• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMEROLEHAN BAHASA PENDERITA TUNAGRAHITA PADA SISWA SD KELAS 1 C DI SLB NEGERI BANJARNEGARA KECAMATAN MADUKARA KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMEROLEHAN BAHASA PENDERITA TUNAGRAHITA PADA SISWA SD KELAS 1 C DI SLB NEGERI BANJARNEGARA KECAMATAN MADUKARA KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 - repository perpustakaan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Relevan

Penelitian mengenai pemerolehan bahasa sudah pernah dilakukan, antara lain

sebelumnya oleh Betty Utami (2013) mahasiswa Universitas Muhammadiyah

Purwokerto dengan judul Pemerolehan Bahasa pada Anak Usia 3-5 Tahun di PAUD Aisyiyah Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2012-2013. Dalam penelitian Betty Utami ini penelitian menggunakan

metode deskriptif kualitatif. Sumber data adalah anak usia 3-5 tahun di PAUD

Aisyiyah Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas, datanya berupa tuturan

anak berusia 3-5 tahun di PAUD Aisiyah Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten

Banyumas yang mengandung komponen bahasa yaitu fonologi, morfologi, sintaksis,

dan Semantik. Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pemerolehan fonologi

meliputi pemerolehan vokal, konsonan, diftong, dan gejala bahasa. Pemerolehan

morfologi meliputi afiks dan reduplikasi. Pemerolehan sintaksis meliputi pemerolehan

ujaran satu kata, ujaran dua kata, bentuk deklaratif, bentuk imperatif, bentuk

interogatif, deiksis, pronomina, dan kata-kata penyedap. Pemerolehan sintaksis

meliputi terjadinya tahap generalisasi berlebihan serta pemerolehan semantik pada

usia empat serta lima tahun yang terjadi pada tahap hipotesis generalisasi.

Penelitian tentang pemerolehan bahasa juga dilakukan oleh Agustina Saraswati

(2012) mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto dengan judul

(2)

Suatu Tinjauan Psikolinguistik. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, dan prosedur pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian adalah metode simak. Dalam menganalisis peneliti menggunakan

metode padan sedangkan tahap penyajian hasil analisis data menggunakan metode

penyajian informal dan formal. Penelitian ini meliputi pemerolehan dalam bidang

fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Dari hasil yang diperoleh yaitu

pemerolehan fonologi meliputi pemerolehan vokal dan konsonan. Pemerolehan

morfologi meliputi afiks dan reduplikasi. Pemerolehan sintaksis meliputi ujaran satu

kata, ujaran dua kata, bentuk interogratif, deklaratif, bentuk imperatif, bentuk

ekslamatif, bentuk negatif, deiksis pronomina, dan kata-kata penyedap. Pemerolehan

sematik usia satu tahun, pemerolehan semantik usia 2 tahun dan pemerolehan

semantik usia 3 tahun.

Selain itu terdapat juga pada penelitian Ledy Rima Yoki, mahasiswa

Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul Peran Orang Tua Dalam Pemerolehan Bahasa Lisan Pada Anak Tunarungu kelas 1 SD di SLB B Wiyata Dharma I Tempel Sleman Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan seberapa besar peran yang dilakukan orang tua dalam pemerolehan bahasa lisan pada

anak tunarungu kelas 1 SD di SLB B Wiyata Dharma I Tempel. Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian ini

peran orang tua sangatlah penting dalam pemerolehan bahasa lisan bagi anak

tunarungu.

Dari tiga penelitian yang relevan di atas terdapat beberapa perbedaan dengan

penelitian ini adalah pertama, dari segi objek penelitian. Jika dari ketiga penelitian di

(3)

-fisik, sedangkan penelitian saya berobjek pada siswa kelas 1 SD berusia 9 tahun yang

merupakan penderita tunagrahita, memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata.

Kedua, data di penelitian ini diperoleh dari hasil percakapan antara peneliti dengan

siswa penderita tunagrahita, peneliti dengan guru, peneliti dengan orang tua dan

percakapan objek secara alamiah saat bermain dan saat kegiatan pembelajaran

berlangsung. Sedangkan pada penelitian relevan di atas data diperoleh dari metode

simak. Ketiga, data yang diperoleh kemudian dianalisis dari kesalahan dalam

penuturan kemudian diperbaiki.

B. Pengertian Bahasa

Bahasa sebagai sistem tanda baik lisan maupun tulisan. Bahasa juga

merupakan sistem komunikasi antar manusia. Selain itu, bahasa juga dapat dipelajari

secara teratur tergantung pada kematangan serta kesempatan belajar yang dimiliki

seseorang. Menurut Soenjono Dardjowidjojo (2012:16) bahasa adalah suatu sistem

simbol lisan yang arbitrer dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk

berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berdasarkan pada budaya yang

mereka miliki bersama. Arti arbitrer dalam uraian di atas yaitu bahwa bahasa selalu

berubah-ubah, tidak tetap, mana suka, dan sewenang-wenang. Selain bersifat arbitrer,

bahasa juga merupakan alat komunikasi pikiran manusia. Maksud dari pemikiran

tersebut yaitu munculnya konsep dengan menggunakan kata-kata berbeda, mungkin

dapat menimbulkan kekacauan dan salah pengertian sehingga hal tersebut dapat

mengganggu lancarnya komunikasi. Poespoprodjo dan Gilarso (2006:49) berpendapat

bahwa bahasa adalah laksana alat pemikiran yang kalau sungguh-sungguh kita kuasai

(4)

berpikir dengan lurus‟. Berpikir dengan lurus menuntut pemakaian kata-kata yang

tepat. Dalam hal ini bahasa merupakan sebuah sistem tanda atau lambang yang

dipakai oleh pemakai bahasa sebagai alat komunikasi, saling bercakap-cakap, bertukar

informasi, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut pendapat Chaer, (2002:30) bahasa

adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan bahasa adalah

proses penyampaian informasi dan berkomunikasi.

Jadi, dalam hal ini bahasa dapat dibagi menjadi dua fungsi yang memiliki

peran penting. Fungsi pertama bahasa sebagai alat komunikasi, kedua bahasa

digunakan sebagai alat pemikiran. Komunikasi menggunakan bahasa, mampu

mengeluarkan sebuah ekspresi pada wajah yaitu ekpresi sedih, senang, dan lain

sebagainya. Dengan demikian penerima bahasa akan memahami arti dan maksud yang

akan disampaikan dari orang yang sedang berbicara. Pada intinya bahasa merupakan

proses penyampaian suatu informasi.

Selain bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa juga memiliki beberapa ciri dan

sifat hakiki bahasa. Menurut Chaer (2012:33) mengatakan bahwa hakekat bahasa itu

terdiri dari 13 butir adalah sebagai berikut; (1) bahasa adalah sebuah sistem, (2)

bahasa adalah berwujud lambang, (3) bahasa adalah berwujud bunyi, (4) bahasa

bersifat arbitrer, (5) bahasa bermakna, (6) bahasa bersifat konvensional, (7) bahasa

bersifat unik, (8) bahasa bersifat universal, (9) bahasa bersifat produktif, (10) bahasa

itu bervariasi, (11) bahasa bersifat dinamis, (12) bahasa itu berfungsi sebagai alat

interaksi sosial, dan (13) bahasa itu merupakan identitas penuturnya. Dari tiga belas

butir hakikat di atas dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan hal yang paling penting

dalam kehidupan manusia dan bahasa digunakan oleh manusia di segala bidang

(5)

fungsi bahasa dalam kehiduapan bermasyarakat sangatlah penting. Dikarenakan

bahasa yang kita gunakan dalam masyarakat sebagai penilaian pribadi dari penutur

bahasa tersebut. Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi haruslah bahasa yang

baik dan benar, sesuai dengan hakikatnya.

Menurut Mar‟at (2011: 19) fungsi bahasa ada dua macam yaitu (a) fungsi

bahasa yang bersifat intrapersonal (mathetik), penggunaaan bahasa untuk

memecahkan persoalan, mengambil keputusan, berfikir, mengingat dan sebagainya.

Ketika manusia memiliki masalah dalam hidupnya tidaklah mungkin masalah tersebut

akan selesai hanya dengan sebuah tindakan saja. Disini bahasa digunakan untuk

menentukan seberapa pandainya seseorang dalam memecahkan masalah dengan

berfikir yang rasional. (b) fungsi bahasa bersifat interpersonal (progmatik), yaitu

menunjukan adanya suatu pesan atau keinginan penutur, biasanya diungkapkan dalam

bentuk kalimat perintah, kalimat tanya dan kalimat berita. Fungsi bahasa bersifat

interpersonal diperlukan untuk memecahkan masalah, karena bahasa dapat

menentukan karakter orang dalam pengucapannya seperti jujur, berbohong, tulus, dan

ikhlas.

Dapat disimpulkan bahwa bahasa sebagai alat berkomunikasi untuk bercakap

dan menuangkan pikiran dengan orang lain. Bahasa juga digunakan untuk

menentukan ekspresi manusia dengan menyesuaikan keadaan. Komunikasi tidak akan

sempurna apabila ekspresi pembicara tidak diterima atau dipahami oleh lawan bicara.

Bahasa selain berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi, juga memiliki fungsi untuk

membudayakan manusia. Oleh sebab itu, fungsi dari bahasa sangatlah penting untuk

(6)

C. Psikolinguistik

Psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistik, yakni dua

bidang ilmu yang berbeda, yang masing-masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan

metode berlainan. Namun keduanya sama-sama meneliti bahasa sebagai objek

formalnya dan hanya materinya yang berbeda yaitu linguistik mengkaji struktur

bahasa sedangkan psikologi mengkaji prilaku bahasa atau proses berbahasa (Chaer,

2009:5). Sedangkan Menurut Dardjowidjojo (2012:7) secara rinci psikolinguistik

mempelajari empat topik: (a) komprehensi, yaitu proses-proses mental yang dilalui

oleh manusia sehingga mereka dapat menangkap apa yang dikatakan orang dan

memahami apa yang dimaksud, (b) produksi, yakni proses-proses mental pada diri

kita yang membuat kita dapat berujar seperti yang kita ujarkan, (c) landasan biologis

serta neurologis yang membuat manusia bisa berbahasa, dan (d) pemerolehan bahasa,

yaitu bagaimana anak memperoleh bahasa mereka.

Selanjutnya, Levelt (dalam Mar‟at, 2011:1) membagi psikolinguistik ke dalam

tiga bidang utama sebagai berikut; pertama, psikolinguistik umum adalah sebuah

studi pengamatan tentang bahasa dan bagaimana memproduksi bahasa serta

mempelajari proses kognitif yang mendasarinya pada waktu seseorang menggunakan

bahasa. Kedua, psikolinguistik perkembangan yaitu berbicara tentang pemerolehan

bahasa atau menceritakan tentang pemerolehan bahasa pertama atau disebut dengan

bahasa ibu, bahasa kedua, dan lain sebagainya. Misalnya bayi baru lahir sekitar enam

minggu mulai mengeluarkan bunyi dalam bentuk teriakan atau rengekan. Setelah itu

pada usia enam bulan mulai dapat berceloteh hingga sampai usia 10 bulan bayi mulai

(7)

kata apa yang didengar. Pertama diperoleh saat yaitu ketika bayi baru lahir belum

dapat berbicara. Dari tahap berceloteh kemudian mulai menguasai beberapa suku kata

dari dua suku kata dan seterusnya sampai anak tersebut berusia dewasa dan mulai

memperoleh bahasa kedua. Ketiga, psikolinguistik terapan yaitu berbicara penerapan

temuan-temuan dari sub disiplin psikolinguistik dengan bidang tertentu seperti

psikologi, linguistik dan lainnya. Maksudnya bahwa psikolinguistik dapat dihubungan

ke dalam bidang yang lainnya yaitu seperti pendidikan, linguistik, komunikasi,

sesusastraan dan lainnya. Psikolinguistik terapan dibedakan menjadi dua bagian yaitu

(a) Applied General Psycholinguistics, juga dibagi mennjadi dua bagian dalam

penerapannya yaitu bidang Normal Applied General Psycholinguistics yang

membahas pengaruh perubahan ejaan terhadap persepsi kita mengenai ciri visual dari

kata-kata. Abnormal Applied General Psycholinguistics mempelajari kesukaran

pengucapan karena memiliki gangguan bahasa seperti penderita afasia, gagap, dan lain

sebagainya karena penderita seperti itu dapat mengerti bahasa tetapi tidak dapat

mengucapkannya disebabkan mereka mengalami kerusakan dalam mengucapkan

bunyi-bunyi tertentu pada waktu berbicara. (b) Applied Develobmental

Psycholinguistics juga terbagi dalam penerapan bidang psikollinguistik yaitu Normal

Applied Developmental Psycholinguistics membicarakan antara lain bagaimana

membuat program (kurikulum) belajar membaca dan menulis, apakah lebih baik

menggunakan metode global atau metode sinensis atau mungkin ada metode yang

lain. Abnormal Applied Developmental Psycholinguistics membahas bagaimana cara

membatu anak-anak yang mengalami keterlambatan perkembangan bahasanya yang

disebabkan oleh adanya kelainan yang bersifat bawaan pada artikulasinya atau yang

(8)

Tabel 1 Ruang lingkup Ilmu Psikolinguistik yang disebabkan oleh bahasa pertama atau bahasa ibu.

Istilah pemerolehan bahasa dipakai untuk padanan istilah dalam bahasa Inggris

acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural

pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language). Istilah ini dibedakan dari pembelajaran yang merupakan padanan dari istilah dalam bahasa inggris learning.

Dalam pengertian ini proses itu dilakukan dalam tatanan yang formal, yakni belajar di

kelas dan diajar oleh guru. Dengan demikian proses dari anak yang belajar menguasai

bahasa ibunya adalah pemerolehan, sedangkan proses dari orang (umumnya dewasa) yang belajar dikelas adalah pembelajaran.

(9)

individu, dengan memperoleh bahasa atau kosakata baru, periode dari pemerolehan

bahasa terjadi sepanjang masa. Pemerolehan bahasa sangat banyak ditentukan oleh

aspek kematangan biologis, kognitif, dan modern. Pada dasarnya, manusia sejak lahir

sudah dikaruniai oleh tuhan dengan apa yang disebut sebagai bakat bahasa. Setiap

anak yang lahir dan berkembang secara normal fisik, mental, dan sosial akan mampu

menguasai sedikitnya satu bahasa. Jika anak tersebut menguasai lebih dari satu

bahasa, bahasa pertama dikuasainya itu disebut B1 atau bahasa ibu.

Menurut Achmad HP dan Alek Abdullah (2012: 107) bahwa hakikat

pemerolehan bahasa ada dua yaitu pertama, bahasa pertama berciri urutan

pemerolehannya. Istilah pertama mengacu pada perkembangan pada setiap individu.

Maka bahasa pertama yang dikuasai sebelum mereka menguasai bahasa lain disebut

dengan B1. Misalnya, Rani lahir di Jawa, ayah dan ibunya berbicara menggunakan bahasa Jawa kepada Rani dari kecil hingga dewasa, maka dapat dipastikan bahwa B1

yang diperolehnya adalah bahasa Jawa. Jika setelah dewasa Rani belajar bahasa

Indonesia, maka bahasa Indonesia disebut B2. Kedua, bahasa pertama berciri

kesempurnaan penguasaan. Misalnya, Doni lahir di Banjarnegara dan dibesarkan di kota tersebut, sedangkan ayahnya berasal dari Yogyakarta dan Ibunya berasal dari

Surabaya. Doni merupakan anak kedua dari pasangan ini, untuk bahasa di rumah

kedua orang tuanya lebih banyak menggunakan bahasa Jawa, sehingga dari kecil Doni

sudah memperoleh bahasa Jawa. Jika kondisi Doni seperti itu, kita sebagai pendengar harus menggunakan teori mendengarkan secara selektif agar terus dapat mengikuti

pembicara.

Pada umumnya seorang anak memperoleh bahasa ibunya dengan memakai

(10)

dan neurologi manusia yang sama tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang

menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan.

Dalam pemerolehan bahasa terdapat konsep universal sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal. Selain itu bahasa memiliki tiga

komponen yakni fonologi, sintaksis, dan semantik. Namun, dari ketiga komponen

bahasa tersebut diterapkan pada penderita tunagrahita hanya memiliki dua komponen

fonologi, dan semantik. Dalam penelitian di SLB Negeri Banjarnegra pada penderita tunagrahita, peneliti mewawancarai salah satu anak dan menemukan kelemahan dalam

bahasa yaitu pada komponen fonologi, morfologi, dan semantik. Dari kesalahan

berbahasa tersebut peneliti menganalisis dan memperbaiki kesalahan dalam ujaran

penderita tunagrahita yaitu:

1. Pemerolehan Fonem

Bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, membicarakan runtutan

bunyi-bunyi bahasa ini disebut fonologi yang secara etimologi terbentuk dari kata fon

yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu (Chaer, 2003:102). Dapat kita pahami bahwa kajian yang mempelajari bunyi-bunyi ujar secara mendalam disebut dengan fonologi.

Fonologi dibedakan menjadi dua yaitu fonetik dan fonemik. Dalam tuturan penderita

tunagrahita, terdapat kesalahan bunyi ujar dari sudut pandang fonetik. Fonetik adalah

bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna pendapat Chaer (2003: 103).

Sedangkan menurut Kridalaksana (2008:63) fonetik adalah ilmu yang menyelidiki

penghasilan, penyampaian, dan penerimaan bunyi bahasa; ilmu interdisipliner

(11)

klasifikasi bunyi, unsur suprasegmental, dan silabel. Pada penderita tunagrahita

banyak sekali kesalahan bunyi-bunyi ujaran, salah satunya cabang klasifikasi bunyi.

Kesalahan bunyi ujar dalam klasifikasi bunyi terdiri dari:

a. Fonem Vokal

Vokal dalam bahasa Inggris vowel, menurut Kridalaksana (2008:257)

menyatakan vokal (vowel) merupakan bunyi bahasa yang dihasilkan dengan getaran pita suara, dan tanpa penyepitan dalam saluran suara diatas glotis. Bunyi vokal yaitu

[a, I, u, e, o, ə] dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit menjadi bergetar ketika

dilalui arus udara yang dipompa dari paru-paru melalui pita suara dan penyempitan

pada saluran udara diatas glotis tidak mendapat hambatan apa-apa. Bunyi vokal

semuanya bersuara, sebab dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit. Sehingga

bunyi yang diucapkan begitu cukup jelas jika diucapkan. Untuk memudahkan mengenali jenis vokal, dengan menggunakan denah bagan vokal dibawah ini:

Tabel 2 Bagan Vokal

Posisi lidah Depan Tengah Belakang Striktur

TBD TBD BD N

Tinggi Atas I U Tertutup

bawah L U Semi tertutup

Sedang Atas E ə O

Bawah ɛ ɔ Semi terbuka

Rendah A Α terbuka

(sumber: Achmad HP- Alek abdullah, 2012: 31)

b. Fonem Diftong

Diftong atau vokal rangkap menurut pendapat Chaer (2003:115) disebabkan

karena lidah ketika memproduksi bunyi pada bagian awalnya dan bagian akhirnya

(12)

yang bergerak, serta strukturnya. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa

sebuah bunyi yang diucapkan atau diproduksi memiliki dua bunyi vokal.

Ketidaksamaan sonoritasnya dikarenakan posisi lidah ketika memproduksi bunyi

bagian awal atau akhir tidak sama. Misalya, bunyi [ai] dan [au]terdapat pada kata

cukai dan kerbau.

Berdasarkan letak atau posisi unsurnya menurut Muslich (2009:69) bunyi

diftong dibagi menjadi dua macam yaitu (a) diftong menurun (falling diphtong)

karena posisi bunyi pertama lebih tinggi dari posisis bunyi kedua, dan (b) diftong

menaik (rising diphtong) karena bunyi pertama posisinya lebih rendah dari posisi

bunyi yang kedua. Jadi diftong adalah sebuah vokal rangkap yang terdiri dari dua

huruf vokal seperti (ai, au, dan oi) yang terdapat dalam sebuah kata dalam satu suku

kata. Dengan contoh harimau ditandai dengan pengucapan bunyi yang tidak sama

serta adanya pengucapan dua bunyi vokal yang diucapkan dalam satu suku kata.

Bunyi diftong tersebut sesuai dengan bunyi ujaran yang diucapkan. Bunyi vokal

terdiri dari dua bunyi vokal yang diucapkan bersamaan.

1) Konsonan

Bunyi konsonan merupakan bunyi yang dihasilkan dengan artikulasi. Dalam bidang studi fonemik, bunyi konsonan juga disebut. Menurut Ahmad dan Alek

Abdullah (2012:30) konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan oleh aliran udara yang menemui berbagai hambatan atau penyempitan. Sedangkan Kridalaksana (2008:132) berpendapat bahwa konsonan yaitu (1) bunyi bahasa yang dihasilkan

(13)

pengertian konsonan tersebut Ahmad dan Alek Abdullah (2012:30) menurutnya ada

ciri bunyi konsonan yaitu bunyi konsonan lebih banyak ditentukan oleh sifat tempat hambatan atau penyempitan aliran udara. Terdapat beberapa ukuran untuk memerikan konsonan, yaitu titik artikulasi, posisi glotis, dan cara hambatan. Dapat disimpulkan

bahwa bunyi konsonan merupakan bunyi bahasa yang diucapkan oleh alat suara dengan bunyi yang dihasilkan hambatan-hambatan udara yang dihasilkan. Termasuk

bunyi konsonan yaitu [b], [c], [d], [f], [g], [h], [j], [k], [l], [m], [n], [p], [q], [r], [s], [t],

[v], [w], [x], [y], [z], [θ], dan []. Untuk memudahkan mengenali jenis konsonan, dengan menggunakan denah bagan konsonan dibawah ini :

Tabel 3 Bagan Konsonan

(sumber: Achmad HP- Alek abdullah, 2012: 31)

2. Komponen Morfologi

Secara etimologi morfologi berasal dari kata morf yang berarti „bentuk‟ dan

kata logi berarti „ilmu‟. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti „ilmu mengenai

bentuk-bentuk dan pembentukan kata‟. Dari semua proses morfologi adalah

(14)

tindak pertuturan. Kajian morfologi mempunyai kaitan baik dengan fonologi maupun

sintaksis. Berkaitanya dengan fonologi jelas dengan kajian yang disebut morfonologi

atau morfofonemik yaitu ilmu yang mengkaji terjadinya perubahan fonem akibat

adanya proses morfologi, seperti munculnya fonem /y/ pada dasar hari bila diberi

sufiks -an yaitu hari + an = harian. Sebelum masuk ke morfofonemik menurut Chaer

(2003:177) gabungan dari dua bidang studi yaitu morfologi dan fonologi, atau

morfologi dan fonemik, bidang kajian morfonologi atau morfofonemik, biasanya

dibahas dalam tataran morfologi, tetapi sebenarnya lebih banyak menyangkut masalah

fonologi. Kajian ini tidak dibicarakan dalam tataran fonologi karena masalah baru

muncul dalam kajian morfologi, terutama dalam proses afiksasi, reduplikasi, dan

komposisi. Kemudian masalah morfofonemik ini terdapat hampir pada semua bahasa

yang mengenal proses-proses morfologi. Dalam proses morfemis menurut Chaer

(2003:177) terdapat empat proses yaitu:

a. Afiksasi

Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar.

Dalam proses afiksasi terlibat unsur-unsur dasar atau bentuk dasar, afiks, dan makna

gramatikal yang dihasilkan. Afiks adalah sebuah bentuk biasanya berupa morfem

terikat yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Dalam

bahasa indonesia dikenal sebagai jenis afiks yang secara tradisional diklasifikasikan

atas: (1) Prefiks merupakan afiks yang diimbuhkan dimuka bentuk dasar yaitu dalam

bahasa indonesia misalnya mem-, di-, ber-, ke-, ter-, se-, pem-, dan pe- / ter-,

Contohnya yaitu prefiks ber- pada kata berjalan dengan kata dasar jalan, (2) Infiks

(15)

macam infiks yaitu -el-, -em-, dan –er-. Contohnya kata seruling dengan kata dasar

suling dan infiksnya –er- menjadi s-er-uling, (3) Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan

pada posisi akhir bentuk dasar dalam bahasa indonesia misalnya –kan, i, nya, wati,

-wan, -man, -isme, -is, -an, -da, -w,. Contohnya kata bagian kata dasarnya bagi +

an,dan (4) Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama

berposisi pada awal bentuk dasar, dan bagian bentuk ke dua berposisi pada akhir

bentuk dasar. Contohnya kata keterangan yaitu kata dasarnya terang menjadi ke

-terang-an. Sehingga proses afiksasi saat penting dalam pembentukan kalimat dalam

bercakap.

b. Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara

keseluruhan, secara bagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Dalam hal ini,

reduplikasi dibedakan menjadi tiga yaitu reduplikasi penuh, seperti buku-buku (dari

dasar buku), reduplikasi sebagian seperti lelaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dari

perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik). Jadi reduplikasi merupakan

bunyi yang diucapkan secara mengulang bunyi tersebut. Pada kenyataannya bunyi

reduplikasi jarang sekali diucapkan jika tidak diperlukan sekali. Pada umumnya bunyi

reduplikasi yang sering digunakan adalah bunyi reduplikasi perubahan bunyi.

c. Komposisi

Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan

morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga bentuk di sebuah

(16)

terdapat dalam banyak bahasa, misalnya lalu lintas dan daya juang. Contoh: sapi kecil

atau sapi yang belum dewasa disebut anak sapi, yakni hasil penggabungan kata anak

dan kata sapi. Pada bunyi komposisi sering diucapakan atau dilafalkan untuk nama

hewan dan sebagainya. Dalam bentuk kalimat bunyi komposisi ini juga jarang

diucapkan.

3. Komponen Semantik

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantics) berasal dari bahasa

Yunani sema (kata benda) yang berarti "tanda" atau "lambang" . Kata kerjanya adalah

semaino yang berarti "menandai" atau "melambangkan". Yang dimaksud dengan tanda

atau lambang disini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda listik (prancis : signé

linguistique) seperti yang dikemukakan oleh Ferdinan Desausure (dalam chaer,

2002:2) yang terdiri dari (1) komponen mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk

bunyi bahasa dan (2) kompoen yang diartikan atau makna dari komponen yang

pertama itu. Kedua komponen ini merupakan tanda atau lambang; sedangkan yang

ditandai atau dilambanginya adalah suatu yang berada diluar bahasa yang lazim

disebut dengan referen atau hal yang ditunjuk. Jadi dalam tindak tutur bentuk bunyi

yang diucapkan merupakan sebuah tanda, dari bunyi yang diucapkan tersebut dan

diartikan merupakan lambang dari penuturnya. Namun menurut Chaer (2002:2) juga

mengatakan kata semantik telah disepakati sebagai istilah yang mempelajari hubungan

antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal lain yang ditandai atau bidang studi

dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu

semantik dapat diartikan sebagi ilmu tentang makna tau tentang arti, yaitu salah satu

(17)

Aminudin (2008:15) semantik yang berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna

to signify atau yang memakai. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian

“studi tentang makna” semantik merupakan bagian dari linguistik.

E. Gangguan Berbahasa

Menurut Chaer (2009:148-163) gangguan berbahasa dibagi menjadi 4 macam

yaitu gangguan berbicara, gangguan berbahasa, gangguan berfikir, dan gangguan

lingkungan sosial. Gangguan kata dasarnya‟ ganggu‟ yang berarti halangan, rintangan,

dan godaan. Sedangkan berbahasa adalah menggunakan bahasa sebagai alat untuk

berkomunikasi. Jadi gangguan berbahasa adalah sebuah permasalahan atau halangan

untuk melakukan komunikasi akibat faktor tertentu. Penderita gangguan berbahasa

yaitu di antaranya tunagrahita, tunadaksa, tunarungu, autis, stroke, dan lain

sebagainya. Pada penelitian ini subyek yang digunakan untuk penelitian dalam

gangguan bahasa yang diambil oleh peneliti yaitu pada gangguan bahasa penderita

tunagrahita.

Tunagrahita merupakan orang yang memiliki cacat pikiran, lemah daya

tangkap, dan idiot. Istilah untuk anak yang berkelainan mental subnormal dalam

beberapa referensi disebut pula dengan keterbelakangan mental (mental retardation,

MR), lemah ingatan, febleminded, mental subnormal, tnagrahita. Seseorang

dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika ia memiliki tingkat

kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal), sehingga untuk meneliti

tugas perkembanganya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk

dalam program pendidikannya menurut Bratanata ( dalam Efendi, 2009: 88).

(18)

sangatlah kurang. Karena pembelajaran dan berbahasa yang dilakukan atau diikuti

oleh anak normal sulit dilakukan, selain itu hal yang nampak sederhana terkadang

tidak mampu dicerna dengan baik dan benar, sehingga peristiwa kebahasaan yang

biasa terjadi disekitarnya menimbulkan keanehan bagi dirinya. Dalam berbahasa anak

tunagrahita kegagalan melakukan apresiasi terhadap suatu peristiwa bahasa, kerap kali

diikuti gangguan artikulasi berbicara. Berkomunikasi yang dilakukan penderita

menggunakan struktur kalimat yang disampaikan cenderung tidak teratur (aphasia

conceptual), dari segi pengucapan sering kali terjadi omisi (pengurangan kata)

maupun distorsi (kekacauan dalam ucapan).

Kemampuan bahasa anak tunagrahita menurut Efendi (2009:99) agak berat

(mampu latih), adanya kegagalan melakukan apersepsi terhadap suatu peristiwa

bahasa, kerap kali diikuti gangguan artikulasi berbicara. Apa yang dilakukan oleh

anak normal sulit dilakukan oleh anak tunagrahita, bahkan, dalam hal yang terlihat

sederhana terkadang tidak mampu dicerna dengan baik, akibatnya peristiwa

kebahasaan yang lazim terjadi di sekitarnya menimbuklan keanehan bagi dirinya.

Pada anak tunagrahita sulit dalam hal sederhana yang dikakukan oleh anak normal

sulit dilakukan. Menurut Somantri (2007:106-108) kemampuan unteligensi anak

tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan Skala weschler

(WISC) yang tiga klasifikasi anak tunagrahita yaitu:

1. Tunagrahita Ringan

Tunagrahita ringan dapat disebut moon atau debil. Kelompok ini memiliki IQ

diantara 68-52 menurut Binet, sedangkan Skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55.

(19)

mempunyai kemampuan untuk berkembang. Penderita tunagrahita masih dapat belajar

membaca, menulis dan berhitung sederhana. Pada penelitian ini subyek yang masuk

kedalam tunagrahita ringan adalah Naajwa Saahira Zahra.

2. Tunagrahita sedang

Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51

-36 pada skala Binet dan 54-40 menurut skala weschler (WISC). Anak yang

terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan MA (Mental Age) sampai

kurang lebih tujuh tahun. Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat

belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca dan berhitung walaupun

mereka masih dapat menulis secara sosial, seperti menulis namanya sendiri, alamat

rumahnya, dan lain-lain. Dalam kehidupannya tunagrahita sedang membutuhkan

pengawasan yang terus-menerus.

3. Tunagrahita berat

Kelompok tunagrahita berat sering disebut dengan idiot. Kelompok ini masih

dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita berat

(severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut skala Binet dan antara 39-25 menurut

Skala Wechler (WISC). Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah 19

menurut Skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut Skala Weschler (WISC). Pada

penelitian ini yang merupakan tunagrahita berat yaitu salwa Najla Azahra dan Nazif

Julio Akmal. Namun untuk Nazif Julio Akmal termasuk dalam tunagrahita sangat

berat. Penderita tunagrahita berat sangat membutuhkan orang lain disampingnya,

(20)

Tabel 4. Klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan derajat keterbelakangaannya

Level

Keterbelakangan Standford Binet IQ SkalaWescheler

Ringan 68 – 52 69 – 55

Sedang 51– 36 54 – 40

Berat 32 – 20 39– 25

Sangat Berat > 19 >24

(sumber: Soemantri, 2007:108)

Sesuai dengan klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan derajat

keterbelakangan subyek penelitian yang akan diteliti masuk dalam golongan IQ level

keterbelakangan ringan, sedang, dan berat. Pertama, Naajwa Saahira Zahra

merupakan tunagrahita sedang, dia seperti anak normal pada umumnya namun tingkat

IQnya dibawah anak normal, mampu bercakap dengan lumayan lancar, aktif dalam

belajar, vokal belum jelas, dan baru mampu menjawab pertannyaan singkat walaupun

jawaban yang diucapkan belum sesuai apa yang ditannyakan. Kedua, Abdul Hafidz

Arrafi termasuk dalam tunagrahita ringan, termasuk anak yang pendiam, sedikit

berbicara, lebih menonjol ke aktifan, dalam hal artikulasi cukup lancar. Ketiga,

Asmia Dewisri Wulandari (Asmia) tergolong dalam cacat tunagrahita ringan,

termasuk anak yang aktif bicara, dalam pengucapan masih kurang jelas dan sedikit

pemalu. Keempat, Aisyah Nur Hidayah (Aisyah) tergolong dalam cacat tunagrahita

ringan, termasuk anak yang aktif berbicara, namun karena memiliki gangguan dalam

pita sehingga suarannya agak serak dan tidak begitu jelas. Kelima, Salwa Najla Azahra

(Salwa) tergolong dalam tunagrahita berat, dia memiliki ganguan pada pita suara

berat, sehingga dalam berbicara cukup kesusahan, dan tidak begitu mengeluarkan

bunyi ujaran saat berbicara. Keenam, Naziw Julio Akmal (Naziw) tergolong

(21)

ataupun hanya menunjuk apa yang diinginkannya.

F. Perkembangan Bahasa Anak Tunagrahita

Bahasa dalam perkembangan anak tunagrahita sangatlah penting, karena

fungsi bahasa yaitu sebagai alat komunikasi. Sebeb itu di sekolah Luar biasa terdapat

pelajaran khusus untuk berbahasa, biasa disebut dengan pembelajaran tematik dan

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan masing-masing ketentuan disekolah. Namun di

SLB N Banjarnegara pembelajaran bahasa dilakukan pada hari jumat berfungsi untuk

melatih vokal dan kelancaran berbicara bagi penderita tunagrahita khususnya. Secara

umum perkembangan bahasa digambarkan oleh Myklebust (dalam soemantri,

2007:113) meliputi lima tahap perkembangan seperti terlihat pada gamabar berikut:

Hierarki perkembangan bahasa

(sumber Soemantri, 2007:113)

Visual receptive language reading

Auditory expressive language speaking

Auditory receptive language comprehending spoken word

Experience

(22)

1. Inner Language

Merupakan aspek bahasa pertama yang berkembang. Muncul kira-kira usia

enam bulan. Karakteristik periaku yang muncul pada tahap ini adalah pembentukan

konsep sederhana yaitu misal anak memegang apel kemudian mesdeskripsikan bentuk

apel hingga warna apel tersebut. Tahap lanjutannya pekembangan inner language

yaitu anak dapat memahami hubungan-hubungan yang lebih kompleks dan dapat

bermain dengan mainan dalam situasi yang bermakna. Contohnya menyusun prabot

didalam rumah. Bentuk paling komplek dalam perkembangan linnier language adalah

mentransformasikan pengalaman dalam simbol bahasa.

2. Receptive language

Anak-anak mulai mengerti sedikit-sedikit tentang apa yang dikatakan

dengannya. Anak mulai merespon apabila namanya dipanggil dan mulai mengerti

perintah. Menjelang kira-kira umur 4 tahun, anak lebih menguasai kemahiran

mendengar dan setelah itu proses penerimaan (receptive proses) memberikan

perluasan kepada sistem bahasa verbal. Terdapat hubungan timbal balik antara inner

language dengan receptive language. Perkembangan inner language melewati fase

pembentukan konsep-konsep sederhana menjadi tergantung kepada pemahaman dan

recetive language.

3. Expresive language

Aspek terakhir dari perkembangan bahasa adalah bahasa ekspresive

(ekspresive language). Bahasa ekspresi anak muncul pada usia kira-kira satu tahun.

(23)

memiliki hubungan timbal balik. Perkembangan kognisi anak tunagrahita mengalami

hambatan, karenanya perkembangan bahasanya juga akan terhambat. Anak

tunagrahita pada umumnya tidak bisa menggunakan kalimat majemuk, dalam

percakapan sehari-hari banyak menggunakan kalimat tunggal. Ketika anak tunagrahita

dibandingkan dengan anak normal pada CA (Cronology Age) yang sama, anak

tunagrahita mengalami gangguan artikulasi, kualitas suara, dan ritme. Selain itu anak

tunagrahita mengalami kelambanan dalam perkembangan bicara (expresive auditory

language).

Dalam perkembangan morfologi anak tunagrahita dan anak normal memiliki

MA (Mental Age) yang sama memperlihatkan level sama dalam perkembangan

morfologi. Akan tetapi dalam CA (cronologi Age) anak tunagrahita lebih rendah

dalam perkembangan morfologinya. Dalam perkembangn sintaksis dan

pembendaharaan kata, MA berkolerasi dengan kemampuan tata bahasa, sedangkan CA

berkolerasi dengan pembendaharaan kata. Ini berarti menunjukan bahwa sintaksis

memerlukan kemampuan kecerdasan yang baik. Dalam kemampuan perkembangan

bahasa berkaitan dengan kemampuan berbahasa yang disebut semantik. Anak-anak

memperlihatkan perkembangan semantik sama dengan seperti komponen lainnya.

Perkembangan vacabulary anak tunagrahita telah diteliti secara luas. Hasilnya

menunjukan bahwa anak tunagrahita lebih lamban dari pada anak normal (kata per

menit), lebih banyak menggunakan kata-kata positif, lebihsering menggunakan kata

-kata yang lebih umum, hampir tidak pernah menggunakan -kata-kata yang bersifat

khusus, tidak pernah menggunakan kata ganti, lebih sering menggunakan kata-kata

Gambar

Tabel 1 Ruang lingkup Ilmu Psikolinguistik
Tabel 2 Bagan Vokal
Tabel 3 Bagan Konsonan
Tabel 4. Klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan derajat keterbelakangaannya

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis menggunakan program software FISAT II gabungan pada bulan Februari, Maret, April dengan jumlah sampel 1712 ekor diperoleh nilai panjang

Cicipi sampel secara berurutan dari kiri ke kanan, rasakan rasa manis masing-masing sampel.. Setelah mencicipi rasa manis semua sampel, Anda boleh mengulang sesering yang

Oral administration of smEEUL for 28 days exhibits cardioprotective effect in rats by restoring ST segment elevation, as well as reducing the area of myocardial

Saya adalah mahasiswa Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang sedang melakukan penelitian dengan judul Analisis Atribut Asosiasi yang Membentuk

(2) BPJS Kesehatan mengirimkan tautan aktivasi secara realtime kepada Badan Usaha Lama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui surat elektronik Badan Usaha Lama yang telah

Perbandingan produksi bauksit dan aluminium yang sangat tidak seimba menunjukkan bahwa industri hulu aluminium nasional masih bertumpu pada ekspor bahan mentah dan

Akhirnya KPPU memproses perkara ini dengan dugaan awal terjadinya pelanggaran terhadap Pasal 19 huruf a (menolak dan atau menghalangi pelaku usaha untuk melakukan kegiatan

Menurut Nursing Interventions Classification intervensi yang diberikan pada klien masalah keperawatan bersihan jalan tidak efektif yaitu: peningkatan manajemen batuk yaitu: