UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP PENGUKURAN MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS 1 DENGAN
MENGGUNAKAN METODE PERMAINAN DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
SD NAHDLATUL ULAMA SLEMAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Isnaeni Marzuqi NIM 07108248402
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
MOTTO
”Jangan bandingkan dirimu dengan siapapun didunia ini, jika kamu begitu, maka
kamu menghina dirimu sendiri” (Bill Gates)
“Jangan menyerah. Bayangkan gembiranya orang-orang yang selama ini
mengharapkan anda gagal. Jangan berhenti. Masih ada kemungkinan semuanya
ini akan membaik.” (Mario Teguh)
“Hikmah adalah barang hilang milik orang beriman, dimanapun ia temukan,
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tua dan adik-adik tercinta yang telah memberikan do’a, kasih sayang, nasehat, motivasi, dan pengorbanan.
2. Kepada Guru-guruku yang telah membimbing hingga hari ini dengan sepenuh
hati dan kasih sayang.
3. Almamater tercinta, FIP Universitas Negeri Yogyakarta.
UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP PENGUKURAN MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS 1 DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERMAINAN DENGAN PENDEKATAN
CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) SD NAHDLATUL ULAMA SLEMAN YOGYAKARTA
Oleh: Isnaeni Marzuqi NIM. 07108248402
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep pengukuran mata pelajaran matematika dengan menggunakan metode permainan dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) kelas 1 SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta.
Jenis penelitian yang aka dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom action research). Model penelitiannya adalah model spiral Kemmis dan Mc Taggert (Pardjono, 2007: 22-23), yaitu berupa perangkat-perangkat atau uraian-uraian dengan satu perangkat yang terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subyek penelitian ini adalah 25 siswa kelas 1 SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta. Adapun metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah dengan analisis deskriptif kuantitatif dengan teknik effect size.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode permainan efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan pengukuran mata pelajaran matematika. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan rerata post-test siklus I sebesar 76,88 menjadi 83,72 pada siklus II. Hasil observasi partisipasi siswa menunjukkan terjadi peningkatan dari siklus I sebesar 16,5 menjadi 19,9 pada siklus II.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan ridho serta karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk
memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya
suatu usaha maksimal, bimbingan serta bantuan baik moril maupun materiil dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih kepada orang-orang berikut ini.
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta telah memberi ijin untuk mengadakan
penelitian.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberi ijin untuk mengadakan
penelitian.
3. Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberi ijin untuk
mengadakan penelitian.
4. Ketua Jurusan PPSD yang telah membantu memberikan kemudahan dalam
membuat skripsi ini.
5. Ibu Dr. Insih Wilujeng, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Bapak dan ibu dosen prodi PGSD yang telah memberikan ilmu dan wawasan
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………....
HALAMAN PERSETUJUAN………..
SURAT PERNYATAAN ………
DAFTAR GRAFIK ………..
DAFTAR GAMBAR ………... DAFTAR LAMPIRAN ……… BAB 1 PENDAHULUAN ………...
A. Latar Belakang ………...………
B. Identifikasi Masalah ………...
C. Batasan Masalah ……….
D. Rumusan Masalah ………..
E. Tujuan Penelitian ………
F. Manfaat Penelitian ……….. BAB II KAJIAN PUSTAKA ………... A. Metode Permainan ………...…..
B. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ……….
C. Pemahaman Konsep ………... D. Pokok Bahasan Pengukuran ……….. E. Hipotesis Tindakan ………. BAB III METODE PENELITIAN ………..
A. Jenis Penelitian ………..
B. Model Penelitian ……… C. Setting Penelitian ……… D. Rencana Tindakan Penelitian ………. E. Instrument Penelitian ……….. F. Kriteria Keberhasilan Tindakan ………..
G. Validitas ……….
H. Analisis Data Hasil Penelitian ……… I. Indikator Keberhasilan Penelitian ……… BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. A. DESKRIPSI DATA ………... B. HASIL PENELITIAN ……… C. PEMBAHASAN ……… D. KETERBATASAN PENELITIAN ……… BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kisi-kisi instrument observasi proses pembelajaran siswa …... 23 Tabel 2 Pedoman Penilaian Soal Hasil Belajar ……….. 24 Tabel 3 Subyek penelitian dan hasil belajar sebelum tindakan ………. 28 Tabel 4 Hasil Belajar Matematika Sebelum Tindakan Kelas ………… 29 Tabel 5 Hasil Post-test Siklus I kelas I SD Nahdlatul Ulama ………… 36 Tabel 6 Hasil Post-test Siklus II kelas I SD Nahdlatul Ulama ……….. 45 Tabel 7 Rekapitulasi Hasil Post-test Siklus I dan II kelas I SD
Nahdlatul Ulama ………...
48
DAFTAR GRAFIK
xiv
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Silabus mata pelajaran matematika kelas 1 ………. 55
Lampiran 2 Surat keterangan validasi ……… 65
Lampiran 3 Hasil belajar sebelum tindakan ………... 66
Lampiran 4 Hasil post test siklus 1 ………. 67
Lampiran 5 Hasil post test siklus 2 ………. 68
Lampiran 6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 ……… 69
Lampiran 7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 ……… 79
Lampiran 8 Lembar Kerja Siswa ……… 89
Lampiran 9 Lembar Observasi .……….. 90
Lampiran 10 Kisi-kisi penilaian tertulis ……….. 92
Lampiran 11 Soal evaluasi ……… 95
Lampiran 12 Foto pelaksanaan penelitian ……… 96
Lampiran 13 Revisi kisi-kisi soal evaluasi ……….. 98
Lampiran 14 Revisi soal evaluasi ………. 100 Lampiran 15 Surat keterangan telah melakukan penelitian ……….
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna di antara
makhluk lainnya. Bukti kesempurnaan itu adalah manusia diberi akal, hati dan
fikiran oleh Alloh SWT. Tentunya kesempurnaan tersebut perlu diasah dan
dikembangkan guna menuju kehidupan yang lebih baik. Pendidikan
merupakan salah satu cara pembentukan kemampuan manusia untuk
menggunakan rasional seefektif dan seefisien mungkin sebagai jawaban dalam
menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam usaha menciptakan masa
depan yang baik.
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berorientasi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional, diperlukan suatu inovasi dalam metode, media,
dan pendekatan pembelajaran (Sumaryanta, 2009 : 2).
Dalam pelaksanaannya, sebenarnya banyak sekali metode, media dan
lemahnya penguasaan guru terhadap inovasi pembelajaran, suasana
pembelajaran kelas cenderung membosankan. Penerapan metode, media dan
pendekatan pembelajaran tentunya harus sesuai dengan mata pelajaran dan
materinya.
Maksud dan tujuan suatu pendekatan adalah untuk terciptanya komunikasi
multi arah antara guru dengan peserta didik dan peserta didik dengan peserta
didik lainnya sehingga tercipta suasana demokrasi di dalam kelas dan tidak
didominasi oleh peran guru secara berlebihan (Abd. Rahman Asegap, 2004 :
97). Demokrasi pendidikan timbul dikarenakan adanya rasa hormat terhadap
harkat sesama manusia, faham bahwa setiap manusia memiliki perubahan
kearah pikiran yang sehat dan rela berbakti untuk kepentingan bersama ( Tri
Prasetya, 1997 : 160 ).
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang penting sebagai pengantar
ilmu-ilmu pengetahuan yang lain dan banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Pengajaran matematika tidak hanya ditekankan pada kemampuan
berhitung, tetapi pada konsep-konsep matematika yang berkenaan dengan
ide-ide yang bersifat abstrak. Pembelajaran matematika dapat menggunakan
berbagai macam pendekatan ataupun metode. Metode yang bervariasi akan
menambah antusiasme siswa dalam belajar (Martha Kaudfelt, 2008 : 1).
Sehingga materi akan mudah diserap.
Pembelajaran matematika dapat dilaksanakan dengan menggunakan alat
karena akan membantu siswa untuk lebih memahami dan menguasai materi
yang diajarkan. Dengan alat peraga siswa dapat melihat, meraba, dan
mengungkapkan dengan memikirkan secara langsung obyek yang sedang
mereka pelajari. Media ini diharapkan dapat mengantarkan siswa pada
pemahaman konsep karena telah mempraktikkan materi yang disampaikan
guru.
Kreatifitas pembelajaran yang digunakan sangatlah menentukan tinggi
rendahnya kemampuan penalaran siswa untuk berfikir kreatif dan inovatif.
Faktor utama dalam pendekatan pembelajaran adalah guru. Disamping
ketersediaan sarana pendukung, guru merupakan ujung tombak transformasi
ilmu pengetahuan. Sehingga, untuk mencapai keberhasilan dalam proses
pembelajaran yang akan berakibat pada hasil belajar diperlukan peran aktif
guru dengan melibatkan para siswa dalam pembelajaran.
Hal ini sebagaimana terjadi pada siswa kelas I SD Nahdlatul Ulama
Sleman, Yogyakarta. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti tanggal 13
Februari 2012. Di kelas I SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta, bahwa
pelaksanaan pembelajaran matematika masih menggunakan metode
ekspositori, yaitu guru menjelaskan materi di depan kelas, sehingga siswa
kelas I SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta ini merasa bosan dan kurang
begitu antusias dalam mengikuti pembelajaran. Dalam pembelajaran di kelas,
Guru masih berorientasi pada penyelesaian materi yang ada di buku, sehingga
siswa merasa pembelajaran itu adalah menyelesaikan tugas, belum merasakan
konsep dasar materi yang diajarkan. Prestasi siswa juga masih banyak yang
dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) 70. Rata-rata prestasi yang
didapat siswa yaitu 63, 04. (Daftar nilai terlampir di lampiran 6).
Berdasarkan hasil wawancara peneliti tanggal 14 Februari 2012 di kelas I
SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta, diperoleh informasi bahwa
pembelajaran matematika di kelas 1 masih mempunyai beberapa masalah
antara lain: pembelajaran masih didominasi dengan metode
ekspositori/ceramah, rendahnya peran serta siswa dalam pembelajaran
dikarenakan siswa lebih senang bermain dengan teman sebangkunya, siswa
kurang konsentrasi mengikuti pelajaran dan tidak memperhatikan penjelasan
guru, sehingga siswa kurang memahami konsep materi yang dan ajarkan, juga
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Melihat permasalahan di kelas I SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta
di atas, peneliti mencoba memberi solusi dengan menerapkan metode
permainan menggunakan alat peraga dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai metode yang diharapkan dapat lebih efektif dan berdampak positif terhadap hasil belajar matematika siswa. Dengan metode
permainan, suasana pembelajaran akan lebih terarah sesuai dengan kegemaran
siswa bermain. Guru menjalani fungsinya sebagai pengarah, sementara peserta
didik dapat bermain sambil belajar sesuai dengan arahan guru. Suasana
kompetisi yang sehat terbangun. Tidak ada kekerasan dan tidak ada yang
Penelitian yang akan dilakukan dengan menggunakan metode permainan
dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini diterapkan pada pokok bahasan pengukuran (berat, waktu, dan jarak). Pada pokok
bahasan ini, banyak diantara siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan
menyelesaikan soal-soalnya. Walaupun dalam keseharian mereka banyak
menemuinya, tetapi karena pembelajaran yang membosankan siswa, sehingga
materi yang sebenarnya mudah menjadi sulit. Pembelajaran matematika
dengan pokok bahasan pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan
metode permainan, karena sesuai dengan psikologi perkembangan bahwa anak
kelas 1 termasuk dalam usia bermain, dan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dirasa cocok karena mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari yang dialami siswa untuk mengantarkan mereka kepada
konsep dan pemahaman terhadap materi sehingga pembelajaran terasa lebih
bermakna untuk siswa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dapat diidentifikasi
permasalahan yang terjadi di SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta
sebagai berikut:
1. Pembelajaran masih didominasi dengan menggunakan metode ceramah,
sehingga menyebabkan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran di
kelas
3. Belum diterapkannya pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL)
4. Siswa belum memahami konsep materi yang diajarkan, terbukti dari
rendahnya rata-rata nilai matematika yang kurang dari kriteria ketuntasan
minimal (KKM) 70, yaitu 63,04.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti membatasi permasalahan yang
diteliti. Metode yang digunakan adalah metode permainan dengan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) guna mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Pokok bahasan yang diteliti hanya pokok
bahasan pengukuran. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini hanya terbatas pada pemanfaatan benda di lingkungan sekitar siswa dengan
menekankan pada keaktifan siswa. Sebagai penunjang hasil belajar yang
maksimal, penelitian ini menggunakan media pembelajaran yang berupa alat
peraga. Alat peraga disini adalah alat peraga sederhana, yaitu alat peraga yang
dapat dihasilkan dari benda-benda di lingkungan sekitar maupun membuat
sendiri. Kemudian hasil belajar di sini mengarah pada hasil akhir belajar
siswa, yaitu nilai siswa.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah, maka masalah pokok penelitian yang dapat
dirumuskan adalah bagaimanakah proses pembelajaran menggunakan metode
sehingga meningkatkan pemahaman konsep pengukuran pada siswa kelas I
SD Nahdlatul Ulama Sleman?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses
pembelajaran matematika menggunakan metode permainan dengan
pendekatan contextual Teaching and Learning (CTL) sehingga meningkatkan pemahaman konsep pembahasan pengukuran pada siswa kelas 1 SD Nahdlatul
Ulama.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan beberapa manfaat,
diantaranya:
1. Bagi Siswa
a. Siswa lebih mudah memahami konsep karena pembelajaran
disesuaikan dengan masalah keseharian dan lingkungan sekitar
b. Siswa menjadi lebih senang dan aktif dalam pembelajaran matematika
di kelas
c. Siswa lebih akrab dengan teman kelompok bahkan teman sekelas.
2. Bagi Guru
a. Dapat digunakan sebagai bahan rujukan model pembelajaran
matematika guna meningkatkan dan mengembangkan proses
pembelajaran
3. Bagi Kepala Sekolah
a. Memotivasi guru untuk berkreatifitas dalam menfasilitasi siswa belajar
matematika
b. Sebagai bahan evaluasi perkembangan pembelajaran matematika.
4. Bagi Peneliti
a. Dapat memberikan gambaran fakta di lapangan dengan jelas penerapan
metode permainan menggunakan alat peraga dengan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) pada pembelajaran matematika
b. Dapat digunakan sebagai informasi kependidikan dan bahan rujukan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Metode Permainan
Metode dapat berarti cara ilmiah, jalan, prosedur ilmiah, dengan istilah
lain metode yaitu cara yang dianggap efisien yang digunakan guru untuk
menyampaikan mata pelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai
dengan efektif. Menurut piaget (Elizabeth B. Harlock, 1990 : 320), bermain
adalah terdiri dari tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan
fungsional. Bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan atau
tekanan dari luar. Sedangkan menurut Bettelheim, kegiatan bermain adalah
kegiatan yang mempunyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain
sendiri dan tidak ada hasil akhir yang dimaksud dalam realitas luar.
Sedangkan permainan merupakan suatu perbuatan yang mengandung
keasyikkan dan dilakukan atas kehendak sendiri, bebas, tanpa paksaan
dengan tujuan untuk memperoleh kesenangan pada waktu melakukan
kegiatan tersebut.
Permainan merupakan kegiatan yang membutuhkan
komponen-komponen agar dapat disebut permainan. Diantara komponen-komponen permainan
antara lain (Arif S. Sadiman, dkk, 2009 : 76) :
1. Adanya pemain (pemain-pemain)
2. Adanya lingkungan dimana para pemain berinteraksi 3. Adanya aturan-aturan main, dan
Metode permainan dalam penggunaannya mempunyai kelebihan dan
kelemahan. Diantara kelebihannya antara lain ( Arif S. Sadiman, dkk,
2009:78) :
1. Permainan adalah sesuatu yang menyenangkan untuk dilakukan dan sesuatu yang menghibur.
2. Permainan memungkinkan adanya partisipasi aktif dari siswa untuk belajar.
3. Permainan dapat memberikan umpan balik langsung.
4. Permainan memungkinkan penerapan konsep-konsep ataupun peran-peran ke dalam situasi dan peranan yang sebenarnya di masyarakat.
5. Permainan bersifat luwes.
6. Permainan dapat dengan mudah dibuat dan diperbanyak.
Metode permainan juga mempunyai beberapa kelemahan ( Arif S.
Sadiman, dkk, 2009:79), yaitu :
1. Tidak semua topik dapat disajikan dengan permainan. Makin tinggi tingkatnya makin sukar disajikan. Disamping itu permainannya harus dibuat sendiri.
2. Memakan waktu yang banyak.
3. Pengajaran mungkin akan terganggu apabila diadakan aturan menang, kalah. Sehingga anak yang menang beberapa kali tidak mau bermain lagi dan anak yang kalah tidak mau ambil bagian dalam pertandingan tersebut. 4. Permainan mungkin akan mengganggu ketenangan kelas disekitarnya.
Jadi metode permainan adalah cara ilmiah yang digunakan guru untuk
menyampaikan pelajaran dengan sesuatu yang mengandung keasyikkan dan
dilakukan atas kehendak siswa.
B. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
Kontekstual berasal dari bahasa inggris (asal bahasa latin con = with dan
mengikuti konteks serta dapat dimaknai yang membawa maksud, makna dan
kepentingan.
Pendekatan CTL merupakan suatu konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antar materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa mengembangkan kedua hal tersebut. Dengan konsep itu,
hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi
pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
CTL merupakan sebuah sistem yang menyeluruh. Sistem CTL adalah
sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat
makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan
keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya
mereka (Elaine B. Johnson, 2002 : 67 ). Untuk mencapai tujuan ini, sistem
tersebut meliputi delapan komponen, yaitu membuat keterkaitan-keterkaitan
yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran
yang diatur sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu
individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan
Menurut Priyatni dalam Hasnawati (2006: 56) pembelajaran yang
dilaksanakan dengan menggunakan metode kontekstual memiki karakteristik
sebagai berikut:
1. Pembelajaran yang dilaksanakan dalam konteks yang otentik, artinya
pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam
memecahkan masalah nyata yang dihadapi.
2. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan
tugas-tugas yang bermakna.
3. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna
kepada siswa.
4. Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, dan
saling mengoreksi.
5. Kebersamaan, kerjasama, dan saling memahami satu dengan yang lain
secara mendalam merupakan aspek pembelajaran yang menyenangkan.
6. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif dan
mementingkan kerjasama.
7. Pembelajaran dilaksanakan dengan cara menyenangkan.
Mardapi dalam Hasnawati (2006:57) mengemukakan bahwa kegiatan dan
strategi yang ditampilkan dalam pembelajaran kontekstual dapat berupa
kombinasi dari kegiatan berikut:
1. Pembelajaran autentik, yaitu pembelajaran yang memungkinkan siswa
belajar dengan konteks yang bermakna, sehingga menguatkan berpikir
dan keterampilan memecahkan masalah-masalah penting dalam
2. Pembelajaran berbasis inquiri, yaitu memaknakan strategi pengajaran
dengan metode-metode sains, sehingga diperoleh pembelajaran yang
bermakna.
3. Pembelajaran berbasis masalah, yaitu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah-masalah yang ada di dunia nyata atau
disekelilingnya sebagai konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis
dan keterampilan memecahkan masalah, dan untuk memperoleh konsep
utama suatu mata pelajaran.
4. Pembelajaran layanan, yaitu metode pembelajaran yang menggabungkan
layanan masyarakat dengan struktur sekolah untuk merefleksikan
layanan, menekankan hubungan antara layanan yang dialami dan
pembelajaran akademik di sekolah.
5. Pembelajaran berbasis kerja, pendekatan pembelajaran yang
menggunakan konteks tempat kerja, dan membahas penerapan konsep
mata pelajaran di lapangan.
Mengadopsi pada tiga prinsip kehidupan, CTL juga memiliki tiga prinsip
ilmiahnya (Elaine B. Johnson, 2002 : 69 - 79 ), yaitu:
a) Prinsip kesaling-bergantungan
b) Prinsip diferensiasi
c) Prinsip pengorganisasian diri
CTL juga memiliki beberapa proporsi yang diimplikasikan dari teori
konstruktivisme dalam praktik pembelajaran sekolah. Proporsi-proporsi
tersebut adalah
a) Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru
b) Kebebasan merupakan unsur esensial dalam lingkungan besar
d) Belajar pada hakikatnya memiliki aspek sosial dan budaya
e) Kerja kelompok dianggap sangat berharga
Nur M. menyatakan (Sri Wardhani, 2004 : 5) bahwa pembelajaran yang
kontekstual menekankan pada konteks sebagai awal pembelajaran sebagai
ganti dari pengenalan konsep secara abstrak. Ada beberapa ciri yang
menonjol pada pembelajaran matematika yang kontekstual. Ciri pertama
adalah digunakannya masalah atau soal-soal konteks kehidupan nyata
(kontekstual) yang kongkrit atau yang ada pada alam pikiran siswa yang
sering disebut masalah kontekstual sebagai titik awal proses pembelajaran.
Ciri kedua adalah pembelajaran matematika yang kontekstual dihindari dari cara mekanistik yang berfokus pada prosedur penyelesaian soal. Kemudian,
ciri yang terakhir adalah dalam pembelajaran matematika yang kontekstual siswa diperlakukan sebagai peserta aktif dalam pembelajaran. Hal demikian
dapat dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dalam bentuk belajar secara
diskusi kelompok atau kelas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Contextual Teaching and Learning(CTL) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang difungsikan untuk membantu para guru dan siswa dalam menghubungkan materi
pelajaran yang termasuk dalam subyek akademik dengan konteks dalam
keseharian, meliputi keadaan pribadi, sosial dan budaya.
Pendekatan CTL mempunyai beberapa keunggulan diantaranya:
dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab materi yang
dipelajari siswa akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak
akan mudah dilupakan.
b) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan
konsep kepada seorang siswa, karena metode pembalajaran CTL
menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk
menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui “ mengalami” bukan “menghafal”.
C. Pemahaman Konsep
Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang berarti mengerti benar. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti
mengerti dengan tepat. Menurut Gagne (Suherman, dkk, 2001 : 36) konsep
adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke
dalam contoh dan non contoh. Sedangkan Suherman (2001 : 29) menyatakan
bahwa konsep adalah kumpulan fakta spesifik yang saling terkait secara
fungsional. Jadi pemahaman konsep adalah mengerti benar tentang suatu
rancangan atau ide abstrak. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti
akan konsep materi pelajaran itu sendiri.
Dalam penelitian ini, hasil belajar yang diperoleh siswa berdasarkan hasil
tes pemahaman konsep. Kilpatrick dan Findell (Dasari, 2002 : 71)
mengemukakan indikator dari pemahaman konsep yaitu :
b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.
c. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.
d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.
e. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.
f. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi
tertentu.
g. Mengaplikasikan konsep.
D. Pokok Bahasan Pengukuran
Pengukuran menurut Kennedy & Tips (Pitadjeng, 2006:157) adalah suatu
proses memberikan bilangan kepada kualitas fisik panjang, kapasitas,
volume, luas, sudut, berat, dan suhu. Waktu juga dapat diukur, tetapi ada
kekurangan kualitas fisiknya. Sedangkan uang adalah suatu ukuran nilai atau
harga. Pengukuran merupakan materi yang penting dalam kehidupan
sehari-hari (Pitadjeng, 2006:157). Hal ini terlihat materi pengukuran sudah diberikan
kepada siswa Taman Kanak-kanak. Jadi, pengukuran merupakan suatu proses
memberikan bilangan kepada kualitas fisik yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari.
Pengukuran meliputi pengukuran waktu, panjang, berat, suhu, dan lain
sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi penelitiannya yaitu
pengukuran waktu dan pengukuran panjang.
a. Pengukuran Waktu
Dalam mengukur waktu, siswa harus membuat perbandingan dari
Dalam pengukuran waktu terdapat satuan baku sesuai Satuan
Internasional (SI) dan satuan tidak baku. Satuan baku dalam pengukuran
waktu memakai satuan pokok yaitu sekon (s). Sedangkan satuan tidak
baku adalah detik (Dwi Listiyani, 2004 : 55)
b. Pengukuran Panjang
Ukuran panjang suatu obyek adalah banyaknya satuan panjang
yang digunakan untuk menyusun secara berjajar dan berkesinambungan
dari ujung obyek ke ujung berikutnya.
Dalam pengukuran panjang juga terdapat satuan baku sesuai
Satuan Internasional (SI) dan satuan tidak baku. Satuan baku dalam
pengukuran panjang memakai satuan pokok yaitu meter (m).
E. Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “penggunaan metode permainan
dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dapat meningkatkan pemahaman konsep pengukuran mata pelajaran matematika
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom action research). Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan baru atau cara pendekatan baru dan untuk
memecahkan masalah dengan penerapan langsung di sekolah.
B. Model Penelitian
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
spiral Kemmis dan Mc Taggart (Pardjono, 2007: 22-23), yaitu berupa
perangkat-perangkat atau uraian-uraian dengan satu perangkat yang terdiri
dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Keempat komponen yang berupa uraian tersebut dipandang sebagai satu
siklus. Oleh karena itu pengertian siklus pada penelitian ini adalah satu
putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, refleksi.
Untuk pelaksanaan sesungguhnya jumlah siklus tergantung pada
Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas
C. Setting Penelitian
1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah 25 murid kelas 1 SD Nahdlatul
Ulama Sleman, Yogyakarta.
2. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah efektifitas metode permainan dengan
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan pengukuran
mata pelajaran matematika kelas 1 SD. Perencanaan
SIKLUS I
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS II
Pengamatan
Pelaksanaan
Pelaksanaan Refleksi
Refleksi
D. Rencana Tindakan Penelitian
Rencana tindakan merupakan skenario kegiatan pembelajaran yang
telah direncanakan. Apa yang akan dilakukan oleh peneliti sebagai upaya
pendidikan, peningkatan perubahan yang diinginkan. Siklus ini meliputi :
Siklus I
a. Perencanaan Siklus I
Dalam tahap perencanaan untuk melakukan tindakan berupa
penerapan metode permainan matematika pada pokok bahasan
pengukuran (panjang, berat dan waktu) di kelas 1 SD Nahdlatul Ulama,
peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut :
1) Membuat rencana pembelajaran sesuai pokok bahasan.
2) Menyiapkan alat bantu (alat peraga) mengajar yang diperlukan dalam
rangka menanamkan konsep pengukuran pada permainan matematika.
3) Membuat dan menyiapkan instrument alat evaluasi yang meliputi :
(a) Kisi-kisi soal
(b) Lembar soal
(c) Soal dibuat oleh peneliti bersama guru kelas kemudian divalidasi
dengan dosen ahli dan guru kelas I SD Nahdlatul Ulama
(d) Kunci jawaban dan pedoman penilaian
(e) Lembar jawab
b. Tindakan
Rencana pembelajaran yang dirancang pada tahap perencanaan
dilaksanakan sepenuhnya pada tahap ini. Secara garis besar kegiatan
mencakup hal-hal sebagi berikut :
1) Membuka pelajaran
2) Melakukan apersepsi, motivasi, serta acuan
3) Melakukan pre-test
4) Menjelaskan ketentuan permainan
5) Membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil
6) Siswa melakukan permainan merangkai gambar ular dengan kocokan
dadu
7) Melakukan refleksi dari permainan (pertemuan 1)
8) Siswa melakukan permainan gendong teman (pertemuan 2)
9) Melakukan post test / evaluasi akhir
10) Menutup pelajaran.
c. Observasi
Seluruh rangkaian kegiatan pada siklus I sebanyak 2 x pertemuan
masing-masing pertemuan 2 x 35 menit total keseluruhan 140 menit.
Observasi pada siklus I diamati langsung oleh dua pengamat yaitu guru
kelas I SD Nahdlatul Ulama dan peneliti sendiri. Observasi dilaksanakan
di dalam kelas dengan menggunakan instrumen lembar observasi per
difokuskan pada perilaku dan keaktifan siswa selama proses
pembelajaran yang menggunakan perangkat lembar observasi.
d. Refleksi
Refleksi dilakukan dalam upaya memahami proses, masalah dan
kendala nyata selama proses tindakan kegiatan ini meliputi
mendeskripsikan kemampuan memahami bilangan pecahan, persoalan
yang timbul dan tindak lanjut untuk refleksi selanjutnya.
Setelah data selesai dianalisis, dengan menggunakan indikator
keberhasilan yang telah ditetapkan, selanjutnya ditarik kesimpulan
tentang keberhasilan atau kegagalan penilaian pada siklus I ini. Apabila
berhasil pada semua indikator yang ditetapkan, maka penelitian tidak
perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya, tetapi apabila hasil analisis
menunjukkan adanya indikasi ketidakberhasilan pada salah satu indikator,
maka penelitian harus dilanjutkan pada siklus berikutnya, sesuai dengan
yang telah direncanakan.
E. Instrument Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Lembar Observasi
Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis,
logis, dan rasional mengenal fenomena-fenomena yang diselidiki (Sutrisno
Hadi, 2004:151). Tujuan observasi adalah untuk menumpulkan data dan
Observasi dalam penelitian ini adalah penelitian langsung yaitu
peneliti melihat dan mengamati secara langsung kemudian mecatat hal-hal
yang terjadi pada proses pembelajaran di kelas I.
Observasi dilakukan selama proses pembelajaran dari kegiatan awal
sampai kegiatan akhir. Dalam observasi ini peneliti lebih banyak
menggunakan salah satu panca indera yaitu indera penglihatan. Instrumen
observasi akan lebih efektif jika informasi yang hendak diambil berupa
kondisi atau fakta alami, tingkah laku, dan hasil kerja responden dalam
situasi alami. Sebaliknya, instrumen observasi mempunyai keterbatasan
dalam menggali informasi yang berupa pendapat atau persepsi dari subyek
yang diteliti.
Adapun kisi-kisi instrumen observasi proses pembelajaran siswa per
kelompok dalam tabel 1 :
Tabel 1. Kisi-kisi instrument observasi proses pembelajaran siswa
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1 Keaktifan siswa
2 Siswa merasa senang
3 Minat siswa dalam belajar
4 Antusiasme/kegairahan siswa
Keterangan :
a. Jika hanya 1 siswa dalam satu kelompok yang melakukan maka
skornya 1.
b. Jika hanya 2 siswa dalam satu kelompok yang melakukan maka
skornya 2.
c. Jika hanya 3 siswa dalam satu kelompok yang melakukan maka
skornya 3.
d. Jika hanya 4 siswa dalam satu kelompok yang melakukan maka
skornya 4.
2. Soal hasil belajar
Soal dalam instrumen ini berupa isian singkat dan soal cerita dengan
menggunakan langkah-langkah dalam pengerjaannya. Soal hasil belajar
divalidasi secara logis dan isi. Aspek kognitif yang diukur dalam
penelitian ini meliputi : pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi.
Berdasarkan aspek kognitif yang diukur, dibuat soal-soal yang kemudian
dikonsultasikan pada guru kelas I dan dosen ahli.
Adapun pedoman penilaian soal hasil belajar Siklus I dalam tabel 2 :
Tabel 2. Pedoman Penilaian Soal Hasil Belajar
No. Aspek yang dinilai Skor
1. Pemahaman konsep pengukuran berat,
panjang dan waktu
35
2. Mengetahui konsep satuan baku dan tidak
baku
3. Mengetahui penggunaan satuan baku 15
4. Menggunakan pengukuran dalam kehidupan
sehari-hari
15
5. Memecahkan permasalahan pengukuran dalam
kehidupan sehari-hari
20
Jumlah 100
F. Kriteria Keberhasilan Tindakan
Penelitian ini dapat dinyatakan berhasil jika terjadi adanya perubahan
proses yang ditunjukkan dengan peningkatan hasil belajar. Peningkatan
belajar matematika tersebut dapat diketahui dengan perbedaan sebelum
tindakan dan setelah diberikan bentuk-bentuk tindakan yang dilakukan.
Adapun kriteria standar keberhasilan yang digunakan dalam
menentukan keberhasilan tindakan yang telah ditetapkan bersama dengan
guru adalah ≥ 70. Jika ≥ 70 % siswa mendapatkan nilai ≥ 70 maka tindakan
tersebut dinyatakan berhasil dengan baik. Dan apabila diperoleh hasil yang
tidak memenuhi standar maka tindakan tersebut dinyatakan gagal.
G. Validitas
Menurut Suharsimi Arikunto (2007 : 64), validitas adalah ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrument.
Suatu instrument yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi.
Menurut Sarvia B. Anderson (Suharsimi Arikunto, 2007 : 65) disebutkan
diukur. Dalam bahasa Indonesia “ Valid “ disebut dengan istilah “ sahih “.
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan criteria,
dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan criteria. Soal
tes ini duji validitasnya dengan menggunakan validitas logis dan validitas isi.
Validitas yang dalam penelitian ini adalah validitas logis dan validitas
isi yang ditentukan melalui pertimbangan dari ahli (judgment experts), dalam hal ini soal tes dikonsultasikan dengan guru kelas I SD Nahdlatul Ulama
Sleman Yogyakarta dan dosen ahli matematika Bapak Sardjiman, M.Pd.
H. Analisis Data Penelitian
Analisis data dalam penelitian tindakan kelas menurut FX. Sudarsono
(1993 : 25) tujuannya adalah untuk memperoleh bukti kepastian apakah
terjadi perbaikan, peningkatan/perubahan yang diharapkan. Analisis data
dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif
dengan menggunakan ukuran efek d cohen. Menurut Cohen, ukuran efek
pada rerata yang dinyatakan dalam selisih rerata dibagi satuan simpangan
baku.
Ukuran efek d Cohen = (selisih rerata) / (simpangan baku)
Sedangkan untuk simpangan baku dihitung dengan menggunakan
rumus di bawah ini :
Keterangan :
0 < d < 0,2 : efek kecil (selisih rerata kurang dari 0,2 simpangan baku)
0,2 < d < 0,8 : efek sedang (selisih rerata sekitar 0,5 simpangan baku)
d > 0,8 : efek besar (selisih rerata lebih dari 0,8 simpangan baku)
I. Indikator Keberhasilan Penelitian
Indikator merupakan suatu patokan atau acuan yang digunakan untuk
menentukan keberhasilan suatu kegiatan atau program. Tingkat keberhasilan
penelitian tindakan ini ditentukan :
a. Meningkatkannya hasil belajar dengan nilai tes sesuai KKM 70 sebanyak
80 % dari jumlah seluruh siswa.
b. Meningkatkannya aktivitas siswa pada kategori aktif dan aktif sekali
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Kondisi Awal Sebelum Penelitian Tindakan Kelas
a. Kondisi Awal Prestasi Siswa
Jumlah siswa kelas I SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta
berjumlah 25 siswa yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 11 siswa
perempuan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap
25 siswa kelas I SD Nahdlatul Ulama pada ulangan harian I semester I,
masih banyak siswa yang mendapatkan nilai kurang dari Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70 dan masih banyak pula yang
nilainya minim. Seperti terlihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rekapitulasi nilai sebelum tindakan
No Nilai Jumlah Siswa
1 Mencapai KKM 6 siswa
2 Belum mencapai KKM 19 siswa
Jumlah Total 25 siswa
Aktivitas siswa masih rendah dalam pembelajaran matematika.
Siswa masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan
pokok bahasan pengukuran. Siswa cenderung tidak memperhatikan
ketika guru sedang menjelaskan pokok bahasan pengukuran. Ketika
pembelajaran tentang pengukuran berlangsung, siswa lebih banyak
bermain dengan teman sebelahnya atau bermain dengan mainan yang
dibawanya. Ketika diadakan evaluasi ada beberapa siswa yang
bekerjasama dengan teman sebelahnya. Hasil evaluasi pun kurang
maksimal (Tabel 3 halaman 29).
2. Deskripsi Pelaksanaan Siklus I
a. Perencanaan Tindakan
Berkaitan dengan masalah penelitian ini sudah dirumuskan
rencana tindakan yang akan dilaksanakan untuk memecahkan masalah
dalam penelitian. Rencana tindakan disusun untuk menguji hipotesis
yang disajikan. Materi pelajaran yang dibahas pada siklus ini adalah
“Pengukuran panjang dan waktu”. Pada siklus I ini terdiri dari 2 kali
pertemuan dengan perencanaan penelitian:
1) Membuat rencana pembelajaran sesuai pokok bahasan.
2) Menyiapkan alat peraga mengajar yang diperlukan, berupa dadu,
gambar potongan kepala, tubuh, dan ekor ular.
3) Membuat dan menyiapkan instrument alat evaluasi yang meliputi:
(a) Kisi-kisi soal
(c) Daftar nilai
b. Pelaksanaan Tindakan
Berikut ini kondisi nyata yang dilakukan selama proses belajar
mengajar berlangsung :
1) Pertemuan Pertama (Kamis, 31 Mei 2012)
Peneliti datang membawa dadu, gambar potongan kepala,
tubuh dan ekor ular. Peneliti memotivasi siswa melalui tanya jawab
dengan mengajukan pertanyaan “siapakah yang bisa membuat ular terpanjang dikelas 1 ini?”. Sebagian siswa sangat antusias untuk
mengikuti permainan, dan sebagian yang lain sibuk bermain
sendiri. Siswa yang sibuk bermain masih belum tahu bagaimana
permainannya, sehingga belum tertarik dengan permainan ini.
Kemudian guru memberikan siswa tantangan untuk membuat ular
terpanjang di kelasnya.
Memasuki kegiatan inti, guru membagi siswa ke dalam 5
kelompok kecil dengan jumlah pemain yang sama rata yaitu 5
siswa.
Setiap siswa diberi alat-alat permainan berupa gambar kepala
ular masing anak 1 lembar, gambar ekor ular
masing-masing anak 1 lembar. 40 gambar badan ular pada setiap
untuk mendapatkan siswa yang terlebih dahulu melempar dadu.
Karena dadu yang dipersiapkan peneliti tertinggal, maka peneliti
menggantinya dengan koin lima ratus rupiah. Koin dilempar siswa
sesuai urutan hompimpa. Siswa yang mendapatkan gambar garuda mendapatkan 1 buah potongan tubuh ular. Sedangkan siswa yang
mendapatkan bilangan 500 ketika melempar koin, mendapatkan 5
potongan tubuh ular.
Setelah mendapatkan gambar potongan badan ular dari hasil
melempar koin, siswa memasang potongan gambar badan ular
tersebut dibelakang gambar kepala ular. Setelah semua gambar
badan ular habis terpasang, maka semua siswa menghitung berapa
banyak gambar badan ular yang mereka dapatkan. Dan peneliti
bertanya, “Siapa yang mendapat potongan badan ular terbanyak?”. Disetiap kelompok ada anak yang mengacungkan jari mereka.
Siswa diminta menghitung potongan badan ular yang diperolehnya.
Selanjutnya siswa juga mengukur panjang ular masing-masing
menggunakan penggaris. Banyak siswa yang merasa kebingungan
bagaimana cara mengukur dengan menggunakan penggaris. Dari
sinilah siswa mulai berani bertanya pada peneliti, dan peneliti
berusaha membantu siswa. Kemudian siswa mengisi lembar kerja
siswa (lampiran 8 halaman 89).
Setelah lembar kerja siswa terisi, guru menanyakan kembali
masing-masing kelompok. Ada kelompok yang semangat untuk
menjawab, dan ada yang masih sibuk berbicara dengan
kelompoknya sendiri, karena tatanan ularnya digeser-geser.
Peneliti juga menanyakan bagaimana menentukan satuan
yang digunakan. Siswa merasa lelah, ramai dan meminta untuk
disudahi kegiatan pembelajarannya. Sebelum kegiatan
pembelajaran selesai, guru terlebih dahulu membantu siswa
menyimpulkan kegiatan pembelajaran, dan menutup kegiatan
pembelajaran.
2) Pertemuan kedua (Senin, 4 Juni 2012)
Pada pertemuan kedua, guru memulai kegiatan dengan
memotivasi siswa dengan mengajukan pertanyaan “Siapakah yang
larinya paling kencang dikelas 1 ini?”. Siswa menjawab dengan sedikit ramai, sambil mengolok-olok teman sekelasnya. Peneliti
menantang siswa untuk membuktikan lewat permainan gendong-gendongan.
Memasuki kegiatan inti, guru membagi siswa menjadi 5
kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 siswa. Permainan
pertama dilakukan oleh kelompok 1, 2 dan 3. Kelompok 4 dan 5
bertugas menghitung waktu yang dibutuhkan oleh setiap kelompok
yang berlomba untuk meng-gendong temannya.
Peneliti harus memberikan pengertian kembali kepada siswa agar
mengerti akan aturan dari permainan ini. Perlombaan pun dimulai
dengan semangat. Beberapa siswa tertawa terpingkal-pingkal
melihat temannya meng-gendong siswa yang berbadan lebih besar. Siswa menghitung lama meng-gendong dengan memperhatikan jarum detik pada jam dinding yang telah disediakan peneliti.
Setelah kelompok 1, 2, dan 3 selesai berlomba, peneliti
mempersilahkan kelompok 4 dan 5 berlomba. Peneliti meminta
kelompok 1, 2, dan 3 menghitung waktu yang dibutuhkan untuk
meng-gendong temannya.
Kelompok 4 dan 5 berlomba dengan semangat. Mereka
mencoba untuk berlari lebih cepat dari kelompok 1, 2, dan 3.
Kelompok 1, 2, dan 3 juga bersemangat untuk menghitung waktu
yang dibutuhkan.
Setelah siswa selesai berlomba, guru mengumumkan
pemenang dari lomba. Ada yang merasa senang, ada juga yang
mengeluh sambil tertawa karena harus meng-gendong temannya yang lebih besar. Selesai melakukan permainan, siswa
mengerjakan soal evaluasi yang disediakan oleh peneliti.
Peneliti membantu siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.
Peneliti memberikan pesan kepada siswa untuk selalu rajin belajar
c. Observasi
Observasi pada siklus I ditekankan pada partisipasi siswa pada
kegiatan belajar mengajar. Observasi dilakukan oleh peneliti dan guru
pada waktu proses belajar mengajar. Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan pada siklus I ini menunjukkan bahwa siswa tertarik
mengikuti pembelajaran matematika. Hal ini terlihat ketika peneliti
mulai menjelaskan permainannya, siswa cukup banyak yang
menanggapi dengan bertanya, atau sekedar berkomentar. Ketika
bermain dengan temannya, siswa sangat antusias untuk berkompetisi.
Siswa mau untuk berkomitmen untuk bermain dengan baik. Bahkan
ketika ada anak yang ngambek pada waktu sebelum permainan dimulai, anak tersebut mau bermain dengan temannya ketika melihat
temannya bermain dengan antusias.
Beberapa hal yang menjadi kendala pada siklus I sebagai berikut:
1) Ada alat peraga berupa dadu tidak terbawa peneliti, sehingga
peneliti menggantinya dengan koin.
2) Ada siswa yang bermain tidak sesuai dengan ketentuan. Misalnya,
menaruh gambar kepala ular tidak lurus dalam satu baris.
Sehingga peneliti harus mengarahkan siswa tersebut agar sesuai
aturan.
penggaris. Sehingga belum bisa menjawab pertanyaan yang ada
pada LKS.
4) Masih ada siswa yang ngambek tidak mau bermain.
Adapun prestasi dari hasil pembelajaran siklus I disajikan pada
tabel 4.
Tabel 4. Hasil Post-test Siklus I kelas I SD Nahdlatul Ulama
No Nilai Jumlah Siswa
1 Mencapai KKM 21 siswa
2 Belum mencapai KKM 4 siswa
Jumlah Total 25 siswa
Nilai rata-rata 76,88
d. Refleksi
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti dan guru pada
proses belajar mengajar siklus I, ditemukan beberapa kendala sehingga
proses belajar mengajar kurang maksimal. Beberapa kemungkinan
penyebab dari kendala tersebut diantaranya:
1) Peneliti berangkat ke sekolah dengan terburu-buru, sehingga dadu
tertinggal.
2) Ada beberapa siswa yang belum memahami ketentuan
perlombaan, sehingga siswa tidak mengikuti ketentuan
3) Peneliti tidak memberitahukan kepada siswa untuk membawa
penggaris dihari sebelum penelitian. Beberapa siswa yang
membawa penggaris, memang sudah terbiasa membawa
penggaris ketika pembelajaran matematika berlangsung.
4) Siswa yang ngambek kemungkinan karena berselisih dengan teman-temannya ketika proses hompimpa atau suit berlangsung. Siswa yang ngambek tidak menerima hasil hompimpa atau suit
tersebut.
3. Deskripsi Pelaksanaan Siklus II
a. Perencanaan Tindakan
Berdasarkan refleksi pada siklus I, peneliti merumuskan rencana
tindakan pada siklus II yang terdiri dari 2 kali pertemuan. Hal-hal yang
dipersiapkan peneliti sebelum melakukan tindakan sebagai berikut:
1) Membuat rencana pembelajaran sesuai pokok bahasan.
2) Menyiapkan alat bantu (alat peraga) mengajar yang diperlukan
berupa dadu, gambar potongan kepala, tubuh dan ekor ular.
Peneliti memastikan alat peraga yang dibutuhkan sudah terbawa
semua.
3) Menyiapkan instrument alat evaluasi yang meliputi :
(a) Kisi-kisi soal
(b) Lembar soal, pedoman penilaian dan kunci jawaban
4) Hadiah berupa alat tulis kepada siswa yang benar-benar
memperhatikan dan tidak membuat gaduh saat proses belajar
mengajar di akhir pertemuan kedua.
5) Sehari sebelum penelitian, peneliti memberitahukan kepada siswa
untuk membawa penggaris besok pada saat penelitian.
6) Peneliti memberitahukan kembali ketentuan dalam permainan
membuat ular terpanjang sebelum permainan dimulai.
7) Peneliti memberi pengertian kepada siswa untuk menjunjung
sportifitas ketika proses hompimpa atau suit berlangsung, dan menerima hasil dari proses hompimpa atau suit tersebut.
b. Pelaksanaan Tindakan
Berikut ini kondisi nyata yang dialami selama proses belajar
mengajar berlangsung :
1) Pertemuan Pertama (Senin, 4 Juni 2012)
Sehari sebelum penelitian, peneliti memberitahukan kepada
siswa untuk membawa penggaris pada waktu penelitian esok hari.
Penggaris tersebut digunakan untuk mengerjakan Lembar Kerja
Siswa yang disediakan peneliti (lampiran 8 halaman 89). Sebelum
berangkat ke sekolah, peneliti memastikan alat peraga yang
dibutuhkan sudah terbawa semua.
Peneliti memotivasi siswa melalui ajakan untuk membuat
ular yang lebih panjang lagi dari kemarin. Sebagian siswa sangat
bermain sendiri. Siswa diberi tantangan untuk membuat ular
terpanjang di kelasnya, dan yang berhasil akan mendapat hadiah
menarik dari peneliti. Sebelum permainan dimulai, peneliti terlebih
dahulu mengingatkan ketentuan yang harus dilaksanakan siswa
dalam mengikuti permainan membuat ular terpanjang.
Memasuki inti pembelajaran, guru membagi siswa ke dalam
5 kelompok permainan dengan jumlah pemain yang sama. Setiap
siswa diberi 1 gambar kepala ular dan 1 gambar ekor ular. Untuk
setiap kelompok, peneliti memberikan 40 gambar badan ular dan
dadu. Setiap siswa dalam kelompok memasang kepala ular sejajar
dalam satu baris, agar mudah mengetahui mana ular yang
terpanjang. Peneliti berkeliling untuk melihat apakah siswa sudah
benar dalam memasang gambar kepala ular.
Kemudian siswa melakukan hompimpa atau suit, untuk menentukan siswa yang terlebih dahulu bermain. Sebelum siswa
melakukan hompimpa atau suit, peneliti mengingatkan kepada siswa untuk menjunjung sportifitas dalam melakukan hompimpa
atau suit dan menerima hasil hompimpa atau suit tersebut. Siswa yang terlebih dahulu bermain, melempar dadu tersebut.
Siswa mendapatkan gambar potongan badan ular sesuai
dengan hasil lemparan dadu tersebut. Ada yang mendapatkan 1
meminta temannya agar cepat dalam melempar dadu. Supaya dia
sendiri bisa mengocok dadu kembali.
Gambar potongan tubuh ular yang didapat, diletakkan di
belakang kepala ular yang mereka pasang. Mereka menata gambar
badan ular dengan rapi. Mereka ingin agar ular yang paling
panjang terlihat dengan benar. Peneliti senantiasa berkeliling untuk
memastikan permainan siswa sudah sesuai dengan ketentuan, atau
sekedar membantu siswa yang merasa kesulitan.
Setelah semua gambar badan ular habis terpasang, maka
permainan berhenti dan semua siswa menghitung berapa banyak
gambar badan ular yang mereka dapatkan. Untuk menambah
semangat siswa, peneliti melemparkan pertanyaan, “Siapa yang mendapatkan ular terpanjang?”. Ada yang berteriak “Saya”, ada juga yang masih sibuk menghitung gambar badan ular yang
mereka dapatkan. Selanjutnya, peneliti meminta siswa untuk
mengukur panjang ular masing-masing dengan menggunakan
penggaris. Kemudian siswa mengisi lembar kerja siswa (lampiran
8 halaman 89) yang telah disediakan guru. Peneliti berkeliling
untuk mengecek kebenaran cara mengukur dan membantu siswa
yang merasa kesulitan dalam mengukur.
Sebelum mengakhiri pembelajaran, peneliti menanyakan
satuan yang digunakan dalam pengukuran panjang. Ada siswa
membantu siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran, kemudian
menutup kegiatan pembelajaran.
2) Pertemuan kedua (Selasa, 5 Juni 2012)
Pada pertemuan kedua, peneliti mengajak siswa keluar kelas
untuk bermain di halaman sekolah. Peneliti memberi semangat
siswa dan mengajak untuk bermain gendong-gendongan kembali. Siswa pun merasa senang dan meminta kepada peneliti untuk
diberi kelompok yang kuat berlari dan tidak mempunyai badan
besar. Hal ini karena melihat permainan kemarin pada siklus 1,
kelompok yang kalah bermain terdapat siswa yang mempunyai
badan besar.
Peneliti pun membagi siswa menjadi 5 kelompok dengan
anggota 5 siswa yang dipilih secara acak. Tadinya siswa ada yang
masih belum menerima, namun setelah diberi pengertian akhirnya
siswa pun menerima dengan lapang dada.
Setelah pembagian kelompok selesai, masing-masing
kelompok langsung berdiskusi untuk menentukan siapa yang
terlebih dahulu di-gendong dan siapa yang terlebih dahulu
meng-gendong. Kemudian menentukan urutan pergantian gendong-menggendong tersebut.
Permainan pun segera dimulai. Peneliti memanggil
mana yang akan menghitung lamanya siswa berlari. Peneliti
memberikan jam dinding untuk menghitung lamanya berlari
kepada kelompok yang diberi tugas.
Kelompok 1, 2, dan 3 bermain terlebih dahulu. Dua siswa
dari kelompok 4 diminta menghitung lama waktu berlari kelompok
1 dan mencatatnya. Tiga siswa dari kelompok 4 diminta
menghitung lama waktu berlari kelompok 2 dan mencatatnya.
Semua anggota kelompok 5 diminta menghitung lama waktu
berlari kelompok 3 dan mencatatnya. Peluit berbunyi,
peng-gendong kelompok 1, 2, dan 3 berlari. Anggota kelompoknya memberi semangat.
Setelah kelompok 1, 2, dan 3 bermain, selanjutnya kelompok
4 dan 5 yang bermain. Kelompok 1 menghitung lama waktu berlari
kelompok 4 kemudian mencatatnya. Kelompok 2 bertugas
menghitung lama waktu berlari kelompok 5 kemudian
mencatatnya. Kelompok 3 diberi tugas sebagai supporter, memberi
semangat untuk kedua kelompok.
Setelah semua kelompok bermain, peneliti bertanya “Siapa
yang larinya paling cepat?”. Kemudian peneliti mengajak siswa mengerjakan soal evaluasi (lampiran 11 halaman 95) yang
disediakan peneliti. Semua siswa pun sudah memahami cara
mengerjakan soal evaluasi tersebut. Mengakhiri kegiatan, peneliti
berpesan kepada siswa untuk selalu rajin belajar agar cita-citanya
tercapai.
c. Observasi
Pengamatan dilakukan oleh guru dan pengamat lain pada waktu
proses belajar mengajar. Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan per-kelompok pada siklus II ini menunjukkan bahwa siswa
sudah aktif. Hal ini terlihat dari siswa yang antusias dalam bermain.
Siswa lebih berani untuk bersaing dengan teman-temannya, baik dalam
permainan membuat ular terpanjang maupun gendong-gendongan.
Adapun prestasi belajar dari hasil pembelajaran siklus II adalah
sebagai berikut :
Tabel 5. Hasil Post-test Siklus II kelas I SD Nahdlatul Ulama
No Nilai Jumlah Siswa
1 Mencapai KKM 25 siswa
2 Belum mencapai KKM 0 siswa
Jumlah Total 25 siswa
Nilai rata-rata 83,72
d. Refleksi
Berdasarkan hasil tindakan pada siklus II telah ada peningkatan
hasil belajar rata-rata siswa pada siklus II yakni dari hasil belajar siklus
1) Selama proses pembelajaran dan diskusi hampir semua siswa dapat
aktif walau masih ada 1 atau 2 siswa yang pasif. Siswa berani
bertanya kepada guru maupun temannya. Siswa berani
mengutarakan pendapatnya.
2) Ketika proses pembelajaran, siswa memperhatikan dan tidak ramai
sehingga suasana belajar mengajar menjadi lebih kondusif.
3) Siswa dapat menikmati permainan ular tangga dan
gendong-gendong-an.
4) Siswa dapat menyimpulkan materi yang dipelajarai setelah
diberikan pertanyaan untuk membimbing siswa.
B. Hasil Penelitian
1. Hasil Tes
Sesuai dengan rumusan tujuan penelitian, maka penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep pada materi
pengukuran kelas 1. Upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan
metode permainan. Penerapan metode ini dapat membawa perubahan
siswa dalam memahami konsep pengukuran I SD Nahdlatul Ulama.
Pembelajaran matematika menggunakan metode permainan ini, dapat
meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika. Sehingga siswa
lebih mudah dalam memahami konsep matematika.
Penerapan media benda konkret pada pembelajaran pengukuran
permainan yang dijalankan. Pada siklus I pembelajaran dirancang supaya
siswa dapat aktif dan mengalami langsung proses pembelajaran sehingga
lebih bermakna, yaitu dengan cara siswa diajak memasang tubuh ular
tangga sendiri dengan bekerja sama dengan kelompoknya. Walaupun
masih banyak siswa yang tidak memperhatikan dan ramai. Maka dalam
siklus II, guru tegas dan benar-benar membimbing siswa serta tetap
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan pendapat
dalam kelompoknya. Siswa dibimbing untuk menemukan sendiri
pengalaman dan pengetahuannya sehingga peran guru sangat minim. Guru
hanya mengarahkan siswa untuk menemukan jawaban dari setiap
permasalahan yang muncul.
Peningkatan siswa juga terlihat pada hasil belajarnya. Berdasarkan
tindakan kelas pada siklus I sampai siklus II , sudah menunjukkan
peningkatan rata-rata hasil belajar siswa. Tingkat peningkatan hasil belajar
matematika dapat dilihat pada tabel 6 rekapitulasi hasil belajar.
Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Post-test Siklus I dan II kelas I SD
Nahdlatul Ulama
No Nilai
Siklus I Siklus II
Jumlah Siswa Jumlah Siswa
1 Mencapai KKM 21 siswa 25 siswa
2 Belum mencapai KKM 4 siswa 0 siswa
2. Hasil Observasi
Peneliti mengadakan observasi selama proses pembelajaran.
Observasi dilakukan oleh pengamat lain dengan menggunakan lembar
observasi yang telah dipersiapkan. Observasi ditujukan kepada siswa yang
diamati per kelompok ketika kegiatan pembelajaran berlangsung.
Adapun hasil observasi siswa per kelompok pada siklus 1 disajikan
pada table 7.
Tabel 7. Hasil Observari Siswa Per Kelompok Pada Siklus I
Kelompok
Pertemuan Rata-rata per
kelompok
Rata-rata
kelas
I II
1 17 15 16
16,5
2 13 14 13,5
3 18 18 18
4 16 17 16,5
5 20 17 18,5
Berdasarkan tabel 7 dan kriteria penilaian rata-rata hasil observasi
siswa per kelompok siklus I menunjukkan sebesar 16,5 yang tergolong
kurang baik.
Siswa merespon LKS yang diberikan dengan segera mengerjakan
LKS 1. Siswa saling berkerjasama dengan anggota kelompoknya
justru ramai dan tidak memperhatikan pelajaran. Karena masih merasa
kebingungan dan belum tertarik akan permainan tersebut.
Hasil observasi siswa per kelompok pada siklus II disajikan pada
tabel 8.
Tabel 8. Hasil Observari Siswa Per Kelompok Pada Siklus II
Kelompok
Pertemuan Rata-rata per
kelompok
Rata-rata
kelas
I II
1 20 22 21
19,9
2 22 18 20
3 21 20 20,5
4 18 18 18
5 22 18 20
Berdasarkan tabel 8 dan kriteria penilaian rata-rata hasil observasi
siswa per kelompok siklus II menunjukkan sebesar 19,9 yang tergolong
baik.
Sebagian besar siswa sudah aktif walau masih ada 2 orang siswa
yang pasif. Hal ini dikarenakan siswa bekerja kelompok dengan teman
yang mereka senangi. Walaupun guru sudah menentukan kelompoknya.
Siswa memperhatikan dan tidak membuat kegaduhan ketika proses
C. Pembahasan
Berdasarkan rata-rata skor nilai evaluasi pada setiap akhir siklus dalam
pembelajaran matematika kelas I mengenai pengukuran dengan metode
permainan menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar.
Peningkatan hasil belajar siswa adalah sebagai berikut rata-rata post-test
pada siklus I adalah 76,88 menjadi 83,72 pada siklus II. Selain itu dari nilai
teendah pada siklus I sebesar 65 menjadi 72 pada siklus II juga menunjukkan
bahwa ada peningkatan dalam hasil belajar. Jika diinterpretasikan dalam
bentuk grafik sebagai berikut :
Grafik 1. Histogram Rerata Post-test Siklus I dan Post-test Siklus
II
Peningkatan hasil belajar siswa antara siklus I dan siklus II dapat
diketahui dengan menggunakan effect size yaitu dengan melihat selisih rerata nilai post-test siklus II dan rerata post-test siklus I. Rerata nilai post-test siklus
I sebesar 76,88 dan rerata post-test siklus II sebesar 83,72. Maka effect size
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Siklus I Siklus II
N
il
a
i
antara 76,88 dan 83,72 adalah sebesar 6,84. Peneliti juga mengukur efek pada
rerata dengan rumus d cohen, yaitu cara yang paling sederhana dan langsung untuk menghitung ukuran efek pada satu rerata.
Kriteria yang diusulkan oleh Cohen tentang besar kecilnya ukuran efek
sebagai berikut:
0 < d < 0,2 : efek kecil (selisih rerata kurang dari 0,2 simpangan baku)
0,2 < d < 0,8 : efek sedang (selisih rerata sekitar 0,5 simpangan baku)
d > 0,8 : efek besar (selisih rerata lebih dari 0,8 simpangan baku)
Berdasarkan hasil perhitungan d cohen, maka 2,6 termasuk ke dalam
efek besar karena lebih besar dari 0,8 simpangan baku. Selain itu, berdasarkan
rerata kriteria standar keberhasilan yang digunakan menunjukkan bahwa pada
siklus I ada 84% yang mendapatkan nilai lebih dari batas nilai yang ditentukan
yaitu 70.
Pada siklus II ada 100% yang mendapatkan nilai lebh dari batas
ketuntasan yang telah ditentukan yaitu 70. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Peneliti juga melakukan observasi kepada siswa dan guru ketika
mengajar. Hasil observasi siswa per kelompok rata-rata pada siklus I sebesar
46,4 dan pada siklus II sebesar 48,7. Jika diinterpretasikan dalam grafik
sebagai berikut:
Grafik 2. Histogram Hasil Observasi Siswa per Kelompok
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa ada peningkatan dalam hasil
observasi siswa per kelompok pada siklus I sebesar 16,5 menjadi sebesar 19,9
pada siklus II. Pada siklus I, siswa kecenderungan masih kurang aktif, ramai,
dan tidak memperhatikan. Pada siklus II, siswa mulai aktif dan
memperhatikan pelajaran.
Penggunaan metode permainan pada pembelajaran matematika, secara
efektif dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika terutama pada
materi pengukuran di SD Nahdlatul Ulama kelas 1. Selain itu dalam
pembelajaran ini siswa dapat mengalami langsung dan siswa dapat
menemukan sendiri pengetahuannya. Siswa menjadi aktif, sehingga peran
0 5 10 15 20 25
Siklus I Siklus II
S
ko
r