• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

PENYEDIAAN LAYANAN APLIKASI DAN/ATAU KONTEN MELALUI INTERNET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa perkembangan teknologi telekomunikasi, media, dan internet yang semakin konvergen menghasilkan beragam jenis layanan aplikasi dan/atau konten melalui internet yang disediakan melalui penyelenggara telekomunikasi, termasuk layanan yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. bahwa dalam penyediaan layanan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diperlukan pengaturan agar tercipta iklim usaha yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, mengembangkan industri kreatif dalam negeri di tengah iklim usaha global, memberikan kepastian hukum, menciptakan kompetisi yang sehat, dan memberikan perlindungan terhadap konsumen, serta menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/atau Konten melalui Internet;

(2)

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952);

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 189, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5348);

6. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara;

7. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika;

8. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika;

(3)

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYEDIAAN LAYANAN APLIKASI DAN/ATAU KONTEN MELALUI INTERNET.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Layanan Aplikasi melalui Internet adalah penggunaan perangkat lunak yang memungkinkan terjadinya layanan komunikasi dalam bentuk pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, surat elektronik, dan percakapan daring (chatting/instant messaging), serta layanan transaksi finansial, transaksi komersial, platform digital, penyimpanan dan pengambilan data, mesin pencari, permainan (game), jejaring dan media sosial, termasuk turunannya dengan memanfaatkan jasa akses internet melalui penyelenggara jaringan telekomunikasi.

2. Layanan Konten melalui Internet adalah penyediaan informasi digital yang dapat berbentuk tulisan, suara, gambar, animasi, musik, video, film, permainan (game) atau kombinasi dari sebagian dan/atau semuanya, termasuk dalam bentuk yang dialirkan (streaming) atau diunduh (download) dengan memanfaatkan jasa akses internet melalui penyelenggara jaringan telekomunikasi. 3. Layanan Over-The-Top yang selanjutnya disebut Layanan

OTT adalah Layanan Aplikasi melalui Internet dan/atau Layanan Konten melalui Internet.

4. Penyediaan Layanan OTT adalah pemanfaatan Layanan OTT oleh Orang, Badan Usaha, dan/atau Badan Publik.

(4)

5. Penyedia Layanan OTT adalah pihak yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan Layanan OTT secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna Layanan Over-The-Top untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.

6. Penyedia Layanan OTT Asing adalah orang atau masyarakat selain Warga Negara Indonesia atau badan usaha yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia atau Badan Publik selain Badan Publik Indonesia yang yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan Layanan OTT secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna Layanan OTT untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.

7. Pusat Kontak Informasi adalah layanan kontak informasi yang disediakan oleh Penyedia Layanan OTT sebagai fasilitas untuk melayani pertanyaan dan pengaduan dari pengguna serta paling sedikit dapat dihubungi melalui surat elektronik pengaduan dan situs layanan pengguna. 8. Hak Kekayaan Intelektual adalah hak cipta, hak merk,

hak paten, dan desain industri.

9. Bandwidth Management adalah proses penjaminan yang

dilakukan oleh Penyelenggara Telekomunikasi untuk mengatur trafik internet yang meliputi pembatasan trafik layanan, pemberian akses prioritas layanan tertentu pada periode tertentu, dan atau rekayasa trafik lainnya.

10. Pemblokiran Layanan OTT yang selanjutnya disebut Pemblokiran adalah upaya yang dilakukan agar Layanan OTT tidak dapat diakses.

11. Normalisasi adalah proses upaya yang dilakukan untuk mengeluarkan suatu Layanan OTT dari pemblokiran.

(5)

12. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh anggaran kegiatannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau Organisasi Non Pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh anggaran kegiatannya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat dan/atau bantuan luar negeri.

13. Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi lainnya, yang selanjutnya disebut K/L/D/I adalah instansi/institusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika. 15. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang ruang

lingkup tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

16. Orang adalah perseorangan atau kelompok orang Warga Negara Indonesia.

Pasal 2 Peraturan Menteri ini bertujuan untuk:

a. melindungi kepentingan masyarakat, penyelenggara telekomunikasi, dan kepentingan nasional;

b. mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan telekomunikasi, dan memperkuat daya saing bangsa serta kedaulatan Negara; c. mendorong kesetaraan dalam persaingan usaha yang

sehat serta memberikan kepastian hukum; dan

d. memberikan perlindungan kepada masyarakat, Pengguna dan/atau Pelanggan Layanan OTT, meliputi hak privasi, akurasi, dan transparansi pembebanan biaya (charging), serta hak lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6)

BAB II

PENYEDIAAN LAYANAN OTT Bagian Kesatu

Penyedia Pasal 3 (1) Penyedia Layanan OTT meliputi:

a. Orang;

b. badan usaha yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; dan

c. Badan Publik

(2) Selain Penyedia Layanan OTT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Layanan OTT dapat disediakan oleh Penyedia Layanan OTT Asing.

(3) Bentuk Penyedia Layanan OTT Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib berupa:

a. tempat tetap yang dimiliki, disewa, atau dikuasai oleh Penyedia Layanan OTT Asing atau pihak lain yang berada di Indonesia secara permanen, yang digunakan oleh Penyedia Layanan OTT Asing; atau b. keberadaan pegawai Penyedia Layanan OTT Asing atau

pihak lain yang berada di Indonesia secara permanen, yang bertindak untuk dan atas nama Penyedia Layanan OTT Asing.

(4) Penyedia Layanan OTT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang melaksanakan usaha atau kegiatan serta menerima atau memperoleh penghasilan dari pengguna Layanan OTT di Indonesia, dalam bentuk:

a. Penjualan dan pemasaran Layanan OTT; b. Pemasangan iklan di dalam layanan OTT;

c. pengumpulan data pelanggan Layanan OTT; dan/atau d. Transaksi Elektronik melalui layanan OTT.

(5) Penyedia Layanan OTT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertanggung jawab atas layanan yang disediakan.

(7)

Bagian Kedua Pendaftaran

Pasal 4

(1)

Penyedia Layanan OTT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) wajib melakukan pendaftaran sebelum menyediakan Layanan OTT di Indonesia.

(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri dengan melampirkan dokumen yang yang terkait dengan bentuk dan kegiatan usahanya. (3) Dokumen yang wajib dilampirkan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) oleh Orang dan Badan Publik yang bertindak sebagai Penyedia Layanan OTT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan huruf c, paling sedikit berupa:

a. salinan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); b. jenis Layanan OTT yang disediakan; dan c. pusat kontak informasi.

(4) Dokumen yang wajib dilampirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh badan usaha yang bertindak sebagai Penyedia Layanan OTT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, paling sedikit berupa:

a. salinan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

b. untuk Penanaman Modal Asing (PMA) maka wajib melampirkan Izin Prinsip atau Izin Usaha Tetap dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM);

c. jenis Layanan OTT yang disediakan; dan d. pusat kontak informasi.

(8)

(5) Dokumen yang wajib dilampirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Penyedia Layanan OTT Asing paling sedikit berupa:

a. bentuk Penyedia Layanan OTT Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), beserta dokumen penunjangnya dan salinan surat penunjukkan sebagai agen atau perwakilan Penyedia Layanan OTT Asing;

b. salinan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) agen atau perwakilan Penyedia Layanan OTT sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

c. jenis Layanan OTT yang disediakan; dan d. pusat kontak informasi.

Bagian Ketiga

Kewajiban Penyedia Layanan OTT Paragraf 1

Umum Pasal 5 (1) Penyedia Layanan OTT wajib:

a. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang:

1) larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;

2) perdagangan;

3) perlindungan konsumen; 4) hak kekayaan intelektual; 5) penyiaran; 6) perfilman; 7) periklanan; 8) anti pornografi; 9) anti terorisme; 10) perpajakan;

11) perhubungan dan logistik; 12) pariwisata dan perhotelan; 13) keuangan;

(9)

14) kesehatan; dan/atau

15) ketentuan peraturan perundang-undangan lain. b. melakukan perlindungan data (data protection) dan

kerahasiaan data pribadi (data privacy);

c. melakukan filtering konten dan mekanisme sensor; d. menggunakan gerbang pembayaran nasional

(national payment gateway), khusus untuk Layanan OTT berbayar;

e. menjamin akses untuk penyadapan informasi secara sah (lawful interception) dan pengambilan alat bukti untuk keperluan penyidikan atau penyelidikan perkara pidana oleh aparat penegak hukum;

f. mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan layanan dalam Bahasa Indonesia; dan g. memberikan surat keterangan/informasi/data dalam

Penyediaan Layanan OTT jika diminta oleh Menteri. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

sampai dengan huruf f dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 6

Dalam hal muatan layanan tidak disediakan langsung oleh penyedia Layanan OTT, Penyedia Layanan OTT wajib menginformasikan atau mensosialisasikan hal-hal yang terkait dengan kewajiban muatan konten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) kepada mitra atau penyedia langsung muatan Layanan OTT.

Pasal 7

Dalam menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, Penyedia Layanan OTT wajib melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. penutupan kontrak, penjualan atau penyerahan jasa, dan penagihan, dalam hal Penyedia Layanan OTT Asing melakukan pembebanan biaya (berbayar);

(10)

b. memiliki rekening bank yang menjadi sarana penampungan hasil penjualan atau penyerahan jasa pada bank yang ada di Indonesia; dan

c. penyediaan layanan hukum internal, pelayanan purna jual, dan pusat kontak informasi.

Paragraf 2

Pusat Kontak Informasi Pasal 8

(1) Penyedia Layanan OTT wajib menyediakan pusat kontak informasi.

(2) Pusat kontak informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki fasilitas untuk melayani pertanyaan dan pengaduan dari pengguna.

(3) Setiap pertanyaan dan/atau pengaduan dari pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib ditanggapi paling lambat dalam waktu 2 x 24 jam setelah pertanyaan dan/atau pengaduan diterima.

Paragraf 3 Penyimpanan Data

Pasal 9

(1) Penyedia Layanan OTT wajib menyimpan data rekaman transaksi dan trafik Layanan OTT paling sedikit selama 3 (tiga) bulan.

(2) Dalam hal terdapat permintaan penegak hukum untuk proses peradilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, Penyedia Layanan OTT wajib menyimpan data rekaman yang terkait langsung dengan permintaan dimaksud sampai dengan proses peradilan dihentikan dan/atau putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

(11)

Bagian Keempat

Kerja Sama Penyediaan Layanan OTT Pasal 10

(1) Penyedia Layanan OTT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) dapat bekerjasama dengan Penyelenggara Telekomunikasi dalam rangka penyediaan Layanan OTT di Indonesia.

(2) Penyedia Layanan OTT Asing dapat bekerjasama dengan Penyelenggara Telekomunikasi setelah Penyedia Layanan OTT Asing memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).

(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dituangkan dalam perjanjian tertulis dan dilaporkan kepada Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak perjanjian kerja sama ditandatangani. (4) Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) paling sedikit memuat: a. lingkup kerja sama;

b. hak dan kewajiban para pihak;

c. batas tanggung jawab para pihak kepada Pengguna dan/atau Pelanggan;

d. jenis dan layanan yang disediakan; e. skema bisnis;

f. struktur tarif;

g. perjanjian tingkat layanan (service level agreement); dan

h. ketentuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(12)

BAB III GANTI RUGI

Pasal 11

(1) Pengguna berhak mengajukan ganti rugi kepada Penyedia Layanan OTT atas kesalahan dan/atau kelalaian yang dilakukan oleh penyedia Layanan OTT yang menimbulkan kerugian terhadap Pengguna.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas kepada kerugian langsung yang diderita oleh pengguna atas kesalahan dan/atau kelalaian penyedia Layanan OTT.

BAB IV

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 12

(1) Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilaksanakan oleh Menteri.

(2) Menteri melakukan mediasi terhadap perselisihan terkait pembebanan biaya (charging), kepatuhan regulasi, dan/atau Layanan OTT berdasarkan permintaan para pihak.

Pasal 13

(1) Penyedia Layanan OTT harus menyampaikan laporan kepada Menteri secara berkala setiap tahun.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

a. jumlah pelanggan di Indonesia; dan/atau

b. statistik trafik layanan yang diakses oleh pengguna di Indonesia.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai format pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

(13)

BAB V

FORUM NASIONAL KEBIJAKAN LAYANAN OTT Pasal 14

(1) Menteri dapat membentuk Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT yang membantu Menteri dalam menentukan kebijakan terkait penyediaan Layanan OTT di Indonesia. (2) Forum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. wakil pemerintah; b. wakil masyarakat

(3) Wakil masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diwakili oleh para Praktisi, Akademisi, dan/atau Asosiasi.

(4) Susunan keanggotaan Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari : a. Dewan Pakar;

b. Ketua Forum; dan c. Anggota

(5) Dewan Pakar Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a terdiri dari perwakilan K/L/D/I yang memiliki ruang lingkup tugas dan fungsi namun tidak terbatas pada bidang:

a. pengawasan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;

b. perdagangan;

c. perlindungan konsumen; d. hak kekayaan intelektual; e. penyiaran; f. perfilman; g. periklanan; h. anti pornografi; i. anti terorisme; j. perpajakan;

k. perhubungan dan logistik; l. pariwisata dan perhotelan; m. keuangan;

(14)

o. komunikasi dan informatika.

(6) Ketua Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b adalah Direktur Jenderal yang merangkap sebagai Anggota.

(7) Anggota Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT diwakili oleh unsur:

a. Pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika berjumlah 1 (satu) orang; b. Praktisi berjumlah 2 (dua) orang;

c. Akademisi berjumlah 2 (dua) orang;

d. Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) berjumlah 1 (satu) orang;

e. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) berjumlah 1 (satu) orang; dan

f. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berjumlah 1 (satu) orang.

(8) Dewan Pakar dan Anggota Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diangkat untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) periode berikutnya.

(9) Masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (7), berakhir pada saat penetapan Dewan Pakar dan Anggota Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT yang baru.

(10) Direktur Jenderal mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian Dewan Pakar dan Anggota Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Menteri.

(11) Menteri menetapkan pengangkatan dan/atau pemberhentian Anggota Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT berdasarkan usulan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (9).

(15)

Pasal 15

(1) Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT mempunyai tugas:

a. membantu melakukan kajian-kajian berhubungan dengan arah kebijakan Layanan OTT di Indonesia; b. membantu merumuskan kebijakan umum Layanan

OTT;

c. membantu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban Penyedia Layanan OTT;

d. menindaklanjuti pengaduan terkait pelaksanaan kebijakan Layanan OTT;

e. melakukan mediasi penyelesaian perselisihan antara Penyedia Layanan OTT dengan Penyelenggara Telekomunikasi dan Pengguna Layanan OTT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2);

f. mewakili Indonesia dalam forum-forum atau lembaga/organisasi internasional yang terkait dengan kebijakan Layanan OTT;

g. melakukan sosialisasi dan edukasi terkait dengan kebijakan Layanan OTT

h. memberikan rekomendasi kepada Menteri terkait pemberian sanksi terhadap pelanggaran kebijakan Layanan OTT; dan

i. menyampaikan laporan kepada Menteri paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu jika diminta oleh Menteri.

(2) Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh Sekretariat

(3) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(16)

Pasal 16

(1) Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT melaksanakan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran dalam Penyediaan Layanan OTT berdasarkan:

a. pengawasan terhadap pelaksanaan layanan OTT yang dilakukan oleh Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT; atau

b. pengaduan oleh Penyelenggara Telekomunikasi dan/atau Pemerintah.

(2) Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT wajib menindaklanjuti pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lambat 14 (empat belas) hari kerja. (3) Dalam hal terbukti terjadinya pelanggaran dalam

Penyediaan Layanan OTT, Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT memberikan rekomendasi kepada Menteri terkait pengenaan sanksi Bandwidth Management.

Pasal 17

(1) Setiap pengambilan rekomendasi dalam Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT dilakukan dalam bentuk rapat pleno.

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan musyawarah mufakat terkait pengambilan rekomendasi, keputusan diambil dengan suara terbanyak melalui pemungutan suara (voting).

(3) Masing-masing Anggota Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 Ayat (7) memiliki 1 (satu) hak suara.

(4) Rekomendasi yang telah disepakati sebagaimana ayat (1) ditetapkan oleh Ketua Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT untuk disampaikan kepada Menteri.

(17)

BAB VI SANKSI Pasal 18

(1) Penyedia Layanan OTT yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), Pasal 4 ayat (1), Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 dikenai sanksi dalam bentuk Bandwidth Management.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri berdasarkan hasil rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3).

(3) Menteri menetapkan Keputusan Menteri perihal Pengenaan Sanksi Bandwidth Management untuk ditindaklanjuti oleh Penyelenggara Telekomunikasi.

(4) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit mencakup:

a. nama Penyedia Layanan OTT; b. jenis pelanggaran;

c. jenis Layanan OTT yang dikenakan sanksi Bandwidth Management; dan

d. mekanisme pengenaan sanksi Bandwidth Management kepada Penyedia Layanan OTT.

(5) Penyelenggara Telekomunikasi wajib melaksanakan sanksi terhadap Penyedia Layanan OTT dalam bentuk Bandwidth Management sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak tanggal penetapan surat keputusan serta memberikan pemberitahuan (notifikasi) pelaksanaan Bandwidth Management kepada Menteri.

(6) Dalam hal Penyelenggara Telekomunikasi tidak melaksanakan Bandwidth Management sesuai dengan Keputusan Menteri, Penyelenggara Telekomunikasi dapat dikenakan sanksi.

(18)

(7) Penyedia Layanan OTT dapat mengajukan keberatan tertulis kepada Menteri atas pengenaan sanksi Bandwidth Management paling lambat 7 (tujuh) hari kalender terhitung sejak Keputusan Menteri perihal Pengenaan Sanksi Bandwidth Management ditetapkan, yang dibuktikan dengan tanda terima pengiriman surat.

(8) Keberatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan sesuai jenis pelanggarannya dengan melampirkan dokumen pendukung.

(9) Keberatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diverifikasi oleh Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT paling lambat 7 (tujuh) hari kalender terhitung diterimanya keberatan tertulis yang dibukikan dengan tanda pengiriman surat.

(10) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT memberikan rekomendasi kepada Menteri untuk menerima atau menolak keberatan tertulis yang disampaikan oleh Penyedia Layanan OTT.

(11) Dalam hal keberatan tertulis diterima oleh Menteri, maka Penyedia Layanan OTT dibebaskan dari pengenaan sanksi Bandwith Management dan dilakukan normalisasi pada Layanan OTT.

(12) Dalam hal keberatan tertulis ditolak oleh Menteri, maka Penyedia Layanan OTT dikenakan sanksi Bandwidth Management sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).

(13) Penolakan keberatan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (12) bersifat final dan mengikat. (14) Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT melakukan

evaluasi terhadap kepatuhan Penyedia Layanan OTT setelah sanksi Bandwidth Management dikenakan selama 14 (empat belas) hari kalender.

(19)

(15) Dalam hal Penyedia Layanan OTT tetap belum memenuhi memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT dapat memberikan rekomendasi perpanjangan sanksi dan penambahan beban Bandwidth Management untuk ditetapkan oleh Menteri.

(16) Rekomendasi perpanjangan sanksi dan penambahan beban Bandwidth Management sebagaimana dimaksud pada ayat (15) ditindaklanjuti dengan proses evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (14).

(17) Dalam hal Penyedia Layanan OTT telah 3 (tiga) kali mendapatkan Keputusan Menteri tentang perpanjangan sanksi dan penambahan beban Bandwith Management maka dilakukan pemblokiran terhadap Layanan OTT yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri.

(18) Dalam hal Penyedia Layanan OTT telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT dapat memberikan rekomendasi pencabutan sanksi Bandwidth Management untuk ditetapkan oleh Menteri.

(19) Menteri menetapkan Keputusan Menteri perihal Pencabutan Sanksi Bandwidth Management dan Normalisasi Penyediaan Layanan OTT untuk ditindaklanjuti oleh Penyelenggara Telekomunikasi.

Pasal 19

Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 dikenakan sanksi kepada Penyedia Layanan OTT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (3), dan Pasal 18 ayat (6) dikenakan sanksi administratif kepada Penyelenggara Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(20)

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 21

Penyedia Layanan OTT wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 22

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd RUDIANTARA Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 2017

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd

YASONNA H. LAOLY

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti tetang pelaksanaan kebijakan perlindungan perempuan dan anak dari tindakan kekerasan di Kota Semarang yang dilakukan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa derajat kesegaran jasmani siswa kelas V Gugus Plongkowati Kecamatan Banyumanik Kota Semarang tahun 2010 dalam kategori sedang

Puskesmas Pembantu dengan kunjungan tertinggi adalah Puskesmas Pembantu 32 Ilir sebesar 13.423 dengan kunjungan rata-rata 1.342 Pasien/bulan dan Puskesmas pembantu dengan

(2) Dalam hal penyedia akses tidak menjawab permintaan layanan interkoneksi kurun waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pencari akses dapat meminta mediasi dan atau

(1) Dalam hal Aplikasi Layanan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) belum dapat diimplementasikan untuk permohonan memperoleh Layanan tertentu,

Pada saat pertanyaan penelitian telah dirumuskan secara spesifik, maka peneliti perlu mencari satu atau dua sumber sekunder untuk mempelajari hasil penelitian atau

Berdasarkan pengujian aktivitas antidiabetes ekstrak etanol daun pohpohan (Pilea trinervia Wight.) dengan dosis 0,62 g/kg BB mencit, 1,2 g/kg BB mencit dan 2,4 g/kg