• Tidak ada hasil yang ditemukan

TOKOH TOKOH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TOKOH TOKOH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESI"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang dibimbing oleh:

Dr. Syahidin, M.Pd. Moch. Iman Firmansyah, M.Ag.

disusun oleh: Kelompok 10

Acep Suwarna 1206252 Firman Nurdiansyah 1202859

ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, karena atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada junjunan kita semua, Rasulullah SAW., keluarga, para sahabat, tabin- tabiin dan seluruh ummatnya sampai akhir zaman yang patuh dan taat kepada ajarannya.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang membahas tentang “Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Indonesia”, yang didalamnya menjelaskan mengenai definisi, tokoh, organisasi pendidikan Islam, dan hal lainnya yang akan penyusun bahas dididalamnya.

Penyusun mengucapkan terimakasih kepada Dr. Syahidin, M.Pd. dan Moch. Iman Firmansyah, M.Ag., atas bimbingannya, serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun sebagai bahan masukan supaya makalahnya bisa lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, dan menambah khazanah keilmuan kita semua.Amin.

(3)

DAFAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

DAFAR ISI...iii

BAB I...1

PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...1

C. Tujuan...2

BAB II...4

PEMBAHASAN...4

A. Ahmad Dahlan (1869-1923)...4

B. Hasyim Asy’ari (1871-1947)...6

C. Abdul Halim (1887-1962)...9

D. Hamka...11

E. Basiuni Imran...12

F. Hasan Langgulung...13

G. Azyumardi Azra...14

BAB III...17

PENUTUP...17

A. Kesimpulan...17

B. Saran...17

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan pendidikan islam di Indonesia saat ini tidaklah terlepas dari peranan tokoh-tokoh pendidikan Islam terdahulu. Diantara mereka ada nama-nama besar yang tidak asing lagi bagi kita. Seperti Kyai Haji Ahmad Dahlan, Kyai Haji Hasyim Asy’ari, dan yang lainnya.

Ada diantara mereka yang merubah konsep pendidikan tradisional menjadi pendidikan yang modern. kita bisa lihat perbandingannya sekarang, kalau dulu belajarnya dengan menggunakan konsep khalaqah atau duduk melingkar dilantai, sekarang tidaklah seperti itu lagi, belajarnya di ruangan kelas yang khusus untuk belajar disertai sarana dan prasaran yang dapat menunjang proses pembelajaran seperti meja, kursi, dan papan tulis. Selain itu, ada juga yang menambahkan pelajarannya, seperti menambah pelajaran-pelajaran umum di dalam pesantren. Anak-anak yang belajar di pesantren tidak hanya belajar agama saja yang dipelajari, tetapi juga mata pelajaran umum.

(5)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penyusun merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

(6)
(7)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Ahmad Dahlan (1869-1923)

Menurut Zuhairini (2013:199) Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dari KH. Abu Bakar Bin Kyai Sulaiman, khatib di Masjid besar (Jami’) kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim, seorang penghulu. Setelah beliau menamatkan pendidikan dasarnya di suatu Madrasah dalam bidang Nahwu, Fiqih dan Tafsir di Yogyakarta, beliau pergi ke Makkah pada tahun 1890 dan beliau menuntut ilmu disana selama satu tahun. Sekitar tahun 1903 beliau mengunjungi kembali ke Makkah dan kemudian menetap di sana dua tahun.

Sepulang dari Makkah yang pertama ia telah bertukar nama dengan Haji Ahmad Dahlan. Tiada berapa lama kemudian ia menikah dengan Siti Walidah putrid Kyai Penghulu Haji Fadhil. Zuhairini (Hamsyah. 2013. 199)

(8)

Khatib Amin. Disamping jabatannya yang resmi, ia menyebarkan agama dengan menyebarkan agama dimana-mana. Beberapa tahun kemudian ia naik haji untuk kedua kalinya (1903). Sekembali dari haji yang kedua inilah ia mendapat sebutan Kyai dari masyarakatnya, semenjak itu dimana-mana ia terkenal dengan nama Kyai Haji Ahmad Dahlan.

Ia adalah seorang alim yang luas ilmunya dan tiada jemu-jemu ia menambah ilmu dan pengalamannya. Dimana saja ada kesempatan, sambil menambah atau mencocokkan ilmu yang telah diperolehnya. Observatorium Lembang pernah ia datangi untuk mencocokkan tentang ilmu hisab. Ia ada keahlian dalam ilmu itu. Perantauannya keluar Jawa pernah sampai ke Medan. Pondok pesantren yang besar-besar di Jawa pada waktu itu banyak ia kunjungi. Zuhairini (2013:199)

Perbuatan yang mula-mula dianggap aneh oleh masyarakat pada waktu itu ialah perbuatan beliau menggarisi lantai masjid besar dengan garis miring 241/2 derajat ke utara. Menurut ilmu hisab yang ia pelajari arah kiblat tidaklah lurus seperti arah masjid di Jawa pada umumnya, tetapi miring sedikit ke utara 241/2 derajat. Perbuatan itu ditentang oleh masyarakat, bahkan Kanjeng Kyai Penghulu sendiri turun tangan dan memerinthakan menghapus garis-garis itu. Kemudian beliau membangun langgarnya sendiri, maka laggar itupun telah diperintahkan untuk dirobohkan oleh Kanjeng Kyai Penghulu. Hampir-hampir Kyai Haji Ahmad Dahlan berputus asa karena peristiwa-peristiwa lainnya dan rupanya semenjak itu telah mulailah pergulatan antara pikiran-pikiran baru yang diperoleh oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan melawan pikiran-pikiran kolot dari kyai-kyai tua. Zuhairini (Hamsyah. 2013. 200)

(9)

Cita-cita KH. Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama adalah tegas, ialah hendak memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita agama Islam. Usaha-usahanya ditujukan hidup beragama. Keyakinan beliau adalah bahwa untuk membangun masyarakat bangsa haruslah terlebih dahulu dibangun semangat bangsa. Kalau Serikat Islam usaha-usahanya ditekankan kepada bidang politik yang berlandaskan cita-cita agama. Muhamadiyah menekankan usahanya kepada perbaikan hidup beragama dengan amal-amal pendidikan dan sosial.

Pada waktu beliau sakit menjelang wafat, atas nasihat dokter beliau beristirahat di Tosari. Dalam peristirahatan itu beliau tetap bekerja keras, hingga istri beliau memperingati berkali-kali agar beliau beristirahat. Akhirnya beliau menjawab: “saya mesti bekerja keras untuk meletakkan batu pertama dari amal yang besar ini. Kalau saya lambatkan atau saya hentikan karena sakitku, tidak ada nanti yang sanggup meletakkan dasar itu. Beliau merasa bahwa umurnya tidak akan lama lagi. Zuhairini (Hamsyah. 2013. 202). Ahmad Dahlan pulang ke rahmatullah pada tahun 1923 Masehi tanggal 23 Februari, dalam usia 55 tahun dengan meninggalkan sebuah organisasi Islam yang cukup besar dan disegani karena ketegarannya.

B. Hasyim Asy’ari (1871-1947)

Menurut Zuhairi (2013:202-203) Hasyim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di jombang Jawa Timur, mula-mula ia belajar agama Islam pada ayahnya sendiri. Kemudian ia belajar ke pondok pesantren di Purbalinggo, kemudian pindah ke Plangitan, Semarang, Madura, dan lain-lain.

Sewaktu ia belajar di Siwalan Panji (Sidoarjo) pada tahun 1891, Kyai Ya’kub yang mengajarnya tertarik kepada tingkah lakunya yang baik dan sopan santunnya yang halus, sehingga ingin mengambilnya sebagai menantu, dan akhirnya ia dinikahkan dengan putrid kyainya itu yang bernama Khadijah (tahun 1892). Tidak lama kemudian ia pergi ke Makkah bersama istrinya untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim selama satu tahun, sedang istrinya meninggal disana.

(10)

pengetahuannya, yaitu Pesantren Tebuireng di Jombang (pada tanggal 26 Rabi’ul Awal tahun 1899 M).

Pembaharuan Tebuireng yang pertama adalah dengan mendirikan Madrasah Salafiyah (tahun 1919) sebagai tangga untuk memasuki tingkat menengah pesantren Tebuireng.

Pada tahun 1929 Hasyim Asy’ari menunjuk KH Ilyas menjadi kepala Madrasah Salafiyah. Zuhairini (Yunus. 2013. 203)

Dengn demikian KH Ilyas dapat melaksanakan hasratnya untuk memperbaharui keadaan dalam pesantren Tebuireng menurut cita-cita pendirinya KH Hasyim Asy’ari.

Maka dibawah pimpinan KH Ilyas dimasukkan pengetahuan umum ke dalam Madrasah Salafiyah, yaitu:

1) Membaca dan menulis huruf Latin 2) Mempelajari bahasa Indonesia

3) Mempelajari ilmu bumi dan sejarah Indonesia 4) Mempelajari ilmu berhitung.

Semuanya itu diajarkan dengan memakai buku-buku huruf Latin.

Sejak saat itu mulailah surat-surat kabar masuk ke dalam pesantren, mulai dikenal dan dibaca oleh kyai dan para pelajar. Begitu pula majalah dan buku-buku yang berisi pengetahuan umum yang tertulis dengan huruf Latin dalam bahasa Indonesia. Sedangkan sebelum itu hal-hal tersebut dipandang barang-barang duniawi yang tidak sesuai dengan kehendak agama. Sebab itu sebagian orang tua murid tidak mengizinkan anaknya belajar ilmu-ilmu itu, sehingga timbulah reaksi besar di luar yang bersikap menentang dari setengah kyai dan orang tua murid yang memerintahkan anak-anaknya pindah ke pesantren lain. Zuhairini (Yunus. 2013. 204)

(11)

Karesidenan), karena mereka mengerti pengetahuan umum dan pandai dalam bahasa Indonesia, di samping pengetahuan keagamaan. Zuhairini (Abubakar. 2013. 204)

Pada zaman kemajuan sekarang Tebuireng tidak mau ketinggalan. Di samping pengajian secara lama dipesantren Tebuireng, terdapat madrasah yang modern, sekolah agama yang teratur menurut cara modern sekarang. Madrasah itu mempunyai gedung-gedung yang indah berkelas, bermeja, berbangku dan berpapan tulis. Di sana ada madrasah bagian rendah, bagian menengah, bagian atas dan bagian tinggi. Murid-muridnya berasal dari seluruh pelosok Indonesia.

Bahasa pengantar dipake bahasa Indonesia dan untuk beberapa pengajaran tertentu dipakai bahasa Arab. Bahasa asing lainnya juga diajarkan di madrasah ini bersama pengetahuan umum.

Tiap bulan Sya’ban para kyai dari berbagai daerah mengunjungi pesantren Tebuireng untuk belajar selama satu bulan. Sebagai ilustrasi tentang pengetahuan terhadap keahliannya. Dapat disebutkan bahwa seorang bekas gurunya pada tahun 1933 berkunjung ke Tebuireng untuk mendengarkan/mengikuti pelajaran yang ia berikan. Zuhairini (Noer. 2013. 205)

Jasa KH. Hasyim Asy’ari selain dari pada mengembangkan ilmu di pesantren Tebuireng ialah keikutsertaannya mendirikan organisasi Nahdatul Ulama, bahkan ia sebagai Syeikul Akbar dalam perkumpulan ulama yang terbesar di Indonesia.

Selain dari pada itu KH Hasyim Asy’ari duduk dalam pucuk pimpinan MIAI yang kemudian menjadi Masyumi. Begitu pula dalam gerakan pemuda dan kelasykaran, seperti: GPII Muslimat, Hizbullah, Sabilillah, barisan Mujahidin dan lain-lain, ia menjadi penganjur dan penasihatnya.

Dalam rangka tersebut, beliau bukan hanya mengorbankan buah pikirannya, tetapi juga harta bendanya.

(12)

Jepang. Kerap kali beliau diberi pangkat dan jabatan, tetapi ia menolaknya dengan bijaksana. Zuhairini (Yunus. 2013. 205)

Masih menurut Zuhairini (2013:205-206) KH Hasyim Asy’ari wafat/pulang ke rahmatullah pada tanggal 25 Juli 1947 M dengan meninggalkan sebuah peninggalan yang monumental berupa pondok pesantren Tebuireng yang tertua dan terbesar untuk kawasan Jawa Timur dan yang telah mengilhami para alumninya untuk mengembangkannya di daerah-daerah lain walaupun dengan menggunakan nama yang lain bagi pesantren-pesantren yang mereka dirikan.

Banyak alumni Tebuireng yang bertebaran diseluruh Indonesia, menjadi kyai dan guru-guru agama yang masyhur dan ada diantara mereka yang memegang jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan Republik Indonesia, seperti mentri aga dan lain-lain (KHA Wahid dan KH Ilyas).

C. Abdul Halim (1887-1962)

Abdul Halim lahir di Cibereleng, Majalengka pada tahun 1887 M. dia adalah pelopor gerakan pembaharuan didaerah majalengka, Jawa Barat, yang kemudian berkembang menjadi persyerikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911, yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M/ 9 Rajab 1371. Kedua orang tuanya berasal dari keluarga yang taat beragama (ayahnya adalah seorang penghulu di Jatiwangi), sedangkan keluarga-keluarganya tetap mempunyai hubungan yang erat secara keluarga dengan orang-orang dari kalangan pemerintah. Ahmad Halim memperoleh ajaran agama pada masak kanak-kanak dengan belajar diberbagai pesantren di daerah Majalengka sampai pada umur 22 Tahun, ketika ia pergi ke Makkah untuk naik haji dan untuk melanjutkan pelajarannya. Zuhairini (Noer. 2013. 206)

(13)

Kenayangan, Pekalongan, dengan Kyai Haji Agus, dan kembali lagi ke Ciwedus. Pada tiap pesantren ini ia tinggal belajar setahun sampai tiga tahun.

Guru-gurunya di Makkah termasuk Syekh Ahmad Khatib dan Syekh Ahmad Kyayyath. Ketika di Makkah ini pula ia berkenalan dengan Kyai Haji Abdul Wahab, pendiri Nahdatul Ulama.

Selama tiga tahun berada di Makkah, ia juga mengenal tulisan-tulisan Abduh dan Jamaluddin al Afghani. Ketika di Makkah ini pula ia pertama kali mengenal KH Mas Mansur yang kemudian menjadi ketua umum Muhammadiyah.

Dua lembaga pendidikan yang menarik perhatian KHA Halim adalah yang terdapat di Bab al Salam (dekat Makkah) dan di Jedah, yang menurut ceritanya kedua lembaga pendidikan ini telah menghapuskan system halakah dan diganti dengan mengorganisir kelas-kelas dengan kelengkapan meja dan bangku serta menyusun kurikulum. Kedua lembaga pendidikan ini yang kemudian yang mengilhaminya untuk mengubah sistem pendidikan tradisional didaerah asalnya, Majalengka.

Sebuah organisasi yang bergerak di bidang ekonomi dan pendidikan berhasil didirikan KH Ahmad Halim pada tahun 1911 (sepulang dari Makkah) yang diberi nama Hayatul Qulub yang kemudian dialih nama dengan Perserikatan Ulama.

Dalam bidang pendidikan KH Ahmad Halim semula menyelenggarakan pendidikan agama seminggu sekali untuk orang-orang dewasa. Pelajaran yang diberikan adalah fiqh dan hadis.

(14)

tidak menghendaki seorang muslim semata-mata mengejar akhirat saja dengan mengabaikan dunia. Tetapi sebaliknya pula, ia tidak menyetujui apabila kehidupan duniawi saja yang dikejar, tanpa memperhatikan kehidupan rohani. Memang santri asrama itu mencerminkan perpaduan antara aspek-aspek duniawi dan rohani dari keperluan manusia.

Pada umumnya KH Ahmad Halim berusaha untuk menyebarkan pemikirannya dengan toleransi dan penuh pengertian. Dikemukakan bahwa ia tidak pernah mengecam golongan tradisi ataupun orang lain atau organisasi lain yang tidak sepaham dengan dia. Tablignya lebih banyak merupakan anjuran untuk menegakkan etika didalam masyarakat dan bukan merupakan kitik tentang pemikiran ataupun pendapat orang lain. Pada tahun 1933 ketika Sukiman dikeluarkan dari Serikat Islam, KH Ahmad Halim yang memang sejak tahun 1918 telah berkecimpung di dalam partai ini tidak menyetujui keputusan partai tersebut. Tetapi oleh karena keyakinannya bahwa tiap pertikaian, apapun juga sifatnya, dapat diselesaikan atas dasar saling pengertian dan kompromi. Zuhairini (Noer. 2013. 208)

Pada tanggal 7 Mei 1962 KH ahmad Halim pulang ke rahmatullah di Majalengka Jawa Barat dalam usia 75 tahun dan dalam keadaan tetap teguh berpegang pada mazhab Syafi’i.

D. Hamka

1. Riwayat Hidup

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan Hamka, lahir di desa kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908. Ia adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama dan aktivis politik.

Ia mendapatkan pendidikan rendah di SD Maninjau. Ketika usia Hamka beranjak 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situlah Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. (Syamsul, 2011. Hal. 225)

(15)

kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu ia diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. (Syamsul, 2011. Hal. 226)

Pada 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat muhammadiyah, pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi Hamka kemudian meletak jabatan pada 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia. (syamsul, 2011, hal. 227)

Dari tahun 1964-1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Soekarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjara ia mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesar. (Syamsul, 2011, hal. 228)

2. Pemikiran Hamka tentang Pendidikan

Pentingnya manusia mencari ilmu pengetahuan, menurut Hamka sebagaimana yang dikutip oleh Syamsul (2011: 229) menyatakan bahwa bukan hanya untuk membantu manusia memperoleh penghidupan yang layak, melainkan lebih dari itu. Dengan ilmu manusia akan mampu mengenal Tuhannya, memperluas akhlaknya, dan senantiasa berupaya mencari keridhaan Allah. Ini berarti pendidikan dalam pandangan Hamka terbagi dua, yaitu: pertama, pendidikan jasmani yaitu pendidikan untuk pertumbuhan dan kesempurnaan jasmani serta kekuatan jiwa dan akal. Kedua, pendidikan rohani yaitu pendidikan untuk kesempurnaan fitrah manusia dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang didasarkan kepada agama.

Menurutnya, fitrah setiap manusia pada dasarnya menuntun untuk senantiasa berbuat kebajikan dan tunduk mengabdi pada khaliqnya.

E. Basiuni Imran

1. Riwayat Hidup

(16)

belajar agama secara informal. Pada usia itu pula, ia diajarkan ayahnya membaca al-Quran, diajarkan nahwu dan sharaf. (Syamsul, 2011, hal. 257)

Syamsul (2011: 258) melanjutkan bahwa pada usia 17 tahun, Basiuni Imran pergi ke Makkah untuk berhaji dan dilanjutkan dengan belajar di sana selama 5 tahun.

Adapun karier Basiuni Imran sebagaimana yang dipaparkan oleh Syamsul (2011: 259) diantaranya Imam Pembantu Masjid Jami' (1905), Maharaja imam, Qadi, dam Mufti Kerajaan Sambas (1913), Pengawas Sekolah Agama Islam di Sambas (1918), anggota Plaatselik Fonds Sambas (1920), dan sebagainya.

2. Pemikiran Pendidikan Islam Basiuni Imran

Dari karya-karya yang ditulis olehnya, seperti Tarjamah Durus Tarikh al-Syariah, Bidayat al-Tauhid fi Ilm al-Tauhid, Risalah Cahaya Suluh, Tadzkir, dan sebagainya. Hampir seluruh kandungannya berkenaan dengan upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelaksanaan ajaran agama Islam di Sambas.

Adapun motivasi yang mendorongnya menulis karyanya itu dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, keinginan untuk beramal jariyah di bidang ilmu. Kedua, menurutnya ilmu-ilmu yang ia tulis dan atau terjemahkan merupakan ilmu yang wajib dipelajari; meliputjh tauhid, tafsir, fiqh, dan sejarah Nabi Muhammad SAW. Ketiga, kesadaran akan masih kurangnya kitab-kitab keagamaan (Islam) yang ditulis dalam bahasa Melayu. (Syamsul, 2011, hal. 261)

Pendidikan menurut Basiuni Imran bersifat utuh-menyeluruh dan tidak mengenal pemisahan ketat antara ilmu agama dan ilmu umum. (Syamsul, 2011, hal. 262)

(17)

Syarat pengetahuan yang luas bagi seorang pendidik juga mutlak diperlukan. Seorang pendidik harus memiliki ilmu yang memadai untuk mendukung profesinya. Salah satu ilmu yang sangat penting menurut Basiuni Imran dalam konteks pendidikan Islam adalah bahasa Arab. Baginya, bahasa merupakan pengantar untuk seseorang mengetahui ilmu-ilmu keislaman khususnya al-Quran, sunnah, dan sejarah kaum Muslim. (Syamsul, 2011, hal. 265)

F. Hasan Langgulung

1. Riwayat hidup

Ia lahir di Rappang, Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, pada 16 Oktober 1934 dan wafat pada 2 Agustus 2008, di Kuala Lumpur, Malaysia. Riwayat pendidikannya dimulai dari pendidikan formalnya di SD di Rappang Ujung Pandang. (Syamsul, 2011, hal. 271)

2. Pemikiran tentang Pendidikan

Pendidikan menurut Hasan Langgulung sebenarnya dapat ditinjau dari dua segi. Pertama, dari sudut pandang masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua ke generasi muda, agar hidup masyarakat tetap berlanjut. Kedua, dari sudut pandang individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Dalam hal ini, perlu adanya penggalian dan penggarapan segenap bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu agar dapat bermanfaat bagi individu bersangkutan khususnya kepada masyarajat luas pada umumnya. (Syamsul, 2011, hal. 275)

(18)

G. Azyumardi Azra 1. Riwayat Hidup

Ia lahir di Lubuk Alung, Sumatra Barat pada 4 Maret 1955 dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang agamis. Ia mulai pendidikan formalnya pada umur 9 tahun di SD di sekitar rumahnya. Lalu ia meneruskan pendidikannya ke Pendidikan Guru Agama Negeri di Padang. (Syamsul, 2011, hal. 285)

Azra adalah tokoh pemikir yang tak pernah diam. Obsesinya yang besar untuk mengubah pemikiran Islam di Indonesia, telah pula ditorehkan melalui karya-karya geniusnya, baik dalam bentuk tulisan artikel dan esai yang dimuat di berbagai media masa maupun sejumlah buku yang diterbitkan. (Syamsul, 2011, hal. 287)

Pada tahun 1999, ia menerbitkan dan meluncurkan enam buku: pendidikan Islam: tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, Esei-Esei Intelektual Muslim, Renaisans Islam di Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan Kekuasaan, Menuju Masyarakat Madani: Gagasan, Fakta, dan Tantangan, Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam, Islam Reformis: Dinamika Gerakan, Pembaharuan, dan Intelektual, Islam Substantif: Agar Umat Tidak jadi Buih. (Syamsul, 2011, hal. 288)

2. Pemikiran tentang Pendidikan

Menurut Azyumardi Azra, pendidikan lebih dari sekedar pengajaran. Pengajaran bisa dikatakan sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, bukan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala yang dicakupnya. Dengan demikian, menurutnya pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan "ahli" atau para spesialis karena perhatian dan minatnya lebih bersifat teknis. (Syamsul, 2011, hal. 290)

(19)

didik terhadap bimbingan yang diberikan dalam berbagai aspeknya, pikiran, perasaan, intuisi, dan keterampilan. Dari tahap-tahap inilah kemudian dapat dicapai tujuan-tujuan yang lebih terperinci lengkap dengan materi, metode, serta sistem evaluasi yang disebutnya kurikulum. (Syamsul, 2011, hal. 291)

(20)
(21)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

(22)

B. Saran

Penyusun berharap dengan adanya makalah ini, kita sebagai orang-orang yang sudah terdidik bisa ikut serta dalam pembangunan pendidikan yang ada di Indonesia saat ini. Penyusun melihat bahwa yang harus di perbaiki saat ini bukan hanya sarana dan prasarana atau penggabungan mata pelajaran yang modern dengan tradisional. Akan tetapi, pendidikan yang harus diperbaiki saat ini harus menitik beratkan kepada akhlak atau karakter peserta didik, supaya tidak menghasilkan kaum terdidik yang tidak amanah seperti korupsi, nepotisme, dan kelakuan buruk lainnya yang sedang terjadi di Negara kita saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Mahrus, S. K. (2011). Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Referensi

Dokumen terkait

Software biasa disebut dengan perangkat lunak. Sifatnya pun berbeda dengan hardware atau perangkat keras. Jika perangkat keras adalah komponen yang nyata yang dapat dilihat

simpulan sebgai berikut; Iinterksi antara pupuk agrodyke 3gr/polybag dengan pemberian pupuk dengan cara di tugal (A1C1) berpengaruh baik pada peubah tinggi tanaman

Kini, metode terapi bedah yang populer di kalangan dokter bedah adalah ligasi SPA endoskopik (dengan clip dan elektrokauterisasi atau keduanya), yang diduga

Catatan : Apabila system image anda sudah memiliki restore point seperti gambar sebel- umnya, PILIH IMAGE DASAR SAJA, karena Diskless Server akan otomatis menambahkan restore

Perancangan buku visual Tapis Lampung sebagai media pelestarian Tapis ini masih banyak yang perlu dikembangkan, baik dalam segi konsep perancangan dan konten,

Penelitian tentang Insulin Like Growth Factor memang telah banyak dilakukan, namun penelitian tentang Insulin Like Growth Factor–I Complex plasma seminalis

Informan dalam penelitian ini terdiri dari 19 orang yaitu bidan puskesmas, Kepala Bidang Anak dan Remaja Dinas kesehatan Tegal, Kepala Puskesmas, Bidan Koordinator Anak dan