• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL INQUIRY TRAINING DENGAN SETTING KOOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN IPA-FISIKA DI SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL INQUIRY TRAINING DENGAN SETTING KOOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN IPA-FISIKA DI SMP"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

330

MODEL

INQUIRY TRAINING

DENGAN

SETTING

KOOPERATIF

DALAM PEMBELAJARAN IPA-FISIKA DI SMP

1)

Rica Ayu Bairusi, 2)Subiki, 2)Bambang Supriadi 1)

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika

2)

Dosen Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember

Email ricaayu_bairusi@yahoo.com

Abstract

The aim for this research are: (1) To study significanly differences between student’s learning science-physics using inquiry training model of the cooperatif setting and using direct instruction model, (2) To describe of student’s learning activities using inquiry training model of the cooperatif setting, (3) To describe of student’s motivation using inquiry training model of the cooperatif setting. The type of this research was true experimental research. The population were students in grade VIII of SMP Negeri 5 Jember year 2013/2014. The sample s were determined by using claster random sampling. The design of this study was randomized subjects posttest control design. The data collection method of this research used observation, test, interview, documention, and questionnaires. Data were analyzed by inferential statistic using t-test by SPSS version 17. The result of t-test using independent sample t-test on student’s learning science-physics is p-value 0.001 (0.001 0.05). It can be said that H0 rejected. In addition, the result of analyzed

student’s learning activities and student’s motivation were respectively values 81,79% (81,79% 80%) and 77,9% (72% 77,9% 86%) so student’s learning activities is very active and student’s motivation is motivated. The research can be conclused that: (1) there was significanly differences between student’s learning science-physics using inquiry training model of the cooperatif setting and using direct instruction model on students in grade VIII of SMP Negeri 5 Jember year 2013/2014; (2) student’s learning activities using inquiry training model of the cooperatif setting can be categories as very active with th e percentage of 81,79%, and; (3) student’s motivation by using inquiry training model of the cooperatif setting canbe categories motivated with the percentage 77,9%.

Key words: inquiry training model, cooperatif setting, learning outcomes, student’s learning activities, student’s motivation.

PENDAHULUAN

Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA dan merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah

observasi, perumusan masalah,

penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis

melalui eksperimen, penarikan

kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Sedangkan hakikat fisika adalah

ilmu pengetahuan yang mempelajari

gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan

hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah

yang tersusun atas tiga komponen

terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universial (Trianto, 2013:137-138).

Berkaitan dengan kegiatan

pembelajaran di kelas, peranan guru masih

mendominasi suasana pembelajaran

(teacher centered), indikasinya adalah guru lebih banyak memberikan pengajaran

yang bersifat instruksi (perintah),

sementara siswa hanya berperan sebagai objek belajar yang pasif, dimana siswa hanya sekedar diberi informasi tentang

(2)

konsep-konsep dan teori-teori sains semata, sehingga siswa kurang dilatih

untuk melakukan kegiatan-kegiatan

penyelidikan sehingga mereka mampu

menemukan sendiri konsep-konsep

tersebut (Indahwati et al, 2012).

Model inquiry training dapat

menjadi salah satu alternatif model pembelajaran untuk membantu siswa menerapkan sendiri ide-idenya dan siswa akan dilatih untuk melakukan kegiatan-kegiatan penyelidikan sehingga siswa dapat menemukan sendiri konsep-konsep

tersebut, karena pada model inquiry

training siswa dituntut untuk mencari dan menemukan informasi yang memang diperlukan, karena tujuan dari model

inquiry training yaitu memecahkan masalah, terutama melalui penemuan-penemuan dan penalaran logis (Rusman, 2012:140-141).

Selain model inquiry training, maka

diperlukan juga cara pembelajaran yang bisa memotivasi siswa untuk mengatasi siswa yang minat belajarnya rendah dan menganggap fisika merupakan pelajaran yang sulit. Sesuai dengan postulat keempat Suchman, Inkuiri dalam kelompok dapat

memperkaya khazanah pikiran dan

membantu siswa belajar mengenai sifat

pengetahuan yang sementara dan

menghargai pendapat orang lain (Wena, 2011:76), maka diterapkan suatu cara

pembelajaran dengan setting kooperatif.

Dengan belajar secara kooperatif

diharapkan siswa mampu memecahkan masalah dan berperan aktif dalam proses belajar mengajar.

Sesuai dengan pemikiran yang dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengkaji perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA-fisika

siswa menggunakan model inquiry

training dengan setting kooperatif dan dengan model pembelajaran langsung di SMP, (2) mendeskripsikan aktivitas belajar

siswa dengan model inquiry training

dengan setting kooperatif dalam

pembelajaran IPA-fisika di SMP, dan (3) mendeskripsikan motivasi belajar siswa

dengan model inquiry training dengan

setting kooperatif dalam pembelajaran IPA-fisika di SMP.

METODE

Jenis penelitian ini merupakan

penelitian eksperimen. Penelitian ini

dilaksanakan di SMPN 5 Jember pada semester genap tahun ajaran 2013/2014.

Penentuan tempat penelitian ini

menggunakan metode purposive sampling

area, artinya daerah dengan sengaja dipilih berdasarkan tujuan dan pertimbangan tertentu, diantaranya adalah keterbatasan waktu, tenaga, dan dana, sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh (Arikunto, 2010:183).

Sebelum populasi ditetapkan,

dilakukan uji homogenitas menggunakan

One Way Anova dengan bantuan SPSS 17. Sampel penelitian ini diambil dengan

teknik cluster random sampling. Sampel

penelitian ini adalah kelas VIII D sebagai kelompok eksperimen yang menerima

pelajaran menggunaka model inquiry

training dengan setting kooperatif dan VIII F sebagai kelas kontrol yang menerima

pembelajaran menggunakan model

pembelajaran langsung. Desain penelitian

menggunakan Randomized Subjects

Posttest Control Design

dengan pola:

Gambar 1. Desain penelitian Randomized

Subjects Posttest Control Design

(Sukardi, 2011: 185) Keterangan:

E : Kelas eksperimen K : Kelas Kontrol

X: Proses belajar mengajar menggunakan

model inquiry training dengan setting

kooperatif

- : Proses belajar mengajar menggunakan

pembelajaran langsung

Y2 : Hasil rata-rata post-test kelas

eksperimen

E X Y2

(3)

Y2 : Hasil rata-rata post-test kelas kontrol

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, tes, wawancara, dokumentasi, dan angket. Analisis data menggunakan uji t untuk menjawab rumusan masalah yang pertama,

tabel aktivitas belajar siswa untuk

menjawab rumusan masalah yang kedua, dan tabel motivasi belajar untuk menjawab rumusan masalah yang ketiga.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 5 Jember pada siswa kelas VIII semester genap tahun ajaran 2013/2014. Data hasil belajar yang digunakan untuk uji Independent Sample T-test adalah nilai

post-test kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Hasil pengujian Independent Sample

T-test menggunakan SPSS 17, sig F hitung

untuk nilai dengan Equal Variance

Assumed adalah 0,012. Oleh karena sig F

hitung > 0,05, maka HO diterima. Karena

sig F hitung mempunyai keputusan Equal

Variance Assumed, maka t-test sebaiknya

menggunakan dasar Equal Variance

Assumed maka nilai sig t hitung 0,001,

yang berarti 0,001  0,05. Berdasarkan

hasil tersebut dapat dilihat bahwa Ha

diterima dan Ho ditolak, sehingga nilai

rata-rata hasil belajar IPA-Fisika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.

Tindakan observasi dalam penelitian ini menghasilkan data berupa aktivitas

belajar siswa selama pembelajaran

menggunakan model inquiry training

dengan setting kooperatif. Ringkasan

analisis data aktivitas belajar siswa setiap indikator pada setiap pertemuan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Skor Aktivitas Siswa Setiap Indikator

Akti vitas Persentase Rata-rata

Persentase Pertemuan 1 Pertemuan 2

Menjawab hipotesis 52,23 % 73,87% 63,05%

Mengisi tabel pengamatan 72,07% 91,89% 81,98%

Menganalisis data 81,08% 90,09% 85,59% Membuat kesimpulan 78,38% 78,38% 78,38% Melakukan Percobaan 93,69% 96,40% 95,05% Bertanya 81,98% 65,76% 73,87% Berpendapat 84,68% 71,17% 77,93% Beke rjasama 91,89% 81,98% 86,94% Juml ah 636,00% 649,54% 642,79% Rata-rata 79,50% 81,19% 80,35%

Berdasarkan analisis hasil observasi aktivitas belajar siswa pada pertemuan pertama didapatkan rata-rata persentase aktivitas belajar siswa sebesar 79,5 % dan pada pertemuan kedua didapatkan rata-rata persentase aktivitas belajar siswa sebesar 81,19 %, sehingga didapat rata-rata persentase total sebesar 80,35%.

Setelah pembelajaran menggunakan

model inquiry training dengan setting

kooperatif siswa diberi angket untuk

mengetahui seberapa besar motivasi

belajar siswa dalam pembelajaran dengan

menggunakan model inquiry training

dengan setting kooperatif.

Berdasarkan analisis hasil angket siswa didapatkan rata-rata nilai motivasi belajar siswa sebesar 77,9. Data ini menunjukkan seberapa besar motivasi belajar siswa dengan menggunakan model

inquiry training dengan setting kooperatif. Ringkasan hasil angket kelas eksperimen untuk setiap indikator motivasi dapat dilihat pada tabel. 2.

(4)

Tabel 2. Hasil Angket Kelas Eksperimen Untuk Setiap Kisi Motivasi

Kisi Moti vasi Nilai

Tekun mengerja kan tugas 85,4

Ulet menghadapi kesulitan 85,4

Menunjukkan minat terhadap

berbagai maca m masalah 86,0

Lebih senang bekerja mandiri 73,0 Cepat bosan pada tugas -tugas

yang bersifat rutin 39,0

Dapat me mpertahankan

pendapatnya 76,2

Tidak mudah me lepaskan

hal-hal yang diyakin i 73,0

Senang mencari dan

me mecahkan soal 80,5

Juml ah 598,5

Rata-Rata 77,9

Merujuk pada permasalahan pertama dalam penelitian ini yaitu apakah ada perbedaan yang signifikan antara hasil

belajar IPA-Fisika siswa dalam

pembelajaran menggunakan model inquiry

training dengan setting kooperatif dan dengan model pembelajaran langsung di SMP. Untuk menjawab permasalahan

tersebut dilakukan uji hipotesis

menggunakan Independent Sample T-test

dengan bantuan SPSS 17.

Hasil pengujian menggunakan uji

Independent Sample T-test dengan taraf

signifikansi 5% didapatkan nilai Sig. (

2-tailed) sebesar 0,001  0,05 maka Ha

diterima H0 ditolak sehingga nilai rata-rata

hasil belajar IPA-Fisika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas

kontrol. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan yang

signifikan antara hasil belajar

menggunakan model inquiry training

dengan setting kooperatif dan dengan

model pembelajaran langsung di SMP. Merujuk pada permasalahan kedua yaitu bagaimanakah aktivitas belajar siswa

dengan model inquiry training dengan

setting kooperatif dalam pembelajaran IPA-fisika di SMP. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan observasi aktivitas belajar siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Aktivitas yang

diamati adalah menjawab hipotesis,

mengisi tabel pengamatan, menganalisis data, membuat kesimpulan, melakukan percobaan, bertanya, berpendapat, dan bekerjasama.

Berdasarkan hasil analisis aktivitas

belajar siswa selama pembelajaran

menggunakan model inquiry training

dengan setting kooperatif menunjukkan

bahwa ada indikator aktivitas yang meningkat dan ada juga yang menurun bahkan ada yang cenderung tetap. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor seperti pada pertemuan kedua siswa sudah

berpengalaman menjawab hipotesis,

mengisi tabel pengamatan dan

menganalisis data. Ada pula beberapa indikator yang menurun pada pertemuan kedua, karena jumlah alat praktikum

terbatas sehingga jumlah anggota

kelompok pada pertemuan 2 lebih banyak

daripada anggota kelompok pada

pertemuan 1. Ada indikator yang

cenderung tetap antara pertemuan 1 dan pertemuan 2, karena dalam membuat suatu kesimpulan siswa masih terlihat bingung sehingga waktu yang dibutuhkan untuk merumuskan suatu kesimpulan sangat lama.

Disamping data aktivitas belajar siswa diatas, terdapat pula data pendukung aktivitas siswa yang diambil dari ranah afektif berupa pengembangan perilaku

berkarakter meliputi: jujur, disiplin,

tanggung jawab dan teliti. Berdasarkan data pendukung tersebut didapatkan nilai perilaku berkarakter jujur pada pertemuan

pertama sebesar 75,68% dan pada

pertemuan kedua sebesar 92,79%, nilai

perilaku berkarakter dis iplin pada

pertemuan pertama sebesar 79,28% dan pada pertemuan kedua sebesar 84,68%, nilai perilaku berkarakter tanggung jawab pada pertemuan pertama sebesar 82,88% dan pada pertemuan kedua sebesar 96,40%, dan nilai perilaku berkarakter teliti pada pertemuan pertama sebesar 66,67% dan pada pertemuan kedua sebesar 87,39%.

(5)

Analisis dari data utama aktivitas belajar siswa di atas diperoleh persentase

skor aktivitas belajar siswa pada

pertemuan pertama sebesar 79,5 % dan pada pertemuan kedua didapatkan rata-rata persentase aktivitas belajar siswa sebesar 81,19 %, sehingga didapat rata-rata

persentase total sebesar 80,35%,

sedangkan dari data pendukung aktivitas belajar siswa diperoleh persentase aktivitas

belajar sebesar 83,22%, sehingga

persentase total aktivitas belajar siswa

sebesar 81,79%, sehingga dapat

disimpulkan bahwa aktivitas belajar

IPA-Fisika siswa selama mengikuti

pembelajaran dengan model inquiry

training dengan setting kooperatif berada dalam katagori sangat aktif.

Merujuk pada permasalahan yang ketiga yaitu bagaimanakah motivasi belajar

siswa dengan model inquiry training

dengan setting kooperatif dalam

pembelajaran IPA-fisika di SMP. Untuk menjawab permasalahan tersebut peneliti menyebarkan angket kepada siswa kelas

eksperimen yang dilakukan setelah siswa

selesai mengerjakan post-test.

Hasil angket motivasi menunjukkan bahwa setiap kisi motivasi rata-rata diatas 50%. Nilai tertinggi dicapai oleh kisi motivasi no.1 dan no.2, yaitu tekun mengerjakan tugas dan ulet menghadapi kesulitan yaitu sebesar 85,4, ini karena siswa terbiasa mengerjakan tugas yang

diberikan oleh guru mereka dan guru

memberikan jangka waktu untuk mereka mengerjakan tugas, sehingga apabila ada

siswa yang mengumpulkantugas melebihi

waktu yang disediakan siswa akan diberi sangsi dengan mengurangi nilai mereka. Sedangkan nilai terendah dicapai oleh kisi motivasi no.5 yaitu cepat bosan pada tugas-tugas yang bersifat rutin, ini karena siswa sudah terbiasa dengan tugas-tugas yang bersifat rutin yang biasanya diberikan oleh guru mereka, sehingga apabila model

inquiry training dengan setting kooperatif digunakan dalam setiap kali mengajar maka lama kelamaan siswa akan merasa bosan juga.

Untuk menghitung persentase

motivasi menggunakan rumus:

% 𝑚𝑜𝑡𝑖𝑣𝑎𝑠𝑖 = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑔𝑘𝑒𝑡 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑋 100

Zuhriyati (2013) Dari perhitungan menggunakan rumus diatas didapat persentase rata-rata hasil angket motivasi belajar siswa sebesar 77,9%. Ini menunjukkan seberapa besar motivasi siswa untuk belajar IPA-Fisika

dengan menggunakan model inquiry

training dengan setting kooperatif. Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa termotivasi belajar IPA-Fisika dengan

menggunakan model inquiry training

dengan setting kooperatif.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1) Ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA-Fisika siswa menggunakan

model inquiry training dengan setting

kooperatif dan dengan model pembelajaran

langsung pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Jember tahun ajaran 2013/2014,

2) Aktivitas belajar siswa selama

pembelajaran menggunakan model inquiry

training dengan setting kooperatif berada dalam kategori sangat aktif dengan persentase sebesar 81,79%, dan 3)

Motivasi belajar siswa selama

pembelajaran menggunakan model inquiry

training dengan setting kooperatif berada

dalam kategori termotivasi dengan

persentase sebesar 77,9%.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka saran yang diberikan sebagai berikut: 1) Bagi guru, dalam

pembelajaran IPA-Fisika hendaknya

menggunakan model dan metode yang kontekstual, salah satunya adalah model

inquiry training dengan setting kooperatif,

2) Dalam menerapkan model inquiry

training dengan setting kooperatif sebaiknya membagi kelompok 4-5 orang

(6)

karena lebih efektif dari pada lebih dari 5 orang, 3) Selama proses pembelajaran agar

KBM dengan model inquiry training

dengan setting kooperatif lebih efektif

membimbing siswa da lam kelompok kecil, dan 4) Bagi peneliti lain, diharapkan dapat

dijadikan landasan untuk penelitian

selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian,

Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Indahwati, T. S. J. dkk. 2012. Penerapan

Model Inquiry Training melalui Teknik Peta Konsep dan Teknik

Puzzle Ditinjau dari Tingkat Keberagaman Aktivitas Belajar dan

Kemampuan Memori. Jurnal

Inkuiri.

Rusman. 2012. Model-Model

Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Press.

Sukardi. 2011. Metodologi Penelitian

Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Trianto. 2013. Model Pembelajaran

Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran

Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

Zuhriyati. 2013. Penerapan Model Inquiry dengan Teknik Mind Mapping dalam Pembelajaran IPA-Fisika di

Gambar

Tabel 1. Skor Aktivitas Siswa Setiap Indikator
Tabel 2. Hasil Angket Kelas Eksperimen  Untuk Setiap Kisi Motivasi

Referensi

Dokumen terkait

Guru meminta siswa untuk mengumpulkan informasi berkenaan dengan prinsip he- reditas dalam mekanisme pewarisan sifat melalui sumber belajar yang disediakan (program TV Edukasi dan

Menurut Suparman (dalam Majid, 2013) dalam pembelajaran interaktif mempunyai karateristik dalam proses pembelajarannya yakni, (a) Adanya variasi dalam

Elevasi muka air maksimum yang diperoleh dari program HEC-RAS yaitu berada pada elevasi -1.860 m pada outlet long sotrage Semarang Indah, -2.820 m pada outlet long

IT IS SOLELY THE RESPONSIBILITY OF THE SYSTEM DESIGNER AND USER TO SELECT PRODUCTS SUITABLE FOR THEIR SPECIFIC APPLICATION REQUIREMENTS AND TO ENSURE PROPER INSTALLATION,

Data yang telah diperoleh dari berbagai insitusi yang menangani ketahanan pangan serta dari instansi yang terkait dengan program ketahanan pangan di Propinsi Sulawesi

Memasukkan saldo awal untuk account kelompok ini mudah saja yaitu dengan cara membuka account yang bersangkutan dari menu List | Chart of Account, lalu. dibagian Opening

konservatif berusaha melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, Orang-orang konservatif memusatkan konsentrasi

Membuktikan bahwa adanya amilum pada daun sebagai hasil fotosintesis. - Menutup sebagian daun ubi kayu yang belum terkena sinar