MANAJEMEN STRES PADA
INDIVIDU YANG SELAMAT
(SURVIVOR) DARI BENCANA
ALAM
Kartika Adhyati Ningdiah
10508117
Latar Belakang Masalah
Bencana merupakan peristiwa atau kejadian yang dapat menyebabkan
kerugian baik secara material maupun non-material. Menurut UU Nomor 24 tahun 2007,
bencana diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam
atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana yang terjadi mempengaruhi segala aspek dan lapisan kehidupan keluarga.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat mengakibatkan kerusakan
lingkungan, kerugian materi, maupun korban manusia (Kamadhis UGM, 2007). Bencana
alam menimbulkan masalah yang berat dan serius yang harus ditanggung tidak hanya
oleh individu namun juga masyarakat dan negara. Belajar dari kenyataan bahwa
Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam dan juga belajar bahwa penanganan
situasi pasca bencana adalah suatu hal yang berat dan rumit, maka penanganan bencana
perlu dipersiapkan sejak dini (Amir,
2013
).
Masykur
(2006)
secara
psikologis,
korban
akan
potensial
dijangkiti
ketidakseimbangan (disequilibrium) dalam struktur mental dan emosionalnya. Apabila
berkepanjangan
dan
tidak
mendapatkan
penanganan
yang
adekuat,
korban
dikhawatirkan mengalami gangguan yang membahayakan yang sering disebut sebagai
stress pasca trauma atau Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang biasa menjangkiti
mereka yang mengalami stressor traumatik yang ekstrim. Korban juga berpotensi
mengalami lagi aspek-aspek trauma, panik, paranoia, sulit tidur (insomnia), perasaan
bersalah (
guilty feeling
) yang berlebihan, emosi yang labil, ingatan dan konsentrasi
terganggu, takut berpisah dan kehilangan, takut kematian, disorientasi, agresi hingga
kondisi terparah yang sama sekali tidak diharapkan, berupa gangguan fungsi kejiwaan
yang psikosis atau bahkan berakhir pada peristiwa bunuh diri (
suicide
). Oleh karena itu,
manajemen stres diperlukan untuk menghadapi kondisi setelah bencana. Pengertian
Manajemen stres adalah teknik untuk mengontrol dan mengurangi stres. Manajemen
stres merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan perubahan dari stres kerja
yang berdampak negatif menjadi stres kerja yang berdampak positif bagi dirinya dan
akhirnya akan menampilkan hasil kerja yang optimal (Quick, 1997).
Manejemen Stres
Pengertian Manajemen stres adalah teknik untuk mengontrol dan
mengurangi stres. Manajemen stres merupakan kemampuan seseorang untuk
melakukan perubahan dari stres kerja yang berdampak negatif menjadi stres
kerja yang berdampak positif bagi dirinya dan akhirnya akan menampilkan hasil
kerja yang optimal (Quick, 1997).
Ada 2 jenis stres yaitu :
•
Distress atau stress yang negatif. Terjadi karena hal-hal yang tidak
menyenangkan seperti ketidakpastian hidup, anak yang rewel, suami yang
tidak perhatian, masalah dengan mertua, masalah di tempat kerja, masalah
ekonomi, pertengkaran dengan tetangga, dsb.
•
Eustress atau stress yang positif. Terjadi karena hal-hal yang menyenangan
seperti jatuh cinta, perkawinan, wisuda dan perayaan besar. Peristiwa
tersebut menyenangkan tetapi tetap memerlukan penyesuaian pada tubuh.
1. Aspek-Aspek dalam manejemen stres
Dalam hal manejemen stres perlu diperhatikan beberapa aspek dalam
mengontrol stres, dimana aspek-aspek manejemen stres ini berasal dari individu
masing-masing. Aspek manejemen stres meliputi :
•
Aspek Fisik
•
Aspek Kognitif
•
Aspek Emosi
2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi manejemen stres
Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama yang dapat
menyebabkan timbulnya Stres yaitu :
•
Faktor Lingkungan
•
Faktor Organisasi
3. Pengelolaan Manajemen Stres ( Cara Mengendalikan Stres)
Losyk (2005) menjelaskan berbagai cara untuk mengendalikan stres
menenangkan diri dan mengisi tenaga. Manajemen stres berjuan untuk
mencegah berkembangnya stres jangka pendek menjadi stres jangka panjang
atau stres kronis. Macam-macam cara tersebut adalah sebagai berikut :
•
Latihan Fisik
Bencana Alam
Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Jenis- Jenis Bencana Alam
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bencana alam dibagi menjadi tiga
jenis berdasarkan penyebabnya yaitu :
•
Bencana geologis
•
Bencana alam geologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh gaya-gaya dari dalam
bumi.
•
Bencana klimatologis
•
Bencana alam klimatologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim,
suhu atau cuaca.
•
Bencana ekstra-terestrial
•
Bencana alam ekstra-terestrial, yaitu bencana alam yang disebabkan oleh gaya atau energi
dari luar bumi, bencana alam geologis dan klimatologis lebih sering berdampak terhadap
manusia.
Karakteristik Bencana di Indonesia
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010) karakteistik
bencana di Indonesia, antara lain:
•
Gempa Bumi
•
Tsunami
•
Letusan Gunung Berapi
•
Tanah Longsor
•
Banjir
•
Kekeringan
•
Angin Topan
•
Gelombang Pasang
•
Kebakaran
Dampak Bencana Alam
Secara umum, berdasarkan hasil observasi dan interview di lapangan, para korban bencana umumnya mengalami kondisi psikologis :
• Dampak emosional
Dampak emosional ditandai dengan perilaku terkejut, marah, sedih, mati rasa, duka yang mendalam, over sensitivitas, disosiasi, mengalami keterpakuan dengan bencana sehingga seringkali merasa tidak berdaya dengan peristiwa tersebut. Kejadiannya berlangsung begitu dahsyat, menakutkan, cepat dan tiba-tiba.
• Dampak fisik
Dampak fisik meliputi kondisi fisik yang cedera ataupun terluka akibat gempa yang terjadi, patah tulang, tubuh lebem-lebam karena tertimpa material bangunan, kelelahan fisik, sulit tidur, sakit kepala hingga menurunnya kekebalan tubuh sehingga korban cenderung rentan terhadap penyakit. Kondisi ini diperparah dengan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang sangat terbatas, sehingga banyak diantara mereka yang terluka tidak dapat dirawat sebagaimana mestinya. Banyak diantara korban yang kemudian meninggal karena tidak mendapat pertolongan medis dengan segera.
•
Dampak kognitif
Dampak kognitif berupa kesulitan konsentrasi, sulit mengambil keputusan, gangguan
fungsi memori, serta seringkali kehilangan rasionalitas dalam bertindak. Kondisi psikologis
yang kurang sehat, ditambah dengan tidak terpenuhinya kebutuhan kehidupan mereka
memang cenderung membuat para korban bencana kehilangan kemampuan berpikir
terbaiknya.
•
Dampak sosial
Dampak sosial berupa terbatasnya relasi dengan orang lain, menarik diri dari pergaulan
serta rentan berkonflik dengan orang lain karena sensitivitas yang berlebihan. Rasa curiga
dan sinis kadang juga ditujukan kepada para pendatang, karena para korban bencana
menganggap orang-orang yang menyambangi mereka sedang menikmati apa yang mereka
sebut sebagai ’wisata bencana’, menonton penderitaan mereka. Potensi konflik
antarwarga menjadi membesar ketika para korban bencana saling berebut akibat diliputi
oleh keadaan serba berkekurangan, makanan yang menipis, air minum yang terbatas serta
harta yang terkuras.
Individu yang selamat (suvivor) dari bencana alam
Secara terminologi, korban adalah manusia/orang, dan sebagainya menderita, mati, dan sebagainya akibat suatu kejadian dan sebagainya (Salim & Salim, 1991). Sementara survivor (korban selamat), adalah orang yang terluput dari bencana, atau orang yang selamat (Diana, 2012).
Aspek-Aspek Pada Individu Pasca Bencana (Masykur, 2009)
• Trauma
• Panik
• Paranoid
• Sulit tidur (Insomnia)
• Perasaan bersalah (guilty feeling) yang berlebihan
• Emosi yang labil
• Ingatan dan konsentrasi terganggu
• Takut berpisah dan kehilangan
• Takut kematian
• Disorientasi
• Agresi hingga kondisi terparah seperti gangguan kejiwaan atau bahkan berakhir pada peristiwa bunuh diri.
Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian dengan metode studi literatur
(
Literature Method
). Seperti diketahui bahwa sebuah studi literatur merupakan
survei dan pembahasan literatur pada bidang tertentu dari suatu penelitian.
Studi ini merupakan gambaran singkat dari apa yang telah dipelajari,
argumentasi, dan ditetapkan tentang suatu topik, dan biasanya diorganisasikan
secara kronologis atau tematis.
Tahap Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tahap penelitian menurut University of
Washington (2010), antara lain:
1.
Pilih topik penelitian.
Topik yang akan diteliti adalah manajemen stress pada individu yang selamat
(survivor) dari bencana alam.
2. Mengumpulkan dan membaca artikel yang relevan dengan topik penelitian.
Artikel yang terkait manajemen stres
• Euis Sunarti dan Junita Sari Syahrini. (2010). Pengelolaan stres pada keluarga korban bencana longsor di -kabupaten Bogor.
• Martam, Irma S. 2009. Mengenali Trauma Pasca Bencana. Jurnal PULIH Vol. 14 hal. 1-2.
• Artikel yang terkait bentuk-bentuk dampak psikologis dari bencana
• Achmad M. Masykur. (2009). Potret psikososial korban gempa 27 Mei 2006.
• Sabran. (2013). Bentuk pengalaman survivor pada komunitas rawan bencana di lereng selatan gunung merapi.
3. Menulis bahasan artikel berdasarkan teori.
• Pengertian Manajemen stres adalah teknik untuk mengontrol dan mengurangi stres. Manajemen stres merupakan kemempuan seseorang untuk melakukan perubahan dari stres kerja yang berdampak negatif menjadi stres kerja yang berdampak positif bagi dirinya dan akhirnya akan menampilkan hasil kerja yang optimal (Quick, 1997).
• Pengertian trauma adalah kekagetan yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba, diluar kendali, menekan bahkan seringkali membahayakan kehidupan atau mengancam jiwa. Peristiwa ini begitu mengagetkan, menyakitkan dan melebihi situasi stres yang kita alami sehari-hari. Peristiwa ini dinamakan sebagai peristiwa traumatis (Irma S. Martam, 2009).
• Pengertian stress adalah suatu pengalaman emosional yang bersifat negatif dan dapat diprediksi secara biokimia, fisiologis, kognitif, dan perubahan perilaku terhadap stressfull event (Taylor, 2003).