Untuk informasi lebih lanjut mengenai :
IUPHHK HT, IUPHHK HTR, IUPHHBK- HT, IUPJL-HT hubungi : Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman
Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Gd. Manggala Wanabhaki Blok I Lantai 6 Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat Telp. (021) 5730258
IUPHHBK-HA, IUPJL-HA, hubungi :
Direktorat Bina Pengembangan Hutan Alam Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Gd. Manggala Wanabaki Blok I Lantai 11 Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat Telp. (021) 5730383
Hasil Ideniikasi Kawasan Hutan Produksi Tidak Dibebani Hak Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Produksi Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Gd. Manggala Wanabaki Blok I Lantai 5 Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat Telp. (021) 5730233
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan kekayaan alam kepada seluruh bangsa Indonesia dan memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun booklet berisi informasi mengenai “Sumberdaya Hutan Produksi di Provinsi Nusa Tenggara Timur” ini. Booklet ini kami susun sebagai salah satu upaya untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi kawasan hutan produksi di Provinsi NTT. Informasi ini diharapkan juga dapat memberikan gambaran kepada para calon investor mengenai ketersediaan kawasan hutan produksi yang berpeluang dikembangkan sebagai unit usaha kehutanan.
Sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2008 jo PP No.3 tahun 2009, pemanfaatan hutan produksi idak hanya berbasis pada kayu dan berskala besar. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu kini dapat dilakukan melalui Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) dan Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan. Selain itu, kini juga terbuka peluang bagi investor skala kecil melalui pola pemanfaatan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK HTR).
Pola pemanfaatan hutan produksi yang semakin variaif dan idak hanya berbasis kayu diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi hutan produksi, sekaligus menjadikan kawasan hutan produksi terkelola secara lestari.
Jakarta, Juli 2009
Direktur
Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Produksi
Iman Santoso NIP. 19530922 198203 1 001
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
I. GAMBARAN UMUM
1.1.Letak, Luas dan Administrasi Wilayah 1.2.Pembangunan Ekonomi
1.3.Infrastruktur II.KAWASAN HUTAN
2.1.Kawasan Hutan dan Perairan 2.2.Kawasan Hutan Produksi
2.3.Status Hak Kawasan Hutan Produksi 2.4.Produksi Kayu Bulat
III.PELUANG USAHA PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI 3.1.IUPHHK-HTI
3.2.IUPHHK-HTR 3.3.IUPHH-BK
1.Lapangan Usaha Sektor Kehutanan
2.Transportasi udara dari dank ke provinsi NTT 3.Luas hutan produksi per Kabupaten di provinsi NTT
4. Data perkembangan volume ekspor hasil hutan bukan kayu di Provinsi NTT
1.Peta provinsi NTT
2.Peta penunjukkan kawasan hutan dan perairan provinsi NTT 3.Produksi kayu bulat di provinsi NTT
4.Kayu mahoni yang banyak dikembangkan di Provi NTT 5.Kemiri (Aluarites moluccana)
6.Peta Potensi dan Lokasi Pemanfaatan Hutan Produksi Yang Tidak Dibebani Hak di Prov. NTT
7.Pohon Cendana (Santalum album)
8.Graik Populasi Tegakan Kayu Cendana di Provinsi NTT 9.Graik Perkembangan Volume Ekspor Asam Isi di Provinsi NTT 10.Pohon Asam (Tamarindus indica)
11.Kesambi (Schleicera oleosa)
No Lapangan Usaha
Jiwa Pert/yhn
%
2001 2002 2003 2004 2005
1 Hutan Negara
654.709 675.876 675.900 480.951 519.073 1,77
2 Hutan Rakyat
433.529 389.649 389.649 336.484 529.175 14,08
Jumlah 1.088.238 1.065.525 1.065.549 817.435 1.049.148 6,83 Tabel 1. Lapangan Usaha Sektor Kehutanan LETAK, LUAS DAN ADMINISTRASI WILAYAH
Nusa Tenggara Timur terletak antara 1180 – 1250 BT dan
80 – 120 LS, dengan luas wilayah 47.349,90 Km2. Wilayah
NTT terdiri atas empat pulau besar, yaitu Pulau Flores, Sumba, Timur, Alor, serta beberapa pulau kecil lain, yang
dibagi menjadi 16 kabupaten/kota, 270 kecamatan dan 2.533 desa/kelurahan. Akibat pemekaran wilayah, saat
ini terdapat 21 kabupaten/kota di NTT. Kabupaten Sumba Timur paling luas di antara kabupaten lain, disusul Kupang, Manggarai, dan Sumba Barat.
PEMBANGUNAN EKONOMI
1. Lapangan Usaha Sektor Kehutanan
Dari luas wilayah 47.349,90 Km2, wilayah daratan
merupakan potensi tanah kering yaitu seluas 1.528.258
ha dengan lahan fungsional seluas 689.112 ha (45%).
Berdasarkan perkembangan jenis penggunaan lahan dikaitkan dengan lapangan usaha, untuk sub sektor
kehutanan, mulai tahun 2001 sd. 2005 mencapai pertumbuhan rata-rata mencapai 7%.
2. Sektor Perdagangan dan Industri
Hasil Sensus Ekonomi tahun 2006 tercatat jumlah perusahaan usaha perdagangan di Provinsi NTT sebanyak 134.598 unit usaha.
Unit usaha sektor perdagangan sebagian besar terdapat di
Kabupaten Belu 11%, Kota Kupang 10%, Kabupaten TTS 9% dan
sisanya menyebar di kabupaten lainnya. Sedangkan jumlah unit
usaha di sektor industri tercatat 69.854 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 123.779 orang. Unit usaha di sektor industri, sebagian besar terdapat di Kabupaten Ende (14.198 unit usaha),
Sumba Barat (11.322 unit usaha] dan Kabupaten Belu sebanyak
6.881 unit usaha.
3. Pendapatan per Kapita
Pendapatan rata-rata per kapita penduduk NTT mengalami
peningkatan antara tahun 2004 sd. 2006 yaitu rata-rata sebesar 11,51% arinya produkivitas per kapita penduduk NTT terus
meningkat.
4. Prospek Pemasaran Komoditas
Tabel 2. Transpomasi Udara Dari dan Ke Wilayah Provinsi NTT
No Jenis
Pesawat PenerbanganRute
Jadwal
4 Cassa-212 Kupang-Waingapu, Kupang-Ruteng-Bima, Bima-Maumere, Kala-bahi, Atambua, Kupang-Mataram, Kupang-Makassar dan Kupang-Lewolwaba
5 Star Air Service Kupang-Denpasar-Surabaya Tiap hari
6 Batavia Air Kupang-Surabaya-Jakarta Tiap hari 7 Lion Air Kupang-Surabaya-Jakarta Tiap hari
8 Trans Nusntara Kupang-Waingapu, Kupang-Ende Kupang-Maumere, Kupang-Ruteng Kupang-Tambaloka
Rata-rata 3-4 x seminggu Dengan wilayah yang berupa kepulauan, prasarana perhubungan
laut dan udara mutlak diperlukan di provinsi ini. Terdapat dua pelabuhan laut yaitu Pelabuhan Waingapu dan Pelabuhan Maumere, serta 1 bandar udara nasional dan beberapa bandar
udara perinis yang tersebar di 14 kabupaten, bandara tersebut telah disinggahi pesawat jenis Cassa secara reguler, 4 pelabuhan udara sudah dapat disinggahi jenis pesawat Fokker 27 dan Fokker 28, sedangkan untuk pesawat jenis Boeing 737 baru dapat
mendarat di pelabuhan udara El Tari Kupang. tujuan pemanasaran yaitu pemasaran lokal dan pemasaran
antar provinsi. Pemasaran lokal dilakukan antar pulau atau
antar kabupaten/kota seperi di Kota Kupang, Kabupaten
Kupang, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Ende, Manggarai, Manggarai Barat dan Sumba Timur. Pemasaran
antar provinsi dengan daerah tujuan provinsi Bali, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Prospek pemasaran hasil
hutan bukan kayu selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri juga telah memasuki segmen pasar ekspor. Sebagian besar hasil hutan non kayu (minyak cendana) telah diekspor
ke Perancis, Amerika, China, Hongkong, Korea, Taiwa dan
Jepang.
5. Jumlah Penduduk dan Tenaga Kerja
Penduduk NTT pada tahun 2007 berjumlah sebanyak 4.448.873
jiwa, terdiri dari laki-laki 2.234.452 jiwa dan perempuan sebanyak 2.214.421 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,79 % per tahun dan ingkat kepadatan 91,98 jiwa
per km2. Kabupaten yang paling banyak penduduknya adalah
Kabupaten Manggarai dengan jumlah penduduk 504.163 jiwa
sedangkan kabupaten yang paling sedikit penduduknya adalah
Kabupaten Lembata dengan jumlah penduduk 104.440 jiwa.
INFRASTRUKTUR
Sebagai penunjang perekonomian, Nusa Tenggara Timur memiliki
2 (dua) kawasan industri yaitu kawasan industri Boanawa di Kabupaten Ende dan kawasan industri Bolok di Kabupaten
Kupang. Dukungan prasarana jalan darat di provinsi ini sepanjang
KAWASAN HUTAN DAN PERAIRAN
Berdasarkan penunjukan kawasan hutan yang ditetapkan mela-lui SK Menhut No.423/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999, luas ka-wasan hutan dan perairan Provinsi NTT seluas 1.808.990 ha atau 38,21% dari luas wilayah daratan yang teridiri seluas 428.360 Ha Hutan Produksi Tetap (HP), 197.250 Ha Hutan Produksi Terbatas (HPT) serta 101.830 Ha Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK), Hutan Lindung (HL) seluas 731.220 Ha dan KSA/KPA seluas 96.408 Ha (Gambar 2).
KAWASAN HUTAN PRODUKSI
Keberadaan kawasan hutan produksi merupakan potensi bagi investasi di bidang kehutanan. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008, bentuk-bentuk pemanfaatan hasil hutan pada hutan produksi yang dapat diusahakan antara lain melalui:
1. Usaha pemanfaatan kawasan; 2. Usaha pemanfaatan jasa lingkungan;
3. Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam; 4. Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman; 5. Usaha pemanfataan hasil hutan bukan kayu dalam hutan
alam;
6. Usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman;
7. Pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan;
8. Pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman.
Sebaran hutan produksi terluas berada di Kabupaten Sumba Timur, namun sebagian besar merupakan kawasan hutan produk-si yang dapat dikonverproduk-si (HPK). Luas kawasan hutan produkproduk-si tetap (HP) terluas ada di Kupang, disusul Kabupaten Timor Ten-gah Selatan dan Ende (Tabel 3).
STATUS HAK HUTAN PRODUKSI
Status hak kawasan hutan produksi di Provinsi NTT sebagian besar belum dimanfaatkan. Berdasarkan data Ditjen BPK sam-pai dengan Maret 2009, dari seluas 657.056 ha kawasan hutan produksi yang telah dimanfaatkan hanya satu unit IUPHHK-HT dengan luas SK IUPHHK seluas 6.880 ha.
PRODUKSI KAYU BULAT
Produksi kayu bulat sebagian besar berasal dari lahan milik masyarakat. Untuk tahun 2004 s/d 2006 terlihat produksi kayu bulat jenis rimba campuran mengalami penurunan, tetapi jenis jai terjadi kecenderungan meningkat. Rendahnya produksi kayu dibandingkan dengan ketersediaan kayu merupakan peluang
bagi pengembangan investasi usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan produksi di NTT.
Jenis tanaman berkayu yang banyak tumbuh antara lain Jai (Tectona grandis), Gmelina (Gmelina arborea), dan Mahoni (Swietenia macrophylla King). Jenis-jenis kayu ini umumnya dapat tumbuh di tempat-tempat dengan iklim kering, dengan keinggian tempat s/d 1.000 meter dpl (di atas permukaan laut). Tanaman Gmelina, misalnya, bahkan dapat tumbuh pada daerah hutan yang kering dan memiliki toleransi tempat tumbuh yang cukup panjang antara 0 m s/d 1.200 meter dpl.
Gambar 3. Produksi kayu bulat di Provinsi NTT
No Kabupaten/Kota HPT
Jumlah 225.395 315.515 116.146 657.056
Tabel 3. Luas Hutan Produksi per Kabupaten di Provinsi NTT
Ket. Luas hutan dihitung secara digitasi
PELUANG USAHA
Hasil ideniikasi yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan (2008), diperoleh hasil bahwa dari kawasan hutan produksi di provinsi NTT seluas 657.048 ha terdapat kawasan hutan produksi yang belum dibebani hak seluas 650.176 ha atau 98,98% dari total luas hutan produksi.
IUPHHK HTI
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri Dalam Hutan Tanaman (IUPHHK HTI) merupakan izin
yang diberikan oleh Menhut pada kawasan hutan produksi yang sudah idak produkif. Tanaman yang dihasilkan dari
IUPHHK-HTI merupakan aset pemegang izin usaha dan dapat dijadikan agunan sepanjang izin usahanya masih berlaku.
Dari hasil ideniikasi kawasan hutan produksi yang idak dibebani
hak, tersedia areal 152.040 Ha yang berpotensi dimanfaatkan
untuk IUPHHK HTI. Ketersediaan kawasan untuk IUPHHK HTI
itu terdapat di Kabupaten Sumba Timur dan Kupang, disusul Kabupaten Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya.
1) Kabupaten Sumba Barat Daya, Sumba Barat dan Sumba Tengah
Di Kabupaten Sumba Barat Daya, Sumba Barat dan Sumba
Tengah, terdapat kawasan hutan produksi total seluas 22.796
Ha potensial dijadikan HTI. Merupakan hutan savana dan hutan pegunungan tanah kering, penutupan lahan masih berhutan namun berbukit-bukit. Jenis kayu dominan adalah Mahoni. Aksesibilitas: jalan darat ± 2 jam dari Kota Waikabubak.
2) Kabupaten Sumba Timur
Tersedia kawasan hutan produksi seluas 70.755 Ha yang
potensial untuk HTI. Merupakan hutan pegunungan tanah kering, kondisi lereng berbukit, penutupan lahan masih berhutan dengan potensi baik. Jenis kayu dominan Mahoni dan Kemiri. Aksesibilitas : jalan darat ± 1 jam dari Kecamatan Haharu.
3) Kabupaten Kupang
Di Kabupaten Kupang tersedia kawasan hutan produksi seluas 58.444 Ha yang potensial untuk HTI. Tipe hutan di kawasan
ini adalah hutan dataran kering, dengan kondisi lereng agak curam, dan penutupan lahan semak belukar. Jenis kayu Asam banyak ditemukan di lokasi ini.
IUPHHK HTR
Nusa Tenggara Timur juga potensial untuk Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK HTR). Izin ini dapat diberikan kepada perorangan atau koperasi, dengan luas maksimum 15
Ha untuk seiap pemohon perorangan. Bagi koperasi, luas HTR
dapat disesuaikan dengan kemampuan usahanya. Pembangunan HTR dapat dibiayai melalui pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Pembiayaan Pembangunan Hutan.
Kawasan hutan produksi untuk HTR umumnya adalah hutan produksi yang sudah idak produkif, dan diutamakan dekat
dengan industri pengolahan hasil hutan.
Dari hasil ideniikasi kawasan hutan produksi yang idak dibebani
hak oleh Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan (2008),
terdapat 443.437 Ha kawasan hutan produksi yang berpotensi dimanfaatkan dengan pola HTR yang tersebar di 19 kabupaten/
kota di Kepulauan Manggarai, Pulau Flores, Lembata, Pulau Alor, Pulau Timor, dan Pulau Sumba.
1) Kabupaten Manggarai Barat
Tersedia areal yang potensial untuk HTR seluas 33.514 Ha. Tipe hutan campuran (semak, alang-alang), kondisi tanah subur, namun dengan kondisi lereng agak curam. Penutupan lahan masih berhutan dengan potensi cukup baik dimana 15% dari areal tersebut ditumbuhi pohon bambu. Jenis kayu dominan Surian, Kesambi dan Gmelina.
2) Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur
Di Manggarai areal potensial seluas 589 Ha, sedangkan di
Manggarai Timur seluas 22.439 Ha. Umumnya beripe hutan
campuran, kondisi tanahnya subur, namun kondisi lereng berbukit agak curam. Jenis kayu yang dominan dominan antara lain: Mahoni, Kesambi, Mengkubung dan Gmelina.
3) Kabupaten Ngada
Areal yang potensial seluas 37.712 Ha, berupa hutan padang rumput, dengan kondisi tanah kapur berpasir, namun dengan kondisi lereng berbukit agak curam.
4) Kabupaten Nangakeo, Ende dan Sikka
Di Kabupaten Nangakeo tersedia 16.485 ha hutan produksi
yang berpotensi dijadikan HTR. Sedangkan antar kabupaten
Nangakeo dan Ende tersedia 12.998 ha, antar Kabupaten Ende dan Sikka seluas 17.791 ha, dan di di Kabupaten Sikka
luas 8.344 ha.Tipe hutan padang rumput, kondisi tanah kering berbatu, kondisi lereng agak curam. Jenis kayu antara lain
Mahoni, Jai, Kemiri, Suren, Gmelina. Terdapat jalan negara di sekitar kawasan ini ± 2 jam dari Ende.
5) Kabupaten Flores Timur
Di Kabupaten ini tersedia areal seluas 15.297 Ha yang
potensial untuk HTR. Sebagian besar hutan alang-alang dan semak belukar. Tanahnya kering berbatu, dengan kondisi lereng landai sedikit berbukit. Terdapat jalan provinsi sehingga memudahkan aksesibilitas.
6) Kabupaten Lembata dan Alor
Tersedia areal seluas 22.846 ha yang potensial dikembangkan
menjadi HTR di Kabupaten Lembata. Umumnya terdapat di sekitar Pantai Barat. Tipe hutan di lokasi ini merupakan hutan
tanah kering, semak belukar, dengan kondisi tanah vulkanik berbatu, dan berlereng agak curam. Jenis kayu Merah, Kemiri, dan Asam.
7) Kabupaten Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Timur Di Kabupaten Sumba Barat-Sumba Tengah tersedia areal
seluas 5.390 ha, di Kabupaten Sumba Tengah-Sumba Timur
tersedia 5.787 ha, dan di Kabupaten Sumba Timur tersedia
21.756 ha.
Kondisi tanah di Pulau Sumba pada umumnya kering berbatu atau berpasir, dengan kelerengan berbukit curam. Tipe hutan savana dan padang rumput.
8) Kabupaten Rote Ndao
Tersedia areal seluas 24.730 ha di kabupaten ini yang potensial dijadikan HTR. Tipe hutan tanah dataran kering dan semak belukar. Kondisi tanah berbatu, serta lerengnya datar sampai agak curam agak curam.
9) Kota Kupang dan Kabupaten Kupang
Tersedia areal seluas 4.790 ha di Kota Kupang dan 3.569 ha
di Kabupaten Kupang. Tipe hutan tanah kering, penutupan lahan semak belukar, kondisi tanah berbatu, kondisi lereng agak curam.
10) Kabupaten Timor Tengah Selatan
Tersedia areal seluas 49.489 ha yang potensial dikembangkan
menjadi HTR. Tipe hutan tanah kering, penutupan lahan semak belukar, kondisi tanah berbatu, kondisi lereng agak
yang dikembangkan.
Dari hasil ideniikasi kawasan hutan produksi oleh Direktorat
Jenderal Bina Produksi Kehutanan (2008) terdapat kurang lebih
49.000 Ha yang berpotensi dimanfaatkan melalui pola IUPHHBK.
Areal tersebut tersebar di Kabupaten Ende, Flores Timur, Alor,
Sumbawa Timur, dan Belu.
1. Kabupaten Ende
Tesedia areal seluas 1.261 ha potensial untuk IUPHHBK.
Jenis-jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang potensial dikembangkan atar lain: rotan, madu, dan kulit kayu manis. Tipe hutan pegunungan serta penutupan lahan sebagian masih berhutan.
2. Kabupaten Flores Timur
Tersedia areal seluas 2.277 ha di Kabupaten Flores Timur yang potensial untuk IUPHHBK. Kondisi hutan produksi di Flores Timur pada umumnya merupakan hutan campuran yang sebagian besar ditumbuhi semak belukar. Tanaman Kemiri banyak dijumpai di daerah ini meskipun kondisi tanah berbatu, dan kondisi lerengnya curam.
3. Kabupaten Alor
Tersedia areal seluas 24.316 Ha di Kabupaten Alor yang
berpotensi dikembangkan untuk IUPHHBK. Secara umum merupakan hutan pegunungan tanah kering dengan penutupan lahan semak belukar, dan kondisi tanah vulkanik berbatu. Komoditas HHBK antara lain Cendana, Kenari, Kemiri, Asam, dan Seedlak.
11) Kabupaten Timor Tengah Utara dan Belu
Tersedia areal seluas 74.078 ha di Kabupaten Timor Tengah
Utara dan 3.819 ha di Kabupaten Belu. Tipe hutan tanah
kering, penutupan lahan semak belukar, kondisi tanah berbatu, kondisi lereng agak curam. Jenis kayu dominan Asam, Kemiri,
Kayu Puih, Ampupu.
IUPHHBK
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) dapat dilakukan pada hutan alam maupun hutan tanaman. Hasil hutan bukan kayu yang dapat dimanfaatkan antara lain:
1) Rotan, sagu, nipah, bambu yang melipui kegiatan penanaman,
pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran
hasil;
2) Getah, kulit kayu, daun, buah atau biji dan gaharu yang
melipui kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil;
3) komoditas pengembangan bahan baku bahan bakar nabai (biofuel) yang ditetapkan oleh Menteri yang melipui kegiatan
penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan
Alam (IUPHHBK HA) diberikan oleh Bupai jika arealnya berada pada satu wilayah kabupaten, oleh Gubernur jika arealnya
berada pada lintas kabupaten dalam satu provinsi, atau Menteri jika arealnya lintas provinsi. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Pada Hutan Tanaman (IUPHHBK HT) dapat diberikan
dipasarkan Jawa, sementara peluang pasar internasional masih
terbuka luas. Demikian pula dengan cendana, sebagian besar
masih dipasarkan di dalam negeri, yaitu ke Bali, NTB, Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
1. Cendana (Santalum album)
Cendana (Santalum album) merupakan komoditas unggulan
Provinsi NTT. Tanaman cendana tumbuh baik pada keinggian
antara 50 – 1200 meter dpl, dengan curah hujan 1100 – 2000 mm/tahun.
Pertumbuhannya yang lambat dan jangka waktu panen
kayu teras yang mencapai 40-50 tahun membuat harga kayu
cendana relaif mahal. Pada umur 50 tahun, seiap batang
pohon cendana menghasilkan ata-rata 50-70 Kg kayu teras. Sementara pada umur yang sama, dari akar pohon cendana
dapat dihasilkan 60 Kg kayu teras. Populasi tanaman cendana
banyak ditemukan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Belu, dan Kupang.
Komoditas 2001 2002 2003 2004 2005
Asam (Kg) 7.843.978 4.567.751 11.489.397 9.195.060 13.721.441
Kemiri (Kg) 8.097.089 2.334.511 4.184.604 7.068.629 5.778.325
Madu (liter) 6.245 2640 1.875 46.206 23.694
Kayu hitam (Kg) 0 25.302 860 6.000 5.957
Seedlak (Kg) 369.440 323.960 800.046 4.740 2.128.351
Kayu Papi (Kg) 77.873 57.556 526.476 73.423 329.662
Rotan (Ton) 52.883 1.825 2.240 3.000 8.050
Kayu cendana (Kg) 156.123 248.164 303.815 210.365 0
Minyak cendana (liter) 2.450 2.306.018 0 3.615 3.279
4. Kabupaten Belu
Tersedia areal seluas 1.638 Ha di Kabupaten Belu yang
berpotensi dijadikan IUPHBBK. Tipe hutan tanah kering dan sebagian besar ditumbuhi semak belukar, kondisi tanah berbatu, dan kondisi lereng datar-agak curam. Jenis dominan Kemiri dan Asam.
Potensi HHBK
Terdapat lebih dari 10 komoditas HHBK yang bernilai ekonomis dan telah diusahakan rakyat selama puluhan tahun. Komoditas unggulan NTT yang menonjol adalah Kemiri, Asam, Minyak
Cendana, Seedlak, Madu, Rotan, serta sejumlah kayu mewah (fancy wood) seperi Kayu Hitam, Kayu Cendana, dan Kayu Papi
(Exocarpus laifolia).
Beberapa komoditas HHBK seperi cendana dan seedlak memiliki peluang pasar yang cukup kompeiif. Seedlak selama ini baru
2. Asam (Tamarindus indica)
Pohon Asam (Tamarindus indica) dapat tumbuh pada
keinggian 1.000-1.500 m. Tumbuhan ini cocok dengan kondisi
iklim NTT yang kering. Pada curah hujan di atas 4.000/tahun
pohon asam justru idak berbuah dan selama kondisi basah
pertumbuhan buahnya terganggu. Bagian dari tanaman asam (Tamarindus indica L), baik akar, batang, daun, buah dan biji memiliki banyak kegunaan bagi kehidupan manusia.
Di bidang farmakologi digunakan untuk immunomodulator,
ani oksidan, obat mata, ani diabetes, ani kolesterol, ani hipertensi, ani-imlammatory, dan ani sembelit.
Gambar 8. Populasi Tegakan Kayu Cendana di Provinsi Nusa Tenggara Timur
3. Seedlak
Permintaan dunia akan komoditas agro antara lain seedlak
sangat inggi dan cenderung bertambah seiap tahun sejalan
dengan berkembangnya ilmu dan teknologi (Iptek) khusus Ilmu dan Teknologi di bidang Kesehatan dan Elektronik/ Telekomunikasi. Kebutuhan tersebut belum dapat dipenuhi oleh negara penghasil seedlak dunia diantaranya negara India.
Kabupaten Rote Ndao dapat dijadikan salah satu kawasan baru
sentra produksi seedlak nasional di Propinsi Nusa Tenggara
Timur karena memiliki keunggulan komperaif antara lain:
- Memiliki kawasan tanaman Kesambi sebagai tanaman inang bagi Kutu Lak yang luas dengan populasi inggi dan padat - Produkivitas dan kualitas inggi per satuan pohon
- Budidaya singkat, biaya murah
- Penduduk yang bermukim sekitar kawasan mempunyai
kemampuan menular dan mengembangkan Kutu Lak sebagai penghasil seedlak
Peluang usaha pengembangan kutulak :
- Jumlah Pohon yang telah ditular kutulak ± 5.292 Phn - Produksi Bibit Kutu Lak meningkat seiap tahunnya.,
rata-rata per tahun (3XPanen) : ± 289 Ton atau Produksi Rata-rata-rata
per pohon Satu kali panen : ± 20 Kg
- Sentra Produksi terdapat pada seluruh Kecamatan di Kabupaten Rote Ndao dengan populasi tanaman Kesambi ± 2 juta pohon yang tersebar di ± 48 Desa.
Copyright ©
Subdirektorat Informasi Sumberdaya Hutan Produksi, Direktorat BRPHP
Gd. Manggala Wanabhaki Blok I Lt.5
Jl. Jend. Gatot Subroto - Jakarta Pusat