• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan fatwa DSN-MUI No.43/DSN-MUI/VIII/2004 terhadap penetepan ta'wid pembiayaan murabahah Griya iB Hasanah di BNI Syariah KC Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan fatwa DSN-MUI No.43/DSN-MUI/VIII/2004 terhadap penetepan ta'wid pembiayaan murabahah Griya iB Hasanah di BNI Syariah KC Surabaya."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUANFATWA DSN-MUI NO. 43/DSN-MUI/VIII/2004

TERHADAP PENETAPAN

TA’W<ID}

PEMBIAYAAN

MURA>BAH}AH GRIYA IB HASANAH

DI BNI SYARIAH KC SURABAYA

Skripsi

Oleh:

Tiara Puspita NIM: C72213170

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

JURUSAN HUKUM PERDATA ISLAM

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vii ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan tentang “Tinjauan Fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 Terhadap Pentepan Ta’wi<d} Pembiayaan Mura>bah{ah

Griya iB Hasanah di BNI Syariah KC Surabaya”. Rumusan masalahnya: Pertama, Bagaimana penetapan ta’wi<d} dalam pembiayaan mura>bah}ah griya ib hasanah di BNI Syariah KC Surabaya. Kedua, Bagaimana tinjauan fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 terhadap penetepan ta’wi<d} pembiayaan mura>bah{ah griya iB hasanah di BNI Syariah KC Surabaya.

Data penelitian ini dihimpun melalui wawancara dengan pegawai BNI Syariah KC Surabaya dan dokumentasi kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Penelitian ini menggunakan pola pikir deduktif, yaitu ketentuan Fatwa DSN mengenai transaksi ganti rugi (ta’wi<d}) yang selanjutnya dipaparkan dari kenyataan yang ada di lapangan mengenai pelaksanaan ganti rugi (ta’wi<d}) yang menjadikan ta’wi<d} sebagai objek ganti rugi bagi nasabah yang memang lalai dalam pembayaran angsuran,untuk selanjutnya ditarik sebuah kesimpulan.

Hasil penelitian ditemukan bahwa ta’wi<d} digunakan untuk semua nasabah yang lalai dalam membayar hutangnya kecuali nasabah tersebut mengalami forcemajeur. Penetapan ta’wi<d} dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan saat menagih. Jika seseorang itu lama menunggak, maka semakin besar biaya yang dikeluarkan. Misalnya, kerumah nasabah 4 kali maka dapat diakumulasikan keseluruhan Rp 50.000 x 4 = Rp 200.000. Biaya yang dikeluarkan meliputi biaya telepon, surat, mendatangi langsung nasabah, dan biaya-biaya yang lain yang terkait dengan penagihan. Penetepan ta’wi<d} pada produk mura>bah}ah Griya Ib Hasanah dalam tinjauan Fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004, dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa bank boleh menetapkan ta’wi<d} terhadap nasabah yang mengalami keterlambatan pembayaran dengan ketentuan ta’wi<d} dihitung berdasarkan ketentuan riil yang dikeluarkan dalam proses penagihan.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN... iv

MOTTO... v

PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 7

C.Rumusan Masalah ... 7

D.Kajian Terdahulu ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10

G.Definisi Operasional ... 10

H.Metode Penelitian ... 11

I. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II KONSEP GANTI RUGI DAN MURA>BAH{AH DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL A.Denda (ta’wi<d}) Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional ... 17

1. Pengertian Ta’wi<d} ... 17

2. Dasar Hukum ... 22

(8)

C. AKAD MURA>BAH{AH SEBAGAI MODAL PEMBIAYAAN DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... 32

1. Pengertian Pembiayaan Mura>bah{ah ... 32

2. Macam-Macam Mura>bah{ah ... 33

3. Margin Dalam Pembiayaan Mura>bah{ah ... 35

4. Unsur-Unsur Mura>bah{ah... 36

BAB III MEKANISME PENETAPAN TA’WI<D} DALAM PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH GRIYA IB HASANAH DI BNI SYARIAH KC SURABAYA A.Profil BNI Syariah ... 38

1. Sejarah ... 38

2. Visi dan Misi ... 41

3. Produk-Produk ... 41

B.Penetapan Ta’wi<d} Dalam Pembiayaan Mura>bah{ah Griya iB Hasanah 49 1. Mekanisme Pembiayaan Griya iB Hasanah ... 50

2. Sebab-Sebab Pembiayaan Bermasalah ... 53

3. Langkah-Langkah Pengamanan Dalam Pembiayaan Yang Bermasalah 54 4. Teknis Penetapan Ta’wi<d} Dalam Pembiayaan Mura>bah{ah Griya iB Hasanah ... 56

5. Sanksi Bagi Penundaan Pembayaran ... 59

(9)

B.Tinjauan Fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 Terhadap Penetapan

Ta’wi<d} Pembiayaan Mura>bah{ah Griya iB Hasanah di BNI Syariah KC Surabaya ... 65

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 70 B.Saran ... 71

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi ini adalah dalam rangka

mewujudkan kesejahteraan hidup manusia dan juga dalam rangka

melaksanakan ibadah kepada Allah swt.

Usaha manusia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan hidup umat di

muka bumi ini sangat berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Dalam pandangan

Islam, kegiatan ekonomi yang sesuai dan dianjurkan adalah melalui kegiatan

bisnis dan juga investasi. Beberapa perintah dalam dua hal tersebut

disampaikan secara eksplisit dan juga implisit dalam Al-Qur’an dan juga

Sunnah Rasulullah SAW. Dari konsep yang disampaikan dalam dua pegangan

hidup umat manusia tersebut kita dapat melihat bahwa sistem ekonomi yang

dikembangkan oleh Islam memiliki tujuan untuk mewujudkan tingkat

pertumbuhan ekonomi umat manusia dalam jangka panjang dan juga dalam

rangka memaksimalkan tingkat kesejahteraan umat manusia. Sistem ekonomi

Islam tentunya mengemban amanat yang sama dengan apa yang diharapkan

terwujud konsep sistem ekonomi Islam.1

Perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat

muncullah produk-produk yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan

1

(11)

2

lembaga keuangan non bank. Lembaga perbankan merupakan salah satu aspek

yang diatur oleh syari’at Islam, yaitu muamalah.2

Islam melarang praktik muamalah yang mengandung unsur yang tidak

halal. Seperti dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008,

ditegaskan asas perbankan Syariah, yang menentukan sebagai berikut:

“Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip

Syariah, demokrasi ekonomi, dan prisnip kehati-hatian.”3

Dari ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 dapat

diketahui secara jelas, bahwa perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan

usaha diwajibkan berasaskan dan mengimplementasikan prinsip Syariah.

Mengenai prinsip Syariah dikemukakan dalam ketentuan Pasal 1 angka 13

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang mengartikan sebagai

berikut:Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam

antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan

kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya dinyatakan sesuai dengan Syariah,

antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mud{a>rabah),

pembiayaan berdasrkan prinsip penyertaan modal (musha>rakah), prinsip jual

beli barang dengan memperoleh keuntungan (mura>bah{ah), atau pembiayaan

barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ija>rah), atau

2

Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah - Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, (Jakarta : AlvaBet , 1999), 201.

3

(12)

3

dengan adanya pilihan pemindahankepemilikan atas barang yang disewa dari

pihak bank oleh pihak lain (ija>rah wa iqtina>).

Berdasarkan hal ini, maka mengandung arti, bahwa kegiatan usaha dan

produk perbankan yang berasaskan prinsip Syariah tersebut, antara lain adalah

kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur seperti dalam penjelasan

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, yaitu:

1. Riba>, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah antara lain dalam

transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas,

dan waktu penyerahannya;

2. Ma>isir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang

tidak pasti dan bersifat untung-untungan;

3. Gha>rar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak

diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi

dilakukan kecuali diatur lain dalam Syariah;

4. Z{ulm, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidpembiayaanilan bagi pihak

lainnya;

5. Hara>m, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam Syariah.4

Salah satu jenis pembiayaan dalam bank Syariah adalah dengan

pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah menurut Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang

dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

4

(13)

4

mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu

dengan imbalan atau bagi hasil.5

Lembaga pembiayaan merupakan salah satu fungsi bank, selain fungsi

menghimpun dana dari masyarakat. Kini pembiayaan yang paling banyak

diminati nasabah di perbankan yaitu pembiayaan mura>bah{ah.

Mura>bah}ah yaitu jual beli barang pada harga asal dengan tambahan

keuntungan yang telah disepakati.6 Pengertian lain mura>bah}ah adalah

penjualan dengan harga pembelian barang berikut untung yang diketahui.7

Pada mura>bah}ah, penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi. Sementara

pembayarannya dapat dilakukan secara tunai, tangguh ataupun dicicil.8

Mura>bah}ah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip pembiayaan

ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank

Islam. Penerapan mura>bah}ah dalam lembaga keuangan dilakukan antara

nasabah sebagai pembelidan bank sebagai penjual, dengan harga dan

keuntungan disepakati diawal.9 Mura>bah}ah seperti ini bersifat amanah,

dimana pembeli mempercayai perkataan penjual tentang harga pertama tanpa

bukti dan sumpah, sehingga harus terhindar dari khianat dan prasangka

buruk.10 Saat ini objek pembiayaan mura>bah}ah pada bank Syariah sangatlah

beragam jenisnya. Misalnya saja pada pembiayaan secara mengangsur rumah

5

Kansil dan Cristine, Kitab Undang-Undang Perusahaan, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001), 569.

6

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank SyariahDari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 101.

7

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 12, (Bandung: PT. Al-Ma’arif,1988), 82.

8

Adrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), 122.

9

Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah,..., 201.

10

(14)

5

pembiayaan mura>bah{ah yang saat ini menjadi favorit di kalangan para

nasabah.

Salah satu bank yang menerapkan Griya iB Hasanah ini adalah Bank

Negara Indonesia Syariah yang selanjutnya disingkat BNI Syariah.

Pembiayaan ini merupakan salah satu fasilitas pembiayaan konsumtif yang

diberikan kepada anggota masyarakat untuk membeli, membangun,

merenofasi rumah, (termasuk ruko, rukan, rusun, apartemen, dan sejenisnya),

dan membeli tanah kavling serta rumah indent, yang besarnya disesuaikan

dengan kebutuhan pembiayaan dan kemampuan membayar kembali

masing-masing calon.11

Penerapan jual beli mura>bah{ah yang ada di bank BNI Syariah pada saat

ini ditemukan adanya permasalahan. Keterlambatan nasabah dalam

pengembalian angsuran ada beberapa faktor-faktor, yaitu;

1. Keterlambatan nasabah dalam pengembalian angsuran terjadi karena

nasabah memang sengaja menunda pembayaran angsuran;

2. Dana angsuran yang seharusnya dibayarkan ke pihak bank, diselewengkan

untuk keperluan lainnya;

3. Usaha yang bangkrut atau tidak laku.

BNI Syariah KC Surabaya menetapkan ganti rugi terhadap orang yang

tidak membayar angsuran tepat waktu kepada nasabah baik diberikan kepada

nasabah yang mampu dan yang tidak mampu. Ganti rugi dikenakan harus

sesuai dengan kerugian riil tetapi BNI Syariah menetapkan ganti rugi pada

11

(15)

6

awal kontrak. Padahal penetapan di awal kontrak itu dikategorikan dengan

denda (ta>’zir). Sedangkan ta’wi>d} ini dikenakan sesuai dengan kerugian riil

atau penetepan di tengah-tengah pembiayaan bermasalah itu terjadi. Sesuai

dengan Fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIIII/2004 bahwa ganti

rugi(ta’wi>d}) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau

karena melakukan kelalaian yang menyimpang dari ketentuan akad. Ganti rugi

(ta’wi>d}) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau karena

kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan

menimbulkan kerugian pada pihak lain. Besar ganti rugi (ta’wi>d}) adalah sesuai

dengan nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam

transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi

(potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity). Ganti rugi

(ta’wi>d}) hanya boleh dikenakan pada transaksi akad yang menimbulkan utang

piutang (da>in), seperti sa>lam, istish{na' serta mura>bah{ah dan ija>rah.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk membahas tentang

penetapan ta’wi>d{ pembiayaan mura>bah{ah di BNI Syariah KC Surabaya

menurut Fatwa DSN. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk membahas lebih

dalam melalui penelitian dengan judul “Tinjauan Fatwa DSN-MUI No.

43/DSN-MUI/VIII/2004 Terhadap Pentepan Ta’wi>d} Pembiayaan Mura>bah{ah

Griya iB Hasanah di BNI Syariah KC Surabaya”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang permasalahan di atas, maka penulis mengidentifikasi

(16)

7

1. Mekanisme pembiayaan mura>bah}ah griya ib hasanah.

2. Ketentuan dalam pelaksanaan pembiayaan mura>bah}ah griya ib hasanah.

3. Penyelesaian pembiayaan mura>bah}ah griya ib hasanah pada nasabah yang

menunda pembayaran.

4. Penetapan ta’wi>d} pembayaran pembiayaan mura>bah}ah griya ib hasanah di

BNI Syariah KC Surabaya.

5. Analisis Fatwa DSN-MUI N0.43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ganti rugi.

Dari beberapa identifikasi masalah tersebut di atas, perlu diperjelas

batasan-batasan atau ruang lingkup persoalan yang akan dikaji dalam

penelitian ini agar skripsi ini dapat terarah pembahasannya, maka penulis

membatasi permasalahan yang akan dibahas yaitu:

1. Penetapan ta’wi>d} pembayaran pembiayaan mura>bah}ah griya ib hasanah di

BNI Syariah KC Surabaya.

2. Tinjauan fatwa DSN-MUI terhadap penetapan ta’wi>d} dalam pembiayaan

mura>bah}ah griya ib hasanah di BNI Syariah KC Surabaya.

C. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas permasalahan yang ingin dibahas atau dikaji dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penetapan ta’wi>d} dalam pembiayaan mura>bah}ah griya ib

hasanah di BNI Syariah KC Surabaya?

2. Bagaimana tinjauan fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004

terhadap pentepan ta’wi>d{ pembiayaan mura>bah{ah griya ib hasanah di BNI

(17)

8

D. Kajian Terdahulu

Kajian pustaka adalah deskripsi tentang kajian atau penelitian yang sudah

diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang sedang dilakukan ini bukan

merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang sudah

ada.12

Berdasarkan penelusuran kajian kepustakaan yang penulis lakukan,

berikut ada beberapa penelitian yang terkait dengan permasalahan yang ada

dalam penelitian ini, diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Damayanti (2004) yang berjudul

“Studi Analisis Tentang Ketentuan Ganti Rugi Dalam Perjanjian Jual Beli

Barang Karena Wanprestasi Menurut Hukum Perdata Dan Hukum Islam”.

Dalam skripsi tersebut lebih membahas tentangmekanisme serta hak dan

kewajiban para pihak dalam perjanjian jual beli barang menurut hukum

perdata dan hukum Islam, pandangan hukum Islam dan hukum perdata

Indonesia tentang ketentuan ganti rugi dalam jual beli karena

wanprestasi, serta persamaan dan perbedaan keduanya tentangketentuan

ganti rugi tersebut.13

2. Penelitian yang di tulis oleh Arianto Saputra (2014) dengan judul

“Analisis Pengelolaan Dana Ta>’zir dan Ta’wi>d} Bagi Nasabah Wanprestasi

pada PT. BRI Syariah” di sini dibahas tentang memenuhi prestasinya

denda (ta>’zir) yang dikenakan oleh bank syariah hanya kepada nasabah

12

Fakultas Syariah UIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, 2016. 13

(18)

9

mampu tapi enggan. Sedangkan ganti rugi merupakan tindak lanjut dari

nasabah yang lalai, yang sudah dikenakan ta>’zir tapi masih tidak

memenuhi kewajibannya.14

Dari penjelasan tersebut dapatlah diambil perbedaan dengan skripsi ini.

Dimana dalam skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah BNI Syariah

yang menekankan pembahasan tentang bagaimana aplikasi dan mekanisme

penetepan ta’wi>d} pada pembiayaan mura>bah}ah griya iB hasanah serta apakah

ganti rugi yang diberikan telah memenuhi keadilan sesuai dengan tuntunan

Fatwa DSN.

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam pembahasan skripsi ini

yang sesuai dengan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui mekanisme pembiayaan Mura>bah}ah Griya iB Hasanah pada

BNI Syariah KC Surabaya .

2. Mengetahui tinjauan fatwa DSN-MUI No.43/DSNMUI/VIII/2004

keterkaitan tentang pembiayaan Mura>bah}ah Griya iB Hasanah.

F. Kegunaan Penelitian

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat paling tidak

terdapat dua aspek :

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk pengembangan pemahaman

dan ilmu pengetahuan ilmiah untuk mahasiswa.

14

Arianto Saputra, “Analisis Pengelolaan Dana Ta’zir dan Ta’wid Bagi Nasabah Wanprestasi

(19)

10

2. Secara praktis

Dapat menjadi pertimbangan mengenai penyelesaian pembiayaan bagi

lembaga keuangan Syariah pada umumnya dan BNI Syariah KC Surabaya

pada khususnya.

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan pembaca dalam memahami istilah yang

dimaksud dalam judul “Tinjaun Fatwa DSN-MUI No.43/DSN-MUI/VIII/2004

Terhadap Penetapan Ta’wi>d} Pembiayaan Mura>bah}ah Griya iB Hasanah di

BNI Syariah KC Surabaya”.

Maka perlu dijelaskan makna yang terdapat dalam penelitian ini,

sehingga secara operasional tidak ada kendala berupa terjadinya perbedaan

pemahaman yang menyangkut hal-hal yang dibahas.

Ta’wi>d} : Pihak yang dengan sengaja atau karena

lalai melakukan sesuatu yang

menyimpang dari ketentuan akad dan

menimbulkan kerugian pada pihak lain.

Griya iB Hasanah : Suatu pembiayaan yang berupa fasilitas

pembiayaan konsumtif yang diberikan

kepada anggota masyarakat dan besarnya

disesuaikan dengan kebutuhan

pembiayaan dan kemampuan membayar

(20)

11

Mura>bah}ah : Perjanjian jual beli antara penjual dan

pembeli. Penjual membeli barang yang

diperlukan pembeli kemudian menjualnya

kepada pembeli yang bersangkutan

sebesar harga perolehan ditambah dengan

keuntungan yang disepakati antara

penjual dan pembeli

Fatwa Dewan Syariah Nasional: Sebuah lembaga yang berperan dalam

menjamin ke-Islamannya keuangan

Syariah di seluruh dunia.

H. Metode Penelitian

1. Data yang dikumpulkan

Data yang diperlukan dihimpun untuk menjawab pertanyaan dalam

rumusan masalah yakni data primer dan data sekunder.

1. Data primer:

1) Mekanisme pembayaran mura>bah}ah.

2) Penetapan ta’wi<d} pembiayaan mura>bah}ah.

3) Besarnya ta’wi<d} mura>bah}ah yang ditetapkan.

4) Pengalokasian dana ta’wi<d}.

2. Data Sekunder:

1) Profil BNI Syariah KC Surabaya.

2) Produk dan aplikasi akad BNI Syariah KC Surabaya.

(21)

12

2. Sumber Data

Data penelitian ini dapat diperoleh dari beberapa sumber data sebagai

berikut:

1) Sumber Primer adalah sumber yang diperoleh secara langsung dari

masyarakat baik yang dilakukan melalui wawancara, observasi dan

alat lainnya.15 Dalam penelitian ini, yaitu sumber data yang

pengambilannya diperoleh dari tempat penelitian. Data yang

didapatkan peneliti dari hasil wawancara dengan Pegawai BNI

Syariah KC Surabaya, Bapak Wahyu Cahyo Purnomo sebagai

Remmedial Reconvery dan Bapak Fahmi sebagai Consumer Sales

Head.

2) Sumber Sekunder adalah sumber yang telah dikumpulkan pihak

lain.16 Dalam penelitian ini, merupakan data yang bersumber dari

buku-buku dan catatan-catatan atau dokumen. Meliputi:

1) Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiq^h Al Isla>miy Wa Adillatuh.

1) Nurul Hudan dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam.

2) M, Suparmoko, Metode Penelitian Praktis.

3) Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik.

4)

Wahbah Az-zuhaili, Us{u>l Al-Fiqh.

15Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004),

87.

16

(22)

13

3. Teknik pengumpulan Data

a. Observasi

Pengumpulan data dengan menggunakan atau mengadakan

pengamatan langsung atau pencatatan dengan sistematis tentang

fenomena yang diselidiki baik secara langsung maupun tidak

langsung. Dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan langsung

terhadap praktik pembiayaan mura>bah{ah dan penetapan ta’wi<d}.

Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengamati/mengikuti

jalannya pembiayaan mura>bah{ah dan penetapan ta’wi<d kemudian

mencatat hal-hal yang dianggap penting dan diperlukan dalam

penelitian.

b. Wawancara

Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan

cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya dengan si

penjawab.17 Wawancara digunakan untuk menggali data dengan

pegawai BNI Syariah KC Surabaya.

1) Bapak Wahyu Cahyo sebagai Remmedial Reconvery yang

melakukan penagihan terhadap nasabah yang bermasalah.

2) Bapak Fahmi sebagai Consumer Sales Head yang memasarkan

produk dan jasa kepada nasabah/calon nasabah.

17Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian-Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: PT.

(23)

14

c. Dokumentasi

Sejumlah besar fakta dan data yang tersimpan dalam bahan

yang berbentuk dokumentasi. Mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, surat, buku-buku, agenda, transkrip dan

sebagainya.18 Dengan melalakukan penggalian berupa data terhadap

masalah-masalah yangdiinginkan melalui cara pemahaman serta

penelitian terhadap data yangberada pada dokumen-dokumen yang

dimiliki oleh BNI Syariah KC Surabaya dan beberapa buku yang ada

hubungannya dengan permasalahan diatas.

4. Teknik Pengolahan Data

a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh dengan

memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang

meliputi kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya,

keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.19

b. Organizing, yaitumengatur dan menyusun data sumber dokumentasi

sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai

dengan rumusan masalah, serta mengelompokkan data yang diperoleh

sehingga menghasilkan bahan yang sesuai dengan susunan alur

skripsi.20\

18

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006),231.

19

Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 15.

20

(24)

15

c. Analyzing, yaitu merupakan tahap akhir, yaitu menganalisa kembali

lebih lanjut data-data yang telah tersusun untuk memperoleh

kesimpulan atas rumusan masalah.21

5. Teknik Analisis Data

Analisis Deskriptif yang digunakan yaitu dengan cara menuturkan

dan menguraikan serta menjelaskan data penetepan denda pada

pembiayaan mura>bah}ah.22 Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat

deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis,

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar

fenomena yang diselidiki.23 Metode ini digunakan untuk mengetahui

gambaran tentang penyelesaian pembiayaan mura>bah}ah pada nasabah di

BNI Syariah KC Surabaya.

Adapun pola pikir yang digunakan dalam menganalisis adalah pola

pikir deduktif, yaitu pola pikir yang berpijak pada teori-teori yang

berkaitan dengan permasalahan, kemudian dikemukakan berdasarkan

fakta-fakta yang bersifat khusus.24

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, maka disusunlah

sistematika pembahasan sebagai berikut:

Moh Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2005), 63.

24

(25)

16

Bab satu berisi pendahuluan yang memuat uraian tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika

pembahasan.

Bab dua penulis membahas tentang landasan teori ta’wi>d }dan mura>bah}ah:

berisi tentang pembahasan yang meliputi ganti rugi (ta’wi>d}) tinjauan hukum

Islam tentang mura>bah}ah.

Bab tiga merupakan pembahasan dari hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh penulis pada BNI Syariah KC Surabaya, yang berisi gambaran

umum BNI Syariah KC Surabaya, Aplikasi pembiayaan mura>bah}ah, dan

penetapan ta’wi<d} pembiayaan mura>bah}ah.

Bab empat membahas analisis tinjauan fatwa DSN-MUI

N0.43/DSN-MUI/VIII/2004 terhadap penetapan ta’wi<d} pembiayaan mura>bah}ah griya iB

hasanah di BNI Syariah KC Surabaya.

Bab lima merupakan bab penutup yang memuat tentang kesimpulan dan

(26)

(27)

BAB II

GANTI RUGI (TA’WI<D

}

),MURA<BAH{AH DALAM FATWA DEWAN

SYARIAH NASIONAL

A. Ganti Rugi (TA’WI<D})Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional

1. Pengertian

Fatwa adalah pendapat mengenai suatu hukum dalam Islam yang

merupakan tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan

oleh peminta fatwa dan tidak mempunyai daya ikat. Oleh karena itu, fatwa

merupakan pendapat ulama dalam rangka turut serta menyelesaikan

masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Dengan demikian

peminta fatwa tidak harus mengikuti isi atau hukum fatwa yang diberikan.1

Dewan Syariah Nasional yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia

yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani

masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan

syariah ataupun lainnya. Pada prinsipnya, pendirian DSN-MUI

dimaksudkan sebagai usaha untuk efisiensi dan koordinasi para ulama

dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi,

keuangan selain itu DSN-MUI juga berperan sebagai pengawas, pengarah

dan pendorong penerapan nilai-nilai prinsip ajaran Islam dalam kehidupan

ekonomi.2 Adakalanya dalam menjalankan transaksi di lembaga keuangan

1Abdul fatah, rohadi, Analisis Fatwa Keagamaan, (Bumi Aksara: Jakarta,2006), 56.

2

(28)

18

syariah para pihak dihadpakan dengan resiko yang menyebabkan terjdinya

kerugian. Resiko tersebut diantaranta bisa disebabkan oleh adanya

wanprestasi atau kelalaian nasabah untuk menunda-nunda pembayaran.

Hal ini tentunya sangat kontradiktif dengan Syariah Islam yang

sangat melindungi kepentingan semua pihak yang bertransaksi, baik

lembaga keuangan syariah maupun nasabah, sehingga tidak boleh ada satu

pihak pun yang dirugikan hak-hak nya.Yang mana ta’wi<d} ini kenakan

hanya pada pihak yang tidak membayar kewajiban karena lalai dan

kesengajaan. Karakter manusia seperti yang dijelaskan di atas sebetulnya

tidak banyak, namun tetap saja ada pihak tidak menyelesaikan

kewajibannya kendatipun mereka mampu.

Adanya d}a>man (tanggungjawab) untuk menggantikan atas sesuatu

yang merugikan. Kerugian disini adalah segala gangguan yang menimpa

seseorang, baik menyangkut dirinya maupun menyangkut harta

kekayaannya, yang terwujud dalam bentuk berkurangnya kuantitas,

kualitas, ataupun manfaatnya.3

Dalam fatwa DSN No:17/DSN-MUI/IX/2000 tentang sanksi atas

masalah mampu yang menunda-nunda pembayaran, tampak bahwa kurang

menguntungkan khususnya dalam hal pembayaran terhadap proses

penagihan pada bank syari'ah, bahkan cenderung menjadi rugi. Namun saat

ini sepertinya kekurangan yang ada dalam fatwa tentang sanksi atas

3

(29)

19

masalah mampu menunda-nunda pembayaran ini dapat diatasi dengan telah

terbitnya fatwa DSN yang lain, yaitu fatwa DSN

No:43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ta’wi<d} yaitu fatwa ganti rugi hanya boleh

dikenakan ats pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan

sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian

pada pihak lain. Akan tetapi syarat pengenaan biaya ganti rugi adalah

sebesar riil yang diderita dan angka kerugiannya harus nyata, jelas besarnya

dan bisa dihitung serta bukan semata berdasarkan kerugian yang

diperkirakan akan terjadi. Ganti rugi ta’wi<d} hanya boleh dikenakan pada

transaksi yang menimbulkan utang piutang, seperti mura>bah{ah, ija>rah,

sa>lam, dan is}tishna. Dalam akad mud{a>rabah dan musha>rakah, ganti rugi

hanya boleh dikenakan oleh shah}ibul ma>l atau salah satu pihak dalam

musha>rakah apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi tidak

dibayarkan.4

Ganti rugi (ta’wi<d}) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan

sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari

ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain. Besar ganti rugi

(ta’wi<d}) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami

(fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan

akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity

loss) Ganti rugi (ta’wi<d}) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad) yang

(30)

20

menimbulkan utang piutang (da>in), seperti sa>lam,

is}tishna'

serta Mura>bah{ah

dan ija>rah.

Adapun beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ulama

berkenaan dengan ganti rugi dalam Islam adalah sebagai berikut:

Pendapat Ibnu Qudamah dalam al-Mugni juz IV, bahwa penundaan

pembayaran kewajiban dapat menimbulkan kerugian (d}ara>r) dan karenanya

harus dihindarkan; ia menyatakan: Jika orang berhutang (debitur)

bermaksud melakukan perjalanan, atau jika pihak berpiutang (kreditur)

bermaksud melarang debitur (melakukan perjalanan), perlu kita perhatikan

sebagai berikut. Apabila jatuh tempo hutang ternyata sebelum masa

kedatangannya dari perjalanan,misalnya, perjalanan untuk berhaji di mana

debitur masih dalam perjalanan haji sedangkan jatuh tempo hutang pada

bulan Muharram atau Dzulhijjah maka kreditur boleh melarangnya

melakukan perjalanan. Hal ini karena ia (kreditur) akan menderita kerugian

(d}ara>r) akibat keterlambatan (memperoleh) haknya pada saat jatuh tempo.

Akan tetapi, apabila debitur menunjuk penjamin atau menyerahkan

jaminan yang cukup untuk membayar hutangnya pada saat jatuh tempo, ia

boleh melakukan perjalanan tersebut, karena dengan demikian, kerugian

kreditur dapat dihindarkan.

Pendapat Wahbah al-Zuhaili, dalam Nazariyah al-D}ama>n menyatakan

bahwa "Ta’wi<d} (ganti rugi) adalah menutup kerugian yang terjadi akibat

pelanggaran atau kekeliruan"

(31)

21

a) Menutup kerugian dalam bentuk benda (d}ara>r, bahaya), seperti

memperbaiki dinding.

b) Memperbaiki benda yang dirusak menjadi utuh kembali seperti semula

selama dimungkinkan, seperti mengembalikan benda yang dipecahkan

menjadi utuh kembali. Apabila hal tersebut sulit dilakukan, maka

wajib menggantinya dengan benda yang sama (sejenis) atau dengan

uang.

Sementara itu, hilangnya keuntungan dan terjadinya kerugian yang

belum pasti di masa akan datang atau kerugian immateriil, maka menurut

ketentuan hukum fiqh hal tersebut tidak dapat diganti (dimintakan ganti

rugi). Hal itu karena obyek ganti rugi adalah harta yang ada dan konkret

serta berharga (diijinkan syariat untuk memanfaatkannya.

Pendapat ulama yang membolehkan ta’wi<d} sebagaimana dikutip oleh

'Isham Anas al-Zaftawi, Hukm al-Garamah al-Ma>liyah fi al-Fiqh al- Islami,

al-Qahirah: al-Ma'had al `Alami li-al-Fikr al-Islami, adalah: Kerugian harus

dihilangkan berdasarkan kaidah syariah dan kerugian itu tidak akan hilang

kecuali jika diganti, sedangkan penjatuhan sanksi atas debitur mampu yang

menunda-nunda pembayaran tidak akan memberikan manfaaat bagi

kreditur yang dirugikan. Penundaan pembayaran hak sama dengan ghas}ab;

karena itu, seyogyanya status hukumnya pun sama, yaitu bahwa pelaku

(32)

22

ghas}ab, menurut mayoritas ulama, di samping ia pun harus menanggung

harga (nilai) barang tersebut bila rusak.5

2. Dasar Hukum

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Halalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah

menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.6

Hadis

Perdamaian dapat dilakukandi antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang

haram (H.R. Tirmidzi)8

Selanjutnya Ijma’ ulama yang membolehkan da}ma>n dalam muamalah

karena da}ma>n sangat diperlukan dalam waktu tertentu. Adakalanya orang

memerlukan modal dalam usaha dan untuk mendapatkan modal itu

5

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI,...3.

6Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006),106. 7Abi ‘abdillah Muhammad bin Yazid ibnu Ma>jah al Qazwini, Sunan Ibnu Ma>jah, (Riyadh:

Al-Mutaman Tradingest, tt), 253.

(33)

23

biasanya harus ada jaminan dari seseorang yang dapat dipercaya, apalagi

usaha dagangannya besar.9

3. Ketentuan Umum dan Ketentuan Ta’wi<d}

Hal ini mengingatkan secara tradisional, setiap bentuk penambahan

apapun terhadap pokok pembiayaan merupakan bentuk-bentuk riba>’. Namun,

PBI yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu

berkenaan dengan pengaturan ganti rugi (Ta’wi<d}) dalam pembiayaan yang

dimaksud memberi kemungkinan pengenaan ganti rugi dalam hal dan dengan

ketentuanketentuan sebagai berikut:10

a. Ketentuan umum

1. Ganti rugi (ta’wi<d}) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan

sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang

menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian

pada pihak lain.

2. Kerugian yang dapat dikenakan ta’wi<d} sebagaimana dimaksud

dalam ayat 1 adalah kerugian riil yang dapat diperhitungkan

dengan jelas.

3. Kerugian riil sebagaimana dimaksud ayat 2 adalah biaya-biaya

riil yang dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yang

seharusnya dibayarkan.

9Ibid. 261. 10

(34)

24

4. Besar ganti rugi (ta’wi<d}) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil

(real loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi

tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi

(potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity

loss)

5. Ganti rugi (ta’wi<d}) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad)

yang menimbulkan utang piutang (da<in), seperti sa>lam, istish}na’

serta mura>bah{ah dan ija>rah.

6. Dalam akad mud{a>rabah dan musha>rakah, ganti rugi hanya boleh

dikenakan oleh sha>hibul ma>l atau salah satu pihak dalam

musha>rakah apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi

tidak dibayarkan.

b. Ketentuan khusus

1. Besarnya ganti rugi yang dapat diakui sebagai pendapatan bank

adalah sesuai dengan nilai kerugian (real loss) yang berkaitan

dengan upaya bank untuk memperoleh pembayaran dari nasabah

dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potensial

loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss).

2. Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian

riil dan tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para

pihak.

(35)

25

4. Pihak yang cedera janji bertanggung jawab atas biaya perkara

dan biaya lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian

perkara.11

B. MURA>BAH}AH

1. Pengertian mura>bah}ah

Mura>bah}ah adalah akad jual beli atas barang tertentu, dimana penjual

menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli kemudian menjual

kembali kepada pihak pembeli dengan mensyaratkan keuntungan yang

diharapkan sesuai jumlah tertentu. Dalam akad mura>bah}ah , penjual

menjual barangnya dengan meminta kelebihan atas harga beli dengan harga

jual. Perbedaan antara harga beli dengan harga jual barang disebut dengan

margin keuntungan.12

Jual beli sesuai dengan harga pertama (pokok) disertai dengan adanya

keuntungan. Sebagian ulama memeberi pengertian mura>bah{ah, sebagai

berikut:

1. Menurut golongan Malikiyah, jual beli mura>bah{ah digambarkan sebagai

berikut: seseorang yang mempunyai barang memberitahukan kepada

orang yang akan membeli barangnya tentang harga barang tersebut yang

akan dijualnya dan ia mengambil keuntungan darinya.

11Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdat, cet. XXVI, (Jakarta: PT:Intermasa, 1994),47.

(36)

26

2. Pengertian jual beli mura>bah{ah menurut golongan Hanafiyah, yaitu

sesuatu yang dimiliki sebab adanya akad awal dengan harga awal disertai

dengan adanya keuntungan.

3. Pengertian jual beli mura>bah{ah menurut golongan Syafi’iyah dan

Hanabilah yaitu jual beli dengan modal atau sesuatu yang menggantikan

orang yang menjual dengan adanya keuntungan pada setiap presentase

yang ada atau yang menyerupainya dengan adanya syarat yang diketahui

oleh 2 (dua) orang yang berakad terhadap modal tersebut.13

4. Menurut Sayyiq Sabid, mura>bah{ah adalah penjualan dengan harga

pembelian berikut dengan untung yang diketahui.14

Lain halnya dengan Ascarya yang mengartikan bahwa mura>bah{ah

merupakan penjualan barang oleh seseorang kepada pihak lain dengan

pengaturan bahwa penjual berkewajiban untuk mengungkapkan kepada

pembeli harga pokok dari barang dan marjin keuntungan yang dimaksudkan

kedalam harga jual barang tersebut, dan kemudian pembayaran dapat

dilakukan secara tunai ataupun tangguh.15

Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional NO:

04/DSN-MUI/IV/2000 tentang mura>bah}ah, di dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional

tersebut dijelaskan bahwa Bank membiayai sebagian atau seluruh harga

dari pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya dengan cara

Bank membelikan barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,

13 Ibid,.

14Sayyiq Sabid, Fiqh Sunnah 12, Ter, Kamaludin A Marzuki, “Fiqh Sunnah Jilid 12”, (Bandung:

Pustaka, 1998), 83.

(37)

27

dan pembelian tersebut harus sah dan bebas riba. Kemudian pihak Bank

harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,

misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. Selanjutnya pihak Bank

menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual

senilai harga beli ditambaha dengan keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank

harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut

biaya yang diperlukan.16

2. Dasar Hukum

Landsan hukum akad mura>bah{ah ini adalah:

1. Alquran

Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba 17

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT menghalalkan jual beli,

karena jual beli adalah salah satu cara yang baik untuk mencari rizki Allah

SWT. Sedangkan Allah SWT mengharamkan riba, karena riba mengandung

unsur kebathilan. Menurut surah QS. An-Nisaa’:29

16Adrian Sutedi, Perbankan Syariah; Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Cet. I. (Bogor, Ghalia

Indonesia, 2009 ), 96-98.

(38)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah

Maha Penyayang kepadamu.18 Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan dengan kerelaan kedua belah pihak. (H.R. Ibnu Majah).20

Hadis tersebut menjelaskan bahwa pekerjaan yang paling baik adalah

jual beli, jika jual beli dilakukan dengan cara yang baik, tanpa diiringi

kecurangan-kecurangan, maka akan mendapat berkah dari Allah Swt. 21

3. Ijma’

Umat Islam telah berkonsensus tentang keabsahan jual beli, karena

manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang

dihasilkan dan dimiliki oleh orang lain. Oleh karena itu jual beli adalah

18Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemah,..., 83. 19Abi

‘abdillah Muhammad bin Yazid ibnu Ma>jah al Qazwini, Sunan Ibnu Ma>jah,... 236.

20

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah ... 168

(39)

29

salah satu jalan untuk mendapatkannya secara sah. Dengan demikian maka

mudahlah bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya. 22

3. Rukun dan Syarat Mura>bah{ah

Jual beli mura>bah}ah dalam perspektif ekonomi Islam memiliki

beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi, terdiri dari:

Rukun dari akad mura>bah}ah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada

beberapa, yaitu :

a. Pelaku akad, yaitu ba>’i (penjual) adalah pihak yang memiliki barang

untuk dijual, dan musyta>ri’ (pembeli) adalah pihak yang memerlukan

dan akan membeli barang

b. Objek akad, yaitu ma>bi’ (barang dagangan) merupakan barang yang

akan digunakan sebagai objek transaksi jual beli. Objek ini harus ada

fisiknya.

c. Tsa<man (harga) Setiap transaksi jual beli harus disebutkan dengan jelas

harga jual yang disepakati antara penjual dan pembeli.

c. Shighat}, yaitu ija>b dan qabu>l 23

Merupakan kesepakatan penyerahan barang dan penerimaan barang yang

diperjualbelikan. Ija>b qabu>l harus disampaikan secara jelas atau dituliskan

untuk ditandatangani oleh penjual dan pembeli. Dalam ija>b dan qabu>l

terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, berikut:24

22Muhammad, Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah (Yogyakarta: UII Press, 2000), 23. 23Ascarya, Akad dan Produk Bank,..., 82.

24Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah Hukum Ekonomi, Bisnis, dan Sosial

(40)

30

1. Adanya kejelasan maksud dari kedua pihak, dalam arti, ija>b dan qabu>l

yang dilakukan harus bisa mengekspresikan tujuan dan juga maksud

dalam bertransaksi.

2. Adanya kesesuaian antara ija>b dan qabu>l. Terdapat kesesuian antara

ija>b dan qabu>l dalam hal objek transaksi ataupun harga, artinya

terdapat kesamaan pada keduannya tentang kesepatan, maksud, dan

objek transaksi. Dan jika masih tidak terdapat kesesuaian, maka akad

dinyatakan batal.

3. Adanya pertemuan antara ija>b dan qabu>l (berurutan dan nyambung),

yakni ija>b dan qabu>l dilakukan dalam satu majlis.25

Syarat-syarat mura>bah{ah dapat dilaksanakan apabila:

1. Pihak yang berakad:

a. Cakap hukum; dan

b. Sukarela, tidak dalam keadaan dipaksa/terpaksa/di bawah

tekanan.

2. Objek yang diperjualbelikan:

a. Tidak termasuk yang diharamkan/dilarang;

b. Bermanfaat;

c. Penyerahannya dari penjual ke pembeli dapat dilakukan;

d. Merupakan hak milik penuh pihak yang berkada; dan

e. Sesuai spesifikasinya yang diterima pembeli dan diserahkan

penjual.

25 I

(41)

31

3. Akad/sighat}:

a. Harus jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad;

b. Antara ija>b dan qabu>l (serah terima) harus selaras baik dalam

spesifikiasi barang maupun harga yang disepakati;

c. Tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan

keabsahan transaksi pada hal/kejadian yang akan datang; dan

d. Tidak ada batsan waktu.26

4. Tujuan dan Fungsi Mura>bah{ah

a. Tujuan Mura>bah{ah

Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk

meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan

nilai-nilai Islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh

sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian,

dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang

produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka

memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.27

b. Fungsi Mura>bah}ah

Keberadaan lembaga keuangan syariah yang menjalankan

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah bukan hanya untuk mencari

26 Nurul dan Mohamad, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2010),46.

27

(42)

32

keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di Indonesia, tetapi juga

untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman, diantaranya :

a. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan

sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur.

b. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional

karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh

bank konvensional.

c. Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh

rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang

dilakukan.28

C.Akad Mura>bah{ah Sebagai Modal Pembiayaan di Lembaga Keuangan Syariah

1. Pengertian Pembiayaan Mura>bah{ah

Pengertian pembiayaan muraba>h}ah adalah produk jual beli dengan

harga asal ditambah dengan margin (keuntungan) yang telah disepakati.

Produk ini memudahkan nasabah untuk mendapatkan barang yang

dibutuhkannya dengan biaya yang relatif murah, yaitu dengan margin

(keuntungan) yang telah disepakati antara Lembaga Keuangan Syariah

dengan nasabah. Produk ini sangat membantu nasabah yang membutuhkan

barang dimana pada saat membutuhkan barang tersebut nasabah tidak

memiliki uang tunai. Lembaga Keuangan Syariah dapat membantu dengan

(43)

33

produk muraba>h}ah nasabah akan memenuhi kewajibannya pada saat

tertentu yang telah disepakati bersama.29

Sedangkan menurut Sudarsono, pembiayaan muraba>h}ah adalah

jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang

disepakati anatar pihak bank dan nasabah. Dalam muraba>h}ah penjual

menyebutkan harga pembelian barang pada pembeli. Kemudian ia

mensyaratkan atas laba dalam jumlah tertentu. Pada perjanjian muraba>h}ah,

Lembaga Keuangan Syariah membiayai pembelian barang yang dibutuhkan

oleh nasabahnya dengan membeli barang itu kepada pemasok, dan

menjualnya kepada nasabah dengan harga yang ditambah kentungan atau

mark up.30

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan

muraba>h}ah adalah jual beli barang dengan tambahan keuntungan yang telah

disepakati.

2. Macam-Macam Mura>bah}ah

Mura>bah}ah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Muraba>h}ah Tanpa Pesanan

Yaitu jual beli mura>bah}ah yang tidak melibatkan pesanan, sehingga

penyediaan objek mura>bah}ah merupakan inisiatif dari bank syariah atau

lembaga lainnya tanpa harus melalui proses pemesanan terlebih dahulu.

29 Muhammad, Bank Syari’ah Analisa Kekuasaan, Peluang, Kelemahan Dan Ancaman,

(Yogyakarta: Ekonisia, 2004), 123.

(44)

34

b. Muraba>h}ah berdasarkan pesanan (KPP/Kepada Pemesan Pembelian)

Yaitu jual beli mura>bah}ah dengan kesepakatan bahwa nasabah

meminta kepada pihak bank untuk membeli objek mura>bah}ah yang telah

dipesan oleh nasabah sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.

Dalam mura>bah{ah melalui pesanan ini, si penjual boleh meminta

uang muka kepada nasabah, hal ini bertujuan untuk menunjukkan

keseriusan nasabah terhadap objek mura>bah}ah yang telah dia pesan.

Dengan begitu apabila nasabah membatalkan pesanannya maka uang muka

tersebut dapat digunakan untuk mengganti kerugian penjual.31

Dalam prakteknya, pembiayaan mura>bah}ah terbagi kepada 3 jenis,

sesuai dengan peruntukannya, yaitu:

1. Mura>bah}ah Modal Kerja (MMK), yang diperuntukkan untuk pembelian

barang-barang yang akan digunakan sebagai modal kerja. Modal kerja

adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi

sehari-hari. Penerapan mura>bah}ah untuk modal kerja membutuhkan

kehati-hatian, terutama bila objek yang akan diperjualbelikan terdiri dari

banyak jenis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kesulitan terutama

dalam menentukan harga pokok masing-masing barang.

2. Mura>bah{ah Investasi (MI), adalah pembiayaan jangka menengah atau

panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal yang diperlukan

untuk rehabilitasi, perluasan, atau pembuatan proyek baru.32

31Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2006), 115.

(45)

35

3. Mura>bah}ah Konsumsi (MK), adalah pembiayaan perorangan untuk tujuan

nonbisnis, termasuk pembiayaan pemilikan rumah, mobil. Pembiayaan

konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian barang

konsumsi dan barang tahan lama lainnya. Jaminan yang digunakan

biasanya berujud objek yang dibiayai, tanah dan bangunan tempat

tinggal.33

3. Margin Dalam Pembiayaan Mura>bah{ah

Bank Syariah menerapkan margin keuntungan terhadap produk-produk

pembiayaan yang berbasis Natural Certainty Contract (NCC), yakni akad

bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah

(amount) maupun waktu (timing), seperti pembiayaan mura>bah{ah, ija>rah,

sa>lam, dan is}tishna.

Secara teknis yang dimaksud dengan margin keuntungan adalah

persentase tertentu yang ditetapkan per tahun perhitungan margin keuntungan

secara harian, maka jumlah hari dalam setahun ditetapkan 360 hari;

perhitungan margin keuntungan secara bulanan, maka setahun ditetapkan 12

bulan.

Pada umumnya, nasabah pembiayaan melakukan pembayaran secara

angsuran. Tagihan yang timbul dari transaksi jual beli dan atau sewa

berdasarkan akad mura>bah{ah, ija>rah, sa>lam, dan is}tishna. disebut sebagai

piutang. Besarnya piutang tergantung pada plafond pembiayaan, yakni jumlah

(46)

36

pembiayaan (harga beli ditambah harga pokok) yang tercantum di dalam

Perjanjian Pembiayaan.

Dalam penetapan perhitungan dan margin mura>bah}ah terdapat rumus

yang berkaitan dengannya yaitu:

Cara perhitungan angsuran perbulan

Rumus perhitungan angsuran: Angsuran/bulan = Jumlah piutang – uang muka

Jangka waktu angsuran.

Cara perhitungan pendapatan margin

Pendapatan margin = total margin/total piutang bersih X 100%34

4. Unsur-Unsur Mura>bah{ah

Dalam pembiayaan mengandung berbagai maksud, atau dengan kata lain

dalam pembiayaan terkandung unsur-unsur yang direkatkan menjadi satu.

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pembiayaan adalah sebagai

berikut:35

1. Adanya kepercayaan

Pihak bank melakukan penelitian terlebih dahulu secara mendalam

tentang kondisi nasabah, baik secara intern maupun ekstern. Penelitian

dan penyelidikan tentang kondisi pemohon pembiayaan sekarang dan

masa lalu, untuk menilai kesungguhan dan etika baik nasabah terhadap

bank.

34 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis fiqih dan keuangan, (Jakarta:PT RajaGrafindo

Persada, 2013), 113.

(47)

37

2. Kesepakatan

Kesepakatan antara si pemohon dengan pihak bank. Kesepakatan ini

dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak

menandatangani hak dan kewajiban masing-masing. Kesepakatan ini

kemudian dituangkan dalam akad pembiayaan dan ditandatangani kedua

belah pihak.

3. Jangka Waktu

Setiap pembiayaan yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu,

jangka waktu ini mencakup masa pengembalian pembiayaan yang telah

disepakati. Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran

yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka

waktu ini bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.

5. Resiko

Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian pembiayaan akan

memungkinkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macet pemberian

suatu pembiayaan. Semakin panjang jangka waktu pembiayaan maka

semakin besar risikonya, demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi

tanggungan bank, baik risiko disengaja, maupun risiko yang tidak

disengaja, misalnya karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah

tanpa ada unsur kesengajaan lainnya, sehingga tidak mampu melunasi

pembiayaan yang diperoleh.36

(48)

38

BAB III

MEKANISME PENETAPAN TA’WI<D} DALAM

PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH GRIYA IB HASANAH DI BNI SYARIAH KC SURABAYA

A. Gambaran Umum BNI Syariah

1. Sejarah Berdirinya BNI Syariah

BNI Syariah merupakan anak perusahaan BNI dengan komposisi

kepemilikan saham 99,99% dimiliki oleh BNI dan sisanya dimiliki oleh

PT BNI Life. Hingga akhir Mei 2010, Unit Usaha Syariah BNI memiliki

aset sebesar Rp 5,2 triliun, total dana masyarakat sebesar Rp 4,2 triliun,

total pembiayaan Rp 3,2 triliun, modal sebesar Rp 1 triliun, dengan

customer based lebih dari 420 ribu nasabah.

BNI membuka layanan perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah

dengan konsep dual system banking, yakni menyediakan layanan perbankan

umum dan syariah sekaligus. Hal ini sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1998

yang memungkinkan bank - bank umum untuk membuka layanan syariah.

Di awali dengan pembentukan Tim Bank Syariah di Tahun 1999, Bank

Indonesia kemudian mengeluarkan ijin prinsip dan usaha untuk

beroperasinya unit usaha syariah BNI. Setelah itu BNI Syariah menerapkan

strategi pengembangan jaringan cabang, syariah sebagai berikut : Tepatnya

(49)

39

sekaligus di kota-kota potensial, yakni : Yogyakarta , Malang , Pekalongan,

Jepara dan Banjarmasin.1

Tahun 2001 BNI Syariah kembali membuka 5 kantor cabang syariah,

yang difokuskan di kota-kota besar di Indonesia , yakni : Jakarta (dua

cabang), Bandung , Makassar dan Padang. Seiring dengan perkembangan

bisnis dan banyaknya permintaan masyarakat untuk layanan perbankan

syariah, Tahun 2002 lalu BNI Syariah membuka dua kantor cabang syariah

baru di Medan dan Palembang .

Di awal tahun 2003, dengan pertimbangan load bisnis yang semakin

meningkat sehingga untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,

BNI Syariah melakukan relokasi kantor cabang syariah di Jepara ke

Semarang . Sedangkan untuk melayani masyarakat Kota Jepara, BNI

Syariah membuka Kantor Cabang Pembantu Syariah Jepara. Pada bulan

Agustus dan September 2004, BNI Syariah membuka layanan BNI Syariah

Prima di Jakarta dan Surabaya. Layanan ini diperuntukan untuk individu

yang membutuhkan layanan perbankan yang lebih personal dalam suasana

yang nyaman.

Kini UUS BNI berubah menjadi PT Bank BNI Syariah pada tanggal 21

Mei 2010, berdasarkan Keputusan Gubernur bank Indonesia Nomor

12/41/KEP.GBI/2010, akan tetapi bentuk Bank ini masih berupa UUS

sementara. Selanjutnya pada tanggal 19 Juni 2010 BNI Syariah berubah

seratus persen menjadi Bank Umum Syariah.

1

(50)

40

Mungkin keberadaan BNI Syariah akan menimbulksn pertanyaan di

diri kita mengenai hubungannya dengan BNI Konvensional. Dilansir dari

laman BNI Syariah didapatkan penjelasan bahwa secara organisasi, BNI

Syariah merupakan salah satu unit dari BNI Konvensional, sehingga

memiliki direktur yang sama. Akan tetapi khusus pengelolaan dana

masyarakat yang masuk ke BNI Syariah dikelola secara terpisah dengan

BNI Komvensional. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa pengelolaan

dana masyarakat yang diinvestasikan di BNI Syariah dilakukan sesuai

dengan prinsip-prinsip syariah.

Di dalam pelaksanaan operasional perbankan, BNI Syariah tetap

memperhatikan kepatuhan terhadap aspek syariah. Dengan Dewan

Pengawas Syariah (DPS) yang saat ini diketuai oleh KH.Ma’ruf Amin,

semua produk BNI Syariah telah melalui pengujian dari DPS sehingga telah

memenuhi aturan syariah.

Pada tahun 2014 BNI Syariah telah memiliki 65 Kantor Cabang, 161

Kantor Cabang Pembantu. Ditunjang dengan 17 Kantor Kas, 22 Mobil

Layanan Gerak dan 16 Payment Point serta ditunjang dengan dapat

digunakannya 1500 ATM BNI Konvensional semakin mengukuhkan BNI

Syariah sebagai salah satu Bank Syariah Nasional yang maju dan besar.

Untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat yang ingin menyalurkan

keuangannya melalui perbankan Syariah sebagai alternative investasi,

maka BNI Syariah menyiapkan beberapa produk untuk menarik minat

(51)

41

2. Visi dan Misi

Visi BNI Syariah adalah “Menjadi bank syariah pilihan masyarakat

yang unggul dalam layanan dan kinerja”

Misi BNI Syariah

a. Memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan peduli pada

kelestarian lingkungan.

b. Memberikan solusi bagi masyarakat untuk kebutuhan jasa perbankan

syariah.

c. Memberikan nilai investasi yang optimal bagi investor.

d. Menciptakan wahana terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk

berkarya dan berprestasi bagi pegawai sebagai perwujudan ibadah.

e. Menjadi acuan tata kelola perusahaan yang amanah.2

3. Produk-produk BNI Syariah

Adapun produk- produk yang ditawarkan terbagi menjadi tiga, yaitu

produk penghimpunan dana (Funding), produk penyaluran dana (Lending),

dan produk jasa. BNI Syari’ah memiliki berbagai jenis produk dan jasa

yang relatif lengkap untuk memenuhi kebutuhan individu, usaha kecil, dan

institusi. Produk dan jasa yang tersedia untuk individu, usaha kecil maupun

institusi meliputi produk pembiayaan, produk investasi, produk simpanan,

dan jasa-jasa perbankan. Keseluruhan produk tersebut dapat digunakan oleh

seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan etnis maupun agama.

2

(52)

42

1. Produk Dan Layanan Jasa bank BNI Syariah Surabaya

Produk-produk yang ditawarkan oleh Bank BNI Syariah Surabaya

kepada para nasabahnya ada tiga jenis, diantaranya ialah produk

penghimpunan dana, produk pembiayaan dan produk jasa.

a. Produk Pendanaan

1) Tabungan iB THI Hasanah

Dengan prinsip wadiah} (titipan) yang didesain untuk membantu

individu dalam merencanakan pemenuhan Biaya Penyelengaraan

Ibadah Haji.

2) Tabungan iB Hasanah

Dengan prinsip wadiah} dan prinsip mud{a>rabah (bagi hasil)

merupakan tabungan transaksional yang dilengkapi dengan kartu

ATM serta didukung e-banking seperti internet banking, SMS

banking, dan phone banking untuk kebutuhan sehari-hari. Dapat

digunakan untuk mahasiswa dan community card.

3) Tabungan iB Prima Hasanah

Dengan prinsip mud{a>rabah didesain untuk nasabah yang

membutuhkan fasilitas lebih dilengkapi dengan asuransi jiwa dan

fasilitas executive lounge di bandara kota-kota besar Indonesia.

4) Tabungan iB Tapenas Hasanah

Dengan prinsip mud{a>rabah merupakan tabungan berjangka, didesain

untuk membantu perencanaan pendidikan serta kebutuhan masa

(53)

43

5) Tabungan iB Bisnis Hasanah

Dengan prinsip mud{a>rabah merupakan tabungan untuk usaha kecil

atau usaha perorangan dengan mutasi rekening yang lebih detail

dalam buku tabungan dilengkapi dengan kartu ATM gold dan

fasilitas executive lounge.

6) Tabunganku Simpel (Simpanan Pelajar) iB Hasanah

Produk simpanan untuk siswa yang diterbitkan secara nasional oleh

bank-bank di Indonesia dengan persyaratan mudah dan sederhana

serta fitur yang menarik, dalam rangka edukasi dan inklusi

keuangan untuk mendorong budaya nabung sejak dini.

7) Giro iB Hasanah

Dengan prinsip wadiah{ adalah simpanan transaksional yang

dilengkapi dengan rekening giro yang dilengkapi dengan fasilitas

cek/bilyet giro untuk menunjang bisnis usaha kecil atau usaha

perorangan.

8) Deposito iB Hasanah

Dengan prinsip mud{a>rabah merupakan simpanan berjangka dalam

mata uang rupiah atau dolar yang ditujukan untuk investasi.

b. Produk dan Layanan Jasa

1) Payroll Gaji

Adalah layanan pembayaran gaji yang dilakukan oleh BNI Syariah

atas dasar perintah dari perusahaan pembayar gaji untuk mendebet

(54)

44

2) Cash Management

Adalah jasa pengelolaan seluruh rekening seperti corporate internet

banking yang dapat digunakan oleh perusahaan/lembaga/instansi.

Produk ini dilengkapi dengan fasilitas virtual account.

3) Hasanah Payment

Hasanah Payment (Hpay) adalah sistem untuk memennuhi berbagai

kebutuhan pembayaran online masyarakat. Transaksi dapat

dilakukan secara mobile dengan aplikasi android pada smartphone

atau menggunakan PC Desktop.

Dengan menjadi member, pengguna Hpay dapat dikembangkan

menjadi bisnis loket pembayaran online.

c. Produk Pembiayaan

1) iB Hasanah Card

Kartu pembiayaan yang berfungsi seperti kartu kredit berdasarkan

prinsip syariah yaitu dengan sistem perhitungan biaya bersifat fix,

adil, transparan dan kompetitif, tanpa perhitungan bunga. iB

Hasanah Card tidak hanya digunakan untuk kegiatan konsumtif

namun dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan ibadah umroh,

pendidikan dan kegiatan usaha.

2) Oto iB Hasanah

Dengan prinsip mura>bah}ah merupakan fasilitas pembiayaan yang

(55)

45

3) Talangan Baitullah iB Hasanah

Adalah fasilitas pembiayaan untuk kebutuhan setoran awal untuk

mendapatkan seat sesuai Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji

(BPIH) yang diatur Kementerian Agama dengan menggunakan akad

ija>rah. Talangan Haji iB Hasanah dapat diberikan kepada nasabah

yang sudah memiliki Tabungan iB THI Hasanah.

4) Emas iB Hasanah

Salah satu manfaat emas adalah sebagai pelindung nilai harta anda.

BNI emas iB Hasanah merupakan fasilitas pembiayaan konsumtif

yang diberikan utnuk membeli emas logam mulia dalam bentuk

batangan yang diangsur secara rutin/ tetap setiap bulanya.

5) Multijasa iB Hasanah

Dengan prinsip ija>rah (sewa beli) merupakan fasilitas pembiayaan

yang diberikan kepada individu untuk pendanaan dengan jaminan

fix asset untuk maksimal pendanaan Rp500 juta.

7) Multiguna iB Hasanah

Dengan prinsip mura>bah{ah untuk pembelian barang kebutuhan

dikalangan profesional atau pegawai aktif.

8) Fleksi iB Hasanah

Dengan prinsip mura>bah}ah atau ijarah untuk karyawan suatu

(56)

46

9) CCF iB Hasanah

Dengan prinsip mura>bah}ah atau ijarah untuk karyawan suatu

perusahaan.

10) Wirausaha iB Hasanah

Adalah fasilitas pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan pembiayaan usaha produktif (modal kerja dan investasi)

sesuai prinsip syariah.

11) Griya iB Hasanah

Dengan prinsip mura>bah}ah (jual beli) merupakan fasilitas

pembiayaan yang diberikan kepada individu untuk membeli,

membangun, merenovasi rumah (termasuk ruko, rusun, rukan,

apartemen dan sejenisnya), dan membeli tanah kavling serta rumah

indent, dengan sistem angsuran tetap hingga akhir masa

pembiayaan sehingga memudahkan nasabah mengelola

keuangannya.

Pembiayaan BNI Griya iB Hasanah umumnya menggunakan akad

mura>bah}ah dalam bentuk pembiayaan kepemilikan rumah. Produk ini akan

menjadi fokus penelitian dalam skripsi ini yang akan dijelaskan dalam

pembahasan selanjutnya.

Pengertian

Griya iB Hasanah merupakan pembiayaan komsumtif yang diberikan

kepada anggota masyarakat untuk membeli, membangun, merenovasi

Referensi

Dokumen terkait

Alat yang dipakai dalam penataan rambut panjang pola simetris sebenarnya sama dengan alat yang digunakan pada penataan sanggul modern pola simetris untuk rambut pendek. Namun demikian

Pengeringan Contoh Tanah Persiapan Contoh Tanah Pencampuran Pupuk Organik Granul Uji Geser Langsung Analisis Unsur Kimia Analisis Tekstur Tanah Uji Konsistensi Selesai

Dari penjelasan teori yang diberikan diatas dapat disimpulkan bahwa Prosedur Pengajuan Klaim Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) merupakan serangkaian langkah – langkah yang menjadi

Adakah hubungan antara kelengkapan laboratorium kimia dengan pelaksanaan praktikum kimia di SMA/MA yang ada di Kota Yogyakarta ditinjau dari aspek keterlaksanaan,

Di dalam strategi kooperatif ini ada tiga aspek pengelolaan yang harus diperhatikan, yaitu tugas-tugas yang terstruktur yang harus dikerjakan peserta didik dalam bekerja

Metoda geotermometri dapat dipakai untuk mempre- diksi suhu reservoar secara tidak langsung dengan biaya yang tidak terlalu mahal, namun hasilnya tidak melenceng jauh

Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah

Permasalahan anak jalanan masih harus mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan untuk menyelesaikan beberapa masalah seperti: banyak anak jalanan yang masih duduk di bangku