• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELUANG DAN PERMASALAHAN YANG DIHADAPI U

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELUANG DAN PERMASALAHAN YANG DIHADAPI U"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PELUANG DAN PERMASALAHAN YANG DIHADAPI UMKM

BERORIENTASI EKSPOR

Karya Tulis Ilmiah

Oleh:

Victor Tulus Pangapoi Sidabutar

NIP. 19771018 200912 1 002

BALAI BESAR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN EKSPOR INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN EKSPOR NASIONAL

KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

(2)

ABSTRAK

UMKM memiliki peran dan kontribusi dalam ekspor nonmigas dan memiliki prospek yang cukup baik dan memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Tercatat terjadi peningkatan jumlah UMKM setiap tahunnya. Kelebihan lain UMKM di Indonesia terletak pada produksinya karena sebagian besar tidak menggunakan bahan baku dari luar/impor sehingga tidak terpengaruh kenaikan harga bahan baku impor, sehingga dapat menjaga kelangsungan usahanya.Tetapi terjadi penurunan nilai total ekspor non migas oleh UMKM pada tahun 2011 hingga 2012. Hal ini karena UMKM memiliki kelemahan dalam sumber daya produktif, adaptasi produk, kapasitas produksi, pengetahuan mengenai dokumen dan biaya ekspor

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

UMKM di Indonesia bergerak pada berbagai bidang usaha,dan memiliki peran dan kontribusi dalam ekspor nonmigas (antara lain produk pertanian, perkebunan, perikanan, tekstil dan garmen, furniture, produk industri pengolahan, dan barang seni). Data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa UMKM di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berkembang dan meningkat jumlahnya dan pangsa pasar ekspor yang diambil juga semakin besar. UMKM berorientasi ekspor juga mengalami hambatan dalam pembiayaan dan pemasaran, jaringan bisnis dan teknologi. Selain itu, mereka sulit menghasilkan produk yang sesuai dengan selera konsumen atau permintaan pasar, yang memiliki kecenderungan cepat berubah dan masih banyak permasalahan lainnya.

Penulis akan mengupas peluang dan permasalahan yang dihadapi oleh UMKM berorientasi ekspor yang ada saat ini di Indonesia dan diharapkan dapat menjadi bahan pemikiran bagi pelaku UMKM di Indonesia untuk berkembang dan bahan pertimbangan bagi pihak yang berwenang dalam mengembangkan UMKM di Indonesia.

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dibuatnya Karya Tulis ini adalah sebagai berikut:

 Memberikan informasi mengenai perkembangan dan kondisi UMKM berorientasi ekspor yang ada di Indonesia

(4)

a. Ruang Lingkup dan Rumusan Masalah

Penurunan kinerja perdagangan Indonesia hingga tahun 2013 terutama pada Ekspor non migas, diberlakukannya AEC di tahun 2015 dan munculnya Emerging Market pastinya akan memaksa pelaku UMKM di Indonesia untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas dari produknya agar sama atau sesuai dengan keinginan pasar dunia. Keterbatasan yang ada harus segera diatasi oleh pelaku UMKM maupun oleh Pemerintah jika UMKM ingin tetap bisa bertahan sebelum diberlakukannya pasar bebas secara global dan serbuan barang-barang dari Negara lain.

b. Metoda Penelitian

Metoda yang digunakan dalam pengumpulan data adalah Metoda Sekunder. Menurut Martono (2011) Metoda Sekunder adalah studi literatur dimana penulis mencari data-data yang berasal dari literatur-literatur yang dianggap memiliki tingkat validasi yang dapat di pertanggung jawabkan.

c. Hasil yang Diharapkan

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kinerja Perdagangan Indonesia

Total perdagangan Indonesia (ekspor-impor) dari tahun 2008 hingga 2012, menurut Badan Pusat Statistik dan diolah Kementerian Perdagangan (Tabel 1), meningkat sebesar 13,89%, pada tahun 2008 total perdagangan Indonesia tercatat USD 266,2 milyar menjadi USD 381,7 milyar pada tahun 2012, tetapi terjadi penurunan pada ekspor non-migas di tahun 2012 akibat terjadinya krisis global. Ekspor non-migas menurun mencapai 5,52 persen. Sedangkan kinerja perdagangan Indonesia (sektor migas & non-migas) tahun 2012 jika dibandingkan periode tahun 2011 mengalami defisit USD 1,6 milyar.

(6)

Neraca perdagangan Indonesia mulai mengalami penguatan kembali pada tahun 2009 hingga 2011, namun pada tahun 2012 mengalami defisit sebesar 1.6 Miliar USD. Hal ini disebabkan karena melemahnya kegiatan ekspor pada tahun tersebut. Namun penyebab yang lebih dominan mempengaruhi neraca perdagangan tahun 2012 adalah meningkatnya kegiatan impor. Kegiatan impor yang memengaruhi defisitnya neraca perdagangan dapat dilihat dibawah ini:

Tabel 2. Neraca Perdagangan Indonesia Total Periode 2008 - 2013

Dari tabel 2 diatas terlihat bahwa defisit yang disebabkan oleh sektor migas pada tahun 2012 sebesar 5,5 miliyar USD sedangkan sektor non migas menyumbang surplus sebesar 3,9 milyar USD. Sehingga pada tahun 2012 mengalami defisit untuk pertama kalinya dalam 50 tahun terakhir sebesar 1,6 milyar USD.

(7)

Impor migas terbesar adalah impor BBM (Bahan Bakar Minyak). Menurut Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi di harian Kompas (2013), defisit neraca perdagangan migas selama 2012 dipicu oleh tingginya permintaan impor BBM yang mencapai 28,7 miliar USD atau naik 1,9 persen. Hal tersebut menyebabkan neraca perdagangan Indonesia pada tahun 2012 mengalami defisit sebesar 1,6 Miliar USD. Hal ini dikarenakan tingginya permintaan akan BBM dalam negeri tidak diimbangi dengan persediaan BBM dalam negeri sehingga menyebabkan Indonesia harus impor BBM untuk memenuhi permintaan tersebut. Keadaan ini diperparah dengan konsumsi BBM yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Dengan defisitnya neraca perdagangan pada tahun 2012 dan tahun 2013 menunjukkan bahwa Indonesia belum siap untuk menghadapi pasar persaingan bebas ASEAN. Ketidaksiapan ini dapat kita lihat dari rendahnya kualitas produk yang dihasilkan oleh Indonesia yang diproduksi tanpa menggunakan standar produk yang ada, terutama produk yang dihasilkan oleh UMKM Indonesia. Hal ini mengakibatkan produk dari Indonesia belum mampu bersaing dengan produk dari luar.

Selain itu, kondisi industri manufaktur di Indonesia belum mendukung secara kualitas atau belum memenuhi persyaraatan perdagangan bebas karena kurang kesiapan infrastruktur, produktivitas yang rendah, bunga kredit yang tinggi, biaya transportasi yang tinggi dan kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia. Saat ini Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan barang modal, sehingga untuk memenuhinya Indonesia harus impor barang modal dari luar.

Defisit yang terjadi pada kuartal II tahun 2013 dampaknya telah kita rasakan, yaitu berkurangnya cadangan devisa dan berimbas langsung pada perekonomian nasional secara keseluruhan, terutama menyangkut inflasi, dan suku bunga serta menguatnya nilai tukar dolar di pasar uang membuat apresiasi rupiah kembali terhambat dan mengalami pelemahan di transaksi pasar uang kemarin.

(8)

Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi FTA tersebut dengan mengembangkan industri manufaktur dalam negeri dan untuk menekan impor barang modal dapat dilakukan strategi dari Menteri Perindustrian MS Hidayat dengan memperkuat industri sektor hulu melalui realisasi investasi asing dan fokus pada pengembangan sektor hulu seperti industri besi baja dan petrokimia. Dengan berkembangnya industri manufaktur maka Indonesia akan mampu memenuhi permintaan dalam negeri dengan produk dalam negeri.

Selain mengembangkan industri manufaktur dalam negeri, perlu dilakukan peningkatan kualitas SDM agar produktivitas yang dihasilkan dapat meningkat. Upaya dalam meningkatkan SDM dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan-pelatihan tenaga kerja, memperkenalkan tenaga kerja dengan teknologi terbaru.

Menurut pengamat ekonomi dari Center for Information and Development Studies (Cides) Umar Juoro di harian Kompas (2013), defisit neraca perdagangan yang terjadi pada pertengahan 2013 ini dipengaruhi oleh defisit pada ekspor-impor minyak dan gas (migas) daripada sektor non migas, Oleh karena itu bukan sepenuhnya salah menteri perdagangan, Gita Wirjawan. Hal ini juga merupakan tanggung jawab kementerian Energi dan Sumber daya Mineral karena sektor migas dikelola oleh kementerian tersebut. Maka sangat diperlukan koordinasi strategis antar kementerian atau lembaga terkait untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut.

Kebijakan pemerintah mengenai ekspor-impor juga akan sangat berpengaruh dalam menekan kegiatan impor dan mendukung kegiatan ekspor. Pemerintah harus dengan tegas membuat peraturan untuk menyelamatkan neraca perdagangan Indonesia. Pemerintah harus mengeluarkan peraturan mengenai kuota impor sehingga secara perlahan Indonesia akan mengurangi ketergantungan impor.

2.2. Munculnya Pasar Baru (Emerging Market)

(9)

kelompok Emerging Market, yang terdiri dari: China, India, Brazil, Rusia, Korea dan Indonesia.

Gambar 1. Impor Negara di Dunia (sumber : http://factfish.com/statistic/imports/) Pasar-pasar negara tersebutlah yang diperkirakan akan tetap tinggi dan besar daya beli masyarakat/konsumennya (Tabel 3), oleh karena itu tujuan ekspor Indonesia harus membidik pasar non tradisional tersebut. Pasar-pasar non tradisional adalah negara tujuan ekspor baru khususnya ke negara-negara berkembang dengan kriteria:

1. GDP negara yang tinggi;

2. Pertumbuhan ekonomi dan GDP juga tinggi; 3. pendapatan GDP Perkapita juga besar; 4. Jumlah Penduduk juga besar

5. Tingkat Inflasi yang rendah.

(10)

Tabel 3. Impor Non Migas Beberapa Negara di Dunia Tahun 2008 - 2012

Peluang masih besar dalam memasuki pasar non-tradisional dikarenakan pangsa pasar

yang masih sangat besar dan sangat terbuka (belum “jenuh”) dan belum banyak

pemain eksportir dunia yang masuk ke pasar tersebut, hingga ceruk pasar masih sangat longgar. Selain itu regulasi pada umumnya masih sangat longgar (tidak seketat negara maju seperti pasar AS & Uni Eropa). Tantangan saat memasuki pasar non-tradisional adalah sistem pembayaran dan perbankan yang masih perlu penyesuaian kemudian networking yang masih sedikit, jika baru sama sekali maka belum ada networking (harus di-lobby dan dijajaki kembali) serta sistem bisnis, budaya dan tradisi yang juga baru, hingga perlu penyesuaian.

Strategi Kementerian Perdagangan adalah dengan membuka dan mempermudah akses penetrasi pasar, melalui berbagai instrumen perdagangan yang tersedia (misal: FTA, GSP, trade agreement, dll), serta dilanjutkan dengan dukungan program promosi dagang yang agresif dan intensif (pameran dan misi dagang serta marketing mission, instore promotion). Disamping itu, mengoptimalkan setiap inquiry (permintaan hubungan dagang) yang masuk dari negara tersebut serta pemberdayaan secara maksimal peran perwakilan dagang dan perwakilan RI di negara akreditasi dengan

(11)

Gambar 2. Beberapa Negara Pengimpor Produk Asal Indonesia (sumber:

http://www.trademap.org/Country_SelProductCountry_TS_Graph.aspx?nvpm=1|360||||TO

TAL|||2|1|1|2|2|1|2|5|1)

2.3. Kontribusi UMKM terhadap Ekspor di Indonesia

(12)

lebih kecil dari Rp 50 Juta dengan hasil penjuala n lebih kecil dari Rp 300 Juta terdapat 55.856.176 Unit (98,79%) (lihat Tabel 4).

Tabel 4. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar

(UB) Tahun 2011 – 2012 (sumber : Kementerian Koperasi dan UMKM)

(13)

Gambar 3. Proporsi Sektor Ekonomi UMKM berdasarkan jumlah Unit Usaha Tahun 2011

(sumber Kementerian Koperasi dan UMKM)

Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki proporsi unit usaha terkecil secara berturut-turut adalah sektor (1) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; (2) Bangunan; (3) Pertambangan dan Penggalian; serta (4) Listrik, Gas dan Air Bersih, yang tercatat sebesar 2,37 persen; 1,57 persen; 0,53 persen dan 0,03 persen.

Kontribusi UMKM terhadap pembentukan total nilai ekspor non migas pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp. 175,9 triliun atau 15,81 persen, kontribusi Usaha Mikro (UMi) tercatat sebesar Rp. 16,7 triliun atau 1,50 persen dan UK tercatat sebesar Rp. 38,0 triliun atau 3,42 persen. Sedangkan UM sebesar Rp. 121,2 triliun atau 10,89 persen selebihnya adalah UB sebesar Rp. 936,8 triliun atau 84,19 persen (gambar 4).

Gambar 4. Proporsi Kontribusi UMKM dan UB terhadap pembentukan Nilai Ekspor Non

(14)

Pada tahun 2011, peran UMKM terhadap pembentukan total nilai ekspor non migas mengalami peningkatan sebesar Rp. 11,5 triliun atau 6,56 persen yaitu dengan tercapainya angka sebesar Rp. 187,4 triliun atau 16,44 persen dari total nilai ekspor non migas. Kontribusi Usaha Mikro (UMi) tercatat sebesar Rp. 17,2 triliun atau 1,51 persen dan UK tercatat sebesar Rp. 39,3 triliun atau 3,45 persen. Sedangkan UM tercatat sebesar Rp. 130,9 triliun atau 11,48 persen, selebihnya adalah UB tercatat sebesar Rp. 953,0 triliun atau 83,56 persen (gambar 5).

Gambar 5. Kontribusi UMKM dan UB terhadap pembentukan Nilai Ekspor Non Migas

(15)

Tabel 5. Kontribusi Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB)

(16)

BAB III

ANALISA KINERJA EKSPOR UMKM INDONESIA

3.1. Analisa Terhadap Ekspor Perdagangan Indonesia

Terjadinya defisit neraca perdagangan dipicu oleh meningkatnya defisit perdagangan migas yang mencapai USD 5,58 milyar, sementara perdagangan di sektor non migas mengalami surplus USD 3,92 milyar. Target pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia berdasarkan Renstra Kemendag 2010 – 2014, menurut Biro Perencanaan Kemendag (Tabel 6), terjadi penurunan pada tahun 2012 sebesar -5,52% dan terjadi sedikit peningkatan dalam kurun waktu Januari – Juli 2013 menjadi -2,7%.

Tabel 6. Target Pertumbuhan Ekspor Non Migas Indonesia Berdasarkan Renstra

Kemendag Tahun 2010 – 2014 (sumber : Biro Perencanaan, Kementerian Perdagangan)

Data tersebut di atas menunjukan bahwa Indonesia harus mengurangi ketergantungan terhadap impor migas dan meyakinkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan potensi perdagangan non migas yang sangat besar yang akan semakin memegang peran penting dalam perdagangan internasional. Selain itu pengaruh menurunnya ekonomi pasar tradisional untuk ekspor juga sangat mempengaruhi pertumbuhan ekspor Indonesia secara keseluruhan.

(17)

yaitu 46,97%. Kebijakan bea keluar CPO dan Biji Kakao juga telah berdampak pada meningkatnya ekspor yang lebih bernilai tambah dari kedua produk tersebut. Selama Januari – November 2012 pangsa nilai dan volume ekspor produk olahan dari CPO dan Kakao menjadi lebih besar daripada produk mentahnya. Pangsa volume ekspor CPO 34,1% dan produk turunan CPO 65,9% dan pangsa nilai ekspor CPO 33,4% dan Produk Turunan CPO 66,6%. Sementara itu, pangsa volume Biji Kakao 45,0% dan Kakao. Olahan 55,0% dan pangsa nilai ekspor Biji Kakao 39% dan Kakao Olahan 61%. Sasaran peningkatan pertumbuhan ekspor non-migas Kementerian Perdagangan menurut Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional diharapkan terjadi peningkatan ditahun 2013 hingga 2014 dibandingkan tahun 2012, dengan diversifikasi yang tidak diharapkan terlalu meningkat (gambar 6).

Hal serupa juga terjadi pada kinerja ekspor rotan. Karet, Alas kaki dan Otomotif mengalami pertumbuhan signifikan baik dari segi volume maupun nilai ekspor. Sementara beberapa produk seperti Sawit, Karet, Kopi, TPT tumbuh didorong oleh kenaikan harga di pasar internasional. Pasar tujuan ekspor Indonesia berubah akibat kondisi global yang masih melemah da n cenderung memburuk disebagian negara utama dunia (seperti Amerika Serikat & sebagian Eropa Barat), berdampak menurunnya daya beli masyarakat/ konsumen di negara tersebut.

Gambar 6. Diversifikasi Produk Ekspor Non Migas Indonesia Tahun 2012 (sumber Badan

(18)

Disisi lain, krisis juga menyebabkan negara-negara tersebut menjadi lebih melindungi pasar dalam negerinya dari produk impor, dengan melakukan berbagai kebijakan pengetatan impor, seperti penerapan berbagai hambatan (tarif maupun non tarif). Saat AS dan sebagian negara-negara di Eropa tengah mengalami permasalahan dalam laju pertumbuhan ekonomi, sebaliknya dengan negara-negara berkembang yang justru mengalami pertumbuhan yang terjaga dengan baik.

3.2. Kelebihan UMKM Indonesia

Menurut Tambunan (2003), UMKM dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu UMKM Produsen Eksportir Langsung dan UMKM Eksportir Tidak Langsung. UMKM Produsen Eksportir Langsung yang menghasilkan produk ekspor dan menjualnya secara langsung kepada pembeli dari luar negeri (buyer) atau importir) sedangkan UMKM Eksportir Tidak Langsung adalah UMKM yang menghasilkan produk ekspor, yang melakukan kegiatan ekspor tidak secara langsung dengan buyer / importir, tetapi melalui agen perdagangan ekspor atau eksportir dalam negeri.

Kebanyakan ekspor UMKM adalah produk yang diekspor dan diproduksi langsung oleh UMKM atau produk yang diekspor oleh UMKM non produsen (pasokan produk dari Usaha Mikro/Kecil sebagai pengrajin). Ekspor tidak harus dilakukan oleh UMKM yang bersangkutan, terkadang produk UMKM yang kemudian dilakukan finishing oleh usaha besar dan diekspor, maka dihitung sebagai ekspor Usaha Besar.

(19)

tangan (hand made), seperti kerajinan perhiasan dan ukiran kayu. Karakteristik tersebut merupakan keunggulan UK, di mana lebih banyak mengandalkan keterampilan tangan, sehingga cenderung bersifat padat karya. Usaha skala besar (UB) yang cenderung bersifat padat modal, tentunya akan sulit masuk ke dalam dunia usaha ini. Di sisi lain, hal ini memberikan gambaran pentingnya UK dalam penyerapan tenaga kerja,utamanya pada saat krisis ekonomi.

(20)
(21)
(22)

Tabel 9. Perkembangan Nilai Ekspor Usaha Menengah Menurut Sektor Ekonomi Tahun

(23)

Tabel 10. Perkembangan Nilai Ekspor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Menurut

(24)
(25)

3.3. Kelemahan UMKM Indonesia 3.3.1. Sumber Daya Produktif

Akses terhadap sumberdaya produktif merupakan aset yang harus dimiliki pelaku bisnis. Akses terhadap sumberdaya produktif merupakan faktor yang menentukan dalam kelancaran dan keberhasilan aktivitas bisnis. Dalam hal ini, UMKM masih menghadapi hambatan dalam mengakses sumberdaya produktif. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa hambatan UMKM dalam mengakses sumberdaya produktif terdapat pada pembiayaan dan pemasaran, jaringan bisnis dan teknologi.

Gambar 7. Kondisi Tempat Pembuatan Dodol di Jambi

Kondisi tersebut di atas memerlukan bantuan/fasilitasi sebagai upaya meningkatkan akses UMKM terhadap sumberdaya produktif. Bentuk fasilitasi yang dapat dilakukan adalah menyediakan pembiayaan dengan perlakuan tertentu, baik untuk investasi maupun modal kerja, yang memenuhi criteria persyaratan mudah, mekanisme cepat, dan biaya murah. Di samping itu, diperlukan fasilitasi yang diarahkan pada pengembangan jaringan bisnis UMKM agar UMKM dapat meningkatkan akses pasar produknya.

(26)

lemah yang dimiliki UMKM pada umumnya. Sebagian besar UMKM masih mengalami kesulitan dalam menembus pasar ekspor, sehingga memerlukan fasilitasi pihak lain untuk meningkatkan akses pasar ekspornya, baik pemerintah maup un mitra usahanya.

Hal ini berdasarkan data DJPEN bahwa sebagian besar UMKM memperoleh akses pasar ekspor melalui keikutsertaan pameran da n informasi dari mitra usahanya. Sedang sebagian kecil memperolehnya melalui media masa dan internet. Kondisi seperti uraian di atas, mengindikasikan bahwa UMKM masih memerlukan upaya untuk meningkatkan akses pasar ekspornya. UMKM dituntut untuk proaktif dalam mengakses pangsa pasar ekspor produknya. Dengan berbagai keterbatasan yang dimilikinya, UMKM memerlukan fasilitasi dari pihak lain, termasuk pemerintah, untuk meningkatkan aksesibiltas terhadap pasar ekspor. Upaya ini dapat dilakukan melalui penyediaan dan penyebarluasan informasi, yang sesuai dengan kebutuhan UMKM dalam kegiatan ekspor, terutama yang berkaitan dengan spesikasi produk dan negara tujuan ekspor.

3.3.2. Adaptasi Produk

(27)

memiliki keunggulan komparatif, seperti pakaian jadi dan beberapa produk tekstil lainnya, barang barang jadi dari kulit, seperti alas kaki, dan dari kayu, termasuk meubel/furnitur.

3.3.3. Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pelaku bisnis dalam memasarkan produknya. Buyer pada pasar ekspor menuntut persyaratan yang ketat dalam melakukan transaksi dengan eksportir. Pesanan yang diminta buyer cenderung menitikberatkan pada kesinambungan dan konsistensi ketersediaan produk.

Dalam memasarkan produknya, UMKM seringkali dihadapkan pada kemampuan menyediakan produk sesuai dengan jumlah pesanan, sehingga terjadi kegagalan kontrak pesanan produk. Hal ini berkaitan dengan kapasitas produksi yang dimi likinya masih relatif rendah, padahal dari spesikasi produk sudah memenuhi keinginan buyer. Berdasarkan data DJPEN terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan rendahnya kapasitas produksi UMKM sampel. Faktor - faktor tersebut antara lain ketersediaan modal, ketersedian mesin / peralatan dan penguasaan teknologi, ketersediaan bahan baku dan ketersediaan tenaga kerja terampil. Data di atas mengindikasikan bahwa hambatan kapasitas produksi pada UMKM masih terkait dengan akses UMKM terhadap sumberdaya produktif, terutama sumber permodalan dan ketersediaan mesin/peralatan serta penguasaan teknologi. Hal tersebut makin menguatkan fenomena yang terjadi selama ini bahwa UMKM dihadapkan pada faktor kritis yang bersifat klasik, yang belum bergeser dari waktu ke waktu, yakni permodalan dan teknis produksi. Karena itu, seyogianya fasilitasi untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing UMKM, diarahkan pada peningkatan kemampuan UMKM dalam mengatasi hambatan faktor-faktor tersebut.

3.3.4. Dokumen Ekspor

(28)

Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia, Training of Exporter tahun 2013 diperoleh hambatan yang dialami terutama berkaitan dengan sertifikasi produk, letter of credit, legalitas usaha, dan lainnya. Hambatan ini terjadi karena selama ini UMKM tidak sungguh-sungguh untuk mengurus dokumen tersebut dan memberikan pengurusannya kepada perusahaan logistik. Beberapa alasan yang dapat diidentiikasi sebagai penyebabnya adalah UMKM merasakan kesulitan dalam memenuhi persyaratan dan prosedur yang memakan waktu relatif lama, dengan biaya yang cukup memberatkan. Karena itu, perlu upaya untuk mengurangi hambatan yang berkaitan dengan hal ini, yaitu dengan menerapkan persyaratan yang mudah, prosedur yang sederhana, dan biaya yang tidak memberatkan UMKM.

3.3.5. Biaya Kegiatan Ekspor

(29)

BAB IV

KESI MPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Dengan semakin meningkatnya jumlah UMKM potensial/orientasi ekspor di Indonesia (sekitar ± 600 ribu unit usaha) dan munculnya emerging market negara-negara tujuan ekspor non tradisional maupun negara-negara existing seperti China, India, Korea, Jepang, negara-negara ASEAN, Timur Tengah, dan lain-lain akan memperbesar peluang para pelaku UMKM dalam mengekspor produknya keluar Indonesia. Dengan masuknya Indonesia dalam AEC maka diharapkan akan semakin memperkuat perekonomian Indonesia dan makin eratnya kerjasama ekonomi bilateral, kawasan dan regional kita.

Produk UMKM kita memiliki keunggulan dan keunikan atau nilai seni tinggi berbasis kebudayaan lokal, handmade dan sebagian besar telah memenuhi standar kualitas (Eropa Timur, UEA, & China peluang pasar untuk produk kerajinan). Dengan adanya dukungan kebijakan pemerintah di lintas terkait seperti di sektor hulu yaitu peningkatan daya saing produk, sektor hilir melalui promosi & pemasaran melalui fasilitasi pameran diharapkan akan semakin meningkatkan ekspor produk UMKM Indonesia seperti produk non kerajinan seperti makanan & minuman serta hasil pertanian (antara lain Kopi Luwak) yang telah memiliki cita rasa dan desain kemasan sesuai trend desain.

UMKM kita memiliki hambatan internal yaitu hambatan yang melekat pada UMKM itu sendiri, antara lain:

1. Keterbatasan SDM (manajerial, entrepreneurial, IT).

2. Keterbatasan akses ke sumberdaya produktif (permodalan/pembiayaan, pasar, dll).

(30)

Hambatan eksternal yang dialami UMKM kita adalah hambatan yang berasal dari faktor luar yang tidak melekat pada UMKM itu sendiri, antara lain:

1. Tidak stabilnya pasokan & harga bahan baku/pendukung lainnya.

2. Implikasi perdagangan bebas (hambatan tariff & non tariff barriers, skala & standar kualitas pasar ekspor yang sulit dipenuhi UMKM seperti isu lingkungan/HAM/TK).

3. Lifetime produk UMKM pendek.

4. Kurangnya akses UMKM terhadap pasar luar negeri. 5. Infastruktur pendukung ekspor belum merata.

6. Masih terdapat biaya-biaya tidak terduga terkait dengan transportasi, keamanan dll.

7. Situasi politik, sosial, ekonomi di luar negeri.

8. Tingginya biaya modal dibandingkan dengan negara-negara pesaing.

Menurut Tambunan (2003), terdapat dua faktor yang mempengaruhi UMKM berorientasi ekspor tidak dapat melakukan ekspor secara langsung, yaitu export trading problem dan financing problem. Export trading problem terjadi karena tingginya risiko kegiatan ekspor (baik risiko pembayaran maupun pengiriman barang), adanya tenggang waktu (time lag) dalam pembayaran, dan tingginya biaya ekspor. Financing problem terjadi karena terbatasnya modal yang dimiliki UMKM dan finance and guarantee institution problem, yakni rendahnya dukungan lembaga pembiayaan dan penjaminan ekspor terhadap UMKM. Kondisi tersebut menngakibatkan strategi pemasaran UMKM cenderung menunggu pembeli, sehingga mekanisme perdagangan yang terjadi umumnya adalah buyer’s market.

(31)

adalah hambatan yang disebabkan kekurangan atau kelemahan yang melekat pada UMKM itu sendiri. Hambatan eksternal adalah hambatan yang disebabkan adanya faktor luar yang tidak melekat pada UMKM.

Beberapa aspek yang menjadi hambatan internal bagi UMKM dalam kegiatan ekspor adalah :

a. Masih rendahnya komitmen UMKM dalam memenuhi pesanan pelanggan, baik lokal maupun mancanegara (on time delivery);

b. Masih minimnya sistem managemen yang diterapkan UMKM, khususnya dalam aspek produksi, administrasi, dan keuangan;

c. Keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki UMKM dalam rangka memenuhi pesanan;

d. Rendahnya kualitas SDM, sehingga dalam mengelola usahanya tidak didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang sangat rasional;

e. Terbatasnya modal yang dimiliki UMKM, khususnya modal kerja;

f. Lemahnya jaringan komunikasi dan informasi dengan pihak -pihak terkait, seperti dalam pengadaan bahan baku, terkadang UMKM hanya memiliki sumber terbatas, sehingga barang yang diperoleh harganya tinggi;

g. Rendahnya kemampuan UMKM dalam riset dan pengembangan, sehingga belum memenuhi keinginan para buyer.

Di sisi lain, terdapat beberapa aspek yang menjadi hambatan eksternal bagi UMKM dalam kegiatan ekspor, yakni :

a. Tidak stabilnya pasokan dan harga bahan baku serta bahan pendukung lainnya; b. Persyaratan dari buyer semakin tinggi, antara lain berkaitan dengan kualitas

produk, kualitas lingkungan sosial, kualitas lingkungan kerja, harga yang bersaing, aspek ramah lingkungan;

c. Masih adanya regulasi pemerintah yang kurang kondusif sehingga dapat menghambat laju ekspor UMKM;

(32)

e. Rendahnya akses UMKM terhadap sumber pembiayaan, antara lain meliputi informasi skim kredit dan tingginya tingkat bunga;

f. Masih munculnya biaya-biaya siluman yang berkaitan dengan ransportasi, kepabeanan, dan keamanan;

g. Kesulitan memenuhi prosedur dan jangka waktu yang relatif lama untuk mematenkan produk bagi UMKM.

4.2. Saran

Permasalahan yang dihadapi UMKM memang sangat kompleks, sehingga dibutuhkan berbagai pendekatan yang dapat mengurangi hambatan yang ada. Keputusan politik pemerintah di semua lini dan tingkatan yang berusaha memberdayakan UMKM sudah tepat, mengingat potensi dan peran UMKM terhadap pembangunan nasional. Hal yang penting dan mendasar adalah memberikan peluang yang lebih besar kepada para UMKM dengan menekan atau mereduksi hambatan-hambatan yang muncul.

(33)

DAFTAR RUJUKAN

Hardono. 2004. Faktor-Faktor yang Menghambat Bisnis Ekspor UMKM. Makalah dalam Diskusi Panel Pengembangan UMKM Kegiatan Ekspor, 21

September 2004. Jakarta : Hotel Karsa.

Kompas. 21 Oktober 2013

Martono, Nanang. 2011. Metoda Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Tambunan, Tulus, Tahun 2003. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia Beberapa Isu Penting. Jakarta : PT Salemba Empat.

(34)

BIODATA PENULIS

Victor Tulus Pangapoi Sidabutar, lahir di Jakarta pada

Gambar

Tabel 1. Kinerja Perdagangan Ekspor Indonesia dari tahun 2008 – 2012 Untuk Beberapa Komoditi Non Migas
Tabel 2. Neraca Perdagangan Indonesia Total Periode 2008 - 2013
Gambar 1. Impor Negara di Dunia (sumber : http://factfish.com/statistic/imports/)
Tabel 3. Impor Non Migas Beberapa Negara di Dunia Tahun 2008 - 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini terkadang menimbulkan masalah dalam administrasi karena terselipnya pekerjaan karyawan di antara banyaknya pekerjaan yang telah mereka kerjakan, jika

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar teknik dasar passing bola voli melalui implementasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada siswa

berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara terdakwa karena sebagian besar saksi bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, “dengan

Selain produk mainan edukasi yang dibuat dalam beberapa model, pelatihan ini juga memanfaatkan limbah kayu untuk mem- buat produk lain yaitu berupa bingkai foto yang dibuat

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Antari dan Dana (2012). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada jenis perusahaan yang

Motivasi memang sudah ada disetiap dalam diri manusia tetapi kemunculannya karena terangsang atau terdorong oleh adanya unsur lain yaitu unsur seorang guru yang

Tetangga itu adalah orang lain selain anggota keluarga, orang-orang yang sering berhubungan dengan kita, jika kita dapat menjalin hubungan yang baik, bukan hanya saja kita

ƒ Karena koordinasi horizontal kurang baik Ö perubahan lingkungan tidak diikuti dengan tindakan yang sesuai pada seluruh bagian organisasi. • Dalam organisasi sering