawinan yang dilaksankan secara hokum negara tetapi bukan berdasarkan hokum agama maka perkawinan juga tidak sah.

Apabila perkawinan tersebut dilaksanakan di Indonesia maka perkawinan tersebut mengikuti peraturan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia. Dan perkawinan tersebut harus mendapatkan surat keterangan dari pejabat yang berwenang bahwa syarat-syarat telah terpenuhi. Apabila pegawai penjatat nikah tersebut menolak syarat-syarat yang telah dipenuhi maka yang

18 berkepentingan tersebut bisa mengajukan permohonan ke pengadilan. Jika keputusuan dari pejabat nikah tidak beralasan maka keputusan pengadilan bisa menggantkan keputusan tersebut.

Apabila surat keterangan tersebut telah diperoleh, maka perkawian tersebut bisa di daftarkan. Pelaksanaan perkawinan harus berdasarkan hokum masing agama bagi masing-masing pihak. Untuk yang beragama Islam perkawinan dilakukan berdasarkan hokum Islam yaitu dengan melakukan akad nikah, sedangkan untuk orang yang diluar agama Islam perkawinan dilakukan menurut agamanya tersebut. Untuk melakukan akad bagi agama Islam, kedua mempelai harus beragama Islam. Apabila perkawinan tersebut dilakukan berdasarkan catatan sipil, kedua bela pihak harus melakukan perkawinan yang tunduk pada ketentuan catatan sipil tersebut dan perkawinan dapat dilakukan didepan pegawai pencatat nikah.

Apabila telah memperoleh surat keterangan dari putusan pengadilan, perkawinan tersebut tidak segera dilaksanakan dalam waktu enam bulan setelah keterangan tersebut diberikan maka keputusan pengadilan tersebut tidak mempunyai kekuatan lagi.

19 d. Perkawinan campuran menurut Hukum Perdata Internasional Didalam Hokum Perdata Internasional perkawinan campuran adalah termasuk bidang status seseorang pada hokum nasionalnya.

Artinya hak-hak yang didapatkan oleh masing-masing pihak selama perkawinan campuran tersebut berjalan ataupun sebelum berjalannya suatu perkawinan maka akan tunduk pada hokum nasionalnya masing-masing(Gautama, 1995: 13).

Berbicara dalam HPI, perkawinan campuran tertuju pada materi “vested rights” yang biasa diketahui dengan sebutan “hak personal”. Perkawinan campuran juga tergolong dalam aspek statute personal dimana statute tersebut mengikatkan seseorang pada hokum nasionalnya. Artinya bahwa setiap kewenangan bisa didapat oleh setiap pasangan sewaktu perkawinan campuran tersebut berjalan baik sebelum berjalannya perkawinan tersebut para pihak tunduk pada masing-masing hokum nasionalnya.

e. Tata cara perkawinan campuran

Perkawinan campuran harus mengikuti tata cara yang telah dijelaskan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Pasal 59 ayat 2 sampai Pasal 61 ayat 1, yaitu sebagai berikut:

1. Apabila perkawinan campuran tersebut dilaksankan di Indonesia maka harus mengikuti hokum Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan.

20 2. Perkawinan campuran tersebut harus memenuhi

syarat-syarat tertentu. Apabila telah terpenuhi baru bisa dilangsungkan pernikahan

3. Apabila perkawinan tersebut ditolak oleh pejabat perkawinan maka pengadilan memberikan keputusan tenatng surat keterangan tersebut beralasan atau tidak beralasan.

4. Apabila keputusan pengadilan menyebutkan bahwa penolakan itu tidak beralasan maka surat keputusan pengadilan tersebut bisa menjadi pengganti.

5. Surat keterangan itu berlaku hanya dalam waktu 6 bulan setelah keterangan itu dibagikan.

6. Perkawinan tersebut harus dicatat oleh pejabat pencatat perkawinan.

B. Tinjauan Umum Tentang Kewarganegaraan