• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Lanjut Usia (Lansia) Miskin dalam Pemenuhan Kebutuhan Keluarga di Kelurahan Sempakata, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Lanjut Usia (Lansia) Miskin dalam Pemenuhan Kebutuhan Keluarga di Kelurahan Sempakata, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia 2.1.1 Pengertian Lanjut Usia (Lansia)

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Usia lanjut merupakan suatu keadaan yang tidak terelakkan dan merupakan suatu masalah yang semua akan mengalaminya dan berlaku secara universal. Proses terjadinya tua merupakan suatu proses yang tidak dihindari oleh setiap manusia yang penting bagi kita adalah mempersiapkan diri dari pada masa tua agar tetap sehat, bahagia dan produktif (Emile, 2010).

Departemen Sosial RI dalam bukunya “Pedoman Penyelenggaraan

Kesejahteraan Lanjut Usia dalam Keluarga memberi batasan penduduk berusia lanjut yaitu: Lanjut Usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, baik secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena permasalahannya tidak mampu berperan secara kontributif dalam pembangunan (non-potensial) (Djamal, 1998:6). Selanjutnya keputusan Menteri Sosial RI No. HUK. 3-1-50/107 tahun 1971. Pengertian sebagai berikut seorang tindakan jompo adalah setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya guna mencari nafkah dari orang lain.

(2)

proses kemunduran kemudian panca indra, kulit yang menjadi keriput serta kemunduran pada organ tubuh lainnya yang ditandai dengan seringnya mereka menderita beberapa sakit tua. Proses ketuaan dilihat dari segi psikis ditandai dengan proses lupa mengenai hal- hal yang baru saja terjadi, mudah sedih, sikap curiga serta sering merasa sebatang kara.

2.1.2 Klasifikasi Lanjut Usia (Lansia)

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lanjut usia (lansia) : 1. Pralansia (prasenilis)

Adalah seseorang yang berusia diantara 45-59 tahun. 2. Lansia

Adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. 3. Lansia resiko tinggi

Adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).

4. Lansia potensial

Adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa (Depkes RI, 2003). 5. Lansia tidak potensial

(3)

2.1.3 Karakteristik Lanjut Usia (Lansia)

Menurut Budi Anna Keliat (1999), Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan).

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.1.4 Tipe Lanjut Usia (Lansia)

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya (Nugroho,2000).

Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut, yaitu: 1. Tipe arif bijaksana

Adalah kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, renda hati, sederhana, dermawan dan menjadi panutan.

2. Tipe mandiri

Adalah mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan bergaul dengan teman.

3. Tipe tidak puas

(4)

4. Tipe pasrah

Adalah menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

5. Tipe bingung

Adalah kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.

2.2 Proses Penuaan

Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada didalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dinamakan proses penuaan.

2.2.1 Teori-teori proses penuaan

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu sebagai berikut:

1. Teori biologi

Adalah teori yang mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory, teori stress, teori radikal bebas dan teori rantai silang.

2. Teori psikologi

(5)

3. Teori sosial

Adalah mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi sosial dimana merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya atas dasar kemampuan lansia didalam berinteraksi. Pada teori sosial ini mencakup teori interaksi sosial, teori penarikan diri, teori aktivitas, teori kesinambungan dan lain sebagainya.

4. Teori spiritual

Adalah komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.

2.3 Kemiskinan

2.3.1 Pengertian Kemiskinan

Tidak mudah untuk mendefenisikan kemiskinan, karena kemiskinan itu mengandung unsur ruang dan waktu. Menurut Sejarah, keadaan kaya dan miskin secara berdampingan tidak merupakan masalah sosial sampai saatnya perdagangan berkembang pesat dan timbulnya nilai-nilai sosial yang baru. Dengan berkembangnya perdagangan ke seluruh dunia dan ditetapkannya taraf kehidupan tertentu sebagai kebiasaan suatu masyarakat, kemiskinan muncul sebagai masalah sosial. Pada waktu itu individu sadar akan kedudukan ekonominsnya sehingga mereka mampu untuk mengatakan apakah dirinya kaya atau miskin. (Soerjono 2006: 320)

(6)

ini. Demikian juga dari sisi tempat, konsep kemiskinan di negara maju tentulah berbeda dengan konsep kemiskinan di negara berkembang dan terbelakang. Mungkin keluarga yang tidak memiliki televisi atau kulkas, seseorang yang tidak dapat membayar asuransi kesehatan, anak-anak yang bermain tanpa alas kaki, seseorang yang tidak memiliki telepon genggam, akses internet dan lainnya di negara-negara Eropa dapat dikatakan miskin. Namun tidak demikian di negara kurang berkembang seperti negara-negara di Afrika.

Kemiskinan disebahagian negara justru ditandai dengan kelaparan, kukurangan gizi, ketiadaan tempat tinggal, mengemis, tidak dapat sekolah, tidak punya akses air bersih dan listrik. Defenisi kemiskinan biasanya sangat bergantung dari sudut mana konsep tersebut dipandang.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bank Dunia mendefenisikan bahwa kemiskinan berkenaan dengan ketiadaan tempat tinggal, sakit dan tidak mampu untuk berobat ke dokter, tidak mampu untuk sekolah dan tidak tahu baca tulis. Kemiskinan adalah bila tidak memiliki pekerjaan sehingga takut menatap masa depan, tidak memiliki akses akan sumber air bersih.

Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: 1. Kemiskinan absolut

(7)

yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya.

2. Kemiskinan relatif

Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan. (http://www.repository.usu.ac.id diakses pada tangaal 21 Januari 2015 pukul 11: 12 WIB)

2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan

Menurut Matias Siagian (2012: 114) secara umum faktor-faktor penyebab kemiskinan secara kategoris dengan menitikberatkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian besar, yaitu:

1. Faktor Internal

Adalah dalam hal ini berasal dari dalam diri individu yang mengalami kemiskinan itu yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan, yang meliputi:

a. Fisik , misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.

b. Intelektual, seperti kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya informasi.

(8)

d. Spritual, seperti tidak jujur, penipu, serakah dan tidak disiplin.

e. Sosial psikologis, seperti kurang motovasi, kurang percaya diri. depresi, stress, kurang relasi dan kurang mampu mencari dukungan.

f. Keterampilan, seperti tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja.

g. Asset, seperti tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan dan modal kerja.

2. Faktor Eksternal

Adalah bersumber dari luar diri individu dan keluarga yang mengalami dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya miskin, meliputi:

a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar.

b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset dan alat memenuhi kebutuhan hidup.

c. Terbatasnya pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha sektor informal.

d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro.

e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat banyak.

f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal, seperti zakat.

(9)

h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan. i. Kondisi Geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana. j. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.

k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.

l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.

2.3.3 Ciri- Ciri Kemiskinan

Sulit memperoleh informasi secara jelas dan akurat berkaitan dengan indikasi-indikasi seperti apa yang dapat digunakan sebagai penanganan untuk menytakan secara akurat, bahwa orang-orang seperti inilah yang disebut orang miskin, sementara orang-orang yang seperti itu disebut tidak miskin. Namun suatu studi menunjukkan adanya lima ciri-ciri kemiskinan yaitu:

1. Mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai ataupun keterampilan untuk melakukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya. Sebagai contoh kemiskinan itu bercirikan antara lain bahwa faktor produksi yang dimiliki pada umumnya sedikit atau bahkan tidak ada, sehingga kemampuan untuk mempertahankan apalagi meningkatkan produksipun tidak mungkin. Lebih menyesakkan lagi faktor-faktor produksi yang dimiliki justru digunakan untuk kebutuhan komsumsi, bukan untuk kebutuhan produksi, misalnya modal atau dana tidak digunakan untuk investasi melainkan hanya untuk komsumsi demi mempertahankan hidup. Kondisi seperti ini mengakibatkan banyak kasus berhentinya usaha karena kekurangan atau ketiadaan modal.

(10)

dengan perolehan pendapatan hanya untuk komsumsi. Mereka tidak berpeluang untuk memperoleh tanah garapan, benih, ataupun pupuk sebagai faktor-faktor produksi.

3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah. Kondisi seperti ini akan berpengaruh terhadap wawasan mereka. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa waktu mereka pada umumnya habis tersita semata-mata hanya untuk mencari nafkah sehingga tidak ada waktu untuk belajar atau meningkatkan keterampilan. Demikian juga dengan anak-anak mereka, tidak dapat menyelesaikan sekolahnya karena harus membantu orang tua mencari tambahan pendapatan. Artinya bagi mereka, anak tersebut memiliki nilai ekonomis.

4. Pada umumnya mereka yang masuk ke dalam kelompok penduduk dengan kategori setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor formal bagaikan tertutup rapat. Akibatnya mereka terpaksa memasuki sektor-sektor informal. bahkan pada umumnya mereka bekerja serabutan maupun musiman. Jika dikaji secara totalitas, mereka sesungguhnya bukan bekerja sepenuhnya, bahkan mereka justru lebih sering tidak bekerja. Sekilas mereka tidak menganggur, namun jika digunakan indikator jam kerja, mereka justru masuk ke dalam kategori pengangguran tidak kentara. Kondisi demikian mengakibatkan mereka memperoleh pendapatan yang rendah pula.

(11)

statis desa dalam mendukung kehidupan penduduknya, Dalam keadaan demikian, masyarakat desa cenderung melakukan migrasi ke kota karena dianggap sebagai alternatif dalam upaya mengubah nasib (Siagian, 2012: 20).

2.3.4 Aspek - Aspek Kemiskinan

Adapun aspek-aspek kemiskinan menurut Matias Siagian, yaitu: 1. Kemiskinan bersifat multidimensi

Sifat kemiskinan sebagai suatu konsep yang multi dimensi berakar dari kondisi kebutuhan manusia yang beraneka ragam. ditinjau dari segi kebijakan umum, maka kemiskinan itu meliputi aspek-aspek primer seperti miskin akan aset, organisasi sosial, kelembagaan sosial berbagai pengetahuan dan keterampilan yang dianggap dapat mendukung kehidupan manusia. Sedangkan aspek sekunder dari kemiskinan adalah miskinnya informasi, jaringan sosial dan sumber keuntungan yang semuanya merupakan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai jembatan memperoleh suatu fasilitas yang dapat mendukung upaya mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas hidup.

(12)

akan membawa kita pada pemahaman yang salah tentang kemiskinan itu sendiri. Bahkan, kemiskinan hanya dapat dipahami melalui pendekatan interdisiplinear.

2. Kemiskinan itu adalah fakta yang terukur.

Fenomena yang sering kita temui adalah, pendekatan yang diperoleh sekelompok yang bermukin di tempat yang sama, namun kualitas individu atau keluarga yang dimiliki mungkin saja berbeda. Keadaan yang demikian sering mengondisikan kita untuk mengidentifikasi kemiskinan sebagai sesuatu yang serba abstrak dan tidak mungkin diukur. Ada pula yang cenderung menyatakan kemiskinan itu sebagai abstraksi dari perasaan sehingga mustahil untuk diukur cara berfikir seperti ini harus dicegah karena akan menjauhkan kita dari pemahaman yang benar dan holistik tentang kemiskinan itu sehingga kita pun mustahil dapat menemukan solusi (Siagian, 2012: 13).

Karena kemiskinan adalah fakta yang terukur, maka kemiskinan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai tingkatan (Siagian, 2012: 14), seperti:

1. Miskin

2. Sangat miskin 3. Sangat miskin sekali

Demikian halnya dengan BKKBN sering mengklasifikasi kondisi kehidupan masyarakat ke dalam berbagai tingkat seperti:

1. Prasejahtera 2. Sejahtera 1 3. Sejahtera 2

(13)

pedesaan (rural poverty), kemiskinan perkotaan (urban poverty), dan sebagainya. berbagai istilah tersebut bukanlah berarti bahwa yang mengalami kemiskinan itu adalah desa atau kota secara an sich. Kondisi desa atau kota itu merupakan penyebab kemiskinan bagi manusia. Dengan demikian pihak yang menderita miskin hanyalah manusia, baik secara individual maupun kelompok dan bukan wilayah.

Sementara itu menurut Drewnoski (dalam Siagian, 2012) mengemukakan adanya sembilan komponen yang harus disertakan dalam kajian kebutuhan pokok dalam rangka penentuan indikator kemisinan. kesembilan indikator tersebut adalah:

1. Gizi 2. Sandang

3. Tempat berlindung 4. Kesehatan

5. Pendidikan 6. Waktu terluang 7. Ketenagan hidup 8. Lingkungan sosial 9. Lingkungan fisik

Dengan indikator kemiskinan tersebut juga merupakan indikator kesejahteraan sosial ekonomi suatu masyarakat.

2.4 Kesejahteraan Sosial

(14)

gangguan dan kesusahan). Sedangkan kesejahteraan artinya keamanan, keselamatan, ketentraman dan keselamatan hidup, dan kemakmuran. Di dalam kamus ilmu kesejahteraan sosial disebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah keadaan sejahtera yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah dan sosial tertentu saja. Dalam Undang-Undang No.11 tahun 2009 tentang Kesejateraan Sosial menyebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

PBB mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan-kegiatan yang terorganisir dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama melalui teknik-teknik dan metode-metode dengan maksud supaya memungkinkan individu-individu, kelompok-kelompok, maupun komunitas-komunitas untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat serta melalui tindakan kerja sama untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial.

Tujuan kesejahteraan sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial, keuangan, kesehatan, rekreasi semua individu dan masyarakat. Kesejahteraan sosial berupaya meningkatkan keberfungsian semua kelompok usia, tanpa memandang status sosial setiap individu. Ketika institusi lain dalam masyarakat, seperti ekonomi pasar atau keluarga pada suatu waktu gagal memenuhi kebutuhan dasar individu atau kelompok masyarakat, maka dibutuhkan bentuk pelayanan sosial untuk membantu mereka.

(15)

sosial memiliki beberapa makna yang relatif berbeda walaupun substansinya tetap sama dan mencakup tiga konsepsi, yaitu:

1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial.

2. Institusi, bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang meyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial.

3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera.

Kesejahteraan sosial dapat diukur dari ukuran-ukuran seperti tingkat kehidupan (levels of livings), pemenuhan kebutuhan pokok (basic needs fulfillment), kualitas hidup (quality of life), dan pembangunan manusia (human development). Dari beberapa defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial adalah berbagai uasaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik secara fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi, kehhidupan spritual agar terwujud kehidupan yang layak dan bermartabat.

Kesejahteraan sosial dalam arti luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Taraf kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi, dan fisik belaka, tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spritual. Kesejahteraan sosial dapat dilihat dari empat sudut pandang yaitu:

1. Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi).

(16)

kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohanian dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjungjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.

2. Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu.

Sebagi suatu ilmu, pada dasarnya merupakan suatu ilmu yang mencoba mengembangkan pemikiran, strategi dan teknik untuk meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat, baik dari level mikro, maupun makro dengan mengembangkan metode intervensi termasuk didalamnya aspek strategi dan teknik.

3. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan.

Sebagai suatu kegiatan, pengertian kesejahteraan sosial dapat dilihat antara lain dari definisi yang dikembangkan oleh Friedlander “Kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari berbagai institusi dan usaha-usaha kesejahteraan sosial yang dirancang guna membantu individu atau kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan”. Pengertian ini

sekurang-kuranya menggambarkan kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem pelayanan yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Meskipun dalam pengertian yanng dikemukakan Friedlander secara eksplisif menyatakan bahwa target dari kegiatan tersebut adalah individu dan kelompok, tetapi dalam arti luas pengertian Friedlander juga melihat masyarakat sebagai suatu totalitas.

4. Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan

(17)

memberitahukan kepada dunia bahwa masalah kesejahteraan sosial merupakan hal yang perlu diperhatikan secara seksama oleh masyarakat dunia, baik secara global maupun parsial. Oleh karena itu, muncullah berbagai macam gerakan dalam wujud organisasi lokal, regional, maupun internasional yang berusaha menangani isu kesejahteraan sosial ini (Adi, 2013: 40).

Okamura (2005) menjabarkan tujuh karakteristik di dalam kesejahteraan sosial, diantaranya:

1. Ekonomi yang stabil 2. Pekerjaan yang layak 3. Keluarga yang stabil 4. Jaminan kesehatan 5. Jaminan pendidikan

6. Kesempatan dalam masyarakat 7. Kesempatan budaya atau rekreasi

Hal-hal di atas menjadi tuntutan dasar dalam masyarakat sosial. ketika semua karakteristik atau tuntutan dasar dalam kehidupan bermasyarakat sudah terpenuhi, secara otomatis kesejahteraan sosial juga sudah didapat (Lubis, Suwardi. 2013).

2.5 Teori Kebutuhan Keluarga

(18)

Soekanto (2009:1) keluarga adalah unit pergaulan hidup yang paling kecil dalam masyarakat, secara umum keluarga masih bisa dibagi menjadi keluarga batih dan keluarga besar. Keluarga batih merupakan kelompok sosial yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak yang belum menikah, sedangkan keluarga besar adalah keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga batih. Dalam satu keluarga terdapat kepala keluarga yang berkewajiban untuk bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Setiap keluarga memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda dan beranekaragam. Perbedaan tingkat kebutuhan keluarga juga terlihat pada keluarga lanjut usia (lansia) di Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang Kota Medan yang disebabkan oleh perbedaan tingkat pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga lanjut usia (lansia). Semakin besar pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga lanjut usia (lansia) maka semakin beragam pula kebutuhan yang harus dipenuhi oleh keluarga lanjut usia (lansia) begitupun sebaliknya.

Maslow (dalam Mangkunegara, 2002:6-7) membagi kebutuhan manusia dalam beberapa tingkatan yaitu:

a. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan dasar atau tingkat terendah yang diperlukan seorang manusia seperti: kebutuhan akan makanan, minuman, pakaian, dan sebagainya.

b. Kebutuhan rasa aman

(19)

c. Kebutuhan untuk merasa memiliki

Kebutuhan untuk merasa memiliki merupakan kebutuhan yang diperlukan seseorang untuk diterima oleh kelompok seperti berinteraksi dan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai

d. Kebutuhan akan harga diri

Kebutuhan akan harga diri merupakan kebutuhan manusia untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain

e. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri

Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk menggunakan potensi dan skill yang dimiliki, kebutuhan untuk berpendapat, menentukan penilaian terhadap sesuatu.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan keluarga adalah segala sesuatu yang dibutuhkan keluarga baik untuk tetap hidup maupun sebagai penunjang hidup. Pada penelitian ini peneliti hanya memfokuskan pada kebutuhan keluarga lanjut usia (lansia) miskin yang bersifat fisiologis atau kebutuhan pokok keluarga harus dipenuhi keluarga lanjut usia (lansia) miskin. Menurut Gilarso (2002:19) unsur kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi oleh setiap masyarakat termasuk masyarakat miskin antara lain: kebutuhan pangan, sandang atau pakaian, perumahan, kesehatan dan pendidikan. Berdasarkan uraian di atas secara rinci kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi keluarga lanjut usia (lansia) miskin dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kebutuhan Pangan

(20)

baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan yang sangat dasar dan wajib dipenuhi karena kebutuhan pangan adalah kebutuhan yang diperlukan manusia untuk tetap hidup. Kekurangan kebutuhan pangan dapat berakibat negatif bagi tubuh seseorang sebagaimana pendapat yang dikemukaan Tejasari (2005:1) yang menyatakan bahwa kebutuhan pangan sangat dibutuhkan manusia untuk bartahan hidup, karena didalam makanan mengandung senyawa kimia yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Senyawa kimia dalam makanan yang mutlak diperlukan manusia adalah zat gizi karena jika tubuh manusia kekurangan zat tersebut maka fungsi organ akan terganggu yang mengakibatkan penyakit.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kebutuhan pangan adalah kebutuhan manusia akan makanan dan minuman yang diperlukan oleh tubuh manusia kebutuhan pangan wajib dipenuhi oleh manusia untuk tetap bisa hidup. Bagi lanjut usia (lansia) yang tergolong miskin jumlah gizi yang terkandung dalam makanan tidaklah penting karena yang terpenting bagi mereka adalah makanan yang mereka makan bisa mangenyangkan.

2. Kebutuhan Sandang

(21)

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kebutuhan_primer). Seiring berjalannya waktu fungsi pakaian tidak hanya digunakan sebagai pelindung tubuh tetapi pakaian juga digunakan untuk menunjukkan kelas sosial seseorang. Seseorang yang memiliki kedudukan tinggi atau berada pada kelas sosial atas akan memilih pakaian dengan merk terkenal walaupun dengan harga mahal sedangkan untuk seseorang dengan kelas sosial menengah kebawah akan membeli pakaian sesuai kebutuhan tanpa melihat merk dengan harga relatif murah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sumardi dan Evers (1985:200) yang menyatakan bahwa pakaian bagi seseorang dapat mencerminkan keadaan atau kelas sosial keluarganya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan sandang atau pakaian adalah kebutuhan pokok manusia selain makanan yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari panas dan dingin serta untuk menjaga nilai kesopanan manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Model dan kualitas pakaian bukanlah hal yang penting bagi keluarga lanjut usia (lansia) yang tergolong miskin, tetapi yang terpenting bagi mereka adalah pakaian yang mereka pakai bisa menutupi anggota badan dan melindungi mereka dari cuaca. Pada umumnya setiap anggota keluarga lamjut usia (lansia) yang tergolong miskin hanya memiliki pakaian dalam jumlah yang terbatas.

3. Kebutuhan Papan

(22)

tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap keluarga membutuhkan rumah untuk kelangsungan hidupnya serta sebagai wadah kegiatan keluarga dalam membentuk kebahagiaan dan kesejahteraan manusia sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Pendapat Sardjono sesuai dengan pendapat Sedayu (2010:89) yang mengatakan bahwa rumah merupakan kebutuhan yang mendasar yang harus dipenuhi oleh manusia karena rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan melangsungkan keturunan.

Sedangkan menurut Maslow (dalam Sastra dan Marlina, 2006:2) sesudah manusia terpenuhi kebutuhan jasmaninya, yaitu pangan sandang dan kesehatan, kebutuhan akan rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu motivasi untuk mengembangkan kehidupan yang lebih tinggi. Menurut Sastra dan Marlina (2006:2) rumah dapat didefinisikan sebagai tempat dimana manusia bernaung dan tinggal dalam kehidupannya. Bagi manusia tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar (basic need), disamping kebutuhan akan pangan dan sandang.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kebutuhan papan atau rumah adalah kebutuhan manusia akan tempat tinggal yang digunakan untuk berlindung dari cuaca, beristirahat, dan sebagai tempat berkumpulnya anggota keluarga. Bagi lanjut usia (lansia) yang tergolong miskin yang terpenting bukanlah luas dan model suatu rumah tapi yang terpenting bagi mereka adalah rumah yang mereka tempati bisa digunakan untuk berteduh dan melindungi mereka dari cuaca.

4. Kebutuhan Kesehatan

(23)

melakukan peran dan fungsinya dengan baik. Menurut World Healt Organization (WHO) kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani, dan bukan hanya bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. King (dalam Wiranto, 2013:3) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan yang dinamis di dalam siklus hidup dan memperoleh adaptasi terus menerus terhadap stres.

Sedangkan Menurut Sudarma (2008:16-17) kesehatan secara lebih rinci dapat diartikan sebagai kebutuhan manusia dari berbagai kalangan dilihat dari status ekonomi (kaya-miskin), status sosial (kalangan elit-wong alit), status geografi (desa-kota), psikologi perkembangan (bayi-manula) maupun status kesehatan (sakit-sehat). Orang sakit memerlukan penyebuhan (kuartif) sedangkan orang sehat memerlukan peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), perbaikan (rehabilitatif) dan pemeliharaan (konservatif).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kebutuhan kesehatan adalah kebutuhan manusia akan kesejahteraan badan, jiwa dan sosial agar bisa produktif secara sosial maupun secara ekonomi. Bagi lanjut usia (lansia) yang tergolong miskin ketika dalam kondisi sakit mereka akan lebih memilih membeli obat di warung atau berobat ke puskesmas karena lebih murah dibanding harus periksa ke klinik dokter.

5. Kebutuhan Pendidikan

(24)

mendewasakan manusia dengan pengajaran dan latihan. Sedangkan menurut Basri (dalam Tatang, 2012:14) pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara sengaja dan secara sistematis untuk memotivasi membina, membantu, dan membimbing seseorang untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki sehingga ia bisa mencapai kualitas diri yang lebih baik.

Selain pendidikan keluarga, pendidikan formal merupakan pendidikan yang sangat penting karena melalui pendidikan formal seorang anak akan dapat belajar dan mengasah keterampilannya sebagai bekal seorang anak untuk bekerja sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Tirtarahardja dan La Sulo (2005:165) yang menyatakan bahwa pendidikan formal berfungsi mengajarkan pengetahuan umum dan pengetahuan yang bersifat khusus dalam rangka mempersiapkan anak untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu. Pendidikan formal terdiri dari beberapa jenjang pendidikan. Menurut Tirtarahardja dan La Sulo (2005:268) jenjang pendidikan yang termasuk dalam pendidikan formal adalah SD, SMP, SMA dan Universitas. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang melibatkan instansi pendidikan sehingga diperlukan biaya untuk menempuh pendidikan ini. Menurut Suseno (2001: 131) indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan sekolah adalah uang saku, iuran sekolah, alat tulis dan buku.

(25)

2.6 Strategi Memenuhi Kebutuhan Keluarga

Strategi memenuhi kebutuhan keluarga atau dapat dipahami sebagai cara untuk mengatasi kesulitan dalam hidup. Strategi bertahan hidup dirumuskan oleh Snel dan Traring (dalam Setia, 2005) sebagai serangkaian tindakan yang dipilih secara sadar oleh individu dan rumah tangga yang miskin secara sosial ekonomi. Dengan strategi ini seorang individu berusaha untuk menambah penghasilan lewat pemanfaatan sumber-sumber lain ataupun mengurangi pengeluaran lewat pengurangan kuantitas barang dan jasa.

Edi Suhartono seorang pengamat masalah kemiskinan dari IPB, menyatakan bahwa defenisi dari bertahan hidup (coping strategi) adalah kemampuan seseorang dalam menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Dalam konteks keluarga miskin, strategi penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan segenap aset yang dimilikinya bisa juga dinamakan dengan kapabilitas keluarga miskin dalam menanggapi goncangan dan tekanan (Shock and Stress) (Suhartono, 2007. http://www.policy.hu diakses tanggal 11 Mei 2015 pukul 08.30 WIB).

Selanjutnya Edi Suhartono menyatakan strategi bertahan hidup (coping strategi) dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakkukan dengan

berbagai cara yang dapat dikelompokkan dengan 3 cara yaitu :

(26)

2. Strategi pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga (misalnya pengeluaran sandang, pangan, kesehatan, biaya sosial, pendidikan dan kebutuhan sehari-hari).

(27)

2.7 Kerangka Pemikiran

Manusia bekerja untuk berusaha meningkatkan status sosial dan status ekonominya. Akan tetapi tidak semua orang bisa melakukannya, terkadang bagi sebagian orang, bekerja hanyalah untuk mencukupi kebutuhan minimal sehari-hari atau untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Karena pendapatan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka tidaklah banyak atau mungkin jauh dari kata cukup.

Salah satunya adalah lanjut usia (lansia) miskin, yang umumnya memiliki pendapatan yang hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan biaya pendidikan yang terbatas bagi anak-anaknya. Jika ingin menabung atau berinvestasi sangatlah kecil kemungkinan bagi mereka. Dari segi pendapatan, lanjut usia (lansia) miskin di Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang Kota Medan tidak jauh berbeda dengan lanjut usia (lansia) pada umumnya. Dengan pendapatan yang sedikit dan tanpa jaminan sosial sudah dapat dipastikan bahwa sosial ekonomi keluarga merekapun rendah.

Akan tetapi dengan upah yang sedikit, lanjut usia (lansia) miskin harus tetap bekerja demi mempertahankan hidup atau pemenuhan kebutuhan keluarga serta membiayai pendidikan anak-anak mereka. Disisi lain, yang mereka lakukan bukanlah hanya berdiam diri. Untuk menambah pendapatan mereka yang memiliki lahan juga melakukan aktivitas pertanian seperti menanam pisang, ubi, serai dan ada juga kerja bangunan serta melakukan aktivitas membersihkan lingkungan mesjid.

(28)

mereka hanya berbelanja satu kali dalam seminggu walaupun jarak antara tempat tinggal mereka dengan pasar tradisional tempat berbelanja mudah dijangkau.

Selain menekan biaya pengeluaran pangan, mereka juga menekan biaya pengeluaran untuk pendidikan. Bagi mereka yang disebut dengan bersekolah cukup hanya disekolah saja, sangat jarang diantara mereka yang memberikan les tambahan kepada anak-anak mereka. Karena selain hemat biaya, juga hemat waktu, anak-anak mereka sudah diharuskan untuk membantu orangtuanya setelah pulang sekolah. Kehidupan mereka juga tidak jauh dari program kemiskinan seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai), Raskin, Jamkesmas, karena mereka memang tergolong dalam kategori keluarga miskin. Selain untuk program pengentasan kemiskinan strategi tersebut juga merupakan strategi individu maupun keluarga lanjut usia (lansia) miskin dalam pemenuhan kebutuhan keluarga.

Peneliti membuat bagan yang menggambarkan kerangka pemikiran tersebut untuk melihat lebih jelas alur pikiran tersebut sebagi berikut:

Lanjut Usia (Lansia) Miskin

Strategi Pemenuhan Kebutuhan Keluarga 1. Strategi Aktif

2. Strategi Pasif, dan 3. Strategi Jaringan

(29)

2.8 Definisi Konsep dan Definisi Operasional 2.8.1 Definisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji. Sebagai konsekwensi logis dari salah pengertian yang terjadi dalam memaknai suatu konsep, maka terbuka pula kemungkinan salah penggunaan atas konsep tersebut. Seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang diteliti untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut dengan definisi konsep.

Secara sederhana, definisi ini diartikan sebagai batasan arti. Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti, dengan kata lain peneliti berupaya membawa para pembaca hasil penelitian tersebut untuk memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh si peneliti. Definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 136).

Peneliti memberikan batasan konsep untuk memfokuskan penelitian ini sebagai berikut:

(30)

2. Yang dimaksud dengan lanjut usia (lansia) miskin dalam penelitian ini adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas dan berprofesi sebagai bertani atau berladang, petugas jaga malam di komplek,tukang kusuk, petugas kebersihan pekarangan rumah warga.

3. Yang dimaksud dengan memenuhi kebutuhan keluarga dalam penelitian ini adalah cara atau strategi yang dilakukan oleh lanjut usia (lansia) miskin agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga seperti kebutuhan pangan, kebutuhan sandang, kebutuhan papan, kebutuhan kesehatan dan kebutuhan pendidikan.

2.8.2 Definisi Operasional

Ditinjau dari proses atau langkah-langkah penelitian, dapat dikemukakan bahwa perumusan definisi operasional adalah langkah lanjutan dari definisi konsep. Definisi operasional sering disebut sebagai proses operasionalisasi konsep. Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis, jika konsep itu sudah bersifat dinamis maka akan memungkinkan untuk dioperasikan. Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang benar-benar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terkandung dalam kosep tersebut terangkat dan terbuka (Siagian, 2011: 141).

Adapun yang menjadi definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lanjut Usia (Lansia) miskin, dengan indikator: a. Usia

(31)

2. Strategi Aktif

a. Anggota keluarga yang terlibat untuk bekerja b. Jenis pekerjaan tambahan

c. Frekuensi waktu bekerja dalam sehari d. Kontribusi pekerjaan tambahan 3. Strategi Pasif

a. Frekuensi makan sehari

b. Keseimbangan gizi dalam makanan c. Frekuensi membeli pakaian

d. Kualitas pakaian e. Tingkat pendidikan f. Kualitas pendidikan

g. Akses mendapatkan pelayanan kesehatan

h. Rata-rata biaya sosial yang dikeluarkan per minggu 4. Strategi Jaringan

a. Jenis program kemiskinan yang diterima

b. Kontribusi program kemiskinan terhadap individu atau keluarga c. Frekuensi meminjam uang dari rentenir

d. Kontribusi uang pinjaman dari rentenir e. Frekuensi mengutang di warung

Referensi

Dokumen terkait

Pembentukan karakter anak memang tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat.. Dibutuhkan proses panjang dalam waktu yang lama serta dilakukan secara

KETIGA : Dengan berlakunya Keputusan Bupati ini maka Keputusan Bupati Bantul Nomor 70 Tahun 2008 tentang Pemberian Honorarium Tim Penyelenggaraan Pelayanan Kartu Keluarga dan

Permainan basketball like games konsepnya yaitu melempar dan menangkap dengan teman sekelompoknya untuk mencetak angka sebanyak mungkin dengan target yang sudah

Dengan perhitungan Fuzzy RPN, mode kegagalan paling kritis pada koridor III adalah jalur yang belum steril dari pengguna kendaraan pribadi (0,742), sedangkan pada

Pakaian Meja Ruangan Alas kaki Senyum Pel.. Wilcoxon Signed Ranks

Gambar 3.4 Tampilan jendela utama program pengenalan wajah Tombol PEMBENTUKAN BASISDATA digunakan untuk ekstraksi ciri semua citra yang tersimpan pada basisdata dengan

pengembangan potensi pribadi secara maksimal sebagai bentuk tampilan kesehatan mental seperti upaya menumbuhkan citra diri positif, percaya diri, kemandirian,

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014.. PARTAI