• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian - Sukron Ni'amillah BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian - Sukron Ni'amillah BAB II"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Gagal ginjal kronik adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus-menerus. Gagal ginjal cronik dapat timbul dari hampir semua penyakit. (Corwin, 2001).

Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat perrsisten dan irefersibel. ( Manjoer, 2001).

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu syndrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menaun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. (Suyono, 2001). Ketidak mampuan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. (Long, 2000).

Gagal ginjal kronik adalah memperburuknya fungsi renal yang tidak dapat pulih dalam kemampuannya untuk mempertahankan metabolic dan gagalnya keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia azotemia (tersimpannya urea dan sisa nitrogen lain dalam darah) penurunan fungsi ginjal yang umumnya ireversibel dan cukup lanjut (Sarwono, 2001)

(2)

Jadi kesimpulan dari Choronic Renal Failure atau gagal ginjal kronik adalah suatu dimana ginjal tidak mampu mempertahankan lingkungan internal tubuh untuk mempertahankan metabolic dan gagalnya keseimbangan cairan dan elektronik sehingga ginjal berhenti mengeluarkan sisa metabolic dan kelebihan air dalam darah yang mengakibatkan azotamia dan uremia.

B. Anatomi Dan Fisiologi

1. Anatomi Ginjal

(Ilham, 2003)

(3)

Struktur ginjal : setiap ginjal dilengkapi kapsul tipis dan jaringan fibrus yang dapat membungkusnya dan membentuk pembungkus yang halus. Di dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal berwarna ungu tua yang terdiri atas nagian korteks di sebelah luar dan bagian medula disebelah dalam. Medulla ini tersusun 15-16 masa berbentuk pyramid yang disebut pyramid ginjal.

2. Fisiologi Ginjal

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti dua kacang yang terletak di belakang peritoneum pariental dapat sudut konstovertebal. Nefron merupakan unit fungsional dari ginjal dan setiap giinjal terdiri atas kira-kira 1 juta unit nefron. Struktur nefron berperan dalam proses pembentukan urine, terdiri dari glomerulus yang berada di dalam kapsul bowmen. Tubulus yagn berbelok-belok pada bagian distal dan tubulus-tubulus tempat penampung kapsul bowmen dan tubulus yang berbelok-belok berada pada bagian medula. Urin dari tubulus menampung yang banyak itu mengalir ke tubulus yang lebih besar yang membentuk pyramid pada medulla, kemudian urin mengalir ke pelvis renalis.

(4)

derajat normal dan basa yang normal pula juga ekskresi ion H dan pembentukan bikarbonat untuk buffer atau penyangga. Ekskresi produk sisa yaitu pembuangan langsung produk metabolisme yang terdapat pada filtrate glomerulus. Mengatur tekanan yaitu mengatur tekanan darah dengan mengendalikan volume sirkulasi dan sekresi renin. Memproduksi eritrosit, yaitu eritropoitein yang disekresi oleh ginjal merangsangg sum-sum tulang agar membuat sel-sel eritrosit. mengatur metabolisme yaitu mengaktifkan vitamin D yang diatur oleh kalsium fosfat ginjal. (Long,2000).

(5)

C. Etiologi

Etiologi chronic Renal Failure sanga komplek dan bervariasi, kerusakan penyakit ginjal penyebebnya didasarkan atas penyakit morfologi system ginjal itu sendiri (Ignatavius & Bayne, 2001)

a. Morfologi

1. Penyakit Glomerulus - Gomerulonefritis

- Penyakit membrane (Basement Membran Disease) - Glomerulosklrolis inter kapiler

2. Penyakit Tubular

- Hiperkalsemia Kronik

- Penekanan Potasium Kronik (Pemakaian analgetik yang berlebihan)

- Keracunan logam berat - Sindrom fanconi 3. Penyakit Vaskuler Ginjal

- Penyakit iskemia ginjal

- Sterosis arteri renalis bilaterfal 4. Penyakit Traktus Urinarius

(6)

5. Kelainan congenital - Hipoplastik

- Penyakit kiste medular b. Penyebab Penyakit

1. Infeksi

- Pylonefritis - Tuberkulosis

2. Penyakit Vaskuler sistemik

- Hipertensi renovaskuler inter renal - Hipertensi renovaskuler eksternal 3. Penyakit Ginjal Metabolik

- Amilodosis

- Gout (Hiperuricemik nefropat) - Iabetik nefropati

- Sarcoidosis

4. Penyakit Ginjal Kongenital - Sklerosis sistemik progresif

(7)

D. Patofisiologi

Gagal ginjal terjadi bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur namun sisa nefron yang masih utuh tetap bkerja normal. Uremia akan timbul bilamana jumlah nefron sedemikian kurang, sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi. Hipotesis nefron yang utuh ini paling berguna untuk menjalankan pola adaptasi fungsional yaitu untuk kemampuan mempertahankan cairan dan elektrolit tubuh kendati ada penurunan kecepatan filtrasi Glomerulus (GFR) yang nyata. Meskipun kerusakan pada ginjal terus berlanjut namun jumlah nsolut yang harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidak akan berubah kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang mengalami hipertropi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron.

Menurut Price dan Wilson (1995) perkembangan peyakit ginjal pada psien hingga tahap lanjut dinilai dari tingkat penurunan fungsi ginjal. Tahap gangguan ginjal antara lain:

- Tahap 1 : Diminishid Renal Reserte

(8)

Sisa metabolic dan ginjal yang sehat akan melakukan kompensasi terhadap gangguan yang sakit tersebut.

- Tahap II : Renal Insuficiency (insufisiensi ginjal)

Pada tahap ini dikategorikan ringan apabaila 40-80% fungsi normal, sedang apabila 15-40% fungsi normal dan berat bila fungsi ginjal normal 2-20%. Pada insufisiensi ginjal sisa-sisa metabolic mulai berakumulasi dalam darah karena jaringan ginjal yang lebih sehat tidak dapat berkompensasi secara terus-menerus terhadap kehilangan fungsi ginjal karena adanya penyakit tersebut. Tingkat serum BUN, Kreatinin, asam urat dan fosfor mengalami peningkatan tergantung pada tingkat penurunan fungsi ginjal.

- Tahap III : End Stage Renal Desease (penyakit ginjal tahap lanjut)

Sejumlah besar sisa nitrogen (BUN,Kreatinin) berakumulasi dalam darah dan ginjal tidak mampu mempertahankan homeostasis. Ketidakdeimbangan cairan dan elektrolit terjadi bila tidak segera dianalisa akan menjadi fatal /kematian.

Nefrotoksik dapat bermanifestasi menurunnya filtrasi glomerulus, terganggunya ekskresi elektrolit, serta mineral (Sarwono, 2001).

(9)

angiotensin II dapat meyebabkan dua hal yaitu: peningkatan aldosteron dan vasokontriksi arteriol. Pada kondisi peningkatan aldosteron, akan meningkatkan reabsorpsi natrium, natrium akan meningkat di cairan ekstraseluler sehingga menyebabkan retensi air dan peningkatan volume cairan ekstraseluler. Pada vasokontriksi arteriol terjadi peningkatan tekanan glomerulus, hal ini akan menyebabkan kerusakan pada nefron, sehingga laju filtrasi glomerulus menurun. Sebagai kompensasi dari penurunan laju filtrasi menurun, maka kerja nefron yang masih normal akan menigkat sampai akhirnya mengalami hipertropi. Pada kondisi hipertropi akan meningkatkan filtrasi cairan tetapi reabsorpsi cairan tubulus menurun, protein di tubulus di ekskredikan ke urine (proteinuria) yang menyebabkan penurunan protein plasma (hipoproteinemia), hipoalbuminemia, dan penurunan tekanan onkotik kapiler. Penurunan tekanan onkotik kapiler menyebabkan edema anasarka. Pada edema anasarka akan menekan kapiler-kapiler kecil dan syaraf yang akhirnya terjadi hipoksia jaringan. Penurunan GFR lebih lanjut akan menyebabkan tubuh tidak mampu membuang air, garam dan sisa metabolisme sehingga terjadi sindrom uremia. Sindrom uremia akan meningkatkan zat-zat sisa nitrogen, akhirnya terjadi : rasa lelah, anoreksia, mual dan muntah.

E. Gambaran Klinis

(10)

3. Mata : Anemis

4. Kardiovaskuler : Hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis (radang kandung jangtung)

5. Pernafasan : hiperventilasi asidosi, edema paru, efusi pleura. 6. Gastrointestinal : Anoreksia, mual, muntah, gastritis.

7. Kemih : Nokturia, poliuria, proteinuria. 8. Reproduksi : Penurunanan lipido.

9. Syaraf : Latergi, malaise tremor. 10. Tulang : Defisiensi vitamin D

Menurut Suyono (2001) Tanda dan gejala Gagal ginjal kronik adalah: a. Gangguan pada system gastrointestinal

- Anoreksia, mual dan muntah yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein dalam usus dan terbentuknya zat-zat toksik.

- Faktor uremik : disebabkan ureum yang berlebihan pada air liur yang diubah menjadi ammonia oleh bakteri sehingga nafas berbau ammonia. - Cegukan, belum diketahui penyebabnya.

b. Gangguan system hematologi dan kulit.

- Anemia, karena berkurangnya produksi eritropoetin. - Gatal-gatal akibat toksin uremik.

- Kulit puca karena anemia dan kekuningan karena penimbunan urokom. - Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah)

(11)

c. Sistem syaraf dan otak

- Miopati, kelelahan dan hipertropi otot.

- Ensepalopati metabolic : Lemah, tidak bias tidur, gangguan konsentrasi. d. Sistem Kardiofaskuler

- Hipertensi

- Nyeri dada, sesak nafas.

- Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini. - Edema.

e. Sistem endokrin

- Gangguan seksual : Libido, fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki, pada wanita munculganguan mentruasi

- Gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

f. Gangguan pada system lain. - Tulang : osteodistropi renal.

- Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic.

F. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

(12)

2. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah

a. BUN / kreatinin mengikat 10 mg/dl.

b. Darah lengkap, Hb menurun karena adanya anemia Hb<7-8 g/dl. c. Natrium serum mungkin rendah

d. Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan asidosis.

e. Magnesium / fosfat meningkat, kalium menurun. f. Protein / albumin : Kehilangan protein melalui urin 2. Urine

a. Volume : Biasanya kurang dari 400ml atau 24 jam b. Warna : Secara abnormal urine keruh oleh pus.

c. Osmolaritas : Kurang dari 350 m osm / kg menunjukan kerusakan tubuh.

d. Kreatinin : Mungkin agak menurun. 3. Ultrasonografi

Menunjukan adanya massa, kista, obstuksi pada saluran perkemihan bagian atas.

4. EKG

(13)

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Umum

penatalaksanaan medis menurut Mansjoer (2001) yaitu: a. Tentukan dan tatalaksana

b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam, furosemid dosis besar (250-1000 mg /hari ) pengawasan untuk mencegah kelebihan cairan.

c. Diet tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/dl ) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia uremia.

d. Kontrol hipertensi karena bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal jantung kiri.

e. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar, obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya, penghamat ACE dan obat anti inflamasi non steroid).

f. Deteksi dini dan terappi infeksi. Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupreif dan diterapi lebih ketat.

(14)

dan alopuinol. Juga obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah, misalnya tetraklin, koortkosteroid, dan sitostatik.

h. Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal. Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfot seperti aluminium hidroksida (300-180) atau kalsium karbonat (500-3000) pada setiap makan.

i. Deteksi dan terapi komplikasi. Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis dan program tranplantasi.

Para peneliti di amerika serikat ini telah menemukan factor risiko untuk kegagalan ginjal yaitu meliputi usia tua, anemia, wanita, hipertensi, diatebetes, penyakit vaskuler perifer dan riwayat gagal jangtung kongesif atau penyakit kardiovaskuler. (Sahabat ginjal, 2008).

2. Penatalaksanaan keperawatan

a. Kaji status cairan dan mengidentifikasi sumber potensial yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan.

b. Mengimplementasikan program diet untuk menjamin asupan nutrisi yang sesuai dalam batas-batas program.

c. Meningkatkan rasa positif dengan mendorong meningkatkan perawatan diri dan kemandirian.

(15)

Morfologi ginjal

(penyakit glomerulus, tubular, vaskuler ginjal traktus urinaria)

Etiologi penyakit ginjal

(Infeksi, penyakit ginjal metabolic, jaringan konektif dan penyakit vaskuler sistemik)

Disfungsi ginjal

Penurunan GFR

BUN kreartinnin, Asam, Urat, Fostor

Berakumulasi dalam darah

Homeostasis

Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit

Kehilangan fungsi ekskresi ginjal

Kegagalan reproduksi

imun reproduksi Gangguan

Penurunan

Mual, muntah Hiperuremia Perikarditis Pola nafas tidak efektif

Kehilangan fungsi nefron tahap lanjut

(16)

b. Fokus Intervensi Keperawatan

1. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik sirkulasi sensasi (Doengoes,2000)

Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit

Intervensi : a. Perhatikan kecerehan ,infeksi kulit terhadap perubahan warna turgor kulit.

b. Pantau membran mukosa,masukan cairan,dan dehidrasi kulit. c. Ubah posisi sesering mungkin demi kenyamanan.

d. Berikan perawatan kulit dan pertahankan linen kering. e. Ajurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin. 2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan asidosis metabolic memburuk,

ketidak seimbangan elektrolit,hopoksia,okulasi toksin (Doengoes,2000 ). Tujuan : Tidak terjadi disorientasi orang,tempat,waktu.

Tidak terjadi perubahan perilaku menarik diri,depresi,psekosis. Intervensi : a. Kaji luasnya gangguan kemampuan berpikir dan orientaSI.

b. Orientasikan kembali terhadap lingkungan,orang dsb.

c. Tingkatkan istirahat adekuat dan tidak mengganggu periode tidur.

d. Motivasi untuk banyak istirahat.

(17)

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri sendi sekunder terhadap gagal ginjal (Doengoes, 2000 ).

Tujuan : Peningkatan toleransi aktivitas sehari-hari. Intervensi : a. Observasi kondisi pasien.

b. Pantau vital sign dan hasil laboratorium. c. Pertahankan nutrisi yang diprogramkan. d. Beri bantuan sesuai kebutuhan.

e. Ciptakan lingkungan yang kondusif.

4. Resiko penurunan Curah jantung berhubungan dengan gangguan frekuensi, irama konduksi jantung, (ketidakseimbang Cairan dan elektrolit), hipoksia (Doengoes,2000).

Tujuan : Mempertahankan curah jantung ditandai dengan tekanan darah yang normal dan frekuensi jantung dalam batas normal.

Intervensi : a. Auskultasi bunyi jantung dan paru,evaluasi adanya edema. b. Kaji adanya hipertensi.

c. Selidiki keluhan nyeri dada.

d. Evaluasi bunyi jantung, tekanan darah, nadi perifer, suhu. e. Berikan obat anti hipertensi.

5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal. (Doengooes, 2000)

(18)

- Turgor kulit baik dan nilai elektrolit tubuh normal.

Intervensi : a. Monitor asupan haluaran setiap 8 jam sekali dan hitung BB setiap hari.

b. Berikan cairan setiap hari tidak boleh lebih dari 2000 cc. c. Monitor warna urine, bau, dan aliran urine.

d. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemeriksaan kadar elekrolit tubuh.

e. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian program terapi.

6. Pola nafas tidak efektik berhubungan dengan tekanan abdomen, keterbatasan pengembangan diafragma ansietas. (Doengoes, 1999).

Tujuan : - Tidak mengalami tanda dispnea atau sianosis. - Pola nafas efektif dengan bunyi nafas jelas.

Intervensi : a. Awasi frekuensi pernafasan, penurunan kecepatan infus bila ada dispnea.

b. Auskultasi paru

c. Tinggikan kepala tidur.

d. Tingkatkan latihan nafas dalam.

e. Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi.

7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan depredi pertahanan imunologi (Tucker, dkk, 1998).

(19)

Intervensi : a. Kaji tanda-tanda vital.

b. Kaji tanda-tanda infeksi, suhu meningkat, adanya pembengkakan, kemerahan.

c. Anjurkan cuci tangan yang baik pada pasien dan tingkatkan pada staf.

d. Hindari prosedur infasif dan manipulasi katerter tak menetap kapan pun. Gunakan teknik antiseptic bila merawat / manipulasi IV / area invasive. Perhatikan edema aseptic dan drenaise purulen.

e. Dorong nafas dalam, batuk dan perubahan posisi pasien f. Awasi pemeriksaan laboratorium.

g. Berikan antibiotic tepat sesuai indikasi.

8. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ganguan turgor kulit (edema /dehidrasi) gangguan status metabolic / sirkulasi dan sensasi (Doengoes, 1999).

Tujuan : Mempertahankan agar kulit utuh, menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerudakan / cedera.

Intervensi : a. Kaji / inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan adanya kemerahan, ekskonasi, dan observasi terhadap eksimosi.

(20)

d. Berikan perawatan kulit batasi penggunaan sabun. e. Pertahankan linen kering bebas keriput.

f. Berikan nafas buatan/filtrasi.

9. I ntoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum (Tucker,dkk,1998).

Tujuan : Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur dan dibuktikan dengan kelemahan berkurang,tanda-tanda vital normal.

Intervensi : a. Kaji tanda-tanda vital sesudah dan sebelum aktivitas khususnya setelah

b. Pasien menggunakan vasolidator,diuretic. b. Catat respon kardiopulmonal terhapat aktivita.

c. Catat takikardi, distrimia, dispnea, berkeringat, pucat. d. Kaji penyebab kelemahan.

e. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.

f. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi.Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat. 10. Gangguan perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan

fisiologi,akumulasi toksin asidosis metabolik (Doengoes,1999).

Tujuan : Meningkatkan tingkat mental,biasanya mengidentifikasi cara untuk mengkompensasi devisit memori.

(21)

b. Pastikan dari orang dekat,tingkatkan mental pasien biasanya. c. Berikan lingkungan tenang.

d. Komunikasi informasi,instruksi dalam kalimat pendek dan sederhana.

e. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi. f. Hindari penggunaan barbiturat opium.

11. Resiko tinggi terhadap perubahan pola seksual berhubungan dengan keletihan,penurunan libido, impotensi, amenorea, atau sterilisasi (Carpenito,1999).

Tujuan : Menyebutkan penyebab penurunan libido dan kerusakan fungsi seksual.

Intervensi : a. Gali pola fungsi seksual klien,anjurkan untuk berbagai masalah.

b. Jelaskan kemungkinan efek gagal ginjal kronik secara fungsi seksual dan seksualitas.

c. Tegaskan kembali pentingnya diskusi.

d. Rujuk klien pada tenaga kesehatan yang mempunyai sertifikat dalam bidang seksual atau mental bila dibutuhkan.

12. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia (Doengoes,1999).

Tujuan : - Kebutuhan nutrisi tercukupi.

(22)

Intervensi : a. Awasi konsumsi makanan / cairan.

b. Anjurkan pasien mempertahankan masukan akanan,termasuk jumlah pemasukan elekrolit.

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian untuk mengetahui implementasi manajemen risiko pembiayaan murabahah dalam upaya meminimalisir NPF ( non performing financing ) yang terjadi pada divisi

Bisa mengambil harga data terkecil atau yang lebih kecil dengan syarat selisihnya harus kurang dari harga panjang kelas yang

Perancangan komik digital matematika pada webtoon ini bertujuan untuk meningkatkan minat siswa SMP terhadap pelajaran matematika dan memberikan metode pembelajaran yang

2008 mengungkapkan bahwa pada tahap matang, nukleus tidak dapat diamati karena bu- tiran kuning telur dan lemak mengisi seluruh sitoplasma secara homogen dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kecerdasan emosional antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu.. Metode penelitian yang digunakan adalah

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Menurut Indra Lesmana Karim, upaya penanggulangan terhadap pengulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak adalah melalui lingkungan yang terkecil

Merupakan protokol yang digunakan untuk membuat koneksi Packet-Switched dengan performa yang tinggi dan dapat digunakan di atas berbagai macam interface jaringan.. Untuk