SKRIPSI
HUBUNGAN ANAK RETARDASI MENTAL DENGAN DEPRESI
ORANG TUA
( Studi di Sekolah Dasar Luar Biasa Muhammadiyah Jombang )
ROMADHONA FEBRIANTI
13.321.0110
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2017
HUBUNGAN ANAK RETARDASI MENTAL
DENGAN DEPRESI ORANG TUA
(Studi di Sekolah Dasar Luar Biasa Muhammadiyah Jombang)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program studi S1 Keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang
ROMADHONA FEBRIANTI 13.321.0110
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 3 Februari 1995 dari Ayah yang bernama Dedi dan Ibu yang bernama Susani, penulis merupakan putri bungsu dari tiga bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus dari RA Bunga Bangsa Doho Dolopo Madiun, Tahun 2007 penulis lulus dari SDN Dolopo 1 Madiun, Tahun 2010 penulis lulus dari SMP Negeri 2 Dolopo Madiun, Tahun 2013 penulis lulus dari SMA Negeri 1
Dolopo Madiun, dan pada tahun 2013 penulis masuk STIKES “Insan Cendekia Medika” Jombang dan memilih program Studi S1 Keperawatan dari lima
program studi yang ada di STIKES “ICME” Jombang.
Demikian riwayat hidup dibuat dengan sebenarnya.
Jombang, 2017
Penulis
MOTTO
“Sebuah tantangan akan selalu menjadi beban, jika itu hanya difikirkan. Sebuh cita cita juga hanya
menjadi beban, jika itu hanya angan-angan. Jadi hadapilah dan kerjakanlah maka itu semua akan
jadi kenyataan”
(Febrianti, 2017)
PERSEMBAHAN
Assalamuallaikum wr. Wb
Seiring dengan doa dan puji syukur kehadirat Allah SWT, penelitian skripsi ini saya persembahkan kepada :.
Ibu dan Ayahku Tercinta
Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya sederhana ini kepada kedua orang tuaku tercinta, Ayahku Dedi dan Ibuku Susani yang telah mendidik, mencintai, menyayangiku sepenuh hati dan memberikan pelajaran hidup yang begitu berarti, untuk masa dimana saya akan mengahadapi dikemudian hari. Tak lupa memeberikan bimbingan baik secara moril maupun materil. Semoga ini menjadi awal yang bisa membuat ibu dan ayah bahagia, karena aku sadar selama ini belum bisa memberikan yang terbaik. Terimakasih kedua orang tuaku.
Teruntuk Partner hati, Partner bertukar pikiran, Partner yang selalu
memberikan semangat saudara Dony Dwi Anggara, terimakasih selalu mendukung setiap langkah ini untuk menjadi orang yang sukses dan berarti.
Teman satu kelompok serta teman-teman Prodi S1 Keperawatan perjuangan kita berawal dan berakhir bersama. Serta keluarga besar Kost Korea terimakasih untuk semangatnya dan berjuangan bersama. Terutama terimakasih sahabatku
Yuhana Urba Saraswati yang senantiasa sabar mengantar dan menjadi Partner is
the best selama ini, terimakasih juga untuk Soffi Nor Ida Ayu Saputri, Tia Lisdiati, Debby Suci R terimakasih semangat dan motivasinya, serta bantuannya.
Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Semoga amal kebaikan, doa, dan motivasi yang diberikan mendapatkan imbalan pahala dari Allah SWT, dan semoga skripsi bermanfaat bagi pembaca. Waalaikumsalam Wr. Wb.
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Hubungan Anak Retardasi Mental Dengan Depresi Orang Tua (Studi Di SLB Muhammadiyah Jombang)”. Proposal skripsi ini ditulis sebagai persyaratan
kelulusan demi menempuh Program Studi Sarjana Keperawatan di Sekolah Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.
Penyusunan proposal skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak H. Bambang Tutuko S.H, S.Kep.,Ns.M.H. selaku Ketua STIKes Insan Cendekia Medika Jombang yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan. Ibu Inayatur Rosyidah,S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan. Bapak Marxis Udaya, S.Kep.,Ns.MM selaku pembimbing I dan Ibu Iva Milia Hani Rahmawati, S.Kep.,Ns.M.Kep. selaku pembimbing II yang telah banyak membimbing dalam menyelesaikan usulan skripsi ini.
Penyusun menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari kesempurnaan, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jombang, Mei 2017
Peneliti
ABSTRAK
HUBUNGAN ANAK RETARDASI MENTAL DENGAN DEPRESI ORANG TUA
(Studi di Sekolah Dasar Luar Biasa Muhammadiyah Jombang)
ROMADHONA FEBRIANTI
Orang tua yang tidak bisa menerima kenyataan anak dengan retardasi mental maka akan berdampak terhadap psikologi orang tua yang bisa menyebabkan depresi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan anak retrdasi mental dengan depresi orang tua di SDLB Muhammadiyah Jombang.
Desain penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh orang tua yang memiliki anak retardasi mental di
SDLB Muhammadiyah Jombang, sebanyak 29 orang dengan teknik Probability
Sampling jenis Simple Random Sampling dan sampel 27 orang. Pengolahan data menggunakan editing, coding, scoring dan tabulating. Analisa data menggunakan uji Spearman Rank dengan nilai alpha (0,05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak retardasi mental mengalami retardasi mental ringan sejumlah 14 orang dengan persentase 51,9 %, sedangkan tingkat depresi orang tua sebagian besar dari responden mengalami depresi ringan sejumlah 18 orang dengan persentase 66,7 %. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p = 0,02, jika α = 0,05 maka p < α yang artinya H1 diterima. Kesimpulan dalam penelitian ini, ada hubungan anak retardasi mental dengan depresi orang tua.
Kata kunci : retardasi mental, depresi, orang tua
ABSTRACT
THE RELATION OF CHILDREN OF MENTAL RETARDATION WITH PARENTS’
DEPRESSION (Studied In The Extraordinary Elementary School Of Muhammadiyah Jombang)
ROMADHONA FEBRIANTI
Parents who can not accept the reality of children with mental retardation
so that will impact to parents’ psicology which can cause depressions. The
purpose of this researh was to know the relation of children of mental retardation
with parents’ depression in the extraordinary elementary school of
Muhammadiyah Jombang.
This research design used design of cross sectional. The population in this research were all parents whose children with mental retardation in the SDLB Muhammadiyah Jombang, as many as 29 people with technique of Probability Sampling type Simple Random Sampling and the samples were 27 people. Data processing used editing, coding, scoring and tabulating. Data analyzing used test of Spearman Rank with value of alpha (0,05).
DAFTAR ISI
SAMPUL ... i
PENYATAAN KEASLIAN ... ii
PENYATAAN BEBAS PLAGIASI ... iii
SURAT PERNYATAAN ... iv
PERSETUJUAN SKRIPSI ... v
PENGESAHAN SKRIPSI ... vi
RIWAYAT HIDUP ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
DAFTAR SINGKATAN ... xix
2.1.4 Jenis Depresi ... 9
2.1.5 Teori Sister Callista Roy ... 10
2.2Konsep Retardasi Mental ... 13
2.2.1 Pengertian Retardasi Mental ... 13
2.2.2 Penyebab Retardasi Mental ... 14
2.2.3 Tingkat-Tingkat Retardasi Mental ... 21
2.2.4 Gejala Retardasi Mental ... 23
2.2.5 Penanganan Retardasi Mental ... 25
2.2.6 Penatalaksanaan Retardasi Mental ... 25
2.3Konsep Orang Tua ... 26
2.3.1 Pengertian orang tua ... 26
2.3.2 Peran orang tua ... 26
2.3.3 Fungsi Orang Tua ... 29
2.3.4 Bentuk Dukungan Orang Tua ... 31
2.4Hubungan Anak Retardasi Mental Dengan Depresi Orang Tua ... 32
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual ... 35
3.2 Hipotesis Penelitian ... 36
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1Rancangan Penelitian ... 37
4.2Waktu dan Tempat Penelitian ... 38
4.2.1 Waktu Penelitian ... 38
4.2.2 Tempat Penelitian ... 38
4.3Populasi, Sampel dan Sampling ... 38
4.3.1 Populasi ... 38
4.3.2 Sampel ... 38
4.3.3 Sampling ... 39
4.4Kerangka Kerja (Frame Work)... 40
4.5Identifikasi Variabel Dan Definisi Operasional ... 41
4.5.1 Variabel ... 41
4.5.2 Definisi Operasional ... 41
4.6Instrumen Penelitian ... 43
4.6.1 Uji Instrument Penelitian ... 44
4.7 Teknik Pengumpulan Data ... 45
4.8 Pengolahan Dan Analisa Data ... 46
4.8.1 Pengolahan Data ... 46
4.8.2 Analisa Data ... 49
4.9 Etika Penelitian ... 50
4.9.1 Infomed Consent ... 50
4.9.2 Anonimity (tanpa nama) ... 50
4.9.3 Confidentiality (kerahasiaan) ... 51
4.10.Keterbatasan Penelitian ... 51
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 52
5.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 52
5.1.2 Data Umum ... 53
5.1.3 Data Khusus ... 55
5.2 Pembahasan ... 60
5.2.1 Anak Retardasi Mental di SDLB Muhammadiyah Jombang ... 60
5.2.2 Depresi Orang Tua di SDLB Muhammadiyah Jombang ... 61
5.2.3 Hubungan Anak Retardasi Mental Dengan Depresi Orang Tua Di SDLB Muhammadiyah Jombang ... 65
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
4.1 Definisi oprasional hubungan anak retardasi mental dengan depresi
orang tua ... 42
5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia di SDLB
Muhammadiyah Jombang tahun 2017 ... 53
5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di SDLB
Muhammadiyah Jombang tahun 2017 ... 53
5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan di SDLB
Muhammadiyah Jombang tahun 2017 ... 54
5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan di SDLB
Muhammadiyah Jombang tahun 2017 ... 54
5.5 Distribusi frekuensi berdasarkan anak retardasi mental di SDLB
Muhammadiyah Jombang tahun 2017 ... 55
5.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat depresi di SDLB
Muhammadiyah Jombang tahun 2017 ... 55
5.7 Tabulasi silang anak retardasi mental dengan depresi orang tua di
SDLB Muhammadiyah Jombang tahun 2017 ... 56
5.8 Tabulasi silang hubungan umur dengan depresi di SDLB
Muhammadiyah Jombang tahun 2017 ... 57
5.9 Tabulasi silang hubungan jenis kelamin dengan depresi di SDLB
Muhammadiyah Jombang tahun 2017 ... 58
5.10 Tabulasi silang hubungan pendidikan dengan depresi di SDLB
Muhammadiyah Jombang tahun 2017 ... 58
5.11 Tabulasi silang hubungan pekerjaan dengan depresi di SDLB
Muhammadiyah Jombang tahun 2017 ... 59
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Hubungan Anak Retradasi Mental
Dengan Depresi Orang Tua ... 35 4.1 Kerangka Kerja Hubungan Anak Retardasi Mental Dengan Depresi
Orang Tua ... 40
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal penelitian ... 74
Lampiran 2 Surat Pengajuan Judul ... 75
Lampiran 3 Surat Ijin Pre Survey Data Dan Studi Pendahuluan... 76
Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian ... 77
Lampiran 5 Surat Balasan Penelitian ... 78
Lampiran 6 Lembar Permohonan Calon Responden ... 79
Lampiran 7 Lembar Persetujuan Sebagai Responden ... 80
Lampiran 8 Kisi-Kisi Kuesioner ... 81
Lampiran 9 Kuesioner ... 82
Lampiran 10 Lembar Observasi Anak Retrdasi Mental... 88
Lampiran 11 Tabulasi Data Umum ... 89
Lampiran 12 Tabulasi Data Khusus ... 91
Lampiran 13 Hasil Frekuensi, Crosstabulation, dan Uji Analisa Spearman Rank ... 92
Lampiran 14 Dokumentasi Penelitian ... 96
Lampiran 15 Lembar Bimbingan Skripsi ... 98
Lampiran 16 Lembar pernyataan bebas plagiasi ... 102
DAFTAR SINGKATAN
DKK : Dan Kawan-Kawan
SDLB : Sekolah Dasar Luar Biasa
SMP : Sekolah Menengah Pertama
IQ : Intelligence Quotient
SPSS : Sratistical Package Social Scienes APA : American Psychologis Association
SD : Sekolah Dasar
SLB : Sekolah Luar Biasa
BDI : Beck Depression Inventory
PPDGJ : Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap orang tua pasti menginginkan keturunan yang normal. Namun hal tersebut pada kenyataannya tidak sesuai apa yang diinginkan orang tua, yaitu anak dengan keadaan yang sehat baik fisik atau mentalnya. Retardasi mental merupakan salah satu contoh dari gangguan perkembangan anak yang dapat ditemui, dengan karakteristik kecerdasannya dibawah rata-rata (IQ 70 atau lebih rendah) sehingga kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Sebagai orang tua dengan anak retardasi mental tentunya mengalami stressor tersendiri bagi orang tua dengan keadaan anaknya, stressor akan mempengaruhi depresi bagi orang tua apa bila tidak bisa menerima keadaan anaknya.
Menurut Indrabhushan, Amool & Akhtar (2009) orang tua harus sadar bagaimana pentingnya pelatihan, pengelolaan, merehabilitasikan anak-anak dengan keterbatasan mental. Karena orang tua dari awal mempunyai peran yang efektif bagi perkembangan anak retardasi mental. Hasil penelitian Sekar & Hafsah (2011) bahwa orang tua mampu menerima keadaan anak retardasi mental dengan baik, serta selalu membina hubungan baik dengan anak. Serta bisa mengungkapkan permasalahan dan mengekspresikan permasalah dengan hal yang positif dan dengan perasaan senang hati, cara tersebut merupakan cara untuk membentengi diri dari stress.
Di Amerika kejadian anak remaja dan orang dewasa dengan keterbatasan mental akan berpengaruh dengan kondisi mental ibu, jumlah anak remaja dan
dewasa dengan down syndrome 95 sedangkan anak remaja dan dewasa dengan
2
retardasi mental dan autisme sejumlah 213 (Wai Chan et al., 2017). Menurut catatan
WHO, di Amerika 3% penduduknya mengalami retardasi mental, di Belanda 2,6%, di Inggris 1-8%, di Asia kurang lebih 3%. Di Indonesia retardasi mental merupakan masalah yang cukup besar karena 1-3% dari jumlah penduduk Indonesia menderita retardasi mental, yang berarti dalam 1000 penduduk diperkirakan 30 penduduk menderita retardasi mental dengan kriteria retardasi mental ringan 80% retardasi mental sedang 12%, retardasi mental berat 1%. Kejadiannya sulit diketahui karena retardasi mental tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan karena retardasi masih dalam tahap ringan, insiden tertinggi pada anak usia 10-14 tahun. Retardasi mental lebih banyak dialami oleh laki-laki 1,5 kali dibandingkan perempuan (Zemmy, 2014).
Sebagian anak dengan retardasi mental akan membawa dampak terhadap anak dan keluarga, dampak negatif juga dirasakan oleh keluarga. Orang tua yang mengalami anak dengan retardasi mental akan mengalami depresi mengenai ketidakpastian masa depan anak. Orang tua juga harus tau bagaimana mekanisme koping dalam menghadapi anak dengan retardasi mental sehingga dapat mengendalikan stressor agar tidak terjadi suatu depresi. Menurut hasil penelitian Herdy, dkk (2012) bahwa sebagian besar ibu yang memliki anak cacat mental mengalami depresi, terutama dalam bentuk depresi ringan.
3
4
1.2. Rumusan Masalah
“Apakah ada hubungan anak retardasi mental dengan depresi orang tua di SDLB Muhammadiyah Jombang?”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Menganalisis hubungan anak retardasi mental dengan depresi orang tua di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Muhammadiyah Jombang.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengidenfitikasi tingkat anak retardasi mental di SDLB Muhammadiyah Jombang.
2. Mengidenfitikasi tingkat depresi orang tua di SDLB Muhammadiyah
Jombang.
3. Menganalisis hubungan anak retardasi mental dengan depresi orang
tua di SDLB Muhammadiyah Jombang.
1.4. Manfaat Penelitan
1.4.1. Manfaat Teoritis
5
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Orang Tua Dengan Anak Retardasi Mental
Bagi orang tua anak retardasi mental hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan agar orang tua yang memiliki anak retardasi mental memiliki koping individu yang baik agar orang tua tidak terjadi depresi, serta orang tua lebih menerima keadaan anak dan bisa mengarahkan anak retardasi mental lebih baik lagi.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Depresi
2.1.1. Pengertian Depresi
Philip L. Rice (1992: 34 dalam Kholil, 2010) memberikan definisi depresi sebagai gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berfikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Depresi ditandai dengan perasaan sedih yang psikopatologis, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energy yang menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata sesudah bekerja sedikit saja, dan kekurangan aktifitas.
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal dari stress yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri. Secara global, 50% penderita depresi berpikiran untuk bunuh diri, tetapi yang akhirnya mengakhiri ada 15%.
2.1.2. Tanda Dan Gejala Depresi
Menurut Frank J. Bruno (1997: 26) mengemukakan bahwa ada beberapa tanda dan gejala depresi, yakni:
1. Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang
ada, proyek, hobi, atau rekeasi tidak memberikan kesenangan.
7
2. Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat
sedang cenderung untuk makan secara berlebih, namun berbeda jika kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan.
3. Gangguan tidur. Tergantung pada setiap orang dan berbagai macam faktor
tertentu, sebagai orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur.
4. Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami
depresi mungkin akan mencoba lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya.
5. Kurang energy. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk
mengatakan atau merasa, saya selalu merasa lelah atau saya capai. Ada anggapan bahwa gejala itu disebabkan oleh factor-faktor emosional, bukan factor biologis.
6. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak
efektif. Orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, saya menyia-nyiakan hidup saya, atau saya tidak bisa mencapai banyak kemajuan, sering kali terjadi.
7. Kapasitas menurun untuk bisa berfikir dengan jernih dan untuk
memecahkan masalah secara efektif. Keluhan utama yang sering terjadi adalah, saya tidak bisa berkonsentrasi.
8. Perilaku merusak diri tidak langsung. Contohnya adalah penyalah gunaan
8
menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau bisa juga diidentifikasikan sebagai sala satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung. 9. Mempunyai pemikiran untuk bunuh diri. Tentu saja, bunuh diri yang
sebenarnya, merupakan perilaku merusak diri sendiri secara langsung. 2.1.3. Faktor Penyabab Depresi
Faktor penyebab utama depresi adalah sebagai berikut: 1. Kurang berfikir positif
Ketika sesorang mengalami depresi, mereka merasa bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, dan hal ini akan terjadi berulang kali. Dalam kejadian semacam ini, orang tersebut melihat lebih banyak hal buruk terhadap sesuatu secara sadar atau tidak sadar. Mereka selalu memfokuskan perhatian pada masalah dan mengabaikan keberhasilan serta kesuksesan yang mereka raih. Bagi seseorang yang berfikiran negatif dan memiliki kecenderungan depresi, segala hal yang terjadi merupakan cermin dari permasalahan dan kemunduran. Perubahan dalam diri seseorang atau perubahan lingkungan, yang merupakan perubahan wajar, dalam pikiran seseorang yang depresi merupakan bukti bahwa sesuatu yang buruk terjadi karena mereka.
2. Kurangnya rasa percaya diri
9
3. Lebih memperhatikan kesalahan
Dalam kehidupan, pasti pernah melakukan kesalahan, beberapa orang membuat lebih banyak kesalahan. Orang yang menderita depresi lebih memfokuskan diri pada jumlah kesalahan yang mereka buat. Sebagai hasilnya, mereka menciptakan kesan negative mengenai kesalahan.
4. Merasa tertekan karena berbagai kewajiban dalam hidup
Dalam situasi ini, orang-orang selalu berfikir apa yang seharusnya mereka lakukan dan tidak seharusnya mereka lakukan. Hasilnya, di penghujung hari mereka terbebani oleh sejumlah komitmen. Orang-orang dengan pola pikir semacam ini mengkonsentrasikan pikiran mereka pada kepahitan dan frekuensi dan juga mempengaruhi perilaku orang-orang disekitar mereka.
5. Merasa lemah
Permasalah bagi orang yang mengalami depresi adalah mereka merasa tidak ada satu hal pun yang bisa memuaskan mereka. Bahkan ketika merekan menyadari mereka bisa memperbaiki mood mereka, mereka tidak melakukannya. Nasihat yang mereka peroleh dari teman-teman dan keluarga dianggap tidak perlu dan tidak berguna. Mereka tidak berharap pada suatu waktu keadaan akan membaik. Mereka kehilangan harapan dan harapan perlahan hilang dari diri mereka. Pada titik ini, depresi tidak memberikan mereka merasakan kebahagiaan dan optimisme.
2.1.4 Jenis Depresi
Dalam psikologi, depresi merupakan salah satu jenis dari sekian banyak
10
gangguan mental sebagai gejala atau pola dari tingkah laku psikologi yang tampak secara klinis terjadi pada seseorang yang berhubungan dengan keadaan distress atau gejala yang menyakitkan. Sementara itu, depresi sebagai salah satu bagian rasa sakit yang mendalam atas terjadinya sesuatu yang tidak menyenangkan sehingga memunculkan perasaan putus asa, tidak ada harapan, sedih, kecewa, dengan ditandai adanya perlambatan gerak dan fungsi tubuh.
Secara umum depresi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Normal grief reaction
Disebut sebagai reaksi normal atas kehilangan. Jenis ini dapat juga disebut sebagai exogeneos atau depresi aktif. Depresi itu terjadi berasal dari factor luar. Biasanya sebagai reaksi dari kehilangan sesuatu atau seseorang seperti misalnya pension, meningalnya seseorang yang dikasihi dan dicintai. 2. Endogenous depression
Faktor penyebab yang berasal dari dalam namun belum jelas sumbernya . Gangguan hormonal, gangguan fisik pada organ tubuh seperti gangguan otak atau susunan syaraf. Munculnya gangguan ini sering kali secara perlahan dan bertahap.
3. Neurotic depression
Neurotic depression atau depresi neurotik terjadi jika depresi reaktif tidak dapat terselesaikan dengan baik dan tuntas. Depresi ini merupakan respon terhadap stress dan kecemasan yang telah berlangsung lama.
2.1.5 Teori Sister Callista Roy
11
keperawatan adalah membantu individu beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan psikologi, konsep-diri, aturan-aturan yang berlaku, dan hubungan bebas pada waktu sehat dan sakit (Tomey dan Alligood, 2006). Kebutuhan akan pelayanan keperawatan timbul saat klien tidak dapat beradaptasi dengan tekanan lingkungan internal dan eksternal.
Model Roy memfokuskan pada konsep adaptasi manusia, keperawatan, lingkungan dan kesehatan yang semuanya saling berhubungan satu sama lain.
1. Manusia
Menurut Roy manusia adalah makluk bio, psiko, sosio, spiritual, yang secara terus menerus berinteraksi dengan lingkungan yang berubah (Mariner, 1986). Manusia dapat beradaptasi melalui proses internal yaitu regulator dan
kognator. Regulator adalah suatu mekanisme mengatasi subsystem yang
merespon secara otomatis terhadap perubahan lingkungan melalui proses Neuro Chemical-Endokrin (Meriner, 1986). Menurut Roy manusia mempunyai 4 model adaptasi yaitu :
a) Kebutuhan Fisiological
Kebutuhan fisiological meliputi kebutuhan dasar tubuh dan jalan kesepakatan dengan adaptasi dalam menghargai cairan dan elektrolit, latihan, istirahat, eliminasi, nutrisi dan oksigen serta regulasi yang berhubungan dengan perasaan, suhu, dan regulasi endokrin.
b) Fungsi Peran
12
lain dalam situasi yang diberikan. Peran utama yang diperagakan seseorang dapat dianalisa dengan membayangkan suatu formasi pohon. Batang dari pohon adalah peran utama sedangkan cabang atau ranting adalah peran tambahan.
c) Saling Ketergantungan
Model saling ketergantungan melibatkan hubungan seseorang dengan orang lain yang nyata dengan sistem pendukungnya. Fungsi saling ketergantungan seseorang mengatur dan memelihara integrasi fisik dengan kebutuhan yang dicapai untuk pemeliharaan dan saling mempengaruhi. Manusia secara terus menerus mengamati lingkungan untuk menerima stimulus sehingga dapat merespon terhadap stimulus dan pada akhirnya dapat beradaptasi.
Sebagian system yang terbuka, individu menerima input atau stimulus baik dari lingkungan maupun dirinya sendiri. Tingkat adaptasi ditentukan oleh pengaruh stimulus fokal, konseptual dan residual. Adaptasi terjadi ketika individu merespon secara positif terhadap perubahan lingkungan. Respon adaptasi ini meningkatkan integrasi manusia untuk menjadi sehat. Respon yang tidak efektif terhadap stimulus, menimbulkan gangguan integrasi yang disebut sakit.
d) Keperawatan
13
sendiri. Tujuan keperawatan adalah membantu individu untuk meningkatkan kemampuan beradaptasi terhadap kebutuhan fisk, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi. Serta hubungan saling ketergantungan selama sehat dan sakit.
2. Lingkungan
Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada disekitar manusia yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. Lingkungan adalah input ke dalam diri seseorang sebagai sistem adaptif yang melibatkan baik faktor internal maupun eksternal. Dengan demikian perubahan lingkungan menuntut peningkatan penggunaan energy untuk dapat beradaptasi.
3. Kesehatan
Kesehatan dan penyakit tidak dapat dielakkan dari pengalaman total kehidupan seseorang. Kesehatan terjadi ketika manusia secara kontinyu beradaptasi dengan stimulus, sehingga mereka bebas merespon stimulus yang lainnya. Pembebasan energi dari usaha-usaha penanggulanagan yang tidak efektif dapat meningkatkan kesembuhan dan kesehatan.
2.2. Konsep Retardasi Mental
2.2.1. Pengertian Retardasi Mental
14
tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal (Soetjiningsih, 2006 dalam Eko Prabowo, 2014).
Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya kendala ketrampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalanya kemampuan koqnitif, bahasa, motorik dan sosial (Rusdi, 2001).
Retardasi mental ialah keadaan dengan itelengensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan (seperti juga pada demensia), tetapi gejala umum yang menonjol ialah inteligensi yang keterbelakangan. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau
sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009).
Menurut Rick Heber (1961) dalam Wiyani (2014) mengartikan retardasi mental sebagai fungsi intelektual yang terjadi pada masa perkembangan dan di hubungkan dengan gangguan adaptasi sosial.
Menurut Grossman (1973) dalam Wiyani (2014) melalui Manual on
Terminology and Classfication in Mental Retardation merevisi definisi heber. Grossman mengartikan retardasi mental dengan penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh secara bermakna dan secara langsung dapat menyebabkan gangguan adaptasi sosial, dan bermanisfestasi selama masa perkembangan.
2.2.2. Penyebab Retardasi Mental
Retardasi mental dapat disebabkan oleh aspek biologis, psikososial, atau
15
kromosom dan genetis, penyakit infeksi, dan penggunaan alkohol pada saat ibu mengandung. Walaupun demikian, lebih dari separuh kasus retardasi mental tetap tidak dapat dijelaskan, terutama tergolong dalam retardasi mental ringan. Kasus-kasus yang tidak dapat dijelaskan ini mungkin melibatkan mungkin melibatkan dalam unsur budaya atau keluarga, mungkin pengasuhan dalam lingkungan rumah yang miskin. Atau mungkin penyebabnya merupakan interaksi antara faktor psikososial dan genetis, hal yang masih amat minim dipahami (Thaper dkk, 1994 dalam Nevid dkk, 2005).
Pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa ke-1 (PPDGJ-1) memeriksakan subkategori-subkategori klinis atau keadaan-keadaan yang sering disertai retardasi mental sebagai berikut :
1. Akibat infeksi dan/atau intokfifikasi
Dalam kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena kerusakan jaringan otak akibat interaksi intracranial, karena serum, obat atau toksik lainnya. Beberapa contoh adalah :
a. Parotitis epidemika, rubella, sifilis dan toxoplasmosis congenital.
b. Ensefalopatia karena infeksi postnatal.
c. Ensefalopatia karena toxsemia gravidarum atau karena intoxikasi
lain.
d. Ensefalopatia bilirubin (“Kernicterus”)
e. Ensefalopatia post-imunisasi.
2. Akibat rudapaksa dan/atau sebab fisik lain
16
mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa kepada sesudah lahir tidak begitu sering mengkibatkan retardasi mental. Pada waktu lahir (perinatal) kepala dapat mengalami tekaknan sehingga timbul perdarahan di otak. Mungkin juga terjadi kekurangan O2 (asfiksia neonatum) yang terjadi pada 1/5 dari semua kelahiran. Hal ini dapat terjadi karena aspirasi lendir, aspirasi liquor amnii, anestesia ibu dan prematuritas. Bila kekurangan zat asam lambung terlalu lama maka akan terjadi degenerasi sel-sel kortex yang kelak mengakibatkan retardasi mental.
a. Ensefalopetia karena kerusakan prenatal.
b. Ensefalopetia karena kerusakan pada waktu lahir.
c. Ensefalopetia karena kerusakan postnatal.
3. Akibat gangguan metabolism, pertumbuhan dan gizi
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolism (missalnya gangguan metabolism zat lipida, karbohidrat dan protein), pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kemompok ini. Ternyata bahwa gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4 tahun dapat mempengaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan keadaan memperbaiki gizi sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak ini dibanjiri makanan yang bergizi inteligensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan. Beberapa contoh yang sering
17
b. Histiositosis lipidum jenis keratin (penyakit Gaucher).
c. Histiositosis lipidium jenis fosfatid (penyakit Niemann-Pick).
d. Fenilketonuria: Diturunkan melalui suatu gen yang resesif.
Pada fenilketonuria tidak terdapat enzim yang memecahkan fenilalanin sehingga timbul keracunan neuron-neuron dengan zat itu. Retardasi mental akibat ini sekarang dapat dicegah dengan diet yang mengandung sedikit sekali fenilalanin.
4. Akibat penyakit otak yang nyata
Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk tumbuhan sekunder karena rudapaksa atau keradangan) dan beberapa reaksi sel-sel yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter atau familial). Reaksi sel-sel otak (reaksi struktural) ini dapat bersifat degeneratif.
5. Akibat pengaruh prenatal yang tidak jelas
Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomaly kranial primer dan defek kongenital yang tidak diketahui sebabnya.
6. Akibat kelainan kromosom
Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlahnya atau dalam bentuknya. Kelainan dalam jumlah kromosom : Sindrom Down atau Langton-Down atau mongolisme (trisomi otomosal atau trisomi
kromosom 21). Kelainan dalam bentuk kromosom : “Cri du chat”: tidak
18
7. Akibat prematuritas
Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi yang pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram dan /atau masa kehamilan kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-sebab lain.
Berdasarkan pengertian retardasi mental menurut Grossman, seorang anak dianggap mengalami retardasi mental jika memenuhi kriteria berikut ini.
a. Fungsi intelegensi anak dibawah normal atau standar.
b. Terdapat kendala dalam perilaku adaptifnya.
c. Gejala retardasi mental muncul dalam masa perkembangan, yaitu
usia 18 tahun kebawah.
Penyebab retardasi mental secara umum dapat dibagi menjadi tiga penyebab ialah:
a. Penyebab Pre-natal
Ada empat kelainan yang dapat terjadi pada masa pre-natal yang dapat menyebabkan retardasi mental, antara lain:
1) Kelainan kromosom
Kelainan kromosom yang dapat menyebabkan retardasi mental adalah trisomi-18 atau sindrom Edward, dan trisomy -13 atau sindrom patau, sindrom klinefelter, dan sindrom turner.
2) Kelainan metabolik
19
a) Phenylketonuria, merupakan kelainan metabolik yang
sering menimbulkan retardasi mental, dimana suatu gangguan metabolik, yang mana tubuh tidak dapat mengubah asam amino fenilalanin menjadi tirosin karena defisiensi enzim hidroksilase.
b) Galaktosemia, merupakan suatu gangguan metabolisme
karbohidrat yang disebabkan tubuh tidak dapat
menggunakan galaktosa yang dimakan. Bayi akan bertambah berat badannya dan fungi hatinya juga akan membaik dengan diet bebas galaktosa.
c) Penyakit Tay-Sachs atau infantile amaurotic idiocy,
merupakan suatu gangguan metabolisme lemak, yang mana tubuh tidak mampu mengubah zat-zat pralipid menjadi lipid yang diperlukan oleh sel-sel otak.
d) Hipotiroid kongenital, merupakan defisiensi hormon tiroid
20
e) Defisiensi yodium, asupan yodium yang kurang pada ibu
hamil dimasa perkembangan otak janin dapat
mengakibatkan retardasi mental pada saat bayi di lahirkan. Kelainan tersebut timbul jika asupan yodium ibu hamil kurang dari 20 ug (normalnya 80-150 ug) perhari. Pada bentuk defisiensi yodium yang tergolong berat kelainan ini disebut juga kretinisme, dengan manifestasi klinis adalah miksedema, kelemahan otot, letargi, gangguan neurologis dan retardai mental berat.
3) Infeksi
Infeksi merupakan peradangan yang diderita oleh seorang individu. Ada dua infeksi yang dapat menyebabkan retardasi mental pada anak usia dini, yaitu infeksi rubella (campak jerman) dan infeksi cytomegalovirus. Infeksi rubella terjadi pada ibu hamil triwulan pertama yang bisa menimbulkan anomaly pada janin yang dikandungnya. Risiko timbulnya kelainan pada janin dapat berkurang jika infeksi timbul pada trimester kedua
dan ketiga.Sementara infeksi cytomegalovirus tidak
menimbulkan gejala pada ibu hamil, tetapi dapat memberi dampak serius pada janin yang dikandungnya.
4) Intoksikasi
21
alcohol, terutama pada trimester pertama.FAS merupakan penyebab tersering dari retardasi mental setelah sindrom down di Amerika Serikat.
b. Penyebab Perinatal
Para ahli lain berpendapat bahwa jika bayi semakin rendah berat lahirnya, semakin banyak pula kelainan yang dialaminya, baik fisik maupun mentalnya. Asfiksia, hipoglikemia, perdarahan
intraventrikular, kernicterus, dan meningitis juga dapat
menimbulkan kerusakan otak yang ireversibel dan menjadi penyebab timbulnya retardasi mental.
c. Penyebab Post-natal
Faktor-faktor postnatal seperti infeksi, trauma, malnutrisi, intoksikasi, kejang dapat menyebabkan kerusakan otak yang pada akhirnya menimbulkan retardasi mental (Wiyani, 2014).
2.2.3. Tingkat-Tingkat Retardasi Mental
Tingkat-tingkat retardasi mental dalam PPDGJ-1 dibagi menjadi : 1. Retardasi Mental Ringan
Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 sampai 69 menunjukkan retardasi mental ringan. Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat, dan
masalah kemampuan bicara yang mempengaruhi perkembangan
22
Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan mencapai ketrampilan praktis dan ketrampilan rumah tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat dari pada normal. Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademik, dan banyak maslah khusus dalam membaca dan menulis.
2. Retardasi Mental Sedang
IQ biasanya berada dalam rentang 35 sampai 49. Umumnya ada
profil kesenjangan (discrepancy) dari kemampuan, beberapa dapat
mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam keterampilan visuo-spasial dari pada tugas-tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana. Tingkat perkembangan bahasa bervariasi: ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka.
3. Retardasi Mental Berat
IQ biasanya berada dalam rentang 20 sampai 34. Pada umumnya mirip dengan retardasi mental sedang dalam hal:
a. Gambaran klinis
b. Terdapatnya etiologi organik, dan kondisi yang menyertainya
c. Tingkat prestasi yang rental
23
4. Retardasi Mental Sangat Berat
IQ biasanya dibawah 20. Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, paling banter mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana. Keretampilan visio-spasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokan mungkin dapat dicapainya, dan dengan pengawasan dan petunjuk yang dapat penderita mungkin mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga. 5. Retardasi Mental Lainnya
Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya gangguan sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu tuli, dan penderita yang perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.
6. Retardasi Mental YYT
Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas. 2.2.4 Gejala Retardasi Mental
Gejala retardasi mental tergantung dari tipenya adalah sebagai berikut (Dinda, 2008 dalam Trianasari 2013).
1. Retardasi Mental Ringan
24
sampai kelas 4-6 SD, juga bisa dilatih keterampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak dan mampu mandiri seperti orang dewasa yang normal. Tetapi pada umumnya mereka ini kurang mampu menghadapi stress sehingga tetep membutuhkan bimbingan dari keluarganya.
2. Retardasi Mental Sedang
Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi mental, mereka ini mampu latih tetapi tidak mampu didik. Taraf kemampuan intelektulnya hanya dapat sampai kelas dua SD saja.Tetapi dapat dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu. Mereka juga kurang kurang mampu menghadapi stress dan kurang mendiri sehingga perlu bimbingan dan pengawasan.
3. Retardasi Mental Berat
Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk kelompok ini. Diagnosis mudah ditegakkan secara dini karena selain adanya gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan keluhan dari orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat keterlambatan perkembangan motorik dan bahasa. Kelompok ini termasuk tipe klinik. Mereka dapat dilatih hygiene dasar saja dan kemampuan berbicara yang sederhana, tidak dapat dilatih keterampilan kerja, dan memerlukan pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.
4. Retardasi Mental Sangat Berat
25
Kemampuan berbahasanya sangat minimal. Mereka ini seluruh hidupnya tergantung orang disekitarnya.
2.2.4 Penanganan Retardasi Mental
Ternyata bahwa banyak penderita retardasi mental ringan bahkan yang berat dapat mengalami perkembangan kepribadian yang normal seperti orang dengan inteligensi normal. Sebagian besar jumlah penderita retardasi mental dapat mengembangkan penyesuaian sosial dan vokasional yang baik serta kemampuan hubungan dan kasih sayang antara manusia yang wajar bila terdapat lingkungan keluarga yang mau memahaminya dan memberi semangat kepadanya secara memadai serta fasilitas pendidikan dan latihan vokasional yang tepat (Maramis, 2009).
2.2.5 Penatalaksanaan Retardasi Mental
Karena penyembuhan dari retardasi mental ini boleh dikatakan tidak ada sebab kerusakan dari sel-sel otak mungkin fungsinya dapat kembali normal maka yang penting adalah pencegahan (Mansjoer, 2005 dalam Trianasari 2013), meliputi :
1. Pencegahan Primer
26
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ini bertujuan untuk mempersingkat perjalanan penyakit.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini bertujuan untuk menekan terjadinya kecacatan. Pelaksanaan pencegahan ini dilakukan barsamaan dengan pencegahan sekunder, meliputi pendidikan untuk anak, terapi perilaku, kognitif dan psikodinamika, pendidikan keluarga, dan intervensi farmakologis (Trianasari, 2013).
2.3 Konsep Orang Tua
2.3.1 Pengertian Orang Tua
Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga (Setiadi, 2008 dalam Trianasari, 2013).
2.3.2 Peran Orang Tua
1. Peran orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak
Orang tua adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku orang tua dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam pemikiran dan perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada berbagai ragam situasi dan kondisi lingkungan keluarga.
27
masyarakat. Orang tua harus melaksanakan tugasnya dihadapan anaknya. Khususnya bagi ibu yang bertugas untuk mengajarkan etika dan moral anak. Yaitu sejak dalam kandungan sampai anak itu lahir dan besar. Faktor-faktor inilah (genetik dan lingkungan) secara terpisah atau dengan sendirinya tidak bisa menentukan pendidikan tanpa adanya yang lain, akan tetapi masing-masing saling memiliki andil dalam menentukan pendidikan dan kepribadian seseorang sehingga jika salah satunya tidak banyak dipergunakan maka yang lainnya harus ditekankan lebih keras.
2. Peran orang tua dalam membentuk kepribadian anak
Selain tugasnya mewujudkan kepribadian anak, orang tua mempunyai tugas yang tidak kalah penting, untuk membentuk kepribadian. Peranan dalam membentuk kepribadian itu antara lain adalah:
a. Kedua orang tua mempunyai tugas untuk menyayangi anak-anaknya.
Dengan kasih sayang yang cukup, anak tidak perlu ada kekhawatiran jika anak berada di luar rumah. Artinya, jika anak sedang berada diluar rumah kemudian mereka mendapatkan suatu permasalahan, mereka tidak akan bingung dalam menyelesaikan permasalahan. Sebaliknya, jika orang tua terlalu turut campur dalam urusan anak atau orang tua cenderung memaksakan kehendaknya, maka perilaku orang tua yang demikian akan menjadi penghalang bagi kesempurnaan kepribadian mereka.
b. Orang tua mempunyai tugas dalam menjaga ketentraman dan
28
kreativitas akal anak-anak yang pada akhirnya keinginan dan kemampuan mereka menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi hak pilih.
c. Saling menghormati antara orang tua dan anak. Maksud dari hormat
disini adalah hormat bukan dalam arti lahiriah saja. Akan tetapi sikap tegas dari orang tua. Sebagai orang tua mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alamiah sang anak. Saling menghormati artinya dengan mengurangi kritik dan pembicaraan negatif berkaitan dengan kepribadian dan perilaku mereka serta menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban, dan pada waktu yang bersamaan kedua orang tua harus menjaga hak-hak hukum mereka terkait dengan diri mereka dan orang lain. Kedua orang tua harus bersikap tegas kepada mereka supaya mereka juga menghormati kedua orang tua mereka.
d. Mewujudkan kepercayaan dengan cara menghargai dan memberikan
kepercayaan terhadap anak-anak. Itu artinya sebagai orang tua, kita akan memberikan penghargaan dan kelayakan kepada mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap. Kepercayaan anak-anak terhadap dirinya sendiri akan menyebabkan mereka mudah untuk menerima kekurangan dan kesalahan yang ada pada dirinya. Mereka akan percaya diri dan yakin dengan kemampuannya sendiri.
e. Mengadakan perkumpulan keluarga (antara orang tua dan anak tanpa
29
kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri. Orang tua juga harus memperkenalkan anak dengan keyakinan orang tua, norma-norma yang berlaku serta hukum-hukum yang berlaku dalam kehidupan keseharian. Orang tua merupakan tempat rujukan bagi sejuta permasalahan anak, jangan sampai anak mendapatkan informasi dalam kehidupan keseharian dari orang lain, olah karena itu perlu adanya kedekatan antara orang tua dan anak. Dengan kedekatan itu diharapkan anak kita tidak salah asuh. Dan yang paling penting adalah bahwa orang tua satu-satunya teladan pertama bagi anak dalam pembentukan karakter dan kepribadian. Baik sadar atau tidak semua perilaku orang tua akan dilihat oleh anak (Nirwana, 2011).
2.3.3 Fungsi Orang Tua
Menurut Jenny, 2008 dalam Trianasari 2013, Orang tua mempunyai fungsi yang penting dalam keluarga. Diantara fungi-fungsi tersebut antara lain:
a. Fungsi Religius
Artinya orang tua mempunyai kewajiban memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota lainnya kepada kehidupan beragama. Untuk melaksanakan fungsi dan peran ini, orang tua sebagai tokoh inti dalam keluarga itu harus terlebih dahulu menciptakan iklim yang religius dalam keluarga itu, yang dapat dihayati oleh seluruh anggotanya.
b. Fungsi Edukatif
30
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak. Orang tua harus mengetahui tentang pentingnya pertumbuhan, perkembangan dan masa depan seorang anak secara keseluruhan. Ditangan orang tua lah masalah-masalah yang menyangkut anak, apakah dia akan tumbuh menjadi orang yang suka merusak dan menyeleweng atau ia akan tumbuh menjadi orang baik.
c. Fungsi Protektif
Gambaran pelaksanaan fungsi lingkungan, yaitu dengan cara melarang atau menghindarkan anak dari perbuatan-perbuatan yang tidak diharapkan, mengawasi atau membatasi perbuatan anak dalam hal-hal tertentu menganjurkan atau menyuruh mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang diharapkan mengajak bekerja sama dan saling membantu, memberikan contoh dan tauladan dalam hal-hal yang diharapkan.
d. Fungsi Sosialisasi
31
e. Fungsi Ekonomis
Meliputi : pencarian nafkah, perencanaan serta pembelajarannya. Keadaan ekonomi sekeluarga mempengaruhi pula harapan orang tua akan masa depan anaknya serta harapan anak itu sendiri. Orang tua harus dapat mendidik anaknya agar dapat memberikan penghargaan yang tepat terhadap uang dan pencariannya, disertai pula pengertian kedudukan ekonomi keluarga secara nyata, bila tahap perkembangan anak telah memungkinkan.
2.3.4 Bentuk Dukungan Orang Tua
Dukungan orang tua adalah interaksi yang dikembangkan orang tua yang dicirikan oleh perawatan, persetujuan, dan berbagai perasaan positif orang tua terhadap anak. Dukungan orang tua membuat anak merasa nyaman terhadap kehadiran orang tua dan menegaskan dalam benak anak bahwa dirinya diterima dan diakui sebagai individu (Elis, Thomas dan Rollins, 1979 dan Lestari, 2012 dalam Durado 2013).
Sarafino (2006) dan setiabudi (2012) dalam Durado dkk (2013) menjelaskan bahwa orang tua memiliki empat jenis dukungan yaitu :
1. Dukungan informasional yaitu orang tua memberikan saran, sugesti,
informasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah.
2. Dukungan penilaian yaitu orang tua bertindak sebagai sebuah bimbingan
umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator.
3. Dukungan instrumental yaitu berupa penyediaan sarana dan prasarana bagi
32
4. Dukungan emosional yaitu orang tua sebagai tempat yang aman dan damai
untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi (Durado dkk, 2013).
2.4 Hubungan Anak Retardasi Mental Dengan Depresi Orang Tua
Berdasarkan penelitian (Herdy dkk, 2011) dijelaskan hari hasil penelitian pada ibu-ibu yang memiliki anak cacat yang bersekolah di YPAC Manado dimulai bulan Desember 2011 sampai Januari 2012, jumlah responden yang didapatkan 35 orang ibu. Hasil penelitian menjelaskan tingginya angka depresi sebuhungan dengan faktor resiko seperti kepribadian tertutup dan adanya stressor sosial misalnya percekcokan yang sering terjadi setiap hari dalam rumah tangga karena memiliki anak berkebutuhan khusus serta dituduh penyebab terjadi kecacatan pada anaknya. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa sebagian ibu-ibu yang memiliki anak cacat yang bersekolah di YPAC Manado mengalami depresi terutama depresi ringan, dan terbanyak usia 29-45 tahun.
33
penyandang cacat secara tidak langsung memberikan dukungan juga terhadap ibu yang mengasuhnya . Menurut hasil penelitian dukungan anak penyandang cacat di tingkat SD di SLB Negeri Semarang sebagian besar adalah dukungan tidak baik sebanyak 71 orang, sebagian besar 68 orang tua merasa terbebani dalam merawat anak penyandang cacat. Ternyata ada hubungannya dukungan keluarga dengan beban orang tua dalam merawat anak penyandang cacat.
Sejalan dengan penelitian Umi (2014) dijelaskan dari hasil penelitian bahwa jika ibu memperoleh dukungan dari ayah, jika memiliki pengetahuan dan memiliki pedoman agama yang baik maka penerimaan ibu dengan anak retrdasi mental juga akan meningkat.
Tidak hanya itu penelitian Ch. Hatri (2014) dari 30 responden sebagian besar orang tua yang memiliki anak retardasi mental memiliki mekanisme koping adaptif sebanyak 20 orang, dan sebagian kecil memiliki mekanisme koping maladaptif sebanyak 10 orang. Dari hasil penelitian didapatkan huhungan antara tingkat pengetahuan tentang retardasi mental dengan mekanisme koping pada orang tua anak penyandang retardasi mental di SLB Marganingsih Kregan Yogyakarta.
34
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
FaktorYangMempengaruhi Faktor Yang Mempengaruhi
Retardasi Mental: Depresi Orang Tua:
1. Akibat Rudapaksa Dan/Atau 1. Kurang Berfikir Positif
Intoksifikasi 2. Kurangnya Rasa Percaya
2. Akibat Rudapaksa Dan/Atau Diri
Sebab Fisik Lain 3. Lebih Memperhatikan
3. Akibat Gangguan Kesalahan
Metabolisme, Pertumbuhan 4. Merasa Tertekan Karena
Dan Gizi Berbagai Kewajiban
4. Akibat Penyakit Otak Yang Dalam Hidup
Nyata 5. Merasa Lemah
Ringan Sangat Depresi Dpresi
Berat Ringan Berat
Gambar 3.1 Kerangka konseptual penelitian hubungan anak retradasi mental dengan depresi orang tua di SLB Muhammadiyah Jombang Tahun 2017.
36
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan dalam perencanaan penelitian (Notoatmodjo, 2010).
BAB 4
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan dan pemecahan masalah (Notoatmojho, 2010). Metode penelitian dalam bab ini menjelaskan tentang rancangan penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi, sampel dan sampling, kerangka kerja, identifikasi variabel dan definisi oprasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, serta yang terakhir adalah menjelaskan tentang etika penelitian.
4.1 Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah kuantitatif korelasional yang mengkaji hubungan antara variabel. Penelitian korelasional ini bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antara variabel. Hubungan korelatif mengacu pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh variasi variabel yang lain. Dengan minimal dua variabel (Nursalam, 2013). Dengan demikian pada rancangan korelasional peneliti melibatkan rancangan penelitian yang digunakan
observasi model cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu
pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Hidayat, 2009).
38
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari perencanaan (penyusunan proposal) sampai dengan penyusunan laporan akhir yaitu dari bulan Februari sampai dengan Juni 2017.
4.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDLB Muhammadiyah Jombang Tahun 2017.
4.3 Populasi, Sampel dan Sampling
4.3.1 Populasi
Populasi adalah setiap subyek (missal pasien, manusia) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Menurut Arikunto (2010), populasi adalah keseluruhan populasi yang akan diteliti. Dalam penelitian ini populasi yang akan digunakan adalah semua orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SDLB Muhammadiyah Jombang.
4.3.2 Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai subyek penelitian (Nursalam, 2013). Sampel dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SDLB Muhammadiyah Jombang.
Besar sampel penelitian yang digunakan untuk jumlah orang tua dan anak retardasi mental yaitu menggunakan rumus :
39
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Tingkat signifikansi (0,05) (Nursalam, 2011)
Jadi besar sampel adalah 27 orang tua yang memiliki anak retardasi mental. 4.3.3 Sampling
Sampling penelitian adalah proses menyeleksi populasi yang dapat mewakili populasi yang ada . Sampling adalah persiapan untuk menyeleksi porsi populasi agar bisa untuk mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara yang ditempuh dalam pengambilan sample, supaya mendapat sampel yang betul-betul sesuai yang diharapkan yakni dengan subjek peneliti (Nursalam, 2013).
Dalam penelitian ini menggunakan teknik Probability Sampling jenis Simple
40
4.4 Kerangka Kerja (Frame Work)
Frame Work adalah langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah yang dilakukan dalam melakukan penelitian (kegiatan dari awal sampai akhir penelitian) (Nursalam, 2013).
Penyusunan Proposal
Perumusan Masalah
Populasi
Semua orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SDLB Muhammadiyah Jombang berjumlah 29 orang
Sampel
Orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SDLB Jombang berjumlah 27 orang
41
4.5 Identifikasi Variabel Dan Definisi Oprasional
4.5.1 Variabel
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain–lain).
1. Variabel independent (bebas)
Variabel bebas adalah suatu kegiatan stimulus aktivitas yang dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel dependen (Nursalam, 2014). Variabel independent pada penelitian ini adalah anak retardasi mental.
2. Variabel dependent (terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2014). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah depresi orang tua.
4.5.2 Definisi Oprasional
42
Tabel 4.1. Definisi oprasional hubungan anak retardasi mental dengan depresi orang tua tingkat SD di SLB muhammadiyah Jombang.
Variabel Definisi Parameter Alat Skala Kategori dan Kriteria
Operasional Ukur Ukur
43
4.6 Instrumen Penelitian
Intrumen penelitian adalah alat pengumpulan data yang disusun dengan hajat untuk memperoleh data yang sesuai baik data kualitatif maupun data kuantitatif (Nursalam, 2014). Kuesioner dalam penelitian ini adalah bentuk pernyataan. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan dalam pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2010). Jenis kuesioner yang digunakan adalah closed ended yaitu mengarahkan jawaban responden dengan pilihan jawaban yang telah ditentukan (Notoatmodjo, 2010).
a. Pengukuran Tes IQ
Pengukuran tes IQ dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data pengukuran yang diperoleh dari data sekolah. b. Pengukuran Tingkat Depresi
Data mengenai tingkat depresi akan didapatkan melalui metode
angket dengan menggunakan skala adaptasi BDI (Beck Depression
Inventory). Skala ini mempunyai empat respon pilihan yang diskor dengan angka 1, 2, 3, 4, 5 skor responden adalah total jumlah jawaban yang menunjukkan berbagai tingkat keparahan yaitu tidak depresi, depresi ringan, depresi sedang, depresi berat, dan depresi sangat berat.
44
BDI terdiri dari 21 item. Skor untuk setiap item BDI berkisar antara 1-5. Semakin besar berarti semakin rendah tingkat depresi.
4.6.1 Uji instrument penelitian
1. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti
sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau intrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi jika alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil jika ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilakn data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah. Disisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran (Saifuddin Azwar, 2000 dalam Sunyoto & Setiawan, 2013). Kuesioner dalam penelitian ini variabel ke dua yaitu depresi diambil dari penelitian saudari Desy Lutfiatul (2016) yang telah dilakukan uji validitas sehingga tidak perlu dilakukan uji validitas kembali.
2. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reability yang
mempunyai asal kata rely dan ability. Uji reabilitas merupakan indeks
45
variabel ke dua yaitu depresi diambil dari penelitian saudari Desy Lutfiatul (2016) yang telah dilakukan uji reliabilitas sehingga tidak perlu dilakukan uji reliabilitas kembali.
4.7 Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian, prosedur yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
1. Untuk pengukuran retardasi mental data diambil dari tes IQ yang
dilakukan disekolah secara berkala. Berdasarkan data sekunder tersebut peneliti dapat mengambil anak retardasi mental sesuai data yang ada. Peneliti mengambil data anak retardasi mental untuk tingkatan SD di SLB Muhammadiyah Jombang.
2. Untuk mengetahui data depresi pada orang tua yang memiliki anak
retardasi mental peneliti mengunakan alat ukur kuesioner. Sebelumnya
calon responden mendandatangani informed consent bila bersedia
46
4.8 Pengolahan Dan Analisa Data
4.8.1 Pengolahan Data
Menurut Hidayat (2009) setelah angket dari respondent terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan cara sebagai berikut:
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam
pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code
47
48
a. Variabel anak retardasi mental
Untuk scoring anak retardasi mental diperoleh dari data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sekolah dengan menggunakan hasil tes IQ. Dengan skor sebagai berikut :
Jika hasil tes IQ 50-69 maka dikatakan retardasi mental ringan. Jika hasil tes IQ 35-49 maka dikatakan retardasi mental sedang. Jika hasil tes IQ 20-34 maka dikatakan retardasi mental berat.
Jika hasil tes IQ dibawah 20 maka dikatakan retardasi mental sangat berat.
b. Variabel depresi orang tua
Untuk pengukuran depresi orang tua dengan menggunakan kuesioner dengan poin penilaian untuk pernyataan depresi sebagai berikut :
Depresi sangat berat = 5
49
100 % = Seluruhnya
76 % - 99 % = Hampir Seluruhnya
51 % - 75 % = Sebagian besar dari responden
50 % = Setengah responden
26 % - 49 % = Hampir dari setengahnya
1 % - 25 % = Sebagian kecil dari responden
0 % = Tidak ada satupun dari responden
(Arikunto, 2010). 4.8.2 Analisa Data
Prosedur analisis data merupakan proses memilih dari beberapa sumber maupun permasalahan yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Arikunto, 2010).
1. Analisis Univariate
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariate tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel (Arikunto, 2010).
50
Adapun penyajian data berupa rata-rata, standar deviasi, nilai ekspetasi maksimal dan minimal.
2. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Arikunto, 2010), yaitu hubungan anak retardasi mental dengan depresi orang tua.
Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel apakah siqnifikan atau tidak dengan tingkat kesalahan 0,05 menggunakan uji Spearman
Rank dengan software SPSS, diperoleh nilai p, jika p< maka H1
diterima artinya ada hubungan antara anak retardasi mental dengan
depresi orang tua. Sedangkan jika nilai p> maka Ho ditolak artinya
tidak ada hubungan antara anak retardasi mental dengan depresi orang tua.
4.9 Etika Penelitian
4.9.1 Infomed Consent
Infomed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden. Infomed Consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Infomed Consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta
mengetaui dampaknya. Bentuk Infomed Consent dilakukan peneliti dengan cara
51
4.9.2 Anonimity (tanpa nama)1
Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama. Responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. Kode nama responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah R1, R2, R3, dan seterusnya.
4.9.3 Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah – masalah lainnya.
Semuanya informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2009). Dalam penelitian ini peneliti merahasiakan identitas responden salah satunya nama dan wajah responden pada dokumentasi penelitian.
4.10 Keterbatasan Penelitian
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan, pada hasil penelitian ini akan dibagi dua yaitu data umum dan data khusus. Data umum meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan yang disajikan dalam bentuk tabel. Data khusus disajikan data bentuk tabel. Pengambilan data dalam bentuk kuesioner pada tanggal 8 April 2017. Pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah ada hubungan anak retardasi mental dengan depresi orang tua di SDLB Muhammadiyah Jombang. Untuk mengetahui penelitian secara lengkap sebagai berikut :
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
Lokasi penelitian adalah SDLB Muhammadiyah Jombang yang beralamatkan di Jalan Brigjend Katamso No. 20A, Pulo Lor, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang. SDLB Muhammadiyah merupakan sekolah luar biasa terakreditasi A yang berada dibawah naungan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah Jombang. Lokasi gedung SDLB Muhammadiyah berada satu lingkup sekolah TKLB, SMPLB, dan SMALB Muhammadiyah. Luas
tanah SDLB Muhammadiyah 4,205 m2 dengan fasilitas yang dimiliki yaitu 9
ruang kelas, 1 ruang perpustkaan, dan 2 ruang sanitasi siswa. Tahun pelajaran 2016/2017 SDLB Muhammadiyah menerapkan kurikulum K-13 dalam metode