• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Bagi Anak Hasil Perkawinan Campuran (Kewarganegaraan Ganda) Apabila Terjadi Perceraian Kedua Orang

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Perlindungan Hukum Bagi Anak Hasil Perkawinan Campuran (Kewarganegaraan Ganda) Apabila Terjadi Perceraian Kedua Orang

Tua Setelah Berlakunya Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia

Perubahan Undang Nomor 62 Tahun 1958 menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 membawa damapak tersendiri terhadap Negara Indonesia. Karena perubahan ini sendiri tentu akan membawa dampak

81 positif maupun negative bagi setiap Warga Negara Indonesa yang melakukakan perkawinan dengan Warga Negara Asing. Untuk menghindari adanya hal-hal yang terjadi setelah perubahan Undang-Undang ini, maka setiap warga negara harus mengetahui dan memahami isi dalam Undang-Undang tersebut.apabila setiap warga tidak memahami dan mengetahui Undang-Undang tersebut akan membawa dampak tersendiri, terutama pada hubungan antara Indonesia dengan Negara lain.

Perceraian yaitu putusnya suatu perkawinan yang sah didepan hakim pengadilan yang berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 39 ayat 1 menyatakan bahwa “perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha mendamaikan kedua belah pihak”. Perceraian dalam perkawinan campuran umumnya mempermasalahkan kewarganegaraan anak yang akan dimiliki anak tersebut.

Seperti halnya pada perkawinan yang dilakukan sesama Warga Negara Indonesia, perkawinan campuran yang dilaksanakan antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing juga dapat putus yang dikarenakan hal-hal sebagai berikut, yaitu:

a. Kematian

Kematian adalah salah satu pihak yang terikat dalam perkawinan akan mengakibatkan putusnya perkawinan. Dalam masalah kematian suami atau isteri yang terlibat dalam perkawinan campuran terdapat terdapat prinsip hokum perdata Indonesia yang

82 mungkin dapat timbul yaitu adanya renvoi atau penunjukan kembali.

b. Perceraian

Bagi perceraian yang menyangkut masalah Hukum Perdata Internasional ada beberapa masalah yang dapat dibagi menjadi:

1. Perceraian dari Warga Negara Indonesia diluar Negeri;

2. Perceraian orang asing di Indonesia;

3. Persoalan Jurisdiksi dalam Perkara-perkara perceraian;

4. Pengakuan Terhadap keputusan-keputusn cerai dari luar negeri.

Perceraian antara kedua orang tua yang berbeda kewarganegaraan ini di Indonesia untuk yang beragama islam diputus oleh Pengadilan Agama dan tetap akan menggunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan PP No 9 Tahun 1975 dan ditambah dengan Kompilasi Hukum Islam untuk mengajukan ke Pengadilan Agama sebagai pedoman untuk memutuskan hak asuh bagi anak. Hal ini disebabkan karena hak asus anak yang diminta adalah putusnya suatu perkawinan yang melakukan perkawinan campuran sesuai dengan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Pasal 57 tentang perkawinan campuran.

Oleh karena itu, ketentuan baik masalah perceraian maupun hak asuh (pemeliharaan anak) tunduk pada Pasal 41, Pasal 45, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-Undang No 1 Tahun 1974.

Untuk lebih jelasnya lagi penulis melakukan wawancara dengan pasangan yang satu yaitu apabila ibu dan bapak bercerai apakah anak tersebut mendapatkan perlindungan hukum, dan jawaban yang diberikan oleh pasangan tersebut:

83

“Pasangan ini menikah di Indonesia dan mengikuti hukum yang berlaku di Indonesia, walaupun suaminya masih bekewarganegaraan Singapore. Maka untuk anak yang lahir dari perkawinan ini anak tersebut akan mendapatkan perlindungan hokum dari negara Indonesia. Perlindungan hokum yang didapat anak tersebut berupa kewarganegaraan.Dimana awalnya Indonesia ini menganut prinsip kewarganegaraan tunggal maka anak nya hanya mempunyai satu kewarganegaraan yaitu kewarganegaraan yang mengikuti kewarganegaraan ayahnya.Tetapi seiring berjalannya waktu Indonesia mempunyai peraturan baru mengenai kewarganegaraan maka kami mengurus supaya anak memiliki dua kewarganegaraan.(Hasil wawancara dengan pasangan yang melakukan perkawinan campuran antara Wanita WNI dan Pria Warga Negara Singapore Melayu, 10 Juli 2019)”

Dari jawaban narasumber diatas bahwasannya Pasangan ini menikah di Indonesia dan mengikuti hukum yang berlaku di Indonesia, walaupun suaminya masih bekewarganegaraan Singapore.

Menurut Undang-Undang No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan (sebagai pengganti Undang-Undang No 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan)

1. Pengaturan mengenai Anak Hasil Perkawinan Campuran Undang-Undang kewarganegaraan yang baru menganut asas kewarganegaraan umum atau universal. Adapun asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang ini ialah sebagai berikut:

a. Asas ius sanguinis adalah asas yang menetukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan Negara tempat kelahiran.

b. Asas ius soli secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan Negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

c. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.

84 d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menetukan satu kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

2. Kewarganegaraan Ganda Pada Anak Hasil Perkawinan Campuran Berdasarkan Undang-Undang No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan ini anak yang lahir dari perkawinan seorang warga Negara Indonesia dengan Pria Warga Negara Asing, maupun anak yng lahir dari Perkawinan seorang Wanita Warga Negara Asing dengan Pria Warga Negara Indonesia, sama-sama diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Anak tersebut akan bekewarganegaraan ganda, dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya (Pasal 6 Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan).

Berdasarkan hasil wawancara penulis kepada salah satu pasangan yang lain yaitu apabila ibu dan bapak bercerai apakah nak tersebut mendapatkan perlindungan hukum, dan jawaban yang diberikan oleh pasangan tersebut:

“Mereka hanya melakukan perkawinan campuran dan nikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan Pagaden Kota Subang Jawa Barat.Setelah menikah mereka tinggal di Singapore dan mempunyai anak tetapi anak tersebut bekewarganegaraan Singapore.Anak tersebut hanya memiliki satu kewarganegaraan karena orang tuanya tidak mengurus kewarganegaraan anak menjadi kewarganegaraan ganda.Jadi anaknya tersebut tidak mendapatkan perlindungan hukum dari negara Indonesia.(Hasil wawancara dengan pasangan yang melakukan perkawinan campuran antara Wanita WNI dan Pria Warga Negara Singapore India, 10 September 2019)”

Dari jawaban narasumber diatas bahwasannya anak tersebut hanya memiliki satu kewarganegaraan yaitu Singapore. Oleh karena itu anak tersebut tidak akan mendapatkan perlindungan hukum dari negara Indonesia.

Perlindungan hokum memberikan pandangan terhadap hokum yang bertunjuan untuk keadilan dan kemanfaatan. Perlindungan hokum

85 memberikan suatu perlindungan terhadap subjek berdasarkan aturan hokum baik itu tertulis baikpun tidak tertulis.

Perlindungan hokum digunakan untuk memberikan perlindungan dengan tujuan mencegah sebelum terjadinya pelanggaran dengan memberikan batsan perbuatan untuk melakukan suatu kewajiban. Perlindungan hukum terhadap anak di Indonesia, telah diatur dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Menurut Pasal 1 nomor 2 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anaka disebutkan bahwa perlindungan anak adalah :

“segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan deskriminasi.”(Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak)

Berdasarkan hasil wawancara penulis kepada staf kantor imigrasi yaitu bagaimana status dan kedudukan anak yang lahir dari perkawinan campuran ini apabila orangtuanya bercerai, dan jawaban yang diberikan oleh staf kantor imigrasi tersebut:

“Anak dalam perkawinan campuran apabila orang tuanya bercerai maka sang ibu bisa mengajukan permohonan kewarganegaraan anak dengan berdasarkan ketentan Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Bahwa negara Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan Hak Asasi Manusia.Apabila terjadi perceraian dalam perkawinan campur yang berbeda kewarganegaraan, maka anak tersebut memiliki hak untuk memilih pengasuhan orangtua. Untuk anak apabila orang tuanya

86 bercerai untuk pengasuhan anak, maka anak terseut mengikuti sang ayah walaupun sang ayah bekewarganegaraan asing. Tetapi tidak semuanya orang tua yang bercerai anak mengikuti sang ayah tetapi itu tergantung pengadilan. Apabila dipengadilan hak asuh anak jatuh ke ibu maka anak tersebut mengikuti ibu yang bekewarganegaraan Indonesia.(Hasil wawancara dengan staf kantor imigrasi Tanjung Balai Karimun, 05 September 2019)”

Dari jawaban narasumber diatas bahwasanya apabila orang tuanya bercerai maka sang ibu bisa meminta permohonan untuk kewarganegaraan sang anak menurut ketentuan Pasal 29 ayat 3 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Untuk anak yang lahir setelah Agustus 2006 secara tidak langsung sudah endapatkan kewarganegaraan ganda dan setelah berusia 18 Tahun diberikan masa tenggang selama 3 Tahun untuk memilih kewarganegaraannya. Apabila terjadi perceraian antara kedua orang tuanya maka sang ibu berhak mengajukan permohonan untuk kewarganegaraan sang anak karena negara Indonesia menjamin kesejahteraan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia berdasarkan Pasal 29 ayat 3 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, sebagai berikut:

(1) Jika terjadi perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing, anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut berhak memperoleh kewarganegaraan dari ayah atau ibunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anak berhak untuk memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya.

87 (3) Dalam hal terjadi perceraian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), sedangkan anak belum mampu menentukan pilihan dan ibunya bekewarganegaraan Republik Indonesia, demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya, pemerintah berkewajiban mengurus status kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak tersebut.

Apabila ternyata terjadi perceraian dalam perkawinan campur yang berbeda kewarganegaraan, maka anak memiliki hak untuk memilih pengasuhan orang tua. Demi hukumnya maka anak yang masih dibawah umur otomatis akan mengikuti ibu dan mendapat kewarganegaraan sang ibu.

Namun apabila anak tersebut lahir sebelum adanya Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan, maka anak tersebut harus dilaporkan terlebih dahulu ke pihak yang berwenang agar bisa mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. Ada baiknya pada saat mengambil keputusan bercerai, pasangan yang akan bercerai membuat kesepakatan baik mngenai harta bersama setelah perkawinan dan hak perwalian anak maupun status kewarganegaraan anak dan masing-masing pihak.

Berdasarkan hasil wawancara penulis kepada staf Pengadilan Agama yaitu apabila orang tuanya bercerai bagaimana status kedudukan anak yang lahir dari perkawinan campuran tersebut, dan jawaban yang diberikan oleh staf Pengadilan Agama tersebut:

“Hak anak apabila orang tuanya terjadi perceraian pada hakikatnya hak asus anak bagi anak dibawah umur diserahkan kepada ibunya walaupun hal itu tidak berlaku mutlak bagi si ibu. Peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus mengenai

88 penentuan hak asus anak bagi pasangan yang melakukan perkawinan campuran yang bercerai itu di jelaskan di dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu

“dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anak berhak untuk memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya.

(Hasil wawancara dengan staf kantor Pengadilan Agama Tanjung Balai Karimun, 07 September 2019)”

Dari jawaban narasumber diatas bahwasanya hak anak apabila orang tuanya terjadi perceraian pada hakikatnya hak asus anak bagi anak dibawah umur diserahkan kepada ibunya walaupun hal itu tidak berlaku mutlak bagi si ibu

Berdasarkan aturan dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak juga menyatakan bahwa:

“anak yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk memilih atau berdasarkan putusan pengadilan.Ketentuan tersebut juga sejalan dengan apa yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam”.

Didalam Kompilasi Hukum Islam untuk anak yang masih dibawah 12 tahun adalah hak dari ibunya.Kecuali jika anak tersebut sudah berusia 12 tahun atau lebih, maka anak tersebut memiliki hak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pihak untuk pemegang sebagi hak asus atau pemegang hak pemeliharaannya.

89 Penentuan hak asus anak nantinya akan berdampak pada kewarganegaraan dari anak tersebut. karena bagi seorang anak dari perkawinan campuran yang belum berusia 18 Tahun berhak untuk memperoleh kewarganegaraan dari kedua orangtuanya atau disebut dengan kewarganegaraan ganda. Tetapi jika terjadi perceraian, dimana sang ibu masih bekewarganegaraan Republik Indonesia dan anak tersebut masih dalam usiabelum mampu untuk memnetukan pilahannya, maka demi kepentingan yang terbaik untuk sang anak ibu mengajukan permohonannya dan pemerintah juga berkewajiban mengurus status kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara penulis kepada staf Kantor Urusan Agama apabila orang tuanyha bercerai bagaimana kedudukan anak yang lahir dari pasangan yang melakukan perkawinan campuran, dan jawaban yang berikan oleh staf Kantor Urusan Agama Tanjung Balai Karimun:

“Anak apabila orangtuanya bercerai maka anak tersebut mengikuti sang ayah dimana anak tersebut masih dibawah umur. Dan untuk anak yang lahir dari perkawinan campuran menurut kewarganegaraan anak tersebut bekewarganegaraan ayahnya yang bekewarganegaraan asing dan anak tersebut bisa diurus menjadi dua kewarganegaraan.Bisa kewaragnegaraan Indonesia maupun kewarganegaraan asing.Dan apabila orang tuanya becerai anak tersebut kewarganegaraannya mengikuti keputusan pengadilan. Apabila hak asus anak jatuh ke ayahnya maka anak tersebut bekewaragengaraan asing.(Hasil wawancara dengan staf Kantor Urusan Agama, 09 September 2019)”

90 Dari jawaban narasumber diatas bahwasanya anak apabila orangtuanya bercerai maka anak tersebut mengikuti sang ayah dimana anak tersebut masih dibawah umur.

Bila dilihat dalam hokum nasional Indonesia untuk anak yang lahir dari perkawinan campuran diberikan prinsip “Kewarganegaraan Ganda Terbatas”. Dengan hal tersebut untuk anak yang lahir dari perempuan Warga Negara Indonesia dan laki-laki Warga Negara Asing terjamin kewarganegaraannya dan masih diakui dinegara Indonesia sampai anak itu berusia 18 Tahun dan setelah itu anak tersebut bisa memilih kewarganegaraan mana yang ia inginkan. Hal tersebut digunakan supaya tidak terjadinya apatride atau tanpa kewarganegaraan.

Selanjutnya penulis melakukan wawancara kepada staf Pengadilan Agama yaitu, apakah untuk bercerai bagi pasangan yang melakukan perkawinan campuran harus mengurus perceraiannya di Pengadilan Agama?

Dan jawaban yang berikan yaitu:

“Untuk pasangan perkawinan campuran bercerai dan mereka beragama islam maka mereka mengurus ke Pengadilan Agama apabila mereka melakukan perkawinan di Indonesia, tetapi apabila mereka melakukan perkawinan campuran di luar Negeri, maka mereka melakukan proses perceraian di Pengadilan Negeri. (Hasil wawancara penulis dengan Staf Kantor Pengadilan Agama Tanjung Balai Karimun, 07 September 2019)

91 Berdasarkan hasil wawancara dengan staf Pengadilan Agama berdasarkan Undang-Undang No 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yaitu peradilan agama merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan Hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah.

Selanjutnya penulis melakukan wawancara kepada staf Kantor Urusan Agama Kecamatan Karimun yaitu, apakah sebelum melakukan perkawinan campuran harus ada perjanjian nikah? Dan jawaban yang diberin adalah:

“Untuk perjanjian perkawinan pasti ada , dan itu dilakukan sebelum dilangsungkannya perkawinan, dan kedua pihak setuju atas perjanjian yang telah dibuat dan disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaries” (Wawancara Penulis dengan staf Kantor Urusan Agama Kecamatan Karimun, 09 September 2019)

Dari jawaban narasumber diatas perjanjian perkawinan harus didaftarkan untuk memenuhi unsure publisitas dari perjanjian kawin tersebut.

Supaya pihak ketiga (diluar pasangan suami isteri tersebut) mengetahui dan tundu pada aturan dalam perjanjian kawin yang telah dibuat oleh pasangan tersebut. Jika tidak didaftarkan, maka perjanjian kawin hnya mengikat/berlaku bagi para pihak yang membuatnya, yakni suami dan isteri yang bersangkutan.

92 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5cb57766da545/pencatat an-perjanjian-kawin-pasangan-perkawinan-campuran/

Pada umumnya, suatu perlindungan berarti merupakan suatu pengayoman.

Perlindungan juga memiliki suatu makna pengayoman yang diberi oleh seseorang kepada orang yang lebih lemah dan perlindungn hukum dapat maknai dengan segala bentuk tindakan pemerintah dalam menjamin suatu kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat supaya haknya atas warga negara tak dilanggar, dan bagi yang melanggarnya mendapatkan sanksi terhadap peraturan hukum yang berlaku. (Raharjo, 1999, hal.18).

Salah satu hal yang terpenting yaitu perlindungan hukum dalam nagara hukum, dalam negara hukum dibentuk pula hukum sebagai pengatur. Kemudian terdapat dalam sisi lain juga dirasakan perlindungan hukum menjadi kewajiban negara dan oleh tentunya negara tersebut wajib memberikan kepastian hukum. Dapat disimpulkan dari beberapa defenisi diatas, bahwa perlindungan hukum merupakan suatu upaya dalam hal ini pemerintah untuk melindungi kepentingan masyarakat kedudukannya sebagai manusia yang memiliki hak-hak dalam hal memiliki martabat sebagai warga negara, dengan memberikan wewenang kepadanya untuk bertindak sesuai kepentingannya yang tentunya berdasarkan peraturan yang berlaku. Gustav memberikan analisa hukum memiliki tujuan yaitu suatu keadilan, dan kepastian.

Keadilan memiliki peran penting dan yang terutama dari kapastian hukum. Keadilan memiliki pengertian sebagai rasa adil, yang dapat diterima.

93 L.J. Van Apeldorm berpendapat dan menyatakan keadilan dalam perlakuan dalam hal yang sama dan perlakuan hal yang tidak sama. Dalam asas tidak dijadikan persamaan kebutuhan hidup, persamaan bentuk perlakuan harus melihat dengan jelas ketidaksaman dari suatu kenyataan. Sedangkan Aristoteles menyatakan bahwa suatu keadilan merupakan suatu hak yang diberikan kapada setiap orang yang menjadi haknya.

Sedangkan menurut Fance M. Wantu, terhadap hukum yang menjadi kepastian terdapat rumusan sebagai berikut :

a. Memberikan solusi terciptanya keselarasan ketertiban dan ketentraman.

b. Efisien sederhana, biaya ringan, dan proses cepat.

c. Kesesuaian dengan Undang-undang yang dijadikan dalam memberikan kepastian hukum.

d. Equality atau kesempatan yang sama.

Harapan adanya suatu kepastian hukum, karena dengan itu terciptanya ketertiban dimuka umum. Hukum memiliki andil dalam menciptakan kepastian hukum karena yang utama untuk ketertiban umum masyarakat. Apapun yang terjadi peraturan harus ditaati atau dilaksankan. Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa sebagai contoh perjanjian dibawah tangan pada dasarnya tidak dapat memberikan kepastian hukum karena hanya dapat mengikat diantara para pihak yang melakukan perjanjian untuk menjamin asas kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan dan dibutuhkan suatu pelaksanaan yang mengikat dengan menggunakan akta otentik.

Kamus hukum mengenai tanggung jawab merupakan kewajiban bagi setiap individu untuk melakukan yang menjadi kewajibannya. Pertanggung jawaban

94 menimbulkan hak hukum bagi setiap individu untuk menuntut orang lain dan melahirkan kewajiban hukum bagi orang lain untuk memberikan pertanggung jawaban. Hukum perdata pertanggung jawaban dibagi menjadi dua yaitu tanggung jawab terhadap kesalahan dan pertanggung jawaban risiko. Tanggung jawab terhadap kesalahan merupakan individu harus bertanggung jawab akibat kesalahan yang merugikan pihak lain. Sedangkan risiko yaitu penggugat tidak diharuskan melainkan tergugat yang tanggung jawab atas perbuatannya.

Abdulkadir Muhammad memberikan penjelasan tentang beberapa teori tanggung jawab perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut :

a. Tangggung jawab akibat dari perbuatan melangar hukum secara sengaja, seperti tergugat melakukan suatu usaha yang dapat merugikan penggugat atau sudah dari awal diketahui bahwa yang diperbuat tergugat akan menimbulkan kerugian pada penggugat.

b. Disebabkan akibat melanggar hukum atas dasar kelalaian, berkaitan dengan moral dan hukum.

c. Secara mutlak disebabkan akibat perbuatan melanggar hukum tanpa adanya suatu persoalan melanggar hukum ataupun persoalan kesalahan, dalam hal ini atas dasar perbuatan disengaja maupun tidak disengaja.

Kemanfaatan merupakan hal yang paling utama didalam sebuah tujuan hukum, mengenai pembahasan tujuan hukum terlebih dahulu diketahui apakah yang diartikan dengan tujuannya sendiri dan yang mempunyai tujuan hanyalah manusia akan tetapi hukum bukanlah tujuan manusia, hukum hanyalah salah satu alat untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tujuan hukum bisa terlihat dalam fungsinya sebagai fungsi perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai.

95 Jika kita lihat defenisi manfaat dalam kamus besar bahasa Indonesia manfaat secara terminologi bisa diartikan guna atau faedah. Terkait kemanfaatan hukum ini menurut teori utilistis, ingin menjamin kebahagian yang terkesan bagi manusia dalam jumlah yang sebanyakbanyaknya. Pada hakekatnya menurut teori ini bertujuan hukum adalah manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagian yang terbesar bagi jumlah orang yang banyak. Pengamat teori ini adalah Jeremy Benthan, teori berat sebelah sehingga Utrecht dalam menanggapi teori ini mengemukakan tiga hal yaitu:

a. Tidak memberikan tempat untuk mempertimbangkan seadil-adilnya halhal yang kongkret.

b. Hanya memperhatikan hal-hal yang berfaedah dan karena itu isinya bersifat umum.

c. Sangat individualistis dan tidak memberi pada perasaan hukum seorang.

Menurut Utrecht, hukum menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia. Anggapan Utrecht ini didasarkan atas anggapan vanikan bahwa hukum untuk menjaga kepentingan tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu (mengandung pertimbangan kepentingan mana yang lebih besar dari pada yang lain). Menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam Sudikno Mertukosumo tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban, kebutuhan, akan ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi

Menurut Utrecht, hukum menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia. Anggapan Utrecht ini didasarkan atas anggapan vanikan bahwa hukum untuk menjaga kepentingan tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu (mengandung pertimbangan kepentingan mana yang lebih besar dari pada yang lain). Menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam Sudikno Mertukosumo tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban, kebutuhan, akan ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi