• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP PENGUKURAN MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS 1 DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERMAINAN DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) SD NAHDLATUL ULAMA SLEMAN YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP PENGUKURAN MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS 1 DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERMAINAN DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) SD NAHDLATUL ULAMA SLEMAN YOGYAKARTA."

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP PENGUKURAN MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS 1 DENGAN

MENGGUNAKAN METODE PERMAINAN DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

SD NAHDLATUL ULAMA SLEMAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Isnaeni Marzuqi NIM 07108248402

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

”Jangan bandingkan dirimu dengan siapapun didunia ini, jika kamu begitu, maka

kamu menghina dirimu sendiri” (Bill Gates)

“Jangan menyerah. Bayangkan gembiranya orang-orang yang selama ini

mengharapkan anda gagal. Jangan berhenti. Masih ada kemungkinan semuanya

ini akan membaik.” (Mario Teguh)

“Hikmah adalah barang hilang milik orang beriman, dimanapun ia temukan,

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orang tua dan adik-adik tercinta yang telah memberikan do’a, kasih sayang, nasehat, motivasi, dan pengorbanan.

2. Kepada Guru-guruku yang telah membimbing hingga hari ini dengan sepenuh

hati dan kasih sayang.

3. Almamater tercinta, FIP Universitas Negeri Yogyakarta.

(7)

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP PENGUKURAN MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS 1 DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERMAINAN DENGAN PENDEKATAN

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) SD NAHDLATUL ULAMA SLEMAN YOGYAKARTA

Oleh: Isnaeni Marzuqi NIM. 07108248402

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep pengukuran mata pelajaran matematika dengan menggunakan metode permainan dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) kelas 1 SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta.

Jenis penelitian yang aka dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas

(Classroom action research). Model penelitiannya adalah model spiral Kemmis dan Mc Taggert (Pardjono, 2007: 22-23), yaitu berupa perangkat-perangkat atau uraian-uraian dengan satu perangkat yang terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subyek penelitian ini adalah 25 siswa kelas 1 SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta. Adapun metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah dengan analisis deskriptif kuantitatif dengan teknik effect size.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode permainan efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan pengukuran mata pelajaran matematika. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan rerata post-test siklus I sebesar 76,88 menjadi 83,72 pada siklus II. Hasil observasi partisipasi siswa menunjukkan terjadi peningkatan dari siklus I sebesar 16,5 menjadi 19,9 pada siklus II.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan ridho serta karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk

memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya

suatu usaha maksimal, bimbingan serta bantuan baik moril maupun materiil dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis

mengucapkan terima kasih kepada orang-orang berikut ini.

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta telah memberi ijin untuk mengadakan

penelitian.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberi ijin untuk mengadakan

penelitian.

3. Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberi ijin untuk

mengadakan penelitian.

4. Ketua Jurusan PPSD yang telah membantu memberikan kemudahan dalam

membuat skripsi ini.

5. Ibu Dr. Insih Wilujeng, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Bapak dan ibu dosen prodi PGSD yang telah memberikan ilmu dan wawasan

(9)
(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………....

HALAMAN PERSETUJUAN………..

SURAT PERNYATAAN ………

DAFTAR GRAFIK ………..

DAFTAR GAMBAR ………... DAFTAR LAMPIRAN ……… BAB 1 PENDAHULUAN ………...

A. Latar Belakang ………...………

B. Identifikasi Masalah ………...

C. Batasan Masalah ……….

D. Rumusan Masalah ………..

E. Tujuan Penelitian ………

F. Manfaat Penelitian ……….. BAB II KAJIAN PUSTAKA ………... A. Metode Permainan ………...…..

B. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ……….

C. Pemahaman Konsep ………... D. Pokok Bahasan Pengukuran ……….. E. Hipotesis Tindakan ………. BAB III METODE PENELITIAN ………..

A. Jenis Penelitian ………..

(11)

B. Model Penelitian ……… C. Setting Penelitian ……… D. Rencana Tindakan Penelitian ………. E. Instrument Penelitian ……….. F. Kriteria Keberhasilan Tindakan ………..

G. Validitas ……….

H. Analisis Data Hasil Penelitian ……… I. Indikator Keberhasilan Penelitian ……… BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. A. DESKRIPSI DATA ………... B. HASIL PENELITIAN ……… C. PEMBAHASAN ……… D. KETERBATASAN PENELITIAN ……… BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kisi-kisi instrument observasi proses pembelajaran siswa …... 23 Tabel 2 Pedoman Penilaian Soal Hasil Belajar ……….. 24 Tabel 3 Subyek penelitian dan hasil belajar sebelum tindakan ………. 28 Tabel 4 Hasil Belajar Matematika Sebelum Tindakan Kelas ………… 29 Tabel 5 Hasil Post-test Siklus I kelas I SD Nahdlatul Ulama ………… 36 Tabel 6 Hasil Post-test Siklus II kelas I SD Nahdlatul Ulama ……….. 45 Tabel 7 Rekapitulasi Hasil Post-test Siklus I dan II kelas I SD

Nahdlatul Ulama ………...

48

(13)

DAFTAR GRAFIK

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Silabus mata pelajaran matematika kelas 1 ………. 55

Lampiran 2 Surat keterangan validasi ……… 65

Lampiran 3 Hasil belajar sebelum tindakan ………... 66

Lampiran 4 Hasil post test siklus 1 ………. 67

Lampiran 5 Hasil post test siklus 2 ………. 68

Lampiran 6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 ……… 69

Lampiran 7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 ……… 79

Lampiran 8 Lembar Kerja Siswa ……… 89

Lampiran 9 Lembar Observasi .……….. 90

Lampiran 10 Kisi-kisi penilaian tertulis ……….. 92

Lampiran 11 Soal evaluasi ……… 95

Lampiran 12 Foto pelaksanaan penelitian ……… 96

Lampiran 13 Revisi kisi-kisi soal evaluasi ……….. 98

Lampiran 14 Revisi soal evaluasi ………. 100 Lampiran 15 Surat keterangan telah melakukan penelitian ……….

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna di antara

makhluk lainnya. Bukti kesempurnaan itu adalah manusia diberi akal, hati dan

fikiran oleh Alloh SWT. Tentunya kesempurnaan tersebut perlu diasah dan

dikembangkan guna menuju kehidupan yang lebih baik. Pendidikan

merupakan salah satu cara pembentukan kemampuan manusia untuk

menggunakan rasional seefektif dan seefisien mungkin sebagai jawaban dalam

menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam usaha menciptakan masa

depan yang baik.

Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berorientasi untuk

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan

tujuan pendidikan nasional, diperlukan suatu inovasi dalam metode, media,

dan pendekatan pembelajaran (Sumaryanta, 2009 : 2).

Dalam pelaksanaannya, sebenarnya banyak sekali metode, media dan

(17)

lemahnya penguasaan guru terhadap inovasi pembelajaran, suasana

pembelajaran kelas cenderung membosankan. Penerapan metode, media dan

pendekatan pembelajaran tentunya harus sesuai dengan mata pelajaran dan

materinya.

Maksud dan tujuan suatu pendekatan adalah untuk terciptanya komunikasi

multi arah antara guru dengan peserta didik dan peserta didik dengan peserta

didik lainnya sehingga tercipta suasana demokrasi di dalam kelas dan tidak

didominasi oleh peran guru secara berlebihan (Abd. Rahman Asegap, 2004 :

97). Demokrasi pendidikan timbul dikarenakan adanya rasa hormat terhadap

harkat sesama manusia, faham bahwa setiap manusia memiliki perubahan

kearah pikiran yang sehat dan rela berbakti untuk kepentingan bersama ( Tri

Prasetya, 1997 : 160 ).

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang penting sebagai pengantar

ilmu-ilmu pengetahuan yang lain dan banyak digunakan dalam kehidupan

sehari-hari. Pengajaran matematika tidak hanya ditekankan pada kemampuan

berhitung, tetapi pada konsep-konsep matematika yang berkenaan dengan

ide-ide yang bersifat abstrak. Pembelajaran matematika dapat menggunakan

berbagai macam pendekatan ataupun metode. Metode yang bervariasi akan

menambah antusiasme siswa dalam belajar (Martha Kaudfelt, 2008 : 1).

Sehingga materi akan mudah diserap.

Pembelajaran matematika dapat dilaksanakan dengan menggunakan alat

(18)

karena akan membantu siswa untuk lebih memahami dan menguasai materi

yang diajarkan. Dengan alat peraga siswa dapat melihat, meraba, dan

mengungkapkan dengan memikirkan secara langsung obyek yang sedang

mereka pelajari. Media ini diharapkan dapat mengantarkan siswa pada

pemahaman konsep karena telah mempraktikkan materi yang disampaikan

guru.

Kreatifitas pembelajaran yang digunakan sangatlah menentukan tinggi

rendahnya kemampuan penalaran siswa untuk berfikir kreatif dan inovatif.

Faktor utama dalam pendekatan pembelajaran adalah guru. Disamping

ketersediaan sarana pendukung, guru merupakan ujung tombak transformasi

ilmu pengetahuan. Sehingga, untuk mencapai keberhasilan dalam proses

pembelajaran yang akan berakibat pada hasil belajar diperlukan peran aktif

guru dengan melibatkan para siswa dalam pembelajaran.

Hal ini sebagaimana terjadi pada siswa kelas I SD Nahdlatul Ulama

Sleman, Yogyakarta. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti tanggal 13

Februari 2012. Di kelas I SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta, bahwa

pelaksanaan pembelajaran matematika masih menggunakan metode

ekspositori, yaitu guru menjelaskan materi di depan kelas, sehingga siswa

kelas I SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta ini merasa bosan dan kurang

begitu antusias dalam mengikuti pembelajaran. Dalam pembelajaran di kelas,

Guru masih berorientasi pada penyelesaian materi yang ada di buku, sehingga

siswa merasa pembelajaran itu adalah menyelesaikan tugas, belum merasakan

(19)

konsep dasar materi yang diajarkan. Prestasi siswa juga masih banyak yang

dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) 70. Rata-rata prestasi yang

didapat siswa yaitu 63, 04. (Daftar nilai terlampir di lampiran 6).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti tanggal 14 Februari 2012 di kelas I

SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta, diperoleh informasi bahwa

pembelajaran matematika di kelas 1 masih mempunyai beberapa masalah

antara lain: pembelajaran masih didominasi dengan metode

ekspositori/ceramah, rendahnya peran serta siswa dalam pembelajaran

dikarenakan siswa lebih senang bermain dengan teman sebangkunya, siswa

kurang konsentrasi mengikuti pelajaran dan tidak memperhatikan penjelasan

guru, sehingga siswa kurang memahami konsep materi yang dan ajarkan, juga

mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Melihat permasalahan di kelas I SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta

di atas, peneliti mencoba memberi solusi dengan menerapkan metode

permainan menggunakan alat peraga dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai metode yang diharapkan dapat lebih efektif dan berdampak positif terhadap hasil belajar matematika siswa. Dengan metode

permainan, suasana pembelajaran akan lebih terarah sesuai dengan kegemaran

siswa bermain. Guru menjalani fungsinya sebagai pengarah, sementara peserta

didik dapat bermain sambil belajar sesuai dengan arahan guru. Suasana

kompetisi yang sehat terbangun. Tidak ada kekerasan dan tidak ada yang

(20)

Penelitian yang akan dilakukan dengan menggunakan metode permainan

dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini diterapkan pada pokok bahasan pengukuran (berat, waktu, dan jarak). Pada pokok

bahasan ini, banyak diantara siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan

menyelesaikan soal-soalnya. Walaupun dalam keseharian mereka banyak

menemuinya, tetapi karena pembelajaran yang membosankan siswa, sehingga

materi yang sebenarnya mudah menjadi sulit. Pembelajaran matematika

dengan pokok bahasan pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan

metode permainan, karena sesuai dengan psikologi perkembangan bahwa anak

kelas 1 termasuk dalam usia bermain, dan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dirasa cocok karena mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari yang dialami siswa untuk mengantarkan mereka kepada

konsep dan pemahaman terhadap materi sehingga pembelajaran terasa lebih

bermakna untuk siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dapat diidentifikasi

permasalahan yang terjadi di SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta

sebagai berikut:

1. Pembelajaran masih didominasi dengan menggunakan metode ceramah,

sehingga menyebabkan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran di

kelas

(21)

3. Belum diterapkannya pendekatan Contextual Teaching and Learning

(CTL)

4. Siswa belum memahami konsep materi yang diajarkan, terbukti dari

rendahnya rata-rata nilai matematika yang kurang dari kriteria ketuntasan

minimal (KKM) 70, yaitu 63,04.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti membatasi permasalahan yang

diteliti. Metode yang digunakan adalah metode permainan dengan pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL) guna mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Pokok bahasan yang diteliti hanya pokok

bahasan pengukuran. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini hanya terbatas pada pemanfaatan benda di lingkungan sekitar siswa dengan

menekankan pada keaktifan siswa. Sebagai penunjang hasil belajar yang

maksimal, penelitian ini menggunakan media pembelajaran yang berupa alat

peraga. Alat peraga disini adalah alat peraga sederhana, yaitu alat peraga yang

dapat dihasilkan dari benda-benda di lingkungan sekitar maupun membuat

sendiri. Kemudian hasil belajar di sini mengarah pada hasil akhir belajar

siswa, yaitu nilai siswa.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, maka masalah pokok penelitian yang dapat

dirumuskan adalah bagaimanakah proses pembelajaran menggunakan metode

(22)

sehingga meningkatkan pemahaman konsep pengukuran pada siswa kelas I

SD Nahdlatul Ulama Sleman?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses

pembelajaran matematika menggunakan metode permainan dengan

pendekatan contextual Teaching and Learning (CTL) sehingga meningkatkan pemahaman konsep pembahasan pengukuran pada siswa kelas 1 SD Nahdlatul

Ulama.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan beberapa manfaat,

diantaranya:

1. Bagi Siswa

a. Siswa lebih mudah memahami konsep karena pembelajaran

disesuaikan dengan masalah keseharian dan lingkungan sekitar

b. Siswa menjadi lebih senang dan aktif dalam pembelajaran matematika

di kelas

c. Siswa lebih akrab dengan teman kelompok bahkan teman sekelas.

2. Bagi Guru

a. Dapat digunakan sebagai bahan rujukan model pembelajaran

matematika guna meningkatkan dan mengembangkan proses

pembelajaran

(23)

3. Bagi Kepala Sekolah

a. Memotivasi guru untuk berkreatifitas dalam menfasilitasi siswa belajar

matematika

b. Sebagai bahan evaluasi perkembangan pembelajaran matematika.

4. Bagi Peneliti

a. Dapat memberikan gambaran fakta di lapangan dengan jelas penerapan

metode permainan menggunakan alat peraga dengan pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL) pada pembelajaran matematika

b. Dapat digunakan sebagai informasi kependidikan dan bahan rujukan

(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Metode Permainan

Metode dapat berarti cara ilmiah, jalan, prosedur ilmiah, dengan istilah

lain metode yaitu cara yang dianggap efisien yang digunakan guru untuk

menyampaikan mata pelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai

dengan efektif. Menurut piaget (Elizabeth B. Harlock, 1990 : 320), bermain

adalah terdiri dari tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan

fungsional. Bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan atau

tekanan dari luar. Sedangkan menurut Bettelheim, kegiatan bermain adalah

kegiatan yang mempunyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain

sendiri dan tidak ada hasil akhir yang dimaksud dalam realitas luar.

Sedangkan permainan merupakan suatu perbuatan yang mengandung

keasyikkan dan dilakukan atas kehendak sendiri, bebas, tanpa paksaan

dengan tujuan untuk memperoleh kesenangan pada waktu melakukan

kegiatan tersebut.

Permainan merupakan kegiatan yang membutuhkan

komponen-komponen agar dapat disebut permainan. Diantara komponen-komponen permainan

antara lain (Arif S. Sadiman, dkk, 2009 : 76) :

1. Adanya pemain (pemain-pemain)

2. Adanya lingkungan dimana para pemain berinteraksi 3. Adanya aturan-aturan main, dan

(25)

Metode permainan dalam penggunaannya mempunyai kelebihan dan

kelemahan. Diantara kelebihannya antara lain ( Arif S. Sadiman, dkk,

2009:78) :

1. Permainan adalah sesuatu yang menyenangkan untuk dilakukan dan sesuatu yang menghibur.

2. Permainan memungkinkan adanya partisipasi aktif dari siswa untuk belajar.

3. Permainan dapat memberikan umpan balik langsung.

4. Permainan memungkinkan penerapan konsep-konsep ataupun peran-peran ke dalam situasi dan peranan yang sebenarnya di masyarakat.

5. Permainan bersifat luwes.

6. Permainan dapat dengan mudah dibuat dan diperbanyak.

Metode permainan juga mempunyai beberapa kelemahan ( Arif S.

Sadiman, dkk, 2009:79), yaitu :

1. Tidak semua topik dapat disajikan dengan permainan. Makin tinggi tingkatnya makin sukar disajikan. Disamping itu permainannya harus dibuat sendiri.

2. Memakan waktu yang banyak.

3. Pengajaran mungkin akan terganggu apabila diadakan aturan menang, kalah. Sehingga anak yang menang beberapa kali tidak mau bermain lagi dan anak yang kalah tidak mau ambil bagian dalam pertandingan tersebut. 4. Permainan mungkin akan mengganggu ketenangan kelas disekitarnya.

Jadi metode permainan adalah cara ilmiah yang digunakan guru untuk

menyampaikan pelajaran dengan sesuatu yang mengandung keasyikkan dan

dilakukan atas kehendak siswa.

B. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

Kontekstual berasal dari bahasa inggris (asal bahasa latin con = with dan

(26)

mengikuti konteks serta dapat dimaknai yang membawa maksud, makna dan

kepentingan.

Pendekatan CTL merupakan suatu konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antar materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa mengembangkan kedua hal tersebut. Dengan konsep itu,

hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses

pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan

mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi

pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

CTL merupakan sebuah sistem yang menyeluruh. Sistem CTL adalah

sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat

makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara

menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan

keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya

mereka (Elaine B. Johnson, 2002 : 67 ). Untuk mencapai tujuan ini, sistem

tersebut meliputi delapan komponen, yaitu membuat keterkaitan-keterkaitan

yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran

yang diatur sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu

individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan

(27)

Menurut Priyatni dalam Hasnawati (2006: 56) pembelajaran yang

dilaksanakan dengan menggunakan metode kontekstual memiki karakteristik

sebagai berikut:

1. Pembelajaran yang dilaksanakan dalam konteks yang otentik, artinya

pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam

memecahkan masalah nyata yang dihadapi.

2. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan

tugas-tugas yang bermakna.

3. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna

kepada siswa.

4. Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, dan

saling mengoreksi.

5. Kebersamaan, kerjasama, dan saling memahami satu dengan yang lain

secara mendalam merupakan aspek pembelajaran yang menyenangkan.

6. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif dan

mementingkan kerjasama.

7. Pembelajaran dilaksanakan dengan cara menyenangkan.

Mardapi dalam Hasnawati (2006:57) mengemukakan bahwa kegiatan dan

strategi yang ditampilkan dalam pembelajaran kontekstual dapat berupa

kombinasi dari kegiatan berikut:

1. Pembelajaran autentik, yaitu pembelajaran yang memungkinkan siswa

belajar dengan konteks yang bermakna, sehingga menguatkan berpikir

dan keterampilan memecahkan masalah-masalah penting dalam

(28)

2. Pembelajaran berbasis inquiri, yaitu memaknakan strategi pengajaran

dengan metode-metode sains, sehingga diperoleh pembelajaran yang

bermakna.

3. Pembelajaran berbasis masalah, yaitu pendekatan pembelajaran yang

menggunakan masalah-masalah yang ada di dunia nyata atau

disekelilingnya sebagai konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis

dan keterampilan memecahkan masalah, dan untuk memperoleh konsep

utama suatu mata pelajaran.

4. Pembelajaran layanan, yaitu metode pembelajaran yang menggabungkan

layanan masyarakat dengan struktur sekolah untuk merefleksikan

layanan, menekankan hubungan antara layanan yang dialami dan

pembelajaran akademik di sekolah.

5. Pembelajaran berbasis kerja, pendekatan pembelajaran yang

menggunakan konteks tempat kerja, dan membahas penerapan konsep

mata pelajaran di lapangan.

Mengadopsi pada tiga prinsip kehidupan, CTL juga memiliki tiga prinsip

ilmiahnya (Elaine B. Johnson, 2002 : 69 - 79 ), yaitu:

a) Prinsip kesaling-bergantungan

b) Prinsip diferensiasi

c) Prinsip pengorganisasian diri

CTL juga memiliki beberapa proporsi yang diimplikasikan dari teori

konstruktivisme dalam praktik pembelajaran sekolah. Proporsi-proporsi

tersebut adalah

a) Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru

b) Kebebasan merupakan unsur esensial dalam lingkungan besar

(29)

d) Belajar pada hakikatnya memiliki aspek sosial dan budaya

e) Kerja kelompok dianggap sangat berharga

Nur M. menyatakan (Sri Wardhani, 2004 : 5) bahwa pembelajaran yang

kontekstual menekankan pada konteks sebagai awal pembelajaran sebagai

ganti dari pengenalan konsep secara abstrak. Ada beberapa ciri yang

menonjol pada pembelajaran matematika yang kontekstual. Ciri pertama

adalah digunakannya masalah atau soal-soal konteks kehidupan nyata

(kontekstual) yang kongkrit atau yang ada pada alam pikiran siswa yang

sering disebut masalah kontekstual sebagai titik awal proses pembelajaran.

Ciri kedua adalah pembelajaran matematika yang kontekstual dihindari dari cara mekanistik yang berfokus pada prosedur penyelesaian soal. Kemudian,

ciri yang terakhir adalah dalam pembelajaran matematika yang kontekstual siswa diperlakukan sebagai peserta aktif dalam pembelajaran. Hal demikian

dapat dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dalam bentuk belajar secara

diskusi kelompok atau kelas.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Contextual Teaching and Learning(CTL) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang difungsikan untuk membantu para guru dan siswa dalam menghubungkan materi

pelajaran yang termasuk dalam subyek akademik dengan konteks dalam

keseharian, meliputi keadaan pribadi, sosial dan budaya.

Pendekatan CTL mempunyai beberapa keunggulan diantaranya:

(30)

dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab materi yang

dipelajari siswa akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak

akan mudah dilupakan.

b) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan

konsep kepada seorang siswa, karena metode pembalajaran CTL

menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk

menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis

konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui “ mengalami” bukan “menghafal”.

C. Pemahaman Konsep

Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang berarti mengerti benar. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti

mengerti dengan tepat. Menurut Gagne (Suherman, dkk, 2001 : 36) konsep

adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke

dalam contoh dan non contoh. Sedangkan Suherman (2001 : 29) menyatakan

bahwa konsep adalah kumpulan fakta spesifik yang saling terkait secara

fungsional. Jadi pemahaman konsep adalah mengerti benar tentang suatu

rancangan atau ide abstrak. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti

akan konsep materi pelajaran itu sendiri.

Dalam penelitian ini, hasil belajar yang diperoleh siswa berdasarkan hasil

tes pemahaman konsep. Kilpatrick dan Findell (Dasari, 2002 : 71)

mengemukakan indikator dari pemahaman konsep yaitu :

(31)

b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.

c. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.

e. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

f. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi

tertentu.

g. Mengaplikasikan konsep.

D. Pokok Bahasan Pengukuran

Pengukuran menurut Kennedy & Tips (Pitadjeng, 2006:157) adalah suatu

proses memberikan bilangan kepada kualitas fisik panjang, kapasitas,

volume, luas, sudut, berat, dan suhu. Waktu juga dapat diukur, tetapi ada

kekurangan kualitas fisiknya. Sedangkan uang adalah suatu ukuran nilai atau

harga. Pengukuran merupakan materi yang penting dalam kehidupan

sehari-hari (Pitadjeng, 2006:157). Hal ini terlihat materi pengukuran sudah diberikan

kepada siswa Taman Kanak-kanak. Jadi, pengukuran merupakan suatu proses

memberikan bilangan kepada kualitas fisik yang sangat penting dalam

kehidupan sehari-hari.

Pengukuran meliputi pengukuran waktu, panjang, berat, suhu, dan lain

sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi penelitiannya yaitu

pengukuran waktu dan pengukuran panjang.

a. Pengukuran Waktu

Dalam mengukur waktu, siswa harus membuat perbandingan dari

(32)

Dalam pengukuran waktu terdapat satuan baku sesuai Satuan

Internasional (SI) dan satuan tidak baku. Satuan baku dalam pengukuran

waktu memakai satuan pokok yaitu sekon (s). Sedangkan satuan tidak

baku adalah detik (Dwi Listiyani, 2004 : 55)

b. Pengukuran Panjang

Ukuran panjang suatu obyek adalah banyaknya satuan panjang

yang digunakan untuk menyusun secara berjajar dan berkesinambungan

dari ujung obyek ke ujung berikutnya.

Dalam pengukuran panjang juga terdapat satuan baku sesuai

Satuan Internasional (SI) dan satuan tidak baku. Satuan baku dalam

pengukuran panjang memakai satuan pokok yaitu meter (m).

E. Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “penggunaan metode permainan

dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dapat meningkatkan pemahaman konsep pengukuran mata pelajaran matematika

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas

(Classroom action research). Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan baru atau cara pendekatan baru dan untuk

memecahkan masalah dengan penerapan langsung di sekolah.

B. Model Penelitian

Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

spiral Kemmis dan Mc Taggart (Pardjono, 2007: 22-23), yaitu berupa

perangkat-perangkat atau uraian-uraian dengan satu perangkat yang terdiri

dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Keempat komponen yang berupa uraian tersebut dipandang sebagai satu

siklus. Oleh karena itu pengertian siklus pada penelitian ini adalah satu

putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, refleksi.

Untuk pelaksanaan sesungguhnya jumlah siklus tergantung pada

(34)

Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas

C. Setting Penelitian

1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah 25 murid kelas 1 SD Nahdlatul

Ulama Sleman, Yogyakarta.

2. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah efektifitas metode permainan dengan

pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan pengukuran

mata pelajaran matematika kelas 1 SD. Perencanaan

SIKLUS I

Pengamatan

Perencanaan

SIKLUS II

Pengamatan

Pelaksanaan

Pelaksanaan Refleksi

Refleksi

(35)

D. Rencana Tindakan Penelitian

Rencana tindakan merupakan skenario kegiatan pembelajaran yang

telah direncanakan. Apa yang akan dilakukan oleh peneliti sebagai upaya

pendidikan, peningkatan perubahan yang diinginkan. Siklus ini meliputi :

Siklus I

a. Perencanaan Siklus I

Dalam tahap perencanaan untuk melakukan tindakan berupa

penerapan metode permainan matematika pada pokok bahasan

pengukuran (panjang, berat dan waktu) di kelas 1 SD Nahdlatul Ulama,

peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut :

1) Membuat rencana pembelajaran sesuai pokok bahasan.

2) Menyiapkan alat bantu (alat peraga) mengajar yang diperlukan dalam

rangka menanamkan konsep pengukuran pada permainan matematika.

3) Membuat dan menyiapkan instrument alat evaluasi yang meliputi :

(a) Kisi-kisi soal

(b) Lembar soal

(c) Soal dibuat oleh peneliti bersama guru kelas kemudian divalidasi

dengan dosen ahli dan guru kelas I SD Nahdlatul Ulama

(d) Kunci jawaban dan pedoman penilaian

(e) Lembar jawab

(36)

b. Tindakan

Rencana pembelajaran yang dirancang pada tahap perencanaan

dilaksanakan sepenuhnya pada tahap ini. Secara garis besar kegiatan

mencakup hal-hal sebagi berikut :

1) Membuka pelajaran

2) Melakukan apersepsi, motivasi, serta acuan

3) Melakukan pre-test

4) Menjelaskan ketentuan permainan

5) Membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil

6) Siswa melakukan permainan merangkai gambar ular dengan kocokan

dadu

7) Melakukan refleksi dari permainan (pertemuan 1)

8) Siswa melakukan permainan gendong teman (pertemuan 2)

9) Melakukan post test / evaluasi akhir

10) Menutup pelajaran.

c. Observasi

Seluruh rangkaian kegiatan pada siklus I sebanyak 2 x pertemuan

masing-masing pertemuan 2 x 35 menit total keseluruhan 140 menit.

Observasi pada siklus I diamati langsung oleh dua pengamat yaitu guru

kelas I SD Nahdlatul Ulama dan peneliti sendiri. Observasi dilaksanakan

di dalam kelas dengan menggunakan instrumen lembar observasi per

(37)

difokuskan pada perilaku dan keaktifan siswa selama proses

pembelajaran yang menggunakan perangkat lembar observasi.

d. Refleksi

Refleksi dilakukan dalam upaya memahami proses, masalah dan

kendala nyata selama proses tindakan kegiatan ini meliputi

mendeskripsikan kemampuan memahami bilangan pecahan, persoalan

yang timbul dan tindak lanjut untuk refleksi selanjutnya.

Setelah data selesai dianalisis, dengan menggunakan indikator

keberhasilan yang telah ditetapkan, selanjutnya ditarik kesimpulan

tentang keberhasilan atau kegagalan penilaian pada siklus I ini. Apabila

berhasil pada semua indikator yang ditetapkan, maka penelitian tidak

perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya, tetapi apabila hasil analisis

menunjukkan adanya indikasi ketidakberhasilan pada salah satu indikator,

maka penelitian harus dilanjutkan pada siklus berikutnya, sesuai dengan

yang telah direncanakan.

E. Instrument Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Lembar Observasi

Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis,

logis, dan rasional mengenal fenomena-fenomena yang diselidiki (Sutrisno

Hadi, 2004:151). Tujuan observasi adalah untuk menumpulkan data dan

(38)

Observasi dalam penelitian ini adalah penelitian langsung yaitu

peneliti melihat dan mengamati secara langsung kemudian mecatat hal-hal

yang terjadi pada proses pembelajaran di kelas I.

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran dari kegiatan awal

sampai kegiatan akhir. Dalam observasi ini peneliti lebih banyak

menggunakan salah satu panca indera yaitu indera penglihatan. Instrumen

observasi akan lebih efektif jika informasi yang hendak diambil berupa

kondisi atau fakta alami, tingkah laku, dan hasil kerja responden dalam

situasi alami. Sebaliknya, instrumen observasi mempunyai keterbatasan

dalam menggali informasi yang berupa pendapat atau persepsi dari subyek

yang diteliti.

Adapun kisi-kisi instrumen observasi proses pembelajaran siswa per

kelompok dalam tabel 1 :

Tabel 1. Kisi-kisi instrument observasi proses pembelajaran siswa

No. Aspek Skor

1 2 3 4

1 Keaktifan siswa

2 Siswa merasa senang

3 Minat siswa dalam belajar

4 Antusiasme/kegairahan siswa

(39)

Keterangan :

a. Jika hanya 1 siswa dalam satu kelompok yang melakukan maka

skornya 1.

b. Jika hanya 2 siswa dalam satu kelompok yang melakukan maka

skornya 2.

c. Jika hanya 3 siswa dalam satu kelompok yang melakukan maka

skornya 3.

d. Jika hanya 4 siswa dalam satu kelompok yang melakukan maka

skornya 4.

2. Soal hasil belajar

Soal dalam instrumen ini berupa isian singkat dan soal cerita dengan

menggunakan langkah-langkah dalam pengerjaannya. Soal hasil belajar

divalidasi secara logis dan isi. Aspek kognitif yang diukur dalam

penelitian ini meliputi : pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi.

Berdasarkan aspek kognitif yang diukur, dibuat soal-soal yang kemudian

dikonsultasikan pada guru kelas I dan dosen ahli.

Adapun pedoman penilaian soal hasil belajar Siklus I dalam tabel 2 :

Tabel 2. Pedoman Penilaian Soal Hasil Belajar

No. Aspek yang dinilai Skor

1. Pemahaman konsep pengukuran berat,

panjang dan waktu

35

2. Mengetahui konsep satuan baku dan tidak

baku

(40)

3. Mengetahui penggunaan satuan baku 15

4. Menggunakan pengukuran dalam kehidupan

sehari-hari

15

5. Memecahkan permasalahan pengukuran dalam

kehidupan sehari-hari

20

Jumlah 100

F. Kriteria Keberhasilan Tindakan

Penelitian ini dapat dinyatakan berhasil jika terjadi adanya perubahan

proses yang ditunjukkan dengan peningkatan hasil belajar. Peningkatan

belajar matematika tersebut dapat diketahui dengan perbedaan sebelum

tindakan dan setelah diberikan bentuk-bentuk tindakan yang dilakukan.

Adapun kriteria standar keberhasilan yang digunakan dalam

menentukan keberhasilan tindakan yang telah ditetapkan bersama dengan

guru adalah ≥ 70. Jika ≥ 70 % siswa mendapatkan nilai ≥ 70 maka tindakan

tersebut dinyatakan berhasil dengan baik. Dan apabila diperoleh hasil yang

tidak memenuhi standar maka tindakan tersebut dinyatakan gagal.

G. Validitas

Menurut Suharsimi Arikunto (2007 : 64), validitas adalah ukuran yang

menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrument.

Suatu instrument yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi.

Menurut Sarvia B. Anderson (Suharsimi Arikunto, 2007 : 65) disebutkan

(41)

diukur. Dalam bahasa Indonesia “ Valid “ disebut dengan istilah “ sahih “.

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan criteria,

dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan criteria. Soal

tes ini duji validitasnya dengan menggunakan validitas logis dan validitas isi.

Validitas yang dalam penelitian ini adalah validitas logis dan validitas

isi yang ditentukan melalui pertimbangan dari ahli (judgment experts), dalam hal ini soal tes dikonsultasikan dengan guru kelas I SD Nahdlatul Ulama

Sleman Yogyakarta dan dosen ahli matematika Bapak Sardjiman, M.Pd.

H. Analisis Data Penelitian

Analisis data dalam penelitian tindakan kelas menurut FX. Sudarsono

(1993 : 25) tujuannya adalah untuk memperoleh bukti kepastian apakah

terjadi perbaikan, peningkatan/perubahan yang diharapkan. Analisis data

dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif

dengan menggunakan ukuran efek d cohen. Menurut Cohen, ukuran efek

pada rerata yang dinyatakan dalam selisih rerata dibagi satuan simpangan

baku.

Ukuran efek d Cohen = (selisih rerata) / (simpangan baku)

Sedangkan untuk simpangan baku dihitung dengan menggunakan

rumus di bawah ini :

(42)

Keterangan :

0 < d < 0,2 : efek kecil (selisih rerata kurang dari 0,2 simpangan baku)

0,2 < d < 0,8 : efek sedang (selisih rerata sekitar 0,5 simpangan baku)

d > 0,8 : efek besar (selisih rerata lebih dari 0,8 simpangan baku)

I. Indikator Keberhasilan Penelitian

Indikator merupakan suatu patokan atau acuan yang digunakan untuk

menentukan keberhasilan suatu kegiatan atau program. Tingkat keberhasilan

penelitian tindakan ini ditentukan :

a. Meningkatkannya hasil belajar dengan nilai tes sesuai KKM 70 sebanyak

80 % dari jumlah seluruh siswa.

b. Meningkatkannya aktivitas siswa pada kategori aktif dan aktif sekali

(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Kondisi Awal Sebelum Penelitian Tindakan Kelas

a. Kondisi Awal Prestasi Siswa

Jumlah siswa kelas I SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta

berjumlah 25 siswa yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 11 siswa

perempuan.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap

25 siswa kelas I SD Nahdlatul Ulama pada ulangan harian I semester I,

masih banyak siswa yang mendapatkan nilai kurang dari Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70 dan masih banyak pula yang

nilainya minim. Seperti terlihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi nilai sebelum tindakan

No Nilai Jumlah Siswa

1 Mencapai KKM 6 siswa

2 Belum mencapai KKM 19 siswa

Jumlah Total 25 siswa

(44)

Aktivitas siswa masih rendah dalam pembelajaran matematika.

Siswa masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan

pokok bahasan pengukuran. Siswa cenderung tidak memperhatikan

ketika guru sedang menjelaskan pokok bahasan pengukuran. Ketika

pembelajaran tentang pengukuran berlangsung, siswa lebih banyak

bermain dengan teman sebelahnya atau bermain dengan mainan yang

dibawanya. Ketika diadakan evaluasi ada beberapa siswa yang

bekerjasama dengan teman sebelahnya. Hasil evaluasi pun kurang

maksimal (Tabel 3 halaman 29).

2. Deskripsi Pelaksanaan Siklus I

a. Perencanaan Tindakan

Berkaitan dengan masalah penelitian ini sudah dirumuskan

rencana tindakan yang akan dilaksanakan untuk memecahkan masalah

dalam penelitian. Rencana tindakan disusun untuk menguji hipotesis

yang disajikan. Materi pelajaran yang dibahas pada siklus ini adalah

“Pengukuran panjang dan waktu”. Pada siklus I ini terdiri dari 2 kali

pertemuan dengan perencanaan penelitian:

1) Membuat rencana pembelajaran sesuai pokok bahasan.

2) Menyiapkan alat peraga mengajar yang diperlukan, berupa dadu,

gambar potongan kepala, tubuh, dan ekor ular.

3) Membuat dan menyiapkan instrument alat evaluasi yang meliputi:

(a) Kisi-kisi soal

(45)

(c) Daftar nilai

b. Pelaksanaan Tindakan

Berikut ini kondisi nyata yang dilakukan selama proses belajar

mengajar berlangsung :

1) Pertemuan Pertama (Kamis, 31 Mei 2012)

Peneliti datang membawa dadu, gambar potongan kepala,

tubuh dan ekor ular. Peneliti memotivasi siswa melalui tanya jawab

dengan mengajukan pertanyaan “siapakah yang bisa membuat ular terpanjang dikelas 1 ini?”. Sebagian siswa sangat antusias untuk

mengikuti permainan, dan sebagian yang lain sibuk bermain

sendiri. Siswa yang sibuk bermain masih belum tahu bagaimana

permainannya, sehingga belum tertarik dengan permainan ini.

Kemudian guru memberikan siswa tantangan untuk membuat ular

terpanjang di kelasnya.

Memasuki kegiatan inti, guru membagi siswa ke dalam 5

kelompok kecil dengan jumlah pemain yang sama rata yaitu 5

siswa.

Setiap siswa diberi alat-alat permainan berupa gambar kepala

ular masing anak 1 lembar, gambar ekor ular

masing-masing anak 1 lembar. 40 gambar badan ular pada setiap

(46)

untuk mendapatkan siswa yang terlebih dahulu melempar dadu.

Karena dadu yang dipersiapkan peneliti tertinggal, maka peneliti

menggantinya dengan koin lima ratus rupiah. Koin dilempar siswa

sesuai urutan hompimpa. Siswa yang mendapatkan gambar garuda mendapatkan 1 buah potongan tubuh ular. Sedangkan siswa yang

mendapatkan bilangan 500 ketika melempar koin, mendapatkan 5

potongan tubuh ular.

Setelah mendapatkan gambar potongan badan ular dari hasil

melempar koin, siswa memasang potongan gambar badan ular

tersebut dibelakang gambar kepala ular. Setelah semua gambar

badan ular habis terpasang, maka semua siswa menghitung berapa

banyak gambar badan ular yang mereka dapatkan. Dan peneliti

bertanya, “Siapa yang mendapat potongan badan ular terbanyak?”. Disetiap kelompok ada anak yang mengacungkan jari mereka.

Siswa diminta menghitung potongan badan ular yang diperolehnya.

Selanjutnya siswa juga mengukur panjang ular masing-masing

menggunakan penggaris. Banyak siswa yang merasa kebingungan

bagaimana cara mengukur dengan menggunakan penggaris. Dari

sinilah siswa mulai berani bertanya pada peneliti, dan peneliti

berusaha membantu siswa. Kemudian siswa mengisi lembar kerja

siswa (lampiran 8 halaman 89).

Setelah lembar kerja siswa terisi, guru menanyakan kembali

(47)

masing-masing kelompok. Ada kelompok yang semangat untuk

menjawab, dan ada yang masih sibuk berbicara dengan

kelompoknya sendiri, karena tatanan ularnya digeser-geser.

Peneliti juga menanyakan bagaimana menentukan satuan

yang digunakan. Siswa merasa lelah, ramai dan meminta untuk

disudahi kegiatan pembelajarannya. Sebelum kegiatan

pembelajaran selesai, guru terlebih dahulu membantu siswa

menyimpulkan kegiatan pembelajaran, dan menutup kegiatan

pembelajaran.

2) Pertemuan kedua (Senin, 4 Juni 2012)

Pada pertemuan kedua, guru memulai kegiatan dengan

memotivasi siswa dengan mengajukan pertanyaan “Siapakah yang

larinya paling kencang dikelas 1 ini?”. Siswa menjawab dengan sedikit ramai, sambil mengolok-olok teman sekelasnya. Peneliti

menantang siswa untuk membuktikan lewat permainan gendong-gendongan.

Memasuki kegiatan inti, guru membagi siswa menjadi 5

kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 siswa. Permainan

pertama dilakukan oleh kelompok 1, 2 dan 3. Kelompok 4 dan 5

bertugas menghitung waktu yang dibutuhkan oleh setiap kelompok

yang berlomba untuk meng-gendong temannya.

(48)

Peneliti harus memberikan pengertian kembali kepada siswa agar

mengerti akan aturan dari permainan ini. Perlombaan pun dimulai

dengan semangat. Beberapa siswa tertawa terpingkal-pingkal

melihat temannya meng-gendong siswa yang berbadan lebih besar. Siswa menghitung lama meng-gendong dengan memperhatikan jarum detik pada jam dinding yang telah disediakan peneliti.

Setelah kelompok 1, 2, dan 3 selesai berlomba, peneliti

mempersilahkan kelompok 4 dan 5 berlomba. Peneliti meminta

kelompok 1, 2, dan 3 menghitung waktu yang dibutuhkan untuk

meng-gendong temannya.

Kelompok 4 dan 5 berlomba dengan semangat. Mereka

mencoba untuk berlari lebih cepat dari kelompok 1, 2, dan 3.

Kelompok 1, 2, dan 3 juga bersemangat untuk menghitung waktu

yang dibutuhkan.

Setelah siswa selesai berlomba, guru mengumumkan

pemenang dari lomba. Ada yang merasa senang, ada juga yang

mengeluh sambil tertawa karena harus meng-gendong temannya yang lebih besar. Selesai melakukan permainan, siswa

mengerjakan soal evaluasi yang disediakan oleh peneliti.

Peneliti membantu siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.

Peneliti memberikan pesan kepada siswa untuk selalu rajin belajar

(49)

c. Observasi

Observasi pada siklus I ditekankan pada partisipasi siswa pada

kegiatan belajar mengajar. Observasi dilakukan oleh peneliti dan guru

pada waktu proses belajar mengajar. Berdasarkan hasil observasi yang

dilakukan pada siklus I ini menunjukkan bahwa siswa tertarik

mengikuti pembelajaran matematika. Hal ini terlihat ketika peneliti

mulai menjelaskan permainannya, siswa cukup banyak yang

menanggapi dengan bertanya, atau sekedar berkomentar. Ketika

bermain dengan temannya, siswa sangat antusias untuk berkompetisi.

Siswa mau untuk berkomitmen untuk bermain dengan baik. Bahkan

ketika ada anak yang ngambek pada waktu sebelum permainan dimulai, anak tersebut mau bermain dengan temannya ketika melihat

temannya bermain dengan antusias.

Beberapa hal yang menjadi kendala pada siklus I sebagai berikut:

1) Ada alat peraga berupa dadu tidak terbawa peneliti, sehingga

peneliti menggantinya dengan koin.

2) Ada siswa yang bermain tidak sesuai dengan ketentuan. Misalnya,

menaruh gambar kepala ular tidak lurus dalam satu baris.

Sehingga peneliti harus mengarahkan siswa tersebut agar sesuai

aturan.

(50)

penggaris. Sehingga belum bisa menjawab pertanyaan yang ada

pada LKS.

4) Masih ada siswa yang ngambek tidak mau bermain.

Adapun prestasi dari hasil pembelajaran siklus I disajikan pada

tabel 4.

Tabel 4. Hasil Post-test Siklus I kelas I SD Nahdlatul Ulama

No Nilai Jumlah Siswa

1 Mencapai KKM 21 siswa

2 Belum mencapai KKM 4 siswa

Jumlah Total 25 siswa

Nilai rata-rata 76,88

d. Refleksi

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti dan guru pada

proses belajar mengajar siklus I, ditemukan beberapa kendala sehingga

proses belajar mengajar kurang maksimal. Beberapa kemungkinan

penyebab dari kendala tersebut diantaranya:

1) Peneliti berangkat ke sekolah dengan terburu-buru, sehingga dadu

tertinggal.

2) Ada beberapa siswa yang belum memahami ketentuan

perlombaan, sehingga siswa tidak mengikuti ketentuan

(51)

3) Peneliti tidak memberitahukan kepada siswa untuk membawa

penggaris dihari sebelum penelitian. Beberapa siswa yang

membawa penggaris, memang sudah terbiasa membawa

penggaris ketika pembelajaran matematika berlangsung.

4) Siswa yang ngambek kemungkinan karena berselisih dengan teman-temannya ketika proses hompimpa atau suit berlangsung. Siswa yang ngambek tidak menerima hasil hompimpa atau suit

tersebut.

3. Deskripsi Pelaksanaan Siklus II

a. Perencanaan Tindakan

Berdasarkan refleksi pada siklus I, peneliti merumuskan rencana

tindakan pada siklus II yang terdiri dari 2 kali pertemuan. Hal-hal yang

dipersiapkan peneliti sebelum melakukan tindakan sebagai berikut:

1) Membuat rencana pembelajaran sesuai pokok bahasan.

2) Menyiapkan alat bantu (alat peraga) mengajar yang diperlukan

berupa dadu, gambar potongan kepala, tubuh dan ekor ular.

Peneliti memastikan alat peraga yang dibutuhkan sudah terbawa

semua.

3) Menyiapkan instrument alat evaluasi yang meliputi :

(a) Kisi-kisi soal

(b) Lembar soal, pedoman penilaian dan kunci jawaban

(52)

4) Hadiah berupa alat tulis kepada siswa yang benar-benar

memperhatikan dan tidak membuat gaduh saat proses belajar

mengajar di akhir pertemuan kedua.

5) Sehari sebelum penelitian, peneliti memberitahukan kepada siswa

untuk membawa penggaris besok pada saat penelitian.

6) Peneliti memberitahukan kembali ketentuan dalam permainan

membuat ular terpanjang sebelum permainan dimulai.

7) Peneliti memberi pengertian kepada siswa untuk menjunjung

sportifitas ketika proses hompimpa atau suit berlangsung, dan menerima hasil dari proses hompimpa atau suit tersebut.

b. Pelaksanaan Tindakan

Berikut ini kondisi nyata yang dialami selama proses belajar

mengajar berlangsung :

1) Pertemuan Pertama (Senin, 4 Juni 2012)

Sehari sebelum penelitian, peneliti memberitahukan kepada

siswa untuk membawa penggaris pada waktu penelitian esok hari.

Penggaris tersebut digunakan untuk mengerjakan Lembar Kerja

Siswa yang disediakan peneliti (lampiran 8 halaman 89). Sebelum

berangkat ke sekolah, peneliti memastikan alat peraga yang

dibutuhkan sudah terbawa semua.

Peneliti memotivasi siswa melalui ajakan untuk membuat

ular yang lebih panjang lagi dari kemarin. Sebagian siswa sangat

(53)

bermain sendiri. Siswa diberi tantangan untuk membuat ular

terpanjang di kelasnya, dan yang berhasil akan mendapat hadiah

menarik dari peneliti. Sebelum permainan dimulai, peneliti terlebih

dahulu mengingatkan ketentuan yang harus dilaksanakan siswa

dalam mengikuti permainan membuat ular terpanjang.

Memasuki inti pembelajaran, guru membagi siswa ke dalam

5 kelompok permainan dengan jumlah pemain yang sama. Setiap

siswa diberi 1 gambar kepala ular dan 1 gambar ekor ular. Untuk

setiap kelompok, peneliti memberikan 40 gambar badan ular dan

dadu. Setiap siswa dalam kelompok memasang kepala ular sejajar

dalam satu baris, agar mudah mengetahui mana ular yang

terpanjang. Peneliti berkeliling untuk melihat apakah siswa sudah

benar dalam memasang gambar kepala ular.

Kemudian siswa melakukan hompimpa atau suit, untuk menentukan siswa yang terlebih dahulu bermain. Sebelum siswa

melakukan hompimpa atau suit, peneliti mengingatkan kepada siswa untuk menjunjung sportifitas dalam melakukan hompimpa

atau suit dan menerima hasil hompimpa atau suit tersebut. Siswa yang terlebih dahulu bermain, melempar dadu tersebut.

Siswa mendapatkan gambar potongan badan ular sesuai

dengan hasil lemparan dadu tersebut. Ada yang mendapatkan 1

(54)

meminta temannya agar cepat dalam melempar dadu. Supaya dia

sendiri bisa mengocok dadu kembali.

Gambar potongan tubuh ular yang didapat, diletakkan di

belakang kepala ular yang mereka pasang. Mereka menata gambar

badan ular dengan rapi. Mereka ingin agar ular yang paling

panjang terlihat dengan benar. Peneliti senantiasa berkeliling untuk

memastikan permainan siswa sudah sesuai dengan ketentuan, atau

sekedar membantu siswa yang merasa kesulitan.

Setelah semua gambar badan ular habis terpasang, maka

permainan berhenti dan semua siswa menghitung berapa banyak

gambar badan ular yang mereka dapatkan. Untuk menambah

semangat siswa, peneliti melemparkan pertanyaan, “Siapa yang mendapatkan ular terpanjang?”. Ada yang berteriak “Saya”, ada juga yang masih sibuk menghitung gambar badan ular yang

mereka dapatkan. Selanjutnya, peneliti meminta siswa untuk

mengukur panjang ular masing-masing dengan menggunakan

penggaris. Kemudian siswa mengisi lembar kerja siswa (lampiran

8 halaman 89) yang telah disediakan guru. Peneliti berkeliling

untuk mengecek kebenaran cara mengukur dan membantu siswa

yang merasa kesulitan dalam mengukur.

Sebelum mengakhiri pembelajaran, peneliti menanyakan

satuan yang digunakan dalam pengukuran panjang. Ada siswa

(55)

membantu siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran, kemudian

menutup kegiatan pembelajaran.

2) Pertemuan kedua (Selasa, 5 Juni 2012)

Pada pertemuan kedua, peneliti mengajak siswa keluar kelas

untuk bermain di halaman sekolah. Peneliti memberi semangat

siswa dan mengajak untuk bermain gendong-gendongan kembali. Siswa pun merasa senang dan meminta kepada peneliti untuk

diberi kelompok yang kuat berlari dan tidak mempunyai badan

besar. Hal ini karena melihat permainan kemarin pada siklus 1,

kelompok yang kalah bermain terdapat siswa yang mempunyai

badan besar.

Peneliti pun membagi siswa menjadi 5 kelompok dengan

anggota 5 siswa yang dipilih secara acak. Tadinya siswa ada yang

masih belum menerima, namun setelah diberi pengertian akhirnya

siswa pun menerima dengan lapang dada.

Setelah pembagian kelompok selesai, masing-masing

kelompok langsung berdiskusi untuk menentukan siapa yang

terlebih dahulu di-gendong dan siapa yang terlebih dahulu

meng-gendong. Kemudian menentukan urutan pergantian gendong-menggendong tersebut.

Permainan pun segera dimulai. Peneliti memanggil

(56)

mana yang akan menghitung lamanya siswa berlari. Peneliti

memberikan jam dinding untuk menghitung lamanya berlari

kepada kelompok yang diberi tugas.

Kelompok 1, 2, dan 3 bermain terlebih dahulu. Dua siswa

dari kelompok 4 diminta menghitung lama waktu berlari kelompok

1 dan mencatatnya. Tiga siswa dari kelompok 4 diminta

menghitung lama waktu berlari kelompok 2 dan mencatatnya.

Semua anggota kelompok 5 diminta menghitung lama waktu

berlari kelompok 3 dan mencatatnya. Peluit berbunyi,

peng-gendong kelompok 1, 2, dan 3 berlari. Anggota kelompoknya memberi semangat.

Setelah kelompok 1, 2, dan 3 bermain, selanjutnya kelompok

4 dan 5 yang bermain. Kelompok 1 menghitung lama waktu berlari

kelompok 4 kemudian mencatatnya. Kelompok 2 bertugas

menghitung lama waktu berlari kelompok 5 kemudian

mencatatnya. Kelompok 3 diberi tugas sebagai supporter, memberi

semangat untuk kedua kelompok.

Setelah semua kelompok bermain, peneliti bertanya “Siapa

yang larinya paling cepat?”. Kemudian peneliti mengajak siswa mengerjakan soal evaluasi (lampiran 11 halaman 95) yang

disediakan peneliti. Semua siswa pun sudah memahami cara

mengerjakan soal evaluasi tersebut. Mengakhiri kegiatan, peneliti

(57)

berpesan kepada siswa untuk selalu rajin belajar agar cita-citanya

tercapai.

c. Observasi

Pengamatan dilakukan oleh guru dan pengamat lain pada waktu

proses belajar mengajar. Berdasarkan hasil pengamatan yang

dilakukan per-kelompok pada siklus II ini menunjukkan bahwa siswa

sudah aktif. Hal ini terlihat dari siswa yang antusias dalam bermain.

Siswa lebih berani untuk bersaing dengan teman-temannya, baik dalam

permainan membuat ular terpanjang maupun gendong-gendongan.

Adapun prestasi belajar dari hasil pembelajaran siklus II adalah

sebagai berikut :

Tabel 5. Hasil Post-test Siklus II kelas I SD Nahdlatul Ulama

No Nilai Jumlah Siswa

1 Mencapai KKM 25 siswa

2 Belum mencapai KKM 0 siswa

Jumlah Total 25 siswa

Nilai rata-rata 83,72

d. Refleksi

Berdasarkan hasil tindakan pada siklus II telah ada peningkatan

hasil belajar rata-rata siswa pada siklus II yakni dari hasil belajar siklus

(58)

1) Selama proses pembelajaran dan diskusi hampir semua siswa dapat

aktif walau masih ada 1 atau 2 siswa yang pasif. Siswa berani

bertanya kepada guru maupun temannya. Siswa berani

mengutarakan pendapatnya.

2) Ketika proses pembelajaran, siswa memperhatikan dan tidak ramai

sehingga suasana belajar mengajar menjadi lebih kondusif.

3) Siswa dapat menikmati permainan ular tangga dan

gendong-gendong-an.

4) Siswa dapat menyimpulkan materi yang dipelajarai setelah

diberikan pertanyaan untuk membimbing siswa.

B. Hasil Penelitian

1. Hasil Tes

Sesuai dengan rumusan tujuan penelitian, maka penelitian ini

bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep pada materi

pengukuran kelas 1. Upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan

metode permainan. Penerapan metode ini dapat membawa perubahan

siswa dalam memahami konsep pengukuran I SD Nahdlatul Ulama.

Pembelajaran matematika menggunakan metode permainan ini, dapat

meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika. Sehingga siswa

lebih mudah dalam memahami konsep matematika.

Penerapan media benda konkret pada pembelajaran pengukuran

(59)

permainan yang dijalankan. Pada siklus I pembelajaran dirancang supaya

siswa dapat aktif dan mengalami langsung proses pembelajaran sehingga

lebih bermakna, yaitu dengan cara siswa diajak memasang tubuh ular

tangga sendiri dengan bekerja sama dengan kelompoknya. Walaupun

masih banyak siswa yang tidak memperhatikan dan ramai. Maka dalam

siklus II, guru tegas dan benar-benar membimbing siswa serta tetap

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan pendapat

dalam kelompoknya. Siswa dibimbing untuk menemukan sendiri

pengalaman dan pengetahuannya sehingga peran guru sangat minim. Guru

hanya mengarahkan siswa untuk menemukan jawaban dari setiap

permasalahan yang muncul.

Peningkatan siswa juga terlihat pada hasil belajarnya. Berdasarkan

tindakan kelas pada siklus I sampai siklus II , sudah menunjukkan

peningkatan rata-rata hasil belajar siswa. Tingkat peningkatan hasil belajar

matematika dapat dilihat pada tabel 6 rekapitulasi hasil belajar.

Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Post-test Siklus I dan II kelas I SD

Nahdlatul Ulama

No Nilai

Siklus I Siklus II

Jumlah Siswa Jumlah Siswa

1 Mencapai KKM 21 siswa 25 siswa

2 Belum mencapai KKM 4 siswa 0 siswa

(60)

2. Hasil Observasi

Peneliti mengadakan observasi selama proses pembelajaran.

Observasi dilakukan oleh pengamat lain dengan menggunakan lembar

observasi yang telah dipersiapkan. Observasi ditujukan kepada siswa yang

diamati per kelompok ketika kegiatan pembelajaran berlangsung.

Adapun hasil observasi siswa per kelompok pada siklus 1 disajikan

pada table 7.

Tabel 7. Hasil Observari Siswa Per Kelompok Pada Siklus I

Kelompok

Pertemuan Rata-rata per

kelompok

Rata-rata

kelas

I II

1 17 15 16

16,5

2 13 14 13,5

3 18 18 18

4 16 17 16,5

5 20 17 18,5

Berdasarkan tabel 7 dan kriteria penilaian rata-rata hasil observasi

siswa per kelompok siklus I menunjukkan sebesar 16,5 yang tergolong

kurang baik.

Siswa merespon LKS yang diberikan dengan segera mengerjakan

LKS 1. Siswa saling berkerjasama dengan anggota kelompoknya

(61)

justru ramai dan tidak memperhatikan pelajaran. Karena masih merasa

kebingungan dan belum tertarik akan permainan tersebut.

Hasil observasi siswa per kelompok pada siklus II disajikan pada

tabel 8.

Tabel 8. Hasil Observari Siswa Per Kelompok Pada Siklus II

Kelompok

Pertemuan Rata-rata per

kelompok

Rata-rata

kelas

I II

1 20 22 21

19,9

2 22 18 20

3 21 20 20,5

4 18 18 18

5 22 18 20

Berdasarkan tabel 8 dan kriteria penilaian rata-rata hasil observasi

siswa per kelompok siklus II menunjukkan sebesar 19,9 yang tergolong

baik.

Sebagian besar siswa sudah aktif walau masih ada 2 orang siswa

yang pasif. Hal ini dikarenakan siswa bekerja kelompok dengan teman

yang mereka senangi. Walaupun guru sudah menentukan kelompoknya.

Siswa memperhatikan dan tidak membuat kegaduhan ketika proses

(62)

C. Pembahasan

Berdasarkan rata-rata skor nilai evaluasi pada setiap akhir siklus dalam

pembelajaran matematika kelas I mengenai pengukuran dengan metode

permainan menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar.

Peningkatan hasil belajar siswa adalah sebagai berikut rata-rata post-test

pada siklus I adalah 76,88 menjadi 83,72 pada siklus II. Selain itu dari nilai

teendah pada siklus I sebesar 65 menjadi 72 pada siklus II juga menunjukkan

bahwa ada peningkatan dalam hasil belajar. Jika diinterpretasikan dalam

bentuk grafik sebagai berikut :

Grafik 1. Histogram Rerata Post-test Siklus I dan Post-test Siklus

II

Peningkatan hasil belajar siswa antara siklus I dan siklus II dapat

diketahui dengan menggunakan effect size yaitu dengan melihat selisih rerata nilai post-test siklus II dan rerata post-test siklus I. Rerata nilai post-test siklus

I sebesar 76,88 dan rerata post-test siklus II sebesar 83,72. Maka effect size

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Siklus I Siklus II

N

il

a

i

(63)

antara 76,88 dan 83,72 adalah sebesar 6,84. Peneliti juga mengukur efek pada

rerata dengan rumus d cohen, yaitu cara yang paling sederhana dan langsung untuk menghitung ukuran efek pada satu rerata.

Kriteria yang diusulkan oleh Cohen tentang besar kecilnya ukuran efek

sebagai berikut:

0 < d < 0,2 : efek kecil (selisih rerata kurang dari 0,2 simpangan baku)

0,2 < d < 0,8 : efek sedang (selisih rerata sekitar 0,5 simpangan baku)

d > 0,8 : efek besar (selisih rerata lebih dari 0,8 simpangan baku)

Berdasarkan hasil perhitungan d cohen, maka 2,6 termasuk ke dalam

efek besar karena lebih besar dari 0,8 simpangan baku. Selain itu, berdasarkan

rerata kriteria standar keberhasilan yang digunakan menunjukkan bahwa pada

siklus I ada 84% yang mendapatkan nilai lebih dari batas nilai yang ditentukan

yaitu 70.

Pada siklus II ada 100% yang mendapatkan nilai lebh dari batas

ketuntasan yang telah ditentukan yaitu 70. Hal tersebut menunjukkan bahwa

(64)

Peneliti juga melakukan observasi kepada siswa dan guru ketika

mengajar. Hasil observasi siswa per kelompok rata-rata pada siklus I sebesar

46,4 dan pada siklus II sebesar 48,7. Jika diinterpretasikan dalam grafik

sebagai berikut:

Grafik 2. Histogram Hasil Observasi Siswa per Kelompok

Dari grafik di atas menunjukkan bahwa ada peningkatan dalam hasil

observasi siswa per kelompok pada siklus I sebesar 16,5 menjadi sebesar 19,9

pada siklus II. Pada siklus I, siswa kecenderungan masih kurang aktif, ramai,

dan tidak memperhatikan. Pada siklus II, siswa mulai aktif dan

memperhatikan pelajaran.

Penggunaan metode permainan pada pembelajaran matematika, secara

efektif dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika terutama pada

materi pengukuran di SD Nahdlatul Ulama kelas 1. Selain itu dalam

pembelajaran ini siswa dapat mengalami langsung dan siswa dapat

menemukan sendiri pengetahuannya. Siswa menjadi aktif, sehingga peran

0 5 10 15 20 25

Siklus I Siklus II

S

ko

r

Gambar

Tabel 1 Kisi-kisi instrument observasi proses pembelajaran siswa …...
Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Tabel 1. Kisi-kisi instrument observasi proses pembelajaran siswa
Tabel 2. Pedoman Penilaian Soal Hasil Belajar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Praktikum kali ini adalah Penentuan Titik Beku larutan yang mempunyai tujuan untuk menghitung tetapan penurunan titik beku molal pelarut serta menghitung

Sebelum di lakukan tindakan penerapan metode whole brain teaching maka peneliti dan observer melakukan observasi terkait motivasi belajar anak berdasar menurut

Gambar 4.56 Presentase Jenis Kendaraan Di Jalan Bandara Jendral Ahmad Yani111 Gambar 4.57 Grafik Volume Lalu-lintas Di Bundaran

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2006 tentang Tata Kearsipan Di Lingkungan Departemen

Kesimpulan yang dibuat adalah pengunaan AC sentral yang tidak terawat dengan baik dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri legionella dan menyebabkan keluhan kesehatan

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLI-B8, 2016 XXIII ISPRS Congress, 12–19 July 2016, Prague, Czech

Di dalamnya terkandung sebuah inti prosesor, memori (sejumlah kecil RAM, memori program, atau keduanya), dan perlengkapan input output. Dengan kata lain, mikrokontroler adalah

Abstrak Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan asupan energi, protein dan suplemen dengan tingkat kebugaran peserta fitness di Virenka Gym Bantul- Yogyakarta.