TINJAUANFATWA DSN-MUI NO. 43/DSN-MUI/VIII/2004
TERHADAP PENETAPAN
TA’W<ID}
PEMBIAYAAN
MURA>BAH}AH GRIYA IB HASANAH
DI BNI SYARIAH KC SURABAYA
Skripsi
Oleh:
Tiara Puspita NIM: C72213170
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PERDATA ISLAM
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)
SURABAYA
vii ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan tentang “Tinjauan Fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 Terhadap Pentepan Ta’wi<d} Pembiayaan Mura>bah{ah
Griya iB Hasanah di BNI Syariah KC Surabaya”. Rumusan masalahnya: Pertama, Bagaimana penetapan ta’wi<d} dalam pembiayaan mura>bah}ah griya ib hasanah di BNI Syariah KC Surabaya. Kedua, Bagaimana tinjauan fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 terhadap penetepan ta’wi<d} pembiayaan mura>bah{ah griya iB hasanah di BNI Syariah KC Surabaya.
Data penelitian ini dihimpun melalui wawancara dengan pegawai BNI Syariah KC Surabaya dan dokumentasi kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Penelitian ini menggunakan pola pikir deduktif, yaitu ketentuan Fatwa DSN mengenai transaksi ganti rugi (ta’wi<d}) yang selanjutnya dipaparkan dari kenyataan yang ada di lapangan mengenai pelaksanaan ganti rugi (ta’wi<d}) yang menjadikan ta’wi<d} sebagai objek ganti rugi bagi nasabah yang memang lalai dalam pembayaran angsuran,untuk selanjutnya ditarik sebuah kesimpulan.
Hasil penelitian ditemukan bahwa ta’wi<d} digunakan untuk semua nasabah yang lalai dalam membayar hutangnya kecuali nasabah tersebut mengalami forcemajeur. Penetapan ta’wi<d} dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan saat menagih. Jika seseorang itu lama menunggak, maka semakin besar biaya yang dikeluarkan. Misalnya, kerumah nasabah 4 kali maka dapat diakumulasikan keseluruhan Rp 50.000 x 4 = Rp 200.000. Biaya yang dikeluarkan meliputi biaya telepon, surat, mendatangi langsung nasabah, dan biaya-biaya yang lain yang terkait dengan penagihan. Penetepan ta’wi<d} pada produk mura>bah}ah Griya Ib Hasanah dalam tinjauan Fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004, dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa bank boleh menetapkan ta’wi<d} terhadap nasabah yang mengalami keterlambatan pembayaran dengan ketentuan ta’wi<d} dihitung berdasarkan ketentuan riil yang dikeluarkan dalam proses penagihan.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN... iv
MOTTO... v
PERSEMBAHAN... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 7
C.Rumusan Masalah ... 7
D.Kajian Terdahulu ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10
G.Definisi Operasional ... 10
H.Metode Penelitian ... 11
I. Sistematika Pembahasan ... 15
BAB II KONSEP GANTI RUGI DAN MURA>BAH{AH DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL A.Denda (ta’wi<d}) Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional ... 17
1. Pengertian Ta’wi<d} ... 17
2. Dasar Hukum ... 22
C. AKAD MURA>BAH{AH SEBAGAI MODAL PEMBIAYAAN DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... 32
1. Pengertian Pembiayaan Mura>bah{ah ... 32
2. Macam-Macam Mura>bah{ah ... 33
3. Margin Dalam Pembiayaan Mura>bah{ah ... 35
4. Unsur-Unsur Mura>bah{ah... 36
BAB III MEKANISME PENETAPAN TA’WI<D} DALAM PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH GRIYA IB HASANAH DI BNI SYARIAH KC SURABAYA A.Profil BNI Syariah ... 38
1. Sejarah ... 38
2. Visi dan Misi ... 41
3. Produk-Produk ... 41
B.Penetapan Ta’wi<d} Dalam Pembiayaan Mura>bah{ah Griya iB Hasanah 49 1. Mekanisme Pembiayaan Griya iB Hasanah ... 50
2. Sebab-Sebab Pembiayaan Bermasalah ... 53
3. Langkah-Langkah Pengamanan Dalam Pembiayaan Yang Bermasalah 54 4. Teknis Penetapan Ta’wi<d} Dalam Pembiayaan Mura>bah{ah Griya iB Hasanah ... 56
5. Sanksi Bagi Penundaan Pembayaran ... 59
B.Tinjauan Fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 Terhadap Penetapan
Ta’wi<d} Pembiayaan Mura>bah{ah Griya iB Hasanah di BNI Syariah KC Surabaya ... 65
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan ... 70 B.Saran ... 71
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi ini adalah dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan hidup manusia dan juga dalam rangka
melaksanakan ibadah kepada Allah swt.
Usaha manusia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan hidup umat di
muka bumi ini sangat berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Dalam pandangan
Islam, kegiatan ekonomi yang sesuai dan dianjurkan adalah melalui kegiatan
bisnis dan juga investasi. Beberapa perintah dalam dua hal tersebut
disampaikan secara eksplisit dan juga implisit dalam Al-Qur’an dan juga
Sunnah Rasulullah SAW. Dari konsep yang disampaikan dalam dua pegangan
hidup umat manusia tersebut kita dapat melihat bahwa sistem ekonomi yang
dikembangkan oleh Islam memiliki tujuan untuk mewujudkan tingkat
pertumbuhan ekonomi umat manusia dalam jangka panjang dan juga dalam
rangka memaksimalkan tingkat kesejahteraan umat manusia. Sistem ekonomi
Islam tentunya mengemban amanat yang sama dengan apa yang diharapkan
terwujud konsep sistem ekonomi Islam.1
Perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat
muncullah produk-produk yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan
1
2
lembaga keuangan non bank. Lembaga perbankan merupakan salah satu aspek
yang diatur oleh syari’at Islam, yaitu muamalah.2
Islam melarang praktik muamalah yang mengandung unsur yang tidak
halal. Seperti dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008,
ditegaskan asas perbankan Syariah, yang menentukan sebagai berikut:
“Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip
Syariah, demokrasi ekonomi, dan prisnip kehati-hatian.”3
Dari ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 dapat
diketahui secara jelas, bahwa perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan
usaha diwajibkan berasaskan dan mengimplementasikan prinsip Syariah.
Mengenai prinsip Syariah dikemukakan dalam ketentuan Pasal 1 angka 13
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang mengartikan sebagai
berikut:Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya dinyatakan sesuai dengan Syariah,
antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mud{a>rabah),
pembiayaan berdasrkan prinsip penyertaan modal (musha>rakah), prinsip jual
beli barang dengan memperoleh keuntungan (mura>bah{ah), atau pembiayaan
barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ija>rah), atau
2
Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah - Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, (Jakarta : AlvaBet , 1999), 201.
3
3
dengan adanya pilihan pemindahankepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak bank oleh pihak lain (ija>rah wa iqtina>).
Berdasarkan hal ini, maka mengandung arti, bahwa kegiatan usaha dan
produk perbankan yang berasaskan prinsip Syariah tersebut, antara lain adalah
kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur seperti dalam penjelasan
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, yaitu:
1. Riba>, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah antara lain dalam
transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas,
dan waktu penyerahannya;
2. Ma>isir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang
tidak pasti dan bersifat untung-untungan;
3. Gha>rar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak
diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi
dilakukan kecuali diatur lain dalam Syariah;
4. Z{ulm, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidpembiayaanilan bagi pihak
lainnya;
5. Hara>m, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam Syariah.4
Salah satu jenis pembiayaan dalam bank Syariah adalah dengan
pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah menurut Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
4
4
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.5
Lembaga pembiayaan merupakan salah satu fungsi bank, selain fungsi
menghimpun dana dari masyarakat. Kini pembiayaan yang paling banyak
diminati nasabah di perbankan yaitu pembiayaan mura>bah{ah.
Mura>bah}ah yaitu jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang telah disepakati.6 Pengertian lain mura>bah}ah adalah
penjualan dengan harga pembelian barang berikut untung yang diketahui.7
Pada mura>bah}ah, penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi. Sementara
pembayarannya dapat dilakukan secara tunai, tangguh ataupun dicicil.8
Mura>bah}ah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip pembiayaan
ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank
Islam. Penerapan mura>bah}ah dalam lembaga keuangan dilakukan antara
nasabah sebagai pembelidan bank sebagai penjual, dengan harga dan
keuntungan disepakati diawal.9 Mura>bah}ah seperti ini bersifat amanah,
dimana pembeli mempercayai perkataan penjual tentang harga pertama tanpa
bukti dan sumpah, sehingga harus terhindar dari khianat dan prasangka
buruk.10 Saat ini objek pembiayaan mura>bah}ah pada bank Syariah sangatlah
beragam jenisnya. Misalnya saja pada pembiayaan secara mengangsur rumah
5
Kansil dan Cristine, Kitab Undang-Undang Perusahaan, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001), 569.
6
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank SyariahDari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 101.
7
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 12, (Bandung: PT. Al-Ma’arif,1988), 82.
8
Adrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), 122.
9
Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah,..., 201.
10
5
pembiayaan mura>bah{ah yang saat ini menjadi favorit di kalangan para
nasabah.
Salah satu bank yang menerapkan Griya iB Hasanah ini adalah Bank
Negara Indonesia Syariah yang selanjutnya disingkat BNI Syariah.
Pembiayaan ini merupakan salah satu fasilitas pembiayaan konsumtif yang
diberikan kepada anggota masyarakat untuk membeli, membangun,
merenofasi rumah, (termasuk ruko, rukan, rusun, apartemen, dan sejenisnya),
dan membeli tanah kavling serta rumah indent, yang besarnya disesuaikan
dengan kebutuhan pembiayaan dan kemampuan membayar kembali
masing-masing calon.11
Penerapan jual beli mura>bah{ah yang ada di bank BNI Syariah pada saat
ini ditemukan adanya permasalahan. Keterlambatan nasabah dalam
pengembalian angsuran ada beberapa faktor-faktor, yaitu;
1. Keterlambatan nasabah dalam pengembalian angsuran terjadi karena
nasabah memang sengaja menunda pembayaran angsuran;
2. Dana angsuran yang seharusnya dibayarkan ke pihak bank, diselewengkan
untuk keperluan lainnya;
3. Usaha yang bangkrut atau tidak laku.
BNI Syariah KC Surabaya menetapkan ganti rugi terhadap orang yang
tidak membayar angsuran tepat waktu kepada nasabah baik diberikan kepada
nasabah yang mampu dan yang tidak mampu. Ganti rugi dikenakan harus
sesuai dengan kerugian riil tetapi BNI Syariah menetapkan ganti rugi pada
11
6
awal kontrak. Padahal penetapan di awal kontrak itu dikategorikan dengan
denda (ta>’zir). Sedangkan ta’wi>d} ini dikenakan sesuai dengan kerugian riil
atau penetepan di tengah-tengah pembiayaan bermasalah itu terjadi. Sesuai
dengan Fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIIII/2004 bahwa ganti
rugi(ta’wi>d}) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau
karena melakukan kelalaian yang menyimpang dari ketentuan akad. Ganti rugi
(ta’wi>d}) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau karena
kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan
menimbulkan kerugian pada pihak lain. Besar ganti rugi (ta’wi>d}) adalah sesuai
dengan nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam
transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi
(potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity). Ganti rugi
(ta’wi>d}) hanya boleh dikenakan pada transaksi akad yang menimbulkan utang
piutang (da>in), seperti sa>lam, istish{na' serta mura>bah{ah dan ija>rah.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk membahas tentang
penetapan ta’wi>d{ pembiayaan mura>bah{ah di BNI Syariah KC Surabaya
menurut Fatwa DSN. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk membahas lebih
dalam melalui penelitian dengan judul “Tinjauan Fatwa DSN-MUI No.
43/DSN-MUI/VIII/2004 Terhadap Pentepan Ta’wi>d} Pembiayaan Mura>bah{ah
Griya iB Hasanah di BNI Syariah KC Surabaya”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas, maka penulis mengidentifikasi
7
1. Mekanisme pembiayaan mura>bah}ah griya ib hasanah.
2. Ketentuan dalam pelaksanaan pembiayaan mura>bah}ah griya ib hasanah.
3. Penyelesaian pembiayaan mura>bah}ah griya ib hasanah pada nasabah yang
menunda pembayaran.
4. Penetapan ta’wi>d} pembayaran pembiayaan mura>bah}ah griya ib hasanah di
BNI Syariah KC Surabaya.
5. Analisis Fatwa DSN-MUI N0.43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ganti rugi.
Dari beberapa identifikasi masalah tersebut di atas, perlu diperjelas
batasan-batasan atau ruang lingkup persoalan yang akan dikaji dalam
penelitian ini agar skripsi ini dapat terarah pembahasannya, maka penulis
membatasi permasalahan yang akan dibahas yaitu:
1. Penetapan ta’wi>d} pembayaran pembiayaan mura>bah}ah griya ib hasanah di
BNI Syariah KC Surabaya.
2. Tinjauan fatwa DSN-MUI terhadap penetapan ta’wi>d} dalam pembiayaan
mura>bah}ah griya ib hasanah di BNI Syariah KC Surabaya.
C. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas permasalahan yang ingin dibahas atau dikaji dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana penetapan ta’wi>d} dalam pembiayaan mura>bah}ah griya ib
hasanah di BNI Syariah KC Surabaya?
2. Bagaimana tinjauan fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004
terhadap pentepan ta’wi>d{ pembiayaan mura>bah{ah griya ib hasanah di BNI
8
D. Kajian Terdahulu
Kajian pustaka adalah deskripsi tentang kajian atau penelitian yang sudah
diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang sedang dilakukan ini bukan
merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang sudah
ada.12
Berdasarkan penelusuran kajian kepustakaan yang penulis lakukan,
berikut ada beberapa penelitian yang terkait dengan permasalahan yang ada
dalam penelitian ini, diantaranya:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Damayanti (2004) yang berjudul
“Studi Analisis Tentang Ketentuan Ganti Rugi Dalam Perjanjian Jual Beli
Barang Karena Wanprestasi Menurut Hukum Perdata Dan Hukum Islam”.
Dalam skripsi tersebut lebih membahas tentangmekanisme serta hak dan
kewajiban para pihak dalam perjanjian jual beli barang menurut hukum
perdata dan hukum Islam, pandangan hukum Islam dan hukum perdata
Indonesia tentang ketentuan ganti rugi dalam jual beli karena
wanprestasi, serta persamaan dan perbedaan keduanya tentangketentuan
ganti rugi tersebut.13
2. Penelitian yang di tulis oleh Arianto Saputra (2014) dengan judul
“Analisis Pengelolaan Dana Ta>’zir dan Ta’wi>d} Bagi Nasabah Wanprestasi
pada PT. BRI Syariah” di sini dibahas tentang memenuhi prestasinya
denda (ta>’zir) yang dikenakan oleh bank syariah hanya kepada nasabah
12
Fakultas Syariah UIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, 2016. 13
9
mampu tapi enggan. Sedangkan ganti rugi merupakan tindak lanjut dari
nasabah yang lalai, yang sudah dikenakan ta>’zir tapi masih tidak
memenuhi kewajibannya.14
Dari penjelasan tersebut dapatlah diambil perbedaan dengan skripsi ini.
Dimana dalam skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah BNI Syariah
yang menekankan pembahasan tentang bagaimana aplikasi dan mekanisme
penetepan ta’wi>d} pada pembiayaan mura>bah}ah griya iB hasanah serta apakah
ganti rugi yang diberikan telah memenuhi keadilan sesuai dengan tuntunan
Fatwa DSN.
E. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam pembahasan skripsi ini
yang sesuai dengan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui mekanisme pembiayaan Mura>bah}ah Griya iB Hasanah pada
BNI Syariah KC Surabaya .
2. Mengetahui tinjauan fatwa DSN-MUI No.43/DSNMUI/VIII/2004
keterkaitan tentang pembiayaan Mura>bah}ah Griya iB Hasanah.
F. Kegunaan Penelitian
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat paling tidak
terdapat dua aspek :
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk pengembangan pemahaman
dan ilmu pengetahuan ilmiah untuk mahasiswa.
14
Arianto Saputra, “Analisis Pengelolaan Dana Ta’zir dan Ta’wid Bagi Nasabah Wanprestasi
10
2. Secara praktis
Dapat menjadi pertimbangan mengenai penyelesaian pembiayaan bagi
lembaga keuangan Syariah pada umumnya dan BNI Syariah KC Surabaya
pada khususnya.
G. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan pembaca dalam memahami istilah yang
dimaksud dalam judul “Tinjaun Fatwa DSN-MUI No.43/DSN-MUI/VIII/2004
Terhadap Penetapan Ta’wi>d} Pembiayaan Mura>bah}ah Griya iB Hasanah di
BNI Syariah KC Surabaya”.
Maka perlu dijelaskan makna yang terdapat dalam penelitian ini,
sehingga secara operasional tidak ada kendala berupa terjadinya perbedaan
pemahaman yang menyangkut hal-hal yang dibahas.
Ta’wi>d} : Pihak yang dengan sengaja atau karena
lalai melakukan sesuatu yang
menyimpang dari ketentuan akad dan
menimbulkan kerugian pada pihak lain.
Griya iB Hasanah : Suatu pembiayaan yang berupa fasilitas
pembiayaan konsumtif yang diberikan
kepada anggota masyarakat dan besarnya
disesuaikan dengan kebutuhan
pembiayaan dan kemampuan membayar
11
Mura>bah}ah : Perjanjian jual beli antara penjual dan
pembeli. Penjual membeli barang yang
diperlukan pembeli kemudian menjualnya
kepada pembeli yang bersangkutan
sebesar harga perolehan ditambah dengan
keuntungan yang disepakati antara
penjual dan pembeli
Fatwa Dewan Syariah Nasional: Sebuah lembaga yang berperan dalam
menjamin ke-Islamannya keuangan
Syariah di seluruh dunia.
H. Metode Penelitian
1. Data yang dikumpulkan
Data yang diperlukan dihimpun untuk menjawab pertanyaan dalam
rumusan masalah yakni data primer dan data sekunder.
1. Data primer:
1) Mekanisme pembayaran mura>bah}ah.
2) Penetapan ta’wi<d} pembiayaan mura>bah}ah.
3) Besarnya ta’wi<d} mura>bah}ah yang ditetapkan.
4) Pengalokasian dana ta’wi<d}.
2. Data Sekunder:
1) Profil BNI Syariah KC Surabaya.
2) Produk dan aplikasi akad BNI Syariah KC Surabaya.
12
2. Sumber Data
Data penelitian ini dapat diperoleh dari beberapa sumber data sebagai
berikut:
1) Sumber Primer adalah sumber yang diperoleh secara langsung dari
masyarakat baik yang dilakukan melalui wawancara, observasi dan
alat lainnya.15 Dalam penelitian ini, yaitu sumber data yang
pengambilannya diperoleh dari tempat penelitian. Data yang
didapatkan peneliti dari hasil wawancara dengan Pegawai BNI
Syariah KC Surabaya, Bapak Wahyu Cahyo Purnomo sebagai
Remmedial Reconvery dan Bapak Fahmi sebagai Consumer Sales
Head.
2) Sumber Sekunder adalah sumber yang telah dikumpulkan pihak
lain.16 Dalam penelitian ini, merupakan data yang bersumber dari
buku-buku dan catatan-catatan atau dokumen. Meliputi:
1) Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiq^h Al Isla>miy Wa Adillatuh.
1) Nurul Hudan dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam.
2) M, Suparmoko, Metode Penelitian Praktis.
3) Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik.
4)
Wahbah Az-zuhaili, Us{u>l Al-Fiqh.
15Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004),
87.
16
13
3. Teknik pengumpulan Data
a. Observasi
Pengumpulan data dengan menggunakan atau mengadakan
pengamatan langsung atau pencatatan dengan sistematis tentang
fenomena yang diselidiki baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan langsung
terhadap praktik pembiayaan mura>bah{ah dan penetapan ta’wi<d}.
Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengamati/mengikuti
jalannya pembiayaan mura>bah{ah dan penetapan ta’wi<d kemudian
mencatat hal-hal yang dianggap penting dan diperlukan dalam
penelitian.
b. Wawancara
Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya dengan si
penjawab.17 Wawancara digunakan untuk menggali data dengan
pegawai BNI Syariah KC Surabaya.
1) Bapak Wahyu Cahyo sebagai Remmedial Reconvery yang
melakukan penagihan terhadap nasabah yang bermasalah.
2) Bapak Fahmi sebagai Consumer Sales Head yang memasarkan
produk dan jasa kepada nasabah/calon nasabah.
17Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian-Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: PT.
14
c. Dokumentasi
Sejumlah besar fakta dan data yang tersimpan dalam bahan
yang berbentuk dokumentasi. Mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, surat, buku-buku, agenda, transkrip dan
sebagainya.18 Dengan melalakukan penggalian berupa data terhadap
masalah-masalah yangdiinginkan melalui cara pemahaman serta
penelitian terhadap data yangberada pada dokumen-dokumen yang
dimiliki oleh BNI Syariah KC Surabaya dan beberapa buku yang ada
hubungannya dengan permasalahan diatas.
4. Teknik Pengolahan Data
a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh dengan
memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang
meliputi kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya,
keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.19
b. Organizing, yaitumengatur dan menyusun data sumber dokumentasi
sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai
dengan rumusan masalah, serta mengelompokkan data yang diperoleh
sehingga menghasilkan bahan yang sesuai dengan susunan alur
skripsi.20\
18
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006),231.
19
Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 15.
20
15
c. Analyzing, yaitu merupakan tahap akhir, yaitu menganalisa kembali
lebih lanjut data-data yang telah tersusun untuk memperoleh
kesimpulan atas rumusan masalah.21
5. Teknik Analisis Data
Analisis Deskriptif yang digunakan yaitu dengan cara menuturkan
dan menguraikan serta menjelaskan data penetepan denda pada
pembiayaan mura>bah}ah.22 Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat
deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki.23 Metode ini digunakan untuk mengetahui
gambaran tentang penyelesaian pembiayaan mura>bah}ah pada nasabah di
BNI Syariah KC Surabaya.
Adapun pola pikir yang digunakan dalam menganalisis adalah pola
pikir deduktif, yaitu pola pikir yang berpijak pada teori-teori yang
berkaitan dengan permasalahan, kemudian dikemukakan berdasarkan
fakta-fakta yang bersifat khusus.24
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, maka disusunlah
sistematika pembahasan sebagai berikut:
Moh Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2005), 63.
24
16
Bab satu berisi pendahuluan yang memuat uraian tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab dua penulis membahas tentang landasan teori ta’wi>d }dan mura>bah}ah:
berisi tentang pembahasan yang meliputi ganti rugi (ta’wi>d}) tinjauan hukum
Islam tentang mura>bah}ah.
Bab tiga merupakan pembahasan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh penulis pada BNI Syariah KC Surabaya, yang berisi gambaran
umum BNI Syariah KC Surabaya, Aplikasi pembiayaan mura>bah}ah, dan
penetapan ta’wi<d} pembiayaan mura>bah}ah.
Bab empat membahas analisis tinjauan fatwa DSN-MUI
N0.43/DSN-MUI/VIII/2004 terhadap penetapan ta’wi<d} pembiayaan mura>bah}ah griya iB
hasanah di BNI Syariah KC Surabaya.
Bab lima merupakan bab penutup yang memuat tentang kesimpulan dan
BAB II
GANTI RUGI (TA’WI<D
}
),MURA<BAH{AH DALAM FATWA DEWANSYARIAH NASIONAL
A. Ganti Rugi (TA’WI<D})Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional
1. Pengertian
Fatwa adalah pendapat mengenai suatu hukum dalam Islam yang
merupakan tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan
oleh peminta fatwa dan tidak mempunyai daya ikat. Oleh karena itu, fatwa
merupakan pendapat ulama dalam rangka turut serta menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Dengan demikian
peminta fatwa tidak harus mengikuti isi atau hukum fatwa yang diberikan.1
Dewan Syariah Nasional yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia
yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani
masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan
syariah ataupun lainnya. Pada prinsipnya, pendirian DSN-MUI
dimaksudkan sebagai usaha untuk efisiensi dan koordinasi para ulama
dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi,
keuangan selain itu DSN-MUI juga berperan sebagai pengawas, pengarah
dan pendorong penerapan nilai-nilai prinsip ajaran Islam dalam kehidupan
ekonomi.2 Adakalanya dalam menjalankan transaksi di lembaga keuangan
1Abdul fatah, rohadi, Analisis Fatwa Keagamaan, (Bumi Aksara: Jakarta,2006), 56.
2
18
syariah para pihak dihadpakan dengan resiko yang menyebabkan terjdinya
kerugian. Resiko tersebut diantaranta bisa disebabkan oleh adanya
wanprestasi atau kelalaian nasabah untuk menunda-nunda pembayaran.
Hal ini tentunya sangat kontradiktif dengan Syariah Islam yang
sangat melindungi kepentingan semua pihak yang bertransaksi, baik
lembaga keuangan syariah maupun nasabah, sehingga tidak boleh ada satu
pihak pun yang dirugikan hak-hak nya.Yang mana ta’wi<d} ini kenakan
hanya pada pihak yang tidak membayar kewajiban karena lalai dan
kesengajaan. Karakter manusia seperti yang dijelaskan di atas sebetulnya
tidak banyak, namun tetap saja ada pihak tidak menyelesaikan
kewajibannya kendatipun mereka mampu.
Adanya d}a>man (tanggungjawab) untuk menggantikan atas sesuatu
yang merugikan. Kerugian disini adalah segala gangguan yang menimpa
seseorang, baik menyangkut dirinya maupun menyangkut harta
kekayaannya, yang terwujud dalam bentuk berkurangnya kuantitas,
kualitas, ataupun manfaatnya.3
Dalam fatwa DSN No:17/DSN-MUI/IX/2000 tentang sanksi atas
masalah mampu yang menunda-nunda pembayaran, tampak bahwa kurang
menguntungkan khususnya dalam hal pembayaran terhadap proses
penagihan pada bank syari'ah, bahkan cenderung menjadi rugi. Namun saat
ini sepertinya kekurangan yang ada dalam fatwa tentang sanksi atas
3
19
masalah mampu menunda-nunda pembayaran ini dapat diatasi dengan telah
terbitnya fatwa DSN yang lain, yaitu fatwa DSN
No:43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ta’wi<d} yaitu fatwa ganti rugi hanya boleh
dikenakan ats pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan
sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian
pada pihak lain. Akan tetapi syarat pengenaan biaya ganti rugi adalah
sebesar riil yang diderita dan angka kerugiannya harus nyata, jelas besarnya
dan bisa dihitung serta bukan semata berdasarkan kerugian yang
diperkirakan akan terjadi. Ganti rugi ta’wi<d} hanya boleh dikenakan pada
transaksi yang menimbulkan utang piutang, seperti mura>bah{ah, ija>rah,
sa>lam, dan is}tishna. Dalam akad mud{a>rabah dan musha>rakah, ganti rugi
hanya boleh dikenakan oleh shah}ibul ma>l atau salah satu pihak dalam
musha>rakah apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi tidak
dibayarkan.4
Ganti rugi (ta’wi<d}) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan
sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari
ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain. Besar ganti rugi
(ta’wi<d}) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami
(fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan
akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity
loss) Ganti rugi (ta’wi<d}) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad) yang
20
menimbulkan utang piutang (da>in), seperti sa>lam,
is}tishna'
serta Mura>bah{ahdan ija>rah.
Adapun beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ulama
berkenaan dengan ganti rugi dalam Islam adalah sebagai berikut:
Pendapat Ibnu Qudamah dalam al-Mugni juz IV, bahwa penundaan
pembayaran kewajiban dapat menimbulkan kerugian (d}ara>r) dan karenanya
harus dihindarkan; ia menyatakan: Jika orang berhutang (debitur)
bermaksud melakukan perjalanan, atau jika pihak berpiutang (kreditur)
bermaksud melarang debitur (melakukan perjalanan), perlu kita perhatikan
sebagai berikut. Apabila jatuh tempo hutang ternyata sebelum masa
kedatangannya dari perjalanan,misalnya, perjalanan untuk berhaji di mana
debitur masih dalam perjalanan haji sedangkan jatuh tempo hutang pada
bulan Muharram atau Dzulhijjah maka kreditur boleh melarangnya
melakukan perjalanan. Hal ini karena ia (kreditur) akan menderita kerugian
(d}ara>r) akibat keterlambatan (memperoleh) haknya pada saat jatuh tempo.
Akan tetapi, apabila debitur menunjuk penjamin atau menyerahkan
jaminan yang cukup untuk membayar hutangnya pada saat jatuh tempo, ia
boleh melakukan perjalanan tersebut, karena dengan demikian, kerugian
kreditur dapat dihindarkan.
Pendapat Wahbah al-Zuhaili, dalam Nazariyah al-D}ama>n menyatakan
bahwa "Ta’wi<d} (ganti rugi) adalah menutup kerugian yang terjadi akibat
pelanggaran atau kekeliruan"
21
a) Menutup kerugian dalam bentuk benda (d}ara>r, bahaya), seperti
memperbaiki dinding.
b) Memperbaiki benda yang dirusak menjadi utuh kembali seperti semula
selama dimungkinkan, seperti mengembalikan benda yang dipecahkan
menjadi utuh kembali. Apabila hal tersebut sulit dilakukan, maka
wajib menggantinya dengan benda yang sama (sejenis) atau dengan
uang.
Sementara itu, hilangnya keuntungan dan terjadinya kerugian yang
belum pasti di masa akan datang atau kerugian immateriil, maka menurut
ketentuan hukum fiqh hal tersebut tidak dapat diganti (dimintakan ganti
rugi). Hal itu karena obyek ganti rugi adalah harta yang ada dan konkret
serta berharga (diijinkan syariat untuk memanfaatkannya.
Pendapat ulama yang membolehkan ta’wi<d} sebagaimana dikutip oleh
'Isham Anas al-Zaftawi, Hukm al-Garamah al-Ma>liyah fi al-Fiqh al- Islami,
al-Qahirah: al-Ma'had al `Alami li-al-Fikr al-Islami, adalah: Kerugian harus
dihilangkan berdasarkan kaidah syariah dan kerugian itu tidak akan hilang
kecuali jika diganti, sedangkan penjatuhan sanksi atas debitur mampu yang
menunda-nunda pembayaran tidak akan memberikan manfaaat bagi
kreditur yang dirugikan. Penundaan pembayaran hak sama dengan ghas}ab;
karena itu, seyogyanya status hukumnya pun sama, yaitu bahwa pelaku
22
ghas}ab, menurut mayoritas ulama, di samping ia pun harus menanggung
harga (nilai) barang tersebut bila rusak.5
2. Dasar Hukum
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Halalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.6
Hadis
Perdamaian dapat dilakukandi antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram (H.R. Tirmidzi)8
Selanjutnya Ijma’ ulama yang membolehkan da}ma>n dalam muamalah
karena da}ma>n sangat diperlukan dalam waktu tertentu. Adakalanya orang
memerlukan modal dalam usaha dan untuk mendapatkan modal itu
5
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI,...3.
6Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006),106. 7Abi ‘abdillah Muhammad bin Yazid ibnu Ma>jah al Qazwini, Sunan Ibnu Ma>jah, (Riyadh:
Al-Mutaman Tradingest, tt), 253.
23
biasanya harus ada jaminan dari seseorang yang dapat dipercaya, apalagi
usaha dagangannya besar.9
3. Ketentuan Umum dan Ketentuan Ta’wi<d}
Hal ini mengingatkan secara tradisional, setiap bentuk penambahan
apapun terhadap pokok pembiayaan merupakan bentuk-bentuk riba>’. Namun,
PBI yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu
berkenaan dengan pengaturan ganti rugi (Ta’wi<d}) dalam pembiayaan yang
dimaksud memberi kemungkinan pengenaan ganti rugi dalam hal dan dengan
ketentuanketentuan sebagai berikut:10
a. Ketentuan umum
1. Ganti rugi (ta’wi<d}) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan
sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang
menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian
pada pihak lain.
2. Kerugian yang dapat dikenakan ta’wi<d} sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 adalah kerugian riil yang dapat diperhitungkan
dengan jelas.
3. Kerugian riil sebagaimana dimaksud ayat 2 adalah biaya-biaya
riil yang dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yang
seharusnya dibayarkan.
9Ibid. 261. 10
24
4. Besar ganti rugi (ta’wi<d}) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil
(real loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi
tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi
(potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity
loss)
5. Ganti rugi (ta’wi<d}) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad)
yang menimbulkan utang piutang (da<in), seperti sa>lam, istish}na’
serta mura>bah{ah dan ija>rah.
6. Dalam akad mud{a>rabah dan musha>rakah, ganti rugi hanya boleh
dikenakan oleh sha>hibul ma>l atau salah satu pihak dalam
musha>rakah apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi
tidak dibayarkan.
b. Ketentuan khusus
1. Besarnya ganti rugi yang dapat diakui sebagai pendapatan bank
adalah sesuai dengan nilai kerugian (real loss) yang berkaitan
dengan upaya bank untuk memperoleh pembayaran dari nasabah
dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potensial
loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss).
2. Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian
riil dan tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para
pihak.
25
4. Pihak yang cedera janji bertanggung jawab atas biaya perkara
dan biaya lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian
perkara.11
B. MURA>BAH}AH
1. Pengertian mura>bah}ah
Mura>bah}ah adalah akad jual beli atas barang tertentu, dimana penjual
menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli kemudian menjual
kembali kepada pihak pembeli dengan mensyaratkan keuntungan yang
diharapkan sesuai jumlah tertentu. Dalam akad mura>bah}ah , penjual
menjual barangnya dengan meminta kelebihan atas harga beli dengan harga
jual. Perbedaan antara harga beli dengan harga jual barang disebut dengan
margin keuntungan.12
Jual beli sesuai dengan harga pertama (pokok) disertai dengan adanya
keuntungan. Sebagian ulama memeberi pengertian mura>bah{ah, sebagai
berikut:
1. Menurut golongan Malikiyah, jual beli mura>bah{ah digambarkan sebagai
berikut: seseorang yang mempunyai barang memberitahukan kepada
orang yang akan membeli barangnya tentang harga barang tersebut yang
akan dijualnya dan ia mengambil keuntungan darinya.
11Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdat, cet. XXVI, (Jakarta: PT:Intermasa, 1994),47.
26
2. Pengertian jual beli mura>bah{ah menurut golongan Hanafiyah, yaitu
sesuatu yang dimiliki sebab adanya akad awal dengan harga awal disertai
dengan adanya keuntungan.
3. Pengertian jual beli mura>bah{ah menurut golongan Syafi’iyah dan
Hanabilah yaitu jual beli dengan modal atau sesuatu yang menggantikan
orang yang menjual dengan adanya keuntungan pada setiap presentase
yang ada atau yang menyerupainya dengan adanya syarat yang diketahui
oleh 2 (dua) orang yang berakad terhadap modal tersebut.13
4. Menurut Sayyiq Sabid, mura>bah{ah adalah penjualan dengan harga
pembelian berikut dengan untung yang diketahui.14
Lain halnya dengan Ascarya yang mengartikan bahwa mura>bah{ah
merupakan penjualan barang oleh seseorang kepada pihak lain dengan
pengaturan bahwa penjual berkewajiban untuk mengungkapkan kepada
pembeli harga pokok dari barang dan marjin keuntungan yang dimaksudkan
kedalam harga jual barang tersebut, dan kemudian pembayaran dapat
dilakukan secara tunai ataupun tangguh.15
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional NO:
04/DSN-MUI/IV/2000 tentang mura>bah}ah, di dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
tersebut dijelaskan bahwa Bank membiayai sebagian atau seluruh harga
dari pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya dengan cara
Bank membelikan barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,
13 Ibid,.
14Sayyiq Sabid, Fiqh Sunnah 12, Ter, Kamaludin A Marzuki, “Fiqh Sunnah Jilid 12”, (Bandung:
Pustaka, 1998), 83.
27
dan pembelian tersebut harus sah dan bebas riba. Kemudian pihak Bank
harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. Selanjutnya pihak Bank
menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual
senilai harga beli ditambaha dengan keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank
harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut
biaya yang diperlukan.16
2. Dasar Hukum
Landsan hukum akad mura>bah{ah ini adalah:
1. Alquran
Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba 17
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT menghalalkan jual beli,
karena jual beli adalah salah satu cara yang baik untuk mencari rizki Allah
SWT. Sedangkan Allah SWT mengharamkan riba, karena riba mengandung
unsur kebathilan. Menurut surah QS. An-Nisaa’:29
16Adrian Sutedi, Perbankan Syariah; Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Cet. I. (Bogor, Ghalia
Indonesia, 2009 ), 96-98.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.18 Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan dengan kerelaan kedua belah pihak. (H.R. Ibnu Majah).20
Hadis tersebut menjelaskan bahwa pekerjaan yang paling baik adalah
jual beli, jika jual beli dilakukan dengan cara yang baik, tanpa diiringi
kecurangan-kecurangan, maka akan mendapat berkah dari Allah Swt. 21
3. Ijma’
Umat Islam telah berkonsensus tentang keabsahan jual beli, karena
manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang
dihasilkan dan dimiliki oleh orang lain. Oleh karena itu jual beli adalah
18Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemah,..., 83. 19Abi
‘abdillah Muhammad bin Yazid ibnu Ma>jah al Qazwini, Sunan Ibnu Ma>jah,... 236.
20
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah ... 168
29
salah satu jalan untuk mendapatkannya secara sah. Dengan demikian maka
mudahlah bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya. 22
3. Rukun dan Syarat Mura>bah{ah
Jual beli mura>bah}ah dalam perspektif ekonomi Islam memiliki
beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi, terdiri dari:
Rukun dari akad mura>bah}ah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada
beberapa, yaitu :
a. Pelaku akad, yaitu ba>’i (penjual) adalah pihak yang memiliki barang
untuk dijual, dan musyta>ri’ (pembeli) adalah pihak yang memerlukan
dan akan membeli barang
b. Objek akad, yaitu ma>bi’ (barang dagangan) merupakan barang yang
akan digunakan sebagai objek transaksi jual beli. Objek ini harus ada
fisiknya.
c. Tsa<man (harga) Setiap transaksi jual beli harus disebutkan dengan jelas
harga jual yang disepakati antara penjual dan pembeli.
c. Shighat}, yaitu ija>b dan qabu>l 23
Merupakan kesepakatan penyerahan barang dan penerimaan barang yang
diperjualbelikan. Ija>b qabu>l harus disampaikan secara jelas atau dituliskan
untuk ditandatangani oleh penjual dan pembeli. Dalam ija>b dan qabu>l
terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, berikut:24
22Muhammad, Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah (Yogyakarta: UII Press, 2000), 23. 23Ascarya, Akad dan Produk Bank,..., 82.
24Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah Hukum Ekonomi, Bisnis, dan Sosial
30
1. Adanya kejelasan maksud dari kedua pihak, dalam arti, ija>b dan qabu>l
yang dilakukan harus bisa mengekspresikan tujuan dan juga maksud
dalam bertransaksi.
2. Adanya kesesuaian antara ija>b dan qabu>l. Terdapat kesesuian antara
ija>b dan qabu>l dalam hal objek transaksi ataupun harga, artinya
terdapat kesamaan pada keduannya tentang kesepatan, maksud, dan
objek transaksi. Dan jika masih tidak terdapat kesesuaian, maka akad
dinyatakan batal.
3. Adanya pertemuan antara ija>b dan qabu>l (berurutan dan nyambung),
yakni ija>b dan qabu>l dilakukan dalam satu majlis.25
Syarat-syarat mura>bah{ah dapat dilaksanakan apabila:
1. Pihak yang berakad:
a. Cakap hukum; dan
b. Sukarela, tidak dalam keadaan dipaksa/terpaksa/di bawah
tekanan.
2. Objek yang diperjualbelikan:
a. Tidak termasuk yang diharamkan/dilarang;
b. Bermanfaat;
c. Penyerahannya dari penjual ke pembeli dapat dilakukan;
d. Merupakan hak milik penuh pihak yang berkada; dan
e. Sesuai spesifikasinya yang diterima pembeli dan diserahkan
penjual.
25 I
31
3. Akad/sighat}:
a. Harus jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad;
b. Antara ija>b dan qabu>l (serah terima) harus selaras baik dalam
spesifikiasi barang maupun harga yang disepakati;
c. Tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan
keabsahan transaksi pada hal/kejadian yang akan datang; dan
d. Tidak ada batsan waktu.26
4. Tujuan dan Fungsi Mura>bah{ah
a. Tujuan Mura>bah{ah
Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk
meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan
nilai-nilai Islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh
sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian,
dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang
produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka
memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.27
b. Fungsi Mura>bah}ah
Keberadaan lembaga keuangan syariah yang menjalankan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah bukan hanya untuk mencari
26 Nurul dan Mohamad, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010),46.
27
32
keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di Indonesia, tetapi juga
untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman, diantaranya :
a. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan
sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur.
b. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional
karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh
bank konvensional.
c. Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh
rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang
dilakukan.28
C.Akad Mura>bah{ah Sebagai Modal Pembiayaan di Lembaga Keuangan Syariah
1. Pengertian Pembiayaan Mura>bah{ah
Pengertian pembiayaan muraba>h}ah adalah produk jual beli dengan
harga asal ditambah dengan margin (keuntungan) yang telah disepakati.
Produk ini memudahkan nasabah untuk mendapatkan barang yang
dibutuhkannya dengan biaya yang relatif murah, yaitu dengan margin
(keuntungan) yang telah disepakati antara Lembaga Keuangan Syariah
dengan nasabah. Produk ini sangat membantu nasabah yang membutuhkan
barang dimana pada saat membutuhkan barang tersebut nasabah tidak
memiliki uang tunai. Lembaga Keuangan Syariah dapat membantu dengan
33
produk muraba>h}ah nasabah akan memenuhi kewajibannya pada saat
tertentu yang telah disepakati bersama.29
Sedangkan menurut Sudarsono, pembiayaan muraba>h}ah adalah
jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati anatar pihak bank dan nasabah. Dalam muraba>h}ah penjual
menyebutkan harga pembelian barang pada pembeli. Kemudian ia
mensyaratkan atas laba dalam jumlah tertentu. Pada perjanjian muraba>h}ah,
Lembaga Keuangan Syariah membiayai pembelian barang yang dibutuhkan
oleh nasabahnya dengan membeli barang itu kepada pemasok, dan
menjualnya kepada nasabah dengan harga yang ditambah kentungan atau
mark up.30
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan
muraba>h}ah adalah jual beli barang dengan tambahan keuntungan yang telah
disepakati.
2. Macam-Macam Mura>bah}ah
Mura>bah}ah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Muraba>h}ah Tanpa Pesanan
Yaitu jual beli mura>bah}ah yang tidak melibatkan pesanan, sehingga
penyediaan objek mura>bah}ah merupakan inisiatif dari bank syariah atau
lembaga lainnya tanpa harus melalui proses pemesanan terlebih dahulu.
29 Muhammad, Bank Syari’ah Analisa Kekuasaan, Peluang, Kelemahan Dan Ancaman,
(Yogyakarta: Ekonisia, 2004), 123.
34
b. Muraba>h}ah berdasarkan pesanan (KPP/Kepada Pemesan Pembelian)
Yaitu jual beli mura>bah}ah dengan kesepakatan bahwa nasabah
meminta kepada pihak bank untuk membeli objek mura>bah}ah yang telah
dipesan oleh nasabah sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Dalam mura>bah{ah melalui pesanan ini, si penjual boleh meminta
uang muka kepada nasabah, hal ini bertujuan untuk menunjukkan
keseriusan nasabah terhadap objek mura>bah}ah yang telah dia pesan.
Dengan begitu apabila nasabah membatalkan pesanannya maka uang muka
tersebut dapat digunakan untuk mengganti kerugian penjual.31
Dalam prakteknya, pembiayaan mura>bah}ah terbagi kepada 3 jenis,
sesuai dengan peruntukannya, yaitu:
1. Mura>bah}ah Modal Kerja (MMK), yang diperuntukkan untuk pembelian
barang-barang yang akan digunakan sebagai modal kerja. Modal kerja
adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi
sehari-hari. Penerapan mura>bah}ah untuk modal kerja membutuhkan
kehati-hatian, terutama bila objek yang akan diperjualbelikan terdiri dari
banyak jenis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kesulitan terutama
dalam menentukan harga pokok masing-masing barang.
2. Mura>bah{ah Investasi (MI), adalah pembiayaan jangka menengah atau
panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal yang diperlukan
untuk rehabilitasi, perluasan, atau pembuatan proyek baru.32
31Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2006), 115.
35
3. Mura>bah}ah Konsumsi (MK), adalah pembiayaan perorangan untuk tujuan
nonbisnis, termasuk pembiayaan pemilikan rumah, mobil. Pembiayaan
konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian barang
konsumsi dan barang tahan lama lainnya. Jaminan yang digunakan
biasanya berujud objek yang dibiayai, tanah dan bangunan tempat
tinggal.33
3. Margin Dalam Pembiayaan Mura>bah{ah
Bank Syariah menerapkan margin keuntungan terhadap produk-produk
pembiayaan yang berbasis Natural Certainty Contract (NCC), yakni akad
bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah
(amount) maupun waktu (timing), seperti pembiayaan mura>bah{ah, ija>rah,
sa>lam, dan is}tishna.
Secara teknis yang dimaksud dengan margin keuntungan adalah
persentase tertentu yang ditetapkan per tahun perhitungan margin keuntungan
secara harian, maka jumlah hari dalam setahun ditetapkan 360 hari;
perhitungan margin keuntungan secara bulanan, maka setahun ditetapkan 12
bulan.
Pada umumnya, nasabah pembiayaan melakukan pembayaran secara
angsuran. Tagihan yang timbul dari transaksi jual beli dan atau sewa
berdasarkan akad mura>bah{ah, ija>rah, sa>lam, dan is}tishna. disebut sebagai
piutang. Besarnya piutang tergantung pada plafond pembiayaan, yakni jumlah
36
pembiayaan (harga beli ditambah harga pokok) yang tercantum di dalam
Perjanjian Pembiayaan.
Dalam penetapan perhitungan dan margin mura>bah}ah terdapat rumus
yang berkaitan dengannya yaitu:
Cara perhitungan angsuran perbulan
Rumus perhitungan angsuran: Angsuran/bulan = Jumlah piutang – uang muka
Jangka waktu angsuran.
Cara perhitungan pendapatan margin
Pendapatan margin = total margin/total piutang bersih X 100%34
4. Unsur-Unsur Mura>bah{ah
Dalam pembiayaan mengandung berbagai maksud, atau dengan kata lain
dalam pembiayaan terkandung unsur-unsur yang direkatkan menjadi satu.
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pembiayaan adalah sebagai
berikut:35
1. Adanya kepercayaan
Pihak bank melakukan penelitian terlebih dahulu secara mendalam
tentang kondisi nasabah, baik secara intern maupun ekstern. Penelitian
dan penyelidikan tentang kondisi pemohon pembiayaan sekarang dan
masa lalu, untuk menilai kesungguhan dan etika baik nasabah terhadap
bank.
34 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis fiqih dan keuangan, (Jakarta:PT RajaGrafindo
Persada, 2013), 113.
37
2. Kesepakatan
Kesepakatan antara si pemohon dengan pihak bank. Kesepakatan ini
dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak
menandatangani hak dan kewajiban masing-masing. Kesepakatan ini
kemudian dituangkan dalam akad pembiayaan dan ditandatangani kedua
belah pihak.
3. Jangka Waktu
Setiap pembiayaan yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu,
jangka waktu ini mencakup masa pengembalian pembiayaan yang telah
disepakati. Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran
yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka
waktu ini bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
5. Resiko
Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian pembiayaan akan
memungkinkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macet pemberian
suatu pembiayaan. Semakin panjang jangka waktu pembiayaan maka
semakin besar risikonya, demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi
tanggungan bank, baik risiko disengaja, maupun risiko yang tidak
disengaja, misalnya karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah
tanpa ada unsur kesengajaan lainnya, sehingga tidak mampu melunasi
pembiayaan yang diperoleh.36
38
BAB III
MEKANISME PENETAPAN TA’WI<D} DALAM
PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH GRIYA IB HASANAH DI BNI SYARIAH KC SURABAYA
A. Gambaran Umum BNI Syariah
1. Sejarah Berdirinya BNI Syariah
BNI Syariah merupakan anak perusahaan BNI dengan komposisi
kepemilikan saham 99,99% dimiliki oleh BNI dan sisanya dimiliki oleh
PT BNI Life. Hingga akhir Mei 2010, Unit Usaha Syariah BNI memiliki
aset sebesar Rp 5,2 triliun, total dana masyarakat sebesar Rp 4,2 triliun,
total pembiayaan Rp 3,2 triliun, modal sebesar Rp 1 triliun, dengan
customer based lebih dari 420 ribu nasabah.
BNI membuka layanan perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah
dengan konsep dual system banking, yakni menyediakan layanan perbankan
umum dan syariah sekaligus. Hal ini sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1998
yang memungkinkan bank - bank umum untuk membuka layanan syariah.
Di awali dengan pembentukan Tim Bank Syariah di Tahun 1999, Bank
Indonesia kemudian mengeluarkan ijin prinsip dan usaha untuk
beroperasinya unit usaha syariah BNI. Setelah itu BNI Syariah menerapkan
strategi pengembangan jaringan cabang, syariah sebagai berikut : Tepatnya
39
sekaligus di kota-kota potensial, yakni : Yogyakarta , Malang , Pekalongan,
Jepara dan Banjarmasin.1
Tahun 2001 BNI Syariah kembali membuka 5 kantor cabang syariah,
yang difokuskan di kota-kota besar di Indonesia , yakni : Jakarta (dua
cabang), Bandung , Makassar dan Padang. Seiring dengan perkembangan
bisnis dan banyaknya permintaan masyarakat untuk layanan perbankan
syariah, Tahun 2002 lalu BNI Syariah membuka dua kantor cabang syariah
baru di Medan dan Palembang .
Di awal tahun 2003, dengan pertimbangan load bisnis yang semakin
meningkat sehingga untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,
BNI Syariah melakukan relokasi kantor cabang syariah di Jepara ke
Semarang . Sedangkan untuk melayani masyarakat Kota Jepara, BNI
Syariah membuka Kantor Cabang Pembantu Syariah Jepara. Pada bulan
Agustus dan September 2004, BNI Syariah membuka layanan BNI Syariah
Prima di Jakarta dan Surabaya. Layanan ini diperuntukan untuk individu
yang membutuhkan layanan perbankan yang lebih personal dalam suasana
yang nyaman.
Kini UUS BNI berubah menjadi PT Bank BNI Syariah pada tanggal 21
Mei 2010, berdasarkan Keputusan Gubernur bank Indonesia Nomor
12/41/KEP.GBI/2010, akan tetapi bentuk Bank ini masih berupa UUS
sementara. Selanjutnya pada tanggal 19 Juni 2010 BNI Syariah berubah
seratus persen menjadi Bank Umum Syariah.
1
40
Mungkin keberadaan BNI Syariah akan menimbulksn pertanyaan di
diri kita mengenai hubungannya dengan BNI Konvensional. Dilansir dari
laman BNI Syariah didapatkan penjelasan bahwa secara organisasi, BNI
Syariah merupakan salah satu unit dari BNI Konvensional, sehingga
memiliki direktur yang sama. Akan tetapi khusus pengelolaan dana
masyarakat yang masuk ke BNI Syariah dikelola secara terpisah dengan
BNI Komvensional. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa pengelolaan
dana masyarakat yang diinvestasikan di BNI Syariah dilakukan sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah.
Di dalam pelaksanaan operasional perbankan, BNI Syariah tetap
memperhatikan kepatuhan terhadap aspek syariah. Dengan Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang saat ini diketuai oleh KH.Ma’ruf Amin,
semua produk BNI Syariah telah melalui pengujian dari DPS sehingga telah
memenuhi aturan syariah.
Pada tahun 2014 BNI Syariah telah memiliki 65 Kantor Cabang, 161
Kantor Cabang Pembantu. Ditunjang dengan 17 Kantor Kas, 22 Mobil
Layanan Gerak dan 16 Payment Point serta ditunjang dengan dapat
digunakannya 1500 ATM BNI Konvensional semakin mengukuhkan BNI
Syariah sebagai salah satu Bank Syariah Nasional yang maju dan besar.
Untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat yang ingin menyalurkan
keuangannya melalui perbankan Syariah sebagai alternative investasi,
maka BNI Syariah menyiapkan beberapa produk untuk menarik minat
41
2. Visi dan Misi
Visi BNI Syariah adalah “Menjadi bank syariah pilihan masyarakat
yang unggul dalam layanan dan kinerja”
Misi BNI Syariah
a. Memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan peduli pada
kelestarian lingkungan.
b. Memberikan solusi bagi masyarakat untuk kebutuhan jasa perbankan
syariah.
c. Memberikan nilai investasi yang optimal bagi investor.
d. Menciptakan wahana terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk
berkarya dan berprestasi bagi pegawai sebagai perwujudan ibadah.
e. Menjadi acuan tata kelola perusahaan yang amanah.2
3. Produk-produk BNI Syariah
Adapun produk- produk yang ditawarkan terbagi menjadi tiga, yaitu
produk penghimpunan dana (Funding), produk penyaluran dana (Lending),
dan produk jasa. BNI Syari’ah memiliki berbagai jenis produk dan jasa
yang relatif lengkap untuk memenuhi kebutuhan individu, usaha kecil, dan
institusi. Produk dan jasa yang tersedia untuk individu, usaha kecil maupun
institusi meliputi produk pembiayaan, produk investasi, produk simpanan,
dan jasa-jasa perbankan. Keseluruhan produk tersebut dapat digunakan oleh
seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan etnis maupun agama.
2
42
1. Produk Dan Layanan Jasa bank BNI Syariah Surabaya
Produk-produk yang ditawarkan oleh Bank BNI Syariah Surabaya
kepada para nasabahnya ada tiga jenis, diantaranya ialah produk
penghimpunan dana, produk pembiayaan dan produk jasa.
a. Produk Pendanaan
1) Tabungan iB THI Hasanah
Dengan prinsip wadiah} (titipan) yang didesain untuk membantu
individu dalam merencanakan pemenuhan Biaya Penyelengaraan
Ibadah Haji.
2) Tabungan iB Hasanah
Dengan prinsip wadiah} dan prinsip mud{a>rabah (bagi hasil)
merupakan tabungan transaksional yang dilengkapi dengan kartu
ATM serta didukung e-banking seperti internet banking, SMS
banking, dan phone banking untuk kebutuhan sehari-hari. Dapat
digunakan untuk mahasiswa dan community card.
3) Tabungan iB Prima Hasanah
Dengan prinsip mud{a>rabah didesain untuk nasabah yang
membutuhkan fasilitas lebih dilengkapi dengan asuransi jiwa dan
fasilitas executive lounge di bandara kota-kota besar Indonesia.
4) Tabungan iB Tapenas Hasanah
Dengan prinsip mud{a>rabah merupakan tabungan berjangka, didesain
untuk membantu perencanaan pendidikan serta kebutuhan masa
43
5) Tabungan iB Bisnis Hasanah
Dengan prinsip mud{a>rabah merupakan tabungan untuk usaha kecil
atau usaha perorangan dengan mutasi rekening yang lebih detail
dalam buku tabungan dilengkapi dengan kartu ATM gold dan
fasilitas executive lounge.
6) Tabunganku Simpel (Simpanan Pelajar) iB Hasanah
Produk simpanan untuk siswa yang diterbitkan secara nasional oleh
bank-bank di Indonesia dengan persyaratan mudah dan sederhana
serta fitur yang menarik, dalam rangka edukasi dan inklusi
keuangan untuk mendorong budaya nabung sejak dini.
7) Giro iB Hasanah
Dengan prinsip wadiah{ adalah simpanan transaksional yang
dilengkapi dengan rekening giro yang dilengkapi dengan fasilitas
cek/bilyet giro untuk menunjang bisnis usaha kecil atau usaha
perorangan.
8) Deposito iB Hasanah
Dengan prinsip mud{a>rabah merupakan simpanan berjangka dalam
mata uang rupiah atau dolar yang ditujukan untuk investasi.
b. Produk dan Layanan Jasa
1) Payroll Gaji
Adalah layanan pembayaran gaji yang dilakukan oleh BNI Syariah
atas dasar perintah dari perusahaan pembayar gaji untuk mendebet
44
2) Cash Management
Adalah jasa pengelolaan seluruh rekening seperti corporate internet
banking yang dapat digunakan oleh perusahaan/lembaga/instansi.
Produk ini dilengkapi dengan fasilitas virtual account.
3) Hasanah Payment
Hasanah Payment (Hpay) adalah sistem untuk memennuhi berbagai
kebutuhan pembayaran online masyarakat. Transaksi dapat
dilakukan secara mobile dengan aplikasi android pada smartphone
atau menggunakan PC Desktop.
Dengan menjadi member, pengguna Hpay dapat dikembangkan
menjadi bisnis loket pembayaran online.
c. Produk Pembiayaan
1) iB Hasanah Card
Kartu pembiayaan yang berfungsi seperti kartu kredit berdasarkan
prinsip syariah yaitu dengan sistem perhitungan biaya bersifat fix,
adil, transparan dan kompetitif, tanpa perhitungan bunga. iB
Hasanah Card tidak hanya digunakan untuk kegiatan konsumtif
namun dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan ibadah umroh,
pendidikan dan kegiatan usaha.
2) Oto iB Hasanah
Dengan prinsip mura>bah}ah merupakan fasilitas pembiayaan yang
45
3) Talangan Baitullah iB Hasanah
Adalah fasilitas pembiayaan untuk kebutuhan setoran awal untuk
mendapatkan seat sesuai Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
(BPIH) yang diatur Kementerian Agama dengan menggunakan akad
ija>rah. Talangan Haji iB Hasanah dapat diberikan kepada nasabah
yang sudah memiliki Tabungan iB THI Hasanah.
4) Emas iB Hasanah
Salah satu manfaat emas adalah sebagai pelindung nilai harta anda.
BNI emas iB Hasanah merupakan fasilitas pembiayaan konsumtif
yang diberikan utnuk membeli emas logam mulia dalam bentuk
batangan yang diangsur secara rutin/ tetap setiap bulanya.
5) Multijasa iB Hasanah
Dengan prinsip ija>rah (sewa beli) merupakan fasilitas pembiayaan
yang diberikan kepada individu untuk pendanaan dengan jaminan
fix asset untuk maksimal pendanaan Rp500 juta.
7) Multiguna iB Hasanah
Dengan prinsip mura>bah{ah untuk pembelian barang kebutuhan
dikalangan profesional atau pegawai aktif.
8) Fleksi iB Hasanah
Dengan prinsip mura>bah}ah atau ijarah untuk karyawan suatu
46
9) CCF iB Hasanah
Dengan prinsip mura>bah}ah atau ijarah untuk karyawan suatu
perusahaan.
10) Wirausaha iB Hasanah
Adalah fasilitas pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan pembiayaan usaha produktif (modal kerja dan investasi)
sesuai prinsip syariah.
11) Griya iB Hasanah
Dengan prinsip mura>bah}ah (jual beli) merupakan fasilitas
pembiayaan yang diberikan kepada individu untuk membeli,
membangun, merenovasi rumah (termasuk ruko, rusun, rukan,
apartemen dan sejenisnya), dan membeli tanah kavling serta rumah
indent, dengan sistem angsuran tetap hingga akhir masa
pembiayaan sehingga memudahkan nasabah mengelola
keuangannya.
Pembiayaan BNI Griya iB Hasanah umumnya menggunakan akad
mura>bah}ah dalam bentuk pembiayaan kepemilikan rumah. Produk ini akan
menjadi fokus penelitian dalam skripsi ini yang akan dijelaskan dalam
pembahasan selanjutnya.
Pengertian
Griya iB Hasanah merupakan pembiayaan komsumtif yang diberikan
kepada anggota masyarakat untuk membeli, membangun, merenovasi