GAMBARAN SEROLOGI IgG HELICOBACTER PYLORI PADA
PENDERITA DISPEPSIA TIPE TUKAK
Tesis Oleh:
Muhammad Yusuf
DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN
Medan, Maret 2011
Tesis ini diterima sebagai salah satu syarat Program Pendidikan Untuk mendapatkan gelar Dokter
Spesialis Patologi Klinik di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara / RSUP H. Adam Malik, Medan.
Disetujui:
Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua
Dr. Ricke Loesnihari SpPK-K DR.Dr. Juwita Sembiring SpPD-KGEH NIP : 19491011 1979 01 1 001 NIP : 19491011 1979 01 1 001
Disyahkan oleh :
Ketua Departemen Patologi Klinik Ketua Program Studi Departemen FK USU/RSUP H. Adam Malik Patologi Klinik FK USU / RSUP
Medan H.Adam Malik Medan
Prof. Dr. Adi Koesoema Aman SpPK-KH,FISH Prof. Dr. dr. Ratna. A. Ganie SpPK, FISH NIP : 19491011 1979 01 1 001 NIP : 19480711 1979 03 2 001
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat AllahSWT atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter spesialis Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran Sumatera utara dan dapat menyelesaikan Karya tulis
(tesis) yang berjudul Gambaran Serologi IgG Helicobacter Pylori Pada Penderita Dispepsia Tipe Tukak.
Selama saya mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian penelitian untuk
karya tulis ini, saya telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk, bantuan dan
pengarahan serta dorongan baik moril dan materil dari berbagai pihak sehinggan
saya dapat menyelesaikan pendidikan dan karya tulis ini. Untuk semua itu
perkenankanlah saya menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang tiada
terhingga kepada :
Yth, Dr. Ricke Loesnihari, SpPK-K, sebagai pembimbing saya dan juga Sekretaris Program Studi Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Sumatera
Utara yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan
dan dorongan selama dalam pendidikan dan proses penyusunan, sampai selesainya
tesis ini.
Yth, Dr. dr. Juwita Sembiring SpPD-KGEH, pembimbing II dari departemen Penyakit Dalam yang sudah memberikan banyak bimbingan, petunjuk, pengarahan
dan bantuan mulai dari penyusunsn proposal, selama dilaksanakan penelitian
sampai selesainya tesis ini.
Yth, Prof,Dr. Adi Koesoema Aman SpPK-KH, FISH, Ketua Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam
sebagai peserta Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan telah memberikan
pengarahan selama saya mengikuti pendidikan.
Yth, Prof. Dr. Dr. Ratna Akbarie ganie, SPPK-KH, FISH , sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Sumatera Utara, yang telah banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi
sejak awal pendidikan dan menyelesaikannya.
Yth, Prof. Herman Hariman, PhD, SpPK-KH, FISH, yang memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan selama saya mulai pendidikan sampai
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Yth, Prof. Burhanuddin Nasution, SpPK-KN, FISH, yang banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama pendidikan dan menyelesaikan
penulisan tesis ini
Yth, Prof. Dr. Iman Sukiman, SpPk-KH, FISH, Dr. R. Ardjuna M Burhan, DMM, SpPK-K (Alm), Dr. Muzahar, DMM, SpPK-K, Dr. Zulfikar Lubis, SpPK-K, FISH, dr. Tapisari Tambunan, SpPK-KH, Dr. Ozar Sanuddin SpPK, Dr. Farida Siregar, SpPK, Dr. Ulfah Mahidin, SpPK, Dr. Chairul Rahmah, SpPk, Dr. Lina SpPK dan Dr Nelly Elfrida SpPK, semuanya guru-guru saya yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan selama saya mengikuti pendidikan Spesialis Patologi
Klinik dan selama penyelesaian tesis ini. Hormat dan terimakasih saya ucapkan.
Yth, Dr. Arlinda Sari Wahyuni, MKes, yang telah memberikan bimbingan, arahan dan bimbingan di bidang statistik selama saya memulai penelitian sampai
selesainya tesis saya, terimakasih banyak saya ucapkan.
Ucapan terimakasih juga saya ucapkan kepada seluruh teman-teman sejawat
Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
dapat saya sebutkan satu persatu, atas bantuan dan kerja sama yang diberikan
kepada saya, sejak mulai pendidikan dan selesainya tesis ini.
Ucapan terimakasih juga kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, Rektor Universitas Sumatera Utara, Direktur rumah Sakit umum
Pusat H. Adam Malik yang telah memberikan kesempatan dan menerima saya
untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik.
Terimakasih yang setulus-tulusnya saya sampaikan kepada ayahanda H. Gulam Rasul dan ibunda Hj. Aminah, yang telah melahirkan, membesarkan, mengasuh, mendidik serta memberikan dorongan moril dan materil kepada ananda
selama ini. Semoga Allah SWT membalas semua budi baik dan kasih sayangnya.
Juga kepada kedua adik saya Ir. Muhammad Yunus dan Zarina, serta adik ipar saya Rahmi Hidayati dan Titon saya ucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya atas dukungan nya buat saya selama ini
Akhirul kalam, semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin ya Rabbal Alamin
Medan, Maret 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
1.2. Perumusan Masalah………..
1.3. Hipotesa Penelitian ………
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum ………...
1.4.2. Tujuan Khusus ………
1.5. Manfaat Penelitian ………...
BAB II. Tinjauan Kepustakaan
2.1. Helicobacter pylori...
2.2. Patogenesa Helicobacter Pylori...
2.3. Dispepsia...
2.3.1 Definisi...
2.3.2. Manifestasi Klinis Dispepsia...
2.3.3. Penunjang Diagnostik Dispepsia...
2.4. Pemeriksaan Serologi...
2.4.1. Cara Elisa Untuk IgA dan IgG...
BAB III. Metode Penelitian
3.1. Desain Penelitian ……….
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ………
3.3. Populasi dan Subyek Penelitian...
3.3.1. Populasi Penelitian ………
3.3.2. Subyek Penelitian ………..
3.4. Perkiraan Besar Sampel ………...
3.5. Analisa Data...
3.6. Bahan dan Cara Kerja...
3.6.1. Bahan dan Pengolahan Sampel ……….
3.6.2. Pemeriksaan Serologi IgA dan IgG…………...
3.6.3. Cara Kerja...
3.6.4. Cara Perhitungan ...
3.6.5. Interpretasi………...
3.7. Pemantapan Kualitas...
3.8. Ethical Clearance dan Informed Consent ……….
3.9. Batasan Operasional...
3.10. Perkiraan Biaya Penelitian ………
3.11. Jadwal Penelitian ………...
3.12. Kerangka Konsep...
3.13. Kerangka Operasional...
Bab IV. Hasil Penelitian...
Bab V. Pembahasan...
Bab VI. Kesimpulan dan Saran...
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Status Pasien……….. ...50
Lampiran 2. Formulir Persetujuan………... .51
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian...52
Lampiran 4. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian...54
Lampiran 5. Surat Izin Melakukan Penelitian...55
Lampiran 6. Daftar Riwayat Hidup...56
DAFTAR SINGKATAN
MALT = Mucosal Associated Limphoid tissue
VAC = Vacuolating Cytotoxin Cell
MHC = Major Histocompability Complex
Th = T Helper
CLO = Campylobacter Like Organism
OMD = Oesophageal Maag Duodenal
ELISA = Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Ag-Ab = Antigen- Antibodi
OD = Optical Density
PPI = Proton Pump Inhibitor
Cag = Chronic Antral Gastritis
PAI = Pathogenicity island
NSAID = Non Steroid Inflammatory Drugs
IBS = Intestinal Bowel Syndrome
PPV = Positive Predictive Value
NPV = Negative Predictive Value
TMB = Tetramethylbenzidine
AP = Activator Protein
RINGKASAN
Helicobacter pylori diketahui sebagai faktor resiko dan penyebab terkuat
untuk terjadinya gastritis kronik. Yang selanjutnya akan menjadi ulkus peptikum dan
kanker lambung bagian bawah sehingga Helicobacter pylori sebagai kuman
penyebab utama gastritis kronik harus dieradikasi secara tuntas. Helicobacter pylori
yang menginfeksi kurang lebih 50% penduduk di seluruh dunia, yang menyebabkan
inflamasi lambung kronis yang akan menjadi atrofi, metaplasia, displasia dan
akhirnya kanker lambung. Inflamasi kronis tersebut melibatkan netrofil, limfosit (sel
T dan B), sel plasma, dan makrofag, sesuai dengan tingkat degenerasi dan
kerusakan selnya. Mekanisme inflamasi lainnya melalui kontak langsung dengan sel
epitel lambung dan merangsang pembentukan serta pelepasan sitokin inflamasi.
Adanya inflamasi karena H pylori dapat ditunjukkan dengan peningkatan
interleukin-1β (IL-1β), IL-2, IL-6, IL-8 dan TNF-α.
Tes serologi terutama berguna untuk pemeriksaan penyaring sejumlah orang
untuk kepentingan epidemilogi karena sifatnya yang tidak invasif, relatif cepat dan
mudah dikerjakan, serta biayanya lebih murah dari pemeriksaan endoskopi dan
biopsi. Di samping itu keuntungan tes serologi adalah kurang dipengaruhi oleh
supresi infeksi Helicobacter pylori oleh garam bismuth, proton pump inhibitor dan
antibiotik yang sangat berpengaruh terhadap tes-tes yang berdasarkan enzim
urease. Penelitian dilakukan secara cross sectional study ( potong lintang ).
Populasi penelitian adalah pasien yang menderita dyspepsia yang rawat jalan
dan rawat inap dan sebagai kelompok kontrol adalah pasien yang tidak menderita
dispepsia tipe tukak pada Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan
dengan usia diatas 40 tahun bekerjasama dengan Departemen Penyakit Dalam,
Utara dengan jumlah pasien sebanyak 31 0rang, dan kelompok kontrol sebanyak 31
orang. Penelitian dilakukan pada bulan September 2010 sampai dengan Desember
2010, dengan metode ELISA: Enzyme Linked Immunosorbent Assay.
Dari tabulasi hasil penelitian dimana dijumpai hasil positif 8 orang dari
kelompok sampel ( 12,9% ), hasil negatif dari kelompok sampel adalah 23 orang ada
perbedaan yang bermakna antara sampel Ig G dengan kelompok kontrol dengan p=
0,002. Sedangkan dari kelompok kontrol dijumpai hasil negatif dari jumlah kontrol
yaitu 31 orang ( 100% ). Hasil yang didapat berdasarkan dari pada pemeriksaan
Serologi IgG, dijumpai perbedaan yang bermakna dengan nilai p < 0,05. Ada
perbedaan rata – rata IgG pada kelompok sampel dan kelompok kontrol.
Hasil pemeriksaan serologi yang positif dapat dipakai sebagai acuan bagi
klinisi untuk mengobati pasien. Pemeriksaan serologi harus dilanjutkan dengan uji
RINGKASAN
Helicobacter pylori diketahui sebagai faktor resiko dan penyebab terkuat
untuk terjadinya gastritis kronik. Yang selanjutnya akan menjadi ulkus peptikum dan
kanker lambung bagian bawah sehingga Helicobacter pylori sebagai kuman
penyebab utama gastritis kronik harus dieradikasi secara tuntas. Helicobacter pylori
yang menginfeksi kurang lebih 50% penduduk di seluruh dunia, yang menyebabkan
inflamasi lambung kronis yang akan menjadi atrofi, metaplasia, displasia dan
akhirnya kanker lambung. Inflamasi kronis tersebut melibatkan netrofil, limfosit (sel
T dan B), sel plasma, dan makrofag, sesuai dengan tingkat degenerasi dan
kerusakan selnya. Mekanisme inflamasi lainnya melalui kontak langsung dengan sel
epitel lambung dan merangsang pembentukan serta pelepasan sitokin inflamasi.
Adanya inflamasi karena H pylori dapat ditunjukkan dengan peningkatan
interleukin-1β (IL-1β), IL-2, IL-6, IL-8 dan TNF-α.
Tes serologi terutama berguna untuk pemeriksaan penyaring sejumlah orang
untuk kepentingan epidemilogi karena sifatnya yang tidak invasif, relatif cepat dan
mudah dikerjakan, serta biayanya lebih murah dari pemeriksaan endoskopi dan
biopsi. Di samping itu keuntungan tes serologi adalah kurang dipengaruhi oleh
supresi infeksi Helicobacter pylori oleh garam bismuth, proton pump inhibitor dan
antibiotik yang sangat berpengaruh terhadap tes-tes yang berdasarkan enzim
urease. Penelitian dilakukan secara cross sectional study ( potong lintang ).
Populasi penelitian adalah pasien yang menderita dyspepsia yang rawat jalan
dan rawat inap dan sebagai kelompok kontrol adalah pasien yang tidak menderita
dispepsia tipe tukak pada Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan
dengan usia diatas 40 tahun bekerjasama dengan Departemen Penyakit Dalam,
Utara dengan jumlah pasien sebanyak 31 0rang, dan kelompok kontrol sebanyak 31
orang. Penelitian dilakukan pada bulan September 2010 sampai dengan Desember
2010, dengan metode ELISA: Enzyme Linked Immunosorbent Assay.
Dari tabulasi hasil penelitian dimana dijumpai hasil positif 8 orang dari
kelompok sampel ( 12,9% ), hasil negatif dari kelompok sampel adalah 23 orang ada
perbedaan yang bermakna antara sampel Ig G dengan kelompok kontrol dengan p=
0,002. Sedangkan dari kelompok kontrol dijumpai hasil negatif dari jumlah kontrol
yaitu 31 orang ( 100% ). Hasil yang didapat berdasarkan dari pada pemeriksaan
Serologi IgG, dijumpai perbedaan yang bermakna dengan nilai p < 0,05. Ada
perbedaan rata – rata IgG pada kelompok sampel dan kelompok kontrol.
Hasil pemeriksaan serologi yang positif dapat dipakai sebagai acuan bagi
klinisi untuk mengobati pasien. Pemeriksaan serologi harus dilanjutkan dengan uji
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Helicobacter pylori diketahui sebagai faktor resiko dan penyebab
terkuat untuk terjadinya gastritis kronik. Yang selanjutnya akan menjadi ulkus
peptikum dan kanker lambung bagian bawah sehingga Helicobacter pylori
sebagai kuman penyebab utama gastritis kronik harus dieradikasi secara
tuntas1,2,4,5. Indikasi untuk eradikasi kuman H pylori dikembangkan secara
internasional melalui konsensus para pakar3. Salah satu indikasinya adalah
terdapatnya ulkus baik itu di duodenum maupun di lambung. Helicobacter
pylori yang menginfeksi kurang lebih 50% penduduk di seluruh dunia, yang
menyebabkan inflamasi lambung kronis yang akan menjadi atrofi, metaplasia,
displasia dan akhirnya kanker lambung. Inflamasi kronis tersebut melibatkan
netrofil, limfosit (sel T dan B), sel plasma, dan makrofag, sesuai dengan
tingkat degenerasi dan kerusakan selnya. Mekanisme inflamasi lainnya
melalui kontak langsung dengan sel epitel lambung dan merangsang
pembentukan serta pelepasan sitokin inflamasi. Adanya inflamasi karena H
pylori dapat ditunjukkan dengan peningkatan interleukin-1β (IL-1β), IL-2, IL-6,
IL-8 dan TNF-α 1,2,12,26-28.
Adanya kuman berbentuk spiral dalam lambung manusia sebenarnya
sudah dilaporkan sejak tahun 1875 oleh seorang sarjana Jerman yang
mendapatkan kuman berbentuk spiral pada mukosa lambung. Pada tahun
1893, seorang sarjana Italia bernama Giulio Bizzozero melaporkan bakteri
kuat. Hubungan antara kuman spiral tersebut dengan penyakit lambung
pertama kali dianjurkan oleh Professor Walery Jaworski dari Polandia yang
meneliti kuman yang ditemukan dalam sedimen cairan lambung pada tahun
1899 yang pada waktu itu dinamakan Vibrio rugula1,2,5,6,8.
Tetapi laporan tersebut tidak banyak mendapat perhatian karena ditulis
dalam bahasa Polandia. Laporan-laporan itu tidak mendapat perhatian karena
bertentangan dengan dogma yang banyak dianut oleh para dokter bahwa
tidak ada kuman yang bisa hidup dalam lambung yang begitu asam
suasananya. Kuman ini ditemukan kembali dan dilaporkan oleh Robin Warren
seorang ahli patologi dari Australia pada tahun 1979. Selanjutnya pada
tahun 1981, Warren melanjutkan penelitian tentang kuman tersebut bersama
Barry Marshall, seorang residen Penyakit Dalam. Kedua orang tersebut
berhasil membiakkan kuman spiral tersebut. Dalam laporan Marshall dan
Warren pada tahun 1984 dalam majalah Lancet, mereka telah menyatakan
bahwa kebanyakan ulkus lambung dan gastritis disebabkan oleh karena
kuman tersebut 1,2,5,6,8.
Dalam usahanya untuk membuktikan bahwa kuman spiral tersebut
menyebabkan penyakit lambung, Marshall telah melakukan percobaan
terhadap dirinya sendiri. Dia telah menelan kuman H. pylori yang dibiakkan
dan beberapa hari kemudian dilakukan endoskopi dan ternyata terjadi
gastritis pada lambung Marshall yang disertai dengan adanya kuman H.
pylori. Marshall kemudian mengobati dirinya sendiri dengan gabungan garam
Bismuth dan Metronidazol selama 2 minggu dan akhirnya bebas dari kuman
Campylobacter pylori. Kedua sarjana yang menemukan kembali kuman spiral
yang kemudian dinamakan Helicobacter pylori ini telah menerima hadiah
nobel dalam ilmu kedokteran pada tahun 20052,8,9.
Istilah dispepsia berkaitan dengan makanan dan menggambarkan
keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman
di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh,
sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindrom atau
keluhan ini dapat disebabkan atau didasari berbagai macam penyakit 4,10,12.
Prevalensi keluhan saluran cerna menurut suatu pengkajian sistematik
atas berbagai penelitian berbasis populasi (systematic review of
population-based study) menyimpulkan angka bervariasi dari 11-41%. Jika keluhan
terbakar di ulu hati dikeluarkan maka angkanya berkisar 4-14%. Keluhan
dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek
sehari – hari. Diperkirakan hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60%
pada praktek gastroenterologis merupakan kasus dispepsia4,10,12.
Di Indonesia menunjukkan prevalensi 36-41% dengan usia termuda
adalah 5 bulan. Pada kelompok usia muda dibawah 5 tahun, 5,3-15,4% telah
terinfeksi, dan diduga infeksi pada usia dini berperan sebagai faktor resiko
timbulnya degenerasi maligna pada usia yang lebih lanjut. Asumsi ini perlu
diamati lebih lanjut, karena kenyataannya prevalensi kanker lambung di
Indonesia relatif rendah, demikian pula prevalensi tukak peptik. Agaknya
selain faktor bakteri, faktor pejamu dan faktor lingkungan yang berbeda akan
Secara umum telah diketahui bahwa infeksi Helicobacter pylori
merupakan masalah global, tetapi mekanisme transmisi apakah oral atau
fekal oral belum diketahui dengan pasti. Studi di Indonesia menunjukkan
adanya hubungan antara tingkat sanitasi lingkungan dengan prevalensi
infeksi Helicobacter pylori, sedangkan data diluar negeri menunjukkan
hubungan antara infeksi dengan penyediaan atau sumber air minum1,2,7.
Data penelitian klinis di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi
tukak peptik pada pasien dispepsia di Jakarta yang telah diendoskopi berkisar
antara 5,78%. Sedangkan di Medan sekitar 16,91%. Pada kelompok pasien
dispepsia non ulkus, prevalensi dari infeksi H.pylori yang dilaporkan berkisar
antara 20 – 40% , dengan metoda diagnostik yang berbeda yaitu serologi,
kultur dan histopatologi. Angka tersebut memberi gambaran bahwa pada
infeksi di Indonesia tidak terjadi pada usia dini tetapi pada usia yang lebih
lanjut tidak sama dengan pola negara berkembang lain seperti di Afrika.
Tingginya prevalensi infeksi dalam masyarakat tidak sesuai dengan
prevalensi penyakit saluran cerna bagian atas ( SCBA ) seperti tukak peptik
ataupun karsinoma lambung. Diperkirakan hanya sekitar 10 -20% saja yang
kemudian menimbulkan penyakit gastroduodenal1,4,14,16.
Pemeriksaan dari Helicobacter pylori yang lain bersifat invasive;
invasive yaitu mengambil spesimen biopsi mukosa lambung secara
endoskopik. Diantara pemeriksan invasive ini adalah Histolopatologi, rapid
urease test ( CLO test ), pemeriksaan kultur, Polymerase Chain Reaction
(PCR ). Pemeriksaan histopatologi dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi
H. pylori serta menilai derajat inflamasi gastritis. Pemeriksaan histopatologi
Warthin – Starry memberikan gambaran H. pylori lebih jelas. CLO tes yaitu
adanya enzym urease dari kuman H. pylori yang mengubah urea menjadi
amonia yang bersifat basa sehingga terjadi perubahan warna menjadi merah.
Kultur biasanya akan membantu untuk pengobatan kegagalan terapi
eradikasi, sehingga dapat dipilih antibiotik yang sesuai. PCR juga dapat
digunakan untuk menilai hasil terapi eradikasi, PCR merupakan pemeriksaan
yang cukup canggih dengan biaya yang cukup mahal1,4,8,9,42,43.
Infeksi mukosa lambung oleh Helicobacter pylori akan menghasilkan
respon immun sistemik dan lokal, termasuk peningkatan kadar IgG dan IgA
spesifik dalam serum dan peningkatan kadar IgM dan IgA sekretori di
lambung . Hal ini memungkinkan pengembangan tes serologi untuk deteksi
infeksi bakteri pada manusia5,8-9,21. Tes serologi terutama berguna untuk
pemeriksaan penyaring sejumlah orang untuk kepentingan epidemilogi
karena sifatnya yang tidak invasif, relatif cepat dan mudah dikerjakan, serta
1.2. Perumusan Masalah
Apakah pemeriksaan serologi IgG Helicobacter pylori ada hubungan
dengan dispepsia tipe tukak .
1.3.Hipotesa Penelitian
Pemeriksaan serologi IgG Helicobacter pylori berhubungan dengan
dispepsia tipe tukak.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pemeriksaan serologi IgG Helicobacter
pylori dengan tukak.
1.4.2. Tujuan khusus
Untuk melihat insidens infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia yang
disertai tukak.
1.5. Manfaat Penelitian
Diharapkan melalui pemeriksaan serologi IgG dari Helicobacter pylori
pada penderita Dispepsia tipe tukak berguna bagi klinisi dalam pemberian
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. HELICOBACTER PYLORI
Infeksi Helicobacter pylori pada saluran cerna bagian atas mempunyai
variasi klinis yang luas, dimulai daripada kelompok asimtomatik sampai tukak
peptik, bahkan di hubungkan dengan keganasan di lambung seperti
adenokarsinoma tipe intestinal atau mucosal associated lymphoid tissue atau
( MALT ) Limfoma(1-3).
Data epidemiologis dari berbagai bagian dunia menunjukkan adanya
perbedaan geografis dan juga korelasi yang tidak sesuai antara prevalensi
infeksi dengan prevalensi spektrum klinis seperti tukak peptik ataupun
Helicobacter pylori berdasarkan studi seroepidemiologi cukup tinggi, tetapi
sebaliknya prevalensi berbagai kelainan klinis seperti tukak peptik maupun
kanker lambung sangat rendah. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan peran
faktor pejamu termasuk faktor genetik maupun faktor lingkungan yang selain
mempengaruhi kuman Helicobacter pylori agaknya juga mungkin dapat
mempengaruhi fisiologi maupun imunologi pejamu1-5.
Situasi yang berbeda terjadi di Jepang, suatu negara maju, dengan
prevalensi Helicobacter pylori yang relatif rendah tetapi dengan prevalensi
kanker lambung yang tinggi. Dari sisi kuman Hp diketahui terdapat beberapa
strain yang lebih virulen sehingga selalu ditemukan pada pasien dengan
tukak peptik, gastritis kronik, maupun kanker lambung. Gen Vac A selalu
menghasilkan sitotoksin. Ternyata struktur gen ini sangat heterogen dimana
pada strain penghasil sitotoksin yang tinggi terdapat sekuen signal yang
tertentu1-5.
Secara morfologi bakteri Helicobacter pylori mempunyai sifat sebagai
berikut1-6,23 :
• Gram negatif, berbentuk spiral ( huruf S atau C dengan kurva pendek ),
dengan lebar 0,5 – 1,0 mikrometer dan panjang 3 mikrometer, dan
mempunyai 4 – 6 flagella. Kadang – kadang berbentuk batang kecil atau
cocoid berkelompok.
• Bersifat microaerophilic, tumbuh baik dalam suasana lingkungan yang
mengandung 02 5%, CO2 5 – 10% pada temperatur 37ºC selama 16 – 19 hari
dalam media agar basa dengan kandungan 7% eritrosit kuda dan dengan pH
6,7 – 8 serta tahan beberapa saat dalam suasana sitotoksin seperti ph 1,5
• Menghasilkan beberapa macam enzym yang bersifat sitotoksin seperti;
urease dalam jumlah yang berlebihan, 100x lebih aktif dari yang dihasilkan
bakteri proteus vulgaris dan bakteri penghasil urease yang lain, Protease
yang diperkirakan merusak lapisan mukus, Esterase, Pospolipase A dan C,
phospatase.
• Menghasilkan VAC ( Vacuolating cytotoxin cell )
• Disamping itu juga mengandung protein somatik cytotoxin 120 – 130 kD yang
bersifat antigenik yang dapat merusak endotel dan merangsang imun dalam
pembentukan Imunoglobulin A, G ( G1, 2, 4 ) dan M.
• Bakteri ini khususnya resisten terhadap Trimetroprim dan sensitif terhadap
Penisilin dan Metronidazole.
2.2. PATOGENESA HELICOBACTER PYLORI
Mukosa gaster terlindungi sangat baik dari infeksi bakteri, namun H.
Pylori memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik terhadap lingkungan
ekologi lambung, dengan serangkaian langkah unik masuk kedalam mukus,
berenang dan orientasi spasial didalam mukus, melekat pada sel epitel
lambung, menghindar dari respon imun, dan sebagai akibatnya terjadi
kolonisasi dan transmisi persisten1,2,5-6,8,33.
Setelah memasuki saluran cerna, bakteri H.pylori, harus menghindari
dalam lapisan mukus. Produksi urease dan motilitas sangat penting berperan
pada langkah awal infeksi ini. Urease menghidrolisis urea menjadi
karbondioksida dan ammonia, sehingga H. Pylori mampu bertahan dalam
lingkungan yang asam. Motilitas bakteri sangat penting pada kolonisasi, dan
flagel H. Pylori sangat baik beradaptasi pada lambung1,2,17,21
H. pylori menyebabkan peradangan pada lambung terus - menerus.
Respon peradangan ini mula – mula terdiri dari penarikan neutrofil, diikuti
limfosit T dan B, sel plasma, dan makrofag, bersamaan dengan terjadinya
kerusakan sel epitel. Karena H. Pylori sangat jarang menginvasi mukosa
lambung, respon pejamu terutama dipicu oleh menempel / melekatnya bakteri
pada sel epitel. Patogen tersebut dapat terikat pada MHC class dipermukaan
sel eptel gaster dan menginduksi terjadinya apoptosis. Perubahan lebih lanjut
dalam sel epitel bergantung pada protein –protein yang disandi pada cag-PAI
dan translokasi CagA kedalam sel epitel lambung. Urease Helicobacter pylori
dan porin juga dapat berperan pada terjadinya ekstravasasi dan kemotaksis
neutrofil1,2,12,17.
Epitel lambung pasien yang terinfeksi H. Pylori meningkatkan kadar
interleukin-1β, interleukin-2, interleukin-6, interleukin-8, dan tumor nekrosis
faktor alfa. Diantara semua itu, interleukin-8, adalah neutrophil-activating
chemokine yang poten yang diekspresikan oleh sel epitel gaster, berperan
penting. Strain H. Pylori yang mengandung cag-PAI menimbulkan respon
interleukin-8 yang jauh lebih kuat dibandingkan strain yang tidak mengandung
cag, dan respon ini bergantung pada aktivasi nuclear faktor-kB ( NF-KB ) dan
sistemik. Produksi antibodi yang terjadi tidak dapat menghilangkan eradikasi
infeksi, bahkan menimbulkan kerusakan jaringan ( Gambar.1 ). Pada
beberapa pasien yang terinfeksi H. Pylori timbul respon autoantibodi terhadap
H+ / K+ ATP ase sel-sel parietal lambung yang berkaitan dengan
meningkatnya atrofi korpus gaster. Selama respon imun spesifik, subgrup sel
T yang berbeda timbul. Sel – sel ini berpartisipasi dalam proteksi mukosa
lambung, dan membantu membedakan antara bakteri patogen dan yang
komensal. Sel T- helper immatur ( Th 0 ) berdiferensiasi menjadi 2 subtipe
fungsional; sel 1 mensekresi interleukin-2, dan interferon gamma; dan
Th-2 mensekresi IL-4, IL-5 dan IL-10. Sel Th-Th-2 menstimulasi sel B sebagai
respon terhadap patogen ekstrasel, sedangkan Th1 sebagai respon terhadap
intrasel1,2,12,15,26-28.
Karena H. Pylori tidak bersifat invasif dan merangsang timbulnya
respon humoral yang kuat, maka yang diharapkan adalah respon Th-2.
Namun timbul paradoks, sel-sel mukosa gaster yang spesifik terhadap H.
Pylori umumnya justru menunjukkan fenotip Th1. Studi –studi menunjukkan
bahwa sitokin Th1 menyebabkan gastritis sedangkan sitokin Th2 proteksi
Gambar 1. Patogenesa Helicobacter pylori ( dikutip dari NEJM, 2010 )
2.3. DISPEPSIA
Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai
dalam praktek sehari – hari. Diperkirakan hampir 30% kasus pada praktek
umum dan 60% pada praktek gastroenterologis merupakan kasus dispepsia.
Istilah dispepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 80-an, yang
menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala ( sindrom ) yang terdiri dari
nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat
kenyang, rasa penuh pada perut, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang
menjalar di dada4,10,12.
Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan oleh atau didasari oleh
berbagai penyakit, tentunya termasuk pula penyakit pada lambung, yang
diasumsikan oleh orang awam sebagai penyakit maag atau lambung.
Penyakit hepato – pankreas – bilier ( hepatitis, pankreatitis kronik, kolesistitis
kronik, dan lain – lain merupakan penyakit tersering setelah penyakit yang
melibatkan gangguan patologis pada esofago – gastroduodenal ( tukak
peptik, gastritis dan lain – lain ). Beberapa penyakit di luar sistem
gastrointestinal dapat pula bermanifestasi dalam bentuk sindrom dispepsia,
seperti gangguan kardiak ( iskemia inferior, / infark miokard ), penyakit tiroid,
obat – obatan dan sebagainya4,10,.
Secara garis besar, penyebab sindrom dispepsia ini dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok penyakit organik dan kelompok dimana sarana
penunjang diagnostik yang konvensional atau baku tidak dapat
dengan kata lain kelompok terakhir ini disebut sebagai gangguan
fungsional13,16,19.
Penyebab Dispepsia4
Esofago – gastro – duodenal Tukak peptik, gastritis kronis,
gastritis NSAID, keganasan
Obat – obatan Anti inflamasi non – steroid,
teofilin, digitalis, antibiotik
Hepato – bilier Hepatitis, kolesistitis, kolelitiasis,
keganasan
Pankreas Pankreatits, keganasan
Penyakit sistemik lain Diabetes melitus, tiroid, gagal
ginjal,kehamilan, penyakit
jantung
Gangguan fungsional Dispepsia fungsional, IBS
2.3.1. DEFINISI4,10,14
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "δ υ &
sigmaf;-(Dys-), berarti sulit , dan "πψη" (Pepse), berarti pencernaan. Dalam
referensi, cukup banyak definisi untuk dispepsia, misalnya istilah ini dikaitkan
dengan keluhan yang berhubungan dengan makan atau keluhan yang oleh
sebagai dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper
abdomen. Pengertian dispepsia terbagi 2 yaitu:
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik
sebagai penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan
yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung,
usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain
2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia
nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional
tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ
berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan
endoskopi (teropong saluran pencernaan).
Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria
maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam
beberapa waktu. Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau
penyakit acid reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung
terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang
membentang dari faring kedalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di
dada. Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
1. Menelan udara (aerofagi)
2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
3. Iritasi lambung (gastritis)
4.Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
7.Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan
produknya)
8. Kelainan gerakan usus
9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
10. Infeksi Helicobacter pylori
Sebagai usaha untuk membuat praktis pengobatan, dispepsia
fungsional dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Dispepsia tipe seperti ulkus, yang lebih dominan adalah nyeri
epigastrik.
2. Dispepsia tipe seperti dismotilitas, yang lebih dominan adalah
keluhan lambung, mual, muntah, rasa penuh, cepat kenyang.
3. Dispepsia tipe non spesifik, tidak ada keluhan yang dominan.
Sebelum era konsensus Roma II, ada dispepsia tipe refluks dalam alur
penanganan dispepsia, tapi saat ini kasus dengan keluhan tipikal refluks,
seperti adanya heartburn, atau regurgitasi, langsung dimasukkan dalam
penyakit gastroesofageal refluks. Hal ini disebabkan tingginya sensitifitas dan
spesifitas keluhan itu untuk adanya proses refluks gastroesofageal.
2.3.2. MANIFESTASI KLINIS DISPEPSIA
Karena bervariasinya jenis keluhan dan kuantitas, kualitas pada setiap
pasien maka disarankan untuk mengklasifikasi dispepsia menjadi beberapa
subgroup berdasarkan pada keluhan yang sering terjadi atau yang dominan.
Manifestasi Klinis Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala
- Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia),
dengan gejala:
a. Nyeri epigastrium terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodik
- Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like
dyspesia), dengan gejala:
a. Mudah kenyang
b.Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman yang bertambah pada saat makan
- Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) .
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat,
serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan
penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas
jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada
perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan
suara usus yang keras ( borborigmi ). Pada beberapa penderita,
makan dapat memperburuk nyeri;pada penderita yang lain,
makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi
(perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari
beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap
pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala
lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani
pemeriksaan.
2.3.3. PENUNJANG DIAGNOSTIK DISPEPSIA4,10,18,31
1) Pemeriksaan Invasif
a) OMD ( Oesophageal Maag Duodenal ) kontras ganda
b) Serologi Helicobacter pylori
c) Urea breath test
2) Pemeriksaan Non Invasif
a) CLO ( Campylobacter like organism )
b) Patologi anatomi (PA)
Gambar 2.. Skema representasi hasil akhir klinis setelah infeksi H pylori (Correa P, 2008).
Pemeriksaan diagnostik untuk Helicobacter pylori8,31
2.4. PEMERIKSAAN SEROLOGI
Infeksi mukosa gaster oleh Helicobacter pylori akan menghasilkan
respon immun sistemik dan lokal, termasuk peningkatan kadar IgG dan IgA
spesifik dalam serum dan peningkatan kadar IgM dan IgA sekretori di
lambung. Hal ini memungkinkan pengembangan tes serologi untuk deteksi
infeksi bakteri pada manusia5,8-9,21. Tes serologi terutama berguna untuk
pemeriksaan penyaring sejumlah orang untuk kepentingan epidemilogi
biayanya lebih murah dari pemeriksaan endoskopi dan biopsi. Di samping itu
keuntungan tes serologi adalah kurang dipengaruhi oleh supresi infeksi
Helicobacter pylori oleh garam bismuth, proton pump inhibitor dan antibiotik
yang sangat berpengaruh terhadap tes-tes yang berdasarkan enzim
urease3,5,8-9. Walaupun terdapat banyak metode serologi yang
dikembangkan untuk mendeteksi Helicobacter pylori tetapi yang paling
banyak dibuat secara komersial adalah metode ELISA ( Enzyme linked
immunosorbent assay )28-30,34.
Penggunaan tes serologi untuk deteksi antibodi terhadap Helicobacter
pylori tergantung pada antigen yang digunakan. Secara umum ada 3 jenis
antigen yang digunakan yaitu8-9, 21-23 :
1. Crude antigen seperti sel utuh dan sel yang dihancurkan dengan
sonikasi
2. Fraksi sel seperti ekstraksi glisin dan antigen tahan panas
3. Antigen yang diperkaya seperti urease dan antigen 120-kDA.
Bila tidak dilakukan intervensi pengobatan maka kadar antibodi akan
tetap tinggi dan bisa menetap seumur hidup, menandakan lamanya infeksi.
Setelah eradikasi Helicobacter pylori kadar IgG dan IgA cenderung untuk
turun dan akan mencapai nilai 50% sebelum pengobatan dalam waktu 6
bulan. Kadar IgG yang rendah cenderung bertahan dalam waktu
berbulan-bulan setelah eradikasi Helicobacter pylori.. Tes serologi yang negatif pada
seorang yang tanpa gejala menandakan kecil orang tersebut terinfeksi
2.4.1. CARA ELISA UNTUK IgG27,35,36
Prinsip enzyme linked immuno sorbent assay (ELISA) adalah
mereaksikan antigen dengan antibodi yang telah dilabel enzym (AbE),
sehingga terbentuk kompleks antigen-antibodi (Ag-AbE). Kompleks
antigen-antibodi yang dilabel enzim ini kemudian dipisahkan dari antigen dan antigen-antibodi
yang bebas, lalu diinkubasi dengan suatu substrat. Substrat yang dipakai
biasanya suatu substrat kromogenik yang semula tidak berwarna, tetapi
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian dilakukan secara cross sectional study ( potong lintang ).
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP Haji Adam Malik Medan
bekerjasama dengan Departemen Penyakit Dalam, pada Divisi Gastroentero-
Hepatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penelitian dilakukan pada bulan September 2010 sampai dengan
Desember 2010. Penelitian dihentikan bila jumlah sampel minimal tercapai
atau waktu pengambilan sampel telah mencapai tiga bulan.
3.3. Populasi dan Subjek Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah pasien yang menderita dyspepsia yang
rawat jalan dan rawat inap dan sebagai kelompok kontrol adalah pasien yang
tidak menderita dispepsia tipe tukak pada Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H.
Adam Malik Medan dengan usia diatas 40 tahun bekerjasama dengan
Departemen Penyakit Dalam, pada Divisi Gastroentero-Hepatologi Fakultas
3.3.2. Subjek Penelitian
Subjek yang diikutkan dalam penelitian adalah semua penderita
Dispepsia dan memenuhi kriteria sebagai berikut :
3.3.3. Kriteria Inklusi
1. Bersedia ikut dalam penelitian.
2. Dyspepsia tipe tukak, berdasarkan hasil dari endoskopi.
3.3.4. Kriteri Eksklusi
1. Dyspepsia yang non tukak.
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan besar
sample minimum dari subjek yang diteliti dipakai rumus uji hipotesis rerata
dua kelompok independent41 :
Dimana:
n1 = jumlah sampel, n2 = jumlah kontrol
Zα = nilai baku normal dari table Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan. Untuk α = 0,05 → Zα = 1,96.
Zβ = nilai baku normal dari table Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang ditentukan . untuk β = 0,15 → Zβ = 1,036.
P1 = proporsi Helicobacter = 16,91% = 17% = 0,17
Q1 = 1 – P1 = 1 – 0,17 = 0,83
P2 = proporsi Helicobacter pada orang normal = 0%
= 0,085 Q = 1 – P = 0,915
Jumlah sampel yang diperlukan : 41,87 ≈ 42
3.5. Analisa Data
Untuk melihat hasil dari pemeriksaan serologi dan disajikan dalam
bentuk tabulasi dan didiskripsikan. Untuk melihat hubungan pemeriksaan
serologi antibodi Helicobacter pylori terhadap penderita dispepsia digunakan
Uji T Independen, jika data kedua kelompok berdistribusi normal. Sebaliknya
digunakan Uji Mann Whitney untuk data yang berdistribusi tidak normal. Taraf
signifikansi (α = 0,05)
3.6. Bahan dan Cara Kerja
3.6.1. Pengambilan Sampel
Sampel darah diambil dari vena mediana cubiti. Tempat punksi
vena terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering,
kemudian dilakukan punksi. Pengambilan darah dilakukan dengan
menggunakan spuit disposibel sebanyak 5 cc dan darah dipisahkan dari
3.6.2. Pemeriksaan Serologi IgG Helicobacter pylori 37,38,39,40
Tujuan : Untuk mengetahui serologi dari infeksi Helicobacter pylori dalam
serum pada penderita gangguan pencernaan
Metode : ELISA: Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Prinsip : Bersihan dari antigen Helicobacter pylori melapisi permukaan
dari microwell. Assay serum pasien yang diencerkan
ditambahkan kedalam sumur yang telah dilapisi antigen yang
dimurnikan. Jika terdapat IgG spesifik antibody, akan melekat ke
antigen. Untuk menghilangkan semua material yang tidak
melekat dicuci, dan ditambahkan enzym konjugat untuk
mengikat antibody antigen komplek. Antigen konjugat yang
berlebih dicuci dan ditambahkan substrat. Inkubasi plate
memberikan reaksi hydrolisis dari substrat oleh enzym ini.
Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan jumlah atau
banyaknya dan IgG spesifik antibody dalam sampel.
3.6.3. Cara kerja :
- Letakkan strip yang telah bernomor pada tempatnya
- Kontrol negatif, kontrol positif dan kalibrator siap untuk dikerjakan.
Pengenceran 1:40 dari sampel sebagai persiapan, yaitu sampel
sebanyak 5 μL ditambahkan diluent sebanyak 195 μL. Campur
- Tambahkan 100 μL diluted sera, kalibrator dan kontrol kedalam sumur yang telah ditentukan. Untuk blank reagen,
tambahkan 100μL sampel diluent pada posisi sumur 1A. Buka
penutup agar gelembung udara keluar dan campur dengan baik.
Inkubasi selama 30 menit pada temperatur ruangan. Keluarkan
semua dari dalam sumur, cuci sebanyak 5 kali dengan 300μL wash buffer. Keringkan dengan kertas absorban atau handuk kertas.
- Tambahkan 100 μL enzyme konjugate pada setiap sumur dan
inkubasi 30 menit suhu ruangan
- Keluarkan enzyme konjugate dari sumur, cuci dengan wash buffer
300 μL sampai 5 kali. Keringkan dengan kertas absorban atau handuk kertas.
- Tambahkan 100 μL TMB substrat dan inkubasi 20 menit
suhu ruangan. Tambahkan 100μL stop solution untuk menghentikan reaksi.
- Baca pada panjang gelombang 450nm menggunakan Elisa
reader.
- Reagen yang digunakan berasal dari Indec Reagen.
3.6.5. Cara Perhitungan
- Hitung rata-rata nilai kalibrator Xc
- Hitung rata-rata dari kontrol positif, kontrol negatif, sampel
- Hitung index IgG Helicobacter pylori yaitu dengan membagi nilai
3.6.4. INTERPRETASI
- Negatif : Index Helicobacter pylori IgG 0,90 atau kurang
adalah seronegatif dari IgG antibodi Helicobacter
pylori.
. - Equivocal : Index Helicobacter pylori IgG 0,91-0,99. Dilakukan
pemeriksaan ulang dengan sampel serum yang
baru 3 minggu kemudian.
- Positif : Index Helicobacter pylori IgG adalah 1,00 atau
lebih besar adalah seropositif.
- Pemeriksaan darah rutin menggunakan alat Sysmex 2100
3.7. PEMANTAPAN KUALITAS
Pemantapan kualitas laboratorium yang baik harus dilakukan untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang benar. Kontrol positif dan
kontrol negatif harus dilakukan secara paralel dengan spesimen yang berasal
dari pasien. Kegagalan untuk mendapatkan hasil yang tepat untuk nilai
kontrol mengindikasikan kemungkinan kesalahan baik dari reagen yang
digunakan atau tehnisi yang melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan yang
dilakukan valid berdasarkan kriteria:
1. Nilai Optical density ( OD ) blank reagen terhadap udara dari
2. Jika nilai OD dari Cut-off kalibrator lebih rendah dari 0,250
pemeriksaan tidak valid dan harus diulang
3. Nilai cut-off ditentukan dengan cara yaitu: Mean Negatif Kalibrator +
( 0,1x Mean Positif Kalibrator).
4. Nilai cut off kalibrator 1,0, nilai kontrol negatif adalah < 0,5,
sedangkan nilai kontrol positif adalah 1-3
5. Nilai OD pada blank reagen dari pada penelitian ini tetap 0,250
stiap dilakukan pemeriksaan.
6. Penelitian ini dilakukan selama 3 hari dengan jumlah sampel
sebanyak 62; kelompok sampel 31 orang, kelompok kontrol 31
orang.
Hari Sampel + hasil Kontrol + hasil
Hari 1 15 sampel; + 1 orang
Hari 2 16 sampel; + 7 orang
Hari 3 31 kontrol; seluruh hasil
Negatif
3.8. Ethical clearance dan informed consent
Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Inform consent
diminta secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili oleh keluarganya
yang ikut bersedia dalam penelitian setelah mendapat penjelasan mengenai
maksud dan tujuan dari penelitian ini.
3.9. BATASAN OPERASIONAL
1.Helicobacter pylori
Helicobacter pylori diketahui sebagai faktor resiko dan penyebab
terkuat untuk terjadinya kronik gastritis. Yang selanjutnya akan menjadi resiko
untuk terjadinya ulkus peptikum dan kanker lambung distal sehingga H pylori
sebagai kuman penyebab utama gastritis kronik.
2. Dispepsia
Keluhan atau kumpulan gejala ( sindrom ) yang terdiri dari nyeri atau
rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang,
rasa penuh pada perut, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar
di dada, terdiri dari dispepsia ulcer dan non ulcer.
3. Serologi
Serologi merupakan reaksi antibodi terhadap antigen di dalam darah.
Selalu digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit infeksi
3.10. Perkiraan biaya penelitian
Biaya tak terduga
Rp
Total biaya
12.000.000,-3.11. JADWAL PENELITIAN
No Kegiatan September
3.12. KERANGKA KONSEP
Inklusi : Bersedia ikut dalam penelitian, Dispepsia yang ulcer berdasarkan endoskopi
Helicobacter pylori IgG Elisa
Populasi: Penderita Dispepsia tipe tukak
Eksklusi :
3.13. KERANGKA OPERASIONAL
Dispepsia
Endoskopi
Dispepsia tipe tukak
Dispepsia non tukak
Eklusi
Ambil darah vena 5cc
Serum
Elisa
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan secara cross sectional study selama periode
September 2010 sampai dengan Desember 2010 dengan melakukan
pemeriksaan dari serologi IgG pada penderita Dispepsia tipe tukak.
Berdasarkan dari pada kriteria inklusi dan eksklusi akhirnya didapat 62 orang
penderita yang dirawat diruang rawat inap penyakit dalam dan rawat jalan
pada RSUP Haji Adam Malik Medan bekerja sama dengan bagian Penyakit
Dalam, Divisi Gastroentero- Hepatologi FK USU Medan. Populasi penelitian
ini dikonfirmasi dengan pemeriksaan endoskopi setelah diagnosanya
ditegakkan oleh bagian penyakit dalam dengan diagnosa dispepsia. Subjek
penelitian dibagi dalam 2 kelompok yang terdiri dari kelompok kasus dan
kelompok kontrol.
Tabel 1. Distribusi Kelompok Umur Pada Penderita Dispepsia dan Kontrol
Umur Jumlah Penderita Persentase (%)
(tahun) Dispepsia
tukak Kontrol
Dispepsia
Non tukak Kontrol
40 - 49 14 14 45,2 45,2
50 - 59 8 12 25,8 38,7
60 - 69 3 5 9,7 16,1
>70 6 0 19,3 0
Pada tabel 1 ini terlihat bahwa dari 31 orang penderita Dispepsia
didapatkan kelompok umur terbanyak adalah 40 – 49 tahun sebanyak 14
orang (45,2%) dan kelompok umur yang paling sedikit adalah 60 – 69 tahun
sebanyak 3 orang (9,7%). Sementara pada penderita kontrol kelompok umur
terbanyak adalah 40 – 49 tahun sebanyak 14 orang (45,2%) dan kelompok
umur yang paling sedikit adalah 60 – 69 sebanyak 5 orang ( 16,1% )
Tabel 2.Karakteristik Subyek Penelitian
Karakteristik Dispepsia
Dari tabel 2 ini terlihat, jenis kelamin pria lebih banyak menderita
Dispepsia tipe tukak dibanding dengan jenis kelamin wanita. Laki-laki
wanita lebih banyak dibandingkan pria pada Dispepsia non tukak, sebanyak
16 orang (51,6%) dan pria sebanyak 15 orang (51,6), tidak ada perbedaan
bermakna jenis kelamin antara kedua kelompok dengan p > 0,05.
Rata-rata umur penderita Dispepsia adalah (53,7 ± 12,5) tahun, pada
penderita kontrol (51,8 ± 8,17) tahun, tidak ada perbedaan umur antara kedua
kelompok dengan p > 0,05.
Rata-rata berat badan penderita Dispepsia adalah ( 61 ± 9,03 ) kg,
pada penderita kontrol (54,2 ± 5,36 ) kg, ada perbedaan umur antara kedua
kelompok dengan p < 0,05.
Rata-rata tinggi badan penderita Dispepsia adalah (161,2 ± 4,52 ) kg,
pada penderita kontrol (159,4 ± 4,32) kg, tidak ada perbedaan tinggi badan
antara kedua kelompok dengan p > 0,05.
Rata-rata Hb penderita Dispepsia adalah (13,8 ± 1,22 ) g/dl, pada
penderita kontrol (13,7 ± 1,45 ) g/dl , tidak ada perbedaan Hb antara kedua
kelompok dengan p > 0,05.
Rata-rata jumlah Leukosit penderita Dispepsia adalah (7,6 ± 1,89 )
x103sel/mm3l, pada penderita kontrol (8,0 ± 1,99 ) x103sel/mm3l , tidak ada
Tabel 3. Hasil dari pemeriksaan serologi Ig G kelompok sampel dan kelompok kontrol
Hasil Sampel Kontrol Total p
Positif 8 (25,8%) 0 (0%) 8 (12,9%)
Negatif 23 (74,2%) 31 (100%) 54 (87,1%)
Total 31 (100 %) 31 (100%) 62 (100%)
0,002
Pada tabel3, memperlihatkan tabulasi hasil penelitian dimana dijumpai
hasil positif 8 orang (25,8%) pada kelompok sampel, hasil negative 23 orang
(74,2%). Ada perbedaan yang bermakna hasil serologi Ig G antara kelompok
sampel dengan kontrol, dengan p = 0,002. Pada kelompok kontrol, hasil
BAB 5
PEMBAHASAN
Kuman Helicobacter pylori bersifat mikroaerofilik dan hidup
dilingkungan yang unik dibawah mukus dinding lambung yang bersuasana
asam, kuman gram negatif. Kuman ini mempunyai enzym urease yang dapat
memecah ureum menjadi ammonia yang bersifat basa, sehingga tercipta
lingkungan mikro yang memungkinkan kuman ini bertahan hidup lama.
Diagnosis laboratorium infeksi H. Pylori dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu
Invasif dan Non Invasif(1,8). Yoshihisa Urita(45) dan kawan – kawan pada tahun
2004 di Jepang, menyatakan dari 183 pasien 101 orang ditemukan
Helicobacter pylori positif dengan umur rata – rata dari penderita Helicobacter
pylori adalah 59 tahun, sedangkan yang terendah adalah umur 56,2 tahun.
Sufi H.Z Rahman(41) dan kawan – kawan pada tahun 2008 di Bangladesh,
meneliti 82 orang dengan usia antara 18 – 75 tahun. Javier P Gisbert(46) dan
kawan – kawan pada tahun 2000 di Spanyol menyatakan bahwa usia rata –
rata penderita Helicobacter pylori adalah 46 tahun dimana 79% diantara nya
adalah pria. Penelitian dari Asim. S. Bakka(47) dan kawan – kawan pada tahun
2002 di Libya, menyatakan bahwa serologi Ig G dari 132 orang yang
dilakukan pemeriksaan, 108 orang terdeteksi dispepsia tipe tukak. Hanan A.H
Babay(50) dan kawan – kawan pada tahun 1999 di Saudi Arabia, menyatakan
bahwa dari 152 pasien yang dilakukan pemeriksaan serology IgG dengan
usia antara 18 – 85 tahun, 33,5% adalah positif.
Pada penelitian ini didapatkan distribusi penderita dispepsia tipe tukak
kelompok umur yang paling sedikit adalah 60 – 69 tahun sebanyak 3 orang
(9,7%). Jenis kelamin pria lebih banyak menderita Dispepsia tipe tukak
dibanding dengan jenis kelamin wanita. Laki-laki sebanyak 17 orang (54,8%)
dan perempuan sebanyak 14 orang (45,2%).
Sufi H.Z Rahman(41) dan kawan – kawan pada tahun 2008 di
Bangladesh, mendapatkan sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value
( PPV ), negative predictive value ( NPV ), dan akurasi dari serologi Ig G
adalah 97,7%, 42,8%, 83.1%, 81.8%, dan 82.9% dari. Penelitian dari Asim. S.
Bakka(47) dan kawan – kawan pada tahun 2002 di Libya, menyatakan bahwa
serologi Ig G dengan nilai sensitivitas 94%, spesifisitas 88%, tingkat akurasi
adalah 93%. Rolv-Ole Lindsetmo(48) dan kawan – kawan pada tahun 2008 di
Belanda menyatakan bahwa sensitivity dari serologi test adalah baik,
sedangkan spesifisitasnya rendah ( 41% - 71% ).
Tarun K. Sharma(49) tahun 1997 di Amerika Serikat, menyatakan
bahwa sensitivity dan spesifisitas dari test serologi adalah pada kisaran nilai
92% - 96%. Menurut James Versalovic(5) dari Amerika tahun 2003, bahwa
sensitivitas dari pada serologi Ig G test pada hasil yang positif adalah 95% -
100%, sedangkan pada hasil yang negatif 84% - 89%. Vaira(51) dan kawan –
kawan pada tahun 1994 di Inggris, menyatakan bahwa dari 219 pasien
dengan diagnosa Dispepsia , 55% diantaranya hasil serologinya adalah
positif. Sobala(51) dan kawan – kawan pada tahun 1991 di Leeds, Inggris
menyatakan bahwa dari 293 penderita dispepsia, 23% diantaranya hasil
serologinya adalah positif. Khaira Utia(52) dan kawan – kawan tahun 2010, di
serologinya adalah positif. Menurut penelitian Feldman(19) dan kawan –
kawan tahun 1995 sensitivitas dan spesifitas dari pemeriksaan serology
berada diantara 90 – 95%. Di Medan prevalensi dari pada dispepsia yang
disertai tukak adalah 16,91%, dikutip dari buku ajar Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Indonesia tahun 2007(1). Menurut penelitian Yeganeh
Talekhban(53) dan kawan – kawan pada tahun 2006 di Iran, menyatakan
bahwa dari 32 orang yang diteliti, 46% diantaranya positif hasil serologi IgG,
dengan nilai sensitivity 85,7%, spesifiti 95%, PPV 95%, NPV 88%.
Dari tabulasi hasil penelitian dimana dijumpai hasil positif 8 orang dari
kelompok sampel ( 12,9% ), hasil negatif dari kelompok sampel adalah 23
orang ada perbedaan yang bermakna antara sampel Ig G dengan kelompok
kontrol dengan p= 0,002. Sedangkan dari kelompok kontrol dijumpai hasil
negatif dari jumlah kontrol yaitu 31 orang ( 100% ). Hasil yang didapat
berdasarkan dari pada pemeriksaan Serologi IgG, dijumpai perbedaan yang
bermakna dengan nilai p < 0,05. Ada perbedaan rata – rata IgG pada
kelompok sampel dan kelompok kontrol. Hasil yang diperoleh bila
dibandingkan dengan yang diperoleh dari penelitian sebelumnya, lebih
rendah, ini disebabkan dengan kebiasaan konsumsi makanan yang mentah
seperti di Jepang atau makanan yang tidak dimasak secara matang seperti di
Eropa ataupun Amerika.
Pemeriksaan serologi banyak digunakan dalam penelitian
epidemiologi karena relatif lebih murah dan dapat diterima oleh kelompok
pasien asimptomatik atau anak – anak yang tidak mau diperiksa dengan cara
yang invasif seperti gastroskopi. Yang sering menjadi masalah adalah
oleh karena pengaruh faktor antigen lokal yang berbeda atau akibat titer yang
relatif rendah, misalnya pada kelompok pasien anak atau populasi pasien
tertentu. Dengan demikian dianggap perlu untuk melakukan validasi tes
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
1. Pada pasien dispepsia tipe tukak hasil pemeriksaan serologi IgG dijumpai
hasil yang positif sebanyak 8 orang (12,9% ).
2. Hasil pemeriksaan serologi yang positif dapat dipakai sebagai acuan bagi
klinisi untuk mengobati pasien.
6.2. SARAN
1. Pemeriksaan serologi harus dilanjutkan dengan uji diagnostik yang lain baik
yang bersifat invasif dan non invasif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fauzi A, Rani A A, Infeksi Helicobacter Pylori dan Penyakit Gastro-Duodenal
Dalam: Sudoyo AW (ed). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I edisi IV. BP
FK UI. Jakarta. 2006. 329-334
2. Atherton C Jhon, Blaser J Martin, Helicobacter Pylori Infections, Harrison’s
Principle Internal Medicine 16th Edition, McGraw Hill, 2005: 886-889
3. Malfertheiner P, Megraud F, O’Morain C, et al. Current Concepts in the
Management of Helicobacter pylori Infection Gut 2007; 772-781
4. Djojoningrat D. Dispepsia Fungsional. Dalam: Sudoyo AW (ed). Buku ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I edisi IV. BP FK UI. Jakarta. 2006. 352-354
5. Versalovic J, Helicobacter pylori, Pathology and Diagnostic Strategi, Am J
Clin Pathol 2003;119:403-412
6. Peek Jr, RM. Pathogenesis of Helicobacter Pylori Infection. Semin Immun
2005;27:197-215
7. Candelli M, Nista EC, Carloni E, et al. Treatment of H.Pylori infection: A
Review. Current Medicinal Chemistry 2005;12:375-84
8. Loho, T, Diagnosis Laboratorium pada Infeksi Helicobacter Pylori, Pendidikan
Berkesinambungan Patologi Klinik, Departemen Patologi Klinik FK UI, 2007;
165-179
9. Muzahar, Sanuddin O, Diagnosis dan Isolasi Dini Bakteri Helicobacter Pylori,
1996
10. Drossman DA. The Functional Gastrointestinal Disorders and the Rome III
Process. Gastroenterology 2006;130:1377-90
12. Mc. Phee JS, Ganong FW, Pathophysiology Disorders of The Stomach in
Pathophysiology of Disease, Lange Medical Books McGraw Hill, fifth edition
2006; 370-371
13. Kumar V, Abbas KA, Fausto N, Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease, Elsevier Saunders, 7th edition, 2005; 813-819
14. Kearney JD, Kimmey M, Morantes C, Dyspepsia: Principles, Practice and
Guidelines for Referral, MedLine, 2001; 1-20
15. Suerbaum S, Michetti P, Helicobacter Pylori Infection, Review Article, New
England Journal Medicine, 2010; 1175-1183
16. Valle DJ, Peptic Ulcer Disease and Related Disorders, Harrison’s Principle
Internal Medicine 16th Edition, McGraw Hill, 2005: 1746-1762
17. Fleming SL. Helicobacter Pylori and Ulcer. In: Fleming SL (ed) Helicobacter
Pylori. Infobase Publishing. New York. 2007. pp: 65-71
18. Talley NJ. American Gastroenterological Association Medical Position
Statement: Evaluation of Dyspepsia. Gastroenterology 2005;129:1753
19. Koskenpato J, Helicobacter Pylori and Functional Dyspepsia, Division of
Gastroenterology, Department of Medicine Helsinki University Central
Hospital, Helsinki, Finland, 2001; 9-83
20. Hawtin RP, Serology and Urea Breath test in the Diagnosis of Helicobacter
Pylori Infection, Methods in Molecular Medicine, Helicobacter Pylori Protocols,
edited Clayton CL, Mobley HLT, Humana Press Inc, Totowa, Nj, 1994; 19-28
21. Soemoharjo S, Helicobacter Pylori dan Penyakit Gastroduodenal, Mataram
22. Morse AS, Butel SJ, Brooks FG, Mikrobiologi Kedokteran, Jawetz, Melnick &
Adelberg Medical Microbiology, EGC, Penerbit Kedokteran, Edisi 23,2008;
280-281
23. Gillespie HS, Hawkey P, Principles and Practice of Clinical Bacteriology, John
Wiley & sons, 2nd edition, 2006; 473-480
24. Goldman L, Green HL, Practical Handbook of Microbiology, CRC Press, 2nd
edition 2009; 35-40
25. Winn CW, Allen DS, Janda MW, Koneman WE, Koneman’s Color Atlas and
Textbook of Diagnostic Microbiology, Lippincott Williams & Wilkins, Sixth
Edition, 1997; 403-408
26. Male D, Brostoff J, Roth BD, Roitt I, Immunology International Edition, Mosby
Elsevier, Seventh Edition, 2006; 44, 500
27. Baratawidjaja G Karnen, Imunologi Dasar, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi ke 7, 2006; 84,122-130, 130-135,
492-493
28. Abbas KA, Lichtmann HA, Cellular and Molecular Immunology, Updated
Edition, Elsevier Saunders, 2005; 484, 523-524
29. Fischbach F, A Manual of Laboratory and Diagnostic Test, Lippincott Williams
& Wilkins, 7th Edition, 2004, 543-544
30. Sacher AR, Mc.Pherson AR, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Edisi 11, 2002; 458-459
31. Lew E. Peptic Ulcer Disease. In: Greenberger NJ (ed). Current Diagnosis and
Treatment Gastroenterology, Hepatology, and Endoscopy. McGraw Hill. New
32. Zuniga-Noriega JR, Bosques-Padilla FJ, Perez GI, et al. Diagnostic utility of
invasive test and serology for the Diagnosis of Helicobacter pylori Infection in
Different Clinical Presentation. Arch of Med Res 2006;37:123-8
33. Hardin JF, Wright AR, Clinical Review Article,Helicobacter pylori: Review and
Update, Turner White Communications May 2002; 23-31
34. Glupczynski Y, Microbiological and Serological diagnostic tests for
Helicobacter pylori:an overview, British Medical Bulletin, 1998;54: 175-186
35. Kresno SB. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Penerbit
Fakultas Kedokteran - UI. Jakarta, Tahun 1984: 113-128.
36. Santosa E. Pemeriksaan Imunologi Automated dalam Diagnosis Laboratorium
Penyakit Infeksi. Kumpulan Naskah Lokakarya PBPK Tahun 2003. Penerbit
Patologi Klinik FK-UI. Jakarta. Tahun 2006. Hal 13-15.
37. Helicobacter pylori IgG Enzyme Immunoassay Test Kit, BioCheck, Inc., 323
Vintage Park Dr. Foster City, CA 94404, 2003; 1-3
38. Helicobacter pylori IgA, Enzyme Linked Immunosorbent Assay, Diagnostic
Automation, Inc., 2006;1-5
39. Helicobacter pylori IgG, Enzyme Linked Immunosorbent Assay, Diagnostic
Automation, Inc., 2006;1-5
40. Helicobacter pylori IgM, ELISA Kit Protocol, PHOENIX PHARMACEUTICALS,
INC. 330 Beach Road, Burlingame CA; 1-11
41. Rahman HZ Sufi, Azam GM, Arfin SM; Rapid Communication; Non-invasive
Diagnosis of H. Pylori Infection: Evaluation of Serological tests with and
without Current Infection Marker, World Journal Gastroenterology, February
42. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto HS,
Perkiraan Besar Sampel dalam Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis,
Edisi ke-2, CV. Sagung Seto, Jakarta 2002; 254-286.
43. Chey D.W, Wong C.Y.B, American Collage of Gastroenterology Guideline on
the Management of Helicobacter pylori Infection, Published by Blackwell
Publishing, 2007; 1808-1825.
44. Mayo Medical Laboratories. www.mayoreferenceservices.org/communique, January 2006; 1-7
45. Urita Y, Hike K, Torii N, Original Article, Comparison of Serum IgA and IgG
Antibodies for Detecting Helicobacter pylori Infection, Division of
Gastroenterology and Hepatology, Toho University School of Medicine,
Tokyo, July 2004;548-552
46. Gisbert PJ, Clinical Infectious Diseases, 2000;976-980
47. Bakka SA, Salih AB, Frequency of Helicobacter pylori infection in dyspeptic
patients in Libya, Department of Microbiology, Faculty of Medicine, Garyounis
University, Libya,June 2002; 1261-1265
48. Lindsetmo OR, Johnsen R, Rapid Communication, Accuracy of Helicobacter
pylori serology in two peptic ulcer populations and in healthy controls, World
Journal Gastroenterology, 2008;5039-5045
49. Sharma KT, Young LE, Miller S, Cutler FA, Evaluation of a rapid, new mwthod
for detecting serum IgG antibodies to Helicobacter pylori, American
Gastroenetrology Association, 1996:832-836
50. Babay H.A.H, Al Mofleh A.I, Use of serum immunoglobulins G and A for
detection of Helicobacter pylori in dyspeptic patients by enzyme
Pathology / Microbiology, King Khalid University Hospital, Riyadh, Saudi
Arabia, 2000;33-36
51. Moore A.R, Helicobacter pylori and Peptic ulcer, Pain Research The Churchil
Headington Oxford,December 1994;19-20
52. Utari K, Syam F.A, Simadibrata M, Manan C, Clinical Evaluation of Dyspepsia
in Patients with Functional Dyspepsia, with The History of Helicobacter pylori
Eradication Therapy in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Department
of Internal Medicine Faculty of Medicine, University of Indonesia - dr. Cipto
Mangunkusumo Hospital, 2010;86-92
53. Talebkhan Y, Mohammadi M, Khalili G, Detection of Helicobacter Pylori
Infection by Imported IgG ELISA Kits in Comparison with Iranian Home Made
Kit, Biotechnology Research Center Iran, 2006;120-125
STATUS PASIEN
Nama :
Tanggal Lahir :
Jenis kelamin :
Suku / Bangsa :
Pekerjaan :
Alamat sekarang :
MR : BB : Kg, TB: cm
ANAMNESE
Keluhan Umum :
Anamnese :
RPO :
RPT :
Riwayat operasi saluran cerna :
Rencana Pemeriksaan : - Darah rutin
STATUS PRESENT
TD : RR :
HR : ikterus
* Coret yang tidak perlu
HASIL LABORATORIUM
Hasil Anti IgG Helicobacter Pylori Antibody :
FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP HAM MEDAN
SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN
Saya Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan
resiko penelitian yang berjudul Gambaran Serologi IgG Helicobacter Pylori Pada Penderita Dispepsia Tipe Tukak, dan memahami bahwa subyek dalam penelitian ini sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dalam
keikutsertaannya, maka saya setuju ikut serta dalam penelitian ini dan
bersedia berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang telah
disepakati.
Medan, ……… 2010
Mengetahui Yang Menyatakan
Penanggung jawab Penelitian Peserta Uji Klinik
(Nama Jelas ………) (Nama Jelas ……)
Saksi