• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Interjeksi pada Buku Teks BIPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Interjeksi pada Buku Teks BIPA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Interjection is unique linguistic devices. Unique because it is often marginalized when it is not rarely cause ambiguity. Ambiguity may occur because the meaning of interjection is very dependent on the context and the position of the interjections in a conversation. Interjection almost inseparable in the activities of teaching speaking skills. In every conversation published in language teaching textbooks, there is almost certainly interjection tucked in there. Unfortunately, not found a specific discussion on this matter, even with the explanation of the meaning of interjection that comes up in conversation. This problem then encourages researchers to uncover interjections contained in textbooks BIPA both in terms of quantity, meaning, and classification. Findings show interjection in the book is quite diverse and are not given an explanation of its meaning.

Pendahuluan

Interjeksi menurut Moeliono (1988: 243) adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati manusia misalnya, sedih, heran, atau jijik. Orang memakai kata tertentu di samping kalimat yang mengandung makna pokok yang dimaksud. Frekuensi kemunculan interjeksi dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis cukup tinggi. Namun, bentuk ini sering kali termarjinalisasi dan dianggap sepele.

Hampir setiap bahasa di dunia memiliki interjeksi. Bahkan, konon interjeksi adalah bahasa tertua umat manusia. Interjeksi sering ditemukan dalam bahasa percakapan tapi tidak sedikit juga dalam bahasa tulis. Bahasa Indonesia adalah salah satu bahasa yang cukup kaya akan interjeksi baik lisan maupun tulisan.

Bentuk interjeksi tulis pada bahasa Indonesia tidak sedikit yang muncul dalam buku teks bahasa Indonesia bagi penutur Indonesia maupun bagi penutur asing. Bagi penutur jati bahasa Indonesia mungkin memaknai interjeksi bukanlah hal yang sulit namun hal ini bisa menjadi masalah serius bagi penutur nonjati—dalam

1 Pengajar bahasa dan mahasiswa S2 Jurusan Linguistik, Universitas Indonesia.

(2)

kasus ini yaitu pemelajar BIPA. Tanpa penjelasan tentang makna dan jenis interjeksi mereka bisa terjebak dalam ambiguitas makna. Padahal bentuk-bentuk interjeksi tidak sedikit kemunculannya dalam buku teks BIPA.

Masalah inilah yang membuat peneliti tertarik untuk menganalisis interjeksi yang terdapat pada buku teks BIPA “Lentera Indonesia 1: Tingkat Pemula” mencakup jenis, klasifikasi, dan makna interjeksi. Dengan demikian, penulis ingin mengajukan beberapa pertanyaan dalam penelitian ini yaitu, 1) Apa itu interjeksi? 2) Apa saja interjeksi yang terdapat dalam buku teks BIPA? 3) Bagaimana mengklasifikasi temuan tersebut? 4) Apa makna temuan interjeksi tersebut?

Pemilihan buku teks tersebut karena buku ini adalah buku resmi dari Pusat Bahasa Depdiknas yang telah dijadikan acuan bagi penyusunan bahan ajar BIPA di Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta dan mungkin juga dijadikan acuan bagi institusi BIPA yang lain. Perannya sebagai buku acuan mengharuskan buku tersebut untuk melakukan revisi dan perbaikan demi meningkatkan kualitas materi, karena itulah peneliti berusaha menganalisis satu bagian penting buku yaitu interjeksi. Pemilihan buku tingkat pemula dilakukan dengan tujuan menganalisis bentuk-bentuk interjeksi yang muncul pada tingkat pemula, sehingga pemelajar dapat mengenali interjeksi bahasa Indonesia sejak awal belajar dengan benar.

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis dalam bidang pengajaran BIPA. Manfaat teoritis penelitian ini yaitu penelitian ini diharapkan mampu memberikan deskripsi mengenai interjeksi Bahasa Indonesia yang sering digunakan dalam percakapan dan memberikan sumbangan bagi pengembangan buku teks BIPA terkait materi interjeksi Bahasa Indonesia. Sedangkan manfaat praktisknya yaitu menambah khazanah penelitian tentang interjeksi, membantu pemelajar maupun pengajar BIPA dalam memahami interjeksi Bahasa Indonesia, memberikan pengetahuan kepada pemelajar BIPA tentang penggunaan interjeksi yang baik dan benar.

Interjeksi

(3)

Interjeksi bersifat ekstrakalimat dan selalu mendahului ujaran sebagai teriakan yang lepas atau berdiri sendiri. Inilah yang membedakannya dari partikel fatis yang dapat muncul di bagian ujaran manapun, tergantung dari maksud pembicara (Kridalaksana, 1994: 121).

Sejalan dengan itu, Wedhawati (2006: 417) juga mengungkapkan bahwa interjeksi adalah kata yang mengungkapkan perasaan pembicara. Di dalam kalimat keberadaan interjeksi memiliki kedudukan sederajat dengan kalimat. Interjeksi bukan merupakan bagian integral dari kalimat seperti kategori lain. Selain muncul sebagai konstituen kalimat, interjeksi juga dapat berada di luar kalimat. Artinya, interjeksi dapat membentuk kalimat tersendiri seperti pada contoh berikut: Aduh! Cantik sekali kamu malam ini.

Kridalaksana (1994) berusaha memisahkan definisi antara interjeksi dan ketegori fatis. Menurutnya, kategori fatis tidak dapat dimasukkan ke dalam jenis interjeksi. Interjeksi bersifat emotif sedangkan kategori fatis bersifat komunikatif. kategori fatis terbagi atas dua bentuk. Pertama, berbentuk partikel dan kata fatis, misalnya ah, ayo, deh, dong, ding, halo, kan, kek, kok, nah, dll. Kedua, berbentuk frase fatis, misalnya selamat, terima kasih, turut berduka cita, dengan horma, dll. Sejalan dengan kategori fatis, interjeksi juga terbagi atas dua bentuk. Pertama bentuk dasar (aduh, aduhai, ai, amboi, asyoi, dll) dan kedua bentuk turunan, biasanya berasal dari kata-kata biasa atau penggalan kalimat Arab (Alhamdulillah, astaga, brengsek, buset, dubilah, dll).

Perlu juga menjadi catatan bahwa terdapat beberapa partikel/kata yang dapat digolongkan interjeksi maupun kategori fatis. Karena bagi Kridalaksana perbedaan mendasar keduanya bukan pada bentuk namun pada makna partikel/kata. Memang cukup sulit membedakan kedua jenis ini, karena ada pula yang berpendapat bahwa sebagai pengungkap perasaan dan keinginan, interjeksi memiliki arti komunikatif (Wedhawati, 2006: 421). Jika demikian berarti interjeksi adalah bagi dari kategori fatis. Namun pada tulisan ini, peneliti berkecenderungan mengikuti pendapat Kridalaksana yang membedakan antara interjeksi dan kategori fatis.

(4)

seperti terkejut, kaget, senang, dan jijik, tapi tidak memiliki makna referensial. Interjeksi sering dianggap sebagai bagian ujaran. Dalam definisinya, ia membandingkan antara interjeksi dan eksklamasi. Eksklamasi adalah ujaran yang tidak memiliki struktur kalimat yang utuh dan menunjukkan emosi yang kuat, misalnya Good God! Damn! (Ibid, 189).

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti menarik beberapa butir kesimpulan mengenai kriteria interjeksi:

1. Interjeksi bersifat emotif (memperkuat ekspresi perasaan penutur) dengan demikian eksklamasi adalah bagian dari interjeksi.

2. Interjeksi dapat berdiri sendiri di luar kalimat maupun ekstrakalimat dan selalu mendahului ujaran berupa kalimat lepas.

3. Interjeksi tidak memiliki makna referensial. 4. Interjeksi dapat berupa partikel atau kata.

Agaknya perlu juga dikedepankan bahwa makna interjeksi sangat dipengaruhi oleh konteks dan posisinya dalam percakapan. Dengan demikian, sebuah bentuk interjeksi bisa saja digolongkan kedalam dua jenis berbeda. Misalnya Kridalaksana (1994: 121) yang memasukkan interjeksi aduh dalam jenis interjeksi kesedihan dan kesakitan. Bahkan menurut saya, interjeksi aduh bisa digolongkan dalam jenis interjeksi kekaguman, misalnya ketika seorang wanita melihat bayi yang begitu lucu, ia mungkin berkata, “aduh, lucunya bayi ini!” Maka sudah sepatutnya, guru bahasa ketika mengajarkan interjeksi tidak terpisah dari konteksnya.

Untuk tujuan klasifikasi dan pemaknaan interjeksi, peneliti mengacu pada jenis-jenis interjeksi yang dikemukakan oleh Alwi, dkk (2000). Menurutnya, interjeksi berdasarkan perasaan yang diungkapkannya dapat digolongkan menjadi 10 jenis, yaitu:

1. Interjeksi kejijikan (bah, cih, idih) 2. Interjeksi kekesalan (sialan, brengsek)

3. Interjeksi kekaguman/kepuasan (amboi, asyik) 4. Interjeksi kesyukuran (syukur, Alhamdulillah) 5. Interjeksi harapan (insyaAllah)

6. Interjeksi keheranan (aduh, aih, ai, lho) 7. Interjeksi kekagetan (astaga, astagfirullah) 8. Interjeksi ajakan (ayo, mari)

(5)

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang cara membahasnya hanya menjabarkan/memberikan deskripsi data apa adanya. Sedangkan kualitatif berarti penelitian yang memungkinkan peneliti untuk menggali informasi mengenai sebuah fenomena secara komprehensif. Sebenarnya peneliti juga menggunakan metode kuantitatif sederhana, hanya untuk menghitung jumlah interjeksi yang muncul pada buku teks.

Data yang digunakan dalam penelitian ini sepenuhnya berasal dari buku teks BIPA untuk tingkat awal yang dipakai dalam penyusunan bahan ajar BIPA di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan demikian, metode yang paling tepat dalam pengumpulan data adalah metode simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak penggunaan bahasa. Menyimak di sini bukan berarti bahasa lisan saja, namun juga penggunaan bahasa secara tertulis (Mahsun, 2007: 92). Berkaitan dengan hal itu, teknik simak bebas libat cakap (SBLC) juga digunakan dalam proses pengumpulan data. Teknik ini berarti peneliti hanya berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa dan tidak terlibat dalam peristiwa pertuturan yang diteliti (Ibid: 93).

Dalam menganalisis data, metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode padan ekstralingual. Metode ini digunakan untuk menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual, seperti menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa. Penelitian ini bertujuan untuk membagi satuan lingual kata menjadi berbagai jenis, maka unsur lingual yang berupa referenlah, khusus untuk kata yang referensial, yang dijadikan analisis dan bertujuan pula mengelompokkan bunyi-bunyi suatu bahasa, maka unsur ekstralingual (yang digunakan untuk menghasilkan bunyi-bunyi itulah) yang dijadikan dasar analisis (Ibid, 121—122).

Temuan

(6)

bentuk percakapan tertulis yang disajikan dalam buku teks. Dalam buku ini sebuah percakapan yang sama sering disajikan lebih dari satu kali untuk kegiatan latihan, sehingga peneliti hanya menghitung percakapan yang disajikan pertama. Berikut ini adalah tabel distribusi frekuensi interjeksi yang ditemukan peneliti.

Bentuk Interjeksi (partikel)

Jumlah Bentuk Interjeksi (partikel)

Jumlah

Oh 16 Mmm 1

Wow 4 Mmh 1

Wah 15 Mh 1

Ah 1 Hei 1

Oh ya 2 Nah 1

Ha..ha.. 1 Oo 1

Ayo 3 Halo 3

Aduh 1 Hai 1

Bentuk Interjeksi (Kata)

Bentuk Interjeksi (Kata)

Baiklah! 2 Syukurlah 1

Benar-benar… 1

Pembahasan

Berdasarkan temuan interjeksi di atas peneliti selanjutnya akan menggolongkannya ke dalam beberapa jenis sekaligus mengungkap makna interjeksi tersebut. Peneliti juga akan menampilkan konteks munculnya interjeksi tersebut dalam wacana. Seluruh wacana diambil dari buku teks yang sama.

 Interjeksi keheranan (oh, ah, oh ya)

Interjeksi oh adalah yang terbanyak ditemukan dalam buku ini. pemaknaan interjeksi ini juga sepertinya tidak begitu menjadi masalah bagi pemelajar BIPA, karena mereka bisa memadankan makna interjeksi dengan bahasa Inggris—sebagai bahasa internasional. Kata oh di bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris memiliki makna yang serupa. Baik interjeksi oh maupun oh ya

dapat menyatakan keheranan, selain itu interjeksi oh dan oo juga bisa menyatakan kepahaman. Misalnya pada wacana berikut:

(7)

Petugas: Berapa lama? Billy: Dua minggu.

Petugas: Oh, Anda dapat membuat visa langsung di Bandara Soekarno-Hatta.

Lalu bagaimana dengan interjeksi ah? Interjeksi ini menyatakan penyangkalan terhadap suatu hal yang dinyatakan lawan bicara. Misalnya pada wacana berikut.

+Wah, hebat ya. -Ah, biasa saja.

 Interjeksi kekaguman (wah, wow)

Interjeksi wow dan wah juga merupakan bentuk yang banyak ditemukan dalam buku teks ini. Keduanya memiliki makna mengekspresikan kekaguman atas suatu hal. Misalnya terdapat pada wacana berikut:

Billy: Jane, lihat kain itu. Jane: Wah, cantik sekali.

Selain menyatakan kekaguman, interjeksi wah dalam buku ini juga ternyata ada yang bermakna penyesalan.

+Saya mencari Bu Wati. -Wah, dia sedang ke luar kota.

Inilah salah satu keunikan interjeksi, susunan huruf yang sama ternyata maknanya berbeda dipengaruhi konteksnya. Penutur jati tentu tidak akan masalah dengan hal ini, namun bagi penutur asing ia akan kerepotan kapan saat yang tepat menggunakan dan memaknai interjeksi semacam ini.

 Interjeksi ajakan (ayo)

Interjeksi jenis ini tidak terlalu bermasalah, karena maknanya cenderung tetap apapun konteksnya. Interjeksi ayo akan selalu bermakna ajakan (invitation).

 Interjeksi panggilan (halo, hai, hei)

Interjeksi jenis ini berfungsi untuk memanggil atau menyapa seseorang. Baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia interjeksi halo, hai, dan

hei memiliki fungsi serupa.

 Interjeksi syukur (syukurlah)

Interjeksi ini sepadan dengan interjeksi thanks God atau I’m glad that…

dalam bahasa Inggris yang bermakna rasa syukur atas suatu peristiwa/pemberian. Dalam bahasa Indonesia, ungkapan syukur bisa berupa kata Alhamdulillah yang saat ini telah mengalami perluasan makna (tidak hanya digunakan oleh umat Islam, tapi umat lain juga) Interjeksi ini ditemukan dalam wacana berikut:

(8)

Nyoman: Syukurlah, kalian senang berlibur di sini.

 Interjeksi simpulan (nah)

Interjeksi ini bermakna menyimpulkan suatu hal. Namun, dalam buku teks ini mungkin lebih tepat dikatakan bahwa kata nah bermakna penegasan atas suatu hal, karena posisi kata nah terletak di awal percakapan. Mari kita perhatikan kemunculannya dalam wacana berikut:

Pemandu: Nah, itu tari Pendet, tari selamat datang. Billy: Wah. Menarik sekali.

Pemandu ingin menegaskan kepada turis bahwa apa yang ia lihat adalah sebuah hal yang menarik. Bentuk yang satu ini adalah jenis interjeksi yang maknanya ditentukan posisinya dalam percakapan. Jika ia berada di akhir percakapan, mungkin maknanya bisa menyimpulkan suatu hal.

 Interjeksi kekesalan (aduh)

Interjeksi ini berfungsi untuk mengekspresikan kekesalan seseorang atas dirinya ataupun orang lain. Interjeksi bentuk ini muncul dalam wacana berikut:

Polisi: Begini Bill. Tadi ada petugas wartel mengantar dompet ini ke sini. Katanya, dompet ini tertinggal di warnet.

Billy: Benarkah? Aduh saya pasti lupa.

Dalam wacana tersebut Billy alpa akan dompetnya, ia pun mengekspresikan kekesalannya kepada dirinya dengan kata aduh. Seperti yang telah dijelaskan di atas, kata ini adalah kata yang dapat menempati beragam jenis interjeksi karena maknanya sangat tergantung pada konteks.

 Interjeksi kekaguman (benar-benar…)

Ini adalah bentuk interjeksi yang menyatakan sangat atau terlalu. Interjeksi bentuk ini muncul dalam wacana berikut:

Nyoman: Benar. Uluwatu dikenal dengan pura dan lautnya yang indah. Billy: Benar-benar mengagumkan. Ombaknya luar biasa.

Penutur berusaha menyatakan ketakjubannya melalui interjeksi ini. Bentuk inilah yang oleh Richards dan Schmidt (2002) disebut sebagai eksklamasi, yaitu ujaran yang menunjukkan emosi yang kuat. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa eksklamasi adalah salah satu bentuk interjeksi.

Ada bentuk interjeksi yang tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu jenis di atas, yaitu ha..ha.. Interjeksi ini muncul dalam wacana berikut:

(9)

Dilihat dari konteksnya, interjeksi ini bermakna kebahagiaan atau kesenangan, sehingga dapat digolongkan ke dalam jenis interjeksi kebahagiaan. Namun, perlu juga diperhatikan bahwa kata haha tidak melulu berarti kebahagiaan, bisa saja berarti cemoohan/pelecehan yang dilakukan seseorang.

Adapula bentuk hmm, mmh, dan mh yang juga tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu jenis di atas. Peneliti sebagai penutur jati dengan mudah memaknai bahwa interjeksi ini bermakna proses memikirkan sesuatu. Untunglah bentuk ini tidak terlalu dipengaruhi konteks dan posisi dalam percakapan. Dengan demikian berarti maknanya cenderung tetap. Sepertinya pemaknaannya juga serupa dalam bahasa Inggris. Interjeksi bentuk ini muncul dalam wacana berikut:

Jane: Oh ya, saya mau tanya, di mana restoran yang bagus?

Resepsionis: Mmm… Restoran Selera Indonesia saja. Masakannya lengkap dan enak.

Peneliti juga ingin membahas kata baiklah. Dalam buku teks ini tidak seluruh kata tersebut, peneliti golongkan ke dalam jenis interjeksi, namun hanya kata yang kriterianya sesuai dengan apa yang peneliti jelaskan sebelumnya. Misalnya, pada wacana berikut ini:

Pemandu: Ya, ada. Kalau mau, Anda bisa mengunjungi anjungan Bali. Sekarang di sana sedang ada tari Pendet.

Billy: Baiklah.

Kata baiklah pada wacana di atas bukanlah merupakan interjeksi karena tidak bersifat emotif dan tidak mendahului ujaran apapun. Kata tersebut merupakan kalimat persetujuan atas saran dari penutur. Bandingkan dengan contoh berikut:

Jane: Bagaimana kalau Rp140.000,00? Penjual: Mh.. Rp150.000,00 saja ya, Bu? Jane: Baiklah! Saya ambil satu saja.

Pada wacana ini kata baiklah merupakan interjeksi. Ini memang berbentuk kalimat persetujuan sama dengan wacana sebelumnya, namun kata tersebut bersifat emotif berbeda dengan kata pada wacana sebelumnya. Selain itu, kata

(10)

Dalam buku ini dijelaskan mengenai bentuk eksklamatif. Namun, penjelasan tersebut agaknya kurang lengkap, karena bentuk eksklamatif dalam buku ini hanya dijelaskan untuk mengekspresikan kekaguman dan keterkejutan (Mustakim, 2008: 120). Sehingga menjadi rancu perbedaan antara interjeksi dan eksklamatif. Bentuk eksklamatif diberi contoh berupa kata alangkah, betapa, atau bukan main

serta berupa partikel wah dan wow.

Selain penjelasan mengenai bentuk ekslamatif, dalam buku ini juga dijelaskan interjeksi ajakan (mari, ayo, yo, marilah, ayolah). Ajakan berarti mengharapkan respon dari petutur untuk melakukan sesuatu bersama atau berdasarkan saran penutur (Ibid, 90). Distribusi penggunaan interjeksi ajakan juga dijelaskan dengan rinci, misalnya penggunaan marilah ditujukan untuk membuat ajakan lebih sopan/hormat.

Simpulan

Interjeksi yang ditemukan dalam buku “Lentera Indonesia 1” cukup banyak jumlahnya. Tidak seluruh interjeksi adalah bentuk yang ambigu dan sulit dipahami maknanya oleh penutur nonjati—dalam hal ini pemelajar BIPA—karena maknanya yang cenderung tetap tidak dipengaruhi oleh konteks serta kedekatannya dengan bahasa pertama pemelajar atau bahasa Inggris. Sehingga, pemelajar bisa memadankannya secara langsung.

Namun, terdapat beberapa interjeksi yang maknanya sangat bergantung pada konteks dan posisinya, sehingga dapat menimbulkan ambiguitas bagi pemelajar BIPA. Bentuk-bentuk inilah yang seharusnya menjadi fokus pengajaran bagi guru BIPA. Pemelajar perlu diajarkan cara untuk memaknai interjeksi dengan memahami konteks dan posisinya dalam percakapan/wacana.

Buku ini belum memberikan penjelasan secara detail mengenai keseluruhan interjeksi yang sering muncul dalam percakapan sehari-hari, meski begitu buku ini telah menyajikan pembahasan mengenai eksklamatif dan interjeksi ajakan yang sedikit banyak memperkenalkan siswa untuk memasuki ranah interjeksi.

Daftar Pustaka

(11)

Arditya Khresnadi. 2014. Interjeksi dalam Komik “Les Schtroumpfs” Karya Peyo. Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni. UNY. Yogyakarta.

Harimurti Kridalaksana. 1994. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Hasan Alwi, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (edisi ketiga).

Jakarta: Balai Pustaka.

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Mustakim & Sugiyono. 2008. Lentera Indonesia 1: Penerang untuk Memahami Masyarakat dan Budaya Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Richards, Jack C. & Richard Schmidt. 2002. Longman Dictionary of Language Teaching and Applied Linguistics (3rd edition). Malaysia: Longman.

Referensi

Dokumen terkait

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, dengan ini menyetujui untuk memberikan ijin kepada pihak Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus

Akses masyarakat yang masih minim dalam beberapa sektor tertentu, antara lain, disinyalir dalam penelitian yang dilakukan oleh kelompok kerja yang merupakan perwakilan

global. OECD telah memainkan peranan yang signifikan dengan meluncurkan Action Plan on BEPS. Gayung pun bersambut karena negara-negara anggota Forum G-20 mendukung penuh

Kesimpulan :balok sanggup menahan beban yang ada jika diberi pengaku lateral setiap.. jarak

Aplikasi berbasis Web yang dibuat dengan MySQL sebagai media penyimpanan data serta Gammu sebagai SMS Gateway ini ditujukan untuk meningkatkan layanan rumah sakit dengan cara

Saat program bekerja, program dapat dibatalkan dengan menekan tombol "Stop/Cancel" dan dapat dihentikan dengan menekannya sekali lagi.. MENGGUNAKAN FUNGSI PEMBAKAR

Dan masih sangat sedikit penelitian di Indonesia yang menggunakan model distribusi laba oleh Burgstahler dan Dichev (1997), karena menurut McNichols (2000) model

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Motivasi kerja, kualitas sumber daya manusia terhadap kinerja pegawai di Dinas Pekerjaan Umum Kota Lubuklinggau.. Setelah