• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Strategi PT. X dalam Mempertahankan Market Share pada Industri Mi Instan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Strategi PT. X dalam Mempertahankan Market Share pada Industri Mi Instan"

Copied!
222
0
0

Teks penuh

(1)

PADA INDUSTRI MI INSTAN

BINSAR H SILITONGA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Binsar H Silitonga. A strategic formulation of X Company in keeping of Market Share in Instant Noodle Industry. advised by Komar Sumantadinata (Chief) and Budi Suharjo (Member).

The purpose of this study generally is to arrange a company’s strategic formulation in order to face the competition in instant noodle industry. Specifically, this study is aimed (a) to identify the external and internal factors for the company, (b) to analyze the company’s competition level, and (c) to create an accurate strategic alternative for the company to keep the share market in Instant Noodle Industry.

This research is taken in X company, located in Karawang District, West Java from June to August 2010. The method which is used in this research is Qualitative-Quantitative Descriptive Method, means that the collecting of data is done to answer the exist problem with the case study as the form of the research.

The primary data is taken from the questionnaires and interview with the Director, Operational Director, Finance Director and a staff as the representative of the experts as the respondent for the expert judgment and the secondary data is taken from the company’s annual report, study references, and the literatures from the company, related institution and the similar type companies as the comparison. The available data is analyzed by using the suitable analysis tools. They are Descriptive Analysis, PEST Analysis, Industry Environment Analysis, Functional Analysis, Internal and External Analysis, IE Matrix, and SWOT Matrix.

The result of the industry competition analysis which has done shows a description entirely that the Instant Noodle Industry has the middle or average competition intention category and can reach economic profit or enough over normal return level which means that it can only give the uniqueness of a product, the availability of the comparative profit in production, and the marketing which cannot be easily imitated by the other companies.

The position of the X company today is on “Hold and Maintain” with the strategy which can be developed on this position is market penetration strategy and product development. It’s supported by the SWOT matrix with the eight developed strategic alternatives. They are the development of X product by adopting the information technology, increasing the export trades, re-increasing the promotion intensively and continuously, focusing on segmentation, targeting and positioning, optimizing the available distribution networks equally, and optimizing the west Indonesia regions market, increasing the value of the product, doing niche marketing and intensifying below the line promotion, forward integrating with the distributors which are the sister company.

(3)

Binsar H Silitonga. Formulasi Strategi PT. X dalam Mempertahankan Market Share Persaingan Industri Mi Instan. Dibimbing oleh Komar Sumantadinata sebagai Ketua dan Budi Suharjo sebagai Anggota

Perkembangan industri mi instan menunjukkan adanya persaingan yang bergitu ketat. Hal ini disebabkan produk mi instan saat ini telah digemari penduduk Indonesia dari semua kalangan. Dengan demikian, perusahaan dituntut kemampuan adaptasi yang tinggi agar perusahaan tetap bertahan dan mampu memenangkan persaingan. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat merumuskan strategi yang tepat dalam menghadapi perubahan lingkungan dan kondisi kompetisi yang ketat.

Tujuan kajian ini secara umum adalah untuk menyusun formulasi strategi bersaing perusahaan dalam mempertahankan market share pada industri mi instan. Secara khusus, kajian ini bertujuan untuk a) mengidentifikasi faktor eksternal dan faktor internal bagi perusahaan, b) menganalisis posisi bersaing perusahaan dan c) merumuskan alternatif strategi yang tepat bagi perusahaan untuk mempertahankan market share pada industri mi instan.

Penelitian ini dilaksanakan di PT X di yang berlokasi di Kabupaten Karawang, Jawa Barat dari bulan Juni - Agustus 2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu dilakukan pengumpulan data untuk menjawab permasalahan yang ada dan bentuk penelitian adalah studi kasus.

Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner dan wawancara dengan Direktur Utama, Direktur Operasional, Direktur Keuangan dan 1 orang mewakili pakar sebagai responden untuk expert judgement dan data sekunder diperoleh dari laporan tahunan perusahaan, bahan pustaka, serta literatur dari perusahaan dan instansi yang terkait serta perusahaan sejenis sebagai studi banding. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan alat analisis yang sesuai, yaitu analisis deskriptif, analisis PEST, analisis lingkungan industry, analisis fungsional, analisis internal dan eksternal, matriks IE dan matriks SWOT.

(4)

industri mi instan kategori sedang dapat memperoleh laba ekonomi atau tingkat pengembalian di atas normal yang cukup berarti hanya sampai dapat memberikan keunikan dalam produk, adanya keuntungan komparatif dalam produksi, distribusi dan pemasaran yang tidak dapat dengan mudah ditiru oleh perusahaan-perusahaan lain.

Posisi PT. X pada saat ini adalah pada sel V, yaitu pada posisi Hold and Maintain (pertahankan dan pelihara) dengan strategi yang dapat dikembangkan pada posisi ini adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Hal ini didukung oleh matrik SWOT dengan delapan alternatif strategi yang dikembangkan, yaitu pengembangan produk PT X mengadopsi teknologi informasi, meningkatkan penjualan ekspor, meningkatkan kembali promosi secara intensif dan berkesinambungan, memfokuskan segmentasi, target dan posisi pasar, mengoptimaikan jaringan distribusi yang ada agar lebih merata dan mengoptimaikan pasar wilayah Indonesia timur, meningkatkan keunggulan mutu produk, Melakukan niche marketing dan mengintensifkan promosi below the line, Integrasi ke depan dengan distributor yang juga sister company.

(5)

PADA INDUSTRI MI INSTAN

BINSAR H SILITONGA

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Nama Mahasiswa : Binsar H. Silitonga Nomor Pokok : F352060235

Program Studi : Magister Industri Kecil Menengah

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, MSc Dr. Ir. Budi Suharjo, MS.

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis MS,Dipl.Ing.DEA. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc

(7)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa semua pernyataan dalam tugas akhir yang berjudul :

FORMULASI STRATEGI PT. X DALAM

MEMPERTAHANKAN MARKET SHARE PADA INDUSTRI MI INSTAN

merupakan hasil gagasan dan hasil kajian saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2011

(8)

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatnya, sehingga tugas akhir yang berjudul FORMULASI STRATEGI PT. X DALAM MEMPERTAHANKAN MARKET SHARE PADA INDUSTRI MI INSTAN berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penulisan ini kiranya tidak dapat selesai tanpa bantuan dan dorongan dari beberapa pihak, oleh karena itu melalui prakata ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, MSc, selaku pembimbing utama yang telah memberikan dorongan, bimbingan, motivasi dan pengarahan selama kegiatan kajian dan penulisan Tugas Akhir ini.

2. Dr. Ir. Budi Suharjo, MS, selaku pembimbing anggota yang juga telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan kajian dan penulisan Tugas Akhir ini.

3. Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS., MEc selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang sangat berarti guna kesempurnaan Tugas Akhir ini.

4. Dr. Sapta Rahardja, selaku ketua program studi/Mayor MPI yang secara khusus telah memberikan dorongan, bimbingan, motivasi dan pengarahan selama kegiatan kajian dan penulisan tugas akhir ini.

5. Seluruh dosen pengajar dan staf, serta karyawan PS. MPI, SPs IPB yang telah banyak membantu selama kuliah berlangsung.

6. Keluarga yang dengan tulus mendorong dengan doa dan pengorbanan yang tiada henti baik moril maupun materil sejak masa studi di MPI hingga penyelesaian tugas akhir ini .

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kerja sama dan informasi yang telah diberikan kepada penulis.

(9)

Bogor, Mei 2011

(10)

Halaman

PRAKATA ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Gambaran Umum Mi Instan ... 7

2.2. Gambaran Umum Industri Mi Instan ... 8

2.3. Tinjauan Teoritis ... 12

a. Manajemen Strategik ... 12

b. Proses Manajemen Strategik ... 14

2.4. Tipe Strategi ... 20

2.5. Tinjauan Penelitian yang Relevan ... 23

III METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Penentuan Lokasi Penelitian ... 27

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 27

3.3. Metode Pengambilan responden ... 28

3.4. Analisis Data ... 28

a. Analisis PEST ... 29

b. Analisis Lingkungan Industri ... 29

c. Analisis Fungsional ... 30

d. Matriks EFE dan IFE ... 30

e. Matriks IE ... 34

f. Matriks SWOT ... 35

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 36

4.2. Analisis Lingkungan Internal ... 36

4.3. Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan ... 44

4.4. Analisis Lingkungan Eksternal ... 46

4.5. Analisis Persaingan Industri ... 55

4.6. Identifikasi Peluang dan Ancaman ... 64

4.7. Formulasi Strategi Perusahaan ... 66

(11)
(12)

Nomor Halaman 1. Konsumsi mi instan, mi basah, mi kering dan bihun rata-rata

per minggu penduduk Indonesia pada Tahun 2002-2007 ... 2

2. Market share merek mi instan ... 4

3. Syarat mutu mi instan ... 8

4. Matriks SWOT ... 18

5. Tipologi Strategi Miles dan Snow ... 23

6. Jenis dan Sumber Data Kuantitatif ... 27

7. Jenis dan Sumber Data Kualitatif ... 28

8. Alat bantu untuk analisis PEST ... 29

9. Alat bantu yang dapat digunakan untuk melakukan analisis lingkungan industri 29 10.Alat bantu yang dapat digunakan untuk melakukan analisis fungsional ... 30

11.Penilaian bobot faktor strategi internal ... 31

12.Penilaian bobot faktor strategi eksternal ... 32

13.Matriks EFE ... 33

14.Matriks IFE ... 33

15.Identifikasi kekuatan dan kelemahan PT X ... 47

16.Rekapitulasi hasil analisa persaingan industri Mi Instan ... 56

17.Rekapitulasi hasil tingkat persaingan anatar kompetitor dalam industri ... 57

18.Rekapitulasi hasil ancaman produk substitusi ... 58

19.Rekapitulasi hasil ancaman pendatang baru ... 60

20.Rekapitulasi hasil kekuatan tawar menawar pembeli ... 62

21.Rekapitulasi hasil kekuatan tawar menawar pemasok ... 63

22.Identifikasi peluang dan ancaman PT X ... 66

23.Matriks IFE PT X... 67

24.Matriks EFE PT X ... 69

(13)

Nomor Halaman

(14)

Nomor Halaman

1. Kuesioner ... 89

2. Pembobotan Faktor internal responden 1 ... 97

3. Pembobotan Faktor internal responden 2 ... 97

4. Pembobotan Faktor internal responden 3 ... 98

5. Pembobotan Faktor internal responden 4 ... 98

6. Pembobotan Faktor eksternal responden 1 ... 99

7. Pembobotan Faktor eksternal responden 2 ... 99

8. Pembobotan Faktor eksternal responden 3 ... 100

9. Pembobotan Faktor eksternal responden 4 ... 100

10.Rekapitulasi pembobotan faktor internal dan eksternal ... 101

11.Matriks IFE lingkungan usaha mi instan produk X ... 102

(15)

1.1 Latar Belakang

Ciri-ciri yang semakin menonjol dalam dunia bisnis di Indonesia

belakangan ini adalah kompleksitas, persaingan, perubahan dan ketidakpastian.

Keadaan tersebut menimbulkan persaingan yang tajam antar perusahaan, baik

karena pesaing yang semakin bertambah, volume produk yang semakin

meningkat maupun bertambah pesatnya perkembangan teknologi yang mampu

mempengaruhi pasar.

Persaingan produk mi instan di Indonesia begitu ketat, hal ini dapat terjadi karena masyarakat Indonesia merupakan pasar yang potensial, kondisi ini meningkatkan persaingan antar produsen mi instan semakin ketat. Akibat ketatnya persaingan yang terjadi banyak perusahaan mi instan pada akhirnya menutup usahanya. Hal ini dapat terjadi karena pendapatan yang diperoleh tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.

Namun sebaliknya, adapula yang tetap bertahan dan bahkan kian menguat salah satunya adalah Indomie. Di dalam bisnisnya perusahaan menghadapi persaingan yang cukup berat, produk mi instan Indomie bersaing dengan produk-produk mi instan lainnya seperti Mi Sedap, Mi Gaga, Mi ABC. Suatu perusahaan akan terus berusaha untuk meningkatkan nilai penjualan untuk dapat terus berkembang, mempertahankan posisinya dari ancaman para pesaing dan juga untuk meningkatkan pendapatan. Hal ini biasanya dicapai dengan cara meningkatkan pangsa pasar perusahaan, yaitu dengan menambah jumlah konsumen. Akan tetapi, menarik konsumen bukanlah hal yang mudah, karena perusahaan harus melakukan upaya pemasaran yang terpadu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

(16)

penentuan atribut produk yang tepat untuk mempengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian.

Selain itu, pola konsumsi pangan masyarakat yang berubah seiring dengan perubahan pola atau gaya hidup juga mempengaruhi tingkat persaingan usaha. Pergeseran pola konsumsi masyarakat ini ternyata berdampak positif terhadap industri makanan instan, terutama industri mi instan.

Sebagai ilustrasi, pada tahun 2002-2007, konsumsi mi instan rata-rata jumlahnya paling tinggi (97,56%) dibandingkan makanan lain yang sejenis, seperti mi basah (0,04%), mi kering (1,21%) dan bihun (1,19%). Perbandingan tingkat konsumsi per penduduk tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Konsumsi mi instant, mi basah, mi kering dan bihun rata-rata per minggu penduduk Indonesia Tahun 2002-2007

Jenis Makanan

Persentase (%)

2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rataan Mi instan 96,27 97,21 96,91 98,20 98,63 98,14 97,56 Mi basah 0,06 0,03 0,04 0,04 0,03 0,01 0,04 Mi kering 1,68 1,08 1,59 1,14 0,90 0,85 1,21 Bihun 1,99 1,68 1,46 0,62 0,44 1,00 1,19 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS, 2008 (diolah)

Besarnya tingkat konsumsi masyarakat terhadap mi instan disebabkan adanya perubahan pola konsumsi, dimana mi menjadi bagian dari pergeseran peran makanan pokok pengganti nasi. Penyebab lain peningkatan konsumsi mi instan adalah cita rasanya dapat diterima dibandingkan jenis makanan sereal dan cracker. Saat ini terdapat banyak produk mi instan dengan berbagai merek yang beredar di pasar. Contohnya, yaitu Indomie, Mi Sedaap, Sarimie, Salamie, Super-mie yang beredar di pasaran dengan berbagai jenis, mutu, ukuran, dan harga yang berbeda (Darmawan, 2004).

(17)

lama dikenal oleh konsumen. Masing-masing berlomba menawarkan mi instan dengan berbagai macam rasa tambahan seperti rasa soto ayam, mi kari ayam, mi goreng dengan berbagai rasa khas daerah (mi goreng jawa) dan sebagainya. Banyaknya produk yang ditawarkan di pasar dengan spesifikasi yang relatif sama ini menyebabkan tingkat persaingan yang ketat diantara berbagai produk di pasaran.

Sebagai ilustrasi, hasil survey tim monitoring Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang dimulai pada Mei 2002 hingga Mei 2004 menunjukkan bahwa struktur pasar mi instan bersifat oligopoli. Tercatat sebanyak 17 produsen yang bermain pada industri mi instan nasional. Namun dari jumlah produsen sebanyak l7 perusahaan tersebut, sekitar 88 persen pangsa pasar dikuasai Indofood yang memiliki lebih dari l0 merek dengan jumlah varian sebanyak 150 lebih jenis mi instan (Ma'arif, 2004).

Sesungguhnya, market share dikuasai Indofood sebesar 88%, sehingga sekitar l2 persen diperebutkan oleh merek-merek mi instan lainnya. Diantaranya terdapat PT ABC Indonesia (President, mie ABC, Selera Rakyat), PT Unilever (Mie&Me), PT Jakaranatama (GaGa Mie), selanjutnya PT Supmi Sakti (Maggi Mie), PT Nissin Mas (Nissin Mie, Cup Noodles), PT Sentrafood Indonusa Corporation (Salam Mie), PT Delifood Sentosa (Mie Duo, Mie Gelas), PT Tiga Pilar Sejahtera (Superior, Haha Mie) dan PT Olagafood Sukses Mandiri (Alhami).

Perkembangan industri mi instan menunjukkan adanya persaingan yang bergitu ketat jika dilihat dari market share tersebut. Selain itu, produk mi instan saat ini telah digemari penduduk Indonesia dari semua kalangan. Dengan demikian, perusahaan dituntut kemampuan adaptasi yang tinggi agar perusahaan tetap bertahan dan mampu memenangkan persaingan. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat merumuskan strategi yang tepat dalam menghadapi perubahan lingkungan dan kondisi kompetisi yang ketat.

1.2 Perumusan Masalah

(18)

domestik, PT X menghadapi persaingan dengan perusahaan sejenis dan persaingan meningkat seiring dengan penambahan perusahaan yang memproduksi mi instan. Disamping itu, situasi politik dan ekonomi Indonesia yang langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi kinerja perusahaan.

Kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan menuntut adanya perumusan manajemen strategis. Hal ini didasarkan atas keyakinan bahwa organisasi harus terus menerus memantau kondisi internal dan eksternal serta kecenderungannya, sehingga perubahan dapat secara berkala dilakukan berdasarkan kebutuhan. Berdasarkan kondisi umum PT X dalam persaingan market share dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2002 (1,0%), tahun 2003 (0,5%), tahun 2004 (0,5%) dan tahun 2005 sudah tidak termasuk 10 peringkat terbesar sampai saat ini. Secara lengkap data market share dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Market share merek-merek mi instan

No Merek Pangsa Pasar (%)

2002 2003 2004 2005 2006 2007 1 Indomie 68,8 75,5 72,5 66,3 64,3 65,3

2 Sedaap 13,4 22,4 22,9

3 Supermi 10,2 10,1 11,5 7,1 4,5 3,4

4 Gaga 100 2,5 2,0 2,6

5 Sarimi 5,7 3,7 3,5 2,2 1,9 1,0

6 Alhami 2,1 1,9 1,0

7 Kare 0,7

8 ABC 2,5 1,1 1,0 0,6 0,7 0,6

9 Alhami 100 1,9 1,4 0,5

10 Gagamie 4,4 1,8 0,3

11 Mie 100 2,3 4,2 2,4

12 Salam Mie 1,0 0,5 0,5

13 CNI Mie Sehati 0,4

14 Pop Mie 0,3 0,6

15 Nissin 0,3

16 Miduo 0,3

17 Mie & Me 0,2

18 Mie Sakura 0,2

(19)

Menurut Porter (2007), keunggulan bersaing mampu menghasilkan laba yang tinggi secara berkelanjutan sangat ditentukan dari strategi bersaing yang dipilih perusahaan. Empat faktor utama yang dipertimbangkan dalam perumusan strategi bersaing yang menentukan batas-batas yang dapat diraih perusahaan, yaitu kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan.

Kekuatan dan kelemahan perusahaan adalah profil internal dari kekayaannya dan keterampilan perusahaan terhadap pesaing. Kekuatan dan kelemahan yang dipadukan dengan nilai-nilai budaya perusahaan merupakan faktor internal bagi perusahaan. Peluang dan ancaman perusahaan menentukan lingkungan persaingan, dengan risiko serta imbalan potensial yang melingkupinya. Faktor eksternal ditentukan oleh lingkungan industri dan lingkungannya yang lebih luas.

Keempat faktor tersebut menjadi pertimbangan dalam menentukan tujuan, kebijakan dan strategi realitis yang akan diterapkan untuk dapat bersaing dalam industri. Dengan pertimbangan empat faktor tersebut, strategi bersaing yang baik dan tepat akan sangat membantu PT X yang telah berhasil merebut kurang lebih 1,42 persen pangsa pasar mi instan nasional dari Indofood (CIC, 2002). Untuk menciptakan keunggulan bersaing sehingga menghasilkan laba yang lebih tinggi secara berkelanjutan dapat dilakukan analisis strategi bersaing perusahaan. Faktor lain yang juga penting dalam menentukan strategi bersaing yang tepat adalah posisi persaingan perusahaan terhadap pesaingnya. Penelitian ini akan menjawab hal-hal sebagai berikut :

a. Faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal apa saja yang dapat menentukan peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan bagi PT X ? b. Bagaimana posisi bersaing perusahaan dibandingkan pesaing

utamanya (market leader) ?

(20)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Mengidentifikasi faktor eksternal dan faktor internal bagi perusahaan. b. Menganalisis posisi bersaing PT X.

c. Merumuskan alternatif strategi yang tepat bagi perusahaan untuk mempertahankan market share pada industri mi instan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak yang terkait pengembangan industri mi instan dalam merencanakan strategi bersaing untuk mempertahankan pasar yang sudah ada dan mengetahui kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal perusahaan. Selain itu, hasil kajian ini juga diharapkan berguna sebagai referensi bagi semua pihak yang melaksanakan kegiatan penelitian strategi industri mi instan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(21)

2.1 Gambaran Umum Mi Instan

Mi dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok, yaitu mi basah (boiled noodle), mi kering (steam and fried noodle), mi mentah (raw chinese noodle) serta mi instan (instant noodle). Mi instan tersedia dalam kemasan polictilen dan kemasan polysteren yang lebih dikenal sebagai Styrofoam (bentuk cangkir maupun mangkok).

Makanan mi instan didefinisikan sebagai produk makanan yang terbuat dari tepung terigu yang ditambah dengan bumbu-bumbu pembentuk citarasa (flavouring). Dalam penyajiannya, mi instan biasa dimakan mentah ataupun dimasak terlebih dahulu (CIC, 2002). Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-3551-2000 yang dikeluarkan oleh Pusat Standarisasi Departemen Industri Indonesia, mi instan adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu berbentuk khas mi dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama empat menit.

Kelompok mi instan dapat dibagi menjadi mi yang telah diperkaya atau dicampur dengan bumbu penyedap yang terpisah kemasannya dan mi dalam kemasan styrofoam yang dilengkapi dengan bumbu, sayuran, udang atau daging kering yang terpisah. Dengan semakin berkembangnya teknologi, maka pembuatan mi tidak lagi terbatas hanya dari bahan baku utama tepung terigu saja. Pada saat ini, mi dapat dibuat dari tepung beras yang disebut bihun, dari pati kacang hijau yang disebut so’un, serta yang terbuat dari tepung terigu dan beras disebut shomein.

(22)

juga dimaksudkan untuk melindungi produsen, mendukung perkembangan industri dan menunjang ekspor non migas.

Selain syarat mutu, produsen juga harus memenuhi syarat penandaan label dan syarat pengemasan. Dimana mi instan harus dikemas dalam wadah tertutup rapat, tidak mempengaruhi atau dipengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan. Syarat mutu mi instan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat mutu mi instan

No. Uraian Satuan Persyaratan

1 Keadaan (rasa, bau dan warna) - Normal

7 Bahan tambahan makanan Sesuai SNI 0222-M dan peraturan

2.2 Gambaran Umum Industri Mi Instan

(23)

keberadaan industri mi instan Indonesia diawali oleh munculnya PT. Supermi Indonesia, sebagai perintis industri mi kering di Indonesia. Supermi telah menjadi merek umum untuk mi instan bagi masyarakat Indonesia sampai dengan akhir tahun 80-an.

Pada tahun 1970, pasar mi instan diawali dengan berdirinya PT. Sanmaru Food Manufacturing, yang memproduksi mi instan merek Indomie. Kemudian dilanjutkan dengan pembangunan PT. Sarimi Asli Jaya pada tahun 1982 yang memproduksi mi instan dengan merek Sarimi. Selanjutnya industri ini mengalami perkembangan yang pesat dengan didirikannya PT. Sampurna Pangan Indonesia tahun 1972, PT Khong Ghuan Biskuit tahun 1976, PT Pandu Sari tahun 1977, PT. Asia Megah Food Manufacturing tahun 1980, PT. Supmi Sakti serta beberapa produsen pendatang baru lainnya.

Sejak saat itu pasar mi instan ditandai dengan kondisi persaingan yang ketat, terutama setelah Salim Grup bersama Jangkar Jati Grup pada tahun 1984 mendirikan PT. Indofood Interna Corporation, yang merupakan cikal bakal dari Indofood Grup yang beroperasi di bawah bendera PT. Indofood Sukses Makmur. Sejak itu, Indofood dengan merek Indomie, Supermie, dan Sarimie semakin menguasai pasar mi instan di Indonesia (CIC, 2002).

Struktur industri mi instan di Indonesia adalah struktur pasar oligopoli, yaitu terdiri dari beberapa produsen yang sangat peka terhadap kompetitor dan hambatan untuk memasuki industri yang bersangkutan. Hal ini disebabkan oleh kendala penyediaan bahan baku yang tergantung pada impor gandum dan pabrik pengolah gandum yang kapasitasnya masih kurang mencukupi.

(24)

Persaingan diantara perusahaan menjadi sengit lantaran setiap perusahaan umumnya memproduksi lebih dari dua merek. Saat ini PT. Indofood Sukses Makmur (ISM) masih menguasai 88 persen market share mi instan dan semakin berhasil meraih brand equity dan menjadi household brand yang memudahkan Indofood meluncurkan produk baru maupun menguasai pasar. Dengan mengeluarkan Indomie, Supermie, Sarimie, Sakura; Pop mie, Super cup, Top mie, Chatz Mie, serta mie Selera Nusantara, Indofood menguasai industri ini dari hulu ke hilir.

Sebagai pelopor munculnya industri mi instan nasional, Indofood memiliki sistem distribusi yang sangat baik. Perusahaan ini mampu untuk mendistribusikan semua produknya secara merata karena sebelumnya Indofood telah memiliki jalur dan jaringan distribusi yang kuat di seluruh tanah air. Selain itu, Indofood juga memiliki sistem promosi serta tim riset dan pengembangan yang sangat kuat. Dengan 88 persen market share dikuasai Indofood, maka sisanya diperebutkan oleh merek-merek mi instan lainnya.

Dengan peluang pasar yang masih sangat lebar, apalagi ada segmen yang belum tergarap seperti pasar menengah ke atas, maka banyak perusahaan-perusahaan pesaing Indofood baik pemain lama maupun pemain baru dalam industri mi instan, bergerak agresif dan saling melancarkan strategi meluncurkan produk baru atau mendiferensiasikan produk yang sudah ada. Selain disesaki berbagai merek, produsen juga kreatif membuat aneka kemasan yang intinya tetap menyajikan kecepatan dan kemudahan dalam penyajian.

(25)

beraninya Grup Wings ini terlihat dengan iklannya di layar kaca yang begitu gencar ditayangkan hampir di semua stasiun televisi swasta.

Sebagai ilustrasi, berdasarkan hasil riset CIC (2000) menunjukkan bahwa peringkat pertama sepuluh besar pemain pasar mi instan nasional masih dipegang oleh merek Indomie yang menjual 3,972 miliar bungkus atau menguasai pasar sebesar 34,0 persen. Disusul oleh Supermie 2,979 miliar bungkus (25,2 persen), Sarimie 2,880 miliar (bungkus 24,7 persen), ABC 301 juta bungkus (2,6 persen), Gaga 300 juta bungkus (2,6 persen), Salam Mie berada diposisi keenam dengan 279 juta bungkus (2,4 persen), Maggi 220 juta bungkus (1,9 persen), Nissin 180 juta (1,5 persen), President 123 juta bungkus (1,1 persen) dan Sakura di posisi kesepuluh dengan penjualan sebesar 99 juta bungkus atau mencapai 0,9 persen.

Pada awal tahun 2003, grup wingsfood meluncurkan produk mi instan dengan merek dagang mi sedaap dan tanggapan masyarakat terhadap merek mi instan yang masih baru ini sangat baik. Menurut data yang dikeluarkan majalah SWA (2004), pangsa pasar Indomie di tahun 2002 masih sebesar 90%,

namun sejak hadirnya Mi Sedaap di pasar mie instan pangsa pasar Indomie

terus merosot hingga 78%.

Bagi Indofood kehadiran para pemain baru tidak menyurutkan langkah untuk terus melakukan ekspansi. Untuk mereduksi biaya transportasi, Indofood membuat l7 pabrik di setiap kota yang pasarnya gemuk seperti Jakarta, Surabaya dan Medan. Hal ini dilakukan sekaligus menahan langkah lawan, Indofood juga tak lupa melakukan diversifikasi produk yang inovatif dalam bentuk kemasan dan brand baru seperti Top Mie dan pop Mie dalam kemasan styrofoam.

(26)

mendirikan outlet khusus yang menjual 100 persen produk Indofood dengan konsep Warung Barokah dan Tokcer.

Sebagai ilustrasi pada tahun 1998-2000, pasar mi instan di Indonesia masih berorientasi pada pasar domestik dan tercatat sebanyak sembilan produsen telah mengeksplorasi pasar luar negeri dengan mengekspor ke berbagai negara, perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT Indofood, PT Supmi Sakti (100% untuk orientasi ekspor), kemudian PT Jakaranatama Food Industri, PT ABC President Enterprise, PT Nissin Mas, PT Radiance Food Indonesia, PT Saritama Tunggal, PT Sentrafood Indonusa Corporation dan PT Olagafood.

2.3 Tinjauan Teoritis

a. Manajemen Strategik

David (2006) menyatakan bahwa manajemen strategik dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai obyektifnya. Purnomo dan Zulkieflimansyah (1996) menyebutkan bahwa manajemen strategi merupakan suatu proses sehingga senantiasa berkesinambungan dan karena lingkungan organisasi senantiasa berubah maka organisasi pun harus terus menerus dimodifikasi untuk memastikan bahwa yang diinginkan tercapai.

(27)

pembuatan dan penerapan strategi, termasuk mengukur kinerja individu dan perusahaan serta mengambil langkah-langkah perbaikan bila diperlukan (Wahyudi, 1996).

Manajemen strategi dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan tingkatan dalam struktur organisasi, yaitu strategi korporasi yang terdiri dari beberapa unit bisnis, strategi bisnis yang terdiri dari satu unit bisnis dan strategi fungsional yang terdiri dari unit-unit pendukung. Strategi bisnis menitikberatkan pada pembuatan keputusan-keputusan strategik yang melibatkan posisi bersaing dari sebuah produk atau pangsa pasar tertentu pada sebuah divisi. Divisi-divisi yang menerapkan strategi ini dikenal dengan Strategic Business Unit (SBU).

David (2006) membagi strategi menjadi tiga tingkatan, yaitu : 1. Strategi tingkat perusahaan (corporate strategy). Strategi

perusahaan menggambarkan arah yang menyeluruh bagi suatu perusahaan dalam pertumbuhan dan pengelolaan berbagai bidang usaha, untuk mencapai keseimbangan produk atau jasa yang dihasilkan. Strategi pada tingkat perusahaan biasanya dibuat sebagai arahan dasar (acuan pokok) berbagai strategi pada unit usaha dan strategi fungsional yang disusun.

2. Strategi tingkat unit bisnis (business strategy). Strategi bisnis menekankan pada usaha peningkatan daya saing perusahaan dalam suatu industri. atau segmen pasar.

3. Strategi tingkat fungsional (functional strategy). Strategi fungsional menciptakan kerangka kerja untuk manajemen fungsi, seperti produksi, pemasaran, keuangan, litbang dan sumber daya manusia.

(28)

yang memungkinkan keputusan efektif diambil dalam kondisi yang tidak menentu (David, 2006).

Untuk lebih sederhananya maka Gambar 1 berikut menunjukan perbedaan tingkatan tersebut.

b. Proses Manajemen Strategik

Manajemen strategik diartikan sebagai suatu proses yang mengandung beberapa implikasi penting, yaitu (1) suatu perubahan pada sembarang komponen akan mempengaruhi beberapa atau semua komponen yang lainnya, (2) perumusan dan implementasi strategi terjadi secara berurutan, (3) perlunya umpan balik dari pelembagaan, tinjau ulang (review), dan evaluasi terhadap tahap-tahap awal proses ini dan (4) perlunya memandang proses ini sebagai suatu sistem yang dinamik (Pearce dan Robinson, 1997).

Dalam menyusun strategi bisnis untuk menghadapi perubahan lingkungan bisnis dan persaingan, langkah awal yang perlu dilakukan adalah penetapan visi dan misi organisasi. Pearce dan Robinson (1997) menyatakan bahwa misi adalah pernyataan tentang sasaran-sasaran strategik perusahaan, tujuan utama strategi dan bagian-bagian identitas perusahaan yang penting. Pada umumnya pernyataan misi mencakup pernyataan bisnis yang dianut oleh perusahaan, landasan yang

Strategi

Gambar 1. Tingkatan Strategi Dalam Perusahaan

(29)

digunakan perusahaan dalam mencari keunggulan bersaing dalam bisnisnya, untuk kepentingan siapa perusahaan dioperasikan dan kriteria yang digunakan untuk menilai kerja perusahaan.

Setelah mengetahui misi perusahaan, maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan umum, operasi dan industri. Sedangkan faktor internal terdiri dari kuantitas dan kualitas keuangan, tenaga kerja dan sumberdaya yang dimiliki serta kekuatan dan kelemahan dari manajemen, struktur organisasi, pemasaran dan produksi.

David (2006) mengatakan bahwa ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam proses perumusan strategi perusahaan, yaitu tahap input, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Tahap input merangkum informasi-informasi yang diperlukan dalam formulasi strategi dengan melakukan evaluasi faktor internal (IFE) dan evaluasi faktor eksternal (EFE) perusahaan. Tahap selanjutnya adalah analisis matriks I-E untuk melihat kondisi dan posisi perusahaan saat ini. Langkah selanjutnya adalah analisis matriks SWOT untuk memilih alternatif strategi yang tepat bagi perusahaan.

(30)

dalam lingkungan perusahaan, seperti masuknya pesaing baru, lambatnya pertumbuhan pasar dan sebagainya.

1. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal (IFE-EFE)

Penilaian internal ditujukan untuk mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Langkah yang ringkas dalam melakukan penilaian internal adalah dengan menggunakan matriks IFE. Sedangkan untuk mengarahkan perumusan strategi yang merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi dan tingkat persaingan digunakan matriks EFE (David, 2006). Matriks IFE dan EFE diolah dengan menggunakan beberapa langkah, yaitu identifikasi faktor internal dan eksternal perusahaan, penentuan bobot setiap variabel dan penentuan peringkat (rating)(Rangkuti, 2006).

2. Analisis Persaingan Industri

Analisis persaingan industri (lima kekuatan Porter) bertujuan untuk menganalisis kondisi persaingan industri yang dihadapi oleh perusahaan. Adapun data tentang intensitas persaingan industri pemasaran mi instan dinilai dengan menggunakan Sematic Differensial Scale yang bernilai 1 (paling rendah) sampai empat (paling tinggi). Semakin tinggi penilaian kekuatan bersaing tersebut semakin tinggi. Penilaian terhadap intansitas persaingan industri diukur dengan melakukan penilaian terhadap intensitas lima kekuatan bersaing yang masing-masing dinilai berdasarkan indikator sebagai berikut : 1) ancaman pendatang baru, 2) tingkat persaingan dalam industri, 3) kekuatan tawar menawar pemasok, 4) ancaman produk substitusi dan 5) kekuatan tawar menawar pembeli.

(31)

berpasangan antara 2 faktor (vertikal-horizontal) berdasarkan kepentingan atau pengaruhnya terhadap persaingan di dalam industri mi instan di Indonesia. Untuk penentukan bobot setiap faktor digunakan langkah-langkah yang sama dalam analisis lingkungan internal-eksternal. Kriteria total nilai variabel dalam analisis persaingan industri ditentukan dengan kategori sebagai berikut : rendah (1,0-2,0), sedang (>2,0-3,0) dan tinggi (>3,0-4,0).

Intensitas persaingan rendah diartikan dengan tekanan persaingan yang longgar yang memungkinkan perusahaan tidak efisien sekalipun untuk dapat bertahan. Laba ekonomi yang berada di atas normal bahkan dalam jangka panjang. Perusahaan adalah industri itu sendiri. Untuk memaksimalkan keuntungan, monopoli dapat menentukan harga industri dan keluaran secara bersamaan.

Intensitas persaingan sedang diartikan dengan adanya perolehan laba ekonomi atau tingkat pengembalian di atas normal yang cukup berarti hanya sampai sejauh mana perusahaan dapat memberikan keunikan yang bernilai dalam barang atau jasa dan adanya keuntungan komparatif dalam produksi, distribusi atau pemasaran yang tidak dapat dengan mudah ditiru oleh perusahaan-perusahaan lain.

Intensitas persaingan tinggi adalah persaingan yang paling ketat dimana persaingan harga yang menyebar menekan laba perusahaan sampai ke tingkat sekedar mempertahankan investasi yang diperlukan. Untuk memperoleh keuntungan, perusahaan-perusahaan harus melakukan efiesensi biaya.

3. Matriks Internal – Eksternal (I – E Matriks)

(32)

tersebut dapat mengidentifikasikan 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu :

a. Strategi pertumbuhan (growth strategy) yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1, 2 dan 4)

b. Stability Strategy, adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang sudah ditetapkan (3, 5 dan 7) c. Retrechment Strategy adalah usaha memperkecil atau

mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (sel 6, 8 dan 9)

I

Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis strategi dengan analisis SWOT, yaitu analisis kekuatan-kelemahan dan peluang–ancaman (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Analisis SWOT merupakan identifikasi bersifat sistematik dari faktor-faktor kekuatan dan kelemahan organisasi, peluang dan ancaman lingkungan luar, serta strategi yang menyajikan

(33)

kombinasi terbaik di antara kesempatannya. Matriks SWOT akan menghasilkan empat tipe strategi (Tabel 4) sebagai berikut :

a) Strategi S-O

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

b) Strategi S-T

Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

c) Strategi W-O

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. d) Strategi W-T

Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

Terdapat 8 tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu : 1. Tentukan faktor-faktor peluang eksternal perusahaan 2. Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal perusahaan 3. Tentukan faktor-faktor kekuatan internal perusahaan 4. Tentukan faktor-faktor kelemahan internal perusahaan

5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi S – O.

6. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi W – O.

7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi S – T.

(34)

Tabel 4. Matriks SWOT

Setiap perusahaan memiliki tipe strategi masing-masing di dalam menjalankan usahanya. Wheelen dan Hunger (2002) mengungkapkan pengertian tipe strategis, sebagai berikut :

“A Strategic type is a category of firms based on a common strategic orientation and a combination of structure, culture, and processes

consistennt with that strategy”.

(35)

Miles dan Snow (1978) dalam Jabnoun, et.al (2003) menyarankan bahwa organisasi membangun pola perilaku yang sistematis dan dapat diidentifkasi terhadap adaptasi lingkungan. Elemen utama adaptasi dan hubungan diantara adalah terkonseptualisasi oleh apa yang disebut sebuah “adaptive cycle” sepanjang waktu. Siklus mewujudkan strategi bisnis yang berbeda, merepresentasikan respon organisasi pada lingkungan persaingan. Mengklasifikasikan perusahaan dengan pola-pola keputusan adaptif pada defender, prospektor, analyzer dan reaktor. Adapun keempat tipe strategi ini dapat dilihat pada Tabel 5 dan dijelaskan sebagai berikut :

a. Defender

Strategi defender meneliti pada stabilitas pasar dan menawarkan serta mencoba untuk melindungi lini produk yang terbatas untuk segmen yang sempit dari pasar yang potensial. Defender mencoba membagi-bagi dan memperbaiki ceruk pasar ke dalam industri dimana pesaing menemukanya sulit untuk penetrasi.

Persaingan utamanya pada basis harga, kualitas, distribusi, dan jasa serta konsentrasi pada efisiensi operasi dan kontrol biaya yang ketat untuk memelihara persaingan. Struktur dan proses mereka terformalisasi dan terdesentralisasi (Stathakopoulos, 1998 dalam Jabnoun, et.al, 2003). Organisasi melakukan hal ini melalui tindakan ekonomis yang standar, seperti misalnya bersaing dengan harga atau menghasilkan atau menghasilkan produk berkualitas tinggi.

b. Prospektor

(36)

Struktur organisasi dari perusahaan prospektor adalah informal dan terdesentralisasi untuk lebih fleksibilitas dan respon lebih cepat pada perubahan lingkungan (Stathakopolous, 1998 dalam Jabnoun, et.al, 2003). Prospektor cenderung untuk memiliki sistem kontrol terdesentralisasi dan untuk menggunakan ukuran ad hoc (Miles dan Snow, 1978 dalam Jabnoun, et.al, 2003)

c. Analyzer

Analyzer mencoba mengambil yang terbaik dari kedua strategi tersebut di atas, dengan meminimalkan resiko dan memaksimalkan peluang untuk memperoleh laba. Strategi yang digunakan adalah hanya akan bergerak ke produk baru atau pasar baru, setelah keberhasilannya dibuktikan oleh prospektor. Analyzer hidup dari imitasi, mengambil alih ide-ide yang sukses dari prospektor dan kemudian menirunya.

Analyzer cenderung untuk beroperasi dalam paling sedikit dua wilayah pasar produk yang berbeda, yaitu satu stabil, ditekankan pada efisiensi dan satu variabel, yang lain ditekankan pada inovasi. Struktur organisasinya adalah komplek, merefleksikan pasar yang sangat luas operasinya dengan mengkombinasikan karakteritik dari organisasi mekanistik dan organik.

d. Reaktor

(37)

Tabel 5. Tipologi Strategik Miles dan Snow

STRATEGI TUJUAN LINGKUNGAN KARAKTERISTIK

STRUKTURAL Defender Stabilitas dan

efisiensi

Stabil Kontrol ketat, pembagian

kerja yang ekstansif; formalisasi tinggi; terpusat

Analyzer Stabilitas dan efisiensi

Perubahan Kontrol cukup terpusat;

kontrol ketat atas aktivitas yang ada; kontrol agak lepas untuk usaha baru

Prospektor Fleksibilitas Dinamis Struktur lepas;

pembagian kerja rendah; formalisasi rendah; desentralisasi.

Sumber : Robbins, 1990

2.5 Tinjauan Penelitian yang Relevan

Rasjiddin (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Formulasi Strategi Bersaing PT Yanagi Histalaraya dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan Bisnis. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengkaji kinerja PT. Yanagi Histalaraya (2) Menganalisa faktor - faktor lingkungan internal dan lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja PT. Yanagi Histalaraya (3) Merumuskan berbagai alternatif strategi bisnis bagi PT. Yanagi Histalaraya dalam meningkatkan kinerjanya (4) Merekomendasikan alternatif strategi bisnis prioritas terpilih bagi PT. Yanagi Histalaraya.

(38)

internal dan eksternal perusahaan (4) Analisis QSPM untuk memperoleh prioritas alternatif strategi bisnis perusahaan untuk diimplementasikan.

Hasil evaluasi faktor eksternal perusahaan menunjukkan bahwa PT. Yanagi Histalaraya memiliki sejumlah peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan untuk tetap eksis di industri perikanan, yaitu armada perikanan nelayan yang semakin meningkat dan berkembang, semakin terbukanya pasar di era globalisasi, konsistensi pemerintah dalam mendorong masuknya investor, perkembangan teknologi yang semakin pesat, usaha perikanan terbukti tahan terhadap krisis ekonomi, kebutuhan akan ikan terus meningkat, produk ikan mampu bersaing di pasar internasional, peluang diversifikasi untuk produk olahan ikan serta pasarnya masih sangat besar, kebijakan pemerintah mendukung produksi dan pemasaran hasil perikanan, mulai stabilnya nilai rupiah terhadap mata uang asing, fasilitas pelabuhan perikanan semakin meningkat, persyaratan mutu yang semakin tinggi. Selain memiliki peluang, perusahaan juga dihadapkan pada ancaman yang dapat menghancurkan bisnisnya. Ancaman tersebut antara lain kondisi politik, hukum dan keamanan yang kurang kondusif, kebijakan pajak dan tarif yang merugikan perusahaan, isu lingkungan yang tidak adil, masuknya perusahaan perikanan baru, illegal fishing masih banyak terjadi, potensi konflik nelayan, penggunaan pengawet pada produk perikanan, meningkatnya tarif dasar listrik, air, dan BBM, tingginya tingkat suku bunga, sistem ijon di kalangan nelayan, serta kondisi alam yang sulit dikendalikan.

(39)

nelayan. Berdasarkan analisis QSPM diperoleh bahwa strategi penetrasi dan pengembangan pasar merupakan strategi prioritas yang sebaiknya dilaksanakan perusahaan saat ini. Beberapa faktor strategi internal yang dianggap menarik oleh perusahaan dalam memilih strategi ini adalah kualitas produk yang sudah sesuai dengan standar mutu, jaringan pemasaran dan distribusi yang baik, citra perusahaan, pengalaman perusahaan, kebutuhan akan ikan yang terus meningkat, serta masih besarnya peluang diversifikasi untuk produk olahan ikan.

Wahyudin (2002) dalam penelitiannya yang berjudul Formulasi Strategi PT Indofood Sukses Makmur, TBK Divisi Noodles Unit Bisnis Padalarang, Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi posisi bersaing Perusahaan dalam industri makanan khususnya mi instan saat ini, serta memformulasikan strategi yang dapat diterapkan oteh perusahaan dalam persaingan industri mi instan yang semakin kompetitif, Adapun tahapan yang dilakukan dalam analisis data adalah: l) Analisis deskriprif untuk memperoleh gambaran umum perusahaan, 2) Analisis matriks IFE-EFE, untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal, 3)

Analisis matriks IE yang digunakan untuk mengetahui posisi perusahaan, 4) Analisis dengan menggunakan matriks SWOT yang digunakan untuk mendapatkan alternative strategi bagi perusahaan. Dari hasil perhitungan matriks IFE 3,32 dan EFE 2,70 dipasangkan pada matriks IE, maka didapat posisi perusahaan pada posisi stabilitas, yaitu pada kuadran IV, yang artinya perusahaan memiliki kemampuan internal kuat dan kemampuan eksternal sedang dan perusahaan paling baik dikendalikan strategi Grow and Build. Strategi Grow and Build untuk mencapai pertumbuhan baik dalam penjualan, aset, profit atau kombinasi dari ketiganya, hal ini dapat dicapai dengan strategi intensif atau strategi terintegrasi.

(40)

menyebabkan timbulnya persaingan yang semakin ketat antar produk mie instan di pasar yang cukup luas. Hal ini membutuhkan suatu kajian terhadap strategi pemasaran yang jelas dan terencana agar produk mi instan tersebut dapat menjadi suatu bagian yang memberi keuntungan bagi produsennya.

Tujuan penelitian diarahkan untuk (a) mengidentifikasi karakteristik konsumen dan perilaku konsumsi dari konsumen mi instan merek NISSINMI dan merek lainnya serta alasan mengkonsumsi mi instan (b) mengidentifikasi hubungan karakteristik konsumen mi instan merek NISSINMI dengan pola konsumsi dari konsumen mi instan (c) melakukan analisis sikap konsumen terhadap berbagai atribut produk mi instan dan identifikasi brand awareness berbagai produk mi instan dan (d) Perumusan strategi pemasaran produk mi instan merek NISSINMI.

(41)

3.1Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

Kajian dilakukan di PT X yang berlokasi di kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu didasarkan pada pertimbangan : (1) perusahaan merupakan salah satu produsen mi instan yang memiliki pangsa pasar domestik, (2) adanya ketersediaan data yang diperlukan dan kesediaan manajemen perusahaan menjadikan perusahaan tersebut sebagai lokasi kajian. Penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yang dimulai pada bulan Juni - Agustus 2010.

3.2Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari manajemen perusahaan yang terdiri dari Direktur Utama, Direktur Operasional dan Direktur Keuangan. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen perusahaan, makalah-makalah seminar dan data-data statistik dari instansi-instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS). Jenis dan sumber data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang diambil seperti disajikan dalam Tabel 6 dan 7 berikut :

Tabel 6. Jenis dan Sumber Data Kuantitatif

Jenis Data Satuan Sumber data

Kuantitatif

1. Jumlah jenis produk 2. Jumlah produksi 3. Jumlah pesaing 4. Jumlah karyawan 5. Kapasitas produksi

Macam Ton Perusahaan

Orang Ton

Bagian Produksi Bagian Produksi General Manager

HRD Bagian Produksi

3.3Metode Penentuan Responden

(42)

Singarimbun dan Effendi (1989), purposive sampling adalah metode pengambilan responden yang dilakukan secara sengaja namun dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu dalam pengambilan responden yang ditetapkan pada penelitian ini adalah melalui kesepakatan antara peneliti dengan pimpinan PT X.

Tabel 7. Jenis dan Sumber Data Kualitatif

Jenis Data Sumber data 4. Aspek teknologi Sosial dan kelembagaan

General Manager

Responden dalam penelitian ini adalah tiga orang mewakili direktur, yaitu Direktur Utama, Direktur Operasional, Direktur Keuangan dan 1 orang mewakili pakar sebagai responden untuk expert judgement. Kuesioner yang diberikan adalah kuesioner penentuan faktor internal dan eksternal serta kuesioner penentuan faktor persaingan industri. Bentuk kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.4Analisis Data

(43)

1. Tahap Input (Input stage) a. Analisis PEST

Analisis PEST digunakan untuk mengetahui kondisi pengaruh politik, ekonomi, sosial budaya dan teknologi. Analisis ini akan menghasilkan sejumlah peluang dan ancaman bagi perusahaan dalam menjalankan usahanya. Tabel 8 dapat digunakan untuk membantu menganalisis peluang dan ancaman yang terjadi akibat pengaruh faktor-faktor lingkungan eksternal perusahaan.

Tabel 8. Alat bantu untuk analisis PEST

Analisis PEST Peluang Ancaman

Faktor politik Faktor ekonomi

Faktor sosial dan budaya Faktor teknologi

b. Analisis Lingkungan Industri

Analisis lingkungan industri adalah analisis yang diperlukan dalam penentuan posisi bertahan yang terbaik bagi suatu perusahaan untuk merumuskan strategi jangka panjang. Pada Tabel 9 dapat digunakan sebagai alat bantu dalam melakukan analisis lingkungan industri.

Tabel 9. Alat bantu yang dapat digunakan untuk melakukan analisis lingkungan industri

Analisis lingkungan industri Peluang Ancaman Persaingan antar perusahaan dalam industri

Ancaman pendatang baru Ancaman dari produk substitusi Kekuatan tawar menawar dari pembeli Kekuatan tawar menawar pemasok.

(44)

pemasok.Kelima kekuatan tersebut akan secara bersama-sama menentukan intensitas persaingan dan potensi kemampulabaan perusahaan dalam suatu industri.

c. Analisis Fungsional

Analisis fungsional dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan pada bidang-bidang fungsional yang meliputi pemasaran, kondisi keuangan, produksi/operasi, sumberdaya manusia serta penelitian dan pengembangan dan sistem informasi manajemen. Alat bantu untuk melakukan analisis fungsional dapat disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Alat bantu yang dapat digunakan untuk melakukan analisis fungsional

Analisis fungsional Kekuatan Kelemahan Pemasaran

Kondisi keuangan Produksi/operasi Sumber daya manusia

Penelitian dan pengembangan Sistem informasi manajemen

d. Matriks EFE dan IFE

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghadapi lingkungan internal dan eksternal dengan cara mendapatkan angka yang menggambarkan kondisi perusahaan terhadap kondisi lingkungannya. Matriks IFE dan EFE diolah dengan menggunakan beberapa langkah sebagai berikut (Rangkuti, 2006) :

1. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan

(45)

spesifik dengan menggunakan prosentase, rasio atau angka perbandingan.

Faktor eksternal perusahaan diidentifikasi dengan mendata semua peluang dan ancaman organisasi. Data eksternal perusahaan diperoleh dari hasil wawancara atau kuesioner dan diskusi dengan pihak manajemen perusahaan serta data penunjang lainnya. Hasil kedua identifikasi faktor-faktor tersebut menjadi faktor penentu internal dan eksternal yang selanjutnya diberikan bobot dan rating.

2. Penentuan Bobot Setiap Peubah

Penentuan bobot dilakukan dengan cara mengajukan identifikasi faktor-faktor strategis eksternal dan internal tersebut kepada pihak manajemen atau pakar dengan menggunakan metode Paired Comparison (Kinnear dan Taylor, 1996). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah:

1 : Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal

2 : Jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal

3 : Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal

Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 11 dan 12.

Tabel 11. Penilaian bobot faktor strategi internal perusahaan Faktor Strategis Internal A B C D …. Total

A B C D ……..

(46)

Tabel 12. Penilaian bobot faktor strategi eksternal perusahaan

Bobot setiap peubah diperoleh dengan menentukan nilai rataan dari setiap peubah terhadap jumlah nilai keseluruhan peubah dengan menggunakan rumus (Kinnear dan Taylor, 1996) :

3. Penentuan Peringkat

Penentuan peringkat (rating) oleh manajemen atau pakar dari perusahaan yang dianggap sebagai decision maker dilakukan terhadap peubah-peubah dari hasil analisis situasi perusahaan. Untuk mengukur pengaruh masing-masing peubah terhadap kondisi perusahaan digunakan nilai peringkat dengan skala 1, 2, 3, dan 4 terhadap masing-masing faktor strategis yang menandakan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini, dimana untuk matriks EFE skala nilai peringkat yang digunakan yaitu :

1 = Rendah, respon kurang

2 = Rendah, respon sama dengan rata-rata 3 = Tinggi, respon diatas rata-rata

4 = Sangat tinggi, respon superior

(47)

Untuk matriks IFE, skala nilai peringkat yang digunakan pada kolom rating dengan skala 1 – 4, pada masing-masing faktor internal yang ada dalam perusahaan dengan keadaan saat ini. Untuk faktor kekuatan dan kelemahan, yaitu (1) Kelemahan utama (2) Kelemahan kecil (3) Kekuatan kecil (4) Kekuatan utama.

Selanjutnya nilai dari pembobotan dikalikan dengan nilai rataan peringkat pada tiap-tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Hasil pembobotan dan peringkat (rating) berdasarkan analisa situasi perusahaan dimasukkan dalam Tabel 13 dan 14.

Tabel 13. Matriks EFE

Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor A. Peluang :

1.

10.

Jumlah (A) B. Ancaman : 1.

10.

Jumlah (B) Total (A+B)

Tabel 14. Matriks IFE

Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor A. Kekuatan :

1.

10.

Jumlah (A) B. Kelemahan : 1.

10.

(48)

Nilai IFE dikelompokkan dalam Tinggi (3,0–4,0), Sedang (2,0–2,99) dan Rendah (1,0–1,99). Sedangkan nilai-nilai EFE dikelompokkan dalam Kuat (3,0 – 4,0), Rata-rata (2,0 – 2,99), dan Lemah (1,0 – 1,99) (David, 2006).

2. Tahap Pemaduan (Matching stage) a. Matriks IE (Internal External)

Matriks Internal-External (IE) yang berisikan sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE. Tujuan penggunaan matriks-matriks ini adalah untuk melihat posisi dan untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat perusahaan. Diagram tersebut dapat mengidentifikasikan sembilan sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu :

1. Strategi pertumbuhan (growth strategy) yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1, 2 dan 4)

2. Stability Strategy, adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang sudah ditetapkan (sel 3, 5 dan 7). 3. Retrechment Strategy adalah usaha memperkecil atau

mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (sel 6, 8 dan 9)

b. Matriks SWOT

SWOT adalah singkatan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan ancaman (threats) di dalam suatu lingkungan yang dihadapi oleh suatu organisasi atau perusahaan. Analisis SWOT merupakan cara sistematis untuk mengidentifikasi faktor-faktor ini dan strategi yang menggambarkan kecocokan paling baik diantara mereka (Pearce dan Robinson, 1997).

(49)

Matriks SWOT merupakan alat untuk menganalisa data yang telah disusun untuk informasi prospek beserta pengembangan usaha. Pengembangan strategi pada matriks SWOT dilakukan berdasarkan hasil dari matriks IE.

1. Strategi SO (Strength-Opportunity), yaitu menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar perusahaan.

2. Strategi WO (Weakness-Opportunity), bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal.

3. Strategi ST (Strength-Threat), bertujuan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal.

(50)

4.1Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Sejarah berdirinya PT X berawal dari ide beberapa mantan karyawan sebuah perusahaan mi instan terbesar di Indonesia, untuk membuat sebuah produk mi instan yang memiliki citra produk Islami. Berdasarkan nomor surat izin usaha perdagangan (SIUP) 10.925/9503-P/09-01/PB/96 tanggal 19 Januari 1996 PT X didirikan dan langsung meluncurkan produk mi instan baru dengan merek dagang X. Untuk mendukung kegiatan pengolahan produk mi instan baru tersebut, maka dua pabrik dibangun di Jawa Barat dan Jawa Timur. Masing-masing pabrik tersebut beroperasi pada bulan Januari 1996.

4.1.2 Misi dan Tujuan Perusahaan

PT X memiliki misi meningkatkan kesejahteraan konsumen kaum muslim dengan bina kerjasama melalui produk-produk konsumsi (consumer goods). Tiga tujuan yang ingin dicapai perusahaan adalah (1) memenuhi kebutuhan mi instan masyarakat Indonesia yang tumbuh 10-15 persen per tahun, (2) memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat dan (3) mendapatkan perolehan laba bagi perusahaan.

4.2Analisis Lingkungan Internal

(51)

Secara tradisional, aspek-aspek lingkungan internal perusahaan yang hendaknya diamati salah satunya dapat dilihat dari pendekatan fungsional. Pendekatan fungsional terdiri atas pemasaran, keuangan, produksi dan operasi, Sumberdaya Manusia (SDM) dan Sistem Informasi Manajemen (SIM).

4.2.1 Pemasaran

Pangsa pasar (market share) terbesar produsen mi instan di Indonesia masih ditempati oleh Indofood sebesar 88 persen. Sisanya sebesar 12 persen diperebutkan oleh merek-merek mi instan lainnya termasuk oleh PT. X. Berdasarkan riset CIC pada tahun 2000, pangsa pasar PT X adalah sebesar 2,4 persen. Suatu perolehan yang sangat kecil bila dibandingkan dengan pangsa pasar Indofood. Adapun pesaing utama PT X selain Indofood adalah PT. ABC dan PT. Karunia Alam Segar (produsen Mi Sedaap) yang merupakan pendatang baru yang sangat potensial dalam industri mi instan.

Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar di tengah situasi persaingan yang semakin kompetitif, PT X melakukan berbagai usaha pemasaran yang cukup efektif. Usaha-usaha yang dilakukan adalah melakukan inovasi produk PT X dengan variasi rasa baru, yaitu rasa Kari Melayu dan Mi Goreng Abon. Selain Kari Melayu dan Abon, ada beberapa jenis variasi rasa produk PT X yang lainnya, yaitu produk PT X rasa ayam spesial dengan minyak bawang, produk PT X rasa kaldu ayam dengan bumbu kaldu, produk PT X rasa ayam bawang dengan minyak bawang, produk PT X rasa ayam bawang plus dengan sambal cabe asli, produk PT X rasa soto mi dengan minyak soto, produk PT X rasa soto mi plus dengan sambal cabe asli, produk PT X goreng reguler dengan kecap manis dan cabe, produk PT X goreng ala Jawa.

(52)

divisi Pemasaran memonitor terus-menerus perkembangan selera konsumen sehingga inovasi rasa yang dihasilkan benar-benar mewakili selera konsumen. Kekuatan perusahaan di bidang pemasaran yang berasal dari aspek produk adalah citra merek dagang yang digunakan.

Dengan brand PT X, perusahaan telah berhasil menanamkan citra produk Islami yang halal pada konsumen. Respon konsumen terhadap produk PT X sangatlah positif, penjualan PT X walaupun berfluktuasi namun tetap menunjukkan trend yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dengan mengutamakan mutu produk, perusahaan telah berhasil dalam mempertahankan mutu produk, sehingga produk PT X dalam hal rasa, kehigienisan dan kehalalan dikenal memiliki mutu yang cukup baik dan mampu bersaing di pasar.

Mutu yang sangat baik dari produk PT X ini ditunjang oleh kinerja Quality Contol yang baik pula, dimana dalam hal ini pengendalian mutu produk PT X sudah meningkat ke Quality Assurance (QA). QA merupakan kontrol kualitas tidak hanya dilakukan oleh divisi produksi secara internal tapi juga dilakukan pengecekan ulang oleh divisi non produksi, dengan demikian diharapkan lebih ada kepastian bahwa kualitas produk sesuai dengan standar yang ditentukan.

Hal tersebut menjadi komitmen perusahaan untuk memberikan nilai yang lebih bagi pelanggan dalam mengkonsumsi produk PT X. Perusahaan juga melakukan perubahan pada slogan produk PT X dari produk PT X "Mi Praktis" yang lebih menekankan pada kepraktisan penyajian menjadi produk PT X "Enak dan Halal" yang lebih menekankan pada cita rasa produk PT X yang dahsyat dan mantap serta enak dan halal untuk dikonsumsi oleh berbagai lapisan masyarakat.

(53)

Kari Melayu dan Rp 1.050,- untuk produk PT X Goreng Abon. Pertimbangan perusahaan menetapkan harga yang cukup mahal tersebut adalah karena mutu yang ditawarkan oleh X Kari Melayu dan Mi Goreng Abon lebih baik daripada jenis produk X sebelumnya. Akan tetapi pada kenyataannya peluncuran produk baru ini mendapatkan sambutan yang luas dari masyarakat.

Hal ini dapat dilihat dari data penjualan X Kari Melayu dan Goreng Abon yang semakin meningkat dan berhasil memenuhi target penjualan sebesar 9000 karton per minggu. Potongan harga dan bonus hadiah juga diberikan perusahaan kepada para pelanggan apabila membeli dalam jumlah tertentu. Walaupun demikian perusahaan tidak lepas dari tuntutan para pelanggan yang menginginkan harga yang lebih murah dengan mutu yang sama.

Kekuatan perusahaan dalam aspek produksi adalah kemudahan dan ketersediaan bahan baku. Dengan tersedianya bahan baku baik yang impor maupun lokal dengan harga yang bersaing, membuktikan bahwa perusahaan dapat menjanjikan kontinuitas dalam memasok produk terutama produk yang sudah terlebih dahulu dipesan. Untuk ketersediaan produk X di pasar, perusahaan masih mengalami kendala, yaitu belum optimal dan belum meratanya jaringan distribusi perusahaan. Sehingga untuk tempat-tempat tertentu yang sulit terjangkau oleh perusahaan produk X terkadang tidak tersedia. Armada dan jaringan distribusi perusahaan juga masih belum optimal menjangkau pelosok-pelosok wilayah tanah air, maka penjualan produk X hanya terkonsentrasi di kota-kota besar di Pulau Jawa, Sumatera dan sedikit menjangkau Indonesia bagian timur.

(54)

kegiatan promosinya sehingga dapat mencapai target yang ditentukan sekaligus meminimumkan biaya.

Saat ini kegiatan promosi yang dilakukan perusahaan meliputi iklan melalui media elektronik seperti televisi, radio, media cetak, poster, dan media luar ruang. Untuk promosi penjualan, alat yang digunakan antara lain demonstrasi yang disebut "icip-icip", bazar, demo masak, serta pemberian hadiah. Pemilihan segmen pasar (segmentation), penentuan target pasar (targeting) dan penentuan posisi pasar (positioning) perusahaan dirasakan masih belum fokus, efektif dan efisien serta belum jelas arahnya.

Saat ini fokus dari segmen pasar yang ditetapkan perusahaan belum jelas. Sebelum memutuskan untuk bermain pada pasar menengah ke atas, produk X bergerak di pasar menengah dan menengah ke bawah. Kemudian sebelumnya fokus perusahaan adalah untuk pasar konsumen muslim, akan tetapi sekarang pasar X diperuntukkan bagi masyarakat dengan berbagai latar belakang sosial budaya dan agama, jadi terlihat bahwa fokus penjualan belum jelas arahnya.

Dalam hal ini sebaiknya X memusatkan produk pada satu atau beberapa segmen pasar saja. Karena perusahaan tidak akan mampu untuk melayani pasar secara keseluruhan. Hal itu disebabkan karena kapasitas sarana usaha yang dimiliki tidak memungkinkan perusahaan untuk menjalankan tugas itu dan dirasakan tidak efisien untuk melayani pasar secara keseluruhan mengingat adanya keterbatasan dalam hal modal kerja perusahaan.

Gambar

Gambar 2.   Matriks Internal – Eksternal  (IE Matriks) Sumber  :  Strategic Management, David  (2001)
Tabel 4.   Matriks SWOT
Tabel 5. Tipologi Strategik Miles dan Snow
Tabel 7. Jenis dan Sumber Data Kualitatif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah mengetahui tingkat pengetahuan lansia tentang penyakit hipertensi sebelum dan sesudah penyuluhan di posyandu lansia Permadi kelurahan Tlogomas Kecamatan

60 Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran , (Yogyakarta: Multindo, 2009), hal.. dan indikator sesuai dengan kemampuannya dalam proses berpikir reflektif. Selain itu,

Sesuai hasil pengamatan dilapangan, laju pertambahan diameter tanaman penghasil gaharu ( Gyrinops caudata ) lebih besar terjadi di lokasi B karena selain dari segi

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Pengaruh Kualitas Pelayanan ( Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Emphaty ) terhadap Kepatuhan Wajib

Hal ini pun terjadi pada kebudayaan masyarakat Kuantan Mudik yaitu upacara tradisional perahu begandung, sebelum masyarakat Kuantan Mudik dipengaruhi oleh

4.2 Pengaruh Pemberian Infusa Daun Murrbei ( Morus alba L.) Terhadap Gambaran Histologi Tubulus Proksimal Tikus Putih ( Rattus norvegicus ) Diabetes Mellitus Kronik

Indukan yang dijadikan sebagai penghasil anakan budidaya kelinci yang dilakukan peternak di Desa Umbulrejo adalah indukan yang mulai produktif sampai usia indukan 3

Teknik keabsahan data menggunakan perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi (metode dan sumber). Teknik analisa data menggunakan model