• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN SARI MENGKUDU SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN SARI MENGKUDU SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Page 54 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013

PEMANFAATAN SARI MENGKUDU SEBAGAI BAHAN

PENGGUMPAL LATEKS

Rizka Hardiyanty, Ade Heri Suheri, Farida Ali

*

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

Email: rizkahardiyanty@gmail.com ; umikrachmi@gmail.com

Abstrak

Buah mengkudu merupakan salah satu tanaman yang kaya akan manfaat. Selain di dunia medis sari buah mengkudu juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan alternatif penggumpal lateks pengganti asam formiat. Kandungan asam yang terdapat dalam buah mengkudu dan dengan ph yang berkisar dari 3,6-4,3 apabila dicampurkan dengan lateks maka akan membentuk koagulan. Koagulan yang digunakan berupa sari dari buah mengkudu. Sari buah mengkudu yang digunakan adalah sari buah mengkudu matang dan sari buah mengkudu peram. Variable yang digunakan adalah volume sari mengkudu, waktu kontak dan suhu mengkudu. Metode yang kami pergunakan adalah dengan mencampurkan antara sari mengkudu dengan lateks dan memperlakukannya berdasarkan perlakuan masing-masing. Berdasarkan hasil pengamatan kami, volume koagulan optimum adalah 10 ml. Baik untuk sari mengkudu matang maupun sari mengkudu dengan pemeraman. Waktu kontak penggumpalan optimum untuk sari mengkudu matang adalah 36 jam sedangkan untuk sari mengkudu dengan pemeraman 24 jam. Dan temperatur sari mengkudu optimum adalah 30 oC, baik untuk sari mengkudu matang maupun dengan pemeraman.

Kata kunci: karet, koagulasi, lateks, mengkudu.

Abstract

Mengkudu is a plant that is rich in benefits. In addition to the medical world mengkudu juice can also be used as a substitute alternative materials latex coagulant formic acid. The content of acid in mengkudu and pH about 3.6-4.3 when mixed with latex it will form a coagulant. Coagulant used was mengkudu juice. Mengkudu juice used was ripe mengkudu juice and mengkudu foul juice. Variable used is the volume of mengkudu juice, mengkudu contact time and temperature.The method we use is a mix between mengkudu juice with latex and treated based on their respective treatments.Based on our observations, the optimum coagulant volume is 10 ml. Good for mature mengkudu juice and mengkudu juice with curing. Optimum contact time for clotting mengkudu juice is cooked for 36 hours while the mengkudu juice with 24 hours of curing. And mengkudu juice optimum temperature is 30 oC, good for mature mengkudu juice or with curing.

Keywords: coagulation, latex, mengkudu, rubber.

1. PENDAHULUAN

Secara umum bahan penggumpal lateks yang selama ini banyak digunakan adalah asam formiat. Penggumpalan dengan asam formiat dapat menghasilkan karet dengan sifat teknis

yang baik. Dengan alasan harga yang mahal dan ketersediaan yang langka, masih banyak petani karet yang tidak menggunakan asam formiat sebagai bahan penggumpal. Mereka lebih cenderung memakai bahan penggumpal lain, seperti asam sulfat (H2SO4), tawas dan bahan

(2)

penggumpal alami. Fakta di atas membuka peluang bagi pengembangan bahan penggumpal alternatif. Bahan alternatif yang digunakan berupa sari buah mengkudu yang umumnya mempunyai pH yang asam.

Komposisi kimia lateks segar secara garis besar adalah 25-40% karet dan 60-75% merupakan bahan bukan karet. Kandungan bukan karet ini selain air adalah protein (globulin dan havein), karbohidrat (sukrosa, glukosa, galaktosa dan fruktosa), lipida (gliserida, sterol, dan fosfolipida). Komposisi ini bervariasi tergantung pada jenis tanaman, umur tanaman, musim, sistem deres dan penggunaan stimulan. (Harahap, 2008).

Tabel 1 Komposisi Lateks Segar Komposisi Persentase (%) Karet (Cis

1,4-poliisoprene) Karbohidrat Protein dan senyawa nitrogen Lipid Senyawa anorganik Air 25,0 – 40,0 1,0 – 2,0 1,0 – 1,5 1,0 – 1,5 0,1 – 1,5 60 – 75

Penggumpalan adalah peristiwa perubahan fase sol menjadi fase gel dengan bantuan bahan penggumpal yang biasa disebut dengan koagulan. Lateks akan menggumpal jika muatan listrik diturunkan (dehidrasi), pH lateks diturunkan (penambahan asam H+) dan penambahan elektrolit. (Abednego, 1981).

Koagulasi lateks adalah peristiwa terjadinya perubahan fase sol menjadi gel dengan bantuan koagulan. Koagulasi lateks dapat terjadi karena: a. Dehidrasi

Koagulasi lateks secara dehidrasi dilakukan dengan menambah bahan atau zat menyerap lapisan molekul air di sekeliling partikel karet yang bersifat sebagai pelindung pada lateks, zat yang dapat digunakan misalnya alkohol, aseton, dan sebagainya.

b. Penurunan pH lateks

Penurunan pH terjadi karena terbentuknya asam hasil penguraian oleh bakteri. Apabila lateks ditambahkan dengan asam akan terjadi penurunan pH sampai pada titik isoelektrik sehingga partikel karet menjadi tidak bermuatan. Protein pada lateks yang kehilangan muatan akan mengalami denaturasi sehingga selubung protein yang berfungsi melindungi partikel karet akan terjadi tumbukan yang menyebabkan terjadinya koagulasi. Koagulasi akan terjadi di daerah dimana potensial tidak mantap (stabil) yang

dinamakan daerah potensial stabilitas kritis yaitu dengan pH sekitar 3,7 sampai 5,5.

c. Penambahan Elektrolit

Penambahan larutan elektrolit yang mengandung kation berlawanan dengan partikel karet akan menurunkan potensial elektro kinetik sehingga lateks menjadi koagulasi. Kation dari logam alkali dapat juga digunakan sebagai koagulan.

d. Pengaruh Enzim

Enzim proteolitik yang terdapat di dalam getah karet yang akan menghidrolisa ikatan peptida dari protein menjadi asam amino yang mengakibatkan partikel karet kehilangan selubung sehingga partikel karet menjadi tidak bermuatan maka lateks menjadi tidak stabil atau mengalami koagulasi.

Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan tidak diinginkan yang menghasilkan lump atau gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan. Kejadian seperti ini biasa terjadi ketika lateks berada didalam tangki selama pengangkutan menuju pabrik pengolahan. Untuk mencegah prakoagulasi, pengawetan lateks kebun mutlak diperlukan, terlebih jika jarak antara kebun dengan pabrik pengolahan cukup jauh. Zat yang digunakan sebagai bahan pengawet disebut dengan zat antikoagulan. Syarat zat antikoagulan adalah harus memiliki pH yang tinggi atau bersifat basa. Ion OH- didalam zat antikoagulan akan menetralkan ion H+ pada lateks sehingga kestabilannya dapat tetap terjaga dan tidak terjadi penggumpalan.

Mengkudu termasuk kedalam filum

Angiospermae, Sub filum Dicotyledona, Divisi

Lignosae, Famili Rubiaceae, Genus Morinda,

Species citrifolia dalam bahasa Inggris dinamakan ‘indian mulberry’ dan nama ilmiahnya morinda citrofilia L. Beberapa species mengkudu yang ada di Indonesia adalah

M. citrofilia L, M. eliptica, M. bracteaca, M. linctoria, dan M. oleifera.

Dari species-species di atas, hanya ada dua yang sudah umum digunakan yaitu M. citrofilia L, yang dikenal sebagai mengkudu Bogor dan species ini banyak dimanfaatkan untuk obat. Species yang satunya lagi adalah M. bracteaca.

Species ini berasal dari Pulau Butung dan banyak di budidayakan di Maluku sebagai penghasil zat warna untuk bahan pencelup benang, kain, kain batik, dan kerajinan anyaman dari daun pandan.

Kandungan kimia pada bagian buah mengkudu yakni askorbat, asam asetat,

asperulosida, aambutanoat, asam benzoat, benzil alkohol, 1-butanol, aam kaprilat, asam dekanoat, (E)-6-dodekeno-gamma-laktona, (z,z,z)-8,

(3)

11,14-Page 56 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013

asamekosatri-noat, asam elaidat, etil dekanoat, etil-ektanoat, etil benzena, eugenol, eugenol, glukosa, asam heptanoat, 2-heptanon, hexanal, hexanamida, asam hexaneudioat, asam hexanoat. (Aalbersberg, 1993)

Bahan alternatif yang digunakan berupa sari buah mengkudu yang umumnya mempunyai ph yang asam yaitu 3,6-4,3. Hal ini mendorong kami untuk meneliti sari buah mengkudu variasi mengkudu matang dan mengkudu tanpa peram sebagai bahan alternative penggumpal lateks kebun dengan perlakuan variasi volume, waktu konyak, dan temperatur yang akhirnya bias dimanfaatkan sebagai pengganti asam formiat.

2. METODOLOGI

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahan pengerjaan. Pada tahap pertama kita harus terlebih dahulu mempersiapkan bahan-bahan yang akan dipergunakan. Dalam hal ini lateks basah dan sari mengkudu baik yang matang maupun yang telah diperam. Lateks langsung kami ambil dari kebun karet di sekitaran daerah Indralaya Selatan. Lateks diambil dipagi hari dengan harapan untuk mendapatkan lateks yang belum mengalami prakoagulasi. Lateks yang telah diambil kemudian disaring untuk memisahkannya dari kotoran yang mungkin terbawa. Lalu latek tersebut dipersiapkan di dalam beker gelas sesuai dengan kebutuhan. Untuk sample pengaruh volume dipergunakan variasi volume di dalam 5 buah beker gelas yaitu : 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml dan 10 ml. Sedangkan untuk sample pengaruh waktu kontak volume sari mengkudu dibuat sama pada masing-masing beker gelas yaitu 4 ml. Hal yang sama juga dilakukan pada sample pengaruh temperatur.

Adapun mengkudu yang kita pergunakan dalam penelitian ini adalah mengkudu yang matang di pohon. Mengkudu kami dapat dari daerah Permata Hitam Indralaya. Mengkudu yang diperoleh disortir untuk memisahkan antara yang matang, mentah maupun busuk. Mengkudu matang yang didapatkan dari hasil sortir kemudian dikelompokkan menjadi 2 yaitu: kelompok mengkudu matang dengan kelompok mengkudu yang dipersiapkan untuk diperam. Mengkudu matang selanjutnya di peras sehingga didapatkan sarinya tanpa ada penambahan air terlebih dahulu. Setelah didapatkan sari mengkudu matang penelitian dilanjukan ke tahap pencampuran antara sari mengkudu matang dengan lateks sesuai dengan takaran di atas.

Sedangkan untuk mengkudu matang yang dipersiapkan untuk diperam. Diletakkan dalam sebuah wadah. Lalu di diamkan selama 7 hari. Setelah melewati waktu 7 hari mengkudu peram di peras dan dipisahkan sarinya. Untuk selanjutnya melalui proses yang sama dengan mengkudu matang pada tahap pencampuran.

Pada tahap pencampuran dilakukan proses pengadukan. Hal ini dilakukan untuk mencegah penggumpalan di sejumlah titik saja. Setelah proses pengadukan dirasa cukup maka penelitian masuk ke tahap pengamatan/pencatatan hasil. Hasil yang diperoleh kemudian dijadikan dasar pembuktian hipotesa.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan dari penelitian pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap peristiwa koagulasi lateks menjadi karet. Dari pengamatan yang telah dilakukan dapat dilihat telah terjadi perbedaan antara hasil koagulasi dengan sari mengkudu matang maupun sari mengkudu yang telah diperam. Adapun data hasil pengamatan secara lengkap diuraikan dibawah ini :

Sebelum melakukan penelitian, derajat keasaman (pH) dari kedua bahan di ukur dengan menggunakan pH meter dan menunjukkan derajat keasaman sebagai berikut :

a. Sari buah mengkudu tanpa pemeraman : pH Lateks : 6,44 pH Sari Mengkudu : 4,02 b. Sari buah mengkudu dengan pemeraman

selama 7 hari :

pH Lateks : 6,80 pH Sari Mengkudu : 3,60

3.1. Pengaruh Variasi Volume Koagulan Tabel 2 Data hasil pengamatan pengaruh variasi

volume koagulan (sari mengkudu tanpa pemeraman) terhadap berat karet yang dihasilkan

Volume Sari Mengkudu (ml) Volume Lateks (ml) Waktu Kontak (Jam) Berat yang Dihasilkan (gr) 2 15 4 12,574 4 15 4 13,810 6 15 4 14,027 8 15 4 17,202 10 15 4 17,609

(4)

Tabel 3 Data hasil pengamatan pengaruh variasi volume koagulan (sari mengkudu peram)

terhadap berat karet yang dihasilkan Volume Sari Mengkudu (ml) Volume Lateks (ml) Waktu Kontak (Jam) Berat yang Dihasilkan (gr) 2 15 4 11,754 4 15 4 14,325 6 15 4 15,923 8 15 4 16,932 10 15 4 17,703

Gambar 1. Perbandingan antara pengaruh volume sari mengkudu yang diperam dengan sari

mengkudu matang terhadap berat karet yang dihasilkan

Pada gambar 1. menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan berat karet yang dihasilkan. Pada sari mengkudu matang, volume sari mengkudu adalah 10 ml dengan berat karet yang dihasilkan adalah 17,609 gr dan pada sari mengkudu yang mengalami pemeraman, volume optimumnya adalah10 ml dengan berat karet yang dihasilkan adalah 17,703 gr.

Jelas terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan antara perlakuan mengkudu yang diperam dengan yang matang. Hal ini terjadi dikarenakan tidak terjadinya penurunan pH secara signifikan yang diakibatkan oleh proses pemeraman.

Sedangkan proses penggumpalan terjadi karena asam sari mengkudu baik yang di peram maupun tidak sudah stabil dan sesuai dengan kebutuhan untuk penggumpalan, sehingga interaksi antara air yang terkandung dalam lateks

dengan asam sari mengkudu meningkat, dan partikel – partikel terdispersi akan lebih mudah bergabung untuk membentuk agregat yang lebih besar (mengalami agregasi) yang menyebabkan emulsi pecah dan berat karet yang dihasilkan meningkat.

Pada waktu terjadinya pemecahan emulsi, ada dua gaya yang mempengaruhi proses pemecahan tersebut yaitu gaya tarik – menarik yang dikenal dengan gaya Van Der Walls, dimana gaya ini menyebabkan partikel – partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan mengendap. Kemudian gaya kedua yaitu gaya tolak – menolak yang disebabkan pertumpang tindihan partikel yang bermuatan sama. Hal ini mengakibatkan partikel – partikel tersebut tidak mau bergabung sehingga memberikan kestabilan pada system koloid. Koloid pelindung yang berfungsi untuk menjaga kestabilan emulsi pada lateks adalah protein (emulgator).

Selama tidak ada yang mempengaruhi kesetimbangan muatan – muatan partikel koloid, gaya tolak- menolak yang ada selalu lebih besar daripada gaya tarik Van Der Walls, dan akibatnya partikel koloid akan tetap stabil (Farooq dan Velioglu dalam Cheremisinoff,

1989).

Jika ion – ion atau koloid bermuatan positif (kation) ditambahkan ke dalam target koagulasi, maka kation tersebut akan masuk ke dalam lapisan difusi karena tertarik oleh muatan negatif yang ada pada permukaan partikel koloid. Penambahan kation hingga mencapai suatu jumlah tertentu akan merubah partikel koloid ke suatu tingkat, dimana gaya tarik menarik Van Der Walls antar partikel dapat melampaui gaya tolak – menolak yang ada. Dengan demikian partikel koloid dapat saling menempel satu sama lain.

3.2. Pengaruh Variasi Waktu Kontak

Tabel 4 Data hasil pengamatan pengaruh variasi waktu kontak antara sari mengkudu tanpa pemeraman dengan lateks terhadap berat lateks

yang dihasilkan Waktu Kontak (Jam) Volume Lateks (ml) Volume Sari Mengkudu (ml) Berat yang Dihasilkan (gr) 0 15 4 14,474 12 15 4 11,200 24 15 4 12,039 36 15 4 12,090 48 15 4 11,375 10,000 11,000 12,000 13,000 14,000 15,000 16,000 17,000 18,000 19,000 0 2 4 6 8 10 12 Ber at   Karet   yang   di ha si lk an   (gr)   Volume Koagulan (ml) Mengkudu Matang Mengkudu Peram

(5)

Page 58 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013 Tabel 5 Data hasil pengamatan pengaruh variasi

waktu kontak antara sari mengkudu peram dengan lateks terhadap berat karet yang

dihasilkan Waktu Kontak (Jam) Volume Lateks (ml) Volume Sari Mengkudu (ml) Berat yang Dihasilkan (gr) 0 15 4 14,639 12 15 4 13,019 24 15 4 12.408 36 15 4 12,107 48 15 4 12,605

Gambar 2. Perbandingan antara pengaruh waktu kontak sari mengkudu yang diperam dengan sari

mengkudu matang terhadap berat karet yang dihasilkan

Pada gambar 2 menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan berat karet yang dihasilkan. Pada sari mengkudu matang, waktu kontak optimum untuk penggumpalan adalah 36 jam dengan berat karet 12,090 gr dan pada sari mengkudu yang mengalami pemeraman, waktu kontak optimumnya adalah 24 jam dengan berat karet 12,408 gr. Hal ini dikarenakan pH sari mengkudu yang telah mengalami pemeraman lebih bersifat asam dibandingkan pH sari mengkudu matang.

Naik turunnya berat pada waktu kontak yang berbeda ada hubungannya dengan aktifitas antara asam laktat dan alkohol, Berdasarkan pendapat Stainer dkk., 1976, jalur pembentukan alkohol dan asam laktat berbeda, sehingga memungkinkan dalam waktu yang bersamaan dhasilkan asam laktat dan alkohol. Alkohol mempengaruhi kestabilan ion H+ sehingga terjadi perubahan pH yang mengakibatkan fluktuasi berat karet yang dihasilkan. Pada penyimpanan 24 jam pada sari mengkudu dengan pemeraman dan 36 jam pada sari mengkudu matang mengalami peningkatan berat. Hal ini diduga pada saat itu terjadi peningkatan produksi asam laktat sementara produksi alkohol mengalami penurunan diakibatkan oleh oksidasi lebih lanjut alkohol menjadi asam organik misalnya asam cuka. (Abu Amar, 2000)

3.3. Pengaruh Variasi Temperatur

Tabel 6 Data hasil pengamatan pengaruh variasi temperatur antara sari mengkudu tanpa pemeraman dengan lateks terhadap berat karet

yang dihasilkan Suhu (oC) Volume Lateks (ml) Volume Sari Mengkudu (ml) Berat yang Dihasilkan (gr) 10 15 4 13,256 20 15 4 13,457 30 15 4 13,961 40 15 4 13,897 50 15 4 13,324

Tabel 7 Data hasil pengamatan pengaruh variasi temperatur antara sari mengkudu peram dengan

lateks terhadap berat karet yang dihasilkan Suhu (oC) Volume Lateks (ml) Volume Sari Mengkudu (ml) Berat yang Dihasilkan (gr) 10 15 4 13,362 20 15 4 14,725 30 15 4 15,892 40 15 4 15,373 50 15 4 13,428 10,000 10,500 11,000 11,500 12,000 12,500 13,000 13,500 14,000 14,500 15,000 0 20 40 60 Berat   Karet   ya n g   Dihasilkan   (gr )

Waktu Kontak (Jam)

Mengkudu Matang Mengkudu Peram

(6)

Gambar 3. Perbandingan antara pengaruh temperatur sari mengkudu yang diperam dengan sari mengkudu matang terhadap berat karet yang

dihasilkan

Pada gambar 3 menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan berat karet yang dihasilkan. Pada sari mengkudu matang temperatur optimum untuk penggumpalan adalah 30oC dengan berat karet 13,961 gr dan pada sari mengkudu yang mengalami pemeraman, temperatur optimumnya adalah 30o C dengan berat karet 15,892 gr.

Beberapa cara pengumpalan lateks adalah penurunan pH lateks, penambahan larutan elektrolit, penambahan senyawa penarik air. Penurunan pH lateks dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu pembentukan asam-asam hasil penguraian bakteri atau oleh penambahan larutan asam pengumpal. Semakin asam tingkat keasaman dari larutan asam penggumpal maka semakin baik proses penggumpalannnya sebelum mencapai titik optimum.

Suhu optimum dari penggumpalan variasi temperatur sama-sama bernilai 30 oC. Tetapi secara nyata terdapat perbedaan dari segi berat yang menggumpal. Sari buah mengkudu yang telah mengalami pemeraman cendrung menghasilkan berat yang lebih besar jika dibandingkan dengan sari mengkudu yang tidak mengalami pemeraman.

Perbedaan suhu tidak secara jelas mempengaruhi penurunan pH sari buah mengkudu. Hal ini dimungkinkan bahwa sari mengkudu mengandung zat anti mikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri khususnya bakteri yang peka terhadap senyawa anti bakteri.

Dengan demikian hanya bakteri tertentu yang tahan hidup dan berkembang biak. Oleh karena itu perbedaan pH sari buah mengkudu tersebut sedikit perbedaannya. (Abu Amar, 2000) 4. KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sari mengkudu baik matang maupun peram dapat digunakan sebagai bahan penggumpal lateks. Untuk kondisi optimum peggunaan koagulan berupa sri mengkudu yakni berada pada volume 10 ml, waktu kontak penggumpalan untuk sari mengkudu tanpa pemeraman adalah 36 jam sedangkan pada sari mengkudu dengan pemeraman adalah 24 jam, dan temperatur sari mengkudu optimum adalah 30 oC, baik untuk sari mengkudu tanpa pemeraman maupun sari mengkudu dengan pemeraman.

DAFTAR PUSTAKA

Amar, Abu. Analisa Mikroorganisme, Kandungan Alkohol dan Asam Lemak Sari Buah Mengkudu dengan Gas Chromatography. 2000.

Hardoko. Mempelajari Karakteristik Sari Buah dari Mengkudu (Morinda citrifolia Linn) yang Dihasilkan melalui Fermentasi. 2003.

Purbaya, Mili; dkk. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Penggumpal Lateks dan Hubungannya Dengan Susut Bobot, Kadar Karet Kering dan Plastisitas.

2011.

Safitri, Khairina. Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet. 2010.

Winarti, Christina. Peluang Pengembangan Minuman Fungsional dari Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.). 2005. 13,000 13,500 14,000 14,500 15,000 15,500 16,000 16,500 0 20 40 60 Berat   Karet   ya n g   Dihasilkan   (gr ) Suhu (C) Mengkudu Matang Mengkudu Peram

Gambar

Tabel 1 Komposisi Lateks Segar  Komposisi         Persentase (%)  Karet (Cis
Tabel 3 Data hasil pengamatan pengaruh variasi  volume koagulan (sari mengkudu peram)
Gambar 2. Perbandingan antara pengaruh waktu  kontak sari mengkudu yang diperam dengan sari
Gambar 3. Perbandingan antara pengaruh  temperatur sari mengkudu yang diperam dengan  sari mengkudu matang terhadap berat karet yang

Referensi

Dokumen terkait

Orang yang melakukan kegiatan ekspor disebut dengan eksportir.. Adapun barang yang dijual dikenal sebagai barang

TEMANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 123 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS DANA AI,OXASI KHUSUS FISIK.. RENCANA

Komunikasi artefak dalam hal ini adalah penampilan seseorang melalui pakaian merupakan dramaturgi yaitu memperlihatkan bahwa wilayah depan adalah wilayah di mana

Terdapat jalan dimana karakter dapat berpindah lokasi. Seperti pada

Hasil dari penelitian menunjukkan tingkat penambahan tepung bawang putih sampai level 0,25% dalam ransum ayam pedaging berpengaruh nyata terhadap konversi ransum

JUDUL : NYAMUK WOLBACHIA DISEBAR DI KOTA YOGYA MEDIA : REPUBLIKA. TANGGAL : 19

Pada kunjungan ini dilakukan pemberian saran agar pasien tidak seharian penuh didalam ruangan ber-AC (menyempatkan diri keluar ruangan untuk sirkulasi udara

Fenomena ini menarik karena sejak Demak berdiri dan berhasil mengalahkan Majapahit, Islam menjadi simbol yang diproduksi oleh parapenguasa ill Jawa Oleh karena itu,