Volume 9, number 3 ---- Oktober
2020
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 143
Penguasaan Undak Usuk Bahasa Sunda
untuk Meningkatkan Sopan Santun
Umi Kulsum
Institut Pendidikan Indonesia (IPI) Garut Jl. Pahlawan No. 32 Sukagalih Tarogong Kidul
E-mail: umikulsum.stkip.garut@gmail.com
ABSTRAK
Undak usuk bahasa Sunda atau tatakrama bahasa Sunda merupakan sebuah ragam bahasa Sunda yang memiliki aturan penggunaan bahasa sesuai dengan norma kemasyarakatan Sunda. Undak usuk bahasa berguna untuk saling menghormati dan saling menghargai. Sistem penggunaan undak usuk bahasa berkaitan dengan peran pengguna bahasa (orang yang berbicara, diajak bicara dan yang dibicarakan). Ada tiga jenis undak usuk bahasa yaitu bahasa lemes/sopan, loma/sedang dan garihal/kasar. Bahasa sopan ada yang digunakan untuk diri dan untuk orang lain seperti pada kata dongkap dan sumping (datang). Undak usuk bahasa lahir akibat adanya pengaruh Mataram pada pertengahan abad 17 yang merubah masyarakat yang kekeluarggaan ke arah masyarakat yang berkelas sosial sehingga memunculkan undak usuk bahasa. Walaupun merupakan sebuah pengaru dari masyarakat lain namun memiliki nilai-nilai yang luhur yang dapat menunjukan karakter masyarakat Sunda yang berbudaya dan bernorma. Undak usuk bahasa sangat sesuai dengan konsep sopan santun, keduanya menunjukan tata cara berkomunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik dan aspek-aspek kesopanan, diantaranya lentong/nada suara, pasemon/mimik, rengkuh/ gesture, dan penampilan.
Kata kunci: undak usuk bahasa, tatakrama bahasa, sopan santun
1. Pendahuluan
Bahasa merupakan media utama dalam interaksi sosial individu dalam suatu masyarakat. Setiap masyarakat memiliki tatakrama tersendiri dalam masyarakatnya, termasuk masyarakat Sunda yang memiliki tatakrama berbahasa atau undak usuk bahasa. Undak usuk bahasa ini menjadi penting karena persoalan tatakrama sering menjadi polemik dalam masyarakat. Perbedaan tatakrama, penggunaan tatakrama yang tidak sesuai, serta faktor kebahasaan dan non kebahasaan yang kurang tepat sering menjadi konflik.
Bahasa Sunda semakin hari semakin terkikis penggunaannya, begitu pula pengguasaan undak usuk bahasa sangat kurang dalam masyarakat, sebagian orang mengganggap asal menggunakan bahasa Sunda saja sudah cukup. Padahal dalam undak usuk basa bukan hanya tata cara berkomunikasi dengan orang lain tetapi didalamnya terkandung sebuah hal penting yaitu sopan santun. Penggunaan undak usuk basa yang baik seseorang tentu memiliki sikap atau sopan santun yang baik pula artinya kesantunan berbahasa akan mencerminkan kehalusan budi seseorang yang berkarakter.
Volume 9, number 3 ---- Oktober
2020
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 144
2. Undak Usuk Bahasa
Undak usuk bahasa atau tatakrama berbahasa merupakan sebuah ragam bahasa Sunda yang digunakan atau dipilih berdasarkan keadaan yang berbicara, yang diajak berbicara dan apa yang dibicarakannya. Berdasarkan artinya undak usuk basa Sunda berarti tingkatan-tingkatan atau tahapan-tahapan bahasa Sunda. undak usuk basa Sunda juga diartikan sebagai tatakrama berbahasa. Pengertian ini diambil berhubungan dengan fungsi dari undak usuk basa Sunda itu, yakni untuk tujuan saling menghormati dalam kehidupan bermasyarakat.
Penggunaan undak usuk bahasa bertujuan saling harga-menghargai, hormat-menghormati dalam kehidupan bermasyarakat; dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bukan maksud untuk memilah-milah dan atau menampakkan keterbedaan golongan sosial pada masyarakat. Penggunaan undak usuk bahasa berhubungan atau disesuaikan dengan kondisi usia, kedudukan, keilmuan, serta situasi orang yang berbicara, yang diajak bicara, dan yang dibicarakan.
2.1Sejarah Lahirnya Undak Usuk Bahasa Sunda
Hingga abad ke 17 dimana masyarakat paSundan masih berpola ladang berpindah atau ngahuma dimana diketahui pada masa Kerajaan Salakanagara hingga Kerajaan Islam Banten, sesungguhnya bahasa yang digunakan oleh masyarakat di bumi PaSundan ialah bahasa Sunda Buhun yang tidak mengenal strata karena masyarakat pada saat itu masih bersifat kekeluargaan sehingga tidak mengenal strata. Keadaan masyarakat berubah ketika Kerajaan Mataram Jawa di bawah pimpinan Sultan Agung melakukan invasi ke wilayah Priangan (daerah Provinsi Jawa Barat bagian tengah dan selatan kini) pada pertengahan abad ke 17. Pola menghuma berubah menjadi bersawah menetap dan pertanian, perubahan ini berdampak pada perubahan struktur bahasa yang digunakan orang Sunda. Bahasa Sunda yang sebelumnya tidak mengenal stratifikasi, menjadi terbagi dalam tiga strata yakni halus, sedang dan kasar. Kemunculan undak usuk bahasa dalam kebudayaan Sunda terkait erat dengan perubahan mode produksi dari ngahuma atau berladang kepada bersawah menetap. Pada pola produksi bersawah, dibutuhkan adanya stratifikasi sosial yang tegas dalam hubungan sosial produksinya.
Bahasa Sunda yang halus dan sedang biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari kalangan ningrat atau menak. Sementara bahasa Sunda kasar digunakan oleh para petani
Volume 9, number 3 ---- Oktober
2020
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 145
penggarap atau buruh tani. Perubahan pola bahasa ini juga dipengaruhi oleh budaya Mataram Jawa yang memang telah mengenal tingkatan bahasa sejak lama (Unggah-ungguh Basa).
2.2Jenis undak usuk bahasa
Undak usuk bahasa memiliki tiga tingkatan yaitu bahasa lemes/ halus/ sopan, loma/ sedang, dan kasar.
2.2.1 Bahasa lemes/ sopan/ halus
Penggunaan ragam bahasa lemes ialah untuk menunjukan rasa hormat dari orang yang berbicara kepada orang yang diajak bicara dan yang dibicarakan. Penggunaan bahasa sopan ini digunakan pada orang yang dianggap pantas untuk dihargai dan dihormati. Bahasa sopan ada dua macam yaitu sopan untuk diri sendiri dan untuk orang lain.
a. Bahasa sopan untuk diri sendiri
Ragam bahasa sopan/ hormat untuk diri sendiri ialah bahasa sopan yang dipakai untuk diri sendiri, baik berbicara dengan yang seumuran, lebih muda atau lebih tua. Selain itu dipakai juga untuk membicarakan yang seumuran, yang lebih muda atau yang lebih tua.. Kata-kata seperti dongkap (datang), hoyong (ingin), neda (makan), mondok (tidur), dll. Terdapat pula kata-kata yang berkaitan dengan pancakaki (sebutan keluarga) dengan menambahkan pun sehingga menjadi bahasa sopan untuk diri sendiri. Misalnya, pun biang
(ibuku), pun adi (adikku), pun lanceuk (suamiku), dll.
b. Bahasa sopan untuk orang lain
Ragam bahasa sopan untuk orang lain ialah bahasa sopan yang digunakan kepada orang lain atau yang diajak bicara dan yang dibicarakan, baik yang seumuran, lebih tua atau yang lebih muda. Dengan menambahkan kata tuang pada pancakaki (sebutan keluarga) menjadi kata hormat untuk orang lain, misalnya kata tuang rama (bapakmu), tuang ibu (ibumu), tuang rai
(adikmu), dll. Contoh kata-kata sopan untuk orang lain, candak (ambil), angkat (pergi),
kulem (tidur), sumping (datang), ngadangu (mendengar),dll.
2.2.2 Bahasa loma/ sedang
Bahasa loma ialah ragam bahasa yang digunakan kepada sesama atau teman yang sudah akrab, dalam suasana santai. Ragam bahasa ini pun digunakan apabila berbicara didepan orang banyak, dalam tulisan ilmiah, berita, dan artikel. Misalnya, datang(datang),
Volume 9, number 3 ---- Oktober
2020
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 146
2.2.3 Bahasa kasar/ garihal
Bahasa kasar atau bahasa kasar pisan ialah bahasa yang dipakai oleh yang marah, berkelahi, memarahi, menghina, dan pada hewan. Misalnya, cokor (kaki), hulu (kepala),
mantog (pergi), nyatu/ lolodok (makan), dll.
2.3 Cara Belajar Menggunakan Undak Usuk Bahasa
Penguasaan undak usuk bahasa dianggap penting bagi masyarakat Sunda, karena ada peribahasa hade ku omong goreng ku omong (baik buruk seseorang tergantung ucapannya) artinya segala sesuatu juga dianggap baik atau buruk oleh orang lain tergantung pada perkataan kita atau bahasa yang kita pergunakan. Pengajaran undak usuk bahasa dalam ranggka meningkatkan keterampilan berbahasa Sunda dianggap penting sehingga dalam jenjang pendidikan diajarkan di sekolah hal ini terbukti dengan dimasukannya undak usuk bahasa dalam kurikulum pendidikan. Cara lain yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari cukup sederhana untuk menguasai undak usuk bahasa diantaranya:
1. Sering memperhatikan orang lain yang bahasanya sesuai dengan undak usuk bahasa, 2. Sering membaca buku yang undak usuk bahasa baik,
3. Memiliki sikap kritis pada saat membaca atau menyimak orang lain berbicara,
4. Membiasakan diri berbicara menggunakan undak usuk bahasa dengan baik dan benar, 5. Dalam berlatih, membiasakan diri berbicara terlalu cepat agar ada awktu untuk
memilih dan menyusun kalimat.
3. Sopan Santun dan Tatakrama Berbahasa
Sikap sopan santun yang merupakan budaya leluhur kita dewasa ini telah dilupakan oleh sebagian orang. Sikap sopan santun yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai hormat menghormati sesama, yang muda menghormati yang tua, dan yang tua menghargai yang muda tidak lagi kelihatan dalam kehidupan yang serba modernini. Hilangnya sikap sopan santun sebagaian siswa merupakan salah satu dari sekian penyebab kurang terbentuknya karakter.
Sikap sopam santun ditandai dengan perilaku menghormati kepada sesama baik yang lebih tua, sesama, juga yang lebih muda, menggunakan bahasa yang sopan, tidak memiliki sifat yang sombong. Dalam sopan satun penggunaan bahasa yang baik dan benar atau sesuai norma sangat dipertimbangkan dengan baik. Selain itu gaya berbicara, tinggi rendahnya
Volume 9, number 3 ---- Oktober
2020
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 147
suara, gestur tubuh, yang baik merupakan aspek non kebahasaan sangat penting dalam bersopan santun.
Dapat dilihat bahwa konsep sopan santun sangat erat kaitannya dengan undak usuk bahasa atau tatakrama bahasa. Dalam hal ini masyarakat Sunda yang memiliki sopan santun harus mampu menggunakan tatakrama bahasa dengan baik karena merupakan aspek yang paling utama dalam sopan santun bagaimana berbicara dengan orang yang dihormati baik yang lebih tua, atau lebih muda serta dengan teman dalam situasi santai.
Penguasaan undak usuk bahasa menjadi sangat penting karena secara tidak langsung akan menunjukan karakter orang Sunda yang memiliki norma-norma kesopanan yang luhur. Seorang individu yang menguasai undak usuk bahasa tidak mungkin akan berteriak-teriak dengan nada kesal kepada orang yang lebih tua dengan menggunakan bahasa lemes/ sopan. Sebaliknya ia akan santun baik dari segi gesture, nada suara, apabila dia menguasai dengan baik undak usuk bahasa, karena malu dengan bahasa yang digunakan. Kalimat, “Ceu, ngiring modol!” (Kak, ikut buang air besar!) tidak akan terlontar apabila masyarakat menguasai undak usuk bahasa.
4. Aspek Sopan Santun Pendukung Tatakrama Berbahasa
Penggunaan undak usuk bahasa dianggap sopan apabila memperhatikan empat hal di bawah ini, diantaranya.
1. Lentong/ gaya berbicara, intonasi, dan nada 2. Pasemon/ mimik wajah
3. Rengkuh/ gesture 4. Penampilan
Hal yang lebih penting dalam penggunaan undak usuk bahasa ialah niat atau ketulusan hati yang berbicara, kebaikan hati dan rasa kenamusiaan. Walaupun berada di luar kebahasaan namung sangat menentukan tinggi rendahnya nilai kesopanan dan kemanusiaan, dan berkaitan dengan adat kebiasaan. Oleh karena itu dalam berbahasa harus sesuai dengan tatakrama masyarakat.
Simpulan
Penguasaan undak usuk bahasa atau tatakrama berbahasa secara tidak langsung akan menuntun masyarakat ke arah karakter masyarakat Sunda yang memiliki sikap sopan santun. Penggunaan undak usuk bahasa bertujuan saling harga-menghargai, hormat-menghormati dalam kehidupan bermasyarakat; dalam berkomunikasi dengan orang lain. Dalam
Volume 9, number 3 ---- Oktober
2020
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 148
penggunaan undak usuk bahasa seorang penutur harus memperhatikan perannya dalam berkomunikasi (orang yang berbicara, diajak bicara dan yang dibicarakan), karena ada tiga jenis undak usuk bahasa yaitu bahasa lemes/ sopan (untuk sendiri dan orang lain), bahasa loma dan bahasa kasar. Bahasa Sunda asli disebut juga bahasa Sunda buhun yang tidak mengenal undak usuk bahasa. Munculnya undak usuk bahasa diakibatkan adanya invasi mataram ke tanah paSundan pada pertengahan abad 17, mengubah masyarakat yang kekeluargaan menjadi masyarakat yang berkelas sosial sehingga muncul undak usuk bahasa. Terlepas dari hal tersebut saat ini penggunaan undak usuk bahasa tidak lagi berkaitan dengan kelas sosial namun lebih pada norma berahasa atau sopan santun berbahasa bagaimana berbicara pada yang lebih tua, sesama, yang lebih muda atau pada dirinya sendiri serta bahasa kasar yang tidak layak digunakan dalam tuturan sehari-hari. Undak usuk bahasa sangat sesuai dengan konsep sopan santun, keduanya menunjukan tata cara berkomunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik dan aspek-aspek kesopanan, diantaranya lentong/nada suara, pasemon/mimik, rengkuh/ gesture, dan penampilan. Penggunaan undak usuk bahasa yang baik dengan memperhatikan keempat aspek kesopanan berbahasa maka masyarakat akan menunjukan dirinya sebagai masyarakat yang berkarakter dan memiliki norma-norma sosial.
Daftar Pustaka
Ekadjati, Edi S. 2014. Kebudayaan Sunda. Bandung : pustaka jaya.
Rosidi, ajip. 2011. Kearifan lokal: dalam Presfektif Budaya Sunda. Bandung: kiblat. Tamsyah, Budi Rahayu. 2010. Galuring Basa Sunda. Bandung: Pustaka Setia.
Tamsyah, Budi Rahayu. 1999. Percakapan dan Tatakrama Bahasa Sunda. Bandung: Pustaka Setia.
Ujiningsih dan sunu Dwi Antoro. 2010. Pembudayaan Sikap Sopan Santun di Rumah dan di
Sekolah Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Karakter Siswa. diunduh dari
http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fkip201034.pdf. Pada hari Senin, 18 Agustus 2014, pukul 14.20.