• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan Usahatani Padi Sawah Antara Sistem Tanam Jajar Legowo Dan Sistem Tanam Tegel (Kasus: Desa Sei Bamban, Kec. Sei Bamban, Kab. Serdang Bedagai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perbandingan Usahatani Padi Sawah Antara Sistem Tanam Jajar Legowo Dan Sistem Tanam Tegel (Kasus: Desa Sei Bamban, Kec. Sei Bamban, Kab. Serdang Bedagai)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Varietas Padi

Varietas merupakan salah satu komponen teknologi penting yang mempunyai kontribusi besar dalam meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani padi. Komponen teknologi ini sangat berperan dalam mengubah sistem usahatani padi, dari subsistem menjadi usahatani padi komersial. Berbagai varietas unggul padi tersedia dan dapat dipilih sesuai dengan kondisi wilayah, preferensi petani, dan kebutuhan pasar (Balitbang, 2011).

(2)

Tabel 3. Deskripsi Padi Inbrida Tahan HDB yang dilepas Tahun 2011.

117 hari 105 cm 15 7,5 t/ha 6,1 t/ha Pulen Ramping Agak tahan terhadap wereng cokelat biotipe 1, agak tahan HDB patotipe III, tahan blas ras

033, agak tahan ras 133

Inpari 16 Pasundan

118 hari 102 cm 17 7,6 t/ha 6,3 t/ha Pulen Ramping Tahan HDB patotipe III Tahan blas ras 033, agak tahan ras 073

Inpari 17 111 hari 105 cm 18 7,9 t/ha 6,2 t/ha Pera Ramping Agak tahan wereng cokelat 1 dan 2, tahan HDB patotipe III, IV dan VII, serta tahan blas ras tahan HDB patotipe III, agak tahan blas ras 033

Ciherang 116-125 hari 107-115

cm 14-17 8,5 t/ha 6 t/ha Pulen Ramping Tahan wereng cokelat biotipe2, agak tahan biotipe 3. Tahan HDB patotipe III.

(3)

Tabel 4. Deskripsi Padi Hibrida Berumur GenjahDan Produktivitas Tinggi

Hipa 12 SBU 105 hari 104,4 cm 15 MK 10,5 t/haMH 8,9 t/ha 7,7 t/ha Pulen Ramping

Agak tahan wereng cokelat

Hipa 14 SBU 112 hari 112 cm 16 MK 12,1 t/haMH 11,8 t/ha 8,4 t/ha Pulen Ramping

Agak tahan wereng cokelat biotipe 2 dan agak tahan HDB patotipe III

Hipa Jatim 1 119 hari 117,2 cm 16 MK 10 t/haMH 9,7 t/ha 8,2 t/ha Pulen Ramping

Agak rentan terhadap HDB patotipe III

Hipa Jatim 2 119 hari 116 cm 16 MK 10,9 t/haMH 10,7 t/ha 9,3 t/ha Pulen Ramping

Agak tahan HDB patotipe III

Hipa Jatim 3 117 hari 109,4 cm 16 MK 10,7 t/haMH 10 t/ha 8,5 t/ha Pulen Ramping

Agak rentan terhadap HDB patotipe III

Hipa 8 110-122 hari 120-130 cm 14-18 10,4 t/ha 7,5 t/ha Pulen Ramping

Agak tahan terhadap HDB patotipe VIII

Ciherang 116-125 hari 107-115 cm 14-17 8,5 t/ha 6 t/ha Pulen Ramping

Tahan wereng cokelat biotipe 2, agak tahan biotipe 3. Tahan HDB patotipe III.

Sumber: SK Mentan 2011 dan Deskripsi Varietas Padi (BB Padi), Tahun 2011.

Padi Inbrida Tahan Hawar Daun Bakteri (HDB)

(4)

yaitu : Inpari 14 Pakuan, Inpari 15 Parahyangan, Inpari 16 Pasundan, Inpari 17, Inpari 18, Inpari 19, dan Inpari 20. Dalam Tabel 3, dapat dilihat bagaimana deskripsi dari masing-masing varietas tahan HDB. Berdasarkan deskripsi tersebut, terlihat bahwa sebagian besar varietas padi irigasi yang dilepas mempunyai keunggulan dibandingkan dengan varietas yang telah dilepas sebelumnya yaitu Ciherang. Keunggulannya seperti: tahan terhadap penyakit HDB (kresek), mempunyai potensi hasil yang tinggi (kisaran 8-9 ton/ha), mempunyai rasa nasi yang pulen, dan sangat sesuai untuk dikembangkan dilahan sawah irigasi dataran rendah.

Padi Hibrida Berumur Genjah dan Produktivitas Tinggi

Padi hibrida yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, merupakan varietas yang adaptif terhadap kondisi lingkungan tumbuh di Indonesia dengan nilai heterosis daya hasil 15–20% lebih tinggi dibandingkan dengan varietas padi inbrida. Saat ini, para pemulia di BB Padi di bawah koordinator Dr. Satoto, telah merakit padi hibrida yang memiliki karakter yang unggul di tahun 2011. Deskripsi hibrida padi (Hipa) beserta keunggulannya dapat dilihat pada Tabel 3.

2.1.2 Teori Produksi

(5)

yang digunakan akan menghasilkan output (keluaran). Jumlah output juga dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan. Hubungan antara jumlah penggunaan

input dan jumlah output yang dihasilkan, dengan teknologi tertentu, disebut fungsi produksi. Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat (dan kombinasi) penggunaan input dan tingkat output per satuan waktu (Soeratno, 2000).

Pada model ini, hubungan antara input dan output disusun dalam fungsi produksi (production function) yang berbentuk (Nicholson, 2002) :

q = f (K,L,M,...)

Di mana q mewakili output barang-barang tertentu selama satu periode, K mewakili mesin (yaitu, modal) yang digunakan selama periode tersebut, L mewakili input jam tenaga kerja, dan M mewakili bahan mentah yang digunakan.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Usahatani

Ilmu usahtani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1995).

Soekartawi (1989) menjelaskan bahwa tersedianya sarana atau faktor

(6)

Namun bagaimana petani melakukan usahanya secara efisien adalah upaya yang

sangat penting. Efisiensi teknis akan tercapai bila petani mampu

mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi tinggi dapat

tercapai. Bila petani mendapat keuntungan besar dalam usahataninya dikatakan

bahwa alokasi faktor produksi efisien secara alokatif. Cara ini dapat ditempuh

dengan membeli faktor produksi pada harga murah dan menjual hasil pada harga

relatif tinggi. Bila petani mampu meningkatkan produksinya dengan harga sarana

produksi dapat ditekan tetapi harga jual tinggi, maka petani tersebut melakukan

efisiensi teknis dan efisiensi harga atau melakukan efisiensi ekonomi.

Menurut Herlambang (2001) Faktor produksi adalah input yang digunakan untuk menghasilkan barang- barang, dalam hal ini pengertian faktor produksi adalah semua pengorbanan yang diberikan ke tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan produk pertanian yang baik. Faktor produksi memang sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh.

Pada dasarnya usahatani padi memiliki dua faktor yang akan mempengaruhi proses produksi, yaitu faktor internal penggunaan lahan, tenaga kerja dan modal serta faktor-faktor eksternal yang meliputi faktor produksi yang tidak dapat dikontrol oleh petani seperti iklim, cuaca, perubahan harga dan sebagainya.

1. Tanah

(7)

lahan mempunyai pengaruh yang nyata dalam peningkatan produksi padi. Besarnya luas lahan usahatani mempengaruhi petani dalam menerapkan cara-cara berproduksi. Luas lahan usahatani yang relatif kecil membuat petani sukar mengusahakan cabang usaha yang bermacam-macam, karena ia tidak dapat memilih kombinasi-kombinasi cabang usaha yang paling menguntungkan. 2. Tenaga Kerja

Dalam ilmu ekonomi, tenaga kerja didefinisikan sebagai sumber daya manusia untuk melakukan usaha menghasilkan atau memproduksi barang atau jasa. Angkatan kerja (labour force) ialah bagian dari penduduk yang sanggup menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dalam usahatani primitif, alam memegang peranan utama sebagai penghasil produksi, akan tetapi dengan berkembangnya usahatani, alam dan tenaga kerja menjadi sangat berperan dalam proses produksi usahatani. Adapun sifat pekerjaan dalam usahatani adalah: (1) Pekerjaan dalam usahatani sifatnya tidak kontinu, banyak dan lamanya waktu kerja tergantung dari jenis tanaman, waktu dan musim, (2) Dalam usahatani tidak terdapat spesialis pekerjaan, sehingga seorang petani harus mengetahui tahap pekerjaan dari awal sampai akhir hingga memperoleh produksi, dan (3) Dalam usahatani terdapat ikatan yang erat antar pekerjaan yang diupah dengan petani sebagai pelaksana.

(8)

seluruh pekerjaan. Tenaga kerja wanita umumnya digunakan untuk menanam, memelihara tanaman/menyiang dan panen, sedangkan tenaga kerja anak-anak digunakan untuk menolong pekerjaan pria dan wanita. Beberapa pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh manusia, digantikan dengan tenaga mesin dan hewan. Kemampuan kerja dari masing-masing tenaga kerja ini diperhitungkan dengan setara kerja pria atau Hari Orang Kerja (HOK).

Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan luar keluarga petani. Tenaga luar keluarga dapat diperoleh dengan cara upahan, dimana upah pekerja pria, wanita dan anak-anak berbeda. Pembayaran upah dapat harian atau mingguan ataupun setelah usai pekerjaan, atau bahkan borongan. Tenaga upahan ini ada juga yang dibayar dengan natura atau hasil panen. Tenaga kerja dalam keluarga umumnya tidak diperhitungkan karena sulit dalam pengukuran penggunaannya, biasanya tenaga kerja ini lebih banyak digunakan pada petani yang menggarap lahan sempit.

Hernanto (1993) menyatakan bahwa satuan tenaga kerja dalam usahatani dibedakan atas:

 Hari kerja pria (HKP) tenaga yang dikeluarkan satu pria dewasa per hari dalam kegiatan usahatani. Tenaga kerja pria dengan usia ≥15 tahun bekerja selama 8 jam/hari = 1 HKP

 Hari kerja wanita (HKW) adalah tenaga yang dikeluarkan oleh satu wanita dewasa per hari dalam kegiatan usahatani. Tenaga kerja wanita dewasa

dengan usia ≥15 tahun bekerja selama 8 jam/hari = 0,8 HKP

(9)

 Hari kerja ternak (HKT) adalah tenaga kerja yang dikeluarkan oleh satu ekor hewan ternak (kerbau, lembu/sapi) per hari yang nilainya setara dengan 5 HKP.

 Hari kerja mesin (HKM) adalah tenaga kerja yang dikeluarkan oleh satu unit mesin yang setara denagn 25 HKP per hari penggunaannya dalam kegiatan usahatani.

3. Modal

Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang baru, yaitu berupa produksi pertanian.

Menurut Hernanto (1993) dalam usahatani modal meliputi tanah, bangunan-bangunan (gudang, kandang, lantai jemur, pabrik dan lain-lain), alat-alat pertanian (traktor, luku, garu, spayer, cangkul, parang, sabit dan lain-lain), tanaman, ternak, sarana produksi (bibit, benih ikan, pupuk, obat- obatan) dan uang tunai.

(10)

4. Teknologi

Dalam pengertian sederhana, kemajuan teknologi terjadi karena ditemukannya cara-cara baru atau perbaikan atas cara-cara lama dalam menangani pekerjaan-pekerjaan tradisional seperti pekerjaan menanam dan lain sebagainya.

2.2.1.1 Analisis Usahatani

Menurut Soekartawi (1995) perlunya analisis usahatani memang bukan untuk kepentingan petani saja tetapi juga untuk para penyuluh pertanian seperti Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Penyuluh Pertanian Madya (PPM), dan Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS), para mahasiswa atau pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk melakukan analisis usahatani. Dalam melakukan analisis usahatani ini, seseorang dapat melakukannya menurut kepentingan untuk apa analisis usahatani yang dilakukannya. Dalam banyak pengalaman analisis usahatani yang dilakukan oleh petani atau produsen memang dimaksudkan untuk tujuan mengetahui atau meneliti:

a. Keunggulan kompratif (comparative advantage)

b. Kenaikan hasil yang semakin menurun (law of deminishing returns) c. Substitusi (substitutution effect)

d. Pengeluaran biaya usahatani (farm expenditure) e. Biaya yang diluangkan (opportunity cost)

(11)

2.2.1.2. Biaya Usahatani

Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (a) biaya tetap (fixed cost); dan (b) biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini umumnya didefenisikan sebagai biaya yang relatif tetap , dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Contohnya pajak. Biaya untuk pajak akan tetap dibayar walaupun hasil usahatani itu besar atau gagal sekalipun. Sedangkan biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefenisikan sebagai biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 1995).

2.2.1.3. Analisis Pendapatan

Menurut Soekartawi, dkk (1986) Pendapatan usahatani merupakan selisih biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa untuk tenaga kerja, modal kerja keluarga yang dipakai dan pengelolaan yang dilakukan oleh seluruh anggota keluarga. Bentuk dan jumlah pendapatan memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Pendapatan ini akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan dan kewajiban-kewajiban. Dengan demikian pendapatan yang diterima petani akan dialokasikan pada berbagai kebutuhan.

(12)

digunakan dalam suatu usahatani. Persamaan tersebut dituliskan sebagai berikut :

π

=TR – TC

Keterangan :

Π = Pendapatan (Rp)

TR (Total Revenue) = Total Penerimaan (Rp) TC (Total Cost ) = Total Biaya (Rp)

Total biaya dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : TC = FC + VC

Keterangan :

TC (Total Cost) = Total Biaya (Rp) FC (Fixed Cost) = Biaya Tetap (Rp) VC (Variabel Cost) = Biaya Variabel (Rp)

Penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : TR = Q . P

Keterangan :

TR (Total Revenue) = Total Penerimaan (Rp) Q (Quantity) = Jumlah Produk (Kg) P (Price) = Harga Produk (Rp)

Bagi seorang petani, analisis pendapatan membantunya untuk mengukur apakah usahataninya pada saat itu menguntungkan atau tidak menguntungkan. Usahatani dikatakan sukses apabila pendapatan yang diperoleh memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:

(13)

tersebut.

b. Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan (termasuk pembayaran sewa tanah atau pembayaran dana depresi modal).

c. Cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah.

2.2.1.4. Analisis Profitabilitas

Keberhasilan dari suatu usahatani selain diukur dengan nilai mutlak (analisis pendapatan), juga diukur dari analisis efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensinya adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio). Dalam analisis R/C akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Semakin tinggi nilai R/C rasio, menunjukkan semakin besar keuntungan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Sehingga dengan perolehan nilai R/C rasio yang semakin tinggi maka tingkat efisiensi pendapatan pun semakin baik (Soeharjo dan Patong, 1977).

Soekartawi (1995), analisis R/C yang dikenal dengan perbandingan antara total penerimaan dan total biaya, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

a = R/C Keterangan :

a = Perbandingan antara Penerimaan dengan biaya TR (Total Revenue) = Total Penerimaan (Rp)

(14)

Jika a = 1 , maka usahatani tidak untung dan tidak rugi

2.2.2. Jarak Tanam

Jarak tanam berpengaruh terhadap produksi dan efesiensi usahatani padi sawah. Jarak tanam yang lebih rapat akan meningkatkan biaya tanam dan tanaman mudah rebah. Sebaliknya, jarak tanam yang lebih lebar akan menurunkan produksi karena berkurangnya populasi tanaman (Laporan Hasil Penelitian/Peng-kajian Teknologi Optimasi Padi Sawah di Lahan Irigasi Sumut).

Sistem tanam legowo juga mulai dikenal dan diterapkan oleh petani. Hal ini disebabkan selain meningkatkan produksi, sistem tanam legowo memiliki banyak kelebihan antara lain pemeliharaan tanaman, pemupukan dan penyemprotan menjadi lebih mudah dilaksanakan. Keuntungan sistem tanam jajar legowo lainnya adalah semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir), mudah dalam pengendalian HPT, menyediakan ruang kosong untuk pengaturan air dan saluran pengumpul keong mas dan rumput padi yang telah disiang, serta penggunaan pupuk lebih berdaya guna (BPTP Sumut, 2013).

Direkomendasikan menanam bibit per rumpun lebih sedikit. bibit yang ditanam tidak lebih dari 3 bibit per rumpun. Lebih banyak jumlah bibit per rumpun, lebih tinggi kompetisi antar bibit (tanaman) dalam satu rumpun. Jarak tanam yang digunakan pada model legowo 2:1 adalah 40x20x10 cm. Cara tanam berselang seling 2 baris dan 1 baris kosong (BPTP Sumut, 2013).

(15)

demikian, jarak tanam pada tipe legowo 4 : 1 adalah 20 cm (antar barisan dan pada barisan tengah) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong). Sistem tanam Legowo pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan produksi yang diperoleh melalui peningkatan populasi tanaman di bagian pinggir barisan paling luar pertanaman (tiap empat baris). Dengan dirapatkannya jarak tanam dalam barisan menjadi 10 cm dibanding sistem tegel 20 cm maka populasi tanaman pada sistem Legowo 4:1 adalah 400.000 rumpun/ha atau 60% lebih tinggi dibanding sistem tegel 20x20 cm yang populasinya hanya 250.000 rumpun/ha. Sistem tanam tegel memiliki jarak tanam yang sama setiap tanaman.

Gambar 1. Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1 dan Sistem Tanam Jajar Legowo 4:1 dan Sistem Tanam Jajar Tegel

Hasil pengkajian Pujihartati dan Mulyati (2011) menunjukkan bahwa sistem tanam legowo 2:1 mampu meningkatkan pendapatan usahatani sebesar 4,49% dari usahatani pada sistem tegel. Nazan et al (2000) melaporkan bahwa teknologi 2:1 maupun 4:1 masih memberikan hasil yang lebih tinggi (12 -22%) dibandingkan cara tanam tegel. Dari hasil penelitian Aribawa dan Kariada (2011) terungkap bahwa interaksi perlakuan varietas dengan sistem tanam menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap hasil gabah kering panen tertinggi terlihat pada kombinasi perlakuan varietas dengan sistem legowo 2:1

(16)

(Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2012).

2.3. Penelitian Terdahulu

Dwi Ratna Sari Malau (2004) dalam penelitian yang berjudul “Analisis

Usahatani Padi Sawah Dengan Sistem Legowo 4:1 dan Sistem Tegel” menyatakan

bahwa berdasarkan hasil analisis uji beda rata-rata biaya produksi diperoleh hasil t-hitung = -0,551 lebih kecil dari tabel t-tabel = 2,048 (α1/2.05), yang berarti

menerima H0 dan menolak H1. Secara nominal diketahui biaya produksi pada

sistem legowo lebih rendah dari sistem tegel, namun secara uji statistik perbedaan biaya produksi itu tidak nyata. Dengan demikian berarti tidak ada perbedaan nyata biaya produksi antara usahatani padi sawah sistem legowo dan sistem tegel.

Veny Betsy Saragih (2009) dalam penelitian yang berjudul “Monitoring

(17)

2.4 Kerangka Pemikiran

(18)

Skematis Kerangka Pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

(x)

(-)

Keterangan:

: Adanya hubungan :Membandingkan

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Petani Padi Sawah

Usahatani Padi

Sistem Tanam Jajar legowo Legowo 2:1

Sistem Tanam Tegel

Faktor Produksi:

 Lahan,

 Modal (Bibit, Pupuk,Pestisida)

 Tenaga Kerja

Produksi (Output)

Produksi Harga

Penerimaan

Biaya Pendapatan

(19)

2.5 Hipotesis penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Curahan tenaga kerja usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo 2:1 lebih tinggi bila dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 dan sistem tanam tegel.

2. Jumlah biaya produksi usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo 2:1 lebih tinggi bila dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 dan sistem tanam tegel.

3. Produktivitas usahatani padi sawah sistem tanam jajar legowo 2:1 lebih tinggi bila dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 dan sistem tanam tegel.

Gambar

Tabel 3. Deskripsi Padi Inbrida Tahan HDB yang dilepas Tahun 2011.
Tabel 4. Deskripsi Padi Hibrida Berumur Genjah Dan Produktivitas Tinggi
Gambar 1. Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1 dan Sistem Tanam Jajar Legowo 4:1 dan Sistem Tanam Jajar Tegel
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Dalam proses penapisan dari sinyal suara tangis bayi digunakan Transformasi Wavelet Kontinyu sedangkan untuk pengenalan sinyal suara tangis bayi digunakan Neural

Show that the time required for one half of the radioactive material to decay must be 0.693/k.

IDENTIFIKASI PRIORITAS PENGEMBANGAN OBYEK WISATA DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR DENGAN METODE ANALITYCAL.. HIERARCHY

4.2 Menyusun teks cerita oral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan maupun

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana tata cara pelaksanaan, apa makna dan nilai- nilai yang terkandung

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan metode yang tepat dalam mengidentifikasi prioritas pengembangan obyek wisata di Kabupaten.. Toba

Dalam tataran ini, mereka memiliki hegemoni atas negara Indonesia bahwa kelapa sawit menjadi bagian integral dari industri perkebunan maupun kehutanan di

Sejalan dengan pembahasan di atas, permasalahan umum yang diajukan dalam penelitian ini adalah : bagaimana pengaruh penggunaan metode demonstrasi terhadap