• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI HUKUM ISLAM TENTANG SISTEM PENGUPAHAN BERDASARKAN KELEBIHAN TIMBANGAN DI DESA MINGKUNG JAYA KECAMATAN SUNGAI GELAM KABUPATEN MUARO JAMBI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI HUKUM ISLAM TENTANG SISTEM PENGUPAHAN BERDASARKAN KELEBIHAN TIMBANGAN DI DESA MINGKUNG JAYA KECAMATAN SUNGAI GELAM KABUPATEN MUARO JAMBI."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI HUKUM ISLAM TENTANG SISTEM PENGUPAHAN

BERDASARKAN KELEBIHAN TIMBANGAN DI DESA

MINGKUNG JAYA KECAMATAN SUNGAI GELAM KABUPATEN

MUARO JAMBI

SKRIPSI

Oleh:

MUHAMMAD FARID FADLULLAH

NIM: C52212107

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah Dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan obyek penelitian kelompok tani Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro

Jambi. Dengan judul ‚Studi Hukum Islam Tentang Sistem Pengupahan

Berdasarkan Kelebihan Timbangan Di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai

Gelam Kabupaten Muaro Jambi‛. Skripsi ini bertujuan untuk menjawab

permasalahan yang dituangkan dalam dua rumusan masalah yaitu: bagaimana praktik pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan kelapa sawit di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi? dan bagaimana studi hukum Islam tentang sistem pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi?

Dalam menyelesaikan skripsi ini, menggunakan metode penelitian kualitatif yang pengumpulan datanya dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi, dan terakhir dengan telaah pustaka kemudian diolah dengan cara editing, organizing, serta menganalisisnya dengan menggunakan kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang berkaitan dengan teknik deskriptif analisis.

Hasil penelitian di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi menerangkan bahwa praktik pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan melibatkan dua pihak, yaitu kelompok tani dan pekerja

timbang. Kelompok tani sebagai penyewa jasa (musta’jir), sedangkan pekerja

timbang sebagai orang yang menyewakan jasanya (muajjir). Objek ija>rah-nya adalah penimbangan kelapa sawit. Sedang upah pekerja timbang disesuaikan dengan jumlah kelebihan timbangan, yang kemudian diuangkan. Kemudian upah tersebut diberikan dalam jangka waktu sebulan sekali.

Adapun jika dianalisis menggunakan prespektif hukum Islam bahwa praktik pengupahan tersebut sesuai dengan hukum Islam. Karena pihak kelompok tani dan pihak pekerja mengetahui dengan jelas adanya kelebihan dari timbangan kelapa sawit. Pihak pekerja juga tidak merasa dirugikan dengan besaran upah yang diterima.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G. Definisi Operasional ... 12

H. Metode Penelitian ... 14

I. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II IJA<RAH DAN UJRAH DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM A. Pengertian Ija>rah ... 20

B. Dasar Hukum Ija>rah ... 23

C. Rukun dan Syarat Ija>rah ... 27

D. Macam-Macam Ija>rah ... 29

E. Pengertian Upah (Ujrah) ... 29

(8)

G. Syarat-Syarat Ujrah ... 34

H. Ujrah ... 36

I. Macam-Macam Ujrah ... 37

BAB III DESKRIPSI SISTEM PENGUPAHAN BERDASARKAN KELEBIHAN TIMBANGAN A. Deskripsi Tentang Lokasi Penelitian ... 41

1. Letak Geografis ... 41

2. Kondisi Sosial Penduduk ... 42

3. Kondisi Sosial Ekonomi ... 43

4. Kondisi Sosial Pendidikan ... 44

5. Kondisi Sosial Keagamaan ... 45

6. Sejarah Desa Mingkung Jaya ... 46

B. Organisasi dan Manajemen Kelompok Tani ... 47

1. Struktur Organisasi ... 48

2. Uraian Tugas Dan Tanggung Jawab ... 49

3. Jumlah Tenaga Kerja (buruh timbang) ... 50

C. Praktik Pengupahan Berdasarkan Kelebihan Timbangan ... 51

1. Latar belakang Pengupahan berdasarkan Kelebihan Timbangan 51 2. Pihak-pihak Yang Terlibat ... 52

3. Waktu Kerja ... 54

4. Mekanisme Penimbangan ... 54

5. Mekanisme Pengupahan ... 57

D. Permasalahan Pengupahan Berdasarkan Kelebihan Timbangan ... 60

(9)

B. Analisis Hukum Islam Tentang Sistem Pengupahan Berdasarkan

Kelebihan Timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi ... 64 BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN ... 69 B. SARAN ... 69 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 ... 43

3.2 ... 43

3.3 ... 45

3.4 ... 47

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Peta Desa Mingkung Jaya ... 42

3.2 Struktur Organisasi Kelompok Tani MJ I, II, III, dan IV... 48

3.3 Penimbangan Kelapa Sawit di TPH ... 50

3.4 Alat Yang Digunakan Untuk Menimbang Sawit ... 47

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan ajaran (agama) yang diridhai di sisi Allah SWT.

Islam menerangkan bahwa hidup manusia di dunia ini hanya sebagian kecil

dari perjalanan kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena setelah

kehidupan di dunia masih ada kehidupan yang kekal abadi yaitu akhirat.

Sebagaimana sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa dunia merupakan

ladang (beramal) akhirat. Untuk mencapai kehidupan akhirat nasib seseorang

ditentukan oleh amal perbuatan yang dilakukannya selama hidup di dunia.

Dengan begitu, seseorang hendaklah mengamalkan kebajikan yang

diperintahkan maupun meninggalkan hal yang dilarang agama agar

memperoleh bekal amal yang ia gunakan untuk mencapai akhirat. Maka

disinilah peran Islam yang menunjukkan kepada manusia bagaimana cara

menjalani kehidupan dengan benar agar memperoleh kebahagiaan yang

didambakannya di dunia maupun di akhirat.2

Islam mengajarkan kepada umatnya bahwa dalam menjalani

kehidupan di dunia tidak hanya terbatas pada masalah hubungan pribadi

dengan tuhan (hablum minalla<h), namun mencakup pula masalah hubungan

2 QS.Al-Baqarah (2) ayat 201:"Ya Tuhan Kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di

(13)

2

antara sesama manusia (hablum minanna<s), bahkan juga mengatur hubungan

manusia dengan makhluk lainnya termasuk dengan alam dan lingkungan.3

Hal ini berkaitan dengan tujuan awal diciptakannya manusia, yakni

sebagai pemimpin para makhluk di bumi. Sebab, manusia mempunyai peran

yang penting dalam menjaga dan melestarikan bumi beserta isinya.

Sebagaimana firman Allah dalam surat al- Baqarah ayat 30, yang berbunyi:

                . . . . . 

‚…Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya

aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."4

Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia mempunyai beragam

kebutuhan untuk memenuhi kebutuhannya, baik primer, sekunder, maupun

tersier. Untuk memperoleh itu semua, manusia harus bekerjasama dan saling

membantu agar semua terpenuhi. Karena Islam memandang kesejahteraan

sosial dan individu harus saling melengkapi, bukan untuk bersaing dan

berlomba untuk kebaikan sendiri, melainkan dorongan untuk saling

bekerjasama dalam membangun hubungan antar individu.

Untuk melengkapi keterbatasan masing-masing individu dalam

menyelesaikan suatu masalah, maka perlu diadakannya kegiatan muamalah.

Saling bermuamalah adalah ketentuan syariat yang berhubungan dengan tata

cara hidup sesama umat manusia yaitu menyangkut aspek ekonomi meliputi

kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup dan

kualitas hidup.

3Adimarwan Karim. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2014), 2.

(14)

3

Kerjasama dalam bidang jasa misalnya, dimana disatu pihak sebagai

penyedia jasa manfaat atau tenaga yang lazimnya disebut sebagai pekerja

atau pekerja (a>jir/muajjir). Sedangkan orang yang membutuhkan jasa atau

ingin memanfaatkannya disebut sebagai pengusaha atau majikan (musta’jir).

Dalam rangka saling memenuhi kebutuhannya pihak penyedia jasa akan

mendapatkan kompensasi berupa upah (ujrah). Kerjasama seperti ini dalam

literatur fiqih disebut dengan istilah ija<rah al-'amal, yakni sewa-menyewa

jasa tenaga manusia dengan adanya imbalan atau upah.5

Secara etimologi upah (ujrah) merupakan bentuk masdar dari kata

ajara – ya’juru – ajran yang berarti memberi hadiah atau member upah.6

Diartikan demikian karena upah merupakan suatu balasan yang kamu berikan

dalam suatu pekerjaan.

Sedangkan secara epistemologi, terdapat beberapa definisi tentang

ija<rah, diantaranya:

1. Menurut Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar et al, ija<rah adalah

transaksi atas suatu manfaat yang mubah atas suatu barang tertentu atau

yang dijelaskan sifatnya dalam tanggunggan dalam waktu tertentu, atau

transaksi atas suatu pekerjaan yang diketahui dengan upah yang diketahui

pula.7

5Abd ar-Rahman al-Jaziri, Kitab al-fiqh 'ala Mazahib al-Arba’ah: Kitab Fiqih Empat Mazhab,

(Mesir: Maktabah Tijariyah Kubra, t.t.), 96.

6Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka

Progressif, 1984), 7.

7Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2015) 195; lihat juga,

Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar, al-Fiqh al-Muyassar Qismu Al-Muamalah Mausu’ah

(15)

4

2. Menurut Fatwa DSN-MUI, ija<rah merupakan akad perpindahan hak guna

(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui

pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan perpindahan

kepememilikan barang itu sendiri.8

3. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ija<rah adalah sewa barang

dengan jangka waktu tertentu dengan pembayaran.9

4. Menurut Undang Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,

ija<rah merupakan akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak

guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa,

tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan itu sendiri.10

Dari beberapa pengertian diatas dapat digaris bawahi bahwa yang

dimaksud dengan ija<rah adalah hak pemanfaatan barang atau jasa dengan

membayar tertentu yang dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat (hak

guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik).

Penduduk Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten

Muaro Jambi mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani

dan bekerja di perkebunan kelapa sawit karena lahan perkebunan kelapa sawit

di sana sangatlah luas. Penghasilan masyarakat di Desa Mingkung Jaya

umumnya sangat bergantung dari hasil perkebunan kelapa sawit ini, maka

sebagian masyarakat ada yang memiliki kebun kelapa sawit dan ada juga

Ghairihim: Ensiklopedi Fikih Muamalah dalam Pandangan 4 Mazhab, terjemah : Miftahul Khairi, (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2004).

8Fatwa DSN-MUI No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Ija<rah.

9Pasal 20 ayat (9) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(16)

5

yang bekerja sebagai pekerja atau pekerja. Mulai dari pekerja panen, pekerja

tanam, pekerja harian, sampai pekerja timbang.

Saat musim panen, kebanyakan masyarakat Desa Mingkung Jaya

menggunakan jasa pekerja panen dan timbang yang berguna untuk

mempermudah proses pemanenan dan penimbangan kelapa sawit. Pekerja

panen dibutuhkan para pemilik kebun untuk mempermudah proses

pemanenan kelapa sawit. Sedang pekerja timbang dibutuhkan oleh pengurus

masing-masing kelompok tani untuk mempercepat proses penimbangan

kelapa sawit.

Disebabkan bidang yang dikerjakan seorang pekerja panen berbeda

dengan pekerja timbang, sistem pengupahannya pun berbeda. Pekerja panen

akan mendapat upahnya (selanjutnya disebut dengan ujrah) berdasarkan

jumlah banyaknya kelapa sawit yang ia panen, yang kemudian besaran

upahnya disesuaikan berdasarkan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh

kelompok tani. Sedangkan pekerja timbang, perhitungan ujrah-nya

berdasarkan kelebihan dari hasil penimbangan.

Kelebihan tersebut berasal dari selisih berat sawit yang ditimbang di

pabrik dan di tempat penimbangan hasil (TPH).11 Jumlah kelebihan tersebut

dapat diketahui melalui hasil penimbangan kelapa sawit di pabrik yang

kemudian disesuaikan dengan hasil penimbangan kelapa sawit di kebun.

Kelebihan inilah yang menjadi ujrah-nya para pekerja timbang.12

11Mawardi, Wawancara, Mingkung Jaya, 16 Mei 2016.

(17)

6

Besaran upah pekerja timbang (selanjutnya disebut dengan muajjir)

nantinya akan disesuaikan berdasarkan jumlah kelebihan penimbangan yang

ia timbang, yang kemudian diuangkan dan diberikan kepada masing-masing

muajjir. Dengan demikian, dapat diindentifikasi bahwa upah tersebut akan

menguntungkan muajjir bila jumlah kelebihan dari penimbangan itu lebih

banyak. Begitu pula sebaliknya, akan merugikan muajjir bila kelebihan dari

penimbangan itu sedikit.

Bila tidak sesuai dengan hasil kinerja yang dilakukan, maka ada

indikasi bahwa besaran upah tersebut belum diketahui oleh para pihak diawal.

Disisi lain adanya kelebihan pada setiap penimbangan kelapa sawit tersebut

sudah dapat dipastikan oleh para pihak sebelumnya. Sehingga meskipun

muajjir belum diberitahu secara jelas mengenai jumlah besaran ujrah-nya.

Akan tetapi mereka sudah mengetahui jika ada kelebihan dari hasil

penimbangan, yang kemudian menjadi ujrah bagi mereka.

Kelebihan tersebut disebabkan karena buah kelapa sawit yang besar

dan tidak terurai dalam bentuk bijian sangatlah susah untuk menakar

beratnya secara efektif tanpa didukung sarana yang canggih. Buah kelapa

sawit memiliki bentuk oval tak beraturan dengan kumpulan biji-biji buah di

setiap tandannya. Setiap buah kelapa sawit memiliki berat berbeda dengan

kisaran berat mulai dari 5-30 kilogram per buahnya.

Faktor lainnya, alasan para pihak tidak mampu memastikan jumlah

(18)

7

daya tampung alat timbangan tersebut hanya mampu menimbang berat suatu

benda dengan jumlah berat maksimal 110 kilogram.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik lebih

lanjut untuk meneliti tentang sistem pengupahan pekerja timbang kelapa

sawit dan menganalisisnya dengan menggunakan prespektif hukum Islam dan

menjelaskannya dalam bentuk skripsi dengan judul: "Studi Hukum Islam

Tentang Sistem Pengupahan Berdasarkan Kelebihan Timbangan di Desa

Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi".

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, penulis

meidentifikasikan beberapa masalah yang muncul dari sistem pengupahan

berdasarkan kelebihan timbangan di Desa Mingkug Jaya Kecamatan Sungai

Gelam Kabupaten Muaro Jambi, adalah sebagai berikut:

1. Mekanisme penimbangan kelapa sawit di Desa Mingkung Jaya

Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi.

2. Mekanisme pengupahan pekerja timbang di Desa Mingkung Jaya

Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi.

3. Mekanisme pembayaran upah para pekerja.

4. Besaran upah yang diterima masing-masing pekerja.

5. Kajian hukum Islam terhadap sistem pengupahan berdasarkan kelebihan

timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten

(19)

8

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, terdapat berbagai macam

permasalahan yang harus dipaparkan jawabannya, agar fokus pada penelitian

yang akan diteliti oleh penulis, maka penulis perlu memberikan batasan dari

masalah-masalah tersebut, sebagai berikut:

1. Sistem pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan kelapa sawit di

Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi.

2. Studi hukum Islam tentang sistem pengupahan berdasarkan kelebihan

timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten

Muaro Jambi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dimuat dalam latar belakang di atas, maka

dapat dirumuskan beberapa permasalahan, sebagai berikut:

1. Bagaimana praktik pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan kelapa

sawit di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten

Muaro Jambi?

2. Bagaimana studi hukum Islam terhadap sistem pengupahan berdasarkan

kelebihan timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam

Kabupaten Muaro Jambi?

D. Kajian Pustaka

Agar penelitian ini lebih komprehensif, maka penulis melakukan

(20)

9

ilmiah yang memiliki relevansi dengan permasalahan yang akan penulis teliti.

Banyak kajian tentang permasalahan sistem pengupahan yang telah dilakukan

oleh beberapa peneliti terdahulu. Hanya saja sudut pandang dan pendekatan

yang diambil berbeda, sehingga menyebabkan hasil yang diperoleh juga

berbeda.

Penelitian mengenai permasalahan tentang sistem pengupahan

tersebut antara lain:

1) Skripsi yang ditulis oleh Dewi Lestari, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang pada tahun

2015, dengan judul ‚Sistem Pengupahan Pekerja Dalam Perspektif

Ekonomi Islam (Studi Kasus pada UMKM Produksi Ikan Teri Salim

Group di Desa Korowelang Cepiring - Kendal)‛, yang menyatakan bahwa

skripsi ini lebih fokus membahas sistem pengupahan para pekerja

borongan yang disesuaikan dengan jumlah produksi ikan. Kesimpulan dari

penelitian ini, bahwa praktek bisnis yang dijalankan UMKM Produksi

Ikan Teri Salim Group mengenai pengupahan para pekerja, sebagian

belum sesuai dengan prespektif ekonomi Islam. Karena belum mengikuti

konsep adil, dalam pembagian upah pekerjaannya maupun dalam

kesepakatan besaran upahnya. Akan tetapi, pemberian upah para pekerja

telah diberikan tepat waktu sesuai dengan perjanjian.13

13Dewi Lestari,‚Sistem Pengupahan Pekerja Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus pada

UMKM Produksi Ikan Teri Salim Group di Desa Korowelang Cepiring –Kendal)‛ (Skripsi--UIN

(21)

10

2) Skripsi yang ditulis oleh Yushiba Selvina, mahasiswa Jurusan Muamalah

Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2010, dengan

judul ‚Analisis Al-Ujrah Terhadap Pengupahan Pekerja Tani Dengan

Sitem Tukar Jasa (Liron Geger) di Desa Dalegan Panceng Gersik‛ yang

menyatakan bahwa skripsi tersebut lebih fokus membahas tentang

pengupahan pekerja tani yang upahnya tidak berupa uang, melainkan

berupa tukar jasa (Liron Geger) pekerjaan. Setelah peneliti telusuri hasil

penelitian ini menyimpulkan bahwasanya hukumnya sah dan tidak

bertentangan dengan hukum Islam. Karena sudah sepadan dan sesuai

dengan syarat yang disebutkan dalam akad perjanjian, selain itu karena

didasari dengan kerelaan.14

3) Skripsi yang ditulis Siti Lisah, mahasiswa Jurusan Ahwalus Syakhsiyah

Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2012, dengan

judul ‚Analisis Al-‘Urf Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang

Sistem Pengupahan Pekerja Tani di Desa Penyaksagan Kecamatan

Klampis Kabupaten Bangkalan‛ yang menyatakan bahwa fokus skripsi ini

membahas tentang pengupahan pekerja tani dan pemilik sawah yang tidak

ada kesepakatan mengenai bentuk upahnya. Sehingga penulis

menyimpulkan bahwa pandangan tokoh agama yang membolehkan

14Yushiba Selvina, ‚Analisis Al-Ujrah Terhadap Pengupahan Pekerja Tani Dengan Sitem Tukar

(22)

11

mengenai sistem pengupahan pekerja tani jika dianalisis dengan ‘urf maka

termasuk al-‘urf al-fasid karena berlainan dengan nash.15

Beberapa penelitian di atas dengan penelitian yang sedang peneliti

lakukan mempunyai sedikit kesamaan, yaitu mengkaji tentang masalah

sistem pengupahan. Sedangkan perbedaannya, yaitu dalam penelitian ini

penulis meneliti mengenai Studi Hukum Islam Tentang Sistem Pengupahan

Berdasarkan Kelebihan Timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan

Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi, dimana kelebihan timbangan

menjadi tolak ukur untuk dijadikan sebagai dasar pengupahan. Hal ini

merupakan langkah awal untuk membahas apakah sistem pengupahan

tersebut sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang berlaku.

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk:

1. Mengetahui praktik pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan kelapa

sawit di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten

Muaro Jambi.

2. Mengetahui bagaimana kajian hukum Islam tentang sistem pengupahan

berdasarkan kelebihan timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan

Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi.

15Siti Lisah, ‚Analisis Al-‘Urf Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang Sistem Pengupahan

Pekerjatani di Desa Penyaksagan Kecamatan Klampis Kabupaten Bangkalan‛(Skripsi--IAIN

(23)

12

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan hasil penelitian tersebut, yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Secara Teoritis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya referensi dan

literature/kepustakaan terkait dengan kajian mengenai dasar

pengambilan upah dalam sistem pengupahan bagi petani kelapa sawit,

khususnya masyarakat Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai

Gelam Kabupaten Muaro Jambi

b. Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa untuk menambah wawasan

dan ilmu pengetahuan bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya

dan juga dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ilmu

pengetahuan bidang muamalah.

2. Manfaat Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai acuan yang dapat

memberikan rujukan mengenai sistem pengupahan dalam hukum Islam,

khususnya dalam pengupahan para pekerja agar bisa menyelesaikan

masalah-masalah terkait dengan bidang muamalah.

G. Definisi Operasional

Untuk memperoleh suatu penjelasan mengenai judul yang penulis

susun, mengenai Studi hukum Islam tentang sistem pengupahan berdasarkan

(24)

13

Kabupaten Muaro Jambi, maka penulis perlu mendefinisikan secara jelas

maksud dari judul tersebut:

Studi Hukum Islam : Mengkaji suatu fenomena sosial

dengan mengacu pada

ketentuan-ketentuan hukum muamalah yang

berkaitan tentang ija<rah

(pengupahan) dan ujrah (upah) yang

bersumber dari al-Qur’an, Hadits

maupun beberapa pendapat Ulama’

Fiqih.

Sistem pengupahan : Mekanisme pemberian imbalan

(upah) sebagai balasan atas suatu

jasa atau pekerjaan yang telah

dilakukan.

Kelebihan timbangan : Selisih hasil penimbangan di

Tempat Penimbangan Hasil dan di

pabrik, yang dijadikan sebagai acuan

pengupahan di Desa Mingkung Jaya

Kecamatan Sungai Gelam

(25)

14

H. Metode Penelitian

Mengenai metode penelitian dalam skripsi ini, penulis menggunakan

metode deskriptif kualitatif dengan penjabaran, yaitu sebagai berikut:

1. Data Yang Dikumpulkan

Data yang harus dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan yang

tercantum dalam rumusan masalah adalah data tentang sistem

pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan di Desa Mingkung Jaya

Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi dan data tentang

analisis hukum Islam mengenai pengupahan berdasarkan kelebihan

timbangan kelapa sawit di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai

Gelam Kabupaten Muaro Jambi.

2. Sumber Data

Untuk mendapatkan data-data tersebut, penulis akan menggunakan

sumber data sebagai berikut:

a. Sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan

langsung dari sumber pertama yang ada di lapangan melalui

penelitian.16 Untuk memperoleh data tersebut maka peneliti akan

melakukan pengamatan dan wawancara, adapun sumber data yang

akan diperoleh peneliti dalam penelitian ini adalah data atau informasi

dari:

1. Ketua kelompok tani : Mingkung Jaya/MJ I, II, III, dan IV.

(26)

15

2. Pekerja timbang : Bapak Made, Bapak Yusmiyanto, Bapak

Fauji, Bapak Sulkan, Bapak Heru, dan Bapak Roni.

b. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan

oleh peneliti yang berasal dari bahan pustakaan.17 Dan merupakan

data yang brsifat membantu dalam melengkapi serta memperkuat dari

data primer tersebut, yaitu berupa buku daftar pustaka, seperti:

1) Wahbah Zuhayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu, 2007.

2) Abdul Rahman al Jazimy, Kita>b al-Fiqh ‘ala Maza>hib al-Arba’ah,

1999.

3) Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif,

1996.

4) Adimarwan Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan,

2014.

5) Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, 2008.

6) Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an, Tajwid, dan

Terjemahanya, 2014.

7) Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam\, 2015.

8) Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, 2004.

9) Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, 2007.

10)Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah, 2004.

11)Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 2009.

(27)

16

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memeperoleh data yang diperlukan dalam penelitiian ini,

penulis menggunakan teknik sebagai berikut:

a) Wawancara atau dalam istilah lain disebut interview, yaitu suatu

cara mengumpulkan data untuk memperoleh informasi langsung

dari sumbernya,18 yaitu dengan cara melakukan tanya jawab

dengan pihak-pihak tertentu yang bersangkutan dengan penelitian,

khususnya wawancara dengan pengurus kelompok tani dan pekerja

timbang yang bertugas menimbang kelapa sawit.

b) Dokumentasi ialah setiap bahan tertulis. Dokumen biasanya

dibagi atas dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen sudah

lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena

dalam banyak hal dokumen dijadikan sebagai sumber data yang

dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan meramalkan.

Dokumentasi tersebut berupa kwitansi19.

4. Teknik Pengolahan Data

Setelah data-data dari lapangan telah terkumpul, maka peneliti

menggunakan teknik pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut:

a. Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang data yang

telah dikumpulkan.20

18Hermawan Warsito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

1995), 71.

19 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009),

216-217.

(28)

17

b. Organizing, yaitu menyusun kembali data yang diperoleh dalam

penelitian yang diperlukan dalam karangan paparan yang telah

direncanakan sebelumnya untuk memperoleh bukti-bukti dan

gambaran secara jelas.21

5. Teknik Analisis Data

a. Teknik verifikatif, yaitu memverifikasi (menguji) data lapangan

tentang sistem pengupahan pada penimbangan sawit kemudian

ditarik kesimpulan secara umum yang setelah dideskripsikan

kesesuainnya dengan hukum Islam.

b. Teknik induktif, yaitu cara menyimpulkan yang diperoleh dengan

mengemukakan hal-hal yang bersifat khusus tentang sistem

pengupahan pada penimbangan kelapa sawit kemudian ditarik

kesimpulan secara umum.

I. Sistematika Pembahasan

Guna untuk mempermudah pemahaman dalam karya tulis ilmiah ini,

maka penulis membuat susunan pembahasan menjadi lima bab yang teratur

sedemikian rupa, sehingga antara bab yang pertama dengan bab lainnya yaitu

bab dua, tiga, empat dan lima saling berkaitan dan berkesinambungan. Dari

beberapa bab tersebut dibagi lagi dalam sub-bab dengan perincian sebagai

berikut:

21Arif Rohman,‛Poduksi Dan Jual Beli Kopi Cacing Di Kelurahan Tumenggungan Kabupaten

(29)

18

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang, latar

belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,

metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, memuat ija>rah dan ujrah dalam prespektif hukum Islam

yang digunakan sebagai pisau analisis terhadap hasil penelitian. Bab ini

membahas tentang: pengertian ija>rah, dasar hukum ija>rah, rukun dan syarat

ija>rah, macam-macam ija>rah, pengertian ujrah, dasar hukum ujrah, rukun dan

syarat ujrah, macam-macam ujrah.

Bab ketiga, pada bab ini diterangkan tentang hasil penelitian, yaitu:

Deskripsi sistem pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan kelapa sawit

di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi,

yang tersusun dalam deskripsi sistem pengupahan berdasarkan kelebihan

timbangan; yang menerangkan despkripsi tentang lokasi penelitian,

organisasi dan managemen kelompok tani, praktik pengupahan berdasarkan

kelebihan timbangan, dan permasalahan pengupahan berdasarkan kelebihan

timbangan.

Bab keempat, merupakan analisis tentang sistem pengupahan

berdasarkan kelebihan timbangan, yang tersusun; analisis praktik pengupahan

berdasarkan kelebihan timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai

Gelam Kabupaten Muaro Jambi dan analisis hukum islam pengupahan

berdasarkan kelebihan timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai

(30)

19

Bab kelima, penutup. Bagian ini berisi tentang kesimpulan sebagai

jawaban dari permasalahan dan saran yang digunakan untuk acuan pada

(31)

BAB II

IJA<RAH DAN UJRAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Pengertian Ija>rah

Ija>rah merupakan hak pemanfaatan barang atau jasa dengan membayar

tertentu yang dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan

perpindahan kepemilikan (hak milik)22. Menurut Dimyauddin Djuwaini, akad

ija>rah identik dengan akad jual beli, namun dalam akad ija>rah kepemilikan

barang dibatasi dengan waktu.

Secara harfiah, al-ija>rah bermakna jual beli manfaat yang juga merupakan

makna istilah syar’i. Al-ija>rah bisa diartikan sebagai akad pemindahan hak guna

atas barang atau jasa dalam batasan waktu tertentu, melalui pembayaran upah

sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang23. Sedangkan

menurut hukum Islam, ija>rah artinya mempersewakan. Sedangkan menurut

istilah, ija>rah adalah akad atas manfaat barang atau jasa yang dilakukan oleh

pihak pemilik barang atau jasa dengan pihak penyewa menurut syarat-syarat

tertentu yang dibenarkan oleh syara’.24

22Adimarwan Karim. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan..., 137.

23 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 153.

24Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan dalam Islam, (Bandung:

(32)

21

Adapun secara termonologi, para ulama fiqih berbeda pendapat, antara

lain;

1. Menurut Ulama Hanafiyah, al-ija>rah adalah akad atas suatu kemanfaatan

dengan memberikan suatu imbalan.

2. Menurut Ulama Syafi’iyah, al-ija>rah adalah suatu jenis akad atau transaksi

terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh

dimanfaatkan, dengan cara imbalan tertentu.

3. Menurut Ulama Malikiyah dan Hanabilah, al-ija>rah adalah kepemilikan

suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tetentu dengan memberikan

suatu imbalan.25

4. Menurut Fatwa DSN-MUI, ija>rah merupakan akad perpindahan hak guna

(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui

pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan perpindahan

kepememilikan barang itu sendiri.26

5. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ija>rah adalah sewa barang

dengan jangka waktu tertentu dengan pembayaran.27

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, akad ija>rah ditentukan

berdasarkan waktu, waktu kerjanya ataupun juga waktu pembayarannya.

Menurut Ibnu Qayyim, konsep yang digunakan para fuqaha adalah tentang

25Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, (Damaskus: Darul Fikr, 2007), 525-526.

26Fatwa DSN-MUI No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ija>rah

(33)

22

pemanfaatan atas suatu barang bukan memilikinya. Sehingga akad ija>rah tidak

berlaku pada pepohonan, yang bertujuan untuk diambil buahnya karena buah

itu sendiri termasuk materi, sedangkan akad ija>rah itu hanya ditujukan pada

suatu manfaat. Demikian halnya dengan ija>rah pada binatang ternak yang

bertujuan untuk diambil susunya, diikarenakan susu binatang tersebut

termasuk materi28.

Jumhur ulama fiqih juga tidak membolehkan air mani hewan ternak

pejantan seperti sapi, kerbau, kuda, karena yang dimaksudkan dengan hal itu

adalah mendapatkan keturunan hewan, dan mani itu sendiri merupakan

termasuk kategori materi.

Demikian juga ulama fiqih tidak membolehkan ija>rah pada nilai tukar

uang, seperti dirham atau dinar, karena menyewakan hal itu berarti sama saja

dengan menghabiskan materinya. Sedangkan dalam ija>rah yang dituju hanyalah

manfaat dari suatu benda.29

Bila dilihat dari uraian di atas, mustahil manusia bisa hidup

berkecukupan tanpa ber-ija>rah dengan orang lain. Karena itu boleh dikatakan

bahwa pada dasarnya ija>rah itu adalah salah satu bentuk aktivitas antara dua

pihak yang berakad guna meringankan salah satu pihak atau saling

meringankan satu sama lain, dan juga merupakan cerminan bentuk

tolong-menolong yang diajarkan agama. Ija>rah merupakan salah satu jalan untuk

28 Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islami..., 527.

(34)

23

mengetahui keperluan manusia. Oleh sebab itu, para ulama menilai bahwa

ija>rah ini merupakan suatu hal yang boleh dan bahkan kadang-kadang perlu

dilakukan30.

B. Dasar Hukum Ija>rah

Ulama’ fiqh bersepakat bahwa i}ja>rah merupakan akad yang

diperbolehkan. Namun terdapat ulama yang tidak membolehkannya,

diantaranya Abu Bakar Asham, Ismail bin Ulayyah, Hasan Basri,

al-Qasyani, an-Nahrawani, dan Ibnu Kaisan. Dengan alasan, karena ija>rah adalah

menjual manfaat sedangkan manfaat-manfaat tersebut tidak bisa dihadirkan

pada saat akad. Sesuatu yang tidak ada, tidak dapat dilakukan jual beli atasnya.

Sebagaimana pula tidak diperbolehkan dalam jual beli dengan

menggantungnya sampai waktu tertentu (masa yang akan datang).31

Hal ini dibantah oleh Ibnu Rusyd yang mengatakan bahwa walaupun

manfaat tidak bisa dihadirkan pada saat akad, namun bisa dipenuhi ketika akad

telah berjalan. Syariat hanya memperhatikan manfaat-manfaat yang pada

umumnya sudah tercapai atau manfaat tersebut sudah seimbang antara tercapai

dan tidaknya32.

30 Ibid., 30.

31 Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islami..., 523.

(35)

24

Adapun dasar-dasar hukum atau rujukan yang membolehkan praktik

ija>rah di dalam al-Qur’an, as-Sunnah, dan al-Ijma’, yaitu;

Dasar hukum ija>rah dalam al-Qur’an;

1. Surat al-Zukhruf ayat 32

                             Artinya:

‚Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah

menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain, dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka

kumpulkan‛. (Q.S. Al- Zukhruf: 32)33

Jadi maksud dari arti ‚atas sebagian mereka dapat mempergunakan

sebagian yang lain‛, bila dikaitkan dengan akad ija>rah yaitu manusia tidak

akan bisa hidup sendiri tanpa bergantung dengan bantuan dari orang lain,

khususnya dalam pekerjaan ataupun yang lain.

2. Surat al-Baqarah ayat 233

                          Artinya:

(36)

25

‚Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada

dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat

apa yang kamu kerjakan‛. (Q.S. Baqara>h: 233)34

Jadi menurut ayat di atas, diperbolehkan kita menyewa jasa orang

lain yang tidak kita miliki atau yang tidak mampu kita lakukan, dengan

catatan kita harus memberikan upah kepadanya. Jadi, akad ija>rah

menunjukan adanya jasa yang diberikan, dan adanya kewajiban melakukan

pembayaran yang patut atas jasa yang diterima.

3. Surat al-Qashas ayat 26

           Artinya:

‚Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia

sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang

kuat lagi dapat dipercaya". (Q.S. Al-Qashaas: 26)35

Jadi menurut ayat di atas, apabila kita ingin mempekerjakan

seseorang hendaknya mencari orang yang kuat dan dapat dipercaya.

Dasar hukum ija>rah dalam Hadist;

1. Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Yu’la, Ibnu Majah, Thabrani, dan

Thirmidzi

وُط ُ

َ ْْ ي َْا

ُ َ ْ َ

َ َ

ْ َ

َ يَ

ُ َ َ َ

(.

ور

ى و

ن و

با

ى رطا و

ىذ ارا و

)

Artinya:

34 Ibid., Q.S Al-Baqarah ayat 233

(37)

26

‚Berikanlah olehmu upah orang bayaran sebelum keringatnya kering‛. (HR. Abu Yu’la, Ibnu Majah, Thabrani, dan Thirmidzi)36

Menurut Hadist di atas, pembayaran upah harus dilakukan sesuai

dengan kesepakatan atau sesuai dengan batas waktu yang tentukan. Kita

diperintahkan untuk segera dalam membayarkan upah, setidaknya kita

tidak menunda-nunda pemberian upah dari waktu yang disepakati.

2. Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari

بَنَْثيلَ

ُ ُووُ

ُنْ

،ٍلي َُُ

َ بَ

:

ي َثيلَ

َ َْ

ُنْ

،ٍمْ َ ُو

ْنَ

َ ي بَْ ي

ينْ

،َ ي َاُ

ْنَ

يل ي َو

ينْ

ي َ

،ٍل ي َو

ْنَ

ي َ

َ َ ْْ َ ُ

َ ي َر

ُ ي ا

،ُ ْنَ

ينَ

ي ينا

ىي َ

ُا

ي ْ َ َ

َمي َوَو

َ بَ

” :

َ بَ

ُ ي ا

َابَ َْ

:

ٌ َثَ َث

بَنَ

ْمُ ُ ْ َ

َ ْوَْ

،ي َابَ يقا

ٌ ُ َر

ىَطْ َ

ي

يُ

،َرَلَغ

ٌ ُ َرَو

َابَ

ّ ُ

َ َ َ َ

،ُ َنَََ

ٌ ُ َرَو

َ َ ْ َ ْو

ًري َ

َ ْوَْ ْوبَ

ُ ْنيا

َْ َو

ي يطْ ُْ

ُ َ ْ َ

Artinya:

‚Telah menceritakan kepada saya Yusuf bin Muhammad berkata, telah

menceritakan kepada saya Yahya bin Sulaim dari Isma'il bin Umayyah dari

Sa'id bin Abi Sa'id dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi

shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Allah Ta'ala berfirman: ‚Ada tiga jenis orang yang aku berperang melawan mereka pada hari qiyamat, seseorang yang bersumpah atas namaku lalu mengingkarinya, seseorang yang berjualan orang merdeka lalu memakan (uang dari) harganya dan seseorang yang memperkerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namun tidak dibayar upahnya‛. (HR. Al-

Bukhari)37

Menurut Hadist di atas, Islam malarang kepada pemberi kerja

khususnya pengusaha atau majikan, yang menyuruh bekerja kemudian ia

mengingkari janjinya dengan tidak membayarkan upah pekerja. Bahkan

Rasulullah akan melaknat bagi siapapun yang berbuat demikian.

36 Qaswini al- Abi Muhammad bin Yazid, Sunan ibnu Majah, 1283.

(38)

27

Sedangkan landasan ijma’nya ialah semua ulama’ bersepakat, tidak

ada yang membantah kesepakatan (ijma’) ini, meskipun ada beberapa orang

diantara mereka yang berbeda pendapat tetapi hal itu tidak dianggap.38

C. Rukun dan Syarat Ija>rah

Untuk sahnya melakukan transaksi sewa-menyewa atau

upah-mengupah, ialah harus terpenuhinya rukun dari ija>arah, yaitu;

1. Pelaku akad, yaitu musta’jir (penyewa) adalah pihak yang menyewa, dan

mu’jir/muajjir (pemilik) pihak yang menyewakan;

2. Si}ghat akad, yaitu pernyataan i}jab dan qabu>l ;

3. Ujrah (imbalan atau upah); dan

4. Kemanfaatan dari objek akad (ma’jur)39.

Sedangkan syarat-syarat dalam transaksi ija>rah, adalah sebagai berikut;

1. Hendaknya pelaku akad adalah orang yang cakap hukum dan berakal,

sehingga mampu untuk membedakan antara baik dan buruk. Imam Syarfi’i

dan Hambali menambahkan satu syarat lagi, yaitu hendaklah orang yang

melakukan perjanjian sudah dewasa (baligh). Karena jika orang yang

melakukan perjanjian belum dewasa maka tidak sah, walapun mereka

mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk (mumayyiz)40.

38 Suhendi Hendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 116-117.

39 Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islami..., 524.

(39)

28

2. Kerelaan kedua pelaku akad dalam melakukan transaksi ija>rah, baik pihak

yang menyewa (musta’jir) maupun pihak yang menyewakan (muajjir).

3. Kemanfaatan dari objek ija>rah hendaknya diketahui secara sempurna,

supaya tidak menimbulkan perselisihan dikemudian hari. Seperti dalam

kejelasan tempat manfaatnya, jangka waktu, dan aspek-aspek lain, yang

intinya bila kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan.

4. Hendaknya objek akad dapat diserahterimakan. Bila yang disewakan adalah

motor maka motor tersebut sudah ada saat transaksi berlangsung.

5. Hendaknya objek ija>rah diperbolehkan secara syara’. Dengan kata lain,

tidak diperbolehkan menyewa barang yang bertentang dengan hukum

Islam. Seperti menyewa tempat untuk maksiat, untuk melakukan hiburan

yang diharamkan, mengajarkan sihir dan lain sebagainya.

6. Hendaknya pekerjaan yang ditugaskan bukan termasuk kategori ibadah

mahdhah, yaitu ibadah yang diwajibkan. Misalkan mengupahkan seseorang

untuk melakukan shalat atau berpuasa di bulan Ramadhan.

7. Tidak boleh mengambil manfaat dari pekerjaannya. Hal itu karena orang

yang disewa menimati hasil pekerjaannya sehingga ia sepertinya

melakukan semua itu untuk dirinya sendiri.41

8. Manfaat dari akad harus dimaksudkan dan biasa dicapai melalui akad

ija>rah. Misalnya, menyewa pohon untuk mejemur pakaian atau untuk

(40)

29

berlindung. Maka hal seperti ini tidak diperbolehkan dikarenakan manfaat

itu tidak dimasukkan dalam kegunaan pohon42.

D. Macam-Macam ija>rah

Ghufron A. Mas’adi mengatakan dalam bukunya Fiqh Muamalah

bahwa ija>rah sesungguhnya merupakan sebuah transaksi atas suatu manfaat.

Dari sini konsep ija>rah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu;

1. Ija>rah bil ‘Ain, adalah ija>rah yang memanfaatkan harta benda yang lazim

disebut persewaan, seperti sewa rumah, pertokoan, kendaraan, pakaian dan

lain-lain;

2. Ija>rah bil A’mal, adalah ija>rah yang mentransaksikan manfaat sumber daya

manusia seperti seorang pelayan, pekerja bangunan, arsitek, dan lain-lain,

yang lazim disebut pengupahan atau perburuhan.43

E. Pengertian Upah (Ujrah )

Upah dalam bahasa Arab penyebutannya disebut ujrah (ةرجأ)44. Ujrah

berasal dari kata al-Ajr yang bermakna sama dengan al-Tsawab. Dalam istilah

Arab dibedakan antara al-Ajr dan al-Ija>rah, ajr yaitu pahala dari Allah sebagai

42 Ibid., 541.

43Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), 183.

(41)

30

imbalan taat. Jadi, yang dimaksud upah dalam pembahasan ini adalah imbalan

yang diberikan atas pemanfaatan suatu jasa.

Sedangkan dalam UU Ketenagakerjaan dalam Pasal 1 (ayat 30) No. 13

Tahun 2003, yang berbunyi;

‚Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk

uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan

keluarganya atas suatu pekerjaan dan/jasa yang telah atau akan dilakukan‛.45

Menurut pernyataan Professor Benham yang dikutip oleh Afzalur

Rahman bahwa upah didefinisikan dengan sejumlah uang yang dibayar oleh

orang yang memberi pekerjaan kepada seorang pekerja atas jasanya sesuai

perjanjian46. Sedang pendapat ini disetujui oleh Nurimansyah Haribuan, yang

juga mendifinisikan bahwasannya upah adalah segala macam bentuk

penghasilan (earning) yang diterima buruh (tenaga kerja) baik berupa uang

ataupun barang dalam jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi47.

Jadi, upah (al-ujrah) yang dimaksud dalam pengertian di atas adalah

setiap harta yang diberikan sebagai kompensasi atas pekerjaan yang dilakukan

oleh manusia, baik berupa uang atau barang, yang memiliki nilai harta yaitu

yang dapat dimanfaatkan. Pembahasan upah dalam Islam terkategori pada

konsep ija>rah. Konsep ija>rah dalam kitab fiqih umumnya hanya berkisar pada

45 Undang-Undang No 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan.

46 Afzalur Rahman, Economic Doktrines of Islam, (Terj. Soeroyo dan Nastangin, ‚Doktrin Ekonomi

Islam‛ Jilid II), (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1995), 361.

(42)

31

persoalan sewa menyewa. Konsep sewa menyewa yang ditekankan adanya asas

manfaat. Maka dari itu, transaksi ija>rah yang tidak terdapat asas manfaat

hukumnya haram.

F. Dasar Hukum Ujrah

Landasan hukum yang membolehkan upah adalah firman Allah dan

Hadist Rasulullah. Sebagai Allah berfirman dalam al-Qur’an, yang berbunyi;

1. Surat at-Taubah ayat 105

                   Artinya:

‚Dan katakanlah : "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta

orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan

dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui akan ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan." (Q.S> at-Taubah

: 105)48

Jadi menurut ayat di atas, setiap pekerjaan yang kita lakukan pasti

akan mendapatkan suatu balasan atau upah. Apabila kita tidak

mendapatkan upah dari hasil bekerja kepada sesama manusia, maka Allah

akan tetap membalas segala upaya kita. Meskipun pembalasannya tidak

berupa materil.

(43)

32

2. Surat Az- Zukhruf ayat 32

                             Artinya:

‚Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah

menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka

kumpulkan‛.(Q.S. Az- Zukhruf: 32)49

Ayat di atas menegaskan bahwa penganugerahan rahmat Allah,

semata-mata adalah wewenang Allah, bukan manusia. Allah telah

membagi-bagi sarana penghidupan manusia dalam kehidupan dunia, karena

mereka tidak dapat melakukannya sendiri, sehingga membutuhkan atas

sebagian yang lain. Mereka dapat saling tolong-menolong dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya. Karena itu masing-masing saling membutuhkan

dalam mencari dan mengatur kehidupannya, sehingga mereka dapat meraih

kebahagiaan duniawi dan ukhrawi50.

3. Surat Ali>-Imran ayat 57

            

49 Ibid., Q.S Az-Zukhruf ayat 32

50 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 12, (Ciputat :

(44)

33

Artinya:

‚Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang

saleh, Maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim‛.(Q.S. Ali-‘Imra>n: 57)51

Jadi menurut ayat di atas, setiap pekerjaan yang dilakukan oleh

orang yang bekerja harus dihargai, dengan cara diberi upah atau gaji.

Karena bila kita tidak memberikan upah bagi para pekerja adalah suatu

kezaliman yang tidak disukai Allah.

Sedangkan dasar hukum yang membolehkan upah (ujrah) dalam hadis,

ialah;

4. Hadist Yang diriwayatkan oleh Bukhari

َ بَ

ُ ي ا

َابَ َْ

:

ٌ َثَ َث

بَنَ

ْمُ ُ ْ َ

َ ْوَْ

،ي َابَ يقا

ٌ ُ َر

ىَطْ َ

ي

يُ

،َرَلَغ

ٌ ُ َرَو

َابَ

ّ ُ

َ َ َ َ

،ُ َنَََ

ٌ ُ َرَو

َ َ ْ َ ْو

ًري َ

َ ْوَْ ْوبَ

ُ ْنيا

َْ َو

ي يطْ ُْ

ُ َ ْ َ

(.

ور

يربخ ا

)

Artinya:

‚Telah menceritakan kepada saya Yusuf bin Muhammad berkata, telah

menceritakan kepada saya Yahya bin Sulaim dari Isma'il bin Umayyah dari

Sa'id bin Abi Sa'id dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi

shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Allah Ta'ala berfirman: Ada tiga jenis orang yang aku berperang melawan mereka pada hari qiyamat, seseorang yang bersumpah atas namaku lalu mengingkarinya, seseorang yang berjualan orang merdeka lalu memakan (uang dari) harganya dan seseorang yang memperkerjakan pekerja kemudian pekerja itu

menyelesaikan pekerjaannya namun tidak dibayar upahnya‛. (H.R.

al-Bukhari).52

Jadi menurut Hadist di atas sangat di atas, Islam malarang kepada

pemberi kerja khususnya pengusaha, majikan, yang menyuruh bekerja

51 Kementrian Agama RI..., Q.S Ali> Imra>n ayat 57

(45)

34

kemudian yang mengingkari janjinya, dengan tidak membayarkan upahnya.

Bahkan Rasulullah akan melaknat bagi siapapun yang berbuat demikian.

5. Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Yu’la dan Ibnu Majah dan Thabrani

dan Thilmidzi

وُط ُ

َ ْْ ي َْا

ُ َ ْ َ

َ َ

ْ َ

َ يَ

ُ َ َ َ

(.

ور

ى و

ن و

با

ى رطا و

ىذ ارا و

)

Artinya:

‚Berikanlah olehmu upah orang bayaran sebelum keringatnya kering‛(HR. Abu Yu’la, Ibnu Majah, Thabrani, dan Thirmidzi).53

Menurut Hadist di atas, pembayaran upah harus dilakukan sesuai

dengan kesepakatan atau sesuai dengan batas waktu yang tentukan. Kita

diperintahkan untuk segera dalam membayarkan upah, setidaknya kita

tidak menunda-nunda untuk memberikan upah dari waktu yang disepakati.

G. Syarat-Syarat Ujrah

Menurut Wahbah Zuhaili, syarat-syarat ujrah itu ada dua macam, yaitu

sebagai berikut;

1. Hendaknya upah tersebut yang bernilai dan dapat diketahui. Maksudnya;

a. Upah berupa harta yang berguna dan bermanfaat;

b. Upah tersebut harus diketahui, hal ini untuk mencegah terjadinya

perselisihan dikemudian hari. Untuk mengetahui upah dapat dilakukan

dengan isyarat, penetuan, dan juga dengan penjelasan.54 Apabila

53 Qaswini al- Abi Muhammad bin Yazid, Sunan ibnu Majah..., 1283.

(46)

35

mempekerjakan orang dengan upah makan, merupakan contoh upah

yang tidak jelas karena mengandung unsur jihalah (ketidakpastian).

Ija>rah seperti ini menurut jumhur ulama, selain malikiyah tidak sah.

Ulama malikiyah menetapkan keabsahan ija>rah tersebut sepanjang

ukuran upah yang dimaksudkan dan dapat diketahui serta berdasarkan

adat kebiasaan55.

c. Penjelasan waktu. Ulama Hanafiyah tidak mensyaratkan untuk

menetapkan awal waktu akad, sedangkan ulama Syafi’iyah

mensyaratkannya, sebab bila tidak dibatasi hal itu dapat menyebabkan

ketidaktahuan waktu yang wajib dipenuhi56.

Bila upah yang menjadi bagian dari obyek, terdapat dua ketentuan;

1) Tidak diperbolehkan dengan alasan, karena tidak diketahui kejelasan

nilai upah dari objeknya. Misalkan pengupahan kulit dengan hewan yang ia

kuliti, dan ia tidak dapat diketahui apakah kulit itu bisa berhasil dilepas

dengan baik sehingga hasilnya bagus atau tidak;

2) Diperbolehkan, dengan alasan karena menyewa dengan upah bagian yang

nilainya dapat diketahui, dan nilai dari bagian objek itu juga jelas.

2. Upah tidak berbentuk manfaat yang sejenis dengan Mauqud Alaihi (Objek

Akad). Misalkan ija>rah tempat tinggal dibayar dengan tempat tinggal;

55 Ibid.

56 Taqyudidin an-Nabhani, al-Niza>m al-Iqtisa>di Fi al-Islam, (Terj. M. Magfur Wachid: Membangun

(47)

36

ija>rah dalam pertanian dibayar dengan pertanian. Syarat ini menurut

Malikiyah merupakan cabang dari riba, dengan alasan, adanya satuan jenis,

sehingga salah satu pihak menjadi terlambat dalam menerima manfaat

secara seutuhnya.57

H. Ujrah

Upah diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu;

1. Upah yang sepadan (al-ujrah al-mis}li)

Ujrah al-misl}i adalah upah yang sepadan dengan kerjanya serta sepadan

dengan jenis pekerjaannya, sesuai dengan jumlah nilai yang disebutkan dan

disepakati oleh kedua belah pihak. Pada saat transaksi pembelian jasa, maka

dengan itu untuk menentukan tarif upah atas kedua belah pihak yang

melakukan transaksi pembeli jasa, tetapi belum menentukan upah yang

disepakati maka mereka harus menentukan upah yang wajar sesuai dengan

pekerjaannya atau upah yang dalam situasi normal biasa diberlakukan dan

sepadan dengan tingkat jenis pekerjaan tersebut58.

Tujuan ditentukan tarif upah yang sepadan adalah untuk menjaga

kepentingan kedua belah pihak, baik penjual jasa, maupun pembeli jasa, dan

menghindarkan adanya unsur eksploitasi di dalam setiap transaksi-transaksi

57 Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islami..., 546.

(48)

37

dengan demikian, melalui tarif upah yang sepadan, setiap perselisihan yang

terjadi dalam transaksi jual beli jasa akan dapat terselesaikan secara adil59.

2. Upah yang telah disebutkan (al-ujrah al-musa>mma)

Upah yang disebut (ujrah al-musa>mma) syaratnya ketika disebutkan

harus disertai adanya kerelaan kedua belah pihak yang sedang melakukan

transaksi ija>rah. Dengan demikian, pihak musta’jir tidak boleh dipaksa untuk

membayar lebih besar dari apa yang telah disebutkan, sebagaimana pihak

muajjir juga tidak boleh dipaksa untuk mendapatkan lebih kecil dari apa yang

yang telah disebutkan, melainkan upah tersebut merupakan upah yang wajib

mengikuti ketentuan syara’. Apabila upah tersebut disebutkan pada saat

melakukan transaksi, maka upah tersebut pada saat itu merupakan upah yang

disebutkan (a>jrun musa>mma).60

I. Macam-Macam Ujrah

Adapun macam-macam upah pada awalnya terbatas dalam beberapa

jenis saja, tetapi setelah terjadi perkembangan dalam bidang muamalah pada

saat ini, maka jenisnya pun sangat beragam, diantaranya:

1. Upah perbuatan taat. Menurut mazhab Hanafi, menyewa orang untuk

shalat, atau puasa, atau menunaikan ibadah haji, atau membaca al-Qur’an,

atau pun untuk azan, tidak dibolehkan, dan hukumnya diharamkan dalam

59 Ibid

(49)

38

mengambil upah atas pekerjaan tersebut. Karena perbuatan yang tergolong

taqarrub apabila berlangsung, pahalanya jatuh kepada si pelaku, karena itu

tidak boleh mengambil upah dari orang lain untuk pekerjaan itu61.

2. Upah mengajarkan Al-Qur'an. Pada saat ini para fuqaha menyatakan bahwa

boleh mengambil upah dari pengajaran al-Qur’an dan ilmu-ilmu syariah

lainnya, karena para guru membutuhkan penunjang kehidupan mereka dan

kehidupan orang-orang yang berada dalam tanggungan mereka. Dan waktu

mereka juga tersita untuk kepentingan pengajaran al-Qur’an dan ilmu-ilmu

syariah tersebut, maka dari itu diperbolehkan memberikan kepada mereka

sesuatu imbalan dari pengajaran ini62.

3. Upah sewa-menyewa tanah. Dibolehkan menyewakan tanah dan

disyaratkan menjelaskan kegunaan tanah yang disewa, jenis apa yang

ditanam di tanah tersebut, kecuali jika orang yang menyewakan

mengizinkan ditanami apa saja yang dikehendaki. Jika syarat-syarat ini

tidak terpenuhi, maka ija>rah dinyatakan fasid (tidak sah)63.

4. Upah sewa-menyewa kendaraan. Boleh menyewakan kendaraan, baik

hewan atau kendaraan lainnya, dengan syarat dijelaskan tempo waktunya,

atau tempatnya. Disyaratkan pula kegunaan penyewaan untuk mengangkut

61 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Jakarta : Pena Pundi Aksara CetI, 2006), 207.

62 Ibid

(50)

39

barang atau untuk ditunggangi, apa yang diangkut dan siapa yang

menunggangi64.

5. Upah sewa-menyewa rumah. Menyewakan rumah adalah untuk tempat

tinggal oleh penyewa, atau si penyewa menyuruh orang lain untuk

menempatinya dengan cara meminjamkan atau menyewakan kembali,

diperbolehkan dengan syarat pihak penyewa tidak merusak bangunan yang

disewanya. Selain itu pihak penyewa mempunyai kewajiban untuk

memelihara rumah tersebut, sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di

tengah-tengah masyarakat65.

6. Upah pembekaman. Usaha bekam tidaklah haram, karena Nabi Saw. pernah

berbekam dan beliau memberikan imbalan kepada tukang bekam itu,

sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim

dari Ibnu ‘Abbas. Jika sekiranya haram, tentu beliau tidak akan

memberikan upah kepadanya66. Sebagaimana dalam hadist yang

diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas, yang berbunyi;

بَنَْثيلَ

ىَووُا

ُنْ

َ ي بَْ ي

بَنَْثيلَ

ٌ ْ َُو

بَنَْثيلَ

ُنْ

ٍ ُوبَ

ْنَ

ي ي َ

ْنَ

ينْ

ٍ بي َ

َ ي َر

ُ ي ا

بَ ُ ْْنَ

َ بَ

َمَ َ ْ

ي ينا

ىي َ

ُ ي ا

ي ْ َ َ

َمي َوَو

ىَطْ َ َو

َ بي َْا

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Wuhaib telah menceritakan kepada kami Ibnu Thowus dari

bapaknya dari Ibnu 'Abbas radliallahu ‘anhuma berkata; Nabi shallallahu

64Rahmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 133.

65 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah..., 212.

(51)

40

‘alaihi wasallam berbekam dan memberi upah tukang bekamnya. (HR.

al-Bukhari dan Muslim)67

7. Upah menyusui anak. Dalam al-Qur’an sudah disebutkan bahwa

diperbolehkan memberikan upah bagi orang yang menyusukan anak,

sebagaimana yang tercantum dalam surah al-Baqarah ayat 233;

                          Artinya:

‚Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada

dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan‛. (Q.S. Al-Baqarah, 233)68

67 Ibid.

(52)

BAB III

DESKRIPSI SISTEM PENGUPAHAN BERDASARKAN KELEBIHAN TIMBANGAN

A. Deskripsi tentang Lokasi Penelitian

1. Letak geografis

Desa Mingkung Jaya terletak di wilayah Kecamatan Sungai Gelam

Kabupaten Muaro Jambi di Provinsi Jambi. Secara administratif, Desa

Mingkung Jaya terdiri dari 3 Dusun, 24 RT (Rukun Tetangga) dan 3 RW

(Rukun Warga) dengan luas wilayah 1.142,57 Hektar.

Secara topografi, ketinggian Desa Mingkung Jaya adalah berupa

dataran sedang yaitu sekitar 30 meter di atas permukaan air laut. Dengan

jenis tanah 70 persen tanah biasa, 15 persen lahan gambut dan 15 persen

tanah lempung. Sedangkan jarak dengan ibu kota kecamatan Sungai Gelam

berjarak 35 kilometer. Sedang jarak tempuh antara Desa Mingkung Jaya

dengan Ibu kota Kabupaten Muaro Jambi berjarak 105 kilometer.69

Desa Mingkung Jaya jika dilihat dari letak geografis daerah

berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara : Desa Sungai Gelam

b. Sebelah Selatan : Provinsi Sumatra Selatan

c. Sebelah Timur : Desa Sungai Gelam dan Provinsi Sumatra Selatan

d. Sebelah Barat : Desa Petaling Jaya dan Desa Sido Mukti

(53)

[image:53.595.132.505.110.542.2]

42

Gambar 3.1 Peta Desa Mingkung Jaya

2. Keadaan sosial penduduk

Penduduk Desa Mingkung Jaya adalah warga negara Indonesia yang

berasal dari pulau Jawa dan menetap sejak tahun 1990-an bersama

masyarakat Jambi. Juga beberapa warga pendatang dari daerah lain, seperti

Minang, Batak, dan Bugis. Data terbaru yang diperbaharui pada bulan Mei

2016, tercatat penduduk di Desa Mingkung Jaya berjumlah 3.884 jiwa.

Terdiri dari 821 KK (Kepala Keluarga), dengan rincian 1.663 laki-laki dan

1.221 perempuan, 70 sebagaimana berikut:

(54)

43

Tabel 3.1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia71

NO Usia Jumlah Prosentase

1 0-5 102 Jiwa 16,16%

2 6-10 116 Jiwa 14,97%

3 11-15 376 Jiwa 5,10%

4 16-20 385 Jiwa 6,38%

5 21-25 341 Jiwa 9,41%

6 26-30 402 Jiwa 9,51%

7 31-35 387 Jiwa 5,12%

8 36-40 409 Jiwa 5,19%

9 41-45 413 Jiwa 5,59%

10 46-50 376 Jiwa 6,48%

11 51-55 411 Jiwa 6,25%

12 56-60 56 Jiwa 4,86%

13 ≥ 60 132 Jiwa 4,98%

3.884 Jiwa 100%

3. Keadaan sosial ekonomi

Tingkat pendapatan penduduk Desa Mingkung Jaya rata-rata sebesar <

Gambar

Tabel                                                                                                            Halaman
Gambar                                                                                                        Halaman
Gambar 3.1 Peta Desa Mingkung Jaya
Tabel 3.2  Mata Pencaharian Masyarakat dan Jumlahnya
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan dari skor dasar ke siklus II dengan rata-rata 82,75 mengalami peningkatan sebesar 62,5% karena guru sudah menerapkan model pembelajaran yang dapat

Modul Keanekaragaman Hayati dengan Pendekatan Kearifan Lokal dan Budaya memiliki 15 karakteristik, yaitu mengandung unsur: desain sampul mencerminkan topik, bahasa

Pada akhirnya, Lembaga Pendidikan Kesenian Perempuan berbasis seni diharapkan mampu mengakomodasikan perempuan mencipta karya seni yang cerdas, kreatif, dan merdeka,

Lembaga arbitrase sendiri adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan

Pengaruh mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang dapat menurunkan Nitiric Oxide Synthase-dependent (NOS) terkait dengan respons arteriole yang belum.. jelas

Dari Tabel 4 diketahui bahwa diameter zona hambat terbesar yang dihasilkan oleh ekstrak lamun Enhalus acoroides menggunakan pelarut metanol terhadap bakteri

Untuk memberikan gambaran yang lebih praktis tentang kajian tata guna lahan terhadap tingkat pelayananan jalan dalam hal ini studi kasus Jalan Marelan Raya

Kegiatan pertanian merupakan fenomena sosial yang dapat diteliti menggunakan penelitian geografi. Pengumpulan data penelitian fenomena tersebut dapat dilakukan dengan cara observasi