• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Pendaftaran Hak Tanggungan Atas Sertipikat Yang Objek Dan Subjeknya Satu Namun Kemudian Diketahui Sertipikatnya Ganda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akibat Hukum Pendaftaran Hak Tanggungan Atas Sertipikat Yang Objek Dan Subjeknya Satu Namun Kemudian Diketahui Sertipikatnya Ganda"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Salah satu produk yang diberikan oleh lembaga keuangan baik bank

maupun nonbank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya, adalah

pemberian kredit dimana hal ini merupakan salah satu fungsi lembaga keuangan

yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi.

Pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan dari UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah sebagai berikut:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.

Pemberian kredit yang dilakukan oleh lembaga keuangan, sudah

semestinya harus dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemberi dan

penerima kredit serta pihak yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu

lembaga jaminan hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

Pasal 1131 KUHPerdata terdapat ketentuan tentang jaminan yang sifatnya

umum, artinya berlaku terhadap setiap debitor dan kreditor dan berlaku demi

hukum tanpa harus diperjanjikan sebelumnya, yang menyatakan bahwa:

”Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak

(2)

tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan.”

Selanjutnya Pasal 1132 KUHPerdata menegaskan :

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang

yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi

menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing,

kecuali apabila diantara para kreditor itu ada alasan-alasan yang sah untuk

didahulukan”.

Jaminan umum atas tanah dan bangunan yang dijadikan agunan apabila

tidak diikat dengan lembaga Jaminan khusus yang mengaturnya mempunyai

kelemahan yaitu:

1. Kalau seluruh harta atau sebagian harta kekayaan tersebut dipindahtangankan

kepada pihak lain, karena bukan lagi kepunyaan debitor, maka bukan lagi

merupakan jaminan bagi pelunasan piutang kreditor.

2. Kalau hasil penjualan harta kekayaan debitor tidak cukup untuk melunasi

piutang semua kreditornya, tiap kreditor hanya memperoleh pembayaran

sebagian seimbang dengan jumlah piutangnya masing-masing.

Sejak berlakunya UUPA yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 pada

tanggal 24 September 1960, Hipotik dan Creditverband sebagai lembaga jaminan

atas tanah dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan Hak Tanggungan.

Selama 30 tahun lebih sejak mulai berlakunya UUPA, lembaga Hak Tanggungan

belum dapat berfungsi sebagaimanan mestinya, karena belum adanya peraturan

yang mengatur secara lengkap, sesuai yang dikehendaki oleh ketentuan Pasal 51

(3)

dapat dibebankan pada hak atas tanah, yaitu Hak Tanggungan sebagai pengganti

lembaga hak jaminan atas tanah yang sudah ada sebelumnya yaitu Hypotheek dan

Credietverband. Dalam kurun waktu tersebut, berdasarkan ketentuan peralihan

yang tercantum dalam Pasal 57 UUPA, masih diberlakukan ketentuan Hypotheek

sebagaimana dimaksud dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Indonesia ( KUHPerdata ) dan ketentuan Credietverband dalam Staaatblad

1908-542 jo Staatblad 1937-190 sepanjang mengenai hal-hal yang belum ada

ketentuannya dalam UUPA.

Berhubung dengan hal tersebut diatas maka pada tanggal 9 April 1996

dikeluarkan Undang-Undang yang mengatur hak atas tanah sebagaimana yang

diatur dalam pasal 51 UUPA, yang dikenal dengan Undang-undang Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah atau Undang-undang Hak Tanggungan yang dituangkan

dalam Lembaran Negara Nomor 42 tahun 1996 dan penjelasannya dalam

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632.

Dengan diundangkannya UUHT, maka tidak saja menuntaskan atau terciptanya unifikasi Hukum Tanah Nasional, tetapi benar-benar makin memperkuat terwujudnya tujuan UUPA yaitu memberi perlindungan hukum kepada masyarakat dan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah termasuk hak jaminan atas tanah.1

Dengan mulai berlakunya UUHT pada tanggal 9 April 1996, Hak

Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah dalam

Hukum Tanah Nasional yang tertulis.2

1

Sony Harsono, “Sambutan pada Seminar UUHT di Universitas Gajah Mada“, tanggal 25-3-1996, hal. 3.

2

(4)

Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang

tertentu, yang memberi kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu

terhadap kreditor-kreditor yang lain. Dalam arti, bahwa jika debitor cidera janji,

kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum

tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

yang bersangkutan, dengan hak mendahulu dari para kreditor-kreditor lainnya

(Pasal 1 angka 1 UUHT).

Dalam penjelasan umum Undang-undang Hak Tanggungan, disebutkan

bahwa ciri-ciri dari Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan hak atas tanah

yang kuat adalah :

1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada

pemegangnya.

2. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu

berada.

3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak

ketiga dan memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang

berkepentingan, dan

4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

Menurut UUHT, hak-hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan

adalah Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB)

dan Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib

didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan (Pasal 4 UUPA) dan

(5)

Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara ( Pasal 27 UUPA ).

Adanya aturan hukum mengenai pelaksanaan pembebanan Hak

Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit bertujuan untuk memberikan kepastian

dan perlindungan hukum bagi semua pihak dalam memanfaatkan tanah beserta

benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai jaminan kredit. Untuk itu,

praktik pengikatan kredit dengan jaminan Hak Tanggungan dalam kegiatan

perbankan hendaknya dapat pula dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah diatur

dalam UUHT.

Selanjutnya secara formal hak yang memenuhi syarat tersebut perlu ditunjuk oleh Undang-Undang sebagai hak yang dapat dibebankan Hak Tanggungan. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria, hak-hak yang sudah jelas memenuhi kedua syarat pertama di atas adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan. Oleh karena itu ketiga jenis hak itu ditunjuk dalam pasal 25, 33 dan 39 Undang-Undang Pokok Agraria sebagai hak-hak yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.3

Hal ini telah diatur dalam pasal 4 ayat (2) Undang-undang Hak

Tanggungan.

Selain hak-hak sebagaimana tersebut di atas, Hak Tanggungan dapat

dibebankan atas Hak Pakai atas Tanah Negara yang menurut ketentuan yang

berlaku wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan.4

Hak Tanggungan juga dapat dibebankan pada Hak Atas Tanah berikut Bangunan, Tanaman, dan Hasil Karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.5

3

A.P. Parlindungan, Komentar Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah (UU No. 4 Tahun 1996/9 April 1996/LN No. 42) dan Sejarah Terbentuknya, Mandar Maju, Bandung, 1996, hal. 168.

4

(6)

Apabila tanah yang dijadikan objek hak tanggungan belum bersertipikat

terlebih dahulu didaftarkan ke kantor pertanahan setempat. Pada umumnya Proses

Penerbitan Sertipikat hak Milik pada Kantor Pertanahan harus melalui prosedur

pendaftaran tanah. Apa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah dalam pasal 19

ayat (1) Undang-Undang nomor 5 tahun1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria yang juga disebut dengan Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria,

ditegaskan dari kegiatan pendaftaran tanah tersebut, bahwa pendaftaran tanah itu

meliputi:

a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah.

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian

yang kuat.6

Dari kegiatan pendaftaran tanah sebagaimana tersebut di atas, dalam

prakteknya kegiatan yang dilakukan pertama sekali guna memperoleh Sertipikat

Hak atas Tanah harus melalui tahap-tahap pendaftaran sebagai berikut:

1. Pengajuan permohonan pendaftaran hak oleh pemilik tanah ke Kantor

Pertanahan.

2. Identifikasi bidang tanah dan kepemilikan atas tanah tersebut pada buku tanah

yang ada di Kantor Pertanahan.

3. Pengukuran dan pemetaan bidang tanah oleh Kantor Pertanahan.

4. Penandatanganan formulir hasil pengukuran dan pemetaan tanah oleh pemilik

tanah, tetangga tanah, kepala lorang, kepala desa setempat dan petugas

pengukur.

6

(7)

5. Pengumuman hasil pengukuran dan identifikasi tanah oleh Kantor

Pertanahan.

6. Pencatatan dan pendaftaran bidang tanah dalam buku tanah.

7. Pengeluaran Sertipikat Hak atas Tanah.

8. Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah.

Dalam tahap-tahap pendaftaran tanah sebagaimana tersebut di atas sampai

dapat diperoleh atau diterbitkan Sertipikat hak atas tanah memerlukan waktu yang

lama antara 3 (tiga) sampai 4 (empat) bulan. Dalam masa proses atau tahap-tahap

pendaftaran tanah tersebut, dimungkinkan akan ditemui atau muncul

kendala-kendala, baik kendala yang berasal dari pemohon sendiri maupun kendala yang

berasal dari pihak lain/pihak ketiga atau kendala yang berasal dari obyek tanah

yang bersangkutan, baik mengenai data fisik maupun data yuridis, sehingga

pendaftaran hak atas tanah tersebut tidak dapat dilanjutkan proses penerbitan

sertipikatnya.

Kendala-kendala tersebut antara lain:

1. Dokumen yang diserahkan ke Kantor Pertanahan tidak lengkap.

2. Debitur atau pemilik agunan tidak mau berkerja sama dalam menyelesaikan

proses pendaftaran tanah tersebut.

3. Batas-batas tanah yang bersangkutan dengan tanah tetangga sebelah tidak

jelas atau masih disengketakan.

4. Tetangga tanah sebelah atau Kepada Desa setempat tidak mau

menandatangani surat-surat yang diperlukan untuk proses pendaftaran tanah

(8)

5. Ada sanggahan atau pengakuan dari pihak lain atas hak atas tanah tersebut

dan meminta proses pendafataran tanah tersebut dihentikan.

6. Tanah tersebut dalam sengketa di Pengadilan dan telah di letakkan sita

jaminan.

Apabila kendala-kendala sebagaimana tersebut di atas ditemui atau

muncul, maka proses pendaftaran tanah tersebut tidak dapat dilanjutkan dan

Kantor Pertanahan akan menghentikan proses pendaftaran tanah tersebut,

sehingga sertifikat atas tanah tersebut tidak dapat diterbitkan atau ditunda

penerbitannya.

Menurut ketentuan pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan,

pemberian Hak Tanggungan wajib didaftar pada Kantor Pertanahan. Selanjutnya

dalam pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut ditentukan

bahwa Hak Tanggungan baru lahir pada tanggal pencatatan Hak Tanggungan

dalam Buku Tanah Hak Tanggungan. Jadi sebelum Hak Tanggungan dicatat

dalam buku tanah Hak Tanggungan, maka Hak Tanggungan tersebut belum ada.

Jaminan atas tanah yang telah diberikan oleh Debitur tersebut kepada Bank

melalui Akta Pemberian Hak Tanggungan tidak mempunyai nilai sebagai Hak

Tanggungan dan objek jaminan tersebut tidak dapat dilakukan eksekusi langsung

(parate executie) oleh kreditur apabila kredit atau utang Debitur tersebut macet.

Pada penelitian ini akan dikaji perihal pendaftaran hak tanggungan pada

kantor pertanahan Kabupaten Pidie, hanya saja jaminan yang diberikan debitur

kemudian diketahui ganda, dan masing-masing sertipikat tersebut telah menjadi

(9)

ini adalah 2 (dua) sertipikat dengan tanah yang sama, dimiliki oleh satu orang

yang sama.

Secara prinsip setiap bidang tanah memiliki posisi yang tunggal di

belahan bumi ini. Tidak ada 1 (satu) bidang tanah dengan 2 (dua) sertipikat yang

dimiliki oleh orang yang sama. Dengan demikian setiap bidang tanah yang telah

bersertipikat atau terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN) seharusnya

mendapat perlindungan terhadap pendaftaran yang sama atas bidang tanah

tersebut.

Perlindungan diatas dapat diberikan jika setiap sertipikat atas tanah yang

terbit diketahui dengan pasti letak atau lokasinya di muka bumi dan siapa

pemiliknya. Dengan demikian setiap usaha untuk mensertipikatkan tanah yang

sama dapat segera diketahui dan dicegah oleh BPN. Namun demikian kenyataan

yang dapat dilihat bahwa sertipikat ganda ini tetap mengemuka ke atas sebagai

permasalahan hukum.

Lazimnya sebuah sertipikat yang diterbitkan selain dipetakan dalam

sebuah peta juga dikeluarkan buku tanah yang menjadi bundel arsip bagi BPN.

Jika buku tanah atas sertipikat dan buku tanah atas sertipikat Hak Tanggungan

tersebut musnah yang disebabkan oleh berbagai macam hal, misalnya kebakaran

seperti yang terjadi di Kabupaten Pidie, maka bidang tanah itu memiliki potensi

untuk lahir sertipikat ganda. Dalam hal seseorang dengan bukti-bukti tanah yang

meyakinkan meminta pembuatan sertipikat Pengganti di Kantor Pertanahan, maka

tidak ada tools yang kuat untuk mencegah lahirnya sertipikat ganda.

(10)

pada tahun 2001, oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie, Kemudian pada tahun

2002 sertipikat tersebut di jadikan jaminan pada lembaga pembiayaan bank dan

dipasang Hak Tanggungan, Pada tahun 2007 Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie

mengalami Kebakaran besar, hingga menyebabkan semua buku tanah, baik itu

buku tanah sertipikat maupun buku tanah sertipikat Hak Tanggungan Hangus

terbakar. Setelah terjadinya kebakaran, Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie

melakukan pendataan atas sertipikat yang telah dipasang hak tanggungan melalui

bantuan para Notaris/PPAT yang ada di Kabupaten Pidie, Pada akhir tahun 2007

Pemilik setipikat membuat permohonan untuk diterbitkannya sertipikat pengganti

pada Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie . Kemudian Petugas Kantor Pertanahan

akan meneliti data fisik bidang tanah yang diminta untuk kedua kalinya tersebut

dengan melakukan pengukuran bidang tanah. Pada saat pengukuran, petugas akan

meminta pemohon sertipikat untuk menunjukkan batas-batas bidang tanahnya.

Akan lebih baik jika diketahui dan dikonfirmasi oleh pemilik tanah yang

bersebelahan. Setelah semua persyaratan dipenuhi untuk menerbitkan sertipikat

pengganti, termasuk meminta Surat Pernyataan, Surat Keterangan hilang atas

sertipikat tersebut dan mengumumkan hilang di Surat Kabar setempat, maka

Sertipikat mempunyai cukup syarat untuk diterbitkan Sertipikat penggantinya.

Pada poin ini pembuatan Sertipikat Pengganti akan tersandung jika ada pemegang

sertipikat atau pemegang Sertipikat hak tanggungannya melaporkan keberadaan

atas sertipikat dan atau Sertipikat Hak tanggungan atas tanah tersebut. Sebaliknya

jika sertipikat atas tanah tersebut tidak ada yang menyangga maka praktek ini

(11)

Selain itu kejelian dan kehati-hatian petugas Kantor Pertanahan juga

sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya sertipikat ganda atas bidang tanah

yang sama, Jika petugas Kantor Pertanahan menyatakan atas tanah tersebut bisa

diterbitkan Sertipikat pengganti (Kedua), tentunya dengan memenuhi persyaratan

yang telah ditentukan, termasuk pengumunan terhadap publik bahwa akan

diterbitkan sertipikat pengganti atas tanah tersebut.

Jika sekali lagi hasil penelitian data yuridis menunjukkan bahwa tidak ada

masalah dan tidak claim dari masyarakat (termasuk pemegang sertipikat terdahulu

atau Pemegang Sertifikat Hak Tanggungannya), maka BPN akan menerbitkan

sertipikat tanah (lagi) atas bidang tanah yang sama.

Setelah Sertipikat Pengganti di terbitkan, maka pada tahun 2008 sertipikat

tersebut kembali di jadikan jaminan di lembaga pembiayaan yaitu pada Kreditor

yang berbeda dan dipasang Hak Tanggungan. Kondisi dari adanya sertipikat

ganda khususnya pada sebidang tanah yang telah dipasang hak tanggungan,

kemudian diterbitkan Sertipikat pengganti dan diagunkan lagi dan dipasang lagi

Hak Tanggungannya pada kreditor lain, untuk mendapatkan kredit lain tentunya

amat sangat merugikan para pihak Kreditor sebagai pemegang hak tanggungan.

Selain merugikan secara finansial juga memberikan akibat ketidak amanan agunan

yang diberikan oleh debitur.

Pada saat terjadinya Pergantian Kasubsi Hak Tanggungan dan

Pendaftaran Tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie, sekitar awal tahun

2012, diadakan pembenahan arsip-arsip, dengan menggunakan aspek teknologi

(12)

buku tanah Sertipikat Hak Tanggungan diketahui adanya sertipikat ganda atas

Sertipikat yang telah dipasang Hak Tanggungan.

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian tesis ini mengambil judul

“Akibat Hukum Pendaftaran Hak Tanggungan Atas Sertipikat Yang Objek Dan

Subjeknya Satu Namun Kemudian Diketahui Sertipikatnya Ganda”.

B. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Apakah Yang Menjadi Penyebab Terbitnya Sertipikat Pengganti Namun

Kemudian Diketahui Sertipikatnya Ganda?

2. Bagaimana Akibat Hukum Pendaftaran Hak Tanggungan Atas Sertipikat Yang

Objek Dan Subjeknya Satu Namun Kemudian Diketahui Sertipikatnya

Ganda?

3. Bagaimana Penyelesaian Hukum Pendaftaran Hak Tanggungan Atas

Sertipikat Yang Objek Dan Subjeknya Satu Namun Kemudian Diketahui

Sertipikatnya Ganda?

C. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi tujuan

yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis penyebab terbitnya sertipikat pengganti

(13)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum pendaftaran hak

tanggungan atas sertipikat yang objek dan subjeknya satu namun kemudian

diketahui sertipikatnya ganda.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian hukum pendaftran hak

tanggungan atas sertipikat yang objek dan subjeknya namun kemudian

diketahui sertipikatnya ganda.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis

maupun secara praktis.

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat memberi manfaat dalam bidang ilmu

pengetahuan dan menjadi bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan

peraturan perundang-undangan tentang pendaftaran hak tanggungan atas

sertipikat yang objek dan subjeknya satu namun kemudian diketahui

sertipikatnya ganda.

2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pihak

dalam menyelesaikan permasalahan terhadap pendaftaran hak tanggungan atas

sertipikat yang objek dan subjeknya satu namun kemudian diketahui

sertipikatnya ganda.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan

(14)

Tanggungan Atas Sertipikat Yang Objek Dan Subjeknya Satu Namun Kemudian

Diketahui Sertipikatnya Ganda belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Namun ada judul penelitian sebelumnya yang membahas Eksekusi

Jaminan Hak atas tanah Dan Bangunan yang bersertifikat Ganda, Penelitian yang

dilakukan oleh;

Isabella Bangun (117011049), Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara, dengan Judul “Analisis Normatif Terhadap Eksekusi Jaminan

Hak Atas Tanah Dan Bangunan Debitur Yang Bersertipikat Ganda (Studi Kasus

putusan MA no.267/K/PDT/2008). Adapun Permasalahan yang dibahas dalam

penelitian tersebut adalah;

1. Apa sajakah yang menjadi Faktor-faktor terjadi Sertipikat tumpang tindih?

2. Bagaimana tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional terhadap sertipikat

tersebut?

3. Bagaiman perlindungan hukum kepada bank selaku kreditur pemegang hak

tanggungan dalam penangguhan eksekusi jaminan?

Dengan demikian dapat dikatakan penelitian ini dijamin keasliannya dan

dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan ”kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,

teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem), yang menjadi

(15)

disetujui.7

Untuk tercapainya suatu ketertiban dan kedamaian maka hukum berfungsi untuk memberikan jaminan bagi seseorang agar kepentingannya diperhatikan oleh orang lain. Jika kepentingan itu terganggu, maka hukum harus melindunginya dan setiap ada pelanggaran hukum, maka hukum itu harus dilaksanakan dan ditegakkan.8

Hal ini berkaitan terhadap status penjamin atau personal guarantor serta

kedudukan kreditur yang harus mendapatkan kepastian hukum atas hak dan

kewajibannya manakala timbulnya hal-hal diluar kesepakatan atau perjanjian yang

sudah ditentukan di awal perjanjian personal guarantee tersebut. Serta berkaitan

dengan kedudukan para debitur yang baik secara sendiri-sendiri ataupun

bersama-sama meminta haknya atas apa yang sudah diperjanjikan. Dengan dasar uraian

tersebut maka teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian

hukum.

Teori kepastian hukum merupakan pradigma teori positivistik sebagai these dari Teori hukum alam, sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam mengutamakan “the search for justice”. Positivisme yuridis telah dipelopori oleh aliran hukum Humanisme antara lain Jean Bordin dengan idenya tentang kedaulatan raja. Menurut ajaran ini satu-satunya sumber hukum adalah pembentukannya oleh Negara.9

Teori Kepastian Hukum yang juga dipelopori oleh Aguste Comte yang mengatakan pada dasarnya kaidah hukum itu sendiri tanpa melibatkan kaidah-kaidah diluar non hukum (Etika), hukum tidak lagi dikonsepsi sebagai azas moral metayuridis, yang abstrak tentang keadilan, melainkan ius yang telah mengalami positivisasi sebagai lege ataulex.10

Selanjutnya John Austin selaku aliran positivisme berpendapat : “Law is A Command of the law”, hukum adalah perintah dari penguasa yang kekuasaan

7

M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80. 8

Syafruddin Kalo, Modul Kuliah Penemuan Hukum, (Medan : Program Studi Magister Kenotariatan USU, 2005), hal. 38.

9

Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam lintasan sejarah, (Yogyakarta :Kanisius, 1995) Cetakan ke VIII hal. 129.

10

(16)

tertinggi dan berdaulat, aturan yang berlaku adalah aturan yang tertulis sebagai penjelmaan kehendak penguasa karenanya harus dipatuhi, jika tidak siaplah terima sanksi,bukan persoalan adil atau tidak,juga bukan soal relevan atau tidak, ia ada dan sah secara yuridis.11

Hans Kelsen dalam Pure Theory of Law mengatakan penerapan hukum harus dengan pendekatan metode normative-yuridis yang bersih dari anasir-anasir seperti sosiologis, politis, historis dan etika dimana konsepsi hukum positif adalah hukum dalam kenyataan (das sollen) bukan dengan apa yang dicita-cita kan (das Sein) dan dalam teorinya”Stuffenbaw theory” mengatakan bahwa norma dasar suatu tata hukum adalah peraturan yang lebih dari tata hukum sebagai peraturan fundamental dari berbagai tata hukum positif.12

Menurut Mahmul Siregar keberlakuan hukum ditengah masyarakat bukan lagi untuk mencapai keadilan semata, tetapi juga harus memberikan kepastian. Kepastian hukum diharapkan untuk menjadi pedoman, baik dalam mengambil keputusan. Selanjutnya dikatakan bahwa kepastian hukum tidak saja meliputi kepastian substansi hukum tetapi juga penerapannya dalam putusan-putusan badan peradilan.13

Secara normatif kepastian hukum dalam pelaksanaan lelang eksekusi

barang jaminan diatur dalam perundang-undangan di Indonesia antara lain, aspek

jaminan dalam suatu perikatan hutang-piutang adalah faktor yang sangat penting

untuk terealisinya perbuatan hukum tersebut. Seorang kreditur barulah akan

memberikan pinjaman kepada debitur apabila kreditur tersebut mendapatkan

kepastian bahwa piutangnya tersebut akan dilunasi dikemudian hari.

Dalam hukum perdata Indonesia lembaga jaminan ini dibagi menjadi dua pengaturan, yaitu (1) Jaminan Umum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata bahwa terhadap segala harta kekayaan kreditur yang sudah maupun baru akan ada dikemudian hari menjadi jaminan bagi perikatan yang dibuat oleh debitur, dimana terhadap harta kekayaan tersebut akan dibagi pond’s pond’s kepada seluruh kreditur (dalam hal kreditur lebih dari satu); (2) Jaminan

11

Bernard L Tanya, dan Yoan. N Simanjuntak dan Markus Y. Hage, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi(Yogyakarta : Genta Publishing, 2010) hal. 119

12

HR.Otje Salman S,Filsafat Hukum (Perkembangan & Dinamika Masalah, (Bandung : Reifika Aditama, 2009), hal. 66.

13

(17)

Khusus, sebagaimana diatur dalam Pasal 1132-1133 KUHPerdata bahwa diantara kreditur terdapat hak didahulukan bagi pelunasan hak tagihnya dan kemudahan terhadap pelunasan hak tagihnya karena tidak perlu menunggu pembagian secara pond’s pond’s seperti kreditur konkuren yang diatur dalam Pasal 1132 KUHPerdata, karena kreditur tersebut memegang hak istimewa atau hak-hak kebendaan yang memberikan jaminan, seperti gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia, yang oleh Wirjono Prodjodikoro disebut sebagai hak-hak jaminan yang bersifat perbendaan (zakelijk zekerheidsrechten).14

Menurut ST Remy Shahdeini ada 5 (lima) unsur pokok yang termuat dari

Hak Tanggungan yaitu antara lain :

a. Hak Tanggungan hak jaminan untuk pelunasan utang.

b. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai Undang-undang Pokok Agraria.

c. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.

d. Uang yang dijamin harus suatu hutang tertentu.

e. Memberikan kedudukan yang utama kepada Kreditor tertentu terhadap lain kreditor-kreditor.15

Selanjutnya menurut Adrian Sutedi, Undang-undang Hak Tanggungan

menjadi hak jaminan atas tanah yang kuat atas 4 (empat) ciri-ciri :

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya.

b. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada.

c. Memenuhi Azas spsialitas dan publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.16

Pendaftaran objek Hak Tanggungan dilakukan berdasarkan ketentuan

Pasal 13 UUHT dilakukan di Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten setempat. Tanpa

14

Wirjono Prodjodikoro,Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda, (Jakarta: Intermasa,1986), cet. ke-5, hal. 75.

15

(18)

pendaftaran, Hak Tanggungan tersebut dianggap tidak pernah ada. Jika pencatatan

Hak Tanggungan belum dilakukan dalam buku tanah hak tanggungan di Kantor

Pertanahan, menurut Pasal 13 ayat (5) UUPA maka Hak Tanggungan itu belum

ada. Karena Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak

Tanggungan. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu asas Hak

Tanggungan yaitu asas publisitas. Oleh karena itu didaftarkannya Akta pemberian

Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Sertipikat Hak

Tanggungan dan mengikat Sertipikatnya ke atas nama Pemegang Hak

Tanggungan (Kreditur).

Pemberian Hak Tanggungan yang sudah dalam proses pemasangan akan

tetapi belum didaftarkan dianggap belum ada dan tidak dapat dimintakan eksekusi

penjualan lelang berdasarkan Pasal 224 HIR.17Pemberian Hak Tanggungan harus

didaftarkan 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatangan akta pemberian Hak

Tanggungan.

Kemudian, juga di dalam melakukan eksekusi Hak Tanggungan tata urutan

pendaftaran Hak Tanggungan juga menentukan peringkat dari Hak Tanggungan

itu. Menurut ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Hak Tanggungan, suatu objek

Hak Tanggungan yang dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan maka

peringkat dari masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal

pendaftarannya pada Kantor Pertanahan. Jadi Hak Tanggungan yang dibuat

debitur terhadap beberapa orang kreditur, peringkatnya bukan dilihat dari tanggal

pemberian Hak Tanggungan, tetapi dilihat dari urutan pendaftarannya pada

17

(19)

Kantor Pertanahan.

Berkaitan dengan tanggung jawab penjamin ini, sumber pertanggung

jawaban adalah delik dan kontrak.18

Roscoe Pound mengemukakan ada doktrin pertanggung jawaban atas kesalahan semata-mata berakar didalam tingkatanequitydan hukum alam, tatkala dianggap sama, apa yang dibolehkan oleh kesusilaan dan apa yang diperkenankan oleh hukum dan berarti bahwa seseorang harus bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh tindakannya yang patut dicela menurut kesusilaan.19

Dalam peraturan perkreditan harus melakukan pendekatan pada prinsip pengawasan. Alasan perlunya dilakukan pengawasan itu adalah supaya untuk menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat. Pemeliharaan kepercayaan masyarakat terhadap integritas sistem perbankan penting diupayakan karena kepercayaan masyarakat merupakan faktor yang sangat krusial dalam bank sebagai industri jasa.20

Menurut M. Bahsan jaminan adalah “segala sesuatu yang diterima kreditur

dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.”21

Hak istimewa penanggung utang menurut Arie S. Hutagalung, antara lain adalah “hak untuk menuntut lebih dahulu (Pasal 1831 KUH Perdata), hak untuk membagi utang (Pasal 1837 KUH Perdata), hak untuk mengajukan eksepsi (Pasal 1847 KUH Perdata), dan hak untuk membebaskan sebagai penanggung/penjamin dikarenakan kesalahan kreditur (Pasal 1848 KUH Perdata).”22

Dalam pemberian kredit, kedudukan hukum penjamin atau penanggung

utang yang secara riil tidak menikmati langsung atas pemberian kredit antara

kreditur dan debitur adalah sama jikalau debitur lalai atau wanprestasi, atau

dengan kata lain penjamin atau penanggung dapat dituntut untuk memenuhi

18

Roscoe Pound,Pengantar Filsafat Hukum,(Jakarta : Bhatara Karya Aksara, 1982), hal. 86. 19

Ibid. 20

Bismar Nasution,Hukum Kegiatan Ekonomi I,(Bandung : Books Terrace & Library, 2009), hal. 159.

21

M. Bahsan,Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia,(Jakarta : Rejeki Agung, 2002), hal. 148.

22

(20)

kewajiban debitur secara langsung oleh kreditur, maka dalam hal ini kedudukan

penjamin sama dengan debitur. Inilah yang menjadi salah satu ciri utama dalam

perjanjian perorangan yang menganut azas prioriteit atau azas kesamaan sesuai

dengan ketentuan pada Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Dalam artian semua orang mempunyai kedudukan yang sama terhadap

pemenuhan prestasi dari debitur berkaitan dengan harta kekayaan debitur.

2. Konsepsi

Kerangka konsepsional ini penting dirumuskan agar tidak tersesat kepemahaman lain, diluar maksud penulis. Konsepsional ini merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping unsur lainnya seperti asas dan standar. Oleh karena itu, kebutuhan untuk membentuk konsepsional merupakan salah satu sari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Konsepsional adalah suatu konstruksi mental yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analisis.23

Dalam bahasa Latin, kata conceptus (dalam bahasa Belanda, begrip) atau pengertian merupakan hal yang dimengerti. Pengertian bukanlah merupakan

defenisi yang dalam bahasa Latin adalah defenitio. Defenisi tersebut berarti perumusan (dalam bahasa Belanda onschrijving) yang pada hakekatnya merupakan suatu bentuk ungkapan pengertian disamping aneka bentuk lain yang dikenal didalam epistimologi atau teori ilmu pengetahuan.24

Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsional atau

pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.25

Di sini terlihat dengan jelas bahwa suatu konsepsional atau suatu kerangka konsepsional pada hakikatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis (tinjauan pustaka) yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun, suatu kerangka konsepsional terkadang dirasakan masih juga abstrak sehingga diperlukan defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian.26

23

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996 dan Aminuddin dan H. Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 48-49.

24

Noeng Muhadjir,Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Roke Sarasni, 1996), hal. 22-23 dan 58-59.

25

Soerjono Soekanto, Beberapa Aspek Sosial Yuridis dan Mayarakat, (Bandung, Alumni, 1983). hal. 21.

26

(21)

Maka konsepsional merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati,

konsepsional terdiri dari variabel-variabel yang ingin menentukan adanya

hubungan empiris.27

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu

didefenisikan beberapa konsep dasar sehingga diperoleh hasil penelitian yang

sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep tersebut yaitu:

1. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan, berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu

tertentu dengan pemberian bunga.28

2. Perjanjian kredit adalah perjanjian yang isinya telah disusun oleh bank

secara sepihak dalam bentuk baku mengenai kredit yang memuat hubungan

hukum antara bank dengan nasabah (debitur).29

3. Kreditor adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang-piutang

tertentu.30

4. Debitor adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang

tertentu.31

5. Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan

Aminuddin dan H. Zainal Asikin,Op.Cit, hal. 48. 27

Koentjaraningrat, et-al, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet 3, Jakarta, Gramedia, 1980, hal.21.

28

Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 29

Tan Kamello,Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung : Alumni, 2001), hal. 30.

30

Pasal 1 poin (2), Undang-undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

31

(22)

yang di bebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.32

6. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19

ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf,

hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing

sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.33

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maksudnya suatu penelitian yang

menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam

bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan.34 Tentang Akibat

Hukum Pendaftaran Hak Tanggungan Atas Sertipikat Yang Objek Dan Subjeknya

Satu Namun Kemudian Diketahui Sertipikatnya Ganda. Penelitian ini dilakukan

dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, khususnya perihal hak

tanggungan dan lembaga pembiayaan baik bank maupun bukan bank. Sifat

penelitian ini adalah juridis normatif yaitu penelitian kepustakaan atau studi

dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya terhadap peraturan-peraturan yang

tertulis atau bahan hukum yang lain.35

32

Pasal 1 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 33

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 1 angka 20. 34

Soerjono Soekanto,Op.Cit, hal. 63. 35

(23)

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung

penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan(library research) yaitu menghimpun

data dengan melakukan penelahaan bahan kepustakaan atau data sekunder yang

meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.36

a. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, yaitu

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

3. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No.

7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

5. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan

Pembiayaan.

7. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (PERKABAN) Republik

Indonesia nomor 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan

Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

8. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (PERKABAN) Republik

Indonesia nomor 3 tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian Dan

Penanganan Kasus Pertanahan.

9. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (PERKABAN) Republik

Indonesia nomor 8 tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

36

(24)

Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997

tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer seperti hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah

dari kalangan hukum yang berhubungan dengan hak tanggungan.

c. Bahan hukum tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti

kamus ensiklopedi atau majalah yang terkait dengan hak tanggungan.

3. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data yaitu :

a. Studi dokumen yaitu untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan

permasalahan yang diajukan dengan cara mempelajari buku-buku, hasil

penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait

selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan.

b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara kepada

informan yang terkait dengan Pendaftaran Hak Tanggungan dan Sertipikat

Ganda, maka wawancara dilakukan dengan narasumber yaitu:

-Kasubsi Peralihan, dan Pembebanan Hak, pada Kantor Pertanahan

Kabupaten Pidie.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data

(25)

berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan dari nara

sumber sehingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.

Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti

serta di evaluasi kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis untuk

kepentingan analisis. Sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara

kualitatif yang dicatat satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan

jawaban. Oleh karena itu, data yang telah dikumpulkan kemudian diolah,

dianalisis secara kualitatif dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk

selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan

deduktif, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam

Referensi

Dokumen terkait

database dan bisa ditampilkan pada web serta mengirim pesan singkat ke handphone apabila salah satu phasa arus pada kWh meter ada yang hilang atau bocor. Pada

(3) Tatacara, pembatalan atau pengurangan ketetapan pajak dan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Gubernur atau

30 Bila orang tua membuat saya kesal, saya akan memberikan kritikan dengan kata-kata yang halus agar mereka tidak tersinggung. SS S

The scientific method as a method of intervention to improve the character education of elementary school students is more directed to the affective domain in the field of

Penelitian ini didasarkan pada fenomena banyaknya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar SMP yang mengemudikan sepeda motor tanpa memiliki Surat Izin Mengemudi

[r]

Dalam suatu pembuatan maupun pengembangan suatu sistem, banyak sekali gambaran yang dapat diterapkan ke suatu bentuk rancangan sistem tersebut.. Seperti halnya dalam bentuk

Pada kenyataan di lapangan, banyak TK yang masih belum dapat memanfaatkan perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar dengan baik sehingga proses perkembangan minat