9 A.Landasan Teori
1. Kepemimpinan
a. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor utama yang mendukung
kesuksesan organisasi dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan dapat
didefinisikan sebagai proses mempengaruhi suatu kelompok yang
terorganisasi untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Hughes (2006:32)
kepemimpinan merupakan fenomena kompleks yang melibatkan tiga hal
utama, yakni pemimpin, pengikut dan situasi.
Kepemimpinan melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam, yang
terjadi di antara orang-orang yang menginginkan perubahan signifikan, dan
perubahan tersebut mencerminkan tujuan yang dimiliki bersama oleh
pemimpin dan pengikutnya (bawahan). Pengaruh (influence) dalam hal ini berarti hubungan diantara pemimpin dan pengikut bukan sesuatu yang pasif,
tetapi merupakan suatu hubungan timbal balik dan tanpa paksaan. Dengan
demikian, kepemimpinan itu sendiri merupakan proses yang saling
mempengaruhi antara pemimpin dan bawahannya, demikian sebaliknya.
Orang-orang yang terlibat dalam hubungan tersebut menginginkan sebuah
perubahan, sehingga pemimpin diharapkan mampu menciptakan perubahan
Perubahan tersebut bukan merupakan sesuatu yang diinginkan
pemimpin, tetapi lebih pada tujuan yang diinginkan dan dimiliki bersama.
Tujuan tersebut ingin dicapai di masa depan sehingga menjadi motivasi utama
visi dan misi organisasi. Pemimpin mempengaruhi pengikutnya untuk
mencapai perubahan berupa hasil yang diinginkan bersama. Kepemimpinan
merupakan aktivitas orang-orang, yang terjadi di antara orang-orang, dan
bukan sesuatu yang dilakukan untuk orang-orang sehingga kepemimpinan
melibatkan pengikut. Proses kepemimpinan juga melibatkan keinginan dan
niat, keterlibatan yang aktif antara pemimpin dan pengikut untuk mencapai
tujuan yang diinginkan bersama. Dengan demikian, baik pemimpin ataupun
pengikut mengambil tanggung jawab pribadi (personal responsibility) untuk mencapai tujuan bersama tersebut.
b. Gaya Kepemimpinan
Menurut Ratnaningsih (2009:126) gaya kepemimpinan merupakan
norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut
mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya
kepemimpinan yang dimaksud adalah teori kepemimpinan dari pendekatan
perilaku pemimpin. Dari satu segi pendekatan ini masih difokuskan lagi pada
gaya kepemimpinan (leadership style), sebab gaya kepemimpinan bagian dari pendekatan perilaku pemimpin yang memusatkan perhatian pada proses
dinamika kepemimpinan dalam usaha mempengaruhi aktivitas individu untuk
mencapai suatu tujuan dalam suatu situasi tertentu. Gaya kepemimpinan ialah
orang-orang yang dipimpin untuk mencapai tujuan dalam suatu situasi
organisasinya yang dapat berubah. Pemimpin mengembangkan program
organisasinya, menegakkan disiplin yang sejalan dengan tata tertib yang telah
dibuat, memperhatikan bawahannya dengan meningkatkan kesejahteraanya,
serta berkomunikasi dengan bawahannya.
Menuruh Ratnaningsih (2009:126) gaya kepemimpinan dapat
dikelompokkan ke dalam dua tipe yang berbeda yaitu gaya kepempinan
transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional. Kedua gaya
kepemimpinan tersebut merupakan dua hal yang berbeda (saling
bertentangan) namun sangat penting dan dibutuhkan setiap organisasi. Dalam
penelitian ini, pembahasan lebih mengarah pada gaya kepemimpinan
transformasional.
c. Gaya Kepemimpinan Transformasional
Seorang pemimpin transformasional adalah orang yang merangsang
dan memberikan inspirasi (mengubah) kepada pengikut untuk mencapai hasil
yang luar biasa. Kepemimpinan transformasional berkembang dari
kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transformasional menghasilkan
tingkat upaya dan kinerja karyawan yang melampaui apa yang akan terjadi
dengan pendekatan transaksional saja. Selain itu, kepemimpinan
transformasional lebih dari kepemimpinan karisma karena pemimpin
transformasional mencoba untuk menanamkan dalam kemampuan pengikut
untuk mempertanyakan pandangan tidak hanya mapan tetapi pandangan yang
dan perkembangan pengikut individu, mengubah kesadaran pengikut akan
masalah dengan membantu mereka untuk melihat masalah lama dengan cara
baru dan mereka mampu membangkitkan dan mengilhami pengikutnya untuk
melakukan usaha ekstra dalam mencapai tujuan kelompok (Robbins dan
Coulter, 2012:36).
Kepemimpinan transformasional, yaitu kepemimpinan dimana
pemimpin menyediakan perhatian individu, rangsangan intelektual serta
pemimpin tersebut memiliki karisma. Kepemimpinan transformasional lebih
menyerukan pada nilai-nilai moral dari para pengikut dalam upayanya untuk
meningkatkan kesadaran mereka tentang masalah etis (Rorimpandey,
2013:157).
d. Dimensi Gaya Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional memiliki empat dimensi
(Rorimpandey, 2013:159):
1) Charisma - Memberikan visi dan misi untuk meraih respek dan
kepercayaan.
2) Inspiration - Mengkomunikasikan harapan yang dituju dan mengekspresikan pentingnya tujuan dengan cara yang sederhana.
3) Intelectual simulation - Mendorong intelegensia dan rasionalitas dan berhati-hati dalam menyelesaikan masalah.
e. Unsur Gaya Kepemimpinan Transformasional
Di dalam Kepemimipinan Transformasional terdapat beberapa unsur
(Iensufiie, 2010:125):
1) Unsur Pemimpin
a) Pemimpin memiliki karisma di mata pengikut.
b) Pemimpin memiliki visi atau idealisme yang sesuai dengan harapan
pengikut.
c) Pemimpin mampu memberikan pengaruh kepada pengikut.
2) Unsur Pengikut
a) Pengikut memiliki inspirasi dari dirinya dan memandang pemimpin
mampu membawanya untuk mewujudkan inspirasi tersebut.
b) Pengikut memiliki motivasi dan pemimpin menangkap motivasi
tersebut untuk diarahkan menjadi tujuan bersama.
3) Unsur Kerja Sama
Di dalam melaksanakan pekerjaannya, pemimpin mampu merangsang
atau memicu kreatifitas intelektual dari para pengikut.
4) Unsur Keputusan
Di dalam kerja sama transformasional, pengikut bebas mengambil
keputusan dan bukan karena ada tekanan.
f. Ciri Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan Transformasional memiliki ciri perhatian terhadap
perkembangan dan perubahan prestasi dari para pengikutnya, apakah menjadi
kepercayaan serta mendukung pengikut untuk mengekspresikan segenap
potensi yang ada didalam dirinya. Tujuan yang hendak dicapai antara
pemimpin dan pengikut sama atau mirip dan berjalan dengan sinkron
(Iensufiie, 2010:134).
2. Lingkungan Kerja
a. Pengertian Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan termasuk salah satu hal
yang penting untuk diperhatikan. Meskipun lingkungan kerja tidak
melaksanakan proses produksi dalam perusahaan, namun lingkungan kerja
mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan. Lingkungan kerja
yang memusatkan perhatian kepada karyawannya dapat meningkatkan
kinerja. Sebaliknya, lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat
menurunkan motivasi kerja dan akhirnya menurunkan kinerja karyawan.
Menurut Sedarmayati (2009:21) definisi lingkungan kerja adalah
keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di
mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik
sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.
Menurut Schultz (2006:105) Lingkungan kerja diartikan sebagai suatu
kondisi yang berkaitan dengan ciri-ciri tempat bekerja terhadap perilaku dan
sikap pegawai dimana hal tersebut berhubungan dengan terjadinya
perubahan-perubahan psikologis kerena hal-hal yang dialami dalam
oleh organisasi yang mencakup kebosanan kerja, pekerjaan yang monoton
dan melelahkan.
Dari beberapa pendapat diatas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja
merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja,
yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja.
Sedarmayanti (2009:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis
lingkungan kerja dibagi menjadi 2 yakni: lingkungan kerja fisik dan
lingkungan kerja non fisik. Dalam penelitian ini, pembahasan hanya
mencakup lingkungan kerja non fisik.
b. Lingkungan Kerja Non Fisik
Menurut Sedarmayanti (2001:31), “lingkungan kerja non fisik adalah
semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik
hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun
hubungan dengan bawahan”. Sementara itu, Wursanto (2009:137)
menyebutnya sebagai lingkungan kerja psikis yang didefinisikan sebagai “sesuatu yang menyangkut segi psikis dari lingkungan kerja”. Berdasarkan
pengertian pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja non
fisik disebut juga lingkungan kerja psikis, yaitu keadaan di sekitar tempat
kerja yang bersifat non fisik. Lingkungan kerja semacam ini tidak dapat
ditangkap secara langsung dengan pancaindera manusia, namun dapat
dirasakan keberadaannya. Jadi, lingkungan kerja non fisik merupakan
lingkungan kerja yang hanya dapat dirasakan oleh perasaan. Berdasarkan
non fisik adalah lingkungan kerja yang tidak dapat ditangkap dengan panca
indera manusia. Akan tetapi, lingkungan kerja non fisik ini dapat dirasakan
oleh para pekerja melalui hubungan-hubungan sesama pekerja maupun
dengan atasan.
c. Indikator Lingkungan Kerja Non Fisik
Indikator-indikator lingkungan kerja non fisik menurut DeStefano
(2006) dalam fath (2015:22) adalah sebagai berikut:
1) Prosedur Kerja, adalah rangkaian tata pelaksanaan kerja yang diatur
secara berurutan, sehingga terbentuk urutan kerja secara bertahap
dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
2) Standar Kerja, adalah persyaratan tugas, fungsi atau perilaku yang
ditetapkan oleh pemberi kerja sebagai sasaran yang harus dicapai oleh
seorang karyawan.
3) Pertanggung jawaban Supervisor, Tanggung jawab seorang supervisor
untuk menyusun tugas karyawan agar dapat dikerjakan secara efektif
dan adil. Supervisor juga bertanggung jawab mengadakan evaluasi
karyawan untuk menjamin pencapaian sasaran yang sudah ditetapkan
oleh perusahaan.
4) Kejelasan Tugas, yaitu sejauh mana pekerjaan itu menuntut
diselesaikannya seluruh potongan kerja secara utuh dan dapat dikenali
oleh karyawan. Dalam hal ini karyawan dituntut untuk memahami dan
mampu melaksanakan pekerjaan mereka berdasarkan instruksi dari
5) Sistem Penghargaan, Sistem imbalan atau sistem penghargaan (reward
system) adalah sebuah program yang digunakan untuk mengenali prestasi individual karyawan, seperti pencapaian sasaran atau proyek
atau penggunaan ide-ide kreatif.
6) Hubungan antar Karyawan, yaitu hubungan dengan rekan kerja
harmonis dan tanpa ada saling intrik diantara sesama rekan kerja. Salah
satu faktor yang mempengaruhi karyawan tetap tinggal dalam satu
organisasi adalah adanya hubungan yang harmonis diantara rekan kerja.
Dengan demikian lingkungan kerja non fisik merupakan cermin dari
suasana kerja yang terjadi dalam suatu organisasi. Suasana kerja yang nyaman
dan kondusif akan mampu membuat seseorang lebih berkonsentrasi dalam
melaksanakan tugas-tugasnya. Makin kondusif suasana kerja seseorang, makin
besar pula peluangnya untuk mencari hal-hal baru yang dapat lebih meringankan.
3. Kinerja Karyawan
a. Pengertian Kinerja Karyawan
Suatu organisasi didirikan karena mempunyai tujuan tertentu yang
ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap organisasi dipengaruhi
perilaku organisasi. Salah satu kegiatan yang paling lazim dilakukan dalam
organisasi adalah kinerja karyawan, yaitu bagaimana ia melakukan segala
sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu pekerjaan atau peranan dalam
organisasi. Menurut Fadel (2011:11) pengertian kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
misi organisasi yang di tuangkan melalui perencanaan strategi suatu
organisasi.
Menurut Oxfoord Dictionary, kinerja (performance) merupakan suatu
tindakan proses atau cara bertindak atau melakukan fungsi organisasi.
Moeheriono (dalam Rosyida 2010:11) menyebutkan pengertian kinerja
karyawan sebagai hasil kinerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kualitatif maupun secara
kuantitatif, sesuai dengan kewewenangan, tugas dan tanggung jawab
masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal,
tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika. Anwar Prabu
Mangkunegara (2009:67) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Sedarmayanti (2011:260) mengungkapkan bahwa kinerja merupakan
terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil
kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat
diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat dikemukakan bahwa
kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai sesuai
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan indikatornya
Tinggi rendahnya kinerja seorang pegawai tentunya ditentukan oleh
faktor-faktor yang mempengaruhinya baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Mangkunegara (2009:67) menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Sedangkan menurut Keith Davis dalam
Mangkunegara (2009:67) dirumuskan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja adalah:
1) Human Performance = Ability + Motivation 2) Motivation = Attitude + Situation
3) Ability = Knowledge + Skill c. Indikator Kinerja
Mangkunegara (2009:75) mengemukakan bahwa indikator kinerja,
dapat dinilai berdasarkan:
1) Kualitas
Kualitas kerja adalah seberapa baik seorang karyawan
mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan.
2) Kuantitas
Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja
dalam satu harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja
3) Pelaksanaan tugas
Pelaksanaan tugas adalah seberapa jauh karyawan mampu
melakukan pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan.
4) Tanggung Jawab
Tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan
kewajiban karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan
perusahaan.
4. Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja Karyawan
Terdapat suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami
kesuksesan dari pemimpin, yaitu dengan memusatkan perhatian pada apa yang
dilakukan oleh pemimpin tersebut. Gaya kepemimpinan merupakan norma
perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba
mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang diinginkannya. Gaya
kepemipinan dalam organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan
lingkungan kerja yang kondusif dan membangun iklim motivasi bagi karyawan
sehingga diharapkan akan menghasilkan kinerja yang efektif dari setiap
karyawan.
Seorang pemimpin harus mampu mempengaruhi para bawahannya untuk
bertindak sesuai dengan visi, misi dan tujuan perusahaan. Pemimpin harus
mampu memberikan wawasan, membangkitkan kebanggaan, serta
menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan dari bawahannya. Menurut
kepemimpinan bagi seorang pemimpin yang cenderung memberi motivasi
kepada bawahan untuk bekerja lebih baik dan menitikberatkan pada perilaku
membantu transformasi antar individu dengan organisasi.
Teori pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja
diusulkan oleh Butler (1999) bahwa pemimpin transformasional mendorong
bawahannya untuk memiliki tujuan visi, misi dan organisasi, mendorong dan
memotivasi untuk menunjukkan performa maksimal, merangsang bawahan
untuk bertindak kritis dan memecahkan masalah dengan cara baru dan karyawan
memperlakukan secara individual. Sebagai konsekuensi bawahan akan
membalas dengan menunjukkan kerja maksimum. Kinerja pegawai tidak lepas
dari peran pemimpinnya. menurut Bass (1990) peran kepemimpinan atasan
dalam memberikan kontribusi pada karyawan untuk pencapaian kinerja yang
optimal.
5. Hubungan Lingkungan Kerja Non Fisik terhadap Kinerja Karyawan Lingkungan kerja atau kondisi kerja, terutama lingkungan kerja non
fisik, merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh perusahaan
karena hal ini akan berpengaruh pada produktivitas kerja, motivasi kerja,
kepuasan kerja, prestasi kerja dan kinerja pegawai. Untuk itu, perusahaan harus
lebih detail dalam memperhatikan lingkungan karja agar tujuan organisasi dapat
tercapai sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Seperti yang diungkapkan
Robbins dan Judge (2011:110) bahwa Lingkungan kerja seorang pegawai sangat
mempengaruhi tingkat kepuasan kerjanya. Hal ini akan berakibat pada
kinerja pegawai dapat dipengaruhi lingkungannya, khususnya lingkungan kerja
non fisik yang menyebabkan karyawan dapat merasa semangat dalam
melaksanakan tugas yang dibebankannya. Lingkungan kerja yang tepat sasaran
akan menyebabkan pegawai merasa memiliki pekerjaan itu dan berakhir dengan
kinerja yang diharapkan. Lingkungan kerja yang mendukung menjadikan
pegawai peduli akan lingkungan kerja, baik untuk kenyamanan pribadi maupun
memudahkan mengerjakan tugas. Lingkungan kerja ini mempengaruhi para
pegawai dalam bekerja sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung
akan berpengaruh terhadap kinerja dan berpengaruh pula terhadap produktifitas
perusahaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wilson (2008:227) yang
menyatakan bahwa Lingkungan kerja adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi kinerja pegawai. Menurut Newstrom (2007:97), bahwa
Lingkungan kerja mempengaruhi kebosanan dalam pekerjaan, kelelahan dalam
bekerja dan pekerjaan yang monoton. Hal ini harus diperhatikan agar pegawai
dapat merasa nyaman dalam bekerja sehingga tidak bosan dalam bekerja dan
pekerjaan tidak monoton dan pegawai nyaman dalam bekerja sehingga dapat
meningkatkan kinerja dalam bekerja. Lingkungan kerja terutama lingkungan
kerja non fisik, yang buruk dikhawatirkan dapat menurunkan kinerja pegawai.
Pekerjaan yang dilakukan akan terasa tidak menyenangkan untuk diselesaikan.
Seseorang akan merasa tertekan karna lingkungan kerja yang buruk dan hal
tersebut mengakibatkan kinerja pegawai menjadi berkurang. Jika kinjerja
keseluruhan. Lingkungan kerja yang baik akan berusaha menampilkan prestasi
kerja yang baik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
B.Penelitian Terdahulu
Berikut adalah beberapa referensi dari hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh peneliti terdahulu sebagai berikut:
1. Penelitian Rohmawati (2011) dengan judul “Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan di Pamella Swalayan Dua Kota Yogyakarta”
menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja
pegawai di Pamella Swalayan Dua Kota Yogyakarta. Hal ini terbukti dari
hasil uji t yang diperoleh t hitung X=8,343 dengan taraf signifikasi 0,000
dengan hasil uji F yang memperoleh F hitung 1,316 dengan taraf signifikasi
0,436.
2. Penelitian Rolasmana (2013) dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan,
Efektivitas Pengambilan Keputusan, dan Pemberian Kompensasi Insentif
terhadap Kinerja Karyawan Bagian Keuangan pada Swalayan di Tanjungpinang”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa: (1) pengujian
regresi secara parsial membuktikan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan, efektifitas pengambilan keputusan
tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, dan kompensasi
insentif berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, dan (2) pengujian
regresi secara simultan menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan,
pengambilan keputusan, dan kompensasi insentif secara bersama-sama
3. Penelitian Ratna (2012) dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan,
terhadap Kinerja Karyawan pada Ria Swalayan di Surakarta”. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah bahwa gaya kepemimpinan terbukti berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Subarkah, Kambaran dan Ichawnudin (2017)
dengan judul “Pengaruh Kompensasi, Kepemimpinan Transformasional,
Lingkungan Kerja Non Fisik Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Motivasi
Berprestasi Sebagai Variabel Intervening (Studi pada Karyawan Divisi
Operation & Maintenance PT. Purna Baja Harsco)”. Hasil dari penelitian ini
diketahui bahwa gaya kepemimpinan tranformasional dan lingkungan kerja
non fisik berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Sukamto (2013) dengan judul Pengaruh
Lingkungan Kerja Fisik dan Non Fisik Terhadap Kinerja Pegawai Pada
Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Daerah Kota
Samarinda. Hasil dari penelitain diketahui bahwa lingkungan non fisik
berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap kinerja pegawai
Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2015) dengan judul Pengaruh
Lingkungan Kerja Non Fisik Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Pada
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ponorogo). Hasil penelitian
mengungkapkan bawah lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif dan
C.Kerangka Pikir
Gambar II.1 Kerangka Berfikir D.Hipotesis Penelitian
Penelitian ini bersifat asosiatif yang berarti didalam penelitian ini bertujuan
untuk menjelaskan hubungan antar variabel (lebih dari satu variabel). Maka untuk
membuktikan adanya hubungan antar variabel tidak untuk seterusnya namun untuk
sementara, maka dibutuhkan hipotesis. Menurut Sugiyono, (2009:96) hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan
sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis
dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas
masalah yang dirumuskan. GAYA
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
(X1)
LINGKUNGAN KERJA NON FISIK
(X2)
KINERJA KARYAWAN (Y)
H1
H2
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang harus diuji, dan tujuan dari
pengujian tersebut untuk membuktikan apakah hipotesis diterima atau ditolak.
Fungsi hipotesis adalah sebagai kerangka kerja bagi peneliti, memberi arah kerja,
dan mempermudah penyusunan laporan penelitian.
Berdasakan pemaparan yang telah dijelaskan sebelumnya seperti rumusan
masalah dan landasan teori, maka peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai
berikut:
1. H1: Diduga variabel gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. SC Enterprises.
2. H2: Diduga variabel lingkungan kerja non fisik berpengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan pada PT. SC Enterprises.
3. H3: Diduga variabel gaya kepemimpinan transformasional dan lingkungan
kerja non fisik secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja