• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Rehabilitasi Sosial Al-Kamal Sibolangit Centre

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Rehabilitasi Sosial Al-Kamal Sibolangit Centre"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konselor

2.1.1 Pengertian Konselor

Menurut Hartono dan Boy Soedarmadji dalam buku psikolog konseling, konselor

adalah seorang yang memiliki keahlian dalam bidang pelayanan konseling dan tenaga

professional dalam pelayanan sosial masalah yang terjadi di dalam masyarakat.

Konseling, yang sering pula disebut “penyuluhan”, adalah suatu bentuk bantuan.

Ia merupakan suatu proses pelayanan yang melibatkan kemampuan professional pada

pemberi layanan. Ia sekurang-kurangnya melibatkan pula orang kedua, penerima

layanan, yaitu orang yang sebelumnya merasa ataupun nyata-nyata tidak dapat berbuat

banyak setelah mendapat layanan menjadi dapat melakukan sesuatu (Mappiare, 2002:

1).

Konseling adalah suatu layanan professional yang dilakukan oleh konselor

terlatih terhadap klien. Layanan konseling dilakukan secara tatap muka dan

direncanakan untuk membantu orang lain dalam memahami dirinya, membuat

keputusan, dan memecahkan masalah. Karena itu, keberhasilan konseling sebagian besar

ditentukan oleh kualitas hubungan konseling (konselor dan klien).

Dalam konseling terjadi hubungan antara konselor dan klien untuk saling

menerima dan membagi, yaitu dalam pengertian bahwa mereka dapat:

1. Bersepakat untuk menyukseskan hubungan tersebut,

2. Berbagi pengalaman,

(2)

4. Mendorong pemikiran kreatif, dan

5. Saling menghargai nilai-nilai dan tujuan hidup masing-masing

Seorang konselor harus memahami secara mendalam pertumbuhan dan

perkembangan manusia. Ia harus memahami dan mencermati kebutuhan kliennya. Akan

tetapi, ia harus menyadari pula tugas-tugas konselor. Karena itu tujuan konseling akan

berbeda untuk setiap klien (Joewana, 2008: 67).

2.1.2. Sikap dan Keterampilan Konselor

Sikap dan keterampilan merupakan dua aspek penting kepribadian konselor.

Sikap sebagai suatu disposisi tidaklah tampak nyata, tidak dapat dilihat bentuknya secara

langsung. Berbeda dengan sikap, keterampilan dapat tampak wujudnya dalam perbuatan.

Fungsi keterampilan bagi konselor adalah upaya memancarkan sikap-sikap yang

dimilikinya terhadap para klien disamping penunjukan kredibilitas lain seperti

penampilan kompetensi intelektual dan aspek-aspek nonintelektual lainnya (Mammiare,

2002: 97-98).

1. Sikap Dasar Konselor

Ini merupakan dimensi afektif konselor yang sangat menentukan keberhasilan

dan kelancaran proses serta saling-hubungan konseling.

a. Penerimaan

Penerimaan sebagai salah satu sikap dasar konselor mengacu pada kesediaan

konselor memiliki penghargaan tanpa menggunakan standar ukuran atau

persyaratan tertentu terhadap individu sebagai manusia atau pribadi secara utuh.

Ini berarti konselor menerima setiap individu klien yang datang kepadanya,

(3)

yang “kuat”. Jadi, penerimaan merupakan komponen penting dari penghargaan

konselor terhadap klien, dan merupakan dasar proses konseling secara

keseluruhan.

b. Pemahaman

Konselor diharapkan memiliki pemahaman terhadap klien, bukan berarti

bahwa konselor mengerti batin klien sebagaimana mengerti isi suatu bacaan.

Konselor tidak dituntut berlayan sebagai ahli kebatinan yang dengan tenaga

“paranormalnya” mungkin dapat “melihat” batin orang. Konselor, menurut

Jones, Stafflre dan Stewart (1979), hendaknya memahami klien atas dua tingkat.

Hasil observasi, catatan konferensi, dan hasil-hasil tes tersedia sebagai bahan

pemahaman (tingkat pertama: tingkah laku). Akan tetapi menurut mereka klien

baru merasa bahwa ia dipahami jika komunikasi dengan konselor bergerak dalam

tingkat perasaan, dan konselor menunjukkan bahwa dia paham dunia klien dan

menerima rasa takut dan harapan-harapan klien sebagaimana klien melihatnya.

Karena itu, menurut ketiga penulis tadi, konselor hendaknya lebih condong

berfikir dengan (bersama-sama) daripada tentang atau mengenai klien.

a. Kesejatian dan Keterbukaan

Kesejatian pada dasarnya menunjuk pada keselarasan (harmoni) yang mesti

ada dalam pikiran dan perasaan konselor dengan apa yang terungkap melalui

perbuatan ataupun ucapan verbalnya.

Keterbukaan pada konselor merupakan kualitas pribadi yang dapat disebut

sebagai cara konselor mengungkapkan kesejatiannya. Keterbukaan yang

(4)

2. Keterampilan Dasar Konselor

Ini merupakan dimensi kognitif dan keterampilan konselor, yang lebih mudah

tampak, dan juga sangat menentukan kelancaran proses dan keberhasilan hubungan

konseling. Kompetensi intelektual, kelincahan karsa-cipta, pengembangan keakraban,

dan terampil dijalankan oleh seorang konselor efektif.

a. Kompetensi Intelektual

Keterampilan konselor dilandasi oleh pengetahuan siap pakai mengenai tingkah

laku manusia, pemikiran yang cerdas, dan kemampuan mengintegrasikan peristiwa

yang dihadapi dengan pendidikan dan pengalamannya.

b. Kelincahan Karsa-cipta

Kelincahan karsa-cipta konselor dalam memilih dengan cepat dan tepat respon

yang bijak. Kelincahan ini terutama sekali terasa pentingnya pada saat interview

konseling dimana klien mengemukakan pernyataan-pernyataan verbal ataupun

nonverbal.

c. Pengembangan Keakraban

Keakraban mengacu pada suasana hubungan konseling yang bercirikan suasana

santai, keselarasan, kehangatan, kewajaran, saling memudahkan dalam percakapan,

dan saling menerima antara klien dengan konselor.

Meskipun suasana akrab yang baik itu berada pada kedua pihak (konselor dan

klien), namun tanggung jawab penciptaan dan pemantapan sepenuhnya berada di

(5)

2.1.3 Keefektifan Konselor

Kualitas pribadi, sikap dasar, dan keterampilan konselor seperti dibahas di muka

merupakan sebagian prasyarat kefektifan konselor. Hal-hal itu merupakan kualitas

konselor yang lebih khusus dalam berhubungan atau bekerja dengan klien.

Kefektifan konselor, hal yang dibahas berikut ini, sifatnya lebih luas yaitu

mencakup kualitas pribadi, sikap dan persepsi terhadap klien, orang lain, lingkungan,

ilmu pengetahuan, profesi, dan bahkan persepsi terhadap diri sendiri.

Syarat-syarat bagi keefektifan konselor, memiliki sekurang-kurangnya sikap

seperti:

1. Empati

Seorang konselor di tuntut memiliki kemampuan memahami cara pandang dan

tanggapan seseorang atas suatu peristiwa. Konselor dapat merasakan penderitaannya

dan dapat berbagi rasa dengan kliennya. Empati berbeda dengan simpati (kasihan

pada seseorang). Seseorang akan berempati ketika melihat dan memahami suatu

peristiwa dengan kaca mata orang lain. Akan tetapi hal itu tidak berarti seseorang

tersebut menyetujui apa yang dikatakannya.

2. Ketulusan

Kemampuan untuk menjadi diri sendiri dan menyatakannya demikian kepada

orang lain. Orang yang tulus tidak berpura-pura, menipu, palsu, dan membela diri.

Caranya beertindak bersesuaian dengan pikiran dan perasaannya.

3. Menghormati

Kemampuan untuk membuat orang lain mengetahui melalui kata-kata dan

tindakan bahwa konselor tersebut percaya akan kemampuan kliennya, haka-haknya

(6)

4. Kehangatan

Kemampuan untuk memperlihatkan kepada orang lain bahwa konselor perduli

dengan kliennya. Perilaku hangat ditunjukkan, antara lain, dengan kontak mata,

tersenyum, dan nada suara yang menunjukkan kepedulian dan ketulusan.

5. Tidak menutup diri

Dengan maksud menolong klien, konselor mampu membuka diri serta

menjelaskan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya tentang sesuatu hal.

6. Tidak menghakimi

Konselor harus mampu menghindarkan diri untuk membuat asumsi-asumsi atau

penilaian tentang klien.

7. Pengetahuan

Konselor harus mempunyai pengetahuan tentang relaps, proses pemulihan, dan

kemampuan mengajarkan orang lain keterampilan yang diperlukannya.

8. Konkret

Kemampuan untuk mengindentifikasi suatu persoalan dan langkah yang

diperlukan untuk memperbaikinya. Jika suatu masalah, situasi, perilaku atau tindakan

tertentu telah dapat diindentifikasikan secara jelas, hal itu akan memudahkan klien

memahami persoalannya.

9. Konfrontasi

Konfrontasi adalah bertindak dan berkata jujur kepada klien mengenai persepsi

konselor terhadap peristiwa yang sedang terjadi pada klien, tanpa menjatuhkan harga

diri klien.

(7)

Hal yang paling penting pada konseling remaja adalah harapan-harapan konselor

terhadap klien. Dalam hal ini konselor menghindari kesalahan sikap yang keras dan kaku

serta menuntut (sikap “Orang tua”) atau sebaliknya, santai, dan acuh tak acauh ( sikap

“anak”). Kecendrungan pertama tidak menghasilkan individuasi remaja dan

mengundang pemberontakan, sedangkan yang kedua, mengecilkan perkembangan

kendali diri dan moralitas.

Seperti halnya orang dewasa, remaja sadar akan penampilan dirinya. Konselor

harus peka dan menghargai hal itu. Ini adalah cara menghargai kebutuhan

perkembangan remaja untuk berindentifikasi dengan kelompok sebayanya, termasuk

pakaian, bahasa, dan sikapnya. Secara psikologis kelompok sebaya berfungsi sebagai

sasaran antara dalam proses individuasi.

Sejak kanak-kanak ia bergantung kepada orangtua. Identifikasi bisaanya dengan

orangtua ini kuat dan sering berlangsung secara tidak sadar. Rasa individualitas anak

terbatas. Ia meniru model orang tua dari gaya bicara hingga sikap sebagai cara

membangun identitas dirinya yang masih bersifat sementara. Sebaliknya, orang dewasa,

memiliki rasa kemandirian, termasuk nilai, cita rasa, minta, dan sikap yang berbeda dari

orangtuanya. Orang dewasa yang berhasil dalam individuasi mampu membangun

hubungan yang memuaskan dengan sesamanya dan menghargai, baik perbedaan maupun

persamaan.

Remaja adalah periode terjadinya perubahan perkembangan. Jika individuasi

gagal, ia gagal sebagai orang dewasa dengan rasa kemandirian, atau mencoba

beridentifikasi sebagai pengganti pasangan orang tuanya, sehingga menghasilkan

hubungan atas dasar ketergantungan dan takut untuk berbeda. Individuasi adalah proses

(8)

dikendalikan oleh nilai-nilai di luar norma social atau antisosial, termasuk

penyalahgunaan narkoba. Kita tidak dapat mendukung atau menghargai kelompok

sebaya ini, meskipun kita harus mengenali kebutuhan remaja menemukan kelompok

sebaya untuk identifikasi dirinya.

Menghargai kelompok sebaya tidak berarti konselor atau orangtua harus

meneriam sikap dan perilaku remaja. Sangat penting bagi konselor atau orangtua untuk

meminta pertanggungjawaban remaja agar hidup berdasarkan norma dan nilai mereka.

Ketika remaja menyalahgunakan narkoba, kemampuannya untuk memenuhi harapan

orangtuanya memburuk. Satu demi satu peraturan dilarangnya. Batas-baats makin

dipertentangkan. Mencoba mengabaikan pertentanagn dalam batas tertentu serta

mengabaikan harapan-harapan adalah sikap yang tidak terapeutik. Hal ini mengundang

penyalahgunaan narkoba lebih jauh dan diartikan remaja sebagai sikap acuh tak acuh.

Banyak orangtua dan konselor ingin mengetahui harapan-harapan yang masuk

akal terhadap remaja. Dalam konseling, sangat penting bagi konselor untuk memiliki

harapan-harapan itu dan siap menuntut pertanggungjawaban dari remaja. Pesan ini

disampaikan dalam proses konseling, ketika konselor dan orangtua percaya bahwa

remaja mampu hidup dalam standar harapan sebagai berikut:

Di rumah

1. Hidup rukun dengan anggota keluarga

2. Tidak menentang secara fisik (agresi) dengan anggota keluarga

3. Bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan

4. Mau berkata kemana mereka pergi dan dengan siapa mereka bersama

5. Badan dan pakaian bersih

(9)

7. Jujur

8. Mengikuti ketentuan jam amalam

9. Mengikuti aturan-aturan rumah

10.Berinteraksi dengan anggota keluarga (tidak menyendiri)

11.Memegang janji

Di sekolah

1. Dating tepat waktu

2. Mengikuti semua jam pelajaran di kelas

3. Menyelesaikan tugas-tugas

4. Mempertahankan nilai social dengan kemampuannya

5. Menghindari masalah pelanggaran disiplin

6. Terlibat dalam kegiatan ekstrakulikuler

Di masyarakat

1. Tidak bermasalah dengan hokum

2. Dating tepat waktu

3. Mematuhi rambu-rambu lalu lintas

4. Menghormati hak-hak orang lain

5. Tidak coret-coret tembok

6. Tidak merusak milik orang lain/lembaga

(10)

Daftar itu dapat ditambah, yang terpenting harapan-harapan itu jelas bagi

konselor. Konseling yang efektif adalah mengkonfrontasikan hal itu dengan remaja.

Ketika ia gagal memenuhi suatu harapan, konfrontasikan sesegera mungkin.

Konsekuensi harus mengikuti konfrontasi langsung terhadap suatu masalah. Jangan

hanya mengemukakan konsekuensi secara sambil lalu. Hal ini dianggap sebagai sikap

acuh tak acuh. Konfrontasi sering kali efektif untuk mengubah perilaku daripada

menjelaskan konsekuensinya. Jika konfrontasi gagal menghasilkan perubahan, dapat

dikombinasikan degan konsekuensi. Jangan berhenti mengkonfrontasi dan

mengemukakan konsekuensinya. Yang terpenting adalah menjadikan remaja lebih

bertanggung jawab terhadap batasan-batasan dan harapan-harapan. Ketika hal ini

berlangsung, kelompok sebaya yang tidak sehat akan digantikan dengan kelompok yang

sehat dan proses individuasi berjalan secara sehat pula (Joewana, 2008: 81-83).

2.2 Peranan

Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status) yang membatasi

perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Apabila

seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka

orang tersebut telah melaksanakan sesuatu peran (Syarbaini, 2009: 60).

Peranan dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena fungsi peran itu

sendiri adalah sebagai berikut:

1. Memberi arah pada proses sosialisasi.

2. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan

pengetahuan.

(11)

4. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat

melestarikan kehidupan masyarakat.

Peranan sendiri berkaitan erat dengan fungsi sosial seorang baik secara formal

maupun informal. Peranan sendiri digunakan dalam setiap bagian kehidupan, baik itu

masyarakat, pekerjaan dan sekolah.

2.3 Narkoba

2.3.1. Pengertian Narkoba

Narkoba muncul di dalam masyarakat untuk mempermudah mengingat-ngingat

yang diartikan sebagai Narkotika dan Obat-obat berbahaya atau terlarang. Secara umum

narkoba adalah singkatan dari Narkotika dan bahan-bahan berbahaya yang di dalamnya

zat-zat kimia, limbah-limbah beracun, pestisida atau lain-lainnya.

Waktu ke waktu istilah Narkoba ditambah dengan Alkohol dan sering disebut

sebagai NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif lainnya), tetapi kemudian muncul

obat-obatan yang sejenis dengan narkotika, hanya saja tidak terdapat kandungan

narkotika didalamnya yang kini banyak beredar di pasaran illegal disebut dengan

Psikotropika.

Dengan demikian belakangan ini disebut NAPZA (Narkotika, Alkohol,

Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya). Adapun yang dimaksud dengan zat Adiktif

lainnya disini, adalah zat-zat pada umumnya yang dapat membuat orang adictie atau

ketergantungan atau kecanduan seperti Nicotin pada tembakau dan Kafein pada kopi.

Narkoba yang populer saat ini adalah Narkotika dan Psikotropika sebagaimana

yang disebutkan oleh UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika pada pasal 1 ke 1,

(12)

sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat

menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan” (Willy,

2005: 4-5).

Narkoba merupakan akronim dari Narkotika, Psikotropika dan bahan-bahan

adiktif lainnya. Istilah narkoba tergolong belum lama, istilah ini muncul sekitar tahun

1998 karena banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaina barang-barang yang

termasuk narkotika dan obat-obat adiktif yang terlarang. Oleh karena itu untuk

memudahkan orang berkomunikasi dan tidak menyebut istilah yang tergolong panjang,

maka kata-kata “Narkotika, Psikotropika dan bahan-bahan Adiktif lainnya” ini disingkat

menjadi “Narkoba”.

Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) Narkoba adalah zat-zat kimiawi yang

jika dimasukkan ke dalam tubuh manusia (baik secara oral, dihirup, maupun intravena,

suntik) dapat mengubah dan bahkan merusak pikiran, suasana hati, ataupun perasaan,

perilaku seseorang dan organ tubuh (Badan Narkotika Nasional, 2007: 9).

Memang benar pada dasarnya bahwa Narkoba (Narkotika dan Psikotropika)

sangat dibutuhkan di dalam bidang medis sebagai pengobatan (dalam waktu operasi

sebagai obat bius dan untuk penenang). Undang-undang juga membenarkan dan

memberi izin penggunaannya kepada dua hal, yakni keperluan medis atau rumah sakit

dan keperluan penelitian atau ilmu pengetahuan.

Pada prinsipnya Narkoba tersebut tidak dilarang jika digunakan sebagaimana

mestinya untuk dua keperluan tersebut. Namun demikian, kepemilikannya juga harus

ada izin tertentu dari pemerintah. Yang dilarang adalah peredaran gelap dan

(13)

sembunyi-sembunyi bahkan terkadang sudah terang-terangan di dalam lingkungan

masyarakat untuk dikonsumsi dengan mengambil efeknya berupa kesenangan, padahal

kita ketahui dampak negatifnya sangat berbahaya yang dapat saja menimbulkan

komplikasi berbagai macam penyakit hingga kematian (Willy, 2005: 5).

Narkoba yang popular didalam masyarakat terdiri dari tiga golongan yaitu:

Nrkotika, Psikotropika dan bahan-bahan Adiktif lainnya.

1. Narkotika

Narkotika menurut Undang-undang RI No.22 Tahun 1997 adalah zat atau

obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi

sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,

hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat

menimbulkan ketergantungan. Berdasarkan bahan asalnya narkotika terbagi

dalam 3 golongan yaitu:

a. Alami, yakni jenis zat/obat yang timbul dari alam tanpa adanya proses

fermentasi, isolasi atau proses produksi lainnya. Contohnya: Ganja,

Opium, Daun Koka.

b. Semi sintesis adalah zat yang diproses sedemikian rupa melalui proses

ekstraksi dan isolasi. Contohnya: Morfin, Heroin, Kodein.

c. Sintesis, yakni jenis obat atau zat yang di produksi secara sintesis

untuk keperluan medis atau penelitian yang digunakan sebagai

penghilang rasa sakit (analgesik) seperti penekanan batuk (antitusif).

Contohnya: Amfetamin, Dekssamfetamin, Penthidin, Meperidin,

Metadon, Dipipanon, Dekstropropakasifen, LSD (Lisergik,

(14)

2. Psikotropika

Psikotropikamenurut Undang-Undang RI No.5 Tahun 1997 adalah zat atau

obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif

melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan

perubahan khas aktifitas mental dan perilaku. Dalam bidang farmakologi,

Psikotropika dapat dibedakan dalam 3 (tiga) golongan yang berbeda efeknya,

yaitu:

a. Golongan psikostimulansia yang apabila disalahgunakan sangat

merugikan kesehatan perorangan. Jenis obat yang termasuk golongan

ini adalah Amfetamin (lebih populer di kalangan masyarakat sebagai

shabu-shabu dan ekstasy) dan Deksamfetamine.

b. Golongan psikodepresan dapat digolongkan sebagai obat tidur,

penenang dan obat anti cemas yang mempunyai khasiat pengobatan

yang jelas apabila disalahgunakan dapat merugukan kesehatan

perorangan dan tata kehidupan masyarakat. Contohnya: Amobarbital,

Pheno karkital, dan Pento karkital.

c. Golongan sedativa adalah jenis obat-obatan yang mempunyai khasiat

pengobatan yang jelas dan digunakan sangat luas dalam terapi, apabila

disalahgunakan dapat merugikan kesehatan. Contohnya: Diazepam,

Klobazam, Bromazepam, Fenobarbital, Barbital, Klonazepam,

Klordiazepoxide, Nitrazezam, seperti BK, DUM, MG.

(15)

Zat Adiktif adalah zat atau bahan aktif bukan narkotika atau psikotropika

yang bekerja pada sistem saraf pusat dan dapat menimbulkan ketergantungan,

yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan psikis.

Adapun jenis-jenis bahan adiktif yaitu:

a. Inhalen, yaitu zat yang terdapat pada lem dan pengecet cat.

Penggunaannya dengan cara dihirup. Efeknya hilang ingatan, tidak

dapat berfikir, mudah berdarah, kerusakan hati dan ginjal,

kejang-kejang otot.

b. Alkohol, yaitu minuman yang mengandung etanol yang diproses dari

bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat, dengan cara

fermentasi. Efeknya menyebabkan depresi pada sistem syaraf pusat,

menyebabkan oedema otak, menimbulkan habilutasi, toleransi dan

ketagihan, peradangan lambung, melemahkan jantung dan hati menjadi

keras.

c. Tembakau/Rokok, pengaruh dari penggunaan tembakau/rokok apabila

digunakan dalam jumlah besar dalam jangka waktu yang lama. Zat

tembakau ini sendiri merupakan zat yang menimbulkan

ketergantungan pada umumnya. Hal yang paling mempengaruhi adalah

racun dalam tembakau yang disebut nikotin. Efeknya menyumbat

saluran darah, menimbulkan penyakit kanker, serangan jantung,

impotensi dan gangguan kehamilan.

d. Obat Penenang, yaitu obat tidur, pil koplo, valium, nipam, dll. Efeknya

(16)

e. Zat yang mudah menguap, yaitu lem aica aibon, thiner, bensin,

efeknya memperlambat kerja otak, menimbulkan rasa senang,

penurunan kesadaran (Nasution, 2004: 13-14).

2.3.2. Perkembangan Narkoba

Sejak zaman pra-sejarah, manusia telah mengenal zat-zat yang tergolong ke

dalam narkoba. beberapa di antara zat-zat tersebut adalah:

1. Alkohol

Menurut catatan arkeologik, minuman beralkohol sudah dikenal manusia

sejak kurang lebih 5000 tahun yang lalu. Alkohol merupakan penekan susunan

syaraf pusat tertua, dan bersama-sama kafein dan nikotin merupakan zat kimia

yang paling banyak digunakan manusia (Joewana, 2008: 33)

Alkohol merupakan zat tertua yang digunakan orang. Alkohol diperoleh dari

buah atau sayuran yang terlupakan dan kemuadian mengalami fermentasi dan

menjadi alkohol yang sangat digemari sebagai salah satu minuman. Masyarakat

Mesir kuno dan Yunanai membuat alkohol dari fermentasi anngur. Sekitar abad

ke-7 Masehi penggunaan alkohol mulai menurun semenjak turunnya agama

islam yang melarang untuk meminum alkohol.

Dewasa ini, penggunaan alkohol semakin marak, seiring dengan derasnya

arus globalisasi. Wilayah Asia, termasuk Indonesia telah dijadikan salah satu

tujuan distribusi terbaru dari minuman beralkohol, yang kemudian bukan di

bidang kesehatan, akan tetapi juga di bidang sosial dan ekonomi..

(17)

Ganja merupakan suatu tanaman perdu yang tingginya dapat mencapai 4

meter dan dikenal lebih dari 100 spesies tanaman yang dapat tumbuh didaerah

tropis dan daerah beriklim sedang seperti aiandia, Thailand, Sumatera, Nepal,

Jamaika, Kolumbia, Korea, Iowa (AS), dan Rusia bagian selatan (Joewana, 2008:

27)

Ganja sudah digunakan semenjak tahun 2700 SM untuk mengatasi kesulitan

buang air besar, rematik, penyakit lupa, sakit perut, malaria dan beri-beri.

Sementara itu 500 tahun SM, orang-orang Scythian yang hidup di wilayah sungai

Volga dan Danube melemparkan ganja ke batu panas di dalam tenda-tenda kecil

dan menghirup asapnya dan ini adalah merupakan peristiwa awal penggunaan

ganja di luar pengobatan. Di tahun 1750 Raja George dari Inggris sempat

memproklamasikan untuk menanam dan memperbanyak ganja yang tujuannya

adalah untuk mengembangkan industri tekstil dan tali. Di Indonesia sendiri,

ganja pertama sekali digunakan sebagai bahan bumbu masakan. Namun

kemudian disalahgunakan dengan mencampurnya bersama rokok yang akan

menyebabkan penggunanya merasa “fly” atau terbang dan tidak menghiraukan

hal-hal lain.

3. Kokain

Kokain adalah alkaloida yang berasal dari tanaman Eritrosilon koka yang

tumbuh di Bolivia dan Peru pada lereng-lereng pegunungan Andes, di Amerika

Selatan (Joewana, 2008: 29).

Kokain telah mulai digunakan sejak 8 abad yang lalu di pegunungan Andes

Amerika Selatan. Oleh suku Inca, hak memakan daun koka adalah hadiah

(18)

Pada tahun 1860-an kokain yang diperoleh dari daun koka telah mulai diproduksi

dan dapat digunakan dalam bentuk sutikan untuk tujuan pengobatan.

4. Tembakau

Orang-orang Indian Amerika telah sejak lama menghisap tembakau sebelum

pada akhirnya menjadi terkenal setelah ditemukan oleh Columbus di tahun 1492.

selain itu berbagai bangsa lainnya di dunia diketahui juga telah menggunakan

tembakau yang kemudian terus berkembang hingga saat ini dan menjadi salah

satu bahan baku utama di dalam produksi rokok.

2.3.3. Cara Kerja Narkoba

Narkoba yang ditelan masuk ke dalam lambung, kemudian ke pembuluh darah.

Jika dihisap atau dihirup, zat diserap masuk ke dalam pembuluh darah melalui saluran

hidung dan paru-paru. Jika zat disuntikkan, zat itu langsung masuk ke dalam aliran darah

dan darah membawa zat itu ke otak.

Semua jenis narkoba mengubah perasaan dan cara berfikir seseorang, tergantung

pada jenisnya. Narkoba menyebabkan antara lain:

d. Peubahan pada suasana hati (menenangkan, rileks, gembira, rasa bebas)

e. Perubahan pada pikiran (stress hilang, meningkatkan khayal)

f. Perubahan perilaku (meningkatkan keakraban, menghambat nilai, lepas kendali)

Itulah sebabnya narkoba disebut juga zat psikoaktif. Perasaan enak dan nyaman

inilah yang mula-mula dicari oleh pemakainya. Bagian otak yang bertanggung jawab

atas perasaan kehidupan perasaan disebut sistem limbus.Hipotalamus, yaitu pusat

(19)

perasaan high dengan mengubah susunan biokimiawi molekul sel otak pada system

limbus, yang disebut neuro-transmitter.

Dapat dikatakan bahwa otak bekerja dengan motto “jika merasa enak,

lakukanlah”. Otak kita memang diperlengkapi alat untuk menguatkan rasa nikmat dan

menghindarkan rasa sakit atau tidak enak, guna membantu kita memenuhi kebutuhan

dasar manusia, seperti rasa lapar, haus, rasa hangat, dan tidur.

Mekanisme ini merupakan mekanisme pertahanan diri. Jika kita lapar, otak

menyampaikan pesan agar mencari makanan yang kita butuhkan. Kita berupaya mencari

makanan itu, dan menempatkannya di atas segala-galanya. Kita rela meninggalkan

pekerjaan dan kegiatan lain, demi memperoleh makanan itu.

Yang terjadi pada adiksi adalah semacam pembelajaran sel-sel otak paa

hipotalamus (pusat kenikmatan). Jika kita mengkonsumsi narkoba, otak membaca

tanggapan kita. Jika kita merasa nikmat, otak mengeluarkan neutrotransmiter yang

menyampaikan pesan: “Zat ini berguna bagi mekanisme pertahanan tubuh. Jadi,ulangi

pemakaiannya!”

Jika memakai narkoba lagi, kita kembali merasa nikmat, seolah-olah kebutuhan

kita terpuaskan. Otak akan merekamnya sebagai sesuatu yang harus dicari sebagai

prioritas. Akibatnya, otak membuat “program salah”, seolah-olah kita memang

memerlukanya sebagai mekanisme pertahanan diri. Terjadi kecanduan.

Terlepas dari dampak buruknya, harus diakui bahwa narkoba memenuhi sebagian

kebutuhan manusia. Jika tidak, orang tidak akan berpaling kepada narkoba dan

mengambil resiko kehilangan sekolah, pekerjaan, keluarga, teman, atau yang

lain-lainnya hanya untuk narkoba. Pengaruh narkoba terhadap perubahan suasana hati dan

(20)

1. Bebas dari rasa kesepian

Dalam masyarakat modern, ketika orang sulit menjalin hubungan akrab, narkoba

menjadi ‘obat manjur’. Pada tahap jangka pendek, narkoba menyebabkan keakraban

dengan sesama serta hilangnya rasa kesepian. Namun, dalam jangka panjang, narkoba

justru memunculkan perasaan terisolasi dan rasa kesepian.

2. Bebas dari perasaan negatif lain

Kecanduan seseorang menyebabkan seseorang sibuk dengan kecanduannya, hingga

tidak merasa perlu memperhatikan perasaan atau kekosongan jiwanya. Narkoba atau

kecanduan lain menjauhkannya dari perasaan kecewa, kekurangan, atau kehilangan

makna dan tujuan hidup, serta konflik batin yang ditakutkannya.

3. Kenikmatan semu

Dalam masyarakat yang berorientasi pada kerja, uang, prestasi, kekuasaan, dan

kedudukan sebagai tolak ukur keberhasilan, narkoba menggantikan rekreasi yang

member perasaan bebas terhadap kesadaran diri dan waktu.

4. Penegndalian semua

Dalam abad teknologi, ketika orang merasa kurang atau tidak lagi memiliki kendali

atas lingkungannya, tetapi di pihak lain, membutuhkan kekuasaan dan penampilan,

narkoba menyebabkan perasaan mampu mengendalikan situasi dan memiliki kekuasaan.

Pecandu merasa “beroleh kekuasaan atas setiap kesalahan”.

5. Krisis yang menetap

Pecandu tidak ingin merasakan perasaannya yang sebenarnya (yang menyakitkan),

tetapi pada waktu yang bersamaan, tidak pula ingin mengalami mati rasa. Narkoba

memberikan perasaan gairah dan ketegangan, untuk menggantikan perasaan yang

(21)

6. Meningkatkan penampilan

Dalam masyarakat ketika penampilan sangat penting, narkoba membuat seseorang

lebih mudah diterima oleh orang lain. Narkoba menyembunyikan ketakutan atau

kecemasan dan membiusnya dari rasa sakit, karena dihakimi atau dinilai orang lain.

7. Bebas dari perasaan waktu

Ketika sedang memakai narkoba, pecandu merasa waktu seakan-akan berhenti.

Masa lalu tidak lagi menghantui dirinya, demikian juga masa depan. Yang ada adalah

hari ini ia memperoleh pengalaman dengan narkoba.

2.4 Penyalahgunaan

2.4.1 Pengertian Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaaan narkoba yang bukan untuk tujuan

pengobatan, tetapi agar dapat menikmati pengaruhnya, dalam jumlah berlebih, secara

kurang lebih teratur, berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan

kesehatan fisik, gangguan kesehatan jiwa, dan kehidupan sosialnya (Joewana, 2008: 43).

Penyalahgunaan narkoba adalah pemakaian salah satu atau beberapa jenis

obat-obatan atau zat-zat berbahaya secara berkala atau teratur diluar indikasi medis, tanpa

pengawasan dokter dan merupakan perbuatan melanggar hukum. Sehingga

menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial dengan

tujuan bukan untuk pengobatan dan penelitian serta digunakan tanpa mengikuti aturan

atau dosis yang benar (PIMANSU, 2006).

Dalam kondisi yang cukup wajar/sesuai dosis yang dianjurkan dalam dunia

kedokteran saja maka penggunaan narkoba secara terus-menerus akan mengakibatkan

(22)

berpengaruh pada tubuh dan mental-emosional para pemakainya. Jika semakin sering

dikonsumsi, apalagi dalam jumlah berlebih maka akan merusak kesehatan tubuh,

kejiwaan dan fungsi sosial di dalam masyarakat (Badan Narkotika Nasional, 2009).

Penyalahgunaan narkoba ini merupakan penggunaan yang bersifat patologis,

paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga menimbulkan gangguan

dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya narkoba banyak dipakai untuk

kepentingan pengobatan, misalnya menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit.

Tetapi karena efeknya “enak” bagi pemakai, maka narkoba kemudian dipakai secara

salah, yaitu bukan untuk pengobatan tetapi untuk mendapat rasa nikmat.

Penyalahgunaan narkoba juga berkaitan erat dengan peredaran gelap narkoba

sebagai bagian dari dunia kejahatan internasional. Kedua masalah itu sulit dipisahkan.

Mafia perdagangan gelap berusaha memasok narkoba agar orang menjadi

ketergantungan, sehingga jumlah kebutuhan meningkat.

Terjalin hubungan antara pengedar atau bandar dengan korban. Korban sulit

melepaskan diri dari incaran mereka. Bahkan, seringkali pecandu pun akhirnya terlibat

di dalam dunia perdagangan gelap narkoba, sebab kebutuhan akan pasokan narkoba

semakin meningkat (Joewana, 2008: 43-44).

2.4.2 Faktor Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan narkoba adalah pemakaian obat atau zat-zat berbahaya lainnya

dengan maksud bukan untuk tujuan pengobatan/atau penelitian serta digunakan tanpa

mengikuti aturan serta dosis yang benar (Nasution, 2004: 33).

Faktor penyebab penyalahgunaan narkoba, yaitu:

(23)

a. Adanya Gangguan Kepribadian

Emosi yang labil, kurang Percaya Diri dan terlalu Percaya Diri. Tidak

jarang orang yang mengalami gangguan kepribadian menjadi takut

kehilangan teman atau orang yang disayanginya walaupun dia tahu kalau

mereka dapat menjerumuskannya ke dalam kejahatan.

b. Faktor Usia

Pada saat usia remaja, seringkali remaja mengalami perasaan

ketidakpastian antara anak-anak dan menuju dewasa. Disaat inilah remaja

lebih senang bergaul dengan teman sebayanya, ingin menjadi anak gaul yang

diterima dalam lingkungannya dan mulai mencari indentitas dirinya. Ingin

“ngetrend” dan mendapat pengakuan dari lingkungannya. Rasa ingin tahu

besar dan coba-coba, kurang mengerti resiko disebabkan kurangnya

pengalaman dan penalaran. Dalam keadaan ini, bisaanya remaja mudah

terjebak ke dalam kenakalan remaja ataupun ke penyalahgunaan narkoba.

c. Pandangan atau Keyakinan yang Keliru

Ada remaja yang mempunyai keyakinan yang keliru dan menganggap

enteng hal-hal yang membahayakan, menganggap dirinya yang paling benar,

tanpa mau tahu pendapat orang lain, sehingga dapat terjerumus ke

penyalahgunaan narkoba.

d. Religius yang Rendah

Anak yang tumbuh dan berkembang di dalam keluarga yang religiusnya

rendah, bahkan tidak pernah mendapatkan ajaran agama, akan sangat mudah

(24)

dan kontrol prilakunya, sehingga tidak takut kepada Tuhannya dan berbuat

dosa.

2. Faktor Lingkungan

Lingkungan hidup mempunyai pengaruh besar terhadap jatuhnya seseorang

ke penyalahgunaan narkoba, terutama faktor keluarga, lingkungan tempat

tinggal, keadaan sekolah, pengaruh teman sepergaulan dan keadaan masyarakat

pada umumnya.

a. Faktor keluarga

Keluarga yang tidak mengenal Tuhan, tidak harmonis atau mempunyai

tuntutan terlalu tinggi, tidak ada pendidikan keluarga, tidak ada dorongan

dan bimbingan bagi anak-anaknya, tidak mengenal rasa cinta kasih sayang,

kurang perhatian orang tua, keuangan yang berlebihan atau keadaan

kekurangan, ini dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan anak

secara kejiwaan atau secara emosi tidak berkembang dengan baik.

Sehingga pada saat anak mencapai usia remaja, ia tidak percaya diri,

tidak dapat berinteraksi secara normal, dan kurang pendidikan moral dan

akhirnya dapat dengan mudah terjerumus kenakalan remaja atau

penyalahgunaan narkoba.

b. Faktor Lingkungan Tempat Tinggal

Tempat tinggal di daerah hitam atau terlalu padat penduduk, suasana

hiburan yang menggoda, bagi anak-anak remaja awal, kebisaaan hidup

orang-orang yang mempunyai aktivitas ditempat-tempat hiburan dan

gayanya yang kurang pas bagi anak-anak, sudah jelas bahwa ini mempunyai

(25)

c. Keadaan Di Sekolah

Lingkungan sekolah memiliki iklim belajar dan bersahabat, tetapi juga

merupakan ajang persaingan yang keras, ada yang ingin berprestasi, ada

yang terlibat bergengsi, ada yang ingin terlihat sok hebat dan ini akan

membuat klien mengalami frustasi. Bahkan ada sebagian yang ingin

melarikan diri dari tuntutan untuk berprestasi. Murid yang demikian ini

adalah murid yang mempunyai resiko tinggi untuk menjadi antisosial atau

terlibat ke dalam kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkoba.

d. Pengaruh Teman Sebaya

Selain teman di sekolahnya anak-anak juga mempunyai pergaulan dengan

teman sebayanya yang berasal dari luar sekolah. Teman-teman ini bisaanya

mempunyai pengaruh yang besar pengaruh yang besar bagi anak-anak

remaja,mereka merasa dekat satu sama lain dan bisaanya juga membentuk

kelompok (geng), mereka mempunyai rasa senasib dan sepenanggungan,

rasa solidaritas yang tinggi. Dengan demikian mereka dengan mudahnya

melakukan hal-hal yang dianggap menyenangkan kelompoknya. Mereka

tidak memikirkan baik buruknya, tetapi memikirkan apakah itu

menyenangkan atau tidak. Juga tidak dipertimbangkan akan adanya

resiko-resiko bagi dirinya. Bahkan untuk memenuhi keinginannya agar diterima

kelompoknya, mereka tidak segan-segan melakukan hal-hal sebenarnya

perbuatan yang tidak baik bahkan cenderung ke penyalahgunaan narkoba.

e. Keadaan Masyarakat Umumnya

Dengan memasuki era globalisasi, teknologi informatika berkembang

(26)

visual memiliki jangkauan yang jauh lebih luas dari pada sebelumnya, dan

akibat banyak budaya asing yang masuk ke Indonesia melalui media-media

tersebut. Perubahan-perubahan nilai sosial sebagai konsekuensi modernisasi

juga merupakan faktor yang turut berperan dalam penyalahgunaan narkoba.

2.5 Kerangka Pemikiran

Menghadapi tantangan di era globalisasi yang semakin komplek saat ini bukanlah

hal yang mudah. Banyak permasalahan yang timbul sebagai dampak dari globalisasi

tersebut yang semuanya perlu mendapatkan penangan yang serius. Masalah

penyalahguna narkoba merupakan masalah yang tidak boleh luput dari perhatian kita.

Karena narkoba merupakan masalah dan musuh utama bangsa Indonesia saat ini.

Narkoba tidak mengenal siapa saja, profesi apa, serta kedudukan, tetapi siapa saja bisa

terkena oleh barang haram tersebut.

Sebagaimana telah diketahui bahwa pengguna narkoba bukanlah tersangka,

melainkan korban yang disadari oleh banyak faktor. Dalam hal pemulihan pengguna

narkoba dilakukanlah beberapa usaha, salah satunya adalah dengan merehabilitasi

korban narkoba di Panti Rehabilitasi Sosial Al-Kamal Sibolangit Centre, sampai korban

dikatakan layak dan mampu kembali menjalankan fungsi sosialnya dengan baik.

Panti rehabilitasi ini memiliki beberapa program dalam pemulihan penyalahguna

narkoba. Baik itu pengobatan medis, pengobatan tradisional, pengobatan rohani

(spiritual) serta pengobatan Fisik dan Psikis. Termasuk juga didalamnya peran konselor

karena konselor merupakan petugas yang lebih banyak berinteraksi langsung dengan

residen. Dalam hal ini konselor sebagai petugas yang membina langsung proses

(27)

residen yang akan menjalani rehabiltasi. Mencatat perkembangan-perkemangan residen

mulai dari awal proses rehabilitasi sampai akhir rehabilitasi dan residen dikatakan pulih

kembali.

Proses pemulihan korban narkoba itu sendiri sangat tergantung dari bagaimana

konselor dalam peranannya saat sedang membimbing dalam pelayanan konseling dan

intervensi dini. Bagaimana konselor mampu memahami tingkah laku, memberi

motivasi-motivasi dan memahami perasaan para residen pengguna narkoba. Sehingga

nantinya mantan pengguna narkoba mengerti dan tidak lagi kembali menggunakan

narkoba saat keluar dari panti rehabilitasi.

Seorang konselor harus memahami secara mendalam pertumbuhan dan

perkembangan manusia. Ia harus memahami dan mencermati kebutuhan kliennya. Akan

tetapi, ia harus menyadari pula tugas-tugas konselor. Karena itu, tujuan konseling akan

berbeda untuk setiap klien. Seorang konselor yang baik akan mengembangkan cara

pendekatan yang luwes untuk mengakomodasi berbagai macam sifat dan persoalan klien

sebelum melakukan terapi dan rehabilitasi terhadap klien yang dating melapor

kepadanya.

Upaya-upaya yang dilaksanakan diharapkan dapat mencapai hasil yang baik.,

mantan pengguna narkoba dapat terbebas dari dorongan untuk menggunakan narkoba,

lebih bertanggung jawab terhadap diri, dan lebih percaya diri lagi walaupun sudah

pernah menjadi mantan narkoba. Artinya ada keyakinan terhadap diri sendiri dalam

berhubungan kembali dengan lingkungan dan berinteraksi dengan masyarakat.

Skematis kerangka pemikiran adalah proses transformasi narasi yang menerangkan

hubungan konsep-konsep atau variabel-variabel penelitian menjadi sesuatu yang

(28)

menjadi skema (Siagian, 2011:132). Untuk itu skematisasi kerangka pemikiran dalam

penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1

Bagan Alur Pikir

Peranan Konselor dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba:

a. Melakukan asesmen terhadap individu b. Memberikan pelayanan konseling dan

intervensi dini

c. Melakukan pemulihan terapi dan rehabilitasi

Tercapainya tujuan rehabilitasi:

1. Terbebas dari kecanduan narkoba 2. Pulih dan dapat menjalankan fungsi

sosialnya kembali

(29)

2.6 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara

abstrak kejadian, keadaan kelompok, individu yang menjadi pusat perhatian

(Singarimbun, 2008:33). Konsep penelitian sangat diperlukan agar tidak menimbulkan

kekacauan atau kesalah pahaman yang dapat mengaburkan tujuan-tujuan penelitian.

Konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

1. Peranan adalah patokan yang membatasi perilaku yang dilakukan oleh seseorang

yang menduduki sesuatu posisi untuk mencapai suatu tujuan.

2. Konselor adalah seorang yang berperan dalam pemulihan korban

penyalahgunaan narkoba yang bertujuan agar korban dapat pulih kembali dan

dapat kembali menjalankan fungsi sosialnya.

3. Penyalahgunaan narkoba adalah pemakaian narkoba di luar indikasi medis dan

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Alur Pikir

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Perencanaan stratejik merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun secara

Berdasarkan uji aktivitas mananase fraksi 60-80% aktivitas enzim tertinggi pada suhu 70 C (Gambar 6). Pengaruh suhu terhadap aktivitas relatif mananase hasil

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti menemukan kutipan-kutipan berbentuk kata, kalimat, paragraf yang berkaitan dengan representasi sikap sabar

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Menurut Purwanto (1988: 143) tes formatif adalah tes yang diberikan kepada murid-murid pada setiap akhir program suatu pelajaran.Fungsinya untuk mengetahui sampai di

Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar Anak Melalui Pembelajaran Tari Kreasi Bali. Variabel Dimensi Indikator Item Pernyataan Pengumpulan