• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan ppm pembuatan bahan bangunan di widamartani ngemplak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "laporan ppm pembuatan bahan bangunan di widamartani ngemplak"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Analisis Situasi

Dewasa ini Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sedang

giat-giatnya mencanangkan dan berupaya mengaplikasikan konsep

kecakapan hidup (life skill) pada tiap jenjang pendidikan formal yang ada di

negeri ini. Kecakapan hidup adalah kemampuan yang dimiliki seseorang

untuk mampu menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar

sesuai dengan kondisi lingkungannya mereka masing-masing. Apabila

dikaitkan dengan kemampuan dalam bidang pekerjaan, kecakapan hidup

merupakan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang dapat dijadikan

penyelesaian (solution) sehingga seseorang mampu mengatasi persoalan

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Oleh karena itu, pendidikan

keterampilan perlu digalakkan pada tiap jenjang pendidikan termasuk di

dalamnya pendidikan nonformal di masyarakat demi pembentukkan sikap

yang bersifat positif dan penilaian yang tinggi terhadap keterampilan kerja.

Kecakapan hidup sebagaimana diuraikan di atas pada saat ini sedang

digalakkan di lembaga pendidikan formal mulai sejak sekolah dasar sampai

dengan sekolah lanjutan tingkat atas. Bahkan tidak jarang program tersebut

diperkenalkan juga di jenjang pendidikan tinggi (universitas, institut,

politeknik, sekolah tinggi, dan lainnya). Bentuk nyata program kecakapan

hidup yang layak diberikan pada anak didik yaitu berupa keterampilan. Selain

untuk jenjang pendidikan formal, program kecakapan hidup dalam bentuk

pelatihan keterampilan ini sangat baik pula jika diselenggarakan pada

pendidikan nonformal dan informal seperti: Organisasi Karang Taruna,

Pondok Pesantren, Panti Asuhan, dan lain-lain. Bagi juga program kecakapan

hidup ini sangat baik juga bila diberikan kepada golongan masyarakat yang

kurang beruntung, seperti: para penghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP),

anak jalanan (anjal), para tuna susila, dan lain sebagainya sehingga mereka

dapat membekali dirinya untuk hidup mandiri yang berguna bagi dirinya

sendiri, keluarganya bahkan masyarakat sekitarnya sehingga tidak

(2)

Keterampilan merupakan bekal yang sangat berharga di masa yang

akan datang bagi setiap orang karena manusia yang terampil selalu dapat

mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan riil dalam kehidupannya. Dengan

demikian, seseorang yang mempunyai kecakapan hidup yang tinggi dan

bervariasi akan berpeluang besar untuk mendapat keuntungan yang tidak

sedikit di masa-masa yang akan datang. Di antara contoh kecakapan hidup

yang memungkinkan untuk dikembangkan yaitu: produksi bahan bangunan

berbahan pasir (batako, con block, paving block, bis beton, roster, dan

lain-lain), bidang otomotip, elektronika, rias, jasa boga, busana, pertukangan kayu

dan batu, dan masih banyak bidang keterampilan lain yang memungkinkan

untuk ditekuni dan dikembangkan di masyarakat.

Dari sekian banyak kecakapan hidup di atas, di bidang produksi bahan

bangunan berbahan pasir merupakan keterampilan yang fleksibel untuk

diterapkan di dalam berbagai situasi dan kondisi. Keterampilan produksi

bahan bangunan berbahan pasir dapat digunakan sebagai sarana atau modal

untuk menjalankan usaha bidang bahan bangunan. Usaha ini, tidak selalu

memerlukan modal yang besar akan tetapi bila ditekuni dengan baik akan

dapat mendatangkan hasil yang cukup sebagai modal dasar hidup. Usaha di

bidang produksi bahan bangunan berbahan pasir ini masih mempunyai

peluang besar untuk dikembangkan karena semua orang sangat memerlukan

rumah (papan) untuk memenuhi kebutuhan primernya. Variasi usaha produksi

bahan bangunan berbahan pasir sangat banyak sehingga orang yang

berkemauan mengembangkan tinggal memilih jenis usaha bahan bangunan

berbahan pasir apa yang sesuai dengan kondisi dan peluang pasar di

lingkungannya sekitarnya.

Menjalankan usaha di bidang produksi bahan bangunan berbahan

pasir tidak cukup bila hanya berbekal pandai secara teori saja. Seperti halnya

jenis-jenis usaha yang lain, membuka usaha di bidang produksi bahan

bangunan berbahan pasir juga membutuhkan analisis usaha. Pengetahuan

tentang teori bisnis, secara cepat dapat diperoleh melalui pelatihan

interpreunership atau kewirausahaan di berbagai tingkat pendidikan.

Para penghuni lembaga pemasyarakatan seperti yang ada di LP

(3)

yang secara keseluruhan merupakan komunitas masyarakat yang

mempunyai peluang untuk mengembangkan usaha sesuai dengan potensi

alam dan kondisi lingkungannya. Di sekitar wilayah LP Pajangan dan warga

masyarakat sekitarnya terdapat potensi alam khususnya pasir yang mudah

diperoleh dengan harga yang relatif murah dan kwalitas bahan yang baik

khususnya yang berasal dari hilir Sungai Progo. Di samping itu, di sekitar

wilayah LP Pajangan dan warga masyarakat sekitarnya merupakan daerah

pengembangan property di wilayah Bantul yang pada saat ini sangat

potensial. Hal ini, ditandai dengan banyak pembangunan perumahan baru di

sekitar LP Pajangan oleh warga masyarakat sekitarnya baik itu yang

dilakukan oleh pengembang maupun perorangan.

Melihat peluang yang demikian itu, di wilayah desa tersebut sangat

potensial untuk dikembangkan salah satu jenis usaha khususnya yang terkait

dengan pemanfaatan bahan pasir Sungai Progo sebagai produk bahan

bangunan sebagai pendukung pembangunan perumahan baik secara masal

maupun perorangan. Oleh karena itu, warga penghuni LP Pajangan dan

masyarakat desa sekitarnya tersebut perlu dibekali kecakapan hidup

khususnya yang terkait dengan produksi bahan bangunan.

B. Tinjuan Pustaka

Dalam rangka mengoptimalkan peran pendidikan untuk memperluas

lapangan kerja, menurunkan angka pengangguran yang cukup tinggi dan

meningkatkan produktivitas nasional, maka pendidikan yang berorientasi pada

kecakapan hidup (life skill) perlu disebarluaskan pada berbagai institusi

pendidikan baik itu pendidikan formal maupun nonformal. Organisasi

masyarakat LP Pajangan dan warga masyarakat sekitarnya , Bantul,

Yogyakarta merupakan salah satu komunitas sosial yang memiliki tanggung

jawab secara informal untuk mendidik dan menyiapkan generasi muda dan

anggota masyarakatnya agar dapat hidup mandiri.

Kecapakan hidup dapat menjadi lima, yaitu personal skill, thinking skill,

social skill, academic skill dan vocational skill (Indrajati Sidi, 2002).

Kecakapan hidup yang terakhir merupakan keterampilan yang dapat

(4)

membina keterampilan kejuruan (vocational skill) perlu ada pelatihan kejuruan

di masyarakat melalui diklat kompetensi jangka pendek (short corse). Setelah

anak memiliki keterampilan kejuruan dan dapat dimanfaatkan secara optimal,

maka keterampilan ini perlu digabung dengan keterampilan lain yang

menunjang, yaitu keterampilan kewirausahaan.

Penanaman jiwa kewirausahaan memerlukan waktu lama. Pada usia

yang masih muda, motivasi untuk berwiraswasta sudah merupakan modal

utama. Menurut Munawir Yusuf (2002), salah satu ciri utama kepribadian

kewirausahaan adalah pusat kendali diri (internal locus of control). Jiwa

kewirausahaan dapat diprediksi dari seseorang yang memiliki kemampuana

tersebut. Seseorang yang mempunyai pusat kendali diri percaya kehidupan

sepenuhnya dikendalikan dan ditentukan oleh faktor-faktor yang ada dalam

dirinya misalnya kemauan atau motivasi yang kuat, kerja keras atau

potensi-potensi positif lainnya.

Skala kepribadian kewirausahaan yang lebih komprehensi

dikembangkan oleh Druck (1985), yaitu Entreprenerial Intellegence Quortient

(EIQ). Kemampuan ini mencakup aspek kepribadian, komunikasi dan

kepemimpinan, keahlian mengatur diri, pemasaran dan sikap terhadap uang.

Potensi kewirausahaan dapat ditanamkan sejak usaha masih dini

dengan mengembangkan kepribadiannya terlebih dahulu. Penanaman sikap

kewirausahaan ini sangat tepat diberikan pada warga karena anak-anak yang

terbiasa hidup dalam kekurangan akan lebih mudah dibina agar mau bekerja

keras dan hidup mandiri.

1. Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills)

Untuk dapat melihat dengan lebih jelas apa yang dimaksud pendidikan

kecakapan hidup (life skill), maka terlebih dahulu akan diuraikan pengertian

pendidikan dan kecakapan hidup (life skill) itu sendiri. Pengertian pendidikan

berpedoman kepada Undang-Undang Nomor. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (1) adalah bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya

(5)

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Menurut Carter V Good dalam bukunya dictionary of education (1945:

145) pendidikan adalah: (1) keseluruhan proses dimana seseorang

mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya

yang bernilai positif dalam masyarakat dimana dia hidup, (2) proses sosial

dimana orang di hadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan

terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat

memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan

kemampuan individu yang optimal. Menurut Sumitro, dkk (1998: 18)

pendidikan adalah proses sepanjang hayat dari perwujudan pembentukan diri

secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi dalam rangka

pemenuan semua komitmen manusia sebagai individu, sebagai makhluk

sosial dan sebagai makhluk Tuhan. Sedangkan menurut Fuad Ihsan (1996: 7) “pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu

rohani (pikir, karsa, rasa dan budi nurani) dan jasmani (panca indra dan

keterampilan-keterampilan)”. Dalam usaha menyiapkan peserta didik yang

nantinya akan terjun ke dalam kehidupan yang penuh dengan

perubahan-perubahan yang tidak menentu, pendidikan harus dapat lebih mendekatkan

peserta didik kepada kehidupan sebenarnya.

Dalam kaitannya dengan perubahan-perubahan yang tidak menentu

pada saat sekarang dan yang akan datang juga dalam hubungannya dengan

kebutuhan masyarakat dan dunia kerja, Mulyasa (2002: 4) berpendapat bahwa “pendidikan adalah kehidupan, untuk itu kegiatan belajar harus dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup (life skill atau life

competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan dan kebutuhan peserta didik”. Seperti dikemukakan TIM Broad-Based Education (BBE) Depdiknas bahwa “kecakapan hidup (life skill) adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan

(6)

kecakapan hidup adalah kecakapan yang selalu diperlukan seseorang

dimanapun ia berada ketika mengarungi kehidupan, baik bekerja ataupun

tidak bekerja apapun profesinya. Satori (2001), mengatakan bahwa life skill

merupakan salah satu fokus analisis dalam pengembangan kurikulum

pendidikan sekolah yang menenkankan pada kecakapan atau kecakapan

hidup atau bekerja. Dari beberapa uraian di atas jelas bahwa tujuan dari

pendidikan adalah agar peserta didik atau pengguna pendidikan dapat

mengatasi dan mampu memecahkan berbagai permasalahan atau pendidikan

sebagai bekal peserta didik bagi kehidupannya di masa yang akan datang.

Sedangkan kecakapan hidup merupakan usaha dalam menyiapkan peserta

didik melalui pembinaan potensi-potensi pribadinya yang sesuai dengan

kebutuhan lingkungan kehidupan dan kebutuhan peserta didik sehingga

mampu menghadapi permasalahan hidup dan kehidupan di masa sekarang

dan yang akan datang dengan wajar tanpa ada rasa tertekan.

Meskipun terdapat perbedaan dalam pengertian kecakapan hidup,

namun esensinya sama yaitu bahwa kecakapan hidup (life skill) adalah

kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan oleh

seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Oleh

karena itu, pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan yang memberi

bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta didik

tentang nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan mampu,

sanggup, dan terampil menjalankan kehidupannya yaitu dapat menjaga

kelangsungan hidup dan perkembangannya. Dengan definisi tersebut, maka

pendidikan kecakapan hidup harus merefleksikan nilai-nilai kehidupan nyata

sehari-hari, baik yang bersifat preservatif maupun progresif. Pendidikan perlu

diupayakan relevansinya dengan nilai-nilai kehidupan nyata sehari-hari.

Dengan cara ini, pendidikan akan lebih realistis, lebih kontekstual, tidak akan

mencabut peserta didik dari akarnya, sehingga pendidikan akan lebih

bermakna bagi peserta didik dan akan tumbuh subur (Slamet PH, 2002: 545).

Seseorang dikatakan memiliki kecakapan hidup apabila yang bersangkutan

mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupan dengan nikmat dan

bahagia. Kehidupan yang dimaksud meliputi kehidupan pribadi, kehidupan

(7)

masyarakat, kehidupan bangsa, dan kehidupan-kehidupan lainnya. Ciri

kehidupan adalah perubahan dan perubahan selalu menuntut

kecakapan-kecakapan untuk menghadapinya.

Untuk dapat melaksanakan pendidikan kecakapan hidup pada kegiatan

pembelajaran dengan baik perlu diketahui prinsip-prinsip dari pendidikan dan

jenis kecakapan hidup yang akan diberikan kepada peserta didik. UNESCO

(1994) seperti dikutip Mulyasa (2002: 5) mengemukakan dua prinsip pendidikan yang sangat relevan dengan Pancasila: “pertama pendidikan harus diletakkan pada 4 (empat) pilar yaitu belajar mengetahui (learning to

know), belajar melakukan (learning to do), belajar hidup dalam kebersamaan

(learning to live together), belajar menjadi diri sendiri (learning to be); kedua

belajar seumur hidup (life long learning)”. Pendapat tentang konsep proses

belajar dan pendidikan yang berhubungan dengan pendidikan seumur hidup

dikemukakan oleh Vembriarto (1984: 27-29) dimana konsep pendidikan

seumur hidup itu merumuskan suatu asas, bahwa proses pendidikan itu

adalah suatu proses kontinue yang bermula sejak seseorang dilahirkan

hingga meninggal dunia dan proses pendidikan itu mencakup bentuk-bentuk

belajar secara informal maupun formal, baik yang berlangsung dalam

keluarga, di sekolah, dalam pekerjaan, dan dalam kehidupan masyarakat.

Sedangkan proses belajar adalah usaha individu untuk memiliki pengetahuan

dan keterampilan baru baik secara formal maupun tidak, secara teratur atau

tidak agar dia mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan hidupnya

dengan sukses. Bertitik tolak pada konsep belajar dan pendidikan tersebut

maka pendidikan tidak lagi dipandang sebagai persiapan hidup melainkan

merupakan bagian dari pada hidup itu sendiri.

Kecakapan hidup seperti disampaikan oleh Indrajati Sidi (2002: 8)

terbagi menjadi lima jenis yaitu sebagai berikut: (1) Kecakapan mengenal

diri/personal (personal skill), (2) Kecakapan berpikir rasional (thinking skill), (3)

Kecakapan sosial/kecakapan antar personal (social skill), (4) kecakapan

akademik/ kemampuan berpikir ilmiah (academic skill), (5) Kecakapan

(8)

Gambar 1.

Jenis Kecakapan Hidup (Sumber: Indrajati Sidi, 2002: 8).

2. Kecakapan Hidup Generik

Kecakapan hidup generik (general life skill/GLS) adalah kecakapan yang

diperlukan oleh siapapun, baik yang bekerja, yang tidak bekerja, dan yang

sedang menempuh pendidikan. Lebih lanjut kecakapan hidup generik dibagi

menjadi lima aspek kecakapan yaitu kecakapan mengenal diri, kecakapan

berpikir rasional, kecakapan sosial, kecakapan akademik generik, dan

kecakapan vokasional generik.

1. Kecakapan Mengenal Diri Personal (Personal Skill)

Menurut Tim Broad-Based Education (BBE) seperti dikutip Pardjono

(2002: 2-3) menyatakan bahwa kemampuan untuk mengenal diri sendiri

mencakup: (1) Penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan YME dan anggota

masyarakat serta warga negara Indonesia, dan (2) Menyadari dan mensyukuri

kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai

modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi diri

sendiri dan lingkungannya.

Hal tersebut di atas sejalan dengan John Godlad (1984) dalam Suyata

(2002: 2) yang menyatakan bahwa kecakapan personal berhubungan dengan

tujuan perkembangan pribadi yang meliputi sebagai berikut.

1) Dimensi kematangan fisik dan emosional, misal stabilitas emosional dan

kesegaran jasmani.

Vocational Skill Academic Skill Social Skill Thinking Skill

Personal Skill

Life Skill

General Life Skill (GLS)

(9)

2) Kreativitas dan ekspresi estetika, misal kemampuan mengatasi masalah,

fleksibel terhadap ide-ide baru, kemampuan bekerja aktif dan kreatif,

kecakapan menilai ekspresi seni.

3) Realisasi diri, misal memahami kekuatan dan kelemahan diri, percaya diri,

menemukan konsep diri, kecakapan mengambil keputusan, kemampuan

bertanggung jawab.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut terdapat beberapa hal penting yang

terdapat dalam kecakapan personal yaitu pengembangan diri, pengenalan

diri, dan kreativitas. Mike Pedler dkk (1997: 6) memberikan penjelasan

tentang ketiga hal tersebut sebagai berikut.

a) Pengembangan diri berarti seseorang bertanggung jawab sepenuhnya

terhadap diri sendiri dan atas pelajaran yang diambil dan juga cara yang ia

pakai untuk mencapai tujuan.

b) Pengenalan diri adalah apa yang dilakukan oleh kita disebabkan oleh

pandangan kita sendiri terhadap pekerjaan dan peran kita, oleh tujuan,

nilai-nilai, perasaan, kekuatan, kelemahan kita sendiri, dan faktor-faktor

pribadi lainnya.

c) Kreativitas adalah sebagai kemampuan untuk mengatasi situasi dengan

respon-respon baru yang unik dan memiliki pandangan yang luas untuk

mengenai dan menemukan pendekatan-pendekatan baru yang berguna.

Kecakapan personal sebagai basis utama pemahaman terhadap

kecakapan hidup selain mencakup beberapa hal penting seperti pada uraian

di atas, menurut Daniel Goleman (1999 : 42) dapat disusun dalam kerangka

kerja kecakapan emosi di mana dijelaskan bahwa kecakapan pribadi atau

personal adalah kecakapan yang menentukan bagaimana kita mengelola diri

sendiri dan dibagi ke dalam 3 (tiga) kelompok yaitu : (1) Kesadaran diri, terdiri

dari kesadaran eksistensi (keberadaan) diri, kesadaran potensi diri, kesadaran

emosi, penilaian diri secara teliti, dan percaya diri, (2) Pengaturan diri, terdiri

dari kendali diri, sifat dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas, dan

inovasi, (3) Motivasi, terdiri dari dorongan prestasi, komitmen, inisiatif, dan

(10)

2. Kecakapan Berpikir Rasional (Thinking Skill)

Salah satu kemampuan dalam berpikir yang menjadi bagian dari GLS

adalah kecakapan berpikir rasional, menurut Depdiknas (2002: 4) mencakup:

(1) Kecakapan menggali dan menemukan informasi (information searching).

(2) Kecakapan mengelola informasi dan mengambil keputusan (information

processing and decision making skill). (3) Kecakapan memecahkan masalah

secara kreatif (creative problem solving skill).

Tingkat kecakapan berpikir seseorang akan berpengaruh terhadap

kesuksesan hidupnya. Mengingat kehidupan manusia sebagian besar

dipengaruhi oleh cara berpikir, maka peserta didik perlu diberi bekal dasar

dan latihan-latihan dengan cara yang benar tentang kecakapan berpikir

deduktif, induktif, ilmiah, kritis, nalar, rasional, lateral, sistem, kreatif,

eksploratif, discovery (penemuan), inventory (menginventarisir), reasoning

(memberi alasan), pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah (Slamet

PH, 2002: 553). Selain itu, peserta didik harus diberi bekal dasar tentang

kecintaan terhadap kebenaran, keterbukaan terhadap kritik dan saran, dan

berorientasi kedepan.

Berpikir adalah daya jiwa yang dapat meletakkan hubungan-hubungan

antara pengetahuan kita dan merupakan proses yang dialektis artinya selama

kita berpikir, pikiran kita dalam keadaan tanya jawab untuk dapat meletakkan

hubungan pengetahuan kita dengan menggunakan suatu alat yaitu akal-akal

rasio (Abu Hambali, 1991: 30). Sehingga dalam pemecahan masalah suatu

masalah secara kreatif, baik dengan menggunakan informasi dan ide maupun

melalui penemuan hubungan pengetahuan yang dimiliki, diperlukan suatu

rencana. Diungkapkan oleh Dakir (1993: 73) bahwa dalam berpikir rasional

(rational thinking) ada keaktifan dan punya rencana-rencana untuk

memecahkan persoalan yang dapat digambarkan dalam skema di bawah ini.

Gambar 2.

Skema Rational Thinking (Sumber: Dakir, 1993: 76)

(11)

Dengan pemberian kecakapan berpikir rasional, peserta didik akan

dilatih bertindak secara kreatif yang bukan hanya dalam mencari

informasi-informasi maupun ide-ide baru yang berhubungan masalah yang sedang

dihadapinya tetapi juga menilai informasi dan ide yang ditawarkan kepadanya

baik atau buruk sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang

sedang dihadapinya terutama masalah di kehidupan nyata. Proses berpikir

merupakan tujuan utama dalam pembelajaran, sehingga diharapkan dengan

kemampuan berpikir rasional diharapkan siswa selain terlatih secara kreatif juga terlatih sensitif terhadap “fakta yang penuh misteri”, termotivasi untuk bertanya tentang informasi yang relevan, menciptakan ide baru, memandang

masalah dengan cara baru, merencanakan penanggulangan yang sistematik

terhadap masalah, mengevaluasi gagasan dan memperoleh solusi dari

permasalahan (Depdiknas, 2001: 4).

3. Kecakapan Sosial (Social Skill)

Kecakapan sosial atau interpersonal (social skill) menurut Depdiknas

(2002: 4), mencakup: (1) Kecakapan komunikasi dengan empati (

commu-nication skill), dan (2) Kecakapan bekerjasama (collaboration skill).

Kenyataan praktek persekolahan di Indonesia kurang memberikan

kesempatan kerja bersama sebagai modus pencapaian tujuan belajar. Hal ini

disebabkan oleh ekses perkembangan personal yang bersifat individualistik,

egoistik, dan materialistik, dan hasil dari praktek pengajaran yang bersifat

kompetitif dan penghargaan berlebihan terhadap kerja dan hasil

perseorangan. Jalan keluarnya adalah networking yang memberikan peluang

komunikasi dan kerjasama antar siswa. Hidup dan kehidupan semakin

membutuhkan kemampuan berkomunikasi dan kerjasama, kepedulian

terhadap orang lain dan miliki bersama (Suyata, 2002).

Secara lebih terperinci mengenai kecakapan sosial yang bukan hanya

dalam bidang berkomunikasi dan bekerjasama tetapi menurut pendapat

Daniel Goleman (1999: 43) dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu

(12)

1) Empati yaitu kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan,

orientasi pelayanan, mengembangkan orang lain, mengatasi keragaman,

dan kesadaran politis.

2) Keterampilan sosial yaitu kepintaran dalam menggugah tanggapan yang

dikehendaki orang lain. Keterampilan sosial terdiri dari pengaruh,

komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik,

pengikat jaringan, kolaborasi dan kooperasi, dan kemampuan tim.

Jika dilihat dari unsur-unsur yang terdapat dalam kecakapan sosial

seperti uraian diatas, maka interaksi sosial secara pasti akan berlangsung di

sekolah yang merupakan masyarakat kecil atau mini society yang terdiri dari

berbagai macam individu dengan perbedaannya masing-masing. Peserta

didik sebagai satu komponen masyarakat sekolah yang kelak akan kembali ke

lingkungan masyarakat luas yang juga merupakan hidup dan kehidupan

selain membutuhkan kemampuan komunikasi dan kerja sama perlu memiliki

kepedulian terhadap orang lain dan milik bersama sehingga akan terbina

hubungan baik dengan sesama. Salah satu upaya yang dapat dilakukan

adalah dengan terlaksananya komunikasi yang efektif dan dua arah baik pada

saat berlangsung kegiatan belajar mengajar maupun saat mereka melakukan

kegiatan di luar kelas dan kegiatan ekstra kurikuler. Kecenderungan yang

terjadi saat ini adalah adanya sikap individualisme peserta didik sebagai

akibat pembelajaran yang syarat dengan kompetisi dan perhatian hanya

dituduhkan pada siswa yang mempunyai prestasi tertentu yang menonjol.

Dalam kaitannya dengan kecakapan sosial atau interpersonal (social

skill), Depdiknas (2002: 4) menyatakan bahwa “berempati, sikap penuh

perhatian dan seni komunikasi dua arah, perlu ditekankan karena yang

dimaksud berkomunikasi bukan sekedar menyampaikan pesan, tetapi isi dan

sampainya pesan disertai dengan kesan baik yang akan menumbuhkan hubungan yang harmonis”.

4. Kecakapan Akademik Generik (Academic Skill)

Kecakapan akademik yang seringkali juga disebut kemampuan berpikir

ilmiah (scientific method) pada dasarnya merupakan pengembangan dari

(13)

berpikir rasional masih bersifat umum, kecakapan akademik sudah lebih

mengarah kepada kegiatan yang bersifat akademik/keilmuan.

Kecakapan akademik mencakup antara lain: (1) kecakapan melakukan

identifikasi variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu fenomena

tertentu (identifying variables and describing relationship among them), (2)

merumuskan hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian (constructing

hypotheses), (3) merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan

suatu gagasan atau keingintahuan (designing and implementing a research).

Kemampuan akademik generik sebagai salah satu usaha membekali

peserta didik agar mampu merancang suatu penelitian melibatkan berbagai

kecakapan berpikir. Menurut Pardjono (2003: 29) materi kecakapan hidup

yang perlu dikembangkan dari aspek kecakapan akademik generik adalah

berpikir logis, berpikir ilmiah, berpikir induktif, berpikir deduktif, memecahkan

masalah, dan berpikir sistematik.

Berpikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana tertentu

secara teratur dan cermat. Sarana tersebut pada dasarnya ada tiga yaitu

sebagai berikut.

a. Bahasa ilmiah, yang berfungsi sebagai alat komunikasi untuk

menyampaikan jalan pikiran seluruh proses ilmiah.

b. Logika dan matematika, yang mempunyai peranan dalam berpikir deduktif

sehingga mudah diikuti dan dilacak kembali kebenarannya.

c. Logika dan statika, yang mempunyai peranan dalam berpikir induktif untuk

mencari konsep-konsep yang berlaku umum (Tim Dosen, 1996: 67-68).

Proses berpikir pada dasarnya mengenalkan kepada peserta didik

kepada suatu tahapan-tahapan berpikir yang sistematis atau runtut

berdasarkan kepada analisis dan sistensis berdasarkan kepada bukti-bukti

yang ada dalam menarik kesimpulan. Berpikir induktif merupakan usaha

menemukan alasan-alasan atau bukti-bukti dari sebuah kesimpulan yang

telah diketahui dan dapat dilakukan melalui pengamatan (observasi) dan

percobaan (eksperimen). Sedangkan berpikir deduktif merupakan suatu

usaha dalam menemukan sebuah kesimpulan berdasarkan alasan-alasan

(14)

5. Kecakapan Vokasional Generik (Vocational Skill)

Kecakapan vokasional generik (vocational skill/ VS) seringkali disebut pula dengan “kecakapan kejuruan”, artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat. Di sinilah peran SMK

sebagai lembaga pendidikan kejuruan untuk membekali siswanya dengan

keterampilan-keterampilan yang berguna di kehidupan nyata, bekerja dan

mencari nafkah. Keterampilan-keterampilan kejuruan di SMK khususnya

Bidang Keahlian Teknik Bangunan diberikan melalui mata diklat antara lain

adalah menggambar teknik dasar, dasar-dasar pekerjaan survai, dasar-dasar

pekerjaan konstruksi bangunan, pekerjaan cat, serta kecakapan-kecakapan

yang berhubungan dengan pekerjaan tertentu.

Kecakapan vokasional dapat dihadirkan secara langsung dan tak

langsung. Pendidikan kecakapan vokasional secara langsung dapat

dihadirkan lewat banyak cara seperti magang, simulasi, latihan kerja, dan lain

sebagainya. Di sekolah kejuruan hal ini diutamakan melalui kegiatan

magang/praktek industri (Suyata, 2002). Menurut Pardjono (2003: 29) materi

yang perlu dikembangkan dalam kecakapan vokasional generik adalah

sebagai berikut: (1) Menggunakan peralatan dasar (basic tools), (2)

Mengelola keuangan secara efektif, (3) Menggunakan teknologi komunikasi,

(4) Beretika dalam bekerja, (5) Memanfaatkan sumber daya, (6)

Mempersiapkan diri untuk masuk dunia kerja, dan (7) Berjiwa wirausaha.

Dari gambaran mengenai GLS dapat dikatakan bahwa lulusan SMK

tetap memerlukan penerapan dan pengembangan GLS selain penekanan

pada aspek SLS. Hal ini dikarenakan dalam kehidupan nyata antara GLS dan

SLS tidak berfungsi secara terpisah-pisah, atau tidak terpisah secara eksklusif

tetapi melebur menjadi satu tindakan individu yang melibatkan aspek fisik,

mental, emosional, dan intelektual. Derajat kwalitas tindakan individu dalam

banyak hal dipengaruhi oleh kwalitas kematangan berbagai aspek pendukung

di atas. Hal ini dapat dicermati pada gambar keterkaitan antar aspek

kecakapan hidup pada tiap jenis dan jenjang pendidikan (life skill) di bawah

(15)

Gambar 3.

Keterkaitan antar Aspek Kecakapan Hidup pada Tiap Jenis dan Jenjang Pendidikan (Sumber: Indrajati Sidi, 2002: 11).

Penggabungan antara SLS (AS dan VS) dan GLS atau pada bagian

yang diarsir merupakan kecakapan hidup yang digunakan seseorang untuk

memecahkan permasalahan mereka di dalam kehidupan sehari-hari.

Kecakapan hidup yang bersifat spesifik (spesific life skill/SLS) adalah

kecakapan hidup yang diperlukan seseorang untuk menghadapi problema

bidang khusus/tertentu disebut juga kompetensi teknis (Indrajati Sidi, 2002 :

9). Gambar keterkaitan antar aspek kecakapan hidup pada tiap jenis dan

jenjang pendidikan menunjukkan bahwa pada pendidikan dasar (TK/SD/MI

dan SLTP/MTs dan yang sederajat) ditekankan pada pengembangan General

Life Skill (GLS). Pengembangan SLS, baik yang bersifat AS maupun VS

sebaiknya diberikan pada tahapan pengenalan dan diberikan sesuai dengan

perkembangan fisik maupun psikologis siswa. Pengembangan pre-AS dan

pre-VS dimaksudkan sebagai pemandu bakat dan minat siswa, sedangkan

General Life Skill (GLS) sebagai bekal dasar untuk penyesuaian dalam hidup

bermasyarakat (Depdiknas, 2002).

Pada jenjang pendidikan dasar, yaitu TK/SD/MI dan SLTP/MTs dan

yang sederajat, akan lebih ditekankan bagi pengembangan kecakapan

General Life Skill (GLS), di samping (1) upaya mengakrabkan peserta didik

dengan peri kehidupan nyata di lingkungannya, (2) menumbuhkan kesadaran

tentang makna/nilai perbuatan seseorang terhadap pemenuhan kebutuhan

hidupnya, (3) memberikan sentuhan awal terhadap pengembangan

SMK/Kursus SMU/MA Academic

Skill (AS)

Vocational Skill(VS)

General Life Skill (GLS)

TK/SD/MI dan SLTP/MTs

(16)

keterampilan psikomotorik, dan (4) memberikan opsi-opsi tindakan yang dapat

memacu kreativitas.

Pada jenjang sekolah menengah umum, yaitu SMU/MA dan yang

sederajat, di samping penekanan pada Academic Skill (AS) dan General Life

Skill (GLS) perlu ditambah Vocational Skill (VS), sebagai bekal antisipasi

memasuki dunia kerja apabila tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang

yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilakukan melalui pendekatan secara tidak

langsung yaitu dengan membentuk kecakapan personal yang cocok untuk itu

adalah etika kerja, kebiasaan kerja, kemampuan berkomunikasi dengan orang

lain, sifat peduli orang lain, dan masih banyak kecakapan personal lainnya

yang menjadi basis keberhasilan orang di tempat kerja (Suyata, 2002).

Sedangkan pada pendidikan menengah kejuruan/professional, yaitu

SMK dan yang sederajat, serta kursus-kursus keterampilan, di samping

kecakapan Vocational Skill (VS), General Life Skill (GLS) perlu diperkuat

sebagai antisipasi bagi mereka yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan

yang lebih tinggi.

Dengan demikian, baik pada SMU/MA maupun SMK dan kursus

keterampilan, bekal General Life Skill (GLS) tetap harus dikembangkan. Arti

penting GLS adalah untuk belajar dan beradaptasi ketika ternyata terjadi

perubahan teknologi terhadap bidang pekerjaan yang dipelajari dan

ditekuninya sehingga tamatan SMK tidak hanya memiliki keterampilan tunggal

(single performance) saja tetapi mampu menyesuaikan dan luwes terhadap

perubahan-perubahan yang terjadi juga mampu mengembangkan dirinya.

Perkembangan pribadi seseorang sangat erat hubungannya dengan personal

skill sedangkan yang menjadi dasar dari segala kecakapan hidup menurut

Dale R. Olen (1987 : 34) adalah kemampuan seseorang untuk berkomunikasi.

Selain itu, Gambar 3 menunjukkan bahwa selama ini pelaksanaan

pendidikan kecakapan hidup, sebaiknya diarahkan untuk memperkuat

kecakapan umum dan kecakapan vokasional. Arah tersebut sejalan dengan

kurikulum yang selama ini membedakan komponen normatif, adaptif, dan

produktif. Komponen adaptif dapat disejajarkan dengan kecakapan personal,

komponen adaptif dengan kecakapan berpikir kritis, sedangkan komponen

(17)

Paparan di atas dapat dijelaskan bahwa komponen normatif memiliki

mata diklat, diantaranya mata diklat agama, PPKn, Bahasa Indonesia,

komponen adaptif diantaranya Bahasa Inggris, kimia, fisika, dan biologi.

Komponen produktif yaitu mata pelajaran/mata diklat yang berhubungan

dengan jurusan atau keahlian di bidangnya masing-masing. Dengan

disejajarkan komponen normatif dengan personal, komponen adaptif dengan

kecakapan berpikir kritis dan kecakapan sosial, dan komponen produktif

disejajarkan dengan kecakapan vokasional, diharapkan peserta didik dapat

mengembangkan kemampuan-kemampuan baik di sekolah maupun di

masyarakat atau di dunia industri.

Guru sebagai seorang pendidik diharapkan dapat menciptakan suasana

yang kondusif sehingga peserta didik dapat mengembangkan segenap

potensi yang ada pada dirinya. Penciptaan suasana yang kondusif dapat

terjadi melalui suatu komunikasi yang efektif dan hubungan kerjasama yang

baik diantara sesama peserta didik dan pendidik sebagai komunikator materi

pelajaran. Sehingga peserta didik aktif dalam kegiatan pembelajaran dan

mendorongnya untuk berpikir kreatif dan rasional yang merupakan suatu

proses dialektis. Hal serupa akan dialami peserta didik pada kehidupan nyata

di saat mereka menghadapi permasalahan hidup yang tidak hanya

memerlukan suatu kecakapan hidup khusus saja tetapi juga kecakapan hidup

umum.

Hubungan antara kehidupan nyata, kecakapan hidup, dan mata

pelajaran/mata diklat dapat dijelaskan melalui gambar sebagai berikut.

Gambar 4.

Hubungan Antara Kehidupan Nyata, Kecakapan Hidup, dan Mata Pelajaran (Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, 2002: 77)

Gambar 4 di atas menunjukkan skema hubungan antara kehidupan

nyata, kecakapan hidup, dan mata pelajaran/mata diklat. Anak panah dengan Kehidupan Nyata Life Skill Mata Pelajaran

(18)

garis putus-putus menunjukkan alur rekayasa kurikulum, yaitu meliputi

beberapa tahap. Pada tahap awal, dilakukan identifikasi kecakapan yang

diperlukan untuk menghadapi kehidupan nyata di masyarakat. Kecakapan

hidup yang teridentifikasi, kemudian diidentifikasi pengetahuan, keterampilan

dan sikap yang mendukung pembentukan kecakapan hidup tersebut. Tahap

selanjutnya diklasifikasikan dalam bentuk tema-tema/pokok bahasan/topik,

yang dikemas dalam bentuk mata pelajaran/mata diklat. Dari sisi pemberian

bekal bagi peserta didik ditunjukkan dengan anak panah bergaris tegas, yaitu

apa yang dipelajari pada setiap mata pelajaran/mata diklat diharapkan dapat

membentuk kecakapan hidup yang nantinya diperlukan pada saat yang

bersangkutan memasuki kehidupan nyata di masyarakat (Depdiknas, 2002).

Dari pemahaman tersebut, sekali lagi mata pelajaran atau pada SMK

disebut sebagai mata diklat merupakan identifikasi kecakapan hidup yang

diperlukan di kehidupan nyata dan merupakan alat untuk mengembangkan

segenap potensi siswa, sedangkan yang ingin dicapai adalah pembentukan

kecakapan hidup, karena kecakapan hidup itulah yang diperlukan pada saat

seseorang memasuki kehidupan sebagai individu yang mandiri dan

ber-Tuhan, anggota masyarakat dan warga Negara dan bekerja untuk mencari

nafkah dan bermasyarakat. Kompetensi yang dicapai pada mata

pelajaran/mata diklat hanyalah kompetensi antara untuk mewujudkan

kemampuan nyata yang diinginkan, yaitu kecakapan hidup (life skill atau life

competency).

Dalam rangka mengoptimalkan peran pendidikan untuk memperluas

lapangan kerja, menurunkan angka pengangguran yang cukup tinggi dan

meningkatkan produktivitas nasional, maka pendidikan yang berorientasi pada

kecakapan hidup (life skills) perlu disebar-luaskan pada berbagai institusi

pendidikan baik itu pendidikan formal maupun non formal. Pusat Kegiatan

Belajar Masyarakat merupakan salah satu institusi yang memiliki tanggung

jawab secara informal untuk mendidik dan menyiapkan WB-nya agar dapat

hidup mandiri. PKBM ini mempunyai kewajiban untuk memperkenalkan

program kecapakan hidup kepada WB dengan berbagai upaya.

Program kecapakan atau yang sering disebut dengan istilah

(19)

thinking skill, social skill, academic skill dan vocational skill (Indrajati Sidi,

2002). Kecakapan hidup yang terakhir merupakan keterampilan yang dapat

mengantarkan anak didik atau WB ke bidang pekerjaan yang ada di

masyarakat. Untuk membina keterampilan kejuruan (vocational skill) perlu ada

pelatihan kejuruan di masyarakat melalui diklat kompetensi jangka pendek

(short corse). Setelah anak memiliki keterampilan kejuruan dan dapat

dimanfaatkan secara optimal, maka keterampilan ini perlu digabung dengan

keterampilan lain yang menunjang, yaitu keterampilan kewirausahaan.

Penanaman jiwa kewirausahaan memerlukan waktu lama. Pada usia

yang masih muda, motivasi untuk berwirusaha sudah merupakan modal

utama. Menurut Munawir Yusuf (2002), salah satu ciri utama kepribadian

kewirausahaan adalah pusat kendali diri (internal locus of control). Jiwa

kewirausahaan dapat diprediksi dari seseorang yang memiliki kemampuan

tersebut. Seseorang yang mempunyai pusat kendali diri percaya kehidupan

sepenuhnya dikendalikan dan ditentukan oleh faktor-faktor yang ada dalam

dirinya misalnya kemauan atau motivasi yang kuat, kerja keras atau

potensi-potensi positif lainnya.

Skala kepribadian kewirausahaan yang lebih komprehensif

dikembangkan oleh Druck (1985), yaitu Entreprenerial Intellegence Quortient

(EIQ). Kemampuan ini mencakup aspek kepribadian, komunikasi dan

kepemimpinan, keahlian mengatur diri, pemasaran dan sikap terhadap uang.

Potensi kewirausahaan dapat ditanamkan sejak usia masih dini

dengan mengembangkan kepribadiannya terlebih dahulu. Penanaman sikap

kewirausahaan ini sangat tepat diberikan pada para WB karena anak-anak

yang terbiasa hidup dalam kekurangan akan lebih mudah dibina agar mau

bekerja keras dan hidup mandiri.

6. Pelatihan Kecakapan Hidup Produksi Bahan Bangunan

Beberapa jenis produk bahan bangunan berbahan pasir yaitu batako,

con block, paving block, bis beton, dan roster. Untuk mengetahui secara lebih

jelas jenin bahan bangunan berbahan pasir tersebut, berikut ini diuraikan

(20)

a. Pengertian Batako

Batako adalah bata yang dibuat dari campuran bahan perekat hidrolis

ditambah dengan agregat halus dan air dengan atau tanpa bahan tambahan

lainnya dan mempunyai luas penampang lubang lebih dari 25 % penampang

batanya dan isi lubang lebih dari 25 % isi batanya (PUBI, 1982 :26).

Sementara PUBI Bandung mendefinisikan batako seperti yang dikutip oleh

Sunaryo adalah bata cetak yang dibuat dengan memelihara dalam suasana

lembab dengan campuran tras, kapur dan air, dengan atau tanpa bahan

tambah lainnya (Sunaryo Suratman, 1992: 62).

Lebih lanjut Sunaryo Suratman (1995: 5) menambahkan bahwa batako

atau batu cetak beton adalah elemen bahan bangunan yang terbuat dari

campuran SP atau sejenisnya, pasir, air dengan atau tanpa bahan tambah

lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat dan

dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding.

b. Sifat dan Jenis Batako

Menurut Randing (1975 :15) jenis batako dikelompokkan dalam:

1) Bata cetak beton.

Dibuat dari campuran semen portland (SP) dan pasir atau kerikil.

2) Batu cetak trass kapur.

Dibuat dengan campuran kapur padam dan trass.

3) Batu cetak tanah stabilisasi.

a) Batu cetak semen + tanah (solid cement).

b) Batu cetak kapur + tanah (line stabilized soil).

4) Batu cetak kapur pasir (sand-line brick).

Batu cetak kapur pasir dibuat dari campuran kapur padam + pasir kwarsa,

dimanfaatkan dan dikeraskan dengan tekanan uap tinggi.

5) Batu cetak beton ringan.

a) Batu cetak beton gas atau beton busa yang dibuat dari campuran

kapur atau SP + digiling dengan pasir kwarsa + bubuk aluminium

(bahan pembusa lain) dan dikeraskan seperti batu kapur.

b) Batu cetak beton dan beton apung, dibuat dari SP, pasir alami, kerikil

(21)

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kwalitas Batako

Agar didapat kwalitas batako yang memenuhi syarat SII banyak faktor

yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi kwalitas batako tergantung

pada: (1) faktor air semen (f.a.s), (2) umur batako, (3) kepadatan batako, (4)

bentuk dan tekstur batuan, (5) ukuran agregat dan lain-lain (Pusoko Prapto,

1997: 15).

Faktor air semen adalah perbandingan antara berat air dan berat

semen dalam campuran adukan. Kekuatan dan kemudahan pengerjaan

(workability) campuran adukan batako sangat dipengaruhi oleh jumlah air

campuran yang dipakai. Untuk suatu perbandingan campuran batako tertentu

diperlukan jumlah air yang tertentu pula.

Pada dasarnya semen memerlukan jumlah air sebesar 32% berat

semen untuk bereaksi secara sempurna, akan tetapi apabila kurang dari 40 %

berat semen maka reaksi kimia tidak selesai dengan sempurna (A. Manap,

1987: 25). Apabila kondisi seperti ini dipaksakan akan mengakibatkan

kekuatan batako berkurang. Jadi air yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan

semen dan untuk memudahkan pembuatan batako, maka nilai f.a.s. pada

pembuatan dibuat pada batas kondisi adukan lengas tanah, karena dalam

kondisi ini adukan dapat dipadatkan secara optimal. Disini tidak dipakai

patokan angka sebab nilai f.a.s. sangat tergantung dengan campuran

penyusunnya. Nilai f.a.s. diasumsikan berkisar antara 0,3 sampai 0,6 atau

disesuaikan dengan kondisi adukan agar mudah dikerjakan.

Kwalitas batako (kuat tekan) bertambah tinggi dengan bertambahnya

umur batako. Oleh karena itu sebagai standard kekuatan batako dipakai

kekuatan pada umur batako 28 hari. Bila karena sesuatu hal diinginkan untuk

mengetahui kekuatan batako pada umur 28 hari, maka dapat dilakukan

dengan menguji kuat tekan batako pada umur 3 atau 7 hari dan hasilnya

dikalikan dengan faktor tertentu untuk mendapatkan perkiraan kuat tekan

batako pada umur 28 hari.

Kekuatan batako juga dipengaruhi oleh tingkat kepadatannya. Dalam

pembuatan batako diusahakan campuran dibuat sepadat mungkin. Hal ini

(22)

adanya kepadatan yang lebih, serta untuk membantu merekatnya bahan

pembuat batako dengan semen yang dibantu oleh air.

d. Persyaratan dan Mutu Batako

Berdasarkan PUBI 1982, disebutkan tentang syarat dan mutu batako

serta klasifikasinya sebagai bahan bangunan. Dalam penggunaan batako

harus memenuhi syarat fisik maupun syarat ukuran standard dan toleransi

sebagai berikut.

1) Syarat fisik

Secara fisik batako harus memenuhi syarat sebagaimana dijelaskan

dalam Tabel 1 berikut ini.

*) Kuat tekan brutto adalah baban keseluruhan pada waktu benda uji pecah dibagi dengan luas ukuran nominal batako, termasuk luas lubang serta cekung tepi.

2) Syarat ukuran standard dan toleransi

Ukuran batako sebagaimanan yang disyarakatkan dalam Standar

Industri Indonesia yaitu sebagai berikut (lihat Tabel 2).

(23)

Sedang 400  3 200  3 150  2 20 15 Tebal 400  3 200  3 200  2 25 20 Sumber: PUBI, 1982: 28.

*) Ukuran nominal sama dengan ukuran batako sesungguhnya ditambah 10mm, tebal siar/adukan.

3) Syarat untuk pandangan luar dan kesikuan rusuk a) Bidang permukaannya harus tidak cacat.

b) Bentuk permukaan lain yang didesain diperbolehkan.

c) Rusuk-rusuknya siku satu sama lain.

d) Sudut rusuknya tidak mudah dirapikan dengan kekuatan jari tangan.

e. Klasifikasi Batako

Sesuai dengan pemakaiannya batako diklasifikasikan dalam beberapa

kelompok sebagai berikut .

1) Batako dengan mutu A1.

Adalah batako yang digunakan hanya untuk konstruksi yang tidaak

memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu

terlindung dari cuaca luar.

2) Batako dengan mutu A2.

Adalah batako yang digunakan hanya untu hal-hal seperti tersebut dalam

jenis A1, hanya permukaan dinding/konstruksi dari batako tersebut boleh

tidak diplester.

3) Batako dengan mutu B1.

Adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang memikul beban,

tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang terlindung dari cuaca

luar (untuk konstruksi dibawah atap).

4) Batako dengan mutu B2.

Adalah batako untuk konstruksi yang memikul beban dan dapat digunakan

(24)

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, selanjutnya dapat dirumuskan masalah

dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana minat para penghuni dan warga masyarakat sekitar LP

Pajangan, Bantul, Yogyakarta untuk mengikuti pelatihan guna

pengembangan dan peningkatan kwalitas produksi batako dan con blok

dengan baik?

2. Sejauhmana kwalitas produksi bahan bangunan berbahan pasir

khususnya batako, con block, bis beton, dan roster yang diproduksi oleh

para Penghuni dan warga masyarakat sekitar LP Pajangan, Bantul,

Yogyakarta?

3. Apakah para Penghuni dan warga masyarakat sekitar LP Pajangan,

Bantul, Yogyakarta, berminat untuk mengembangkan usaha di bidang

produksi batako dan con blok?

4. Kendala apa yang dialami para warga LP Pajangan dan warga

masyarakat sekitarnya Kecamatan Bantul, Yogyakarta, dalam usaha

mengembangkan dan meningkatkan kwalitas produksi batako dan con

blok yang diproduksinya?

5. Kendala apa yang ditemui apabila warga berminat mengembangkan

(25)

BAB II

TUJUAN DAN MANFAAT

A. Tujuan

Kondisi baru yang ingin dicapai dalam kegiatan PPM ini adalah agar

para penghuni dan warga masyarakat sekitar LP Pajangan, Bantul,

Yogyakarta ayitu sebagai berikut.

1. Memiliki minat untuk berwirausaha dalam bidang produksi bahan

bangunan berbahan pasir khususnya batako dan con blok.

2. Memiliki kecakapan hidup dalam aspek vocational skill dalam bidang

produksi bahan bangunan berbahan pasir dengan baik.

3. Memperoleh bekal keterampilan pengelolaan produksi dan penjualan

bahan bangunan berbahan pasir.

4. Dapat mengembangkan usaha produksi bahan bangunan berbahan pasir

dengan kualitas produk yang baik dan pendapatan yang layak.

B. Manfaat

Setelah kegiatan PPM ini selesai diharapkan dapat memberi manfaat

terutama bagi:

1. Para penghuni dan warga masyarakat sekitar LP Pajangan agar

memperoleh bekal keterampilan usaha yang dapat dikembangkan setelah

mengikuti pelatihan agar mendapatkan hasil yang layak untuk membiayai

hidupnya sendiri dan kemungkinan keluarganya.

2. Para perangkat desa dapat membantu meringankan beban pendidikan

terhadap warga masyarakatnya khususnya para kaum lelaki. Pelatihan ini

diharapkan dapat diterapkan oleh para penghuni dan warga masyarakat

sekitar LP Pajangan pada masa yang akan datang secara berkelanjutan.

3. Tim pengabdi dapat mengamalkan sebagian ilmu yang dimiliki supaya

(26)

BAB III

KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

Penghuni dan warga masyarakat sekitar LP Pajangan sebagai

komunitas sosial merupakan warga negara yang memiliki banyak tantangan

hidup karena keadaan ekonomi yang kurang mendukung. Kondisi ini sangat

baik untuk menempa hidup mereka sehingga mereka terbiasa kerja keras.

Sementara itu, usaha di bidang produksi bahan bangunan berbahan pasir

juga menuntut orang-orang yang mau bekerja keras. Dengan kondisi seperti

ini, materi pelatihan keterampilan produksi bahan bangunan berbahan pasir

menitik beratkan pada aspek keterampilan dalam memproduksi batako dan

con blok. Selain itu, juga diberikan pengetahuan tentang kewirausahaan

dalam kaitannya mengelola wirausaha pembuatan batako dan con blok.

Program pengabdian kepada masyarakat ini dapat akan berhasil

dengan baik apabila ada kerja sama antara pengelola perangkat desa dan

tokoh masyarakat dengan para tim pengabdi. Perangkat desa dan para tokoh

masyarakat dapat menyediakan fasilitas tempat, mengkoordinir warganya,

dan memberi nasehat dalam posisinya sebagai wakil pemerintah.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kerangka pemecahan masalah

yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Pemberian stimulan yang berupa

cetakan batako dan con blok masing-masing sebanyak tiga buah, untuk

cetakan batako berukuran 40x20x10 cm dan cetakan con clock berukuran

20x10x6 cm, (2) Pemberian ceramah tentang bahan-bahan pembentuk

batako, con block, bis beton, dan roster (semen, pasir, kerikil, dan air), (3)

Pelatihan keterampilan pembuatan batako dan con blok yang berkwalitas

baik, (4) Ceramah kewirausahaan dalam kaitannya bisnis bahan bangunan

(27)

BAB IV

PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Realisasi Pemecahan Masalah

Realisasi pemecahan masalah pelaksanaan PPM pengembangan

usaha berbahan pasir ini yaitu berupa:

1. Pemberian stimulan cetakan batako dan con blok, berukuran 40x20x10

cm dan 20x10x 6 cm masing-masing sebanyak tiga buah dapat terlaksana

seseaui dengan rencana.

2. Pemberian pengetahuan tentang bahan-bahan pembentuk batako dan con

blok dapat disampaikan dengan baik melalui metode ceramah dengan

menempati halaman salah satu peserta pelatihan di sekitar LPM

Pajangan, Bantul Yogyakarta.

3. Pelatihan teknis pembuatan batako dan con blok yang berkwalitas baik

juga dapat terlaksana dengan baik dilakukan oleh Ketua Tim Pelaksana

Kegiatan bersama tiga orang mahasiswa Program Studi Teknik Sipil

Jenjang D-3 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY.

4. Ceramah bidang kewirausahaan sebagai pendukung dalam usaha

berwirausaha bahan bangunan berbahan pasir dapat disampaikan juga

dengan metode ceramah oleh salah seorang angoota Tim Pelaksana

Kegiatan.

5. Dengan pembekalan materi seperti diuraikan di atas dirasa cukup

beralasan bahwa para penghuni dan warga masyarakat sekitar LP

Pajangan, Bantul, Yogyakarta dapat mengembangkan diri dalam usaha

berwirausaha bahan bangunan berbahan pasir.

B. Khalayak Sasaran yang Strategis

Khalayak sasaran yang strategis merupakan pihak perantara yang

akan turut berperan besar dalam usaha tercapaianya program kegiatan

pengabdian kepada masyarakat ini. Sebagai khalayak sasaran yang strategis

yaitu perangkat desa yang mempunyai hubungan langsung ke amsyarakat

(28)

Sedangkan sebagai khalayak sasarannya yaitu para penghuni dan

warga masyarakat sekitar LP Pajangan, Bantul, Yogyakarta; khususnya para

pemuda dan warga desa yang laki-laki. Pengelola LP dan para perangkat

desa dan tokoh masyarakat dapat berfungsi untuk mentransfer pengetahuan

dan keterampilan kepada warga lain di tahun-tahun mendatang. Hal ini,

karena model pelatihan hanya bersifat sementara dan kegiatan PPM setiap

tahun akan selalu berganti.

C. Metode Kegiatan

Materi kegiatan pengabdian pada masyarakat ini berisi pengetahuan

kewirausahaan dan keterampilan produksi bahan bangunan berbahan pasir

khususnya pembuatan batako dan con blok. Selain itu, juga diberikan

pengetahuan pemasaran secara sederhana sehingga dapat meningkatkan

daya jual dan nilai ekonomi produk yang dihasilkan.

Metode kegiatan yang sesuai untuk menyampaikan materi tersebut

adalah: (1) ceramah, (2) diskusi, (3) demonstrasi, dan (4) praktek langsung di

lapangan. Metode ceramah dan diskusi digunakan untuk menyampaikan

materi kewirausahaan, sedangkan metode demontrasi dan praktek di

lapangan digunakan untuk menyampaikan materi keterampilan produksi

bahan bangunan berbahan pasir khususnya dalam pembuatan batako dan

con blok.

D. Jadual Kegiatan

Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dilaksanakan dengan jadwal

kegiatan sebagai berikut (lihat Tabel 3).

Tabel 3.

Jadwal Pelaksanaan PPM Pelatihan Produksi Bahah Bangunan Berbahan Pasir

No. Macam Kegiatan Bulan Ke

1 2 3 4

1 Survei lokasi

(29)

No. Macam Kegiatan Bulan Ke

1 2 3 4

3 Pelatihan keterampilan, kewirausahaan, dan pengenalan komponen bahan bangunan berbahan pasir

4  Pelatihan keterampilan produksi bahan bangunan berbahan pasir khususnya untuk peningkatan dan pengembangan kwalitas batako dan con blok.

 Pelatihan kewirausahaan di bidang produksi bahan bangunan berbahan pasir

5 Evaluasi pelaksanaan kegiatan

(30)

BAB V

HASIL DAN EVALUASI KEGIATAN

E. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan ini yaitu berupa: (1) pemberian stimulan cetakan batako,

dan con block, berukuran 40x20x10 cm dan 20x10x6 cm masing-masing

sebanyak tiga buah, (2) Pasir sebanyak 1 rit truk, (3) Sepuluh zak semen

merk Holcim (3) Pemberian ceramah (materi) tentang kwirausahaan, (4)

Pemberian ceramah dan demonstrasi teknik pembuatan batako dan con blok

yang berkwalitas baik, dan (5) Teknik pembuatan batako dan con blok melalui

praktek lapangan.

Selain itu, hasil kegiatan yang lain yaitu berupa batako dan con blok

yang dapat diproduksi selama pelaksanaan PPM ini berlangsung. Untuk

produksi batako pada saat pelatihan telah dapat diselesaikan sebanyak 1.500

buah batako. Begitu juga, untuk produksi con block para peserta pelatihan

telah dapat mencetaknya dengan baik.

Nilai jual untuk masing-masing produk, yaitu: (1) batako dengan

perbandingan campuran 1 PC : 12 PS dijual dengan harga Rp 1.800,00 dan

campuran 1 PC : 20 PS dijual dengan harga Rp 1.200,00; dan (2) untuk con

blok setiap meter persegi dijual dengan harga Rp 17.500,00.

B. Evaluasi Kegiatan

Evaluasi kegiatan PPM ini dilaksanakan dengan cara melihat minat

peserta khususnya para warga masyarakat dalam mengikuti semua bentuk

kegiatan dan minat mengembangkan keterampilan untuk usaha berwirausaha

produksi bahan bangunan berbahan pasir. Evaluasi kegiatan keterampilan

dilihat dari hasil praktek khalayak sasaran dalam proses membuat batako dan

con blok, serta sejauhmana kwalitas batako dan con blok yang dihasilkan.

Tolok ukur keberhasilan dilihat dari penyelesaian pekerjaan pembuatan

batako dan con blok dan jumlah produk batako dan con blok yang dihasilkan

dalam kegiatan praktek selama pelaksanaan PPM ini berlangsung. Disamping

(31)

berwirausaha bahan bangunan berbahan pasir di lingkungan LP Pajangan,

Bantul, Yogyakarta.dan warga masyarakat sekitarnya

Ditinjau dari kwalitas produk yang dihasilkan, para penghuni dan warga

masyarakat sekitar LP Pajangan, Bantul, Yogyakarta telah dapat

memproduksi batako dan con blok dengan kwalitas yang baik bahkan jauh

lebih baik dari kwalitas batako dan con blok yang beredar di pasaran. Hal ini

dikarenakan batako dan con blok yang dicetak penghuni LP Pajangan dan

warga masyarakat sekitarnya tersebut dengan perbandingan 1 PC : 12 PS

tidak seperti yang kebanyakan beredar di pasaran yaitu dengan perbandingan

1 PC : 15 PS. Akan tetapi, pada saat ini para penghuni dan warga masyarakat

sekitar LP Pajangan telah dapat mengembangkan wirausaha produksi bahan

bangunan berbahan pasir, dengan kwalitas sesuai dengan permintaan pasar.

Hal ini dapat dilihat bahwa mereka pada saat ini telah dapat menjual batako

dengan perbandingan campuran 1 PC : 20 PS dengan harga Rp 1.200,00/biji.

Dengan perbandingan campuran yang pada saat ini mereka lakukan untuk 1

zak semen dapat menghasilkan 80 biji batako dengan ukuran 40x30x10 cm.

Produki batako dengan perbandingan 1 PC : 20 PS ini bila dilihat secara

pandangan mata (visual) memang baik, akan tetapi bila diuji di laboratorium

khususnya untuk melihat kuat tekannya, hasilnya pasti jauh di bawah standar

kuat tekan SNI. Untuk pembuatan roster digunakan campuran untuk bagian

kepala yaitu 1 PC : 3 PS dan untuk bagian bawahnya dengan campuran 1 PC

: 8 PS. Sedangkan untuk mencetak bis beton digunakan campuran 1 PC : 13

PS. Semua perbandingan campuran untuk berbagai jenis produk bahan

bangunan tersebut telah dilakukan analisis secara ekonomi agar memperoleh

keuntungan yang layak. Berbagai koordina yang terkait dalam analisis

ekonomi produksi bahan bangunan adalah: harga pasir, harga PC, biaya

cetak, dan nilai jual untuk masing-masing jenis produk bahan bangunan

tersebut.

Sedangkan bila dilihat dari produktivitasnya para penghuni dan warga

masyarakat sekitar LP Pajangan sanglah produktif baik. Hal ini terbukti, untuk

mencetak batako bagi pekerja pemula dapat menhasilkan sebanyak kurang

(32)

(terampil), dapat menghasilkan batako sebanyak kurang lebih 250 biji per

harinya.

F. Faktor Pendukung

Berbagai hal yang dirasa mendukung sehingga memperlancar

penyelesaian program PPM ini guna mengatasi permasalahan yang dihadapi

oleh para penghuni dan warga masyarakat sekitar LP Pajangan, Bantul,

Yogyakarta adalah sebagai berikut.

1. Adanya kerjasama yang baik antara Tim Pelaksana Kegiatan dengan

perangkat desa dan partisipasi aktif dari peserta pelatihan dalam

menyum-bangkan gagasan, koreksi, dan masukkan selama proses

pemberian materi dan pembuatan batako dan con blok berlangsung.

2. Adanya kerjasama yang baik antara koordinator Bengkel Plumbing dan

Teknisinya Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas

Teknik Universitas Negeri Yogyakarta dengan Tim Pelaksana Pengabdian

khususnya dalam penyediaan peralatan dan fasilitas bengkel lainnya

dalam pembuatan cetakan batako dan con blok.

3. Tersedia bahan baku untuk pembuatan cetakan batako, con block, dan bis

be-ton tersebut di Yogyakarta sehingga cukup mudah untuk

mendapat-kannya.

4. Adanya bantuan dan kerjasama yang baik dari pihak LPM UNY khusus

Ketua LPM dan stafnya dalam memperlancar semua program yang terkait

penyelesaian PPM ini.

D. Faktor Penghambat

Secara teknis dapat dikatakan sebagai penghambat dalam

penyelesaian program PPM ini adalah tidak ada. Artinya semua bentuk

kegiatan, baik dari saat mulai mendisain sampai dengan merealisasikannya

pembuatan cetakan batako, con block, dan pengadaan bis beton proses

finishing, uji coba laboratorium, uji coba lapangan, dan pelaksanaan PPM di

lapangan dapat diselesaikan dengan baik tanpa ada gangguan/ hambatan

yang berarti. Dengan kondisi yang demikian, para Penghuni dan warga

(33)

beberapa usaha bahan bangunan berbahan pasir seperti: batako dan con

(34)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan hasil pelaksanaan program PPM ini

selanjutnya dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut.

1. Jenis keterampilan produksi bahan bangunan berbahan pasir yang sesuai

dikembangkan oleh para penghuni dan warga masyarakat sekitar LP

Pajangan , Bantul, Yogyakarta adalah pembuatan batako dan con blok.

2. Secara umum para para penghuni dan warga masyarakat sekitar LP

Pajangan, Bantul, Yogyakarta sangat berminat mengikuti pelatihan usaha

produksi bahan bangunan berbahan pasir khususnya pembuatan batako

dan con block.

3. Setelah diberikan pelatihan secara intensif para penghuni dan warga

masyarakat sekitar LP Pajangan, Bantul, Yogyakarta dapat mengikuti dan

mengembangkan keterampilan usaha produksi bahan bangunan berbahan

pasir khususnya pembuatan batako dan con blok. Hal ini terbukti mereka

dapat membuat batako dan con blok dengan kwalitas yang jauh lebih baik

dibandingkan dengan yang beredar di pasaran (tergantung pesanan).

4. Secara umum pelaksanaan kegiatan PPM ini tidak ada hambatan yang

berarti. Namun, bila ditinjau dari aspek pemasaran produk batako dan con

blok yang dihasilkan, mereka masih memerlukan bimbingan lebih lanjut

terutama dalam hal menjaga kwalitas produk.

5. Proses pembuatan bahan bangunan berbahan pasir khususnyas batako

dan con blok yang dapat dikembangkan oleh para penghuni dan warga

masyarakat sekitar LP Pajangan, Bantul, Yogyakarta adalah diawali

dengan pencampuran bahan-bahan dasar yaitu semen dan pasir dalam

keadaan kering sampai mencapai kondisi homogen. Proses berikutnya

bahan dasar tersebut dicampur air secukupnya hingga mencapai kondisi

kadar lengas tanah, dilanjutkan proses pencetakan, perawatan,

(35)

B. Saran-saran

Demi keberhasilan program pengembangan wirausaha bahan

bangunan berbahan pasir dan pemberian bekal kecakapan hidup bagi para

penghuni dan warga masyarakat sekitar LP Pajangan, Bantul, Yogyakarta,

saran-saran berikut dapat dijadikan acuan pengembangannya.

1. Tekuni usaha pembuatan batako dan con blok bahkan dapat

dikembangkan ke produk yang lain seperti roster, profil, kolom, pagar, dan

bis betno dengan cara peneydiaan cetakan, mempelajari teknis

pembuatannya, dan pertahankan kwalitasnya produknya.

2. Untuk membuat produk bahan bangunan berbahan pasir yang berkwalitas

(mempunyai kekuatan dan mutu yang tinggi), gunakan bahan dasar

khususnya pasir dan semen yang berkwalitas baik juga. Secara mudah,

pasir yang baik yaitu yang tidak banyak mengandung lumpur, mempunyai

susunan butir (gradasi) yang baik (bervariasi), dan terasa tajam bila

digenggam.

3. Teknik pemasaran produk dapat dilakukan dengan pendekatan para

perangkat desa, pemuka tokoh masyarakat di daerah sekitarnya (masjid,

mushola, lembanga pendidikan, para pengembang, dan lain-lain), atau

untuk penjualan bis beton yaitu bekerjasama dengan para tukang gali

sumur.

4. Cetakan batako, con blok, dan jenis bahan bangunan lain yang telah

selesai digunakan sebaiknya segera dicuci (dibersihkan) dari segala

kotoran yang menempel agar tidak mudah berkait sehingga dapat

(36)

Gambar

Gambar 1.  Jenis Kecakapan Hidup (Sumber: Indrajati Sidi, 2002: 8).
Gambar 3.  Keterkaitan antar Aspek Kecakapan Hidup pada Tiap Jenis dan
Tabel 2.  Ukuran Standard dan Toleransi
Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan PPM Pelatihan Produksi

Referensi

Dokumen terkait

Judul dari disertasi ini adalah: Pengembangan Vaksin DNA Penyandi Glikoprotein Virus KHV (Koi Herpesvirus) Menggunakan Isolat Lokal. Ucapan terima kasih dan penghargaan

Dengan demikian dalam madzhab Syafi‘i hanya mengakui keturunan dari pihak laki-laki dan cucu yang terkadang posisinya sebagai dzaw al-Arhᾱm tidak berhak mendapat harta waris.6

PPN Ambon yang berada di titik sentral dari tiga Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) tersebut peranannya harus lebih dioptimalkan melalui peningkatan kapasitas layanan

Dari beberapa contoh kasus yang dikemukakan anggota milis Dunia Wirausaha, ada usul untuk menyediakan usaha yang meng-supply koneksi internet ke para mahasiswa kos dengan harga

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap: 1) efektivitas penggunaan pendekatan saintifik terhadap motivasi belajar peserta didik kelas X dalam pembelajaran PPKn di SMKN

Dari berbagai pandangan tersebut, koordinasi dalam pendekatan pengelolaan jaringan lebih mengarah pada bentuk koordinasi yang negosiatif dan konsultatif, yang mana

MWCNTs dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 7.37 menunjukkan adsorpsi isothermal nitrogen Tipe IV dengan loop histerisis yang khas untuk material mesopori di mana

Kesimpulan penelitian ini adalah terjadi kembali keutuhan dan sifat biomekanik tendon yang fungsional pada jaringan rekonstruksi defek tendon fleksor kelinci yang disambung