• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Awal Kebutuhan Energi Listrik dan Potensi Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Awal Kebutuhan Energi Listrik dan Potensi Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Awal Kebutuhan Energi Listrik dan Potensi Pemanfaatan Sumber

Energi Terbarukan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

Ahmad Agus Setiawan, Suhono, M. Kholid Ridwan Haryono Budi Santosa, Susetyo Haryo Putro, Yudi Utomo Imardjoko

Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika 2, Yogyakarta, 55281, Indonesia

setiawan@ieee.org

Abstrak

Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan dalam Bab IV, Pasal 5 ayat (1) mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah wajib menyusun Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksikan besarnya tingkat konsumsi (permintaan) energi listrik tahun 2009 hingga 2015 per sektor tarif untuk Kabupaten Sleman dengan masing-masing kecamatan di wilayahnya. Selain itu akan dihitung pula tingkat elastisitas energi serta potensi sumber energi terbarukan yang ada di wilayah Kabupaten Sleman. Data yang diperlukan untuk penelitian ini antara lain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman, data PLN tentang jumlah pelanggan dan konsumsi energinya di masing-masing kecamatan periode 2006-2008, serta beberapa data lain yang mendukung. Pengolahan data untuk memprediksikan tingkat konsumsi energi listrik menggunakan perangkat lunak LEAP (Long-range Energy Alternatives Planning System). Permintaan dihitung berdasarkan besarnya aktivitas pemakaian energi listrik dan besarnya pemakaian energi listrik per aktivitas (intensitas energi). Tahun 2008 digunakan sebagai tahun dasar perhitungan. Hasil awal yang diperoleh dari prediksi permintaan energi listrik secara total pada tahun 2008-2015 menunjukkan tren positif yaitu meningkat dari 668,5 GWh menjadi 888,4 GWh atau tumbuh sekitar 32,89 %. Pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya adalah 4,15 %. Sedangkan untuk potensi sumber energi terbarukan di wilayah Kabupaten Sleman, dari data awal terdapat 18 titik lokasi potensial untuk PLTMH - mikro hidro, potensi radiasi matahari rata-rata 4,5 kWh/m2, potensi biogas lebih dari 83 GJ atau setara 23 MWh, serta sampah rata-rata 1.268 m3/hari, dimana saat ini sedang direncanakan pembangunan pengolahan sampah menjadi listrik di salah satu kecamatan. Dari penelitian ini dihasilkan gambaran dan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam pengambilan kebijakan bidang energi pada khususnya dan perencanaan pembangunan serta pengembangan kewilayahan pada umumnya.

Kata kunci : energi listrik, perencanaan, elastisitas energi, intensitas energi, LEAP, energi terbarukan

1. Pendahuluan

Perencanaan ketenagalistrikan di Indonesia sudah sejak lama dilakukan. Metode yang digunakan sebagian besar menggunakan MARKAL. Namun, yang menjadi masalah saat ini adalah bahwa perencanaan ketenagalistrikan yang dituangkan dalam dokumen Rancangan Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) masih dikeluarkan atau disusun di tingkat Propinsi. RUKD di tingkat Propinsi tentunya mencakup semua Kabupaten/Kota yang ada di dalamnya. Kabupaten Sleman sebagai Daerah Tingkat Kabupaten/Kota belum mempunyai dokumen perencanaan ketenagalistrikan seperti halnya pada tingkat Propinsi. Padahal dalam UU No 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan diatur bahwa Pemerintah Daerah termasuk Kabupaten/Kota memiliki wewenang dalam pengembangan energi di wilayahnya. Oleh karena itu perlu adanya suatu kajian tentang perencanaan ketenagalistrikan.

Salah satu solusi yang bisa digunakan adalah melakukan kajian dan simulasi menggunakan perangkat lunak LEAP (Long-range Energy Alternative Planning system). Dengan menggunakan

perangkat lunak ini dapat diperoleh prediksi permintaan dan penyediaan energi listrik sepanjang tahun pada suatu periode yang diinginkan. Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh hasil berupa prakiraan permintaan energi listrik per sektor pemakai di wilayah Kabupaten Sleman periode 2008-2015 dan penyediaan energi berdasarkan potensi sumber energi terbarukan di wilayah Kabupaten Sleman. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan mempermudah perencanaan dan pengembangan bidang ketenagalistrikan di Kabupaten Sleman. Selain itu, dari penelitian ini diharapkan juga mampu menjadi salah satu bahan studi dalam melakukan penelitian tentang perencanaan bidang energi listrik maupun energi secara umum.

(2)

2. Kondisi Kelistrikan Sleman

Kondisi kelistrikan Kabupaten Sleman mengandalkan pasokan dari sistem jaringan listrik PLN Jawa-Madura-Bali (JAMALI). Untuk penanggung jawab pengelolaan dilakukan oleh Kantor perwakilan PLN APJ Yogyakarta. Dari APJ PLN Yogyakarta, Kabupaten Sleman dilayani oleh penanggung jawab yang lebih spesifik lagi yaitu Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ), terdiri dari UPJ Sleman, UPJ Sedayu, UPJ Yogyakarta Utara dan UPJ Kalasan. Lingkup pelayanan masing-masing UPJ tidaklah sama dengan pelayanan secara administratif pemerintahan. Seperti pada UPJ Sedayu, UPJ Yogyakarta Utara dan UPJ Kalasan yang juga melayani kelistrikan untuk sebagian wilayah Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta. Hal ini yang kurang memberikan kemudahan dalam melakukan perencanaan kelistrikan untuk wilayah Kabupaten Sleman. Daftar gardu induk penyulang untuk wilayah Kabupaten Sleman ditunjukkan oleh Tabel 1.

Tabel 1. Gardu penyulang wilayah Kabupaten Sleman[1]

Gardu Induk

Wilayah Upj Kapasitas

Pasokan (MVA) (%)

Kentungan Utara,Kalasan Sleman,Yk 60 74.16 60 28.67 Gejayan Utara,Yk Selatan Kalasan,Yk 60 41.67 60 41.67 Godean Sleman, Sedayu 30 28.33 30 47

Medari Sleman 30 70

3. Dasar Teori

3.1. Model Pendekatan End-Use

Model pendekatan end-use juga dikenal sebagai pendekatan engineering model. Pendekatan ini akan

lebih detail walaupun secara perhitungan menggunakan fungsi yang lebih sederhana. Pertimbangan teknologi yang digunakan dalam proses aliran energi juga menjadi variabel perhitungan. Pendekatan ini sangat cocok untuk keperluan proyeksi efisiensi energi karena dimungkinkan untuk secara eksplisit mempertimbangkan perubahan teknologi dan tingkat pelayanan. Permintaan energi dari masing-masing kegiatan merupakan produk dari dua faktor, yaitu tingkat aktivitas (layanan energi) dan intensitas energi (penggunaan energi per unit layanan energi). Selain itu, total nasional atau permintaan energi sektoral dipengaruhi oleh rincian kegiatan yang berbeda yang membentuk komposisi, atau struktur permintaan energy [2].

∑ . (1) dengan

Qi = jumlah dari layanan energi i

Ii = intensitas penggunaan energi untuk layanan energi i

Jumlah aktivitas energi Qi tergantung pada beberapa faktor, termasuk di dalamnya jumlah populasi,

proporsi penggunaan akhir energi, pola konsumsi energi, dan pada keadaan tertentu di mana diperlukan pembagian pada klasifikasi pengguna atau pelanggan. Pada penelitian ini digunakan pendekatan trend dan end-use.

3.2. Elastisitas Energi

Elastisitas energi merupakan hasil dari perbandingan pertumbuhan konsumsi energi terhadap pertumbuhan produk atau keluaran (∆ konsumsi energi terhadap ∆ produk atau keluaran). Elastisitas energi yakni perbandingan pertumbuhan konsumsi listrik dengan pertumbuhan ekonomi [3]. Semakin rendah angka elastisitas, semakin efisien pemanfaatan energinya. Elastisitas energi merupakan perbandingan antara pertumbuhan konsumsi intensitas energi terhadap GDP (Gross National Product) [4]. Secara matematik dapat ditulis dengan Persamaan (2).

(3)

Dengan pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi 5% per tahun dan pertumbuhan konsumsi listrik 6% per tahun, angka elastisitas energi Indonesia lebih dari 1, sedangkan rata-rata di negara maju berada di angka 0,5. Pertumbuhan ekonominya dua kali lebih tinggi dari pertumbuhan konsumsi listrik [3].

4. Metodologi Penelitian 4.1. Data Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi beberapa instansi terkait seperti PT PLN APJ Yogyakarta, BAPPEDA Kabupaten Sleman, BPS Kabupaten Sleman dan melibatkan beberapa instansi seperti PLN UPJ Sedayu, PLN UPJ Sleman, PLN UPJ Kalasan dan Depertemen Energi dan Sumber Daya Mineral DIY. Pengolahan data yang sudah diperoleh dilakukan dalam 2 tahap yaitu pengelompokan data dan perhitungan data untuk simulasi.

Tabel 2. Data konsumsi dan pelanggan listrik Kabupaten Sleman 2006-2009[5] Tahun BISNIS INDUSTRI PUBLIK SOSIAL Rumah JUMLAH

tangga

PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK (GWh)

2006 119,30 92,05 27,99 23,92 311,90 575,16 2007 120,58 102,81 31,39 31,37 333,44 619,58 2008 124,89 114,52 35,59 31,25 356,60 662,84 2009 144,03 114,43 35,77 36,60 384,75 715,57 PELANGGAN 2006 10053 166 687 4612 221649 237167 2007 10077 172 755 4736 227920 243660 2008 10976 175 838 5028 233515 250532 2009 11569 187 914 5108 241743 259521

Setelah diperoleh pertumbuhan dari pelanggan dan intensitas energi masing-masing tahun, kemudian dihitung rata-rata pertumbuhannya. Rata-rata pertumbuhan (Growth-rate) inilah yang digunakan dalam

simulasi. Rata-rata pertumbuhan dihitung menggunakan Persamaan (3).

(3) Metode yang digunakan dalam simulasi ini berdasar pada final energy demand analysis atau bisa

dikategorikan model end-use. Persamaan yang digunakan sebagai analisis adalah Persamaan (1) dengan

mengakomodasi variabel intensitas energi dan jumlah pelanggan yang berfungsi sebagai unit activity level.

4.2. Pemodelan LEAP

LEAP terdiri dari 4 modul utama yaitu Modul Variabel Penggerak (Driver Variable) yang dalam

versi baru disebut juga Key Assumptions, Modul Permintaan (Demand), Transformasi (Transformation)

dan Sumber Daya Energi (Resources). Proyeksi penyediaan energi dilakukan pada Modul Transformasi

dan Modul Sumber Daya Energi. Sebelum memasukkan data ke dalam Modul Transformasi untuk diproses, terlebih dahulu dimasukkan data cadangan sumber energi primer dan sekunder ke Modul Sumber Daya Energi yang diakses menuju Modul Transformasi. Demikian juga data permintaan dengan beberapa skenario yang telah dimasukkan ke dalam Modul Permintaan, diakses ke Modul Transformasi.

Pada penelitian ini hanya menggunakan dua modul yaitu modul variabel penggerak dan modul demand. Hal ini karena data yang ada dan kondisi Kabupaten Sleman yang tidak memiliki penyediaan energi mandiri. Skema model LEAP ditunjukkan oleh Gambar 1.

(4)

Driver Variable

Scenario And Assumption Activity And Energy Intensity Data

Activity Level Growth

Energy Intensity Growth

Demand Modul Energy Demand

Gambar 1. Skema pemodelan LEAP 4.2.1. Modul Variabel Penggerak (Driver Variable/Key Assumptions)

Modul variabel penggerak (Driver Variable) yang cabangnya dinamakan dengan cabang “Key

Assumptions” digunakan untuk menampung parameter-parameter umum yang dapat digunakan pada Modul Permintaan maupun Modul Transformasi. Parameter umum ini misalnya adalah jumlah penduduk, PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), jumlah rumah tangga, intensitas energi, tingkat aktivitas dan sebagainya. Modul Variabel Penggerak bersifat komplemen terhadap modul yang lain. Pada model yang sederhana dapat saja modul ini tidak digunakan.

4.2.2. Modul Permintaan (Demand)

Modul Permintaan (Demand) digunakan untuk menghitung permintaan energi. Analisis yang

digunakan dalam model ini menggunakan metode yang didasarkan pada pendekatan end-use (pengguna

akhir) secara terpisah untuk masing-masing sektor pemakai (dalam penelitian ini dengan sektor tarif) sehingga diperoleh jumlah permintaan energi per sektor pemakai dalam suatu wilayah pada rentang waktu tertentu. Informasi mengenai variabel ekonomi, demografi dan karakteristik pemakai energi dapat digunakan untuk membuat alternatif skenario kondisi masa depan sehingga dapat diketahui hasil proyeksi dan pola perubahan permintaan energi berdasarkan skenario-skenario tersebut. Sedangkan penentuan proyeksinya menggunakan trend yang terjadi dalam beberapa waktu yang ditentukan. Dalam penelitian ini menggunakan data tahun 2006 s/d 2008 (3 tahun). Analisis permintaan energi dalam penelitian ini menggunakan metode analisis berdasarkan aktivitas (Activity Level Analysis). Pada metode ini jumlah

permintaan energi dihitung sebagai hasil perkalian antara aktivitas energi dengan intensitas energi (jumlah energi yang digunakan per unit aktivitas). Model analisis yang digunakan yaitu Analisis Permintaan Energi Final (Final Energy Demand Analysis).

4.3. Analisis Permintaan Energy Akhir (Final Energy Demand Analysis)

Permintaan energi dihitung sebagai hasil perkalian antara aktivitas total pemakaian energi dengan intensitas energi pada setiap cabang teknologi (technology branch). Dalam bentuk persamaan matematika

perhitungan permintaan energi menggunakan final energy demand analysis seperti ditunjukkan

Persamaan (4).

, , , , , , (4) di mana D adalah Permintaan (Demand), TA adalah aktivitas total (Total Activity), EI adalah Intensitas

Energi (Energy Intensity), b adalah “cabang” (branch), s adalah tipe skenario (scenario), dan t adalah

tahun di mana dilakukan perhitungan (mulai tahun dasar hingga tahun akhir perhitungan). Intensitas energi merupakan rata-rata tahunan konsumsi energi (Energy Consumption=EC) per unit aktivitas

(activity level). Secara matematik ditunjukkan dengan persamaan (5).

(5) Aktivitas total teknologi adalah hasil dari activity level pada semua cabang teknologi yang akan mempengaruhi demand branch.

(5)

dimana Ab adalah level aktivitas pada cabang tertentu b, b’ adalah induk dari cabang b, b’’ induk cabang b’, dan seterusnya.

4.4. Skenario

Setelah masukkan data current account selesai, maka perlu menentukan scenario yang digunakan. Skenario yang digunakan dalam penelitian ini adalah Business As Usual (BAU). BAU merupakan

skenario dimana proyeksi didasarkan pada anggapan bahwa pertumbuhan konsumsi listrik akan berjalan sebagaimana biasanya seperti waktu sebelumnya. Untuk menggunakan skenario BAU dapat dilakukan dengan memilih Refference (REF) pada kotak Scenario. Setelah itu muncul tampilan dimana harus

memasukkan data expression. Data masukkan adalah data pertumbuhan intensitas energi listrik dan

pertumbuhan pelanggan masing-masing sektor tarif. 5. Hasil Dan Pembahasan

5.1. Permintaan Energi Listrik

Hasil proyeksi permintaan energi listrik Kabupaten Sleman menunjukkan adanya peningkatan dari tahun 2008 dengan total konsumsi 663,56 GWh menjadi 1.126,91 GWh.

Tabel 3. Konsumsi Listrik Sleman

Sektor Konsumsi Listrik (GWh)

Tarif 2008 2009 2012 2015 Bisnis 124,91 133,30 162,00 196,88 Industri 114,51 123,45 154,68 193,81 Publik 35,59 38,67 49,59 63,60 Sosial 31,27 36,33 56,97 89,34 Rumah Tangga 357,28 383,19 472,77 583,28 Total 663,56 714,94 896,01 1.126,91

Peningkatan konsumsinya selama 7 tahun adalah 69%. Nilai ini menjadi sangat signifikan. Bila dibandingkan dengan periode 2006-2008, maka peningkatannya sekitar 15,2% dalam kurun waktu 2 tahun. Karakteristik pertumbuhan konsumsi listrik rata-rata pada tahun 2006-2008 adalah 7,4%, sedangkan untuk tahun 2009-2015 rata-rata pertumbuhannya 7,9% tiap tahunnya. Perbedaan tingkat pertumbuhannya hanya meningkat 0,5%. Namun, peningkatan secara akumulasi pada akhir tahun 2015 menjadi sangat signifikan.

(6)

Tabel 4. Konsumsi Listrik per Kecamatan

Kecamatan/ Permintaan Energi (GWh)

Kabupaten 2008 2009 2012 2015 Berbah 16,8 19,1 29,4 49,2 Cangkringan 7,6 7,9 8,8 9,8 Depok 205,5 219,0 265,7 324,2 Gamping 44,5 48,8 64,3 85,1 Godean 21,0 23,1 31,3 43,2 Kalasan 37,2 40,3 52,2 69,0 Minggir 6,6 6,9 7,9 9,4 Mlati 56,7 63,1 87,2 121,4 Moyudan 7,5 7,6 8,3 9,4 Ngaglik 57,7 62,3 78,6 99,3 Ngemplak 22,5 24,7 33,8 49,9 Pakem 13,5 15,0 22,2 37,2 Prambanan 15,6 17,0 22,7 31,8 Seyegan 9,1 9,3 10,4 12,2 Sleman 102,7 112,4 148,8 199,9 Tempel 31,1 35,1 50,6 73,3 Turi 8,0 8,2 9,2 11,2

Untuk konsumsi energi listrik setiap kecamatan menunjukkan bahwa permintaan energi yang tertinggi terjadi di Kecamatan Depok. Pada tahun 2015 tingkat permintaan energi listrik akan mencapai 324,19 GWh sehingga terjadi peningkatan bila dibandingkan dengan tahun dasar (2008) yang berada pada angka 205,47 GWh.

Pertumbuhan paling tinggi terjadi di Kecamatan Berbah dengan rata-rata 16,6% per tahun. Kemudian disusul Kecamatan Pakem dengan 15,6%, Kecamatan Tempel 13%, Kecamatan Ngemplak sebesar 12% dan Kecamatan Mlati 11,5%. Pertumbuhan terendah terjadi di Kecamatan Moyudan, Cangkringan, Seyegan dan Turi masing-masing 3,3%, 3,7%, 4,4% dan 4,8%.

5.2. Elastisitas Energi

Pertumbuhan konsumsi energi Kabupaten Sleman rata-rata berada pada angka 7,8%, sedangkan angka pertumbuhan ekonominya (berdasarkan harga berlaku) rata-rata adalah 15,6%. Perbandingan dari 2 parameter tersebut menghasilkan nilai elastisitas energi yang sangat bagus, yaitu berada pada kisaran 0,5.

Tabel 5. Elastisitas energi menurut harga berlaku

Tahun Konsumsi Energi PDRB Elastisitas

energi GWh Growth(%) (Trilyun Rp) Growth(%)

2006 575,16 8,91 16,18 2007 619,58 7,72 9,98 11,91 0,65 2008 662,84 6,98 12,30 23,33 0,30 2009 714,94 7,86 14,40 17,02 0,46 2010 770,55 7,78 16,76 16,43 0,47 2011 830,76 7,81 19,40 15,72 0,50 2012 896,01 7,85 22,30 14,98 0,52 2013 966,76 7,90 25,47 14,24 0,55 2014 1043,53 7,94 28,92 13,53 0,59 2015 1126,91 7,99 32,64 12,85 0,62

(7)

Apabila mengacu kepada referensi yang ada [3], maka Kabupaten Sleman dapat dikatakan sebagai wilayah yang memiliki tingkat efisiensi yang relatif bagus. Angka ini jauh di bawah angka elastisitas energi secara nasional yang mencapai pada angka 1. Bahkan angka ini dapat dikatakan mendekati elastisitas di Negara maju, yaitu 0,5. Namun, data elastisitas ini perlu dibandingkan juga dengan perhitungan konsumsi energi yang melibatkan sektor energi lain seperti gas, BBM, dan sumber energi lainnya dalam bidang yang bermacam-macam pula seperti transportasi dan pembangkitan.

Tabel 6. Elastisitas energi menurut harga konstan

Tahun Konsumsi Energi PDRB Elastisitas energi GWh Growth (%) (Trilyun Rp) Growth (%) 2006 575,16 5,32 4,63 2007 619,58 7,72 5,56 4,47 1,73 2008 662,84 6,98 5,96 7,32 0,95 2009 714,94 7,86 6,32 6,00 1,31 2010 770,55 7,78 6,71 6,13 1,27 2011 830,76 7,81 7,12 6,22 1,26 2012 896,01 7,85 7,57 6,27 1,25 2013 966,76 7,90 8,04 6,29 1,26 2014 1043,53 7,94 8,55 6,28 1,26 2015 1126,91 7,99 9,08 6,25 1,28

Perhitungan lain jika menggunakan data ekonomi berdasarkan harga konstan, maka perhitungan elastisitasnya menjadi tidak efisiien. Rata-rata pertumbuhan permintaan energinya adalah 7,8% dan pertumbuhan ekonominya adalah 6%, sehingga elastisitasnya berada pada angka 1,30. Angka ini di atas 1 dan mempunyai karakteristik yang sama dengan elastisitas energi nasional, yaitu bersifat boros atau tidak efisien. Namun, data inipun juga perlu dikaji dan dibandingkan dengan perhitungan elastisitas energi yang melibatkan berbagai sektor energi.

5.3. Potensi Sumber Energi Terbarukan • Mikrohidro

Berdasarkan studi dan penelitian hingga tahun 2008, potensi lokasi untuk PLTMH tersebar di 17 titik. Kapasitas terpasang total mencapai 549.6 kW.

• Matahari

Angka radiasi matahari di Kabupaten Sleman rata-rata 0,4 kWh/m2 dengan waktu operasi optimum 4,5 jam per hari. Potensi biogas adalah 83 GJoules atau 23 MWh, tersebar di 5 titik utama.

• Sampah Perkotaan

Sampah di Kabupaten Sleman memiliki volume 1.268 m3/hari dengan kapasitas terangkut 285 m3/hari. Studi lebih lanjut mengenai teknologi yang dapat dipergunakan untuk mengkonversi sampah menjadi listrik perlu dilakukan, salah satu contoh teknologi insinerasi (pembakaran sampah menjadi energi).

6. Kesimpulan

Permintaan energi listrik Kabupaten Sleman dari tahun 2008 hingga 2015 akan mengalami peningkatan dari 663,56 GWh menjadi 1.126,91 GWh. Pertumbuhan selama periode tersebut adalah 7,9% per tahun. Komposisi pada tahun 2015 terdiri dari sektor Bisnis dengan proporsi 17,5%, sektor Industri 17,2%, sektor Publik 5,6%, sektor Sosial 7,9% dan sektor Rumah Tangga 51,3%.

Permintaan energi listrik terbesar terjadi di Kecamatan Depok yaitu mencapai 26,2% dari permintaan total Kabupaten Sleman pada tahun 2015. Permintaan energi listrik terendah berada di Kecamatan Moyudan (0,8%), Cangkringan (0,8%) dan Turi (0,9%). Pertumbuhan tertinggi terjadi di Kecamatan

(8)

Berbah dengan 16,6% per tahun, sedangkan yang terendah di Kecamatan Moyudan (3,3%) dan Kecamatan Cangkringan (3,7%).

Elastisitas energi di Kabupaten Sleman menunjukkan angka rata-rata 0,5. Angka tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Sleman cukup efisien dalam memanfaatkan energi listrik. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (PDRB) sebesar 1%, maka diperlukan pertumbuhan permintaan energi listrik sebesar 0,5%.

Kabupaten Sleman memiliki beberapa potensi sumber energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan untuk menyediakan energi listrik di masa depan. Sumber-sumber tersebut adalah mikrohidro, tenaga matahari, biomassa dan biogas.

Daftar Pustaka

[1] Laporan Akhir Review Penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2008. Laporan Penelitian, RUKD, Dinas

Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Bidang Pertambangan dan Energi Pemerintah Propinsi DIY, Yogyakarta, 2008.

[2] Muhammad Ery Wijaya. Supply Security Improvement of Electricity Expansion Planning and CO2

Mitigation in Indonesia. Tesis, The Joint Graduate School of Energy And Environment at King

Mongkut’s University of Technology Thonburi, Thonburi, 2009.

[3] Administrator. Konsumsi Listrik Boros. Berita. Diakses dari URL

http://energialternatif.ekon.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=94&Itemid=51, 10 Juni 2008.

[4] Wikipedia. Energy Elasticity. Encyclopedia. Diakses dari URL

http://en.wikipedia.org/wiki/Energy_elasticity, 31 Desember 2009.

[5] Bidang Niaga dan Distribusi. Data Pelanggan. Data Teknis. PLN APJ Yogyakarta, Yogyakarta,

2009.

[6] Ragil Lanang Widiatmo Tri Purnomo. Kajian Perencanaan Permintaan dan Penyediaan Energi di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Menggunakan Perangkat Lunak LEAP. Skripsi. Jurusan

Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2005.

[7] LEAP User Guide 2006. Dokumen Teknis, Stockholm Environment Institute, Stockholm, 2006.

Gambar

Tabel 1. Gardu penyulang wilayah Kabupaten Sleman[1]
Tabel 2. Data konsumsi dan pelanggan listrik Kabupaten Sleman 2006-2009[5]
Gambar 1. Skema pemodelan LEAP
Gambar 2. Hasil Proyeksi LEAP
+3

Referensi

Dokumen terkait

Seorang guru meskipun memiliki tingkat kesanggupan yang luar biasa dalam hal menyampaikan materi yang bersangkutan terutama pada materi pelajaran ekonomi, jika tidak

Terdapat perbedaan asam amino yang mempengaruhi struktur permukaan protein selubung virus dengue serotipe 3 pada dua strain yang beredar di Surabaya.. Analisis

Pada halaman 4 dan 5 ini masuk ke dalam materi selanjutnya, materi selanjutnya yang disampaikan adalah materi idgham bighunnah , pada halaman 4 berisikan layout judul materi “

Dari hasil observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa guru dalam melakukan pembelajaran berhitung menggunakan permainan congklak masih menemukan kendala diantaranya kurangnya alat

penglihatan saat menggunakan lensa dibandingkan menggunakan kacamata dapat disebabkan beberapa hal yaitu kontaminasi lensa, kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, defek

Apabila perubahan faktor lingkungan lebih besar dari kisaran toleransi yang dapat diterima oleh organisme, lingkungan lebih besar dari kisaran toleransi yang dapat diterima

sesuai RPP, tahap see dilakukan dalam bentuk diskusi yang diikuti seluruh kelompok kerja lesson study, dengan menggunakan penilaian produk dapat meningkatakan keaktifan

Jadi apabila adopsi tersebut tidak memutuskan hubungan hukum dengan orang tua kandungnya maka hukum yang digunakan terhadap harta warisan orang tua kandung adalah hukum dari