BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu sektor yang berperan vital bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah sektor perbankan. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang
kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya. Disamping itu, bank juga dikenal sebagai
tempat untuk menukar uang, atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran (Kashmir, 2004:23). Di Indonesia terdapat dua jenis bank yang
melakukan aktivitas dalam lingkup yang berbeda, yaitu bank konvensional dengan konsep bunga dan bank syariah (Bank Islam) dengan konsep bebas bunga serta bagi hasil. Bagi bank yang berdasarkan pada prinsip syariah tidak
dikenal bunga dalam memberikan jasa simpanan maupun pinjaman. Di bank ini jasa bank yang diberikan disesuaikan dengan hukum Islam. Prinsip pembiayaan
syariah yang diterapkan oleh bank syariah adalah pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah) atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni
tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas
Di Indonesia pelaksanaan sistem ekonomi Islam sudah dimulai sejak tahun
1992 dan semakin marak dengan bertambahnya jumlah lembaga keuangan Islam baik bank maupun non bank. Dikenal dua jenis lembaga keuangan syari`ah bank
yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank Perkreditan Rakyat Syari`ah (BPRS). Sedangkan lembaga keuangan syari`ah non bank diwujudkan dalam bentuk Asuransi Takaful (AT), Baitul Maal wat Tamwil (BMT), Unit Simpan
Pinjam Syari`ah (USPS) dan Koperasi Pesantren (Kopontren) di berbagai wilayah di Indonesia.
BMT termasuk pada kategori lembaga keuangan mikro non bank yang bersifat informal, disebut informal karena keberadaan BMT tidak memerlukan legitimasi formal karena keberadaan BMT tidak memerlukan legitimasi formal
dari pemerintah / instansi terkait. Kinerja baitul maal wat tamwil hampir sama dengan koperasi dimana di dalamnya terdapat pula berbagai produk baik untuk
pengumpulan dana maupun penyaluran dana. Untuk operasionalnya sendiri hampir sama dengan operasional bank Syariah yaitu dengan penerapan sistem bagi hasil.
Dengan semakin bertambahnya jaman, sudah banyak lembaga keuangan baru berbentuk BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) bermunculan yang berbasis
Syariah serta kemunculan sebagai organisasi yang relatif baru. BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) merupakan lembaga swadaya masyarakat, yang didirikan dan dikembangkan oleh masyarakat. BMT didirikan dengan menggunakan modal
Pendirian dari BMT bukan hanya dari masyarakat yang bertempat tinggal di
lokasi berdirinya BMT tetapi mendapatkan bantuan dari luar.
Fungsi dasar dari lembaga keuangan syariah yaitu sebagai lembaga
perantara atau intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dana. Bank syariah sebagai salah satu jenis lembaga keuangan syariah pada kenyataannya masih belum
mampu menjangkau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Padahal lapisan inilah penyedia lapangan kerja terbesar di Indonesia. Kenyataan di
lapangan membuktikan bahwa layanan pembiayaan dengan menggunakan pendekatan perbankan sulit dilakukan dan tidak menjangkau UMKM dikarenakan adanya faktor yang membatasi hubungan UMKM dengan perbankan, yaitu
masalah agunan dan formalitas (Suhendi, 2004). Namun demikian saat ini telah ada lembaga keuangan syariah yang berpihak pada pengusaha mikro yaitu Baitul Mal Wat Tamwil (BMT).
Menurut Ridwan (2004), BMT merupakan sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga sosial, dan juga lembaga yang tidak melakukan
pemusatan kekayaan pada sebagian kecil orang tetapi lembaga yang kekayaannya terdistri Bina Ummat Sejahterai secara merata dan adil. BMT juga merupakan lembaga keuangan syariah yang jumlahnya paling banyak dibandingkan
lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya. Menurut Aziz (2004), pada tahun 2001 jumlah BMT yang terdaftar sebanyak 2938 sedangkan Pusat Inkubasi Bisnis dan Usaha
PINBUK merupakan lembaga yang mempelopori berdirinya ribuan
BMT. Selama ini, perkembangan BMT di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peran Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dalam mendorong pendirian
BMT-BMT di Indonesia. PINBUK merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kepedulian untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah di Indonesia.
Bank Indonesia tahun 2008 merilis kredit UMKM (Mikro Kecil dan Menengah) sendiri tetap mengalami pertumbuhan, kendati tren pertumbuhannya
hampir sejajar dengan non MKM, akan tetapi terdapat konsistensi yang diharapkan dapat menjadi pijakan untuk ditingkatkan, data BI menunjukkan bahwa kredit Usaha Kecil menyumbang peningkatan yang lebih besar daripada
usaha besar, dan perkembangan paling kecil disumbang oleh usaha mikro. Namun sayang, perkembangan tersebut lebih banyak disumbang oleh penggunaan yang bersifat konsumtif, terlihat dari data berdasar jenis penggunaan, pada akhir
Triwulan III 2008, sebesar Rp334,1 triliun (51,6%) dari kredit MKM merupakan kredit konsumsi, selebihnya sebesar Rp256,2 triliun (39,6%) digunakan sebagai
kredit modal kerja dan Rp56,7 triliun (8,8%) sebagai kredit investasi.
Berdasarkan data BMT Center, total pembiayaan yang dilakukan BMT-BMT anggota meningkat sebesar 81% pada 2008 atau sebesar Rp 792,5 miliar,
tumbuh dari Rp 436,7 miliar pada 2007. Berdasarkan jenis penggunaan, 65% pembiayaan terserap sebagai modal kerja, 12% investasi, sisanya konsumtif. BMT
tumbuh sekaligus menunjukkan bahwa secara umum pengaruh krisis global
terhadap usaha mikro belum kelihatan. Perkembangan BMT ini didasari pada kenyataan bahwa keberadaan perbankan syari`ah masih berpusat di masyarakat
perkotaan dan lebih melayani pada usaha-usaha golongan menengah keatas. Sementara kebanyakan pelaku usaha mikro dan kecil (UKM) berada dipinggiran kota dan desa. Mereka umumnya memiliki jenis usaha yang relatif kecil dan
terbatas sehingga mengalami kesulitan akses modal. Karena itulah dikembangkan lembaga-lembaga keuangan syari`ah mikro yang dapat berinteraksi dengan
masyarakat di desa dengan kemudahan memberikan pembiayaan usaha-usaha kecil seperti BMT.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Persepsi Masyarakat Tentang Baitul Maal Wat Tamwil di Kota Medan”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan Baitul Maal Wat
Tamwil?
2. Bagaimana perkembangan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)?
3. Bagaimana manfaat Baitul Mal wat Tamwil (BMT) bagi masyarakat
4. Bagaimana ketertarikan masyarakat untuk menjadi nasabah Baitul Mal
Wat Tamwil (BMT)?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan Baitul Maal
Wat Tamwil (BMT).
2. Untuk mengetahui perkembangan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) di kota
Medan.
3. Untuk mengetahui manfaat Baitul Mal wat Tamwil (BMT) bagi
masyarakat umum.
4. Untuk mengetahui ketertarikan masyarakat untuk menjadi nasabah Baitul
Mal Wat Tamwil (BMT).
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau instansi-instansi
terkait seperti Badan Amil Zakat, Infaq, dan Sedekah (BAZIS), Departemen Agama, Lembaga Amil Zakat (LAZ), Badan Kenaziran
Mesjid (BKM), Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, dan lainnya.
2. Sebagai sarana belajar dan masukan bagi penulis salam mengaplikasikan
3. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa fakultas ekonomi