• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksekusi Barang Bukti Tindak Pidana Narkotika Yang Dirampas Untuk Negara (Studi Putusan Hakim Pengadilan Negeri Balige)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksekusi Barang Bukti Tindak Pidana Narkotika Yang Dirampas Untuk Negara (Studi Putusan Hakim Pengadilan Negeri Balige)"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENEGAKKAN HUKUM OLEH HAKIM

TERHADAP BARANG BUKTI TINDAK PIDANA NARKOTIKA DALAM PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BALIGE

Secara etimologi penegakan berasal dari kata tegak yang berarti berdiri, menegakkan berarti mendirikan, mempertahankan, mewujudkan melaksanakan, sedangkan penegakan berarti proses, cara atau perbuatan menegakkan. Hukum pidana terbagi atas hukum pidana materil dan formil. Hukum pidana materil adalah hukum yang berisi aturan tentang jenis perbuatan yang dapat dipidana, subjek hukum yang dapat dipidana dan jenis hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku pidana. Hukum pidana formil adalah hukum yang berisi aturan yang berkaiatan dangan tata cara melaksanakan hukum pidana itu sendiri dalam tataran prakteknya.52

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang ada dalam kaidah-kaidah/ pandangan-pandangan nilai yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai yang pada akhirnya menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

53

Penegakan hukum adalah proses mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan.54

52

Satochid Kartanegara, Hukum pidana: Kumpulan Kuliah, (Balai Lektur Mahasiswa: bagian satu, tanpa tahun), hal.1

53

Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, ( Binacipta, Jakarta. 1983), hal. 13

54

Satjipto Rahardjo, Op.Cit, hal. 24

(2)

sebagaimana seharusnya (das sollen) ternyata kemudian dilanggar, maka pada saat itu juga terwujudlah kenyataan alamiah yang merupakan peristiwa konkrit yang diatur dan disebut (das sein). Penegakan hukum secara sederhana adalah sebuah konkretisasi atau kenyataan aturan hukum dalam kehidupan bermasyarakat oleh seluruh masyarakat itu sendiri.

Hukum itu berisi kenyataan normatif yaitu apa yang seyogianya dilakukan

(das sollen) dan bukan berisi kenyataan alamiah atau peristiwa konkrit (das sein).55 Hans Kelsen menyatakan bahwa sejauh perkataan norma menunjukkan sebuah preskipsi atau perintah bahwa sesuatu seharusnya ada atau terjadi, maka ekspresi verbal dari padanya adalah sebuah pernyataan keharusan (ougth-sollent) yang disuruhkan oleh tindakan kemauan.56

A.Pengertian Barang Bukti dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

Kenyataan normatif (das sollen) ini disebut juga law in book (hukum tertulis) atau ius constitutum (karena sedang diberlakukan) dan ketika terjadi pelanggaran atas das sollen dimaksud, saat itu juga maka norma itu harus dioperasikan sehingga berada dala kondisi ius operatum atau hukum dalam keadaan dilaksanakan, diterapkan atau ditegakkan.

1. Pengertian Barang Bukti

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, barang bukti adalah benda yang digunakan untuk meyakinkan hakim akan kesalahan terdakwa terhadap perkara

55

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,( Liberty Yogyakarta 1999), hal. 16

56

(3)

pidana Istilah barang bukti terdapat dalam Pasal 21 ayat (1), 45 ayat (2), dan 46 ayat (2) dan Pasal 181 KUHAP57

Jenis barang bukti tersebut diatur dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP meliputi:

. Istilah barang bukti tersebut tidak terdapat dalam ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 KUHAP yang berisi tafsir otentik.

Menurut Hari Sasangka dan Lily Rosita bahwa barang bukti adalah hasil serangkaian tindakan penyidik dalam penyitaan dan atau penggeledahan dan atau pemeriksaan akurat untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan yang dituduhkan kepada seseorang. Jenis barang bukti yang berhubungan dengan perkara pidana sudah diatur dalam KUHAP, dan ditentukan cara-cara untuk memperoleh barang bukti, yaitu melalui penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat. Apabila di dalam penggeledahan atau pemeriksaan surat terdapat barang-barang yang diperlukan untuk pembuktian suatu tindak pidana, maka terhadap barang-barang yang ditemukan tersebut dilakukan penyitaan.

58

a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;

b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;

c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;

57

Pasal 181 KUHAP

58

(4)

d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;

e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

Persoalan yang terpenting dari setiap proses pidana adalah mengenai pembuktian, karena dari jawaban atas persoalan inilah tertuduh akan dinyatakan bersalah atau dibebaskan.34 Untuk kepentingan pembuktian tersebut maka kehadiran benda-benda yang tersangkut dalam tindak pidana, sangat diperlukan. Benda-benda yang dimaksudkan lazim dikenal dengan istilah barang bukti atau corpus delicti yakni barang bukti kejahatan. Barang bukti itu mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pidana.59

“ istilah barang barang bukti dalam perkara pidana yaitu barang mengenai mana delik dilakukan (obyek delik) dan barang dengan mana delik misalnya pisau yang dipakai untuk menikam orang. Termasuk juga barang bukti ialah hasil dari delik. Misalanya uang Negara yang dipakai (korupsi) untuk membeli rumah pribadi, maka rumah pribadi tersebut merupakan barang bukti atau hasil delik.”

Menurut Andi Hamzah barang bukti :

60

Barang bukti yang bukan merupakan obyek, barang bukti atau hasil delik tetapi dapat pula dijadikan barang bukti sepanjang barang bukti tersebut mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana misalnya uang yang dipakai korban pada saat ia melakukan kejahatan korupsi bisa di jadikan barang bukti. Selanjutnya, benda sitaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pidana, walaupun semua aturan yang ada tidak ada satu pasalpun yang memberikan definisi atau pengertian mengenai benda sitaan secara implicit (tersirat) ataupun secara nyata. Walaupun demikian perlu diberi batasan bahwa benda sitaan yaitu benda yang

59

Moeljatno, Hukum Acara Pidana, Seksi Kepidanaan Fakultas Hukum UGM, hal. 132.

60

(5)

bergerak atau benda tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang diambil alih atau disimpan dalam penguasaan penyidik untuk kepentingan penyidik, penuntutan dan pengadilan atau dengan kata lain yang dimaksud dengan benda sitaan adalah barang atau benda sitaan hasil dari suatu penyitaan.

Benda sitaan menurut kamus bahasa Indonesia adalah benda adalah harta atau barang yang berharga dan segala sesuatu yang berwujud atau berjasad. Sitaan berarti perihal mengambil dan menahan barang-barang sebagiannya yang dilakukan menurut putusan hakim atau oleh polisi. 61

dalam wetboek van strafrecht voor Indonesia, maupun dalam Het Herziene Inlandsch Reglemen dan dalam peraturan perundang-undangan lainya. Barang bukti dalam hal ini adalah barang-barang yang diperlukan sebagai alat bukti dapat diuraikan sebagai berikut: terutama alat bukti seperti yang disebutkan dalam keterangan saksi atau keterangan terdakwa.

Pengertian benda sitaan erat sekali kaitannya dengan barang bukti karena benda sitaan adalah barang bukti dari suatu perkara pidana yang disita oleh aparat penegak hukum yang berwenang guna kepentingan pembuktian di sidingpengadilan. Istilah barang bukti dalam bahasa Belanda berarti “bewijsgoed” baik

62

Benda sitaan sebagai barang bukti menurut pemeliharaan yang tidak terpisahkan dengan proses itu sendiri, status benda sitaan pada dasarnya tidak berbeda dengan status seorang tersangka selama belum ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti, maka benda sitaan masih merupakan milik tersangka

61

Ibid, hlm. 134.

62

(6)

atau mereka yang sedang berperkara. Sehingga benda sitaan harus dilindungi baik terhadap kerusakan maupun terhadap pengunaan tanpa hak.63

Namun menurut Soenarto Soerodibroto, istilah barang bukti dipergunakan untuk memijak pada barang-barang yang disita berdasarkan Pasal 42 HIR yang menurut tulisannya sebagai berikut:64

Dalam Perundang-undangan Negara Republik Indonesia Pasal 42 HIR diterjemahkan “pengadilan atau pejabat dan orang-orang teristimewa yang mewajibkan mengusut kejahatan dan pelanggaran selanjutnya harus mencari dan merampas barang-barang yang dipakai.”

De met opsporen van misdrijven en overtredingen bekeste

ambtenanren,bacambten en bijzondere persone zijn wijders ge nouden om de voorwerpen, welke to plegen van eeming misdrijf en tetval gemeen alle zodanige zakewn, walke door middle van misdrif of overt reding zijn verkregin voortge bracht of door voor in de plasts getreden, nate sporen en in beslang tenamen zoder….

65

2. Pengertian Tindak Pidana

Dengan demikian, Benda Sitaan sebagai Pidana Tambahan (Pasal 10 KUHP) bisa terjadi peralihan kepemilikan dari personal ke negara. Penyitaan terhadap benda merupakan bagian dari pidana tambahan bagi pelaku tindak pidana diantaranya adalah dengan perampasan barang-barang tertentu, hal ini sangat jelas sekali diatur dalam Pasal 10 KUHP.

63

Heru Setiana, (Lapas Bojonegoro), “Rupbasan Tuntutan Reformasi Hukum”, Warta Masyarakat., hal. 30.

64

Soenarto Seorodibroto, Apakah itu Barang Bukti ? Hukum dan Keadilan 1 dan 2, 1975, hlm. 2-3.

65

(7)

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar Undang-Undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang harus dihindari dan barang siapa melanggarnya maka akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga negara wajib dicantumkan dalam Undang-Undang maupun peraturan-peraturan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. 66

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam Undang-Undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan.67

66

P.A.F. Lamintang Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. (PT. Citra Adityta Bakti. Bandung. 1996). hal. 7.

67

Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta. 2001. hlm. 22

(8)

pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.68

Pengertian tindak pidana belum ada kesatuan pendapat diantara para sarjana, dalam garis besarnya perbedaan pendapat tersebut terbagi dalam dua aliran atau dua pandangan monistis dan pandangan dualistis. Menurut Moeljatno, pandangan monistis adalah bahwa para sarjana melihat keseluruhan (tumpukan) syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya itu merupakan sifat dari perbuatan, sedangkan pandangan dualistis adalah membedakan dengan tegas dapat dipidananya perbuatan dan dipidana orangnya, dan sejalan ini dipisahkan, maka pengertian perbuatan pidana tidak meliputi pertanggungjawaban pidana.69

68

P.A.F. Lamintang Op.cit. hlm. 16

69

Sudarto, Hukum Pidana, Jilid. I A-B, (Fakultas Hukum Unsoed. Purwokerto.Tahun. 1991, Hal. 25

Berdasarkan pengertian dan pemisahan pandangan tersebut berikut ini akan disebutkan pendapat para sarjana berdasarkan pandangan mereka masing-masing sehingga jelas letak perbedaannya.

. 1. Aliran Monistis

(9)

Tindak pidana menurut E. Mezger adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana. Menurut Karni, delik itu mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut dipertanggungjawabkan. Dan menurut definisi pendek Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana berarti perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.

Jadi jelas sekali dari definisi-definisi tersebut diatas tidak adanya “pemisahan antara

Criminal Act dan Criminal Responsibility”.70 2. Aliran Dualistis

Pompe berpendapat bahwa menurut hukum positif, Strafbaarfeit adalah tidak lain dari pada feit, yang diancam pidana dalam ketentuan undang-undang, selanjutnya menurut beliau bahwa menurut teori Strafbaarfeit itu adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.

Menurut Moeljatno, perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut. “Pandangan golongan dualistis ini mengadakan pemisahan antara dilarangnya suatu perbuatan dengan sanksi ancaman pidana dan dapat dipertanggungjawabkannya si pembuat”.71

1. Aliran Monistis

Penggolongan pandangan para sarjana tersebut diatas juga merupakan penggolongan terhadap unsur-unsur tindak pidana yang terbagi menjadi dua yaitu:

70

Ibid, hal 26

71

(10)

Menurut pendapat D. Simons, unsur-unsur Strafbaarfeit adalah: a. Perbuatan manusia

b. Diancam dengan pidana c. Melawan hukum

d. Dilakukan dengan kesalahan

e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab

Selanjutnya Simon menyebutkan adalah unsur objektif dan unsur subjektif. Yang disebut sebagai unsur objektif adalah :

a. Perbuatan orang

b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu

c. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan-perbuatan itu “ seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat “Openbaar” atau “dimuka umum”.

Segi subjektif dari Strafbaarfeit adalah : a. Orangnya mampu bertanggung jawab

b. Adalah kesalahan (dolus atau culpa) perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan.”

Menurut Van Hamel, “unsur-unsur Strafbaarfeit adalah : a. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang b. Bersifat melawan hukum

(11)

d. Patut dipidana.”72

Menurut E. Mezger, “unsur-unsur tindak pidana adalah : a. Perbuatan dalam arti yang luar dari manusia

b. Sifat melawan hukum

c. Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang d. Diancam dengan pidana.”73

2. Aliran Dualistis

Menurut H.B. Vos, Strafbaarfeit hanya dirumuskan : 1. Kelakuan manusia

2. Diancam pidana dalam undang-undang

Kemudian menurut Moeljatno, perbuatan pidana memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Perbuatan manusia

2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil) 3. Bersifat melawan hukum (syarat materil)

Syarat formil tersebut harus ada, hal ini disebabkan karena :

Adanya asas legalitas yang tersimpul dalam pasal 1 KUHP, syarat materil itu harus ada pula, karena perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan , oleh karena bertentangan dengan atau menghambat tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang

72

Ibid, hal 26

(12)

citakan oleh masyarakat itu, memungkinkan adanya pemidanaan secara wajar, apabila diikuti pendirian Moeljatno, 74

Hukum Acara Pidana akan memberi keterangan seperti rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan, perkara-perkara kepidanaan dan bagimana cara menjatuhkan hukuman oleh Hakim, jika ada orang yang disangka melanggar aturan hukum pidana yang telah ditetapkan sebelum perbuatan melanggar hukum itu terjadi, dengan lain perkataan: Hukum Acara Pidana ialah hukum yang mengatur tata cara bagaimana alat-alat negara (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan) harus bertindak jika terjadi pelanggaran

Maka tidak cukup apabila seseorang itu telah melakukan perbuatan pidana belaka atau disamping itu pada orang tersebut harus ada kesalahan dan bertanggung jawab, jika seseorang melakukan tindak pidana kejahatan dan harus masuk ke dalam persidangan untuk di adili dalam rangka mempertanggungjawabkan tindak pidana apa yang telah diperbuatnya.

75

Ruang lingkup kepidanaan meliputi hal pengusutan, penuntutan, penyelidikan, penahanan, pemasyarakatan dan lain-lain. Perkara pidana ialah perkara tentang Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai dapat dibuktikan menurut aturan-aturan hukum yang berlaku, dan si tersangka dalam sidang itu diberikan segala jaminan hukum yang telah ditentukan dan yang telah diperlukan untuk pembelaan.

74

Moeljatno,Perbuatan Pidana dan pertanggung jawaban dalam hukum Pidana. (Bina Aksar.jakarta 1993). Hlm. 46.

75

(13)

pelanggaran atau kejahatan terhadap suatu kepentingan, umum, perbuatan mana di ancam dengan hukuman yang bersifat suatu penderitaan.

Jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu, sebagai berikut: a) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan antara lain

kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran“ itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku ke III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam perundang-undangan secara keseluruhan.

b) Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (formeel Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu tentang pencurian. Tindak Pidana materil inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana.

c) Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain sebagai berikut: Pasal 338 KUHP (pembunuhan) yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, Pasal 354 KUHP yang dengan sengaja melukai orang lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan matinya seseorang, contoh lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 188 dan Pasal 360 KUHP.

d) Menurut macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak Pidana pasif dibedakan menjadi tindak pidana murni dan tidak murni. Tindak pidana murni, yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP. 76

76

(14)

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis tindak Pidana terdiri dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak Pidana formil dan tindak Pidana materil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja serta tindak Pidana aktif dan tindak Pidana pasif.

Unsur-unsur tindak Pidana adalah sebagai berikut: a. Kelakuan dan akibat (perbuatan);

b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan; c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana; d. Unsur melawan hukum yang objektif ;

e. Unsur melawan hukum yang subyektif; 77

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun Konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban Pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan.78

Pertanggungjawaban pidana diterapkan dengan pemidanaan, yang bertujuan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan, memulihkan keseimbangan, mendatangkan rasa damai dalam masyarakat, memasyarakatkan

77

Ibid. hlm. 30

78

(15)

terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu kesengajaan (opzet) dan kelalaian (culpa). Istilah kesengajaan atau dalam bahasa Belanda disebut sebagai

opzet, adalah dari bahasa Indonesia yang berasal dari kata "sengaja", yang berarti secara umum sebagai sesuatu yang memang disengaja atau benar-benar ditujukan untuk itu. Pengertian kesengajaan ini tidak ditemukan rumusan-rumusan oleh Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Untuk itu hendaknya dikaji dari penjelasan sejarah perundang- undangan (Memorie van Toe!killing), yang ternyata menerangkan bahwa maksud daripada kesengajaan adalah "willens en weten", yang artinya seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja, harus menghendaki

(willen) perbuatan itu, serta harus menginsyafi (weten) akan akibat dari perbuatannya itu".79

Pengertian kesengajaan yang dirumuskan oleh Satochid Kartanegara, ialah "Melaksanakan sesuatu perbuatan, yang didorong oleh suatu keinginan untuk berbuat atau bertindak.80 Oleh Bambang Poernomo, dikemukakannya bahwa kesengajaan itu secara alternatif dapat ditujukan kepada tiga elemen perbuatan pidana sehingga terwujud kesengajaan terhadap perbuatan, kesengajaan terhadap akibat dan kesengajaan terhadap hal ikhwal yang menyertai perbuatan pidana.81

79

Satochid Kartanegara, Hukum Pidana, Bagian Satu, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, Tanpa Tahun.

80

Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Cetakan III, Jakarta, 1978

81

(16)

Sesuai teori hukum pidana Indonesia, kesengajaan terdiri dari tiga macam, yaitu sebagai berikut:

a. Kesengajaan yang bersifat tujuan (Opzet als Oogmerk)

Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan, si pelaku dapat dipertanggungjawabkan dan mudah dapat dimengerti oleh khalayak ramai. Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si pelaku pantas dikenakan hukuman pidana. Karena dengan adanya kesengajaan yang bersifat tujuan ini, berarti si pelaku benar-benar menghendaki mencapai suatu akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman hukuman ini.

b. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian

Kesengajaan ini ada apabila si pelaku, dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu.

c. Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan (Opzet hij Zekerheids-bewustzijn)

Kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan hanya dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu. Selanjutnya mengenai kealpaan karena merupakan bentuk dari kesalahan yang menghasilkan dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang yang dilakukannya.82

a) Bertentangan dengan hukum (Simons)

Unsur kesengajaan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan jalan melawan hukum. Syarat dari melawan hukum harus selalu dihubungkan dengan alat-alat penggerak atau pembujuk yang dipergunakan. Sebagaimana diketahui arti melawan hukum menurut Sudarto ada tiga pendapat yakni:

b) Bertentangan dengan hak (subjektif recht) dan orang lain (noyon)

82

(17)

c) Tanpa kewenangan atau tanpa hak, hal ini tidak perlu bertentangan dengan hukum (hoge road).83

Pengertian melawan hukum menurut sifatnya, juga dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Melawan hukum yang bersifat formil yaitu suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum apabila perbuatan diancam pidana dan dirumuskan sebagai delik dalam suatu undang-undang, sedangkan sifat hukumnya perbuatan itu harus hanya berdasarkan suatu ketentuan undang-undang. Hukum pidana formil hukum yang berisi aturan yang berkaitan dengan tata cara melaksanakan hukum pidana itu sendiri dalam tatarann prakteknya.84

2. Melawan hukum yang bersifat materil yaitu suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya terdapat dalam undang-undang yang tertulis saja, akan tetapi harus dilihat berlakunya asas-asas hukum yang tidak tertulis. Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-nyata masuk dalam rumusan dalik itu dapat hapus berdasarkan ketentuan undang-undang dan juga berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis.

Jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan melawan hukum atau bertentangan dengan undang-undang (hukum tertulis).

85

B.Pengertian Narkotika Dan Penggolongannya

1. Pengertian Narkotika

Istilah narkotika berasal dari bahasa Inggris, narcotics yang berarti obat bius, yang sama artinya dengan kata narcosis dalam bahasa yunani yang artinya menidurkan atau membius. Arti narkotika secara umum adalah zat yang dapat

83

Sudarto. Op-cit, hal. 51

84

Satochid Kartanegara, Hukum Pidana: Kumpulan Kuliah, (Balai Lektur Mahasiswa: Bagian satu, tanpa tahun), hal. 1

85

(18)

menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan, atau penglihatan karena zat tersebut mempengaruhi susunan saraf pusat.86

Narkotika menurut Soedjono Dirdjosisworo adalah sejenis zat yang bila dipergunakan (dimasukkan dalam tubuh) akan membawa pengaruh terhadap tubuh si pemakai, pengaruh tersebut berupa menenangkan, merangsang, dan menimbulkan khayalan-khayalan (halusinasi).87

86

Satgas Luhpen Narkoba Mabes POLRI, Penanggulangan Penyalahgunaan Bahaya Narkoba, Psikologis, Medis, Religius, Dit. Binmas POLRI, Jakarta, 2001, hal. 3

87

Soedjono Dirdjosisworo, Hukum tentang Narkotika di Indonesia, (Karya Nusantara, Bandung, ) 1990, hal. 9.

Menurut Sudarto mengatakan bahwa: Perkataan narkotika berasal dari perkataan Yunani "narke" yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa. Dalam Encyclopedia Amerika dapat dijumpai pengertian

narcotic sebagai a drug that dulls the senses, relieves pain induces sleep and can produce addiction in varying degrees". Sedang "drug" diartikan sebagai: Chemical agen that is used therapeutically to treat disease/morebroadly, drug maybe delined as

any chemical agent attecis living protoplasm: jadi narkotika merupakan suatu bahan yang menimbulkan rasa, menghilangkan rasa nyeri dan sebagainya

(19)

Berdasarkan pengertian tersebut diatas hal yang sama dengan narkotika dan psikotropika adalah bentuknya sama-sama berupa zat atau obat alamiah sintetis. Perbedaannya pada narkotika ada yang berasal dari tanaman, sedang dalam pengertian narkotika dan psikotropika tidak disebutkan demikian. Narkotika dan psikotropika pengaruhnya tertuju pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas terhadap aktifitas mental dan perilaku. Sedang pada narkotika dalam pengertiannya tidak menguraikan pengaruh seperti itu, tetapi langsung memberikan hubungan kausalitas, bahwa narkotika dapat menurunkan kesadaran, hilangnya rasa nyeri. Baik narkotika maupun psikotropika sama-sama menimbulkan akibat pada ketergantungan.88

2. Penggolongan Narkotika

Dalam Undang-undang Nomor. 35 tahun 2009 tentang narkotika dalam pasal 6 ayat (1) disebutkan, bahwa narkotika digolongkan menjadi 3 golongan, antara lain :

1) Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam: a. Narkotika Golongan I; b. Narkotika Golongan II; dan c. Narkotika Golongan III.

2) Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat(1) untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian yang terpisahkan dari Undang-Undang ini.

3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

88

(20)

C.Analisa Penegakkan Hukum oleh Hakim Terhadap Barang Bukti Tindak Pidana Narkotika dalam Putusan Hakim Di Pengadilan Negeri Balige

1. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Balige Nomor :

155/Pid.Sus.2014/PN.BALIGE

a. Kronologis

Pada hari rabu tanggal 05 Pebruari 2014 sekitar pukul 17 .00 wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan pebruari 2014 bertempat di dalam lokasi penebangan kayu di aek bombing TPL Simare-mare Kec. Habinsaran kab. Toba Samosir atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih di dalam daerah hukum Pengadilanan Negeri Balige “ Tanpa hak dalam melawan hukum menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menerima, menajdi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika golongan I dilakukan dengan cara:

(21)

mengeluarkan dompetnya ternya di dalam dompet milik tersangka menemuka 1 (satu) bungkus ganja besar seberat 1 (satu) ons di taksir seharga Rp.300.000 (tiga ratus ribu rupiah)

b. Dakwaan 89

Dakwaan Kesatu : sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 114 ayat (1) 90 Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika, Dakwaan Kedua Pasal 111 ayat (1) 91

c. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika;

92

1. Menyatakan terdakwa Victor Maruli Tua Simanjuntak, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana” tanpa hak dan melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman” sebagaiamana diatur dan diancam dalam pasal 111 ayat (1) Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika dalam dakwaan kedua;

89

Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan, Dakwaan selain berisikan indentitas terdakwa, juga memuat uraian tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan. Dakwaan yang dijadikan pertimbangan hakim adalah dakwaan yang dibacakan di depan siding pengadilan.

90

Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara, dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, di pidana penjara seumur hidup atau di pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000.-(satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000.- (sepuluh milyar Rupiah).

91

Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I, di pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.800.000.000.-(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000.- Rp.800.000.000.-(delapan milyar Rupiah).

92

(22)

2. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Victor Maruli Tua Simanjuntak oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp.800.000.000.- (delapan ratus juta rupiah) subsidair selama 6 (enam) bulan kurungan;

3. Menetapkan barang bukti berupa :

- 1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan kertas warna hijau;

- 5 (lima) lembar kertas tiktak;

Masing-masing di rampas untuk dimusnahkan;

4. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000.- (dua ribu rupiah)

d. Fakta-fakta Hukum

Dalam membuktikan dakwaannya Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi-saksi yang di dengar keterangannya di bawah sumpah yaitu :

1. Saksi I. Salmon Nababan

Terdakwa maruli Tua Simanjuntak di tangkap pada hari rabu tanggal 5 Pebruari 2014 sekitar pukul 17.00 wib bertempat di tempat kerjanya terdakwa di Aek Bombong TPL simare kecamatan Habinsaran kab. Toba Samosir di dalam lokasi penebangan kayu menemukan 1 (satu) bungkus kecil ganja kering dengan kertas warna hijau dan 5 (lima) lembar tiktak yang di simpan di dalam dompet terdakwa;

(23)

Saksi bersama saksi Salmon Nababab melakukan penangkapan setelah sebelumnya melakukan penyelidikan selanjutnya atas perintah Kasat res Narkoba supaya melakukan penangkapan orang yang dimaksud tersebut setelah sebelumnya mendapat informasi dari informan kemudian Terdakwa maruli Tua Simanjuntak di tangkap pada hari rabu tanggal 5 Pebruari 2014 sekitar pukul 17.00 wib bertempat di tempat kerjanya terdakwa di Aek Bombong TPL simare kecamatan Habinsaran kab. Toba Samosir di dalam lokasi penebangan kayu menemukan 1 (satu) bungkus kecil ganja kering dengan kertas warna hijau dan 5 (lima) lembar tiktak yang di simpan di dalam dompet terdakwa;

e. Pertimbangan hakim

Menimbang bahwa terhadap Barang bukti : 1 (satu) bungkus kecil ganja kering dengan kertas warna hijau dan 5 (lima) lembar tiktak, di pertimbangkan sebagai berikut :

Menimbang bahwa pasal 101 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan Bahwa “ Narkotika, Prekusor Narkotika dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika atau yang menyangkut Narkotika dan prekusor Narkotika serta hasilnya dinyatakan di rampas untuk Negara;

(24)

barang bukti tersebut berhubungan langsung sebagai Narkotika, maka mengacu kepada ketentuan pasal 101 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut, Majelis hakim dalam amarnya menetapkan bahwa seluruh barang bukti dalam perkara di nyatakan di rampas untuk Negara.

f. Putusan hakim

7. Menyatakan terdakwa Victor Maruli Tua Simanjuntak, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana” tanpa hak menyimpan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman”

8. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Victor Maruli Tua Simanjuntak oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp.800.000.000.- (delapan ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut tidak di bayar dig anti dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan;

9. Menetapkan lamanya masa penangkapan, penahanan terdakwa di kurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang di jatuhkan;

10. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; 11. Menetapkan barang bukti berupa :

- 1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan kertas warna hijau;

- 5 (lima) lembar kertas tiktak; Masing-masing di rampas untuk Negara;

(25)

g. Analisa Kasus

Putusan hakim yang menetapkan barang bukti berupa 1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan kertas warna hijau, 5 (lima) lembar kertas tiktak masing-masing di rampas untuk Negara, hal tersebut menurut teori pembuktian menurut undang-undang Negatif (Negatief Wettelijk bewijs theorie) yang mana hakim hanya boleh menjatuhkan pidana bila sedikitnya telah terdapat alat bukti yang telah ditentukan oleh Undang-Undang dan di tambah dengan Keyakinan Hakim yang di peroleh dari alat-alat bukti tersebut.

Dalam penelitian yang dilakukan terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Balige yang dalam pertimbangan untuk barang bukti Narkotika menyatakan di Rampas untuk Negara bertentangan dengan teori kepastian hukum yang mengacu pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menerangkan “Narkotika, Prekusor Narkotika dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika atau yang mengangkut Narkotika dan prekusor Narkotika serta hasilnya dinyatakan di rampas untuk Negara” 93

93

Pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

(26)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menetapkan seluruh barang bukti dalam perkara a qua dinyatakan di rampas untuk Negara.

Menurut peneliti bahwa Putusan Majelis Hakim yang dalam pertimbangan bahwa terhadap Barang bukti : 1 (satu) bungkus kecil ganja kering dengan kertas warna hijau dan 5 (lima) lembar tiktak di Rampas untuk Negara telah bertentangan dengan pasal 45 ayat (4) Kitab Undang-undang Hukum acara Pidana (KUHAP) yang menerangkan : “ Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk kepentingan Negara atau dimusnahkan

Menurut peneliti tujuan hukum semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum, di kaitkan dengan Putusan Hakim Pengadilan Negeri yang memutuskan barang bukti 1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan kertas warna hijau, 5 (lima) lembar kertas tiktak masing-masing di rampas untuk Negara, yang merupakan barang benda yang sifatnya terlarang atau dilarang untuk diedarkan sebagiamana dalam pertimbangan Hakim bahwa yang dimaksud dengan Narkotika golongan I (satu) adalah termasuk di dalamnya Ganja (Cannabis sativa) yang dalam daftar Lampiran undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika berada pada urut nomor 8 (delapan) maka akan menimbulkan ketidak pastian hukum dimasyarakat menganai status barang bukti Narkotika tersebut.

(27)

a. Kronologis

Hari rabu tanggal 5 Pebruari 2014 sekitar pukul 13.00 wib ketika saksi Salmon Nababan dan sasksi Yonedi Silalahi sedang melakukan Penyelidikan terhadap pelaku Narkotika di wilayah hukum Polres Toba Samosir tepatnya di kec. Habinsaran, kemudian saksi-saksi mendapat informasi dari seorang informan yang tepatnya dapat di percaya bahwa terdakwa ada menyimpan Narkotika jenis Ganja di desa raja Oppu Hutapea Kec. Laguboti Kab. Toba Samosir,

Kemudian atas informasi tersebut saksi Salmon Nababan dan sasksi Yonedi Silalahi melaporkan hal tersebut kepada Kasat Narkoba polres Tobasa yang kemudian atas perintah Kasat Res Narkoba Polres tobasa, saksi Salmon Nababan dan sasksi Yonedi Silalahi melakukan pencarian terhadap informasi tersebut selanjutnya menemukan yang di duga tersangka selanjutnya menemukan tersangka kemudian saksi Salmon Nababan dan sasksi Yonedi Silalahi melakukan interogasi kepada tersangka dengan di damping Kepala desa melakukan penggeledahan di rumah terdakwa dan diatas pintu depan rumah terdakwa saksi Salmon Nababan menemukan 1 (satu) bungkus dan di dalam kamar mandi di temukan 2 (dua) bungkus Narkotika jenis ganja, selanjutnya tersangka di bawa ke Polres Tobasa untuk pemeriksaan lebih Lanjut

b. Dakwaan94

94

Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan, Dakwaan selain berisikan indentitas terdakwa, juga memuat uraian tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan. Dakwaan yang dijadikan pertimbangan hakim adalah dakwaan yang dibacakan di depan sidang pengadilan

(28)

Dakwaan Kesatu : sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 114 ayat (1) 95 Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika, Dakwaan Kedua Pasal 111 ayat (1) 96 Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika atau Dakwaan ketiga pasal 127 ayat (1) huruf “a” 97

c. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika;

1. Menyatakan terdakwa Rozali terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana” tanpa hak dan melawan hokum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman” sebagaiamana diatur dan diancam dalam pasal 111 ayat (1) Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika dalam dakwaan kedua;

2. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Rozali oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp.800.000.000.- (delapan ratus juta rupiah) subsidair selama 6 (enam) bulan kurungan;

95

Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara, dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, di pidana penjara seumur hidup atau di pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000.-(satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000.- (sepuluh milyar Rupiah)

96

Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I, di pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.800.000.000.-(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000.- Rp.800.000.000.-(delapan milyar Rupiah).

97

(29)

3. Menetapkan barang bukti berupa :

- 1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan kertas warna hijau;

- 5 (lima) lembar kertas tiktak;

Masing-masing di rampas untuk dimusnahkan;

4. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000.- (dua ribu rupiah)

d. Fakta-fakta Hukum

Dalam membuktikan dakwaannya Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi-saksi yang di dengar keterangannya di bawah sumpah yaitu :

1. Saksi I. Salmon Nababan

Menerangkan bahwa saksi melakukan penangkapan bersama teman-teman dari satuan Res Narkoba Polres Tobasa berdasarkan informasi masyarakat, kemudian saksi melaporkan informasi tersebut kepda atasan saksi Kasat Res Narkoba dan atas perintah supaya melakukan penyelidikan atas informasi tersebut selanjutnya saksi bersama saksi lain dari Polres Narkoba menangkat tersangka yang mengaku bernama Rozali pada hari rabu tanggal 5 Pebruari 2014 sekitar pukul 14.00 wib bertempat di depan rumah tersangka selanjutnya melakukan penggeledahan di temukan Narkotika jenis ganja;

2. Saksi II. Yonedi Silalahi

(30)

supaya melakukan penangkapan orang yang dimaksud tersebut setelah sebelumnya mendapat informasi dari informan kemudian tersangka Rozali pada hari rabu tanggal 5 Pebruari 2014 sekitar pukul 14.00 wib bertempat di depan rumah tersangka selanjutnya melakukan penggeledahan di temukan Narkotika jenis ganja;

e. Pertimbangan hakim

Menimbang bahwa terhadap Barang bukti : 3 (tiga) bungkus kecil ganja kering di bungkus kertas koran, di pertimbangkan sebagai berikut :

Menimbang bahwa pasal 101 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan Bahwa “ Narkotika, Prekusor Narkotika dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika atau yang menyangkut Narkotika dan prekusor Narkotika serta hasilnya dinyatakan di rampas untuk Negara;

Menimbang bahwa dimuka persidangan telah terbukti 3 (tiga) bungkus kecil ganja kering di bungkus kertas koran adalah alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika yang merupakan milik terdakwa dan berdasarkan fakta hukum di persidangan bahwa barang bukti tersebut berhubungan langsung sebagai Narkotika, maka mengacu kepada ketentuan pasal 101 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut, Majelis hakim dalam amarnya menetapkan bahwa seluruh barang bukti dalam perkara di nyatakan di rampas untuk Negara.

(31)

1. Menyatakan terdakwa Rozali, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana” tanpa hak menyimpan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman”

2. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Rozali oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp.800.000.000.- (delapan ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut tidak di bayar dig anti dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan;

3. Menetapkan lamanya masa penangkapan, penahanan terdakwa di kurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang di jatuhkan;

4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; 5. Menetapkan barang bukti berupa :

- 3 (tiga) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus kertas koran;

Masing-masing di rampas untuk Negara;

6. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.5.000.- (lima ribu rupiah);

g. Analisa Kasus

(32)

sedikitnya telah terdapat alat bukti yang telah ditentukan oleh Undang-Undang dan di tambah dengan Keyakinan Hakim yang di peroleh dari alat-alat bukti tersebut.

Dalam penelitian yang dilakukan dalam putusan hakim Pengadilan Negeri Balige yang dalam pertimbangan untuk barang bukti Narkotika menyatakan di Rampas untuk Negara bertentangan dengan teori kepastian hukum yang mengacu pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menerangkan “Narkotika, Prekusor Narkotika dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika atau yang mengangkut Narkotika dan prekusor Narkotika serta hasilnya dinyatakan di rampas untuk Negara”

98

Terhadap Putusan Majelis Hakim yang dalam pertimbangan bahwa terhadap Barang bukti : 3 (tiga) bungkus kecil ganja kering di bungkus kertas koran di Rampas untuk Negara telah bertentangan dengan pasal 45 ayat (4) Kitab Undang-undang Hukum acara Pidana (KUHAP) yang menerangkan :“ Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan

sementara berdasarkan fakta hukum dalam persidangan, bahwa barang bukti tersebut berhubungan langsung sebagai Narkotika, sementara dalam pertimbangan hakim tersebut mengacu ketentuan pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menetapkan seluruh barang bukti dalam perkara a qua dinyatakan di rampas untuk Negara.

98

(33)

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk kepentingan Negara atau dimusnahkan”

Tujuan hukum semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum, di kaitkan dengan Putusan Hakim Pengadilan Negeri yang memutuskan barang bukti 1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan kertas warna hijau, 5 (lima) lembar kertas tiktak 3 (tiga) bungkus kecil ganja kering di bungkus kertas koran masing-masing di rampas untuk Negara, yang merupakan barang benda yang sifatnya terlarang atau dilarang untuk diedarkan sebagiamana dalam pertimbangan Hakim bahwa yang dimaksud dengan Narkotika golongan I (satu) adalah termasuk di dalamnya Ganja (Cannabis sativa) yang dalam daftar Lampiran undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika berada pada urut nomor 8 (delapan) maka akan menimbulkan ketidak pastian hukum dimasyarakat menganai status barang bukti Narkotika tersebut

3. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Balige Nomor :

232/Pid.Sus.2014/PN.BALIGE

a. Kronologis

(34)

tersangka II menggunakan di kedai Tuak di desa sidulang Kec. Laguboti ab. Toba Samosir selanjutnya para tersangka di bawa ke Polres Toba samosir untuk pemeriksaan Lebih Lanjut.

b. Dakwaan

Dakwaan Kesatu : sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 114 ayat (1) 99 Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika jo pasal 55 ayat (1) KUHP, Dakwaan Kedua Pasal 111 ayat (1) 100 Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika jo pasal 55 ayat (1) KUHP, Dakwaan ketiga pasal 127 ayat (1) huruf “a” 101

c. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika jo pasal 55 ayat (1) KUHP;

102

1. Menyatakan terdakwa I.Johan Arifin Simbolon dan terdakwa II. Togi Purba terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana” Penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri sebagaimana dimaksud dalam

99

Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara, dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, di pidana penjara seumur hidup atau di pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.1.Milyar dan paling banyak Rp.10.Milyar

100

Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I, di pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.800.000.000.-(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000.- Rp.800.000.000.-(delapan milyar Rupiah).

101

Setiap penyalah guna narkotika gol.I bagi diri sendiri di pidana dengan pidana penjaran palinga lama 4 tahun

102

(35)

pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan ketiga;

2. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa I Johan Arifin Simbolon dan terdakwa II. Togi Purba oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun dan 2 (dua) bulan;

3. Menetapkan barang bukti berupa :

- 1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan kertas warna kuning;

- 1 (satu) bungkusan kertas tiktak/paper merek toredor;

Masing-masing di rampas untuk dimusnahkan;

4.Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000.- (dua ribu rupiah).

d. Fakta-fakta Hukum

Dalam membuktikan dakwaannya Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi-saksi yang di dengar keterangannya di bawah sumpah yaitu :

1. Saksi I. Troy K. Sitanggang

(36)

melihat ada seseorang yang mencurigakan atas informasi yang saksi terima dari informan tersebut kemudian saksi menghampiri seseorang tersebut kemudian saksi memerintahkan sesorang tersebut untuk tidak bergerak dari tempat duduknya kemudian saksi menyuruh yang mengaku bernama Johan tersebut untuk mengeluarkan isi kantong tersebut kemudian saksi menemukan bahwa isi kantong tersebut berisi Narkoba, kemudian tersangka mengaku baru saj menggunakan dengan saudara togi Purba, atas informasi tersebut saksi melakukan penangkapan yogi purba kemudian membawa kedua tersangka tersebut ke Polres toba Samosir untuk pemeriksan lebih Lanjut;

2. Saksi II. Yonedi Silalahi

(37)

Samosir selanjutnya para tersangka di bawa ke Polres Toba samosir untuk pemeriksaan Lebih Lanjut;

e. Pertimbangan hakim

Menimbang bahwa terhadap Barang bukti : 1 (satu) bungkus kecil ganja kering dengan kertas warna kuning dan 1 (satu) bungkus kertas tiktak/paper merek toreador, di pertimbangkan sebagai berikut:

Menimbang bahwa pasal 101 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan Bahwa “ Narkotika, Prekusor Narkotika dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika atau yang menyangkut Narkotika dan prekusor Narkotika serta hasilnya dinyatakan di rampas untuk Negara;

Menimbang bahwa dimuka persidangan telah 1 (satu) bungkus kecil ganja kering dengan kertas warna kuning dan 1 (satu) bungkus kertas tiktak/paper merek toreador adalah alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika yang merupakan milik terdakwa dan berdasarkan fakta hukum di persidangan bahwa barang bukti tersebut berhubungan langsung sebagai Narkotika, maka mengacu kepada ketentuan pasal 101 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut, Majelis hakim dalam amarnya menetapkan bahwa seluruh barang bukti dalam perkara di nyatakan di rampas untuk Negara.

(38)

1. Menyatakan terdakwa I. Johan Arifin Simbolon dan terdakwa II. Togi Purba terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana” penyalahgunaan Narkotika Golongan I Bagi diri sendiri secara bersama-sama”

2. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa I. Johan Arifin Simbolon dan terdakwa II. Togi Purba oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 2 (dua) bulan;

3. Menetapkan lamanya masa penangkapan, penahanan terdakwa di kurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang di jatuhkan;

4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; 5. Menetapkan barang bukti berupa :

- 1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan kertas warna kuning;

- 1 (satu) bungkusan kertas tiktak/paper merek toredor; Masing-masing di rampas untuk Negara;

6. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.5.000.- (lima ribu rupiah);

g. Analisa Kasus

(39)

pembuktian menurut undang-undang Negatif (Negatief Wettelijk bewijs theorie) yang mana hakim hanya boleh menjatuhkan pidana bila sedikitnya telah terdapat alat bukti yang telah ditentukan oleh Undang-Undang dan di tambah dengan Keyakinan Hakim yang di peroleh dari alat-alat bukti tersebut.

Dalam penelitian yang dilakukan dalam putusan hakim Pengadilan Negeri Balige yang dalam pertimbangan untuk barang bukti Narkotika menyatakan di Rampas untuk Negara bertentangan dengan teori kepastian hukum yang mengacu pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menerangkan “Narkotika, Prekusor Narkotika dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika atau yang mengangkut Narkotika dan prekusor Narkotika serta hasilnya dinyatakan di rampas untuk Negara”

103

Terhadap Putusan Majelis Hakim yang dalam pertimbangan bahwa terhadap Barang bukti : 3 (tiga) bungkus kecil ganja kering di bungkus kertas koran di Rampas untuk Negara telah bertentangan dengan pasal 45 ayat (4) Kitab Undang-undang Hukum acara Pidana (KUHAP) yang menerangkan :“ Benda sitaan yang bersifat

sementara berdasarkan fakta hukum dalam persidangan, bahwa barang bukti tersebut berhubungan langsung sebagai Narkotika, sementara dalam pertimbangan hakim tersebut mengacu ketentuan pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menetapkan seluruh barang bukti dalam perkara a qua dinyatakan di rampas untuk Negara.

103

(40)

terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk kepentingan Negara atau dimusnahkan”

Tujuan hukum semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum, di kaitkan dengan Putusan Hakim Pengadilan Negeri yang memutuskan barang bukti 1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan kertas warna hijau, 5 (lima) lembar kertas tiktak 3 (tiga) bungkus kecil ganja kering di bungkus kertas koran masing-masing di rampas untuk Negara, yang merupakan barang benda yang sifatnya terlarang atau dilarang untuk diedarkan sebagiamana dalam pertimbangan Hakim bahwa yang dimaksud dengan Narkotika golongan I (satu) adalah termasuk di dalamnya Ganja (Cannabis sativa) yang dalam daftar Lampiran undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika berada pada urut nomor 8 (delapan) maka akan menimbulkan ketidak pastian hukum dimasyarakat menganai status barang bukti Narkotika tersebut

4. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Balige Nomor : 93/Pid.Sus.2014/PN.BALIGE

a. Kronologis

(41)

Rp.300.000.-(tiga ratus ribu rupiah) selanjutnya sdr. Gabe sianturi di beri 1 (satu) ons ganja kering kemudian tersangka bersama sdr. Gabe sianturi menuju kedai tuak untuk minum tuak, selanjutnya dating saksi Frianiko Ginting bersama saksi Bactiar sidabutar yang merupakan anggota polsek Balige ke kedai tuak selanjutnya tersangka merasa gelisah selanjutnya saksi Frianiko merasa curiga selanjutnya melakukan penggeledahan badan terhadp tersangka selanjutnya menemukan 1 (satu) bungkus ganja dari kantong celana depan sebelah kanan milik terdakwa, 1 (satu) puntungan rokok samporna sedangkan sdr. Gabe sianturi berhasil melarikan diri dari kejaran saksi Bachtiar Sidabutar. Selanjutnya tersangka di bawa ke Polesk untuk pemeriksaan lebih lanjut.

b. Dakwaan104

Dakwaan Kesatu : sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 114 ayat (1)

105

Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika, Dakwaan Kedua Pasal 111 ayat (1) 106

104

Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan, Dakwaan selain berisikan indentitas terdakwa, juga memuat uraian tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan. Dakwaan yang dijadikan pertimbangan hakim adalah dakwaan yang dibacakan di depan sidang pengadilan

105

Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara, dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, di pidana penjara seumur hidup atau di pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000.-(satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000.- (sepuluh milyar Rupiah).

106

Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I, di pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.800.000.000.-(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000.- Rp.800.000.000.-(delapan milyar Rupiah).

(42)

dakwaan ketiga pasal 127 ayat (1) huruf a 107

c. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika ;

5. Menyatakan terdakwa Baringin Pardede, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana” penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri” sebagaiamana diatur dan diancam dalam pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Nakotika dalam dakwaan kedua;

6. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Baringin Pardede oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 5 (lima) bulan;

7. Menetapkan barang bukti berupa :

- 1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan kertas putih dengan berat 2.36 (dua koma tiga enam) Gram; - 1 (satu) puntungan rokok samporna bekas pakai;

- 1 (satu) buah kkotak rokok samporna;

Masing-masing di rampas untuk dimusnahkan;

8. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000.- (dua ribu rupiah)

d. Fakta-fakta Hukum

Dalam membuktikan dakwaannya Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi-saksi yang di dengar keterangannya di bawah sumpah yaitu :

107

(43)

1. Saksi I. Frianiko Ginting

Penangkapan tersangka Baringin Pardede setelah mendapat informasi dari informan bahwa tersangka ada membeli narkotika jenis ganja kemudian atas informasi tersebut saksi bersama saksi Bachtiar sidabutar mengecek kebenaran informasi tersebut dengan mencari tersangka kemudian menemukan tersangka di kedai tuak di jalan yang terletak di desa hinalang kec. Balige kemudian melakukan penggeledahan badan menemukan 1 (satu) bungkus paket berukuran sedang berisi Narkotika jenis ganja yang bungkus kertas putih dengan berat 2.36 (dua koma tiga enam) gram, 1 (satu) puntung rokok sampoerna bekas pakai, 1 (satu) bungkos kotak rokok sampoerna.;

2. Saksi II. Bachtiar Sidabutar

Saksi bersama saksi Frianiko Ginting melakukan penangkapan setelah sebelumnya melakukan penyelidikan selanjutnya atas perintah Kasat res Narkoba supaya melakukan penangkapan orang yang dimaksud tersebut setelah sebelumnya mendapat informasi dari informan kemudian Terdakwa Baringin Pardede di tangkap pada hari Kamis tanggal 13 September 2013 sekitar pukul 23.30 wib bertempat di kedai tuak desa hinalang kec. Balige kab. Toba Samosir menemukan menemukan 1 (satu) bungkus paket berukuran sedang berisi Narkotika jenis ganja yang bungkus kertas putih dengan berat 2.36 (dua koma tiga enam) gram, 1 (satu) puntung rokok sampoerna bekas pakai, 1 (satu) bungkos kotak rokok sampoerna;

(44)

Menimbang bahwa terhadap Barang bukti : 1 (satu) bungkus paket berukuran sedang berisi Narkotika jenis ganja yang bungkus kertas putih dengan berat 2.36 (dua koma tiga enam) gram, 1 (satu) puntung rokok sampoerna bekas pakai, 1 (satu) bungkos kotak rokok sampoerna, di pertimbangkan sebagai berikut:

Menimbang bahwa pasal 101 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan Bahwa “ Narkotika, Prekusor Narkotika dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika atau yang menyangkut Narkotika dan prekusor Narkotika serta hasilnya dinyatakan di rampas untuk Negara;

Menimbang bahwa dimuka persidangan telah 1 (satu) bungkus paket berukuran sedang berisi Narkotika jenis ganja yang bungkus kertas putih dengan berat 2.36 (dua koma tiga enam) gram, 1 (satu) puntung rokok sampoerna bekas pakai, 1 (satu) bungkos kotak rokok sampoerna adalah alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika yang merupakan milik terdakwa dan berdasarkan fakta hukum di persidangan bahwa barang bukti tersebut berhubungan langsung sebagai Narkotika, maka mengacu kepada ketentuan pasal 101 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut, Majelis hakim dalam amarnya menetapkan bahwa seluruh barang bukti dalam perkara di nyatakan di rampas untuk Negara.

(45)

1. Menyatakan terdakwa Baringin Pardede, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana”penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri”

2. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Baringin Pardede oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 5 (lima) bulan;

3. Menetapkan lamanya masa penangkapan, penahanan terdakwa di kurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang di jatuhkan;

4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; 5. Menetapkan barang bukti berupa :

- 1 (satu) bungkus paket berukuran sedang berisi Narkotika jenis ganja yang bungkus kertas putih dengan berat 2.36 (dua koma tiga enam) gram,

- 1 (satu) puntung rokok sampoerna bekas pakai, - 1 (satu) bungkos kotak rokok sampoerna

Masing-masing di rampas untuk Negara;

6. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.5.000.- (lima ribu rupiah);

g. Analisa Kasus

(46)

menurut teori pembuktian menurut undang-undang Negatif (Negatief Wettelijk bewijs theorie) yang mana hakim hanya boleh menjatuhkan pidana bila sedikitnya telah terdapat alat bukti yang telah ditentukan oleh Undang-Undang dan di tambah dengan Keyakinan Hakim yang di peroleh dari alat-alat bukti tersebut.

Dalam penelitian yang dilakukan dalam putusan hakim Pengadilan Negeri Balige yang dalam pertimbangan untuk barang bukti Narkotika menyatakan di Rampas untuk Negara bertentangan dengan teori kepastian hukum yang mengacu pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menerangkan “Narkotika, Prekusor Narkotika dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika atau yang mengangkut Narkotika dan prekusor Narkotika serta hasilnya dinyatakan di rampas untuk Negara”

108

Terhadap Putusan Majelis Hakim yang dalam pertimbangan bahwa terhadap Barang bukti : 3 (tiga) bungkus kecil ganja kering di bungkus kertas koran di Rampas untuk Negara telah bertentangan dengan pasal 45 ayat (4) Kitab Undang-undang Hukum acara Pidana (KUHAP) yang menerangkan :Benda sitaan yang bersifat sementara berdasarkan fakta hukum dalam persidangan, bahwa barang bukti tersebut berhubungan langsung sebagai Narkotika, sementara dalam pertimbangan hakim tersebut mengacu ketentuan pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menetapkan seluruh barang bukti dalam perkara a qua dinyatakan di rampas untuk Negara.

108

(47)

terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk kepentingan Negara atau dimusnahkan”

Tujuan hukum semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum, di kaitkan dengan Putusan Hakim Pengadilan Negeri yang memutuskan barang bukti 1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan kertas warna hijau, 5 (lima) lembar kertas tiktak 3 (tiga) bungkus kecil ganja kering di bungkus kertas koran masing-masing di rampas untuk Negara, yang merupakan barang benda yang sifatnya terlarang atau dilarang untuk diedarkan sebagiamana dalam pertimbangan Hakim bahwa yang dimaksud dengan Narkotika golongan I (satu) adalah termasuk di dalamnya Ganja (Cannabis sativa) yang dalam daftar Lampiran undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika berada pada urut nomor 8 (delapan) maka akan menimbulkan ketidak pastian hukum dimasyarakat menganai status barang bukti Narkotika tersebut

D.Rangkuman Hasil Analisa Terhadap 4 (empat) Putusan Hakim Pengadilan Negeri Balige

Berdasarkan pembahasan terhadap Putusan Hakim pada Pengadilan Negeri Balige telah melakukan penelitian terhadap 4 (empat) putusan hakim, dengan kajian apakah tujuan hukum dapat di kaji melalui sudut pandang yaitu: 109

1. Aliran etis yang menganggap bahwa pada prinsipnya tujuan hukum itu semata-mata hanya untuk mencapai keadilan.

109

(48)

2. Aliran Utilitis, yang menganggap bahwa pada prinsipnya tujuan bahagian masyarakat.

3. Aliran Normatif yuridis, yang menganggap bahwa pada prinsipnya tujuan hukum itu adalah untuk menciptakan kepastian hukum.

Dalam Praktek Peradilan sangat sulit bagi seorang hakim untuk mengakomodir ketiga asas tersebut di dalam suatu putusan Hakim memutus suatu perkara, secara kasuistis selalu dihadapkan pada ketiga asas tersebut yaitu asas kepastian hukum, asas keadilan dan asas kemanfaatan, dalam menghadapi keadaan ini. Hakim harus memilih salah satu asas ini untuk memutuskan suatu perkara dan tidak mungkin ketiga asas tersebut tercakup sekaligus

Dalam menjatuhkan putusan Hakim lebih cenderung mengarah kepada asas kepastian hukum, maka secara otomatis hakim akan menjauh dari titik keadilan sebagai contoh dalam penelitian penulis terhadap putusan Hakim Pengadilan Negeri Balige yang masing-masing telah berkekuatan hukum tetap, yang pembuktian telah dilakukan oleh Jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Balige, tetapi dalam putusan tersebut telah melakukan kajian terhadap terhadap isi putusan hanya mengenai amar putusan barang bukti berupa Narkotika yang dirampas untuk Negara, yang seharusnya di rampas untuk di musnahkan sesuai surat tuntutan penuntutan umum,

(49)

Toba Samosir yang dilihat dari asas kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan hukum untuk tercapai Penegakkan hukum yang diajukan Jaksa Penuntut Umum untuk tercapai tujuan hukum yang dimaksud tersebut yakni :

1. Berkas Perkara penyidik;

Tujuan penyidikan tindak pidana menyiapkan hasil pemeriksaan penyidikan menjadi berkas perkara yang akan di serahkan penyidik kepada penuntut umum sebagai intansi yang bertindak dan berwenang melakukan penuntutan terhadap tindak pidana, untuk di limpahkan ke Pengadilan untuk di sidangkan setelah penyidik berpendapat pemeriksaan telah selesai dan sempurna110

Untuk berkas perkara dari Polres Toba Samosir di kirimkan ke kejaksaan Negeri Balige untuk di limpahkan ke Pengadilan Negeri Balige sebagaimana Penyidikan Berkas perkara Nomor : BP/05/V/2014/Res narkoba tertanggal 05 Pebruari 2014 melanggar Pasal 114 ayat (1) subs pasal 111 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atas nama tersangka Victor Maruli Tua Simanjuntak, Penyidikan Berkas perkara Nomor : BP/12/VII/2014/Res narkoba tertanggal 01 Mei 2014 melanggar Pasal 114 ayat (1) subs pasal 111 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atas nama tersangka Johan Arifin Simbolon, Penyidikan Berkas perkara Nomor : BP/06/V/2014/Res narkoba tertanggal 05 Pebruari 2014 melanggar Pasal 114 ayat (1) subs pasal 111 ayat (1) subs pasal 127 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

.

110

(50)

atas nama tersangka Rozali, Penyidikan Berkas perkara Nomor : BP/20/XI/2014/Res narkoba tertanggal 13 september 2014 melanggar Pasal 114 ayat (1) subs pasal 111 ayat (1)subs pasal 127 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atas nama tersangka Baringin Pardede.

2. Surat Dakwaan

Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi Hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan.111 Perumusan dakwaan didasarkan dari hasil pemeriksaan pendahuluan yang dapat disusun tunggal, kumulatif, alternatif maupun subsidair.112 Dakwaan disusun secara tunggal apabila seseorang atau lebih mungkin melakukan satu perbuatan saja. Apabila terdakwa didakwa dengan dakwaan bentuk tunggal, sebenarnya hal ini mengandung resiko besar oleh karena apabila dakwaan tersebut gagal dibuktikan Jaksa Penuntut Umum di persidangan maka terdakwa jelas akan dibebaskan oleh majelis Hakim.113 Sebagaimana Surat Edaran Jaksa Agung Nomor. SE-004/J.A/11/1993 tentang pembuatan surat dakwaan. Dalam surat edaran tersebut terdapat beberapa jenis surat dakwaan diantaranya:114

1. D

akwaan tunggal artinya surat dakwaan ini hanya satu tindak pidana saja yang

111

M. Yahya Harahap, ibid. 414-415.

112

Rusli Muhammad, Potret Lemabaga Pengadilan Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2006), hal. 125.

113

Lilik Mulyadi , Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi dan Putusan Peradilan, (Bandung; PT Citra Adytia Bakti,1996), hal. 56

114

(51)

didakwakan, karena tidak dapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan pengganti lainnya.

2. D

akwaan alternatif artinya dalam surat dakwaan ini terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara berlapis-lapis yang satu merupakan alternatif dan bersifat mengecualikan dakwaan pada dakwaa lainnya. Bentuk dakwaan ini dipergunakan apabila belum didapat kepastian tentang tindak pidana mana yang paling tepat dapat dibuktikan. Dalam dakwaan alternatif, meskipun dakwaan terdiri beberapa lapisan, hanya satu dakwaan saja yang dibuktikan tanpa harus memperhatikan urutannya dan jika salah satu telah terbukti maka dakwaan pada lapisan lainnya tidak perlu lagi.

3. D

akwaan subsidair artinya dakwaan yang terdiri dari beberapa lapisan dakwaan yang disusun secara berlapis denga maksud lapisan yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai dari tindak pidana yang yang diancam dengan pidana tertinggi sampai dengan pidana yang dincam dengan pidana terendah.

4. D

akwaan kumulatif artinya dalam surat dakwaan ini didakwakan beberapa tindak pidana sekaligus kesemua dakwaan harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut pembebasan dari dakwaan tersebut. Dakwaan ini dipergunakan dalam hal terdakwa melakukan beberapa tindak pidana yang masing-masing merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri.

5. D

akwaan kombinasi disebut dakwaan kombinasi karena didalam bentuk ini dikombinasikan atau digabungkan antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternatif atau subsidair.

Referensi

Dokumen terkait

di pucuk Tugu Monas Jakarta adalah emas yang berasal dari Desa Lebong Tandai.. ini yang merupakan sumbangan dari

Ketika uap air terangkat naik ke atmosfer, baik oleh aktivitas konveksi ataupun oleh proses orografis (karena adanya halangan gunung atau bukit), maka pada level tertentu

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang bejudul

Hasil peneltian menunjukan bahwa : (1) Pelaksanaan pendidikan karakter pada OSIS SMP Negeri 1 Karangbinangun Lamongan dilakukan dengan cara pembina OSIS

Hal ini terbukti dengan adanya keinginan yang positif untuk menambah penghasilan suami dengan cara melakukan kegiatan yang menghasilkan uang diantaranya dengan ikut

Basis data adalah suatu kumpulan data terhubung yang disimpan bersama-sama pada suatu media, tidak perlu suatu kerangkapan data dengan cara tertentu sehingga mudah untuk digunakan

Kinerja guru merupakan hasil kerja yang telah dilakukan oleh guru dengan.. penuh tanggung jawab terhadap tugasnya sebagai profesi

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah di bidang Pengendalian Pencemaran meyakini bahwa program-program yang telah disusun dan sudah dijalankannya sesuai