STUDI HUKUM ISLAM TENTANG SISTEM PENGUPAHAN
BERDASARKAN KELEBIHAN TIMBANGAN DI DESA
MINGKUNG JAYA KECAMATAN SUNGAI GELAM KABUPATEN
MUARO JAMBI
SKRIPSI
Oleh:
MUHAMMAD FARID FADLULLAH
NIM: C52212107
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan obyek penelitian kelompok tani Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro
Jambi. Dengan judul ‚Studi Hukum Islam Tentang Sistem Pengupahan
Berdasarkan Kelebihan Timbangan Di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai
Gelam Kabupaten Muaro Jambi‛. Skripsi ini bertujuan untuk menjawab
permasalahan yang dituangkan dalam dua rumusan masalah yaitu: bagaimana praktik pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan kelapa sawit di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi? dan bagaimana studi hukum Islam tentang sistem pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi?
Dalam menyelesaikan skripsi ini, menggunakan metode penelitian kualitatif yang pengumpulan datanya dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi, dan terakhir dengan telaah pustaka kemudian diolah dengan cara editing, organizing, serta menganalisisnya dengan menggunakan kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang berkaitan dengan teknik deskriptif analisis.
Hasil penelitian di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi menerangkan bahwa praktik pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan melibatkan dua pihak, yaitu kelompok tani dan pekerja
timbang. Kelompok tani sebagai penyewa jasa (musta’jir), sedangkan pekerja
timbang sebagai orang yang menyewakan jasanya (muajjir). Objek ija>rah-nya adalah penimbangan kelapa sawit. Sedang upah pekerja timbang disesuaikan dengan jumlah kelebihan timbangan, yang kemudian diuangkan. Kemudian upah tersebut diberikan dalam jangka waktu sebulan sekali.
Adapun jika dianalisis menggunakan prespektif hukum Islam bahwa praktik pengupahan tersebut sesuai dengan hukum Islam. Karena pihak kelompok tani dan pihak pekerja mengetahui dengan jelas adanya kelebihan dari timbangan kelapa sawit. Pihak pekerja juga tidak merasa dirugikan dengan besaran upah yang diterima.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TRANSLITERASI... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Kajian Pustaka ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12
G. Definisi Operasional ... 12
H. Metode Penelitian ... 14
I. Sistematika Pembahasan ... 17
BAB II IJA<RAH DAN UJRAH DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM A. Pengertian Ija>rah ... 20
B. Dasar Hukum Ija>rah ... 23
C. Rukun dan Syarat Ija>rah ... 27
D. Macam-Macam Ija>rah ... 29
E. Pengertian Upah (Ujrah) ... 29
G. Syarat-Syarat Ujrah ... 34
H. Ujrah ... 36
I. Macam-Macam Ujrah ... 37
BAB III DESKRIPSI SISTEM PENGUPAHAN BERDASARKAN KELEBIHAN TIMBANGAN A. Deskripsi Tentang Lokasi Penelitian ... 41
1. Letak Geografis ... 41
2. Kondisi Sosial Penduduk ... 42
3. Kondisi Sosial Ekonomi ... 43
4. Kondisi Sosial Pendidikan ... 44
5. Kondisi Sosial Keagamaan ... 45
6. Sejarah Desa Mingkung Jaya ... 46
B. Organisasi dan Manajemen Kelompok Tani ... 47
1. Struktur Organisasi ... 48
2. Uraian Tugas Dan Tanggung Jawab ... 49
3. Jumlah Tenaga Kerja (buruh timbang) ... 50
C. Praktik Pengupahan Berdasarkan Kelebihan Timbangan ... 51
1. Latar belakang Pengupahan berdasarkan Kelebihan Timbangan 51 2. Pihak-pihak Yang Terlibat ... 52
3. Waktu Kerja ... 54
4. Mekanisme Penimbangan ... 54
5. Mekanisme Pengupahan ... 57
D. Permasalahan Pengupahan Berdasarkan Kelebihan Timbangan ... 60
B. Analisis Hukum Islam Tentang Sistem Pengupahan Berdasarkan
Kelebihan Timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi ... 64 BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN ... 69 B. SARAN ... 69 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 ... 43
3.2 ... 43
3.3 ... 45
3.4 ... 47
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Peta Desa Mingkung Jaya ... 42
3.2 Struktur Organisasi Kelompok Tani MJ I, II, III, dan IV... 48
3.3 Penimbangan Kelapa Sawit di TPH ... 50
3.4 Alat Yang Digunakan Untuk Menimbang Sawit ... 47
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan ajaran (agama) yang diridhai di sisi Allah SWT.
Islam menerangkan bahwa hidup manusia di dunia ini hanya sebagian kecil
dari perjalanan kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena setelah
kehidupan di dunia masih ada kehidupan yang kekal abadi yaitu akhirat.
Sebagaimana sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa dunia merupakan
ladang (beramal) akhirat. Untuk mencapai kehidupan akhirat nasib seseorang
ditentukan oleh amal perbuatan yang dilakukannya selama hidup di dunia.
Dengan begitu, seseorang hendaklah mengamalkan kebajikan yang
diperintahkan maupun meninggalkan hal yang dilarang agama agar
memperoleh bekal amal yang ia gunakan untuk mencapai akhirat. Maka
disinilah peran Islam yang menunjukkan kepada manusia bagaimana cara
menjalani kehidupan dengan benar agar memperoleh kebahagiaan yang
didambakannya di dunia maupun di akhirat.2
Islam mengajarkan kepada umatnya bahwa dalam menjalani
kehidupan di dunia tidak hanya terbatas pada masalah hubungan pribadi
dengan tuhan (hablum minalla<h), namun mencakup pula masalah hubungan
2 QS.Al-Baqarah (2) ayat 201:"Ya Tuhan Kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
2
antara sesama manusia (hablum minanna<s), bahkan juga mengatur hubungan
manusia dengan makhluk lainnya termasuk dengan alam dan lingkungan.3
Hal ini berkaitan dengan tujuan awal diciptakannya manusia, yakni
sebagai pemimpin para makhluk di bumi. Sebab, manusia mempunyai peran
yang penting dalam menjaga dan melestarikan bumi beserta isinya.
Sebagaimana firman Allah dalam surat al- Baqarah ayat 30, yang berbunyi:
. . . . .
‚…Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya
aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."4
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia mempunyai beragam
kebutuhan untuk memenuhi kebutuhannya, baik primer, sekunder, maupun
tersier. Untuk memperoleh itu semua, manusia harus bekerjasama dan saling
membantu agar semua terpenuhi. Karena Islam memandang kesejahteraan
sosial dan individu harus saling melengkapi, bukan untuk bersaing dan
berlomba untuk kebaikan sendiri, melainkan dorongan untuk saling
bekerjasama dalam membangun hubungan antar individu.
Untuk melengkapi keterbatasan masing-masing individu dalam
menyelesaikan suatu masalah, maka perlu diadakannya kegiatan muamalah.
Saling bermuamalah adalah ketentuan syariat yang berhubungan dengan tata
cara hidup sesama umat manusia yaitu menyangkut aspek ekonomi meliputi
kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup dan
kualitas hidup.
3Adimarwan Karim. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2014), 2.
3
Kerjasama dalam bidang jasa misalnya, dimana disatu pihak sebagai
penyedia jasa manfaat atau tenaga yang lazimnya disebut sebagai pekerja
atau pekerja (a>jir/muajjir). Sedangkan orang yang membutuhkan jasa atau
ingin memanfaatkannya disebut sebagai pengusaha atau majikan (musta’jir).
Dalam rangka saling memenuhi kebutuhannya pihak penyedia jasa akan
mendapatkan kompensasi berupa upah (ujrah). Kerjasama seperti ini dalam
literatur fiqih disebut dengan istilah ija<rah al-'amal, yakni sewa-menyewa
jasa tenaga manusia dengan adanya imbalan atau upah.5
Secara etimologi upah (ujrah) merupakan bentuk masdar dari kata
ajara – ya’juru – ajran yang berarti memberi hadiah atau member upah.6
Diartikan demikian karena upah merupakan suatu balasan yang kamu berikan
dalam suatu pekerjaan.
Sedangkan secara epistemologi, terdapat beberapa definisi tentang
ija<rah, diantaranya:
1. Menurut Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar et al, ija<rah adalah
transaksi atas suatu manfaat yang mubah atas suatu barang tertentu atau
yang dijelaskan sifatnya dalam tanggunggan dalam waktu tertentu, atau
transaksi atas suatu pekerjaan yang diketahui dengan upah yang diketahui
pula.7
5Abd ar-Rahman al-Jaziri, Kitab al-fiqh 'ala Mazahib al-Arba’ah: Kitab Fiqih Empat Mazhab,
(Mesir: Maktabah Tijariyah Kubra, t.t.), 96.
6Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab –Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1984), 7.
7Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2015) 195; lihat juga,
Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar, al-Fiqh al-Muyassar Qismu Al-Muamalah Mausu’ah
4
2. Menurut Fatwa DSN-MUI, ija<rah merupakan akad perpindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan perpindahan
kepememilikan barang itu sendiri.8
3. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ija<rah adalah sewa barang
dengan jangka waktu tertentu dengan pembayaran.9
4. Menurut Undang Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
ija<rah merupakan akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak
guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa,
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan itu sendiri.10
Dari beberapa pengertian diatas dapat digaris bawahi bahwa yang
dimaksud dengan ija<rah adalah hak pemanfaatan barang atau jasa dengan
membayar tertentu yang dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat (hak
guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik).
Penduduk Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten
Muaro Jambi mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani
dan bekerja di perkebunan kelapa sawit karena lahan perkebunan kelapa sawit
di sana sangatlah luas. Penghasilan masyarakat di Desa Mingkung Jaya
umumnya sangat bergantung dari hasil perkebunan kelapa sawit ini, maka
sebagian masyarakat ada yang memiliki kebun kelapa sawit dan ada juga
Ghairihim: Ensiklopedi Fikih Muamalah dalam Pandangan 4 Mazhab, terjemah : Miftahul Khairi, (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2004).
8Fatwa DSN-MUI No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Ija<rah.
9Pasal 20 ayat (9) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
5
yang bekerja sebagai pekerja atau pekerja. Mulai dari pekerja panen, pekerja
tanam, pekerja harian, sampai pekerja timbang.
Saat musim panen, kebanyakan masyarakat Desa Mingkung Jaya
menggunakan jasa pekerja panen dan timbang yang berguna untuk
mempermudah proses pemanenan dan penimbangan kelapa sawit. Pekerja
panen dibutuhkan para pemilik kebun untuk mempermudah proses
pemanenan kelapa sawit. Sedang pekerja timbang dibutuhkan oleh pengurus
masing-masing kelompok tani untuk mempercepat proses penimbangan
kelapa sawit.
Disebabkan bidang yang dikerjakan seorang pekerja panen berbeda
dengan pekerja timbang, sistem pengupahannya pun berbeda. Pekerja panen
akan mendapat upahnya (selanjutnya disebut dengan ujrah) berdasarkan
jumlah banyaknya kelapa sawit yang ia panen, yang kemudian besaran
upahnya disesuaikan berdasarkan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh
kelompok tani. Sedangkan pekerja timbang, perhitungan ujrah-nya
berdasarkan kelebihan dari hasil penimbangan.
Kelebihan tersebut berasal dari selisih berat sawit yang ditimbang di
pabrik dan di tempat penimbangan hasil (TPH).11 Jumlah kelebihan tersebut
dapat diketahui melalui hasil penimbangan kelapa sawit di pabrik yang
kemudian disesuaikan dengan hasil penimbangan kelapa sawit di kebun.
Kelebihan inilah yang menjadi ujrah-nya para pekerja timbang.12
11Mawardi, Wawancara, Mingkung Jaya, 16 Mei 2016.
6
Besaran upah pekerja timbang (selanjutnya disebut dengan muajjir)
nantinya akan disesuaikan berdasarkan jumlah kelebihan penimbangan yang
ia timbang, yang kemudian diuangkan dan diberikan kepada masing-masing
muajjir. Dengan demikian, dapat diindentifikasi bahwa upah tersebut akan
menguntungkan muajjir bila jumlah kelebihan dari penimbangan itu lebih
banyak. Begitu pula sebaliknya, akan merugikan muajjir bila kelebihan dari
penimbangan itu sedikit.
Bila tidak sesuai dengan hasil kinerja yang dilakukan, maka ada
indikasi bahwa besaran upah tersebut belum diketahui oleh para pihak diawal.
Disisi lain adanya kelebihan pada setiap penimbangan kelapa sawit tersebut
sudah dapat dipastikan oleh para pihak sebelumnya. Sehingga meskipun
muajjir belum diberitahu secara jelas mengenai jumlah besaran ujrah-nya.
Akan tetapi mereka sudah mengetahui jika ada kelebihan dari hasil
penimbangan, yang kemudian menjadi ujrah bagi mereka.
Kelebihan tersebut disebabkan karena buah kelapa sawit yang besar
dan tidak terurai dalam bentuk bijian sangatlah susah untuk menakar
beratnya secara efektif tanpa didukung sarana yang canggih. Buah kelapa
sawit memiliki bentuk oval tak beraturan dengan kumpulan biji-biji buah di
setiap tandannya. Setiap buah kelapa sawit memiliki berat berbeda dengan
kisaran berat mulai dari 5-30 kilogram per buahnya.
Faktor lainnya, alasan para pihak tidak mampu memastikan jumlah
7
daya tampung alat timbangan tersebut hanya mampu menimbang berat suatu
benda dengan jumlah berat maksimal 110 kilogram.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik lebih
lanjut untuk meneliti tentang sistem pengupahan pekerja timbang kelapa
sawit dan menganalisisnya dengan menggunakan prespektif hukum Islam dan
menjelaskannya dalam bentuk skripsi dengan judul: "Studi Hukum Islam
Tentang Sistem Pengupahan Berdasarkan Kelebihan Timbangan di Desa
Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi".
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, penulis
meidentifikasikan beberapa masalah yang muncul dari sistem pengupahan
berdasarkan kelebihan timbangan di Desa Mingkug Jaya Kecamatan Sungai
Gelam Kabupaten Muaro Jambi, adalah sebagai berikut:
1. Mekanisme penimbangan kelapa sawit di Desa Mingkung Jaya
Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi.
2. Mekanisme pengupahan pekerja timbang di Desa Mingkung Jaya
Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi.
3. Mekanisme pembayaran upah para pekerja.
4. Besaran upah yang diterima masing-masing pekerja.
5. Kajian hukum Islam terhadap sistem pengupahan berdasarkan kelebihan
timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten
8
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, terdapat berbagai macam
permasalahan yang harus dipaparkan jawabannya, agar fokus pada penelitian
yang akan diteliti oleh penulis, maka penulis perlu memberikan batasan dari
masalah-masalah tersebut, sebagai berikut:
1. Sistem pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan kelapa sawit di
Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi.
2. Studi hukum Islam tentang sistem pengupahan berdasarkan kelebihan
timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten
Muaro Jambi.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dimuat dalam latar belakang di atas, maka
dapat dirumuskan beberapa permasalahan, sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan kelapa
sawit di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten
Muaro Jambi?
2. Bagaimana studi hukum Islam terhadap sistem pengupahan berdasarkan
kelebihan timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam
Kabupaten Muaro Jambi?
D. Kajian Pustaka
Agar penelitian ini lebih komprehensif, maka penulis melakukan
9
ilmiah yang memiliki relevansi dengan permasalahan yang akan penulis teliti.
Banyak kajian tentang permasalahan sistem pengupahan yang telah dilakukan
oleh beberapa peneliti terdahulu. Hanya saja sudut pandang dan pendekatan
yang diambil berbeda, sehingga menyebabkan hasil yang diperoleh juga
berbeda.
Penelitian mengenai permasalahan tentang sistem pengupahan
tersebut antara lain:
1) Skripsi yang ditulis oleh Dewi Lestari, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang pada tahun
2015, dengan judul ‚Sistem Pengupahan Pekerja Dalam Perspektif
Ekonomi Islam (Studi Kasus pada UMKM Produksi Ikan Teri Salim
Group di Desa Korowelang Cepiring - Kendal)‛, yang menyatakan bahwa
skripsi ini lebih fokus membahas sistem pengupahan para pekerja
borongan yang disesuaikan dengan jumlah produksi ikan. Kesimpulan dari
penelitian ini, bahwa praktek bisnis yang dijalankan UMKM Produksi
Ikan Teri Salim Group mengenai pengupahan para pekerja, sebagian
belum sesuai dengan prespektif ekonomi Islam. Karena belum mengikuti
konsep adil, dalam pembagian upah pekerjaannya maupun dalam
kesepakatan besaran upahnya. Akan tetapi, pemberian upah para pekerja
telah diberikan tepat waktu sesuai dengan perjanjian.13
13Dewi Lestari,‚Sistem Pengupahan Pekerja Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus pada
UMKM Produksi Ikan Teri Salim Group di Desa Korowelang Cepiring –Kendal)‛ (Skripsi--UIN
10
2) Skripsi yang ditulis oleh Yushiba Selvina, mahasiswa Jurusan Muamalah
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2010, dengan
judul ‚Analisis Al-Ujrah Terhadap Pengupahan Pekerja Tani Dengan
Sitem Tukar Jasa (Liron Geger) di Desa Dalegan Panceng Gersik‛ yang
menyatakan bahwa skripsi tersebut lebih fokus membahas tentang
pengupahan pekerja tani yang upahnya tidak berupa uang, melainkan
berupa tukar jasa (Liron Geger) pekerjaan. Setelah peneliti telusuri hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwasanya hukumnya sah dan tidak
bertentangan dengan hukum Islam. Karena sudah sepadan dan sesuai
dengan syarat yang disebutkan dalam akad perjanjian, selain itu karena
didasari dengan kerelaan.14
3) Skripsi yang ditulis Siti Lisah, mahasiswa Jurusan Ahwalus Syakhsiyah
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2012, dengan
judul ‚Analisis Al-‘Urf Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang
Sistem Pengupahan Pekerja Tani di Desa Penyaksagan Kecamatan
Klampis Kabupaten Bangkalan‛ yang menyatakan bahwa fokus skripsi ini
membahas tentang pengupahan pekerja tani dan pemilik sawah yang tidak
ada kesepakatan mengenai bentuk upahnya. Sehingga penulis
menyimpulkan bahwa pandangan tokoh agama yang membolehkan
14Yushiba Selvina, ‚Analisis Al-Ujrah Terhadap Pengupahan Pekerja Tani Dengan Sitem Tukar
11
mengenai sistem pengupahan pekerja tani jika dianalisis dengan ‘urf maka
termasuk al-‘urf al-fasid karena berlainan dengan nash.15
Beberapa penelitian di atas dengan penelitian yang sedang peneliti
lakukan mempunyai sedikit kesamaan, yaitu mengkaji tentang masalah
sistem pengupahan. Sedangkan perbedaannya, yaitu dalam penelitian ini
penulis meneliti mengenai Studi Hukum Islam Tentang Sistem Pengupahan
Berdasarkan Kelebihan Timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan
Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi, dimana kelebihan timbangan
menjadi tolak ukur untuk dijadikan sebagai dasar pengupahan. Hal ini
merupakan langkah awal untuk membahas apakah sistem pengupahan
tersebut sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang berlaku.
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk:
1. Mengetahui praktik pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan kelapa
sawit di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten
Muaro Jambi.
2. Mengetahui bagaimana kajian hukum Islam tentang sistem pengupahan
berdasarkan kelebihan timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan
Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi.
15Siti Lisah, ‚Analisis Al-‘Urf Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang Sistem Pengupahan
Pekerjatani di Desa Penyaksagan Kecamatan Klampis Kabupaten Bangkalan‛(Skripsi--IAIN
12
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan hasil penelitian tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat Secara Teoritis
a. Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya referensi dan
literature/kepustakaan terkait dengan kajian mengenai dasar
pengambilan upah dalam sistem pengupahan bagi petani kelapa sawit,
khususnya masyarakat Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai
Gelam Kabupaten Muaro Jambi
b. Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa untuk menambah wawasan
dan ilmu pengetahuan bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya
dan juga dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ilmu
pengetahuan bidang muamalah.
2. Manfaat Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai acuan yang dapat
memberikan rujukan mengenai sistem pengupahan dalam hukum Islam,
khususnya dalam pengupahan para pekerja agar bisa menyelesaikan
masalah-masalah terkait dengan bidang muamalah.
G. Definisi Operasional
Untuk memperoleh suatu penjelasan mengenai judul yang penulis
susun, mengenai Studi hukum Islam tentang sistem pengupahan berdasarkan
13
Kabupaten Muaro Jambi, maka penulis perlu mendefinisikan secara jelas
maksud dari judul tersebut:
Studi Hukum Islam : Mengkaji suatu fenomena sosial
dengan mengacu pada
ketentuan-ketentuan hukum muamalah yang
berkaitan tentang ija<rah
(pengupahan) dan ujrah (upah) yang
bersumber dari al-Qur’an, Hadits
maupun beberapa pendapat Ulama’
Fiqih.
Sistem pengupahan : Mekanisme pemberian imbalan
(upah) sebagai balasan atas suatu
jasa atau pekerjaan yang telah
dilakukan.
Kelebihan timbangan : Selisih hasil penimbangan di
Tempat Penimbangan Hasil dan di
pabrik, yang dijadikan sebagai acuan
pengupahan di Desa Mingkung Jaya
Kecamatan Sungai Gelam
14
H. Metode Penelitian
Mengenai metode penelitian dalam skripsi ini, penulis menggunakan
metode deskriptif kualitatif dengan penjabaran, yaitu sebagai berikut:
1. Data Yang Dikumpulkan
Data yang harus dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan yang
tercantum dalam rumusan masalah adalah data tentang sistem
pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan di Desa Mingkung Jaya
Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi dan data tentang
analisis hukum Islam mengenai pengupahan berdasarkan kelebihan
timbangan kelapa sawit di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai
Gelam Kabupaten Muaro Jambi.
2. Sumber Data
Untuk mendapatkan data-data tersebut, penulis akan menggunakan
sumber data sebagai berikut:
a. Sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung dari sumber pertama yang ada di lapangan melalui
penelitian.16 Untuk memperoleh data tersebut maka peneliti akan
melakukan pengamatan dan wawancara, adapun sumber data yang
akan diperoleh peneliti dalam penelitian ini adalah data atau informasi
dari:
1. Ketua kelompok tani : Mingkung Jaya/MJ I, II, III, dan IV.
15
2. Pekerja timbang : Bapak Made, Bapak Yusmiyanto, Bapak
Fauji, Bapak Sulkan, Bapak Heru, dan Bapak Roni.
b. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
oleh peneliti yang berasal dari bahan pustakaan.17 Dan merupakan
data yang brsifat membantu dalam melengkapi serta memperkuat dari
data primer tersebut, yaitu berupa buku daftar pustaka, seperti:
1) Wahbah Zuhayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu, 2007.
2) Abdul Rahman al Jazimy, Kita>b al-Fiqh ‘ala Maza>hib al-Arba’ah,
1999.
3) Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif,
1996.
4) Adimarwan Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan,
2014.
5) Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, 2008.
6) Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an, Tajwid, dan
Terjemahanya, 2014.
7) Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam\, 2015.
8) Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, 2004.
9) Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, 2007.
10)Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah, 2004.
11)Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 2009.
16
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memeperoleh data yang diperlukan dalam penelitiian ini,
penulis menggunakan teknik sebagai berikut:
a) Wawancara atau dalam istilah lain disebut interview, yaitu suatu
cara mengumpulkan data untuk memperoleh informasi langsung
dari sumbernya,18 yaitu dengan cara melakukan tanya jawab
dengan pihak-pihak tertentu yang bersangkutan dengan penelitian,
khususnya wawancara dengan pengurus kelompok tani dan pekerja
timbang yang bertugas menimbang kelapa sawit.
b) Dokumentasi ialah setiap bahan tertulis. Dokumen biasanya
dibagi atas dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen sudah
lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena
dalam banyak hal dokumen dijadikan sebagai sumber data yang
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan meramalkan.
Dokumentasi tersebut berupa kwitansi19.
4. Teknik Pengolahan Data
Setelah data-data dari lapangan telah terkumpul, maka peneliti
menggunakan teknik pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut:
a. Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang data yang
telah dikumpulkan.20
18Hermawan Warsito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
1995), 71.
19 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009),
216-217.
17
b. Organizing, yaitu menyusun kembali data yang diperoleh dalam
penelitian yang diperlukan dalam karangan paparan yang telah
direncanakan sebelumnya untuk memperoleh bukti-bukti dan
gambaran secara jelas.21
5. Teknik Analisis Data
a. Teknik verifikatif, yaitu memverifikasi (menguji) data lapangan
tentang sistem pengupahan pada penimbangan sawit kemudian
ditarik kesimpulan secara umum yang setelah dideskripsikan
kesesuainnya dengan hukum Islam.
b. Teknik induktif, yaitu cara menyimpulkan yang diperoleh dengan
mengemukakan hal-hal yang bersifat khusus tentang sistem
pengupahan pada penimbangan kelapa sawit kemudian ditarik
kesimpulan secara umum.
I. Sistematika Pembahasan
Guna untuk mempermudah pemahaman dalam karya tulis ilmiah ini,
maka penulis membuat susunan pembahasan menjadi lima bab yang teratur
sedemikian rupa, sehingga antara bab yang pertama dengan bab lainnya yaitu
bab dua, tiga, empat dan lima saling berkaitan dan berkesinambungan. Dari
beberapa bab tersebut dibagi lagi dalam sub-bab dengan perincian sebagai
berikut:
21Arif Rohman,‛Poduksi Dan Jual Beli Kopi Cacing Di Kelurahan Tumenggungan Kabupaten
18
Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang, latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, memuat ija>rah dan ujrah dalam prespektif hukum Islam
yang digunakan sebagai pisau analisis terhadap hasil penelitian. Bab ini
membahas tentang: pengertian ija>rah, dasar hukum ija>rah, rukun dan syarat
ija>rah, macam-macam ija>rah, pengertian ujrah, dasar hukum ujrah, rukun dan
syarat ujrah, macam-macam ujrah.
Bab ketiga, pada bab ini diterangkan tentang hasil penelitian, yaitu:
Deskripsi sistem pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan kelapa sawit
di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi,
yang tersusun dalam deskripsi sistem pengupahan berdasarkan kelebihan
timbangan; yang menerangkan despkripsi tentang lokasi penelitian,
organisasi dan managemen kelompok tani, praktik pengupahan berdasarkan
kelebihan timbangan, dan permasalahan pengupahan berdasarkan kelebihan
timbangan.
Bab keempat, merupakan analisis tentang sistem pengupahan
berdasarkan kelebihan timbangan, yang tersusun; analisis praktik pengupahan
berdasarkan kelebihan timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai
Gelam Kabupaten Muaro Jambi dan analisis hukum islam pengupahan
berdasarkan kelebihan timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai
19
Bab kelima, penutup. Bagian ini berisi tentang kesimpulan sebagai
jawaban dari permasalahan dan saran yang digunakan untuk acuan pada
BAB II
IJA<RAH DAN UJRAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Pengertian Ija>rah
Ija>rah merupakan hak pemanfaatan barang atau jasa dengan membayar
tertentu yang dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan
perpindahan kepemilikan (hak milik)22. Menurut Dimyauddin Djuwaini, akad
ija>rah identik dengan akad jual beli, namun dalam akad ija>rah kepemilikan
barang dibatasi dengan waktu.
Secara harfiah, al-ija>rah bermakna jual beli manfaat yang juga merupakan
makna istilah syar’i. Al-ija>rah bisa diartikan sebagai akad pemindahan hak guna
atas barang atau jasa dalam batasan waktu tertentu, melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang23. Sedangkan
menurut hukum Islam, ija>rah artinya mempersewakan. Sedangkan menurut
istilah, ija>rah adalah akad atas manfaat barang atau jasa yang dilakukan oleh
pihak pemilik barang atau jasa dengan pihak penyewa menurut syarat-syarat
tertentu yang dibenarkan oleh syara’.24
22Adimarwan Karim. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan..., 137.
23 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 153.
24Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan dalam Islam, (Bandung:
21
Adapun secara termonologi, para ulama fiqih berbeda pendapat, antara
lain;
1. Menurut Ulama Hanafiyah, al-ija>rah adalah akad atas suatu kemanfaatan
dengan memberikan suatu imbalan.
2. Menurut Ulama Syafi’iyah, al-ija>rah adalah suatu jenis akad atau transaksi
terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh
dimanfaatkan, dengan cara imbalan tertentu.
3. Menurut Ulama Malikiyah dan Hanabilah, al-ija>rah adalah kepemilikan
suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tetentu dengan memberikan
suatu imbalan.25
4. Menurut Fatwa DSN-MUI, ija>rah merupakan akad perpindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan perpindahan
kepememilikan barang itu sendiri.26
5. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ija>rah adalah sewa barang
dengan jangka waktu tertentu dengan pembayaran.27
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, akad ija>rah ditentukan
berdasarkan waktu, waktu kerjanya ataupun juga waktu pembayarannya.
Menurut Ibnu Qayyim, konsep yang digunakan para fuqaha adalah tentang
25Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, (Damaskus: Darul Fikr, 2007), 525-526.
26Fatwa DSN-MUI No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ija>rah
22
pemanfaatan atas suatu barang bukan memilikinya. Sehingga akad ija>rah tidak
berlaku pada pepohonan, yang bertujuan untuk diambil buahnya karena buah
itu sendiri termasuk materi, sedangkan akad ija>rah itu hanya ditujukan pada
suatu manfaat. Demikian halnya dengan ija>rah pada binatang ternak yang
bertujuan untuk diambil susunya, diikarenakan susu binatang tersebut
termasuk materi28.
Jumhur ulama fiqih juga tidak membolehkan air mani hewan ternak
pejantan seperti sapi, kerbau, kuda, karena yang dimaksudkan dengan hal itu
adalah mendapatkan keturunan hewan, dan mani itu sendiri merupakan
termasuk kategori materi.
Demikian juga ulama fiqih tidak membolehkan ija>rah pada nilai tukar
uang, seperti dirham atau dinar, karena menyewakan hal itu berarti sama saja
dengan menghabiskan materinya. Sedangkan dalam ija>rah yang dituju hanyalah
manfaat dari suatu benda.29
Bila dilihat dari uraian di atas, mustahil manusia bisa hidup
berkecukupan tanpa ber-ija>rah dengan orang lain. Karena itu boleh dikatakan
bahwa pada dasarnya ija>rah itu adalah salah satu bentuk aktivitas antara dua
pihak yang berakad guna meringankan salah satu pihak atau saling
meringankan satu sama lain, dan juga merupakan cerminan bentuk
tolong-menolong yang diajarkan agama. Ija>rah merupakan salah satu jalan untuk
28 Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islami..., 527.
23
mengetahui keperluan manusia. Oleh sebab itu, para ulama menilai bahwa
ija>rah ini merupakan suatu hal yang boleh dan bahkan kadang-kadang perlu
dilakukan30.
B. Dasar Hukum Ija>rah
Ulama’ fiqh bersepakat bahwa i}ja>rah merupakan akad yang
diperbolehkan. Namun terdapat ulama yang tidak membolehkannya,
diantaranya Abu Bakar Asham, Ismail bin Ulayyah, Hasan Basri,
al-Qasyani, an-Nahrawani, dan Ibnu Kaisan. Dengan alasan, karena ija>rah adalah
menjual manfaat sedangkan manfaat-manfaat tersebut tidak bisa dihadirkan
pada saat akad. Sesuatu yang tidak ada, tidak dapat dilakukan jual beli atasnya.
Sebagaimana pula tidak diperbolehkan dalam jual beli dengan
menggantungnya sampai waktu tertentu (masa yang akan datang).31
Hal ini dibantah oleh Ibnu Rusyd yang mengatakan bahwa walaupun
manfaat tidak bisa dihadirkan pada saat akad, namun bisa dipenuhi ketika akad
telah berjalan. Syariat hanya memperhatikan manfaat-manfaat yang pada
umumnya sudah tercapai atau manfaat tersebut sudah seimbang antara tercapai
dan tidaknya32.
30 Ibid., 30.
31 Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islami..., 523.
24
Adapun dasar-dasar hukum atau rujukan yang membolehkan praktik
ija>rah di dalam al-Qur’an, as-Sunnah, dan al-Ijma’, yaitu;
Dasar hukum ija>rah dalam al-Qur’an;
1. Surat al-Zukhruf ayat 32
Artinya:
‚Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain, dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan‛. (Q.S. Al- Zukhruf: 32)33
Jadi maksud dari arti ‚atas sebagian mereka dapat mempergunakan
sebagian yang lain‛, bila dikaitkan dengan akad ija>rah yaitu manusia tidak
akan bisa hidup sendiri tanpa bergantung dengan bantuan dari orang lain,
khususnya dalam pekerjaan ataupun yang lain.
2. Surat al-Baqarah ayat 233
Artinya:
25
‚Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat
apa yang kamu kerjakan‛. (Q.S. Baqara>h: 233)34
Jadi menurut ayat di atas, diperbolehkan kita menyewa jasa orang
lain yang tidak kita miliki atau yang tidak mampu kita lakukan, dengan
catatan kita harus memberikan upah kepadanya. Jadi, akad ija>rah
menunjukan adanya jasa yang diberikan, dan adanya kewajiban melakukan
pembayaran yang patut atas jasa yang diterima.
3. Surat al-Qashas ayat 26
Artinya:
‚Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya". (Q.S. Al-Qashaas: 26)35
Jadi menurut ayat di atas, apabila kita ingin mempekerjakan
seseorang hendaknya mencari orang yang kuat dan dapat dipercaya.
Dasar hukum ija>rah dalam Hadist;
1. Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Yu’la, Ibnu Majah, Thabrani, dan
Thirmidzi
وُط ُ
َ ْْ ي َْا
ُ َ ْ َ
َ َ
ْ َ
َ يَ
ُ َ َ َ
(.
ور
ى و
ن و
با
ى رطا و
ىذ ارا و
)
Artinya:34 Ibid., Q.S Al-Baqarah ayat 233
26
‚Berikanlah olehmu upah orang bayaran sebelum keringatnya kering‛. (HR. Abu Yu’la, Ibnu Majah, Thabrani, dan Thirmidzi)36
Menurut Hadist di atas, pembayaran upah harus dilakukan sesuai
dengan kesepakatan atau sesuai dengan batas waktu yang tentukan. Kita
diperintahkan untuk segera dalam membayarkan upah, setidaknya kita
tidak menunda-nunda pemberian upah dari waktu yang disepakati.
2. Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari
بَنَْثيلَ
ُ ُووُ
ُنْ
،ٍلي َُُ
َ بَ
:
ي َثيلَ
َ َْ
ُنْ
،ٍمْ َ ُو
ْنَ
َ ي بَْ ي
ينْ
،َ ي َاُ
ْنَ
يل ي َو
ينْ
ي َ
،ٍل ي َو
ْنَ
ي َ
َ َ ْْ َ ُ
َ ي َر
ُ ي ا
،ُ ْنَ
ينَ
ي ينا
ىي َ
ُا
ي ْ َ َ
َمي َوَو
َ بَ
” :
َ بَ
ُ ي ا
َابَ َْ
:
ٌ َثَ َث
بَنَ
ْمُ ُ ْ َ
َ ْوَْ
،ي َابَ يقا
ٌ ُ َر
ىَطْ َ
ي
يُ
،َرَلَغ
ٌ ُ َرَو
َابَ
ّ ُ
َ َ َ َ
،ُ َنَََ
ٌ ُ َرَو
َ َ ْ َ ْو
ًري َ
َ ْوَْ ْوبَ
ُ ْنيا
َْ َو
ي يطْ ُْ
ُ َ ْ َ
Artinya:‚Telah menceritakan kepada saya Yusuf bin Muhammad berkata, telah
menceritakan kepada saya Yahya bin Sulaim dari Isma'il bin Umayyah dari
Sa'id bin Abi Sa'id dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Allah Ta'ala berfirman: ‚Ada tiga jenis orang yang aku berperang melawan mereka pada hari qiyamat, seseorang yang bersumpah atas namaku lalu mengingkarinya, seseorang yang berjualan orang merdeka lalu memakan (uang dari) harganya dan seseorang yang memperkerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namun tidak dibayar upahnya‛. (HR. Al-
Bukhari)37
Menurut Hadist di atas, Islam malarang kepada pemberi kerja
khususnya pengusaha atau majikan, yang menyuruh bekerja kemudian ia
mengingkari janjinya dengan tidak membayarkan upah pekerja. Bahkan
Rasulullah akan melaknat bagi siapapun yang berbuat demikian.
36 Qaswini al- Abi Muhammad bin Yazid, Sunan ibnu Majah, 1283.
27
Sedangkan landasan ijma’nya ialah semua ulama’ bersepakat, tidak
ada yang membantah kesepakatan (ijma’) ini, meskipun ada beberapa orang
diantara mereka yang berbeda pendapat tetapi hal itu tidak dianggap.38
C. Rukun dan Syarat Ija>rah
Untuk sahnya melakukan transaksi sewa-menyewa atau
upah-mengupah, ialah harus terpenuhinya rukun dari ija>arah, yaitu;
1. Pelaku akad, yaitu musta’jir (penyewa) adalah pihak yang menyewa, dan
mu’jir/muajjir (pemilik) pihak yang menyewakan;
2. Si}ghat akad, yaitu pernyataan i}jab dan qabu>l ;
3. Ujrah (imbalan atau upah); dan
4. Kemanfaatan dari objek akad (ma’jur)39.
Sedangkan syarat-syarat dalam transaksi ija>rah, adalah sebagai berikut;
1. Hendaknya pelaku akad adalah orang yang cakap hukum dan berakal,
sehingga mampu untuk membedakan antara baik dan buruk. Imam Syarfi’i
dan Hambali menambahkan satu syarat lagi, yaitu hendaklah orang yang
melakukan perjanjian sudah dewasa (baligh). Karena jika orang yang
melakukan perjanjian belum dewasa maka tidak sah, walapun mereka
mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk (mumayyiz)40.
38 Suhendi Hendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 116-117.
39 Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islami..., 524.
28
2. Kerelaan kedua pelaku akad dalam melakukan transaksi ija>rah, baik pihak
yang menyewa (musta’jir) maupun pihak yang menyewakan (muajjir).
3. Kemanfaatan dari objek ija>rah hendaknya diketahui secara sempurna,
supaya tidak menimbulkan perselisihan dikemudian hari. Seperti dalam
kejelasan tempat manfaatnya, jangka waktu, dan aspek-aspek lain, yang
intinya bila kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan.
4. Hendaknya objek akad dapat diserahterimakan. Bila yang disewakan adalah
motor maka motor tersebut sudah ada saat transaksi berlangsung.
5. Hendaknya objek ija>rah diperbolehkan secara syara’. Dengan kata lain,
tidak diperbolehkan menyewa barang yang bertentang dengan hukum
Islam. Seperti menyewa tempat untuk maksiat, untuk melakukan hiburan
yang diharamkan, mengajarkan sihir dan lain sebagainya.
6. Hendaknya pekerjaan yang ditugaskan bukan termasuk kategori ibadah
mahdhah, yaitu ibadah yang diwajibkan. Misalkan mengupahkan seseorang
untuk melakukan shalat atau berpuasa di bulan Ramadhan.
7. Tidak boleh mengambil manfaat dari pekerjaannya. Hal itu karena orang
yang disewa menimati hasil pekerjaannya sehingga ia sepertinya
melakukan semua itu untuk dirinya sendiri.41
8. Manfaat dari akad harus dimaksudkan dan biasa dicapai melalui akad
ija>rah. Misalnya, menyewa pohon untuk mejemur pakaian atau untuk
29
berlindung. Maka hal seperti ini tidak diperbolehkan dikarenakan manfaat
itu tidak dimasukkan dalam kegunaan pohon42.
D. Macam-Macam ija>rah
Ghufron A. Mas’adi mengatakan dalam bukunya Fiqh Muamalah
bahwa ija>rah sesungguhnya merupakan sebuah transaksi atas suatu manfaat.
Dari sini konsep ija>rah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu;
1. Ija>rah bil ‘Ain, adalah ija>rah yang memanfaatkan harta benda yang lazim
disebut persewaan, seperti sewa rumah, pertokoan, kendaraan, pakaian dan
lain-lain;
2. Ija>rah bil A’mal, adalah ija>rah yang mentransaksikan manfaat sumber daya
manusia seperti seorang pelayan, pekerja bangunan, arsitek, dan lain-lain,
yang lazim disebut pengupahan atau perburuhan.43
E. Pengertian Upah (Ujrah )
Upah dalam bahasa Arab penyebutannya disebut ujrah (ةرجأ)44. Ujrah
berasal dari kata al-Ajr yang bermakna sama dengan al-Tsawab. Dalam istilah
Arab dibedakan antara al-Ajr dan al-Ija>rah, ajr yaitu pahala dari Allah sebagai
42 Ibid., 541.
43Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), 183.
30
imbalan taat. Jadi, yang dimaksud upah dalam pembahasan ini adalah imbalan
yang diberikan atas pemanfaatan suatu jasa.
Sedangkan dalam UU Ketenagakerjaan dalam Pasal 1 (ayat 30) No. 13
Tahun 2003, yang berbunyi;
‚Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/jasa yang telah atau akan dilakukan‛.45
Menurut pernyataan Professor Benham yang dikutip oleh Afzalur
Rahman bahwa upah didefinisikan dengan sejumlah uang yang dibayar oleh
orang yang memberi pekerjaan kepada seorang pekerja atas jasanya sesuai
perjanjian46. Sedang pendapat ini disetujui oleh Nurimansyah Haribuan, yang
juga mendifinisikan bahwasannya upah adalah segala macam bentuk
penghasilan (earning) yang diterima buruh (tenaga kerja) baik berupa uang
ataupun barang dalam jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi47.
Jadi, upah (al-ujrah) yang dimaksud dalam pengertian di atas adalah
setiap harta yang diberikan sebagai kompensasi atas pekerjaan yang dilakukan
oleh manusia, baik berupa uang atau barang, yang memiliki nilai harta yaitu
yang dapat dimanfaatkan. Pembahasan upah dalam Islam terkategori pada
konsep ija>rah. Konsep ija>rah dalam kitab fiqih umumnya hanya berkisar pada
45 Undang-Undang No 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan.
46 Afzalur Rahman, Economic Doktrines of Islam, (Terj. Soeroyo dan Nastangin, ‚Doktrin Ekonomi
Islam‛ Jilid II), (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1995), 361.
31
persoalan sewa menyewa. Konsep sewa menyewa yang ditekankan adanya asas
manfaat. Maka dari itu, transaksi ija>rah yang tidak terdapat asas manfaat
hukumnya haram.
F. Dasar Hukum Ujrah
Landasan hukum yang membolehkan upah adalah firman Allah dan
Hadist Rasulullah. Sebagai Allah berfirman dalam al-Qur’an, yang berbunyi;
1. Surat at-Taubah ayat 105
Artinya:
‚Dan katakanlah : "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui akan ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan." (Q.S> at-Taubah
: 105)48
Jadi menurut ayat di atas, setiap pekerjaan yang kita lakukan pasti
akan mendapatkan suatu balasan atau upah. Apabila kita tidak
mendapatkan upah dari hasil bekerja kepada sesama manusia, maka Allah
akan tetap membalas segala upaya kita. Meskipun pembalasannya tidak
berupa materil.
32
2. Surat Az- Zukhruf ayat 32
Artinya:
‚Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan‛.(Q.S. Az- Zukhruf: 32)49
Ayat di atas menegaskan bahwa penganugerahan rahmat Allah,
semata-mata adalah wewenang Allah, bukan manusia. Allah telah
membagi-bagi sarana penghidupan manusia dalam kehidupan dunia, karena
mereka tidak dapat melakukannya sendiri, sehingga membutuhkan atas
sebagian yang lain. Mereka dapat saling tolong-menolong dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Karena itu masing-masing saling membutuhkan
dalam mencari dan mengatur kehidupannya, sehingga mereka dapat meraih
kebahagiaan duniawi dan ukhrawi50.
3. Surat Ali>-Imran ayat 57
49 Ibid., Q.S Az-Zukhruf ayat 32
50 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 12, (Ciputat :
33
Artinya:
‚Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang
saleh, Maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim‛.(Q.S. Ali-‘Imra>n: 57)51
Jadi menurut ayat di atas, setiap pekerjaan yang dilakukan oleh
orang yang bekerja harus dihargai, dengan cara diberi upah atau gaji.
Karena bila kita tidak memberikan upah bagi para pekerja adalah suatu
kezaliman yang tidak disukai Allah.
Sedangkan dasar hukum yang membolehkan upah (ujrah) dalam hadis,
ialah;
4. Hadist Yang diriwayatkan oleh Bukhari
”
َ بَ
ُ ي ا
َابَ َْ
:
ٌ َثَ َث
بَنَ
ْمُ ُ ْ َ
َ ْوَْ
،ي َابَ يقا
ٌ ُ َر
ىَطْ َ
ي
يُ
،َرَلَغ
ٌ ُ َرَو
َابَ
ّ ُ
َ َ َ َ
،ُ َنَََ
ٌ ُ َرَو
َ َ ْ َ ْو
ًري َ
َ ْوَْ ْوبَ
ُ ْنيا
َْ َو
ي يطْ ُْ
ُ َ ْ َ
(.
ور
يربخ ا
)
Artinya:‚Telah menceritakan kepada saya Yusuf bin Muhammad berkata, telah
menceritakan kepada saya Yahya bin Sulaim dari Isma'il bin Umayyah dari
Sa'id bin Abi Sa'id dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Allah Ta'ala berfirman: Ada tiga jenis orang yang aku berperang melawan mereka pada hari qiyamat, seseorang yang bersumpah atas namaku lalu mengingkarinya, seseorang yang berjualan orang merdeka lalu memakan (uang dari) harganya dan seseorang yang memperkerjakan pekerja kemudian pekerja itu
menyelesaikan pekerjaannya namun tidak dibayar upahnya‛. (H.R.
al-Bukhari).52
Jadi menurut Hadist di atas sangat di atas, Islam malarang kepada
pemberi kerja khususnya pengusaha, majikan, yang menyuruh bekerja
51 Kementrian Agama RI..., Q.S Ali> Imra>n ayat 57
34
kemudian yang mengingkari janjinya, dengan tidak membayarkan upahnya.
Bahkan Rasulullah akan melaknat bagi siapapun yang berbuat demikian.
5. Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Yu’la dan Ibnu Majah dan Thabrani
dan Thilmidzi
وُط ُ
َ ْْ ي َْا
ُ َ ْ َ
َ َ
ْ َ
َ يَ
ُ َ َ َ
(.
ور
ى و
ن و
با
ى رطا و
ىذ ارا و
)
Artinya:‚Berikanlah olehmu upah orang bayaran sebelum keringatnya kering‛(HR. Abu Yu’la, Ibnu Majah, Thabrani, dan Thirmidzi).53
Menurut Hadist di atas, pembayaran upah harus dilakukan sesuai
dengan kesepakatan atau sesuai dengan batas waktu yang tentukan. Kita
diperintahkan untuk segera dalam membayarkan upah, setidaknya kita
tidak menunda-nunda untuk memberikan upah dari waktu yang disepakati.
G. Syarat-Syarat Ujrah
Menurut Wahbah Zuhaili, syarat-syarat ujrah itu ada dua macam, yaitu
sebagai berikut;
1. Hendaknya upah tersebut yang bernilai dan dapat diketahui. Maksudnya;
a. Upah berupa harta yang berguna dan bermanfaat;
b. Upah tersebut harus diketahui, hal ini untuk mencegah terjadinya
perselisihan dikemudian hari. Untuk mengetahui upah dapat dilakukan
dengan isyarat, penetuan, dan juga dengan penjelasan.54 Apabila
53 Qaswini al- Abi Muhammad bin Yazid, Sunan ibnu Majah..., 1283.
35
mempekerjakan orang dengan upah makan, merupakan contoh upah
yang tidak jelas karena mengandung unsur jihalah (ketidakpastian).
Ija>rah seperti ini menurut jumhur ulama, selain malikiyah tidak sah.
Ulama malikiyah menetapkan keabsahan ija>rah tersebut sepanjang
ukuran upah yang dimaksudkan dan dapat diketahui serta berdasarkan
adat kebiasaan55.
c. Penjelasan waktu. Ulama Hanafiyah tidak mensyaratkan untuk
menetapkan awal waktu akad, sedangkan ulama Syafi’iyah
mensyaratkannya, sebab bila tidak dibatasi hal itu dapat menyebabkan
ketidaktahuan waktu yang wajib dipenuhi56.
Bila upah yang menjadi bagian dari obyek, terdapat dua ketentuan;
1) Tidak diperbolehkan dengan alasan, karena tidak diketahui kejelasan
nilai upah dari objeknya. Misalkan pengupahan kulit dengan hewan yang ia
kuliti, dan ia tidak dapat diketahui apakah kulit itu bisa berhasil dilepas
dengan baik sehingga hasilnya bagus atau tidak;
2) Diperbolehkan, dengan alasan karena menyewa dengan upah bagian yang
nilainya dapat diketahui, dan nilai dari bagian objek itu juga jelas.
2. Upah tidak berbentuk manfaat yang sejenis dengan Mauqud Alaihi (Objek
Akad). Misalkan ija>rah tempat tinggal dibayar dengan tempat tinggal;
55 Ibid.
56 Taqyudidin an-Nabhani, al-Niza>m al-Iqtisa>di Fi al-Islam, (Terj. M. Magfur Wachid: Membangun
36
ija>rah dalam pertanian dibayar dengan pertanian. Syarat ini menurut
Malikiyah merupakan cabang dari riba, dengan alasan, adanya satuan jenis,
sehingga salah satu pihak menjadi terlambat dalam menerima manfaat
secara seutuhnya.57
H. Ujrah
Upah diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu;
1. Upah yang sepadan (al-ujrah al-mis}li)
Ujrah al-misl}i adalah upah yang sepadan dengan kerjanya serta sepadan
dengan jenis pekerjaannya, sesuai dengan jumlah nilai yang disebutkan dan
disepakati oleh kedua belah pihak. Pada saat transaksi pembelian jasa, maka
dengan itu untuk menentukan tarif upah atas kedua belah pihak yang
melakukan transaksi pembeli jasa, tetapi belum menentukan upah yang
disepakati maka mereka harus menentukan upah yang wajar sesuai dengan
pekerjaannya atau upah yang dalam situasi normal biasa diberlakukan dan
sepadan dengan tingkat jenis pekerjaan tersebut58.
Tujuan ditentukan tarif upah yang sepadan adalah untuk menjaga
kepentingan kedua belah pihak, baik penjual jasa, maupun pembeli jasa, dan
menghindarkan adanya unsur eksploitasi di dalam setiap transaksi-transaksi
57 Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islami..., 546.
37
dengan demikian, melalui tarif upah yang sepadan, setiap perselisihan yang
terjadi dalam transaksi jual beli jasa akan dapat terselesaikan secara adil59.
2. Upah yang telah disebutkan (al-ujrah al-musa>mma)
Upah yang disebut (ujrah al-musa>mma) syaratnya ketika disebutkan
harus disertai adanya kerelaan kedua belah pihak yang sedang melakukan
transaksi ija>rah. Dengan demikian, pihak musta’jir tidak boleh dipaksa untuk
membayar lebih besar dari apa yang telah disebutkan, sebagaimana pihak
muajjir juga tidak boleh dipaksa untuk mendapatkan lebih kecil dari apa yang
yang telah disebutkan, melainkan upah tersebut merupakan upah yang wajib
mengikuti ketentuan syara’. Apabila upah tersebut disebutkan pada saat
melakukan transaksi, maka upah tersebut pada saat itu merupakan upah yang
disebutkan (a>jrun musa>mma).60
I. Macam-Macam Ujrah
Adapun macam-macam upah pada awalnya terbatas dalam beberapa
jenis saja, tetapi setelah terjadi perkembangan dalam bidang muamalah pada
saat ini, maka jenisnya pun sangat beragam, diantaranya:
1. Upah perbuatan taat. Menurut mazhab Hanafi, menyewa orang untuk
shalat, atau puasa, atau menunaikan ibadah haji, atau membaca al-Qur’an,
atau pun untuk azan, tidak dibolehkan, dan hukumnya diharamkan dalam
59 Ibid
38
mengambil upah atas pekerjaan tersebut. Karena perbuatan yang tergolong
taqarrub apabila berlangsung, pahalanya jatuh kepada si pelaku, karena itu
tidak boleh mengambil upah dari orang lain untuk pekerjaan itu61.
2. Upah mengajarkan Al-Qur'an. Pada saat ini para fuqaha menyatakan bahwa
boleh mengambil upah dari pengajaran al-Qur’an dan ilmu-ilmu syariah
lainnya, karena para guru membutuhkan penunjang kehidupan mereka dan
kehidupan orang-orang yang berada dalam tanggungan mereka. Dan waktu
mereka juga tersita untuk kepentingan pengajaran al-Qur’an dan ilmu-ilmu
syariah tersebut, maka dari itu diperbolehkan memberikan kepada mereka
sesuatu imbalan dari pengajaran ini62.
3. Upah sewa-menyewa tanah. Dibolehkan menyewakan tanah dan
disyaratkan menjelaskan kegunaan tanah yang disewa, jenis apa yang
ditanam di tanah tersebut, kecuali jika orang yang menyewakan
mengizinkan ditanami apa saja yang dikehendaki. Jika syarat-syarat ini
tidak terpenuhi, maka ija>rah dinyatakan fasid (tidak sah)63.
4. Upah sewa-menyewa kendaraan. Boleh menyewakan kendaraan, baik
hewan atau kendaraan lainnya, dengan syarat dijelaskan tempo waktunya,
atau tempatnya. Disyaratkan pula kegunaan penyewaan untuk mengangkut
61 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Jakarta : Pena Pundi Aksara CetI, 2006), 207.
62 Ibid
39
barang atau untuk ditunggangi, apa yang diangkut dan siapa yang
menunggangi64.
5. Upah sewa-menyewa rumah. Menyewakan rumah adalah untuk tempat
tinggal oleh penyewa, atau si penyewa menyuruh orang lain untuk
menempatinya dengan cara meminjamkan atau menyewakan kembali,
diperbolehkan dengan syarat pihak penyewa tidak merusak bangunan yang
disewanya. Selain itu pihak penyewa mempunyai kewajiban untuk
memelihara rumah tersebut, sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat65.
6. Upah pembekaman. Usaha bekam tidaklah haram, karena Nabi Saw. pernah
berbekam dan beliau memberikan imbalan kepada tukang bekam itu,
sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim
dari Ibnu ‘Abbas. Jika sekiranya haram, tentu beliau tidak akan
memberikan upah kepadanya66. Sebagaimana dalam hadist yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas, yang berbunyi;
بَنَْثيلَ
ىَووُا
ُنْ
َ ي بَْ ي
بَنَْثيلَ
ٌ ْ َُو
بَنَْثيلَ
ُنْ
ٍ ُوبَ
ْنَ
ي ي َ
ْنَ
ينْ
ٍ بي َ
َ ي َر
ُ ي ا
بَ ُ ْْنَ
َ بَ
َمَ َ ْ
ي ينا
ىي َ
ُ ي ا
ي ْ َ َ
َمي َوَو
ىَطْ َ َو
َ بي َْا
Artinya:Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Wuhaib telah menceritakan kepada kami Ibnu Thowus dari
bapaknya dari Ibnu 'Abbas radliallahu ‘anhuma berkata; Nabi shallallahu
64Rahmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 133.
65 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah..., 212.
40
‘alaihi wasallam berbekam dan memberi upah tukang bekamnya. (HR.
al-Bukhari dan Muslim)67
7. Upah menyusui anak. Dalam al-Qur’an sudah disebutkan bahwa
diperbolehkan memberikan upah bagi orang yang menyusukan anak,
sebagaimana yang tercantum dalam surah al-Baqarah ayat 233;
Artinya:
‚Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan‛. (Q.S. Al-Baqarah, 233)68
67 Ibid.
BAB III
DESKRIPSI SISTEM PENGUPAHAN BERDASARKAN KELEBIHAN TIMBANGAN
A. Deskripsi tentang Lokasi Penelitian
1. Letak geografis
Desa Mingkung Jaya terletak di wilayah Kecamatan Sungai Gelam
Kabupaten Muaro Jambi di Provinsi Jambi. Secara administratif, Desa
Mingkung Jaya terdiri dari 3 Dusun, 24 RT (Rukun Tetangga) dan 3 RW
(Rukun Warga) dengan luas wilayah 1.142,57 Hektar.
Secara topografi, ketinggian Desa Mingkung Jaya adalah berupa
dataran sedang yaitu sekitar 30 meter di atas permukaan air laut. Dengan
jenis tanah 70 persen tanah biasa, 15 persen lahan gambut dan 15 persen
tanah lempung. Sedangkan jarak dengan ibu kota kecamatan Sungai Gelam
berjarak 35 kilometer. Sedang jarak tempuh antara Desa Mingkung Jaya
dengan Ibu kota Kabupaten Muaro Jambi berjarak 105 kilometer.69
Desa Mingkung Jaya jika dilihat dari letak geografis daerah
berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara : Desa Sungai Gelam
b. Sebelah Selatan : Provinsi Sumatra Selatan
c. Sebelah Timur : Desa Sungai Gelam dan Provinsi Sumatra Selatan
d. Sebelah Barat : Desa Petaling Jaya dan Desa Sido Mukti
[image:53.595.132.505.110.542.2]
42
Gambar 3.1 Peta Desa Mingkung Jaya
2. Keadaan sosial penduduk
Penduduk Desa Mingkung Jaya adalah warga negara Indonesia yang
berasal dari pulau Jawa dan menetap sejak tahun 1990-an bersama
masyarakat Jambi. Juga beberapa warga pendatang dari daerah lain, seperti
Minang, Batak, dan Bugis. Data terbaru yang diperbaharui pada bulan Mei
2016, tercatat penduduk di Desa Mingkung Jaya berjumlah 3.884 jiwa.
Terdiri dari 821 KK (Kepala Keluarga), dengan rincian 1.663 laki-laki dan
1.221 perempuan, 70 sebagaimana berikut:
43
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia71
NO Usia Jumlah Prosentase
1 0-5 102 Jiwa 16,16%
2 6-10 116 Jiwa 14,97%
3 11-15 376 Jiwa 5,10%
4 16-20 385 Jiwa 6,38%
5 21-25 341 Jiwa 9,41%
6 26-30 402 Jiwa 9,51%
7 31-35 387 Jiwa 5,12%
8 36-40 409 Jiwa 5,19%
9 41-45 413 Jiwa 5,59%
10 46-50 376 Jiwa 6,48%
11 51-55 411 Jiwa 6,25%
12 56-60 56 Jiwa 4,86%
13 ≥ 60 132 Jiwa 4,98%
3.884 Jiwa 100%
3. Keadaan sosial ekonomi
Tingkat pendapatan penduduk Desa Mingkung Jaya rata-rata sebesar <