BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan variabel-variabel yang
akan diamati dan diukur melalui penelitian yang dilakukan. Pada skema kerangka
konsep dapat dilihat bahwa sampel dalam penelitian ini adalah ibu primipara dan
multipara pada periode nifas.
Kerangka konsep dari penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
perbedaan kemampuan perawatan mandiri periode nifas ibu primipara dan
multipara. Maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan
dengan skema dibawah ini:
Skema 1. Kerangka konseptual kemampuan perawatan mandiri periode nifas ibu
primipara dan multipara
Baik
Kemampuan Perawatan Mandiri
Periode Nifas Ibu Primipara
Sedang
2. Defenisi Operasional pada diri dan bayinya yang dilakukan secara mandiri yang meliputi: A. Perawatan diri ibu selama masa nifas
8. Personal hygiene dan pakaian
9. ASI dan perawatan payudara
B. Perawatan Bayi Baru Lahir
1. Memandikan bayi dan Perawatan pada mata, hidung dan telinga bayi serta alat kelamin
2. Merawat tali pusat 3. Merawat kulit dan bila skornya 56-80 Kemandirian Sedang bila skornya 28-55 Kemandirian buruk bila skornya 0-27
Ordinal
3. Hipotesa
Terdapat perbedaan kemampuan perawatan mandiri periode nifas ibu
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif
komparatif,yaitu jenis penelitian dengan menggunakan metode studi perbandingan
atau memeriksa dan menguraikan perbedaan variabel pada 2 atau lebih kelompok
sampel (Notoatmodjo, 2002). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
perbedaan kemampuan perawatan mandiri periode nifas ibu primipara dan
multipara.
2. Populasi dan Sampel Penelitian 2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang diteliti (Notoatmodjo,
2010). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu periode nifas baik primipara dan
multipara. Populasi dibagi atas dua yaitu jumlah ibu primipara dan juga multipara
selama tahun 2016 sebanyak 198 orang.
Jumlah ibu primipara
Jumlah ibu multipara
Total
63 orang 95 orang 158 orang
2.2 Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
digunakan adalah metode purposive sampling, dimana pemilihan sekelompok
subyek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang ada sangkut pautnya
dengan penelitian (Nursalam, 2003).
No Rumah Bersalin Frekuensi
Primipara Multipara 1. Klinik Bersalin Sally pancing 17 orang 21 orang 2. Rumah Bersalin Ibu Sumiariani 21 orang 17 orang
Total 38orang 38 orang
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Ibu nifas dengan kondisi ibu dan bayi baru lahir sehat
b. Ibu dengan periode nifas dini pada hari ke 3
c. Ibu nifas primipara
d. Ibu nifas multipara ( < 5 bayi viable)
Penentuan jumlah sampel minimal yang dibutuhkan berdasarkan jumlah
subjeknya yaitu dengan menggunakan rumus slovin (Notoatmodjo, 2012). Untuk
populasi primipara dengan jumlah 63 orang diperoleh sampel sebanyak 38 orang
dengan batas toleransi kesalahan (error tolence) 10%, maka untuk populasi
multipara diambil jumlah yang sama dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan agar tidak mempengaruhi hasil penelitian.
n = 1+N
��2 n = 63
1+6310%2 n = 38
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Klinik Sally Pancing. Namun dikarenakan
jumlah responden diklinik tersebut tidak memenuhi jumlah sampel yang
48
Mei – Juni). Waktu penelitian baik di klinik Sally Pancing maupun di rumah
bersalin Ibu Sumiariani dilakukan bersamaan tergantung tersedianya responden
ditempat tersebut. Lokasi tersebut dipilih karena melayani ibu-ibu bersalin dengan
persalinan spontan. Klinik tersebut berada pada lokasi strategis yaitu berada
ditengah pemukiman yang berpenduduk padat serta satu-satunya klinik khusus
bersalin pada lokasi tersebut sehingga memungkinkan pasien nifas memilih
tempat tersebut. Hal ini dapat membantu untuk mendapatkan sampel yang
diinginkan. Penelitian ini dimulai dari bulan September 2016 hingga Juni 2017.
4. Pertimbangan Etik Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik yaitu dengan
memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan
prosedur pelaksanaan penelitian. Calon responden yang telah bersedia harus
menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Calon responden yang
bersedia diteliti tetapi tidak bersedia menandatangani lembar persetujuan, maka
persetujuan dilakukan secara lisan. Jika calon responden menolak untuk diteliti
maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati haknya. Kerahasiaan catatan
tentang data calon responden dijaga dengan tidak menuliskan nama responden
pada instrumen penelitian tetapi hanya menuliskan inisial namanya saja untuk
menjaga semua kerahasiaan semua informasi yang diberikan. Data-data yang telah
diperoleh dari calon responden juga hanyadigunakan untuk kepentingan penelitian
5. Instrumen Penelitian 5.1 Kuesioner Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk
kuesioner yang didasarkan pada tinjauan kepustakaan. Kuesioner ini terdiri dari
kuesioner data demografi calon responden yang berisi identitas calon responden
dan kuesioner kemampuan ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode
nifas .
a. Kuesioner Data Demografi
Data demografi calon responden bertujuan untuk mengetahui karakteristik
calon responden. Kuesioner data demografi meliputi nama (inisial), usia, suku
bangsa, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, penghasilan per bulan, persalinan
dan status obstetri.
b. Kuesioner kemampuan ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode
nifas .
Kuisioner ini bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan perawatan
mandiri periode nifas ibu primipara dan multipara dalam merawat diri selama
periode nifas. Perawatan diri terdiri dari mobilisasi, berkemih dan defekasi,
perawatan perinium, kebersihan vagina, pemenuhan nutrisi, istirahat, personal
hygiene dan pakaian, perawatan payudara, memandikan bayi, perawatan
mata/hidung/telinga/genitalia, perawatan tali pusat, perawatan kulit/kuku,
mengganti popok, dan pemberian makan/minum. Kuesioner perawatan mandiri
terdiri dari 40 pernyataan. Mobilisasi atau aktivitas terdiri dari pernyataan 1-4,
9-50
10,kebersihan vagina pernyataan 11-14, pemenuhan nutrisi pernyataan 15-18,
istirahat pernyataan 19-20, personal hygiene dan pakaian pernyataan 21-24,
perawatan payudara pernyataan 25-27, memandikan bayi/perawatan
mata/hidung/telinga/genitalia 28-31 pernyataan, perawatan tali pusat 32
pernyataan, perawatan kulit/kuku pernyataan 33-34, mengganti popok pernyataan
35-38, pemberian makan dan minum pernyataan 39-40. Untuk jawaban “sendiri”
diberi skor 2, jawaban “dibantu sebagian” diberi skor 1 dan jawaban “dibantu
penuh” diberi skor 0. Dengan penilaian kemandirian baik bila skornya 56-80,
Sedang bila skornya 28-55, kemandirian buruk bila skornya 0-27.
5.2 Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen (kuesioner) yang
digunakan mampu mengukur apa-apa yang seharusnya diukurmenurut situasi dan
kondisi tertentu (Setiadi, 2007). Uji validitas yang digunakan pada pengujian ini
adalah validitas isi, yakni sejauh mana instrumen penelitian memuat isi yang
dikehendaki menurut tujuan tertentu.Validitas merupakan suatu derajat yang
menjadi alat ukur yang dianggap benar untuk mengukur (Polit & Beck, 2004).
Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi
jika alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang
sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan uji validitas
isi, yaitu instrumen dibuat dengan mengacu pada isi yang sesuai dengan variabel
yang diteliti. Apakah isi atau substansi ukurannya sudah mewakili muatan berupa
berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep) yang harus
diukur. Content Validity Index diukur dengan menetapkan ahli mengevaluasi
instrumen dan menentukan relevansi dan kesesuaian pernyataan (Polit & Beck,
2004). Untuk mengukur CVI pada instrumen, peneliti memberikan kepada expert
yang memahami kemampuan perawatan mandiri periode nifas ibu primipara dan
multipara. Uji validitas telah dilakukan pada instrumen ini pada 3 experter. Level
Acceptable adalah koefisien korelasi dalam nilai 0,80 yang dianggap sebagai nilai
minimal predictor individual (Polit & Beck, 2004). Ada pun kevalidan yang
diperoleh yaitu 0.973.
5.3 Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Hasil
pengukuran dapat dipercaya hanya jika dalam beberapa kali pelaksanaan
pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif
sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah
(Danang, 2012). Kuesioner mengenai kemampuan perawatan mandiri periode
nifas ibu primipara dan multipara disusun sendiri oleh peneliti dengan
berpedoman pada kerangka konseptual dan tinjauan pustaka (oleh karena itu perlu
dilakukan uji reliabilitas). Pengujian reliabilitas pada penelitian ini dilakukan di
Klinik Bersalin Martua Sudarlis Mandala-Medan. Nilai reliabilitas pada pengujian
kuisioner terhadap responden primipara 10 orang dengan menggunakan
Cronbachs alpha yaitu 0.947 dan multipara 1 orang yaitu 0.854.
Pengujian reliabilitas menggunakan internal consistency, yaitu mencobakan
52
tertentu. Internal consistency diukur dengan menggunakan koefisien Cronbach
alpha. Jika koefisiensi alpha lebih besar daripada 0.70 maka dinyatakan bahwa
instrumen pengukuran yang digunakan dalam penelitian adalah reliabel. Maka
dari hasil pengujian, instrumen dapat dikatakan reliabel.
6. Pengumpulan Data
Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu pada tahap awal
peneliti mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi
pendidikan (Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara). Kemudian surat
permohonan izin akan disampaikan ke tempat penelitian (Klinik Sally Pancing
Medan dan Klinik Ibu Sumiariani). Setelah mendapatkan izin, peneliti
melaksanakan pengumpulan data penelitian. Setelah mendapatkan data, yaitu
berupa alamat pasien, maka peneliti mengelompokkan pasien primipira dan
multipara untuk dijadikan responden. Calon responden yang sudah
dikelompokkan akan diteliti melalui homevisit, selanjutnya peneliti menjelaskan
kepada calon responden mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan
penelitian, lalu calon responden yang bersedia menandatangani surat persetujuan
menjadi responden penelitian. Jika calon responden bersedia diteliti tetapi
tidakbersedia menandatangani lembar persetujuan, maka persetujuan dilakukan
secara lisan. Responden yang bersedia akan diwawancarai dengan berpedoman
pada pertanyaan yang terdapat di lembar kuesioner. Selanjutnya data yang
7. Analisa Data
Setelah semua data pada kuesioner terkumpul, maka dilakukan analisa
data melalui beberapa tahap yang dimulai dengan editing untuk memeriksa
kelengkapan identitas data dari responden serta memastikan bahwa semua
jawaban telah diisi, dilanjutkan dengan memberi kode untuk memudahkan peneliti
dalam melakukan tabulasi data kemudian dilakukan pengolahan.
7.1 Analisa Univariat
Pada penelitian ini, metode analisa univariat akan digunakan untuk
menganalisa data demografi. Data ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi.
7.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk melihat perbedaan kemampuan
perawatan mandiri periode nifas ibu primipara dan multipara. Data yang diperoleh
diuji normalitasnya menggunakan menggunakan Shapiro-Wilk karena sampel
lebih kecil dari 50.
Apabila data yang diperoleh normal, maka analisis data secara bivariat,
pengujian data dilakukan dengan statistik uji T independen yaitu Uji Beda 2 mean
independen untuk melihat perbedaan kemampuan perawatan mandiri periode nifas
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
`Pada bab ini akan dipaparkan hasil penelitian dan pembahasan setelah
dilakukan pengumpulan data sejak April sampai dengan Juni 2017 di Rumah
bersalin Ibu Sumiariani dan Klinik bersalin Sally Pancing Medan.
1. Hasil Penelitian
Adapun hasil penelitian dijabarkan mulai dari data demografi responden,
kemampuan perawatan ibu primipara dan kemampuan ibu multipara pada periode
nifas.
1.1Karakteristik Demografi
Responden pada penelitian ini terdiri dari 2 kelompok, yaitu ibu primipara
dan ibu multipara dengan kondisi ibu nifas dan bayi baru lahir sehat. Data
demografi yang akan dipaparkan mecakup usia, suku bangsa, tingkat pendidikan,
pekerjaan, penghasilan per bulan, status paritas, pendamping selama masa nifas
Tabel 5.2.1 Distribusi frekuensi dan persentase data demografi
Karakteristik Demografi Primipara Multipara
Frekuen
a. Dibawah 35 tahun b. Diatas 35 tahun
c. Tinggi (SMA dan Perguruan Tinggi)
a. Rendah (dibawah Rp
1.900.00,-)
b. Tinggi (Diatas Rp 1.900.000,-) Pendamping selama masa nifas
a. Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data karakteristik responden untuk
primipara mayoritas berada pada rentang usia dibawah 35 tahun sebanyak 34
orang (89.5%), Suku Batak 16 orang (42.1%) dan suku Jawa sebanyak 16 orang
(42.1%), Pendidikan terakhir SMU sebanyak 34 orang (89.5%), Tidak bekerja
56
17 orang (44.7%), pendamping selama masa nifas terbanyak adalah keluarga
berjumlah 27 orang (71.1%).
Sedangkan hasil penelitian dari data karakteristik responden untuk multipara
mayoritas berada pada rentang usia dibawah 35 tahun sebanyak 27 orang (71.1%),
Suku Jawa 19 orang (50.0%), Pendidikan terakhir yaitu tinggi (SMU dan
Perguruan Tinggi) sebanyak 28 orang (73.7%), Tidak bekerja dan bekerja sama
yaitu sebanyak 19 orang (50%), Penghasilan rata-rata untuk ibu tidak ada
sebanyak 16 orang (42.1%), pendamping selama masa nifas terbanyak adalah
keluarga berjumlah 30 orang (21.1%).
1.2Kemampuan Perawatan Mandiri Periode Nifas
5.3.1 Tabel distribusi frekuensi dan persentase kemampuan perawatan mandiri
periode nifas
Kategori Primipara Multipara
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Baik 13 34.2 38 100
Sedang 25 65.8 - -
Total 38 100 38 100
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa kemandirian ibu nifas
primipara dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas mayoritas
ditemukan berada dalam kategori sedang 25 orang (65.8%). Hasil penelitian untuk
1.3Perbedaan kemampuan perawatan mandiri periode nifas
Sebelum dilakukan uji bivariat yaitu uji Mann Whitney untuk mengetahui
perbedaan kemampuan perawatan mandiri periode nifas antara ibu primipara
dengan multipara, maka dilakukan uji normalitas dengan menggunakan
Shapiro-Wilk karena sampel lebih kecil dari 50. Hasil uji normalitas dapat dilihat dari pada
tabel 5.4.1.
Tabel 4.7 Uji Normalitas Data Kemampuan Perawatan Mandiri Periode Nifas
Signifikansi (p) Kemampuan perawatan mandiri primipara
Kemampuan perawatan mandiri multipara
0.000 0.000
Dari tabel uji normalitas dengan uji Shapiro-wilk dan setelah dilakukan
transformasi data dengan menggunakan log 10 diperoleh hasil bahwa data tidak
terdistribusi normal, maka uji yang dapat dilakukan untuk mengetahui perbedaan
kemampuan perawatan mandiri periode nifas antara ibu primipara dengan
multipara adalah uji non parametrik Mann Whitney Test. Taraf signifikan yang
digunakan yaitu (α= 0.05), dengan pedomandalam menerima hipotesis : jika nilai
(p) < (α = 0,05) maka H0 ditolak atau ada perbedaan kemampuan perawatan
mandiri periode nifas ibu primipara dan multipara (Kusuma, 2011). Sehingga
diperoleh hasil seperti tabel 5.4.2.
Tabel 5.4.2 Uji Mann whitney
N Mean Sig.
Kemampuan Perawatan Mandiri Primipara 38 54.63
58
Dari tabel 5.4.1 dapat disimpulkan terdapat perbedaan kemampuan
perawatan mandiri antara ibu primipara dan multipara. Hal tersebut dapat dilihat
dari hasil signifikansi atau p-value = 0.000 atau p<(α=0.05)
2. Pembahasan
2.1 Kemampuan Perawatan Mandiri Ibu Nifas Primipara
Dari hasil penelitian dengan jumlah sampel 38 orang diperoleh bahwa
mayoritas ibu primipara berkemampuan sedang sebanyak 25 responden dalam
melakukan perawatan mandiri pada periode nifas. Ibu primipara cenderung
memperlihatkan rasa ketergantungan atau menunjukkan ketidakmandirian. Hal ini
sesuai dengan penelitian Lubis, Tajun mursidah (2016) yaitu kemandirian ibu
nifas dalam merawat diri dan bayinya berada dalam kategori sedang (38.9%)
namun berbeda dengan penelitian Harianti (2010) tingkat kemandirian ibu berada
dalam tingkat kemandirian baik. Mungkin hal ini disebabkan oleh jenis persalinan
dimana ibu yang bersalin secara seksio akan mempengaruhi kondisi fisiologis dan
akan mempengaruhi cara perawatan diri pada ibu post partum meskipun
kebutuhan perawatan pasca pastum antara ibu yang melahirkan secara vaginam
dan seksiosesaria tetap sama sesuai dengan teori Kasdu (2003). Persalinan yang
dilakukan dengan operasi membutuhkan rawat inap yang lebih lama di rumah
sakit. Hal ini tergantung dari cepat lambatnya kesembuhan ibu akibat proses
A. Perawatan diri ibu selama masa nifas
1. Mobilisasi Dini
Ada pun mobilisasi dini dalam penelitian ini yaitu membolakbalikkan badan
di tempat tidur, duduk di tempat tidur, berdiri di sisi tempat tidur, berjalan di
sekitar ruangan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ibu primipara
cenderung masih tergantung dan membutuhkan bantuan orang lain dalam
memobilisasi dirinya yaitu membolakbalikkan badan mayoritas dibantu sebagian
30 orang, duduk ditempat tidur 27 orang, berdiri disisi tempat tidur 19 orang, dan
berjalan disekitar ruangan 19 orang.
Menurut Chapman (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
mobilisasi pasca persalinan adalah rendahnya pengetahuan, ketidakmampuan atau
kelemahan fisik dan mental, depresi, nyeri atau rasa tidak nyaman dan kecemasan.
Dalam penelitian ini, ibu nifas primipara termasuk memiliki pendidikan yang
tinggi, maka kemungkinan ibu belum dapat mandiri dalam melakukan perawatan
disebabkan belum memiliki pengalaman sebelumnya. Hal ini didukung oleh
penelitian Runiari (2005) yaitu kelahiran anak pertama dalam keluarga merupakan
situasi yang krisis bagi keluarga atau potensial untuk menjadi krisis karena
perubahan peran, hubungan, dan pola hidup untuk menjadi orang tua. Krisis
paling utama dialami oleh kalangan ibu, terlebih ibu postpartum primipara karena
belum memiliki pengalaman dalam melakukan perawatan mandiri setelah
melahirkan sehingga menyebabkan pengetahuan dan kemampuan ibu primipara
masih kurang dalam pelaksanaaannya. Pengetahuan yang dimiliki ibu nifas
60
akan mengambil sikap dalam pelaksanaan mobilisasi sehingga ibu primipara
masih membutuhkan bantuan ataupun dukungan dari berbagai pihak.
Persalinan merupakan proses yang melelahkan, saat persalinan ibu
mengerahkan seluruh tenaganya untuk melewati proses persalinan yang panjang.
Tidak jarang setelah melahirkan ibu lebih sering memilih tidur dari pada
melakukan pergerakan secara bertahap (Chapman, 2006). Selama 2-3 hari
pertama setelah melahirkan, pengeluaran darah dari vagina tergantung pada
perubahan ambulasi seperti berdiri dan duduk. Jumlah lokia dapat meningkat pada
ambulasi awal karena vagina terasa terdorong dan peningkatan uterus (Grifin, K.,
Martin., Reeder, 1997). Hal ini mungkin menjadi salah satu penyebab ibu
postpartum primipara merasa takut untuk melakukan mobilisasi
Penelitian yang dilakukan Afianti (2002), melaporkan sekitar 13% wanita
melahirkan anak pertama mengalami depresi postpartum pada periode tahun
pertama persalinan, didukung oleh penelitian Regina, dkk (2001) dan Astuti,
Dyah Puji., Hendriyanti, Susi (2015). Depresi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan mobilisasi (Chapman, 2006). Maka, depresi
memungkinkan ibu tidak dapat melakukan mobilisasi dini dengan mandiri.
2. Berkemih dan Defekasi
Pemenuhan eliminasi urin dan bowel pada ibu primipara dapat dilihat dari
komponen diantaranya mayoritas ibu melakukan buang air kecil (BAK) dibantu
sebagian 25 orang responden, melakukan buang air besar (BAB) dibantu
responden, dan melakukan usaha untuk BAB mayoritas dapat dilakukan sendiri
sebanyak 35 responden. Data penelitian memperlihatkan bahwa ibu primipara
melakukan usaha untuk BAK/BAB. Hal ini mungkin terjadi karena pada saat
persalinan mengalami tekanan oleh kepala janin juga karena adanya edema
kandung kemih yang terjadi selama persalinan (Heryani, 2012).
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ibu primipara memperlihat
kecenderungan dalam melakukan pemenuhan eliminasi dan bowel atau dibantu
sebagian. Dari catatan peneliti, ibu primipara tidak mengetahui bagaimana
mengosongkan kandung kemih yang benar dan ibu merasakan nyeri pada saat
BAK/BAB diakibat oleh luka jahitan ataupun nyeri persalinan yang masih
dirasakan.
3. Perawatan Perinium dan Kebersihan Vagina
Perawatan perinium yang dapat dilakukan oleh ibu postpartum primipara dari
beberapa komponen diantaranya menggganti pembalut 5 kali dalam sehari dapat
dilakukan sendiri oleh 12 responden sedangkan 25 responden membutuhkan
bantuan sebagian dan 1 responden membutuhkan bantuan penuh. Adapun
responden membutuhkan bantuan penuh, dikarenakan jumlah jahitan perinium ibu
yang membatasi mobilisasi ibu. Membersihkan luka jahitan dengan bersih
mayoritas dibantu penuh yaitu 22 responden, dibantu sebagian 8 responden dan
dapat melakukan sendiri 8 responden. Menurut catatan peneliti, bahwa perawatan
perinium seperti membersihkan luka dilakukan oleh tenaga kesehatan. Latihan
kegel dapat dilakukan sendiri oleh ibu yaitu 22 responden dan sebanyak 16
62
BAB/BAK dapat dilakukan sendiri oleh 36 responden dan 2 diantaranya
membutuhkan bantuan sebagian. Hal ini terjadi dikarenakan ibu masih sering lupa
tentang cara membersihkan atau membasuh kemaluan yang benar.
Menurut Simkin (2008) ibu primipara biasanya melakukan perawatan diri
pascasalin dengan seseorang yang dapat membimbingnya dalam merawat diri
maupun bayinya. Dalam hal ini ibu nifas primipara dibantu oleh perawat ataupun
suami/keluarga karena suami/keluarga merasa memiliki tanggung jawab untuk
membantu memulihkan kondisi ibu setelah melahirkan.
4. Pemenuhan Nutrisi
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pemenuhan nutrisi ibu primipara
mayoritas sudah dapat dilakukan sendiri meskipun masih ada sebagian dari ibu
primipara yang membutuhkan bantuan dalam melakukannya. Hal ini dapat dilihat
dari komponen diantaranya Makan dengan gizi seimbang dapat dilakukan mandiri
oleh 29 responden, minum air putih dilakukan sendiri oleh 35 responden dan
minum susu oleh 25 responden.
5. Istirahat
Dengan menjaga serta mengatur pola istirahat yang pas bagi ibu nifas akan
memberikan pengaruh besar terhadap kesehatan dari sang ibu sendiri. Setelah
proses persalinan yang melelahkan ibu membutuhkan cukup istirahat. Pemenuhan
istirahat dan tidur dapat dilihat dari komponen diantaranya Istirahat/tidur siang
12 responden. Sedangkan Istirahat/tidur malam dapat dilakukan sendiri oleh 25
responden dan terdapat 13 responden membutuhkan sebagian bantuan.
Sebagian Ibu membutuhkan bantuan atau tidak dapat memenuhi kebutuhan
istirahat dan tidur dikarenakan ibu postpartum sering terganggu karena harus
memenuhi kebutuhan bayi pada malam hari sehingga sering terbangun, waktu
tidur lebih ssedikit, pola tidur tidak teratur (Hung, 2005). Oleh karena untuk
memenuhi istirahat dan tidur, ibu primipara sering meminta bantuan baik terhadap
suami maupun sanak saudara seperti ibu kandung/ mertua dalam perawatan bayi
baru lahir. Berdasarkan catatan lapangan peneliti dijumpai hampir sebagian besar
responden tinggal bersama dengan orang tua/mertua.
6. Personal Hygiene dan Pakaian
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa personal hygiene ibu primipara
mayoritas sudah dapat dilakukan sendiri meskipun masih ada sebagian dari ibu
primipara yang membutuhkan bantuan dalam melakukan personal hygiene yaitu
menggosok gigi 2 kali sehari 38 responden dapat melakukan sendiri, Melakukan
keramas dapat dilakukan oleh 36 responden, dan 2 responden masih
membutuhkan bantuan, serta mengganti pakaian 27 responden dapat
melakukannya sendiri dan 11 responden membutuhkan bantuan sebagian. Adapun
catatan peneliti yaitu bahwa sebagian ibu membutuhkan pertolongan hanya dalam
64
7. Perawatan Payudara
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa perawatan payudara ibu primipara
mayoritas sudah dapat dilakukan sendiri meskipun masih ada sebagian dari ibu
primipara yang membutuhkan bantuan. Hal tersebut dapat dilihat dari komponen
yaitu membersihkan area puting susu dapat dilakukan sendiri oleh 27 responden.
Dari catatan peneliti hal ini dapat dilakukan mandiri oleh responden dikarenakan
klinik tempat bersalin telah memberikan informasi tentang cara membersihkan
area puting susu.
Astari & Djuminah (2012) melaporkan bahwa tingkat pendidikan merupakan
salah satu hal yang mempengaruhi perawatan payudara. Semakin tinggi tingkat
pendidikan ibu nifas maka semakin baik perawatan payudaranya.Kasnodiharjo
(2006, dalam Annisa 2011) mengatakan bahwa, pendidikan seseorang yang
berbeda-beda akan mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan. Pada
ibu yang berpendidikan tinggi lebih mudah menerima suatu ide baru dibandingkan
ibu yang berpendidikan rendah sehingga informasi lebih mudah diterima dan
dilaksanakan. Dari hasil demografi diperoleh bahwa pendidikan ibu primipara
mayoritas berpendidikan tinggi (SMA dan Perguruan Tinggi) yaitu sebanyak 34
responden.
Penghasilan ibu primipara dalam penelitian ini mayoritas tinggi (diatas Rp
1.900.000) yaitu sebanyak 17 responden. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Harahap, Yuliatil Adawiyah (2013) dan Zahara (2001, dalam
antara penghasilan dengan perilaku perawatan payudara ibu nifas dengan p=
0,006. Berarti semakin tinggi penghasilan keluarga maka semakin baik perilaku
perawatan payudara ibu nifas.
Namun untuk komponen membersihkan tangan sebelum memegang payudara
ibu primipara dapat melakukannya meski membutuhkan bantuan sebagian
sebanyak 38 responden. Ibu masih sering lupa untuk mencuci tangan, dikarenakan
kesibukan yang dilakukan ibu sebelum menyusui sehingga membuat ibu tidak
sempat ataupun lupa untuk membersihkan tangan.
B. Perawatan bayi baru lahir
1. Memandikan Bayi, Perawatan Mata, Hidung, Telinga dan Genitalia
Dari hasil penelitian diperoleh hasil mayoritas ibu primipara membutuhkan
bantuan penuh dalam memandikan bayi, yaitu dapat dilihat dari komponen
diantaranya merawat/membersihkan kepala, mata, hidung, telinga dan alat
genitalia mayoritas sebanyak 24 responden membutuhkan bantuan penuh.
Responden cenderung menyerahkan kegiatan ini pada tenaga kesehatan tempat
bersalin sebelumnya. Hal ini sesuai dengan Kelly (2010), saat memandikan dan
memakaikan baju bayi untuk pertama kalinya membuat ibu gemetar dan
membutuhkan minimal empat tangan.
2. Perawatan Tali Pusat
Berdasarkan hasil analisa data kemandirian ibu dalam perawatan tali pusat
diperoleh data bahwa membersihkan tangan sebelum mengganti balutan dan
mengganti balutan tali pusat saat basah atau kotor mayoritas dibantu penuh yaitu
66
dan pengetahuan. Hal ini sesuai dengan Notoatmojo,(2007) bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng bila dibandingkan yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Pengalaman merupakan salah satu sumber dari
pengetahuan. Pengalaman membuat seseorang dapat belajar tentang suatu masalah
atau pengalaman yang dapatdigunakan sebagai suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan. Kurangnya pengalaman yang diperoleh ibu primipara
meembuat ibu primipara membutuhkan bantuan orang disekitarnya termasuk
petugas kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fajarsari,
dkk (2015) terdapat hubungan yang kuat antara paritas dengan kemandirian ibu
dalam melakukan perawatan tali pusat. Paritas yang lebih banyak akan
berpengaruh kepada pengalaman ibu dalam mengasuh anak dan mengembangkan
kemampuan ibu dalam melakukan perawatan tali pusat.
3. Perawatan Kuku dan Kulit
Perawatan kuku dan kulit pada bayi baru lahir dapat dilihat dari komponen
diantaranya merawat kulit bayi agar tidak kering dapat dilakukan sendiri oleh 8
responden, bantuan sebagian 17 responden dan dibantu penuh sebanyak 13
responden, sedangkan untuk komponen memotong kuku bayi yang panjang dapat
dilakukan sendiri oleh 4 responden, dibantu sebagian 21 responden, dan dibantu
penuh sebanyak 13 responden. Dari hasil penelitian terlihat bahwa ibu primipara
memperlihatkan kecenderungan membutuhkan bantuan.
Kelahiran anak pertama dalam keluarga merupakan situasi yang krisis bagi
keluarga atau potensial untuk menjadi krisis karena perubahan peran, hubungan,
Krisis paling utama dialami oleh kalangan ibu, terlebih ibu postpartum/primipara
belum memiliki pengalaman dalam melakukan perawatan mandiri setelah
melahirkan. Hal ini terjadi karena melahirkan bagi ibu postpartum primipara
merupakan peristiwa pertama yang dialami sehingga membutuhkan banyak
dukungan. Ibu primipara cenderung memperlihatkan rasa ketergantungan atau
menunjukkan ketidakmandirian yaitu dengan meminta pertolongan tenaga
kesehatan tempat bersalin untuk merawat bayi baru lahir. Dari catatan peneliti ibu
menyerahkan kegiatan ini kepada tenaga kesehatan, yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan saat memandikan bayi dirumah responden.
4. Mengganti Popok
Mengganti popok pertama kali mungkin ibu merasa tidak mampu. Kegiatan
mengganti popok dapat dilihat dari komponen diantaranya mengganti popok yang
basah dapat dilakukan sendiri oleh 10 responden, dibantu sebagian oleh 17
responden, dan dibantu penuh oleh 10 responden, komponen mengganti pakaian
dan membedong bayi dengan rapi dilakukan sendiri oleh 7 orang dan dibantu
sebagian oleh 31 orang.
5. Pemberian Makan dan Minum
Memberi ASI pada bayi merupakan proses alami sebagai kewajiban ibu yang
mengasuh anaknya, karena ASI merupakan makanan utama untuk bayi umur 0-6
bulan pertama kehidupannya (Pieter, 2011). Pemberian makan dan minum dapat
dilihat dari beberapa komponen diantaranya membersihkan tangan sebelum
menggendong bayi dapat dilakukan sendiri oleh 32 responden, dibantu sebagian 6
68
dapat dilakukan sendiri oleh 25 responden, dibantu sebagian oleh 113 responden,
komponen menyusui bayi dengan posisi yang tepat dapat dilakukan sendiri oleh
22 responden, dibantu sebagian oleh 16 responden, dan komponen menyusui bayi
on demand 24 responden membutuhkan bantuan sebagian dan dilakukan sendiri
oleh 14 orang.
2.2 Kemampuan Perawatan Mandiri Ibu Nifas Multipara
Kemampuan perawatan mandiri ibu nifas multipara berada dalam kategori
baik yaitu 38 responden (100%). Ibu nifas multipara dapat melakukan perawatan
nifas baik pada diri sendiri dan bayi baru lahir dengan mandiri.
Kemampuan mandiri merupakan suatu hal yang perlu dipelajari (Shvoong,
2009). Ibu multipara dapat belajar dari pengalaman sebelumnya. Paritas
berpengaruh terhadap pengalaman ibu dalam mengasuh anak. Paritas yang lebih
banyak akan berpengaruh kepada pengalaman ibu dalam merawat diri dan
mengasuh anak, pengalaman yang diperoleh dapat memeberikan pengetahuan dan
keterampilan serta dapat mengembangkan kemampuan ibu dalam melakukan
perawatan nifas.
Dari 40 item untuk kemampuan perawatan mandiri hampir seluruh item
dapat dilakukan ibu secara mandiri yaitu membolakbalikkan badan ditempat tidur
dapat dilakukan oleh ibu secara mandiri sebanyak 37 responden, duduk ditempat
tidur dapat dilakukan sendiri oleh 38 responden, berdiri ditempat tidur dapat
dilakukan sendiri 35 orang responden, berjalan disekitar ruangan dapat dilakukan
responden, melakukan usaha BAK dilakukan sendiri oleh 33 responden,
melakukan BAB dilakukan sendiri oleh 34 responden, makan buah, sayur, minum
untuk mengatasi susah BAB dilakukan sendiri oleh 38 responden, mengganti
pembalut dilakukan sendiri oleh 33 responden, membersihkan luka jahitan dapat
dilakukan sendiri oleh 30 responden, menghindari posisi yang dapat menekan area
perinium dilakukan sendiri oleh 37 responden, melakukan latihan kegel dilakukan
sendiri oleh 36 responden, Membasuh kemaluan dengan air setelah BAK/BAB
dengan cara cebok dari arah depan ke belakang dilakukan sendiri oleh 38
responden, Mengganti pembalut setiap kali mandi, Buang Air Kecil (BAK), dan
Buang Air Besar (BAB) dilakukan sendiri oleh 37 responden, Mengganti
pembalut setiap penuh dilakukan sendiri oleh 30 responden, Makan dengan gizi
seimbang dilakukan sendiri oleh 38 responden, Minum air putih 2-3 liter perhari
(8-13 gelas) dilakukan sendiri oleh 38 responden, Minum susu 1-2 gelas
sehari/pengganti (Sari kacangan-kacangan, Yogurt, Jus) dilakukan sendiri oleh 35
responden, Istirahat/ tidur siang selama 1 jam dilakukan sendiri oleh 34
responden, Istirahat/ tidur malam dilakukan sendiri oleh 38 responden,
Menggosok gigi 2 kali sehari dilakukan sendiri oleh 38 responden, Melakukan
keramas/ mencuci rambut dilakukan sendiri oleh 35 responden, Mengganti
pakaian setelah mandi dilakukan sendiri oleh 37 responden, Membersihkan tangan
sebelum memegang payudara dilakukan sendiri oleh 38 responden,
Membersihkan area putting susu dan sekitarnya sebelum menyusui dilakukan
sendiri oleh 36 responden, Melakukan pengurutan pada payudara dilakukan
70
oleh 29 responden, merawat/membersihkan mata dilakukan sendiri oleh 31
responden, merawat/membersihkan hidung dan telinga dilakukan sendiri oleh 30
responden, merawat/membersihkan alat kelamin/genitalia bayi setelah BAK dan
BAB dilakukan sendiri oleh 30 responden, Membersihkan tangan sebelum
mengganti balutan dilakukan sendiri oleh 27 responden, Mengganti balutan tali
pusat saat basah/kotor dilakukan sendiri oleh 25 responden, Memotong kuku bayi
yang panjang dapat dilakukan dengan dibantu sebagian oleh 32 responden,
Merawat kulit bayi agar tidak kering dilakukan sendiri oleh 33 responden,
Mengganti popok yang basah dilakukan sendiri oleh 33 responden, Mengganti
pakaian dan membedong bayi dengan rapi dilakukan sendiri oleh 34 responden,
Membersihkan tangan sebelum menggendong bayi dilakukan sendiri oleh 36
responden, Memompa ASI Apabila bayi tidak mengisap semua ASI dilakukan
sendiri oleh 36 responden, Menyusui bayi dengan posisi yang tepat dilakukan
sendiri oleh 37 responden, Menyusui bayi on demand (permintaan bayi) atau saat
bayi kelaparan dilakukan sendiri oleh 36 responden.
2.3 Perbedaan Kemampuan Perawatan Mandiri Periode Nifas
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat perbedaan kemampuan
perawatan mandiri antara ibu primipara dan multipara. Hal tersebut dapat dilihat
dari hasil signifikansi atau p-value = 0.000 atau p)<(α = 0.05).
Kemampuan mandiri merupakan suatu hal yang perlu dipelajari (Shvoong,
2009). Dari hasil penelitian diketahui bahwa ibu nifas multiparasebanyak 38 orang
Paritas berpengaruh terhadap pengalaman ibu dalam mengasuh anak. Paritas yang
lebih banyak akan berpengaruh kepada pengalaman ibu dalam mengasuh anak,
pengalaman yang diperoleh dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan
serta dapat mengembangkan kemampuan ibu dalam melakukan perawatan nifas.
Kelahiran anak pertama dalam keluarga merupakan situasi yang krisis bagi
keluarga atau potensial untuk menjadi krisis karena perubahan peran, hubungan,
dan pola hidup untuk menjadi orang tua ( Sheehan, 1981 dalam Runiari 2005).
Krisis paling utama dialami oleh kalangan ibu, terlebih ibu postpartum/primipara
belum memiliki pengalaman dalam melakukan perawatan mandiri setelah
melahirkan. Hal ini terjadi karena melahirkan bagi ibu postpartum primipara
merupakan peristiwa pertama yang dialami sehingga membutuhkan banyak
dukungan.Dukungan dari berbagai pihak seperti keluarga dan perawat yang
membantu persalinan sangat diperlukan oleh ibu postpartum primipara.
Dari hasil peneltian dengan jumlah sampel 38 orang diperoleh bahwa
mayoritas ibu primipara berkemampuan sedang dalam melakukan perawatan
mandiri pada periode nifas. Ibu primipara cenderung memperlihatkan rasa
ketergantungan atau menunjukkan ketidakmandirian.Saat seorang bayi pertama
kali lahir, ibu mungkin merasa bingung memikirkan cara merawatnya. Bahkan
tugas-tugas yang rutin seperti mengganti popok dan mendandaninya dapat
membuat ibu cemas.
Menurut Simkin (2008) ibu primipara biasanya melakukan perawatan diri
pascasalin dengan seseorang yang dapat membimbingnya dalam merawat diri
72
suami/keluarga karena suami/keluarga merasa memiliki tanggung jawab untuk
membantu memulihkan kondisi ibu setelah melahirkan. Orang yang dapat
membantunya terutama adalah orang yang berpengaruh besar dalam
kehidupannya seperti suami, keluarga/kerabat terdekat atau dokter/tenaga
kesehatan. Berdasarkan catatan lapangan peneliti dijumpai hampir sebagian besar
responden tinggal bersama dengan orang tua/mertua. Setelah seminggu atau dua
minggu, ibu biasanya memerlukan bantuan keluarga atau tetangga untuk
melakukan perawatan bayi.
Adapun perbedaan kemampuan perawatan mandiri periode nifas antara ibu
primipara dan multipara dapat dilihat dari hasil penelitian. Dari hasil penelitian
diperoleh hasil bahwa dari keseluruhan item baik merawat diri dan bayinya ibu
primipara cenderung sangat bergantung atau tidak mandiri dalam hal merawat diri
yaitu membersihkan luka jahitan dan menghindari posisi penekanan pada luka
jahitan serta dalam merawat bayinya yaitu dalam hal memandikan bayi dan
perawatan tali pusat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Herawati
(2015) bahwa masalah perawatan nifas yang dialami masyarakat adalah
kemandirian ibu dalam perawatan BBL yang kurang.
Salah satu perawatan BBL adalah perawatan tali pusat dan memandikan bayi.
Perawatan tali pusat maupun memandikan bayi bukanlah hal yang mudah
terutama bagi para ibu baru. Pertama kali mungkin ibu akan merasa cemas
terutama diperhatikan oleh orang lain yaitu tetangga atau kerabat, dan setiap
gerakan akan tampak canggung dan tidak alamiah. Saat dilakukan penelitian atau
dalam hal perawatan tali pusat sampai tali pusat bayi terputus. Memandikan bayi
baru lahir bukanlah hal yang mudah terutama, terutama bagi para ibu baru. Ibu
harus ekstra hati-hati serta memiliki persiapan yang benar agar memandikan bayi
tidak hanya berjalan lancar namun juga menyenangkan bagi mereka. Dalam
penelitian ini ibu primipara mayoritas menyerahkan kegiatan memandikan bayi
baru lahir pada tenaga kesehatan dengan alasan memiliki kekhawatiran akan
melukai BBL pada saat memandikan bayi.
Dalam hal mobilisasi dini seperti berjalan disekitar ruangan atau pun ke kamar
mandi, membedong atau mengganti popok atau pakaian bayi dan memberi
makan/nutrisi bayi atau menyusui dengan posisi yang benar dapat dilakukan ibu
primipara meski membutuhkan bimbingan atau pun sedikit bantuan dari orang
lain baik dari keluarga atau sanak saudara yang memiliki pengalaman dalam hal
merawat bayi serta tenaga kesehatan.
Personal hygiene setelah melahirkan sudah banyak dilakukan ibu postpartum
primipara untuk meningkatkan kebersihan dirinya terutama mandi, menggosok
gigi, mencuci tangan, mencuci rambut dan mengganti pakaian. Hal tersebut
menunjukkan pola hidup bersih dan sehat telah mulai dilakukan oleh masyarakat.
Kemampuan ibu dalam hal personal hygiene baik primipara dan multipara
mayoritas dapat dilakukan sendiri atau dalam kemandirian baik walaupun ibu
primipara masih butuh bantuan dalam hal membersihkan tangan sebelum
memegang payudara dan sebelum menyusui. Hal ini terjadi karena ibu primipara
tidak terbiasa sehingga faktor lupa menjadi alasan utama tidak melakukannya. Hal
74
kebersihan diri yang masih kurang dilakukan oleh ibu postpartum primipara
adalah kebiasaan mencuci tangan terutama sebelum menggendong bayi dan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan kemampuan
perawatan mandiri periode nifas antara ibu primipara dan multipara dengan
nilai signifikasnsi (p = .000, dimana kemampuan ibu primipara mayoritas
(65.8%) adalah sedang dimana ibu primipara masih cenderung membutuhkan
bimbingan atau pun bantuan dari keluarga atau tenaga kesehatan yaitu dalam
hal merawat diri yaitu membersihkan luka jahitan dan menghindari posisi
penekanan pada luka jahitan serta dalam merawat bayinya yaitu dalam hal
memandikan bayi dan perawatan tali pusat.Sedangkan ibu nifas multipara
(100 %) memiliki kemampuan baik atau mandiri dalam melakukan perawatan
mandiri periode nifas baik perawatan terhadap diri sendiri maupun bayinya.
2. SARAN
2.1 Bagi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan kepada tenaga kesehatan di Klinik Sally agar lebih
meningkatkan lagi pemberian informasi tentang perawatan mandiri periode
nifas pada ibu guna memandirikan ibu.
2.2Bagi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan agar hasil Karya Tulis Ilmiah ini dapat digunakan sebagai
76
wawasan bagi mahasiswa maupun pembaca lainnya khususnya tentang
kemampuan perawatan mandiri periode nifas baik pada ibu primipara maupun
multipara
2.3Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini masih bersifat sederhana, maka diharapkan kepada
peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian dengan judul yang
berbeda seperti analisis perbedaan kemampuan perawatan mandiri periode